Policy Brief Determinan Kehamilan Remaja di Indonesia (Analisis SDKI 2012) Oleh: Nanda Wahyudhi Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Dalam masa perkembangan dan penyesuaian diri ke dalam lingkungan barunya, banyak remaja yang tidak menyadari bahwa perilaku yang mereka lakukan merupakan perilaku berisiko dan menyimpang. Ketidakmatangan emosi, cara berpikir dan bertindak sangat berpengaruh pada perilaku remaja dalam penyesuaian diri tersebut. Salah satu masalah yang menjadi perhatian adalah kehamilan remaja. Kehamilan diusia remaja memiliki berbagai dampak negatif, tidak hanya dari sisi kesehatan, tetapi juga dari sisi pendidikan, sosial dan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan remaja. Hasil akhir menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara lokasi tempat tinggal, tingkat pendidikan dan tingkat keterpaparan media massa dengan umur pertama kali berhubungan seksual dan umur pertama kali kawin dengan tingkat signifikan (p-value) <0,05. Sementara itu, hasil analisis multivariabel menyatakan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kehamilan remaja adalah umur pertama kali berhubungan seksual dan umur pertama kali kawin.Temuan ini memberikan informasi mengenai pendewasaan usia kawin melalui sektor pendidikan dan media massa dalam rangka mengurangi terjadinya kehamilan di usia remaja. Hak-hak Anak (Convention on the Rights of the Child), semua orang yang berusia dibawah 18 tahun tergolong anak (UNFPA, 2013). Begitu juga menurut undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa seseorang yang berusia dibawah 18 tahun tergolong kedalam kategori anak. Sementara itu, Kementerian Kesehatan Indonesia mendefinisikan remaja sebagai orangorang yang hanya berumur 10-19 tahun dan tidak kawin, sementara menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) kelompok umur remaja adalah 15-24 tahun dan tidak kawin (BPS dkk, 2013). Kehamilan remaja adalah kehamilan yang terjadi pada wanita usia dibawah 20 tahun.Tingkat kehamilan remaja bervariasi antar tiap negara dikarenakan adanya perbedaan PENDAHULUAN Masa remaja ialah suatu periode transisi dari anak-anak menuju dewasa yang diawali dengan matangnya organorgan seksual sehingga mampu bereproduksi. Remaja merupakan masa perkembangan dari sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua menuju ke arah sikap mandiri (independence). Pada masa remaja, mulai tertarik kepada lawan jenis. Menurut Konopka (dalam Yusuf, 2001) masa remaja terbagi dalam tiga bagian, yaitu: − Masa remaja awal, 12 – 15 tahun. − Masa remaja madya, 15 – 18 tahun. − Masa remaja akhir, 19 – 22 tahun. Definisi remaja (adolescent) menurut PBB (United Nations) adalah semua orang yang berusia antara 10 sampai 19 tahun. Menurut Konvensi 1 nikah ada kemungkinan akan diusir atau diasingkan oleh keluarga atau akan berujung pada aborsi ataupun dipaksa menikah. Dari sisi kesehatan, angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) ibu dan bayi pada kehamilan remaja 2-4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kehamilan pada wanita berusia 20-35 tahun. Dampak yang lain yaitu bayi lahir prematur dan perkembangan bayi terhambat (Affandi dalam Depkes,1995). status sosial ekonomi, budaya tradisional mengenai pernikahan dini, tingkat aktivitas seksual, ketersediaan pendidikan seksual dan keterjangkauan akses kontrasepsi. Menurut WHO, kemungkinan resiko kematian selama masa kehamilan pada wanita usia 1519 tahun dua kali lebih tinggi daripada wanita usia 20-24 tahun. Tingkat kematian ibu akan menjadi lima kali lebih tinggi pada wanita usia 10-14 tahun bila dibandingkan dengan wanita usia 20 tahun (Ghose, S. dan John, L. B., 2013). Di Indonesia persentase wanita usia remaja (15-19 tahun) yang sudah pernah melahirkan maupun yang sedang mengandung anak pertama masih cukup kecil. Namun demikian, persentasenya mengalami peningkatan dalam periode lima tahun terakhir. Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012 (SDKI 2012), persentase wanita usia 15-19 tahun yang sudah pernah melahirkan dan yang sedang mengandung anak pertama sebesar 9,5 persen dengan rincian 7,0 persen sudah pernah melahirkan dan 2,5 persen sedang mengandung anak pertama. Terjadi peningkatan 1 persen bila dibandingkan dengan SDKI 2007 dimana persentase persentase wanita usia 15-19 tahun yang sudah pernah melahirkan dan yang sedang mengandung anak pertama sebesar 8,5 persen dengan rincian 6,6 persen sudah pernah melahirkan dan 1,9 persen sedang mengandung anak pertama. Bila tidak ada langkah-langkah pencegahan dari pemangku kebijakan maka dapat dipastikan persentase tersebut akan terus meningkat pada tahun-tahun yang akan datang. Kehamilan pada masa remaja secara sosial berdampak kehilangan masa-masa remaja, terhentinya sekolah, ketidaksiapan dalam mengasuh dan mendidik anak. Selain itu, bila kehamilan itu terjadi diluar PERMASALAHAN Secara biologik, seorang wanita sudah memasuki usia subur beberapa tahun sebelum mencapai umur dimana kehamilan dan persalinan dapat berlangsung dengan aman. Dengan kata lain, seorang remaja walaupun secara fisik organ-organ reproduksinya telah berfungsi tetapi masih belum siap untuk kehamilan dan persalinan. Angka kematian anak dari ibu remaja dua sampai tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan angka kematian anak dari ibu yang berumur 20-35 tahun. demikian pula dengan resiko kematian remaja pada waktu hamil dan melahirkan tiga sampai empat kali lebih tinggi dibandingkan dengan angka kematian ibu yang berumur 2035 tahun (Affandi dalam Depkes RI, 1995). Beberapa faktor yang secara konsisten berhubungan dengan tingginya angka kehamilan remaja antara lain rendahnya status sosial ekonomi, ras, ketidakstabilan keluarga, dan ekspektasi dari rekan sebaya (McKenry, et al. 1979). Gökçe, et al (2007) menyatakan bahwa banyak penelitian telah menunjukkan bahwa ras, kelompok etnis, status perkawinan, struktur keluarga, komunikasi dengan orang tua, pendidikan dan status pekerjaan orang tua, status sosial ekonomi remaja, asuransi sosial, keberlanjutan pendidikan dan prestasi akademik merupakan faktor penting 2 Tabel 1. Odds Ratio Risiko Pertama Kali Berhubungan Seksual dibawah 20 tahun ODDS VARIABEL RATIO Lokasi Tempat Tinggal Perkotaan refference Perdesaan 1,859 Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD 4,089 Tamat SD 2,711 Tamat SMP 1,003 Tamat SMA refference Keterpaparan Media Massa Rendah 2,790 Sedang 1,648 Tinggi refference dalam frekuensi terjadinya kehamilan remaja. Kehamilan pada masa remaja secara sosial berdampak kehilangan masa-masa remaja, terhentinya sekolah, ketidaksiapan dalam mengasuh dan mendidik anak. Selain itu, bila kehamilan itu terjadi diluar nikah ada kemungkinan akan diusir atau diasingkan oleh keluarga atau akan berujung pada aborsi ataupun dipaksa menikah. Dari sisi kesehatan, angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) ibu dan bayi pada kehamilan remaja 2-4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kehamilan pada wanita berusia 20-35 tahun. Dampak yang lain yaitu bayi lahir prematur dan perkembangan bayi terhambat (Affandi dalam Depkes,1995). Melihat dampak negatif yang muncul dari kehamilan di usia remaja maka perlu diteliti apa faktor yang mempengaruhi terjadinya kehamilan pada remaja. Hasil dari penelitian tersebut diharapkan dapat berguna untuk membuat kebijakan untuk mengurangi kehamilan di usia remaja. Sumber: SDKI 2012,diolah Sama dengan temuan pada usia berhubungan seksual yang pertama, ternyata lokasi tempat tinggal, tingkat pendidikan dan keterpaparan media juga memiliki pengaruh terhadap perkawinan diusia remaja. Wanita yang tinggal didaerah perdesaan memiliki risiko untuk kawin diusia dini sebesar 1,9 kali bila dibanding dengan wanita di perkotaan. Hal ini kemungkinan terjadi akibat adanya tradisi mengawinkan anak diusia dini. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia dini salah satunya adalah adanya sebutan “perawan tua” kepada anak gadis yang dianggap telah dewasa tetapi belum juga menikah. Hal ini yang menyebabkan orang tua ingin menikahkan anaknya secepat mungkin agar tidak dicap sebagai “perawan tua”. Sementara itu, penilaian “dewasa” di beberapa daerah perdesaan ditandai dengan telah mendapat menstruasi pertama. (PSKK dan PLAN, 2011). Wanita dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD berisiko 4,6 kali berpeluang untuk menikah diusia dini bila dibandingkan dengan mereka yang tamat SMA. Sementara itu, wanita yang berpendidikan tamat SD TEMUAN DAN PEMBAHASAN Lokasi tempat tinggal, tingkat pendidikan dan keterpaparan media memiliki pengaruh terhadap pernah tidaknya berhubungan seksual pada usia remaja. Seiring dengan bertambah rendahnya tingkat pendidikan seorang wanita maka kemungkinan untuk melakukan hubungan seksual pertama kali diusia remaja semakin meningkat. Begitu juga dengan tingkat keterpaparan media massa, dimana remaja yang lebih rendah akan lebih berisiko untuk melakukan hubungan seksual pada usia remaja. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 . 3 memiliki kecenderungan untuk mengalami pernikahan usia dini sebesar 3 kali lebih tinggi dibanding dengan wanita berpendidikan tamat SMA, sedangkan wanta yang berpendidikan tamat SMP memiliki risiko untuk menikah diusia dini sebear 1,1 kali dari wanita yang berpendidikan tamat SMA. Dari analisis tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat pendidikan seorang wanita turut berpengaruh terhadap pernikahan diusia remaja. melalui pendidikan sekolah, seseorang akan memperoleh pengetahuan mengenai sistem reproduksi dan kesehatan reproduksi sehingga menjadi mengetahui apa saja resiko yang akan dihadapi bila menikah terlalu dini. Selain itu, sekolah juga menjadi penyebab pendewasaan usia kawin karena selama seorang wanita menempuh pendidikan di bangku sekolah, ia tidak diperkenankan untuk menikah. Media massa merupakan sarana penyampaian berbagai macam informasi dan hiburan. Semakin sering seseorang mengakses media massa maka akan semakin banyak informasi yang diperolehnya. Informasi yang diperoleh bisa berdampak positif maupun negatif, tergantung bagaimana tiap individu menyaring informasi tersebut. Temuan dalam penelitian ini adalah bahwa tingkat keterpaparan media massa memiliki pengaruh positif terhadap pendewasaan usia kawin pertama. Wanita yang memiliki tingkat keterpaparan rendah cenderung berisiko untuk kawin di usia remaja sebesar 2,8 kali dibandingkan dengan yang memiliki keterpaparan tinggi. Demikian pula halnya dengan yang tingkat keterpaparan medianya sedang, akan memiliki risiko kawin pertama diusia dini sebesar 1,7 kali dari yang tingkat keterpaparan medianya tinggi. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Odds Ratio Risiko Pertama Kali Kawin dibawah 20 tahun ODDS VARIABEL RATIO Lokasi Tempat Tinggal Perkotaan refference Perdesaan 1,910 Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD 4,612 Tamat SD 2,992 Tamat SMP 1,084 Tamat SMA refference Keterpaparan Media Massa Rendah 2,824 Sedang 1,729 Tinggi refference Sumber: SDKI 2012,diolah Hasil analisis menunjukkan bahwa umur pertama kali berhubungan seksual dan umur pertama kali menikah memiliki pengaruh yang kuat terhadap kehamilan remaja. risiko kehamilan remaja pada wanita yang pertama kali melakukan hubungan seksual pada usia dibawah 17 tahun sebesar 2,7 kali dibandingkan dengan yang pertama kali berhubungan seksual pada usia 17-19 tahun. Wanita yang menikah pada usia dibawah 17 tahun memiliki risiko 0,7 kali untuk mengalami kehamilan remaja bila dibandingkan dengan yang menikah di usia 17-19 tahun. Sementara itu, wanita yang tidak pernah menikah tetapi aktif secara seksual memiliki risiko untuk hamil diusia remaja sebesar 0,02 kali dibandingkan dengan yang menikah diusia 17-19 tahun. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3. 4 Tabel 3. Odds Ratio Kehamilan Remaja ODDS VARIABEL RATIO Umur pertama kali berhubungan seksual Tidak pernah Dibawah 17 tahun 17-19 tahun Umur pertama kali kawin Tidak pernah Dibawah 17 tahun 17-19 tahun terus menerus terhadap keberlangsungan pusat pelayanan tersebut. Hal ini perlu dilakukan mengingat kelompok-kelompok Pusat Informasi dan Konseling Remaja yang sudah ada masih belum optimal dalam menjalankan fungsinya. Hal ini dapat terlihat pada data publikasi SDKI Kesehatan Reproduksi Remaja 2012 dimana hanya 45 persen remaja putri usia 15-19 tahun dan belum menikah yang mengetahui tempat informasi dan konseling remaja. Mengingat televisi sebagai media yang paling banyak diakses oleh remaja, maka perlu dilakukan penyampaian informasi mengenai pendewasaan usia kawin maupun mengenai bahaya seks bebas. Penyampaian informasi tersebut dapat dilakukan dalam bentuk iklan layanan masyarakat dan dikemas semenarik mungkin agar dapat diterima oleh remaja. Satu hal yang yang harus diperhatikan adalah jam tayang iklan tersebut harus disisipkan pada program-program acara yang memiliki rating tinggi dan mayoritas pemirsanya adalah remaja agar lebih efektif dan tepat sasaran. Mengingat kasus kehamilan remaja dan perkawinan dini yang tinggi didaerah perdesaan, perlu dilakukan langkah-langkah serius untuk mengurangi kasus tersebut. Perlu adanya advokasi mengenai pendewasaan usia kawin pertama kepada kepala-kepala daerah terutama pada daerah-daerah dengan tingkat perkawinan dini yang tinggi. Mengadvokasi tokoh-tokoh masyarakat mengenai pendewasaan usia dini sehingga diharapkan mereka dapat melakukan penyuluhan kepada masyarakat dilingkungannya mengenai pendewasaan usia kawin pertama. 0,000 2,720 refference 0,019 0,704 refference Sumber: SDKI 2012,diolah IMPLIKASI KEBIJAKAN Berdasarkan hasil temuan dapat disusun kebijakan untuk mencegah terjadinya kehamilan remaja melalui pendewasaan usia kawin pertama dan pencegahan hubungan seksual pranikah dikalangan remaja. Dalam upaya pendewasaan usia kawin pertama dan pencegahan hubungan seksual pranikah dikalangan remaja dapat ditempuh melalui pendidikan maupun media massa. Pada bidang pendidikan, memberikan informasi dan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi termasuk didalamnya dampak-dampak negatif yang ditimbulkan bila melakukan hubungan seksual pada usia remaja serta risiko untuk menjadi hamil. Diharapkan dengan semakin meningkatnya pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi, remaja akan semakin berhati-hati dalam bertindak terutama yang menyangkut perilaku seks bebas ataupun untuk menikah diusia dini. Selain itu, melakukan pembentukan dan mengembangkan pusat pelayanan informasi kesehatan reproduksi remaja secara lebih merata di berbagai wilayah serta upaya menggalakkan pemanfaatan wadah tersebut. Hal yang tidak kalah penting adalah upaya menggalakkan pemanfaatan serta pembinaan secara 5