V. PEMBAHASAN HASIL ESTIMASI MODEL

advertisement
V. PEMBAHASAN HASIL ESTIMASI MODEL SUBSIDI HARGA
LISTRIK
Bagian ini membahas hasil estimasi dari mode l yang dibangun dalam
penelitian ini. Pembahasan dibagi menjadi dua bagian, yaitu penjelasan secara
umum dan pembahasan secara terperinci untuk setiap persamaan.
5.1. Gambaran Umum
Hasil estimasi mode l subsidi listrik dievaluasi dengan tiga kriteria, yaitu
kriteria ekonomi (economic ‘a priori’ criteria), kriteria statistik (statistical
criteria), dan kriteria ekonometrik (econometric criteria). Program estimasi dan
hasil estimasi mode l selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3 da n Lampiran 4.
Berdasarkan kriteria ekonomi, hasil estimasi parameter setiap persamaan
struktural dalam model subsidi listrik di Indo nesia yang diajukan adalah sesuai
harapan. Hal ini ditunjukkan dengan tanda dan besaran nilai estimasi parameter
yang menggambarka n hubungan antara variabe l endo gen dengan variabe l
penjelasnya.
Dilihat berdasar kriteria statistik, hasil estimasi model juga menunjukkan
hasil yang cukup baik. Nilai koefisien determinasi (R2 ) setiap persamaan
struktural yang relatif tinggi yaitu berkisar antara 0.73 sampai 0.99 menunjukkan
bahwa secara umum variabel- variabel penjelas yang digunakan dalam penelitian
ini mampu menjelaskan 73 persen sampai 99 persen keragaman variabel- variabel
endo gennya.
Uji-F digunakan untuk mengetahui apakah model layak digunakan atau
tidak dengan melakukan pengujian terhadap hubungan antara variabel tak bebas
86
dengan sekelompok variabel bebas. Nilai statistik uji-F yang dihasilka n cukup
tinggi dengan Pr > F semuanya kurang dari 0.01, yang dapat diimpretasikan
bahwa variabel- variabel penjelas dalam setiap persamaan struktural secara
bersama-sama mempengaruhi secara nyata variabel- variabel endo gennya.
Hasil statistik uji- t untuk menguji apakah suatu variabel penjelas secara
individu berpe ngaruh terhadap variabel endogennya atau tidak menunjukan bahwa
secara statistik sebagian besar variabel penjelas secara individu berpengaruh
secara nyata sampai level kesalahan (α) 40 persen. Namun terdapat beberapa
variabel penjelas dalam mode l yang secara statistik tidak berpengaruh terhadap
variabel endo gennya.
Berdasar nilai statistik Durbin-Watson (DW) dan juga nilai Durbin- h
mengindikasikan adanya masalah autokorelasi. Masalah ini sering muncul pada
penelitian bidang ekonomi yang disebabkan adanya keterkaitan antar variabel.
Karena disertasi ini adalah penelitian di bidang ekonomi, maka lebih
mengutamakan kriteria ekonomi daripada kriteria statistik maupun ekonometrik.
Berdasarkan hasil pengujian estimasi parameter-parameter tersebut, maka
model yang digunakan dalam penelitian ini cukup baik dalam menjelaskan
perilaku konsumsi dan subsidi listrik di Indonesia.
5.2.
Penjelasan Persamaan
Pada bagian ini akan dijelaskan secara terperinci setiap persamaan yang
digunakan dalam penelitian ini.
5.2.1. Blok Produksi Tenaga Listrik
Secara keseluruhan produksi tenaga listrik berasal dari tenaga listrik yang
dibangkitkan sendiri dari generator yang dimiliki maupun sewa da n tenaga listrik
87
yang dibe li da ri perusahaan lain (IPP). Hasil estimasi persamaan yang berkaitan
dengan produksi tenaga listrik menunjukkan bahwa semua persamaan mempunyai
tingkat pe njelas yang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari nilai koe fisien determinasi
(R2 ) yang berkisar antara 0.76 sampai dengan 0.99, yang berarti bahwa variabelvariabel penjelas yang digunakan dalam persamaan-persamaan tersebut dapat
menjelaskan 76 persen sampai dengan 99 persen keragaman variabel- variabel
endogennya. Dilihat dari nilai statistik uji-F, semua persamaan mempunyai Pr > F
bernilai kurang dari 0.01, yang berarti bahwa pada setiap persamaan variabelvariabel penjelas secara bersama-sama dapat menjelaskan keragaman variabel
endogennya secara nyata.
1.
Tenaga Listrik Produksi Sendiri
Hasil pendugaan parameter persamaan jumlah tenaga listrik yang
diprod uks i sendiri dapat dilihat pada Tabel 17. Dari Tabel 17 tersebut dapat dilihat
bahwa hanya variabel tenaga listrik yang dibeli, tenaga listrik terjual, dan produksi
sendiri tahun sebelumnya yang berpengaruh secara nyata terhadap jumlah tenaga
listrik yang diproduksi sendiri.
Nilai parameter dugaan konsumsi batu bara sebesar 0.001461 dan
mempunyai hubungan yang positif. Respo n jumlah tenaga listrik yang diprod uks i
sendiri terhadap peruba han jumlah konsumsi batu bara bersifat tidak elastis baik
untuk jangka pe ndek maupun jangka pa njang. Ini berarti perubahan jumlah
konsumsi batu bara yang sifatnya sementara maupun jangka pa njang tidak
memberikan respon pada jumlah tenaga listrik yang diproduksi sendiri.
Nilai parameter dugaan konsumsi gas alam sebesar 0.023578 dan
mempunyai hubungan yang positif. Respo n jumlah tenaga listrik yang diprod uks i
88
sendiri terhadap perubahan jumlah konsumsi gas alam bersifat tidak elastis baik
untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Ini berarti perubahan jumlah
konsumsi gas alam yang sifatnya sementara maupun jangka panjang tidak
memberikan respon pada jumlah tenaga listrik yang diproduksi sendiri.
Tabel 17. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Produksi Tenaga Listrik
yang Diproduksi Sendiri, Tahun 1990-2010
Variabel
Intercept
QBBM (Jumlah Konsumsi
BBM)
QBTB (Jumlah Konsumsi
batubara)
QGAS (Jumlah Konsumsi
Gas Alam)
LPRODSDR (Lag Jumlah
Tenaga Listrik yang
Diproduksi Sendiri)
Estimasi
Parameter
Pr > |t|
Elastisitas
Jangka
Jangka
Pendek Panjang
Signifikansi
A
9012.079
0.0341
0.000248
0.6814
0.0202
0.0537
0.001461
0.0378
0.2296
0.6123
A
0.023578
0.0317
0.0537
0.1433
A
0.625091
0.0003
A
Adj-R2 = 0.99314; F-hitung = 688.31; Pr > F = <0.0001; D-h = -3.1475
Keterangan:
2.
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Konsums i Bahan Bakar
Sebagian besar pembangkit yang dimiliki PLN menggunakan bahan bakar
BBM, batubara, dan gas alam yang mencapai 68.16 persen dari total produksi atau
88.60 persen dari total tenaga listrik yang diproduksi sendiri. Hasil pendugaan
parameter persamaan konsumsi BBM dapat dilihat pada Tabel 18. Dari Tabel 18
tersebut dapat dilihat bahwa konsumsi BBM dipengaruhi secara nyata oleh tenaga
listrik yang diproduksi dan konsumsi BBM tahun sebelumnya.
Nilai parameter dugaan variabel tenaga listrik yang diprod uks i sendiri
sebesar 18.00578 dan mempunyai hubungan yang positif. Hasil ini menunjukkan
kenaika n tenaga listrik yang diprod uksi aka n memicu ke naikan permintaan BBM.
89
Ini terjadi karena penggunaan BBM untuk memproduksi tenaga listrik masih
cukup tinggi. Pada tahun 2009 total produksi listrik yang menggunakan BBM
mencapai 22.06 persen. Respon konsumsi BBM terhadap perubahan tenaga listrik
yang diproduksi sendiri bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis
untuk jangka panjang. Ini berarti perubahan tenaga listrik yang diproduksi sendiri
yang sifatnya sementara tidak memberikan respon pada konsumsi BBM, tetapi
memberikan respon pada jangka panjang.
Tabel 18. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Konsumsi BBM, Tahun
1990-2010
Variabel
Intercept
PBBM (Harga BBM Dalam
Negeri)
PRODSDR (Jumlah Tenaga
Listrik yang Diproduksi
Sendiri)
D08
LQBBM (Lag Jumlah
Konsumsi BBM)
Estimasi
Parameter
Pr > |t|
Elastisitas
Jangka Jangka
Pendek Panjang
35351.62
0.9838
-59.6042
0.8854
-0.0180
-0.0962
18.00578
942261.9
0.3249
0.5821
0.2216
1.1841
0.812856
0.0056
Signifikansi
D
A
2
Adj-R = 0.84031; F-hitung = 25.99; Pr > F = <0.0001; D-h = -1.8593
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Jumlah konsumsi BBM juga dipengaruhi oleh konsumsi BBM tahun
sebelumnya. Ini artinya jika tahun lalu konsumsi BBM naik sebesar 1 000 kilo
liter, maka konsumsi BBM tahun sekarang naik sebesar 813 kilo liter.
Sementara hasil pendugaan parameter persamaan konsumsi batubara dapat
dilihat pada Tabel 19. Dari Tabe l 19 tersebut dapat dilihat bahwa tidak semua
variabel yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap konsumsi batubara.
Hanya besarnya produksi listrik dan konsumsi batubara tahun sebelumnya yang
berpengaruh terhadap konsumsi batubara.
90
Nilai parameter dugaan variabel tenaga listrik yang diprod uks i sendiri
sebesar 105.1371 dan mempunyai hubungan yang positif. Hasil ini menunjukkan
kenaika n tenaga listrik yang diproduksi akan memicu kenaikan permintaan
batubara. Ini terjadi karena bahan bakar utama dalam memproduksi tenaga listrik.
Pada tahun 2009 total produksi listrik yang dibangkitkan dengan bahan bakar
batubara mencapai 27.51 persen. Respon konsumsi batu bara terhadap perubahan
tenaga listrik yang diprod uksi sendiri bersifat tidak elastis untuk jangka pendek,
tetapi elastis untuk jangka panjang. Ini berarti perubahan tenaga listrik yang
diproduksi sendiri yang sifatnya sementara tidak memberikan respon pada
konsumsi batubara, tetapi memberikan respon pada jangka panjang.
Tabel 19. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Konsumsi Batubara, Tahun
1990-2010
Variabel
Intercept
PBTB (Harga Batubara
Dalam Negeri)
PRODSDR (Jumlah Tenaga
Listrik Yang Diproduksi
Sendiri)
PBBM (Harga BBM)
LQBTB (Lag Konsumsi
Batubara)
Estimasi
Parameter
Pr > |t|
Elastisitas
Jangka
Jangka
Pendek Panjang
Signifikansi
A
-2301871
0.0295
-891.932
0.6964
-0.0154
-0.0334
105.1371
148.7185
0.0040
0.4318
0.6691
0.0232
1.4508
0.0504
0.538798
0.0074
A
A
2
Adj-R = 0.98469; F-hitung = 306.41; Pr > F = <0.0001; D-h = -1.0041
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Jumlah konsumsi batubara juga dipengaruhi oleh konsumsi batubara tahun
sebelumnya. Ini artinya jika tahun lalu konsumsi batubara naik sebesar 1 000 ton,
maka konsumsi batubara tahun sekarang naik sebesar 539 ton.
Hasil pendugaan parameter persamaan konsumsi gas alam dapat dilihat
pada Tabel 20. Dari Tabe l 20 tersebut dapat dilihat bahwa variabel harga gas,
91
tenaga listrik yang dibangkitkan sendiri, dan konsumsi BBM berpengaruh secara
nyata terhadap konsumsi batubara.
Nilai parameter dugaan variabel harga gas alam sebesar 4.75730 dan
mempunyai hubungan yang negatif, yang berarti kenaikan harga gas alam akan
memicu penurunan permintaan gas alam. Respon konsumsi gas alam terhadap
perubahan harganya bersifat tidak elastis, yang berarti perubahan harga gas alam
tidak memberikan respon pada konsumsinya.
Tabel 20. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Konsumsi Gas Alam, Tahun
1990-2010
Variabel
Intercept
PGAS (Harga Gas Alam
Dalam Negeri)
PRODSDR (Jumlah Tenaga
Listrik yang Diproduksi
Sendiri)
QBBM (Jumlah Konsumsi
BBM)
QBTB (Jumlah Konsumsi
Batubara)
D9799
Estimasi
Parameter
Pr > |t|
Elastisitas
Jangka Jangka
Pendek Panjang
Signifikansi
7043.293
0.9389
-4.75730
0.0681
-0.4862
-
A
8.081043
0.0126
3.5476
-
A
-0.04389
0.0006
-1.5656
-
A
-0.00730
-37568.6
0.6436
0.2660
-0.5036
C
2
Adj-R = 0.764; F-hitung = 13.3; Pr > F = 0.0003; DW = 2.72214
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai parameter dugaan variabel tenaga listrik yang diproduksi sendiri
sebesar 8.081043 dan mempunyai hubungan yang positif. Hasil ini menunjukkan
kenaika n tenaga listrik yang dipr od uks i aka n memicu ke naika n permintaan gas
alam. Respon konsumsi gas alam terhadap perubahan tenaga listrik yang
diproduksi sendiri bersifat elastis, yang menujukkan bahwa perubahan tenaga
listrik yang diproduksi sendiri memberikan respon pada konsumsi gas alam.
92
Nilai parameter dugaan variabel konsumsi BBM sebesar 0.04389 dan
mempunyai hubungan yang negatif, yang berarti kenaikan konsumsi BBM akan
memicu penurunan permintaan gas alam. Respon konsumsi gas alam terhadap
perubahan konsumsi BBM bersifat elastis, ini berarti perubahan konsumsi BBM
akan memberikan respon pada konsumsi gas alam.
Ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1997-1999 konsumsi gas alam
mengalami penurunan sebesar 37568.6 MMSCF. Ini dapat terjadi karena ketika
terjadi krisis ekonomi keuangan PLN menjadi tidak sehat, sehingga dilakukan
berbagai penghematan untuk mengurangi kerugian perusahaan yang lebih parah.
Besarnya konsumsi bahan bakar sangat tergantung harganya. Hasil
pendugaan parameter persamaan harga BBM dapat dilihat pada Tabel 21. Dari
Tabe l 21 tersebut dapat dilihat bahwa harga BBM dipengaruhi secara nyata oleh
harga minyak mentah Indonesia (ICP), harga BBM tahun sebelumnya, dan
variabel dummy yang merepresentasikan lonjakan harga minyak dunia tahun
2008.
Nilai parameter dugaan variabel harga minya k mentah Indo nesia (ICP)
sebesar 66.37429 da n mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaikan
ICP akan memicu kenaika n harga BBM da lam negeri. Respo n harga BBM
terhadap perubahan ICP bersifat elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka
panjang. Ini berarti perubahan ICP yang sifatnya sementara maupun jangka
panjang akan memberikan respon pada harga BBM dalam negeri.
Melonjaknya harga minyak mentah dunia pada tahun 2008 berpengaruh
nyata terhadap kenaikan harga BBM dalam negeri sebesar Rp. 1089.3. Meskipun
pe merintah sering meneka n gejolak
harga BBM da lam negeri de ngan
93
meningkatkan subsidi BBM, namun sejak tahun 2005 PLN membeli BBM tanpa
subs idi.
Tabel 21. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Harga BBM, Tahun 19902010
Variabel
Intercept (Intersep)
ICP (Harga Minyak Mentah
Indonesia)
KURS (Nilai Tukar Rupiah thd
Dolar AS)
D08
LPBBM (Lag Harga BBM)
Estimasi
Parameter
Elastisitas
SignifiJangka Jangka kansi
Pendek Panjang
Pr > |t|
-988.933
A
0.0011
66.37429 <0.0001
1.1482
1.5063
0.024172
1089.309
0.4909
0.0619
0.0823
0.1079
0.237759
0.0173
A
A
A
2
Adj-R = 0.97072; F-hitung = 158.47; Pr > F = <0.0001; D-h = -1.3913
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Harga BBM dalam negeri juga dipengaruhi oleh harga BBM pada tahun
sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa harga BBM tahun sebelumnya menjadi
salah satu acuan dalam menentukan harga BBM sekarang.
Sementara hasil pendugaan parameter persamaan harga batubara dapat
dilihat pada Tabel 22. Dari Tabe l 22 tersebut dapat dilihat bahwa hampir semua
variabel yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap harga batubara dalam
negeri, kecuali harga dunia batubara.
Nilai parameter dugaan variabel nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
Serikat sebesar 0.010802 dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti
depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat akan memicu
kenaikan harga batubara dalam negeri. Respon harga batubara terhadap perubahan
nilai tukar bersifat tidak elastis, yang berarti perubahan nilai tukar rupiah tidak
memberikan respon pada harga batubara dalam negeri.
94
Tabel 22. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Harga Batubara, Tahun
1990-2010
Variabel
Intercept (Intersep)
PDBTB (Harga Batubara
Dunia)
KURS (Nilai Tukar Rupiah)
PBBM (Harga BBM Dalam
Negeri)
LBTB (Lag Harga Batubara)
Estimasi
Parameter
Pr > |t|
Elastisitas
Jangka
Jangka
Pendek Panjang
-113.302
0.4097
2.588217
0.010802
0.4262
0.2139
0.4713
0.3320
1.1839
0.8340
0.019297
0.601905
0.1150
0.0192
0.1743
0.4378
Signifikansi
C
B
A
Adj-R2 = 0.91376; F-hitung = 51.33; Pr > F = <0.0001; D-h = -3.1931
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai parameter dugaan variabel harga BBM sebesar 0.019297 dan
mempunyai hubungan yang positif, yang berarti ke naikan harga BBM akan
memicu kenaikan harga batubara dalam negeri. Respon harga batubara terhadap
perubahan nilai tukar bersifat tidak elastis, yang berarti perubahan harga BBM
tidak memberikan respon pada harga batubara dalam negeri.
Hasil pendugaan parameter persamaan harga gas alam dapat dilihat pada
Tabe l 23. Dari Tabel 23 tersebut dapat dilihat bahwa ha nya variabe l harga gas
periode sebelumnya dan variabel dummy yang berpengaruh secara nyata terhadap
harga gas alam dalam negeri. Ini menunjukkan bahwa harga gas alam tahun
sebelumnya menjadi acuan utama dalam menentukan harga gas alam sekarang.
Krisis ekonomi tahun 1998 dan krisis finansial global tahun 2009
menyebabkan kenaikan harga gas alam. Hal ini terjadi karena krisis telah
menyebabkan penurunan daya beli masyarakat, sehingga banyak yang beralih ke
bahan bakar yang relatif lebih murah sebagai sumber energi, dan gas alam adalah
95
salah satunya. Namun kenaikan permintaan tersebut berakibat pada naiknya harga
gas alam.
Tabel 23. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Harga Gas Alam, Tahun
1990-2010
Variabel
Intercept
PDGAS (Harga Dunia Gas
Alam)
KURS (Nilai Tukar Rupiah
thd Dolar AS)
PBBM (Harga BBM Dalam
Negeri)
D98
D09
LPGAS (Lag Harga Gas
Alam Dalam Negeri)
Estimasi
Parameter
Pr > |t|
Elastisitas
Jangka Jangka
Pendek Panjang
-957.021
0.6388
763.6172
0.5437
0.1544
1.0817
0.107165
0.8659
0.0384
0.2693
0.042218
19135.55
8717.081
0.9712
0.0006
0.0410
0.0045
0.0312
0.857225
0.0003
Signifikansi
A
A
A
Adj-R2 = 0.9493; F-hitung = 60.29; Pr > F = <0.0001; D-h = 0.2429
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Sementara persamaan biaya konsumsi BBM, batu bara, dan gas alam
adalah persamaan identitas yang merupakan perkalian jumlah bahan bakar dengan
harganya. Persamaan nilai konsumsi BBM (CBBM), batu bara (CBTB), dan gas
alam (CGAS) dapat dirumuskan sebagai berikut:
CBBM t = QBBM t * PBBM t
CBTBt = QBTBt * PBTBt
CGAS t = QGAS t * PGAS t
3.
Tenaga Listrik yang Dibeli
Tenaga listrik yang dibeli terus meningkat setiap tahun. Kenaikan tenaga
listrik yang dibeli menunjukkan bahwa tenaga listrik yang diproduksi sendiri tidak
dapat mencukupi permintaan tenaga listrik. Hal ini disebabka n laju tenaga listrik
96
yang diproduksi sendiri lebih lambat dari laju permintaan tenaga listrik, sehingga
PLN harus beli dari perusahaan lain untuk memenuhi kenaikan permintaan tenaga
listrik.
Hasil pendugaan parameter persamaan tenaga listrik yang dibeli dari
perusahaan lain (IPP) dapat dilihat pada Tabel 24. Dari Tabel 24 tersebut dapat
dilihat bahwa tenaga listrik yang dibeli dari perusahaan lain dipengaruhi oleh
tenaga listrik yang diproduksi sendiri, permintaan tenaga listrik yang diproks i
dengan tenaga listrik yang terjual, dan besarnya susut tenaga listrik. Selain itu
ketika harga minyak mentah dunia melonjak tajam pada tahun 2008 terjadi
penuruna n tenaga listrik yang dibeli.
Tabel 24. Hasil Estimas i Parameter Persamaan Tenaga Listrik yang Dibeli,
Tahun 1990-2010
Variabel
Intercept
TLJUAL (Jumlah Tenaga
Listrik yang Terjual)
SUSUT (Jumlah Tenaga
Listrik yang Hilang)
D08
LTLBELI (Lag Tenaga
Listrik yang Dibeli)
Estimasi
Parameter
Pr > |t|
Elastisitas
Jangka
Jangka
Pendek Panjang
Signifikansi
A
-3780.01
0.0278
0.046545
0.1843
0.2610
1.7517
B
0.322728
-2239.34
0.0530
0.1577
0.2603
1.7473
A
B
0.851006
<0.0001
A
2
Adj-R = 0.99057; F-hitung = 500.23; Pr > F = <0.0001; D-h = -0.1870
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai parameter dugaan variabel jumlah tenaga listrik yang terjual sebesar
0.046545 dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaikan jumlah
permintaan tenaga listrik akan memicu kenaikan jumlah tenaga listrik yang dibeli
dari luar swasta. Respon jumlah tenaga listrik yang dibeli terhadap perubahan
jumlah tenaga listrik yang terjual bersifat tidak elastis dalam jangka pendek, tetapi
97
elastis dalam jangka panjang. Ini berarti perubahan jumlah tenaga listrik yang
terjual yang bersifat sementara tidak memberikan respon pada jumlah tenaga
listrik yang dibeli, tetapi memberikan respon dalam jangka panjang.
Nilai parameter dugaan variabel jumlah tenaga listrik yang hilang atau
susut sebesar 0.322728 da n mempunyai hubungan yang positif, yang berarti
kenaika n jumlah tenaga listrik yang hilang akan memicu kenaikan jumlah tenaga
listrik yang dibeli dari perusahaan lain. Respon jumlah tenaga listrik yang dibeli
terhadap perubahan jumlah tenaga listrik yang terjual bersifat tidak elastis dalam
jangka pendek, tetapi elastis dalam jangka panjang. Ini berarti perubahan jumlah
tenaga listrik yang terjua l yang bersifat sementara tidak memberikan respon pada
jumlah tenaga listrik yang dibeli, tetapi memberikan respon dalam jangka
panjang.
Ketika terjadi lonjakan harga minyak mentah dunia tahun 2008 jumlah
tenaga listrik yang dibeli berkurang sebesar 2 239.34 GWh. Hal ini terjadi karena
kenaikan harga minyak mentah dunia menyebabkan kenaikan harga jual dari
produsen tenaga listrik kepada PLN, sehingga PLN memaksimalkan produksi
sendiri daripada beli dari perusahaan lain.
4.
Total Produksi Listrik
Sementara persamaan total produksi tenaga listrik adalah persamaan
identitas yang merupakan penjumlahan tenaga listrik yang diproduksi sendiri dan
yang dibeli dari perusahaan lain. Persamaan total produksi tenaga listrik
(PRODTLt ) dapat dirumuskan sebagai berikut:
PRODTLt = PRODSDRt + TLBELI t
98
5.
Biaya Ope rasi Produksi Tenaga Listrik
Hasil pendugaan parameter persamaan biaya operasi prod uksi tenaga
listrik dapat dilihat pada Tabel 25. Dari Tabel 25 tersebut memperlihatkan bahwa
hampir semua variabel yang digunakan sebagai penjelas berpengaruh secara nyata
terhadap biaya operasi prod uks i tenaga listrik, kecuali variabel bedakala total
biaya operasional.
Tabel 25. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Total Biaya Operasi
Produksi Tenaga Listrik, Tahun 1990-2010
Variabel
Intercept
TLBELI (Jumlah Tenaga
Lisrik yang Dibeli)
CBBM (Konsumsi BBM)
CBTB (Konsumsi
Batubara)
CGAS (Konsumsi Gas
Alam)
CLAIN (Besarnya
Pengeluaran Lainnya)
D08
LBOP (Lag Total Biaya
Operasional)
Estimasi
Parameter
Pr > |t|
Elastisitas
Jangka
Jangka
Pendek Panjang
Signifikansi
C
-937.226
0.2040
0.731174
0.969435
0.0032
<0.0001
0.2065
0.3555
0.2067
0.3559
A
A
1.197797
0.0202
0.0921
0.0922
A
1.583887
<0.0001
0.1217
0.1219
A
0.808336
5086.999
0.0005
0.1034
0.2364
0.2366
A
B
0.001061
0.9846
Adj-R2 = 0.99926; F-hitung = 3645.08; Pr > F = <0.0001; D-h = -0.5352
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai dugaan parameter listrik yang dibeli dari perusahaan lain sebesar
0.731174 dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaikan 1 GWh
pembelian listrik akan meningkatkan biaya operasi sebesar Rp. 731.17 juta.
Respon biaya operasi produksi tenaga listrik terhadap tenaga listrik yang dibeli
bersifat tidak elastis. Salah satu penyebabnya adalah mungkin karena porsi tenaga
listrik yang dibeli yang relatif kecil dibandingkan yang diproduksi sendiri.
99
Estimasi parameter konsumsi BBM sebesar 0.969435 dan mempunyai
hubungan yang positif. Respon biaya operasi produksi tenaga listrik terhadap
pengeluaran untuk konsumsi BBM bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek
maupun jangka panjang. Sedangkan estimasi parameter konsumsi gas sebesar
1.583887 dan mempunyai hubungan yang positif. Respon biaya operasi produksi
tenaga listrik terhadap pengeluaran untuk konsumsi gas bersifat tidak elastis baik
untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Hasil pendugaan parameter konsumsi batubara sebesar 1.197797 dan
mempunyai hubungan yang positif. Respon biaya operasi produksi tenaga listrik
terhadap pengeluaran untuk konsumsi batubara bersifat tidak elastis baik untuk
jangka pendek maupun jangka panjang. Dibandingkan dengan pengeluaran untuk
BBM dan gas, pengeluaran untuk konsumsi batubara adalah paling tidak elastis.
Hasil ini menunjukkan bahwa pengeluaran untuk konsumsi batubara memiliki
nilai sensitivitas paling rendah terhadap biaya operasi prod uks i tenaga listrik.
Dengan kata lain, batubara mempunyai nilai efisiensi paling tinggi untuk menekan
biaya operasional perusahaan penyedia energi listrik, sedangkan konsumsi untuk
BBM paling tidak efisien.
Estimasi parameter penge luaran lainnya sebesar 0.808336 dan mempunyai
hubungan yang positif. Respon biaya operasi produksi tenaga listrik terhadap
pengeluaran untuk konsumsi gas bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek
maupun jangka panjang. Ini dapat dipahami karena biaya rutin, seperti biaya
untuk gaji karyawan, biaya pemeliharaan, biaya penyusutan, dan lain- lain,
merupaka n biaya yang harus dike luarka n pe rusahaan setiap tahun.
100
Lonjakan harga minyak mentah dunia tahun 2008 menyebabka n total
biaya operasi produksi tenaga listrik mengalami kenaikan sebesar Rp 5 087.0
miliar. Hal ini terjadi karena kenaikan harga minyak mentah dunia menyebabkan
kenaika n harga jual BBM kepada PLN, sedangkan biaya pokok penyediaan energi
per kWh dihitung berdasar nilai total biaya operasi produksi tenaga listrik dibagi
tenaga listrik yang terjual. Persamaan biaya pokok penyediaan energi listrik per
kWh ada lah :
BPP t = BOPt / TLJUALt
5.2.2. Blok Kons umsi Tenaga Listrik
Hasil estimasi persamaan konsumsi energi listrik untuk rumah tangga,
ka langan industri da n pelanggan lainnya, menunjukan bahwa semua persamaan
mempuny ai tingkat penjelas yang tinggi. Hal ini terlihat dari nilai koe fisien
determinasi (R2 ) yang bernilai antara 0.99, yang berarti bahwa variabel- variabel
penjelas yang digunakan dalam persamaan-persamaan tersebut dapat menjelaskan
99 persen keragaman variabel- variabel endogennya. Dilihat dari nilai statistik ujiF, semua persamaan mempunyai Pr > F bernilai < 0.0001, yang berarti bahwa
pada setiap persamaan variabel-variabel penjelas secara bersama-sama dapat
menjelaskan keragaman variabel endogennya secara nyata.
1.
Konsums i Listrik Rumah Tangga
Dari segi jumlah pelanggan maupun pemakaian, pelanggan rumah tangga
adalah pemakai utama energi listrik di Indonesia. Hasil pendugaan parameter
persamaan konsumsi energi listrik oleh rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 26.
Dari Tabel 26 tersebut terlihat bahwa semua variabel penjelas secara statistik
berpengaruh secara nyata terhadap konsumsi listrik rumah tangga.
101
Tabel 26. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Konsumsi Energi Listrik
oleh Rumah Tangga , Tahun 1990-2010
Variabel
Estimasi
Parameter
Pr > |t|
Elastisitas
Jangka
Jangka
Pendek Panjang
Signifikansi
Intercept
-1009.26
0.2926
HJTLRT (Harga Jual
Tenaga Listrik untuk
Rumah Tangga)
-2.01447
0.3354
-0.0217
-0.0445
D
0.463104
0.0009
0.1388
0.2840
A
0.536486
-922.694
0.0038
0.1559
0.4464
0.9133
A
B
0.511289
0.0066
PDBKPT (PDB per
Kapita)
PELRT (Jumlah
Pelanggan Rumah
Tangga)
D98
LCLISRT (Lag
Konsumsi Listrik
Rumah Tangga)
C
A
2
Adj-R = 0.99865; F-hitung = 2821.33; Pr > F = <0.0001; D-h = -1.0667
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Hasil pendugaan parameter harga jual tenaga listrik untuk pe langgan
rumah tangga sebesar 2.01447 dan mempunyai hubungan yang negatif. Ini artinya
kenaikan harga jual tenaga listrik untuk pelanggan rumah tangga akan mengurangi
jumlah konsumsi listriknya. Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan
Makmun dan Abdurahman (2003) menemukan bahwa kenaikan tarif listrik dapat
membawa dampak yang negatif terhadap pendapatan riil masyarakat, sehingga
mengurangi kemampuan masyarakat dalam mengkonsumsi tenaga listrik. Respon
konsumsi listrik oleh rumah tangga terhadap harga jual tenaga listrik be rsifat tidak
elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil ini menunjukkan
bahwa listrik telah menjadi kebutuhan pokok masyarakat di Indonesia yang sulit
dicari barang penggantinya, sehingga pengaruh kenaikan harga relatif kecil
terhadap nilai konsumsinya.
102
Nilai dugaan parameter PDB per kapita sebesar 0.463104 dan mempunyai
hubungan yang positif. Sesuai teori ekonomi apabila pendapatan naik maka
konsumsi barang normal juga akan naik. Makmun dan Abdurahman (2003) dalam
kesimpulan yang lain menyatakan bahwa tingkat pendapatan berkorelasi positif
dengan konsumsi listrik baik dari sisi nilai pengeluaran maupun tingkat konsumsi
listrik per kWh-nya. Sebagaimana diketahui bahwa ketergantungan masyarakat,
terutama masyarakat perkotaan, terhadap energi listrik semakin tinggi. Listrik
tidak hanya untuk penerangan, tetapi juga untuk keperluan lain yang bersifat gaya
hidup (life style) seperti untuk menyalakan pendingin ruangan, menyalakan alatalat hiburan seperti televisi dan sejenisnya, dan lain- lain. Respon konsumsi listrik
rumah tangga terhadap perubahan PDB per kapita bersifat tidak elastis baik untuk
jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil ini menunjukkan bahwa perubahan
total konsumsi rumah tangga tidak terlalu berpengaruh terhadap pengeluaran
untuk konsumsi listrik. Hal ini dapat terjadi karena proporsi pengeluaran rumah
tangga untuk konsumsi listrik terhadap total pengeluarannya relatif kecil.
Berdasarkan data BPS, pada tahun 2009 rata-rata persentase pengeluaran rumah
tangga untuk konsumsi listrik sebesar 2.63 persen.
Hasil pendugaan parameter jumlah pelanggan rumah tangga sebesar
0.536486 dan mempunyai hubungan yang positif. Hasil ini tentunya tidak
mengejutkan karena kenaikan jumlah pelanggan aka n menyebabkan peningkatan
konsumsi listrik. Respon konsumsi listrik oleh rumah tangga terhadap harga jual
tenaga listrik bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka
panjang. Hasil ini juga mengimplikasikan bahwa apabila pemerintah menargetkan
untuk meningkatkan jumlah penduduk yang dapat menikmati energi listrik (rasio
103
elektrifikasi), maka juga harus ditingkatkan jumlah produksi listrik untuk
memenuhi penambahan konsumsi listrik tersebut. Ini berarti investasi di sektor
kelistrikan harus ditingkatkan. Peran serta swasta dalam pembangunan sektor
ke listrikan semakin diperlukan di tengah-tengah keterbatasan ke uangan negara.
Ketika krisis ekonomi melanda Indo nesia yang puncaknya terjadi tahun
1998 juga berpengaruh terhadap penurunan konsumsi listrik oleh pelanggan
rumah tangga. Ini terjadi karena krisis ekonomi menyebabkan penurunan
pendapatan riil masyarakat, sehingga tingkat konsumsi listrik oleh pelanggan
rumah tangga juga mengalami penurunan.
Konsumsi tenaga listrik oleh pelanggan rumah tangga juga dipengaruhi
oleh konsumsi listrik tahun sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa tenaga listrik
telah menjadi kebutuhan pokok rumah tangga yang terus dibutuhka n masyarakat.
2.
Konsums i Listrik Kalangan Industri
Meskipun secara komulatif konsumsi listrik pelanggan industri di bawah
pelanggan rumah tangga, namun dilihat konsumsi per pelanggan adalah yang
terbesar, jauh di atas rata-rata pe langgan yang lain. Hasil dugaan parameter
persamaan ko nsumsi energi listrik oleh industri disajikan pada Tabel 27. Berdasar
Tabe l 27 tersebut secara statistik semua variabel penjelas yang digunakan
berpengaruh terhadap konsumsi listrik pelanggan industri.
Nilai parameter dugaan harga jual tenaga listrik sebesar 4.82933 dan
mempunyai hubungan yang negatif, yang dapat diinterpretasikan bahwa kenaikan
harga jual tenaga listrik untuk industri dapat menyebabkan berkurangnya
konsumsi listrik oleh kalangan industri. Sesuai teori ekonomi peningkatan harga
suatu barang akan diikuti berkurangnya jumlah konsumsi barang tersebut. Salah
104
satu kesimpulan yang dinyatakan Hartono (2004) dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa kebijakan menaikkan TDL dapat menyebab dampak negatif
terhadap output dan nilai tambah sektoral, sehingga beberapa sektor perlu
mendapat perhatian serius. Respon konsumsi listrik rumah tangga terhadap harga
jual tenaga listrik bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka
panjang. Ini dapat terjadi karena listrik merupakan kebutuhan pokok dalam
menjalankan proses produksi maka nilai konsumsinya tidak berubah secara tajam
apabila terjadi perubahan harga. Kenaikan harga listrik akan menyebabkan
peningkatan biaya operasional industri. Sehingga untuk mengatasinya dilakukan
penghematan agar perusahaan tetap bisa beroperasi.
Tabel 27. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Konsumsi Energi Listrik
oleh Industri, Tahun 1990-2010
Variabel
Intercept (Intersep)
HJTLIND (Harga Jual Tenaga
Listrik untuk Industri)
PDBI (Produk Domestik Bruto
Industri Pengolahan)
PELIND (Jumlah Pelanggan
Industri)
D98
D09
LCLISIND (Lag Konsumsi
Listrik Industri)
Estimasi
Parameter
Pr > |t|
Elastisitas
Jangka
Jangka
Pendek Panjang
Signifikansi
-1958.22
0.6171
-4.82933
0.3679
-0.0520
-0.5250
D
0.003827
0.0251
0.0627
0.6329
A
158.1425
-4582.81
-4979.80
0.2617
0.0075
0.0012
0.2091
2.1120
C
A
A
0.900984 <0.0001
A
2
Adj-R = 0.99077; F-hitung = 340.82; Pr > F = <0.0001; D-h = -0.5770
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai parameter dugaan PDB sektor industri sebesar 0.003827 dan
mempunyai hubungan yang positif, yang berarti bahwa peningkatan produksi
industri akan menyebabka n peningkatan konsumsi listrik. Peningkatan produksi
105
suatu barang karena meningkatnya permintaan barang tersebut akan menyebabkan
meningkatnya permintaan tenaga listrik. Respon konsumsi listrik oleh industri
terhadap PDB sektor industri bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek
maupun jangka panjang.
Hasil pendugaan parameter jumlah pelanggan industri sebesar 158.1425
dan mempunyai hubungan yang positif. Hasil ini tidak mengejutkan karena
kenaikan jumlah pelanggan tentu akan menyebabkan peningkatan konsumsi
listrik. Respon konsumsi listrik oleh pelanggan industri terhadap jumlah
pelanggan industri bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis untuk
jangka panjang.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia dengan puncaknya pada tahun
1998 secara nyata berpengaruh negatif terhadap nilai konsumsi listrik oleh
pelanggan industri. Krisis ekonomi yang tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi
juga melanda ba nyak negara- negara Asia seperti Singapura, Malaysia, Korea
Selatan, dan Jepang yang merupakan mitra dagang strategis bagi Indonesia
sebagai pemasok maupun pasar utama, telah menyebabkan banyak industri dalam
negeri tutup. Hal ini berakibat berkurangnya konsumsi listrik oleh kalangan
industri.
Krisis finansial global yang terjadi sejak pertengahan tahun 2008 yang
dimulai dari Amerika Serikat dan menyebar ke beberapa negara seperti Jepang,
Australia, da n negara-negara Eropa juga mempengaruhi konsumsi listrik
pelanggan industri di Indo nesia. Industri- industri da lam negeri yang berorientasi
ekspor paling merasakan dampak krisis tersebut. Meskipun krisis tidak menimpa
Indo nesia, tetapi kr isis yang melanda negara-negara tujuan utama ekspor
106
Indo nesia sepe rti Amerika Serikat dan Jepang menyebabkan berkurangnya ekspor
ke negara- negara tersebut. Hal ini berdampak pada berkurangnya konsumsi listrik
oleh ka langan ind ustri.
Konsumsi tenaga listrik oleh pelanggan industri juga dipengaruhi oleh
konsumsi listrik tahun sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa tenaga listrik
merupakan barang yang sangat dibutuhkan oleh kalangan industri, Listrik telah
menjadi kebutuhan utama dalam proses produksi.
3.
Konsums i Listrik Pelangga n Lainnya
Hasil pe ndugaan parameter persamaan konsumsi energi listrik oleh
pelanggan lainnya (pelanggan bisnis, sosial, gedung kantor pemerintahan, dan
penerangan jalan umum) dapat dilihat pada Tabel 28. Dari Tabel 28 tersebut dapat
dilihat bahwa jumlah konsumsi tenaga listrik oleh pelanggan lainnya dipengaruhi
secara nyata oleh variabel PDB di luar sektor industri, jumlah pelanggan lainnya
dan variabel dummy pada tahun 2005 dan 2008.
Tabel 28. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Konsumsi Energi Listrik
oleh Pelangga n Lainnya, Tahun 1990-2010
Variabel
Intercept (Intersep)
HJTLOTH (Harga Jual Tenaga
Listrik untuk Pelanggan
Lainnya)
PDBL (PDB Selain Industri)
PELOTH (Jumlah Pelanggan
Lainnya)
D05
D08
Estimasi
Parameter
-335.456
Pr > |t|
Elastisitas
SignifiJangka
Jangka
kansi
Pendek Panjang
0.6786
-1.08605 0.7233
0.003622 <0.0001
-0.0303
0.3170
-
6.654027 <0.0001
1514.473 0.0778
1082.157 0.1957
0.7180
-
A
A
A
B
Adj-R2 = 0.9944; F-hitung = 678.23; Pr > F = <0.0001; DW = 1.534954
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
107
Nilai parameter dugaan PDB sektor industri sebesar 0.003622 dan
mempunyai hubungan yang positif, yang berarti bahwa peningkatan PDB akan
menyebabkan peningkatan konsumsi listrik. Respon konsumsi listrik oleh
pelanggan lainnya terhadap PDB bersifat tidak elastis.
Hasil pendugaan parameter jumlah pelanggan industri sebesar 6.654027
dan mempunyai hubungan yang positif, ini berarti kenaikan jumlah pelanggan
akan menyebabkan peningkatan konsumsi listrik. Respon konsumsi listrik oleh
pelanggan lainnya terhadap jumlah pelanggan lainnya bersifat tidak elastis.
Kebijakan pemerintah melakukan perluasan pelanggan yang memperoleh
subsidi pada tahun 2005 da n kenaika n tajam harga minyak dunia tahun 2008
secara nyata juga berpengaruh positif terhadap peningkatan konsumsi listrik.
Kebijakan pemberian subsidi mendorong peningkatan pemakaian energi listrik
karena harga yang harus dibayar lebih murah daripada harga sesungguhnya.
4.
Total Konsumsi Listrik
Total konsumsi listrik terdiri dari tenaga listrik yang terjual kepada
pelanggan, konsumsi listrik yang dikonsumsi sendiri, dan tegaga listrik yang
hilang atau susut (losses). Total konsumsi tenaga listrik yang terjual adalah
persamaan ide ntitas yang merupaka n pe njumlahan tenaga listrik yang dikonsumsi
rumah tangga, industri, dalan pelanggan lainnya. Persamaan total tenaga listrik
yang terjua l (TLJUALt ) dapat dirumuskan sebagai berikut:
TLJUALt = KONSRTt + KONSIND t + KONSOTH t
Sementara tenaga listrik yang dikonsumsi sendiri dan susut (KONSUS t )
adalah persamaan identitas yang merupakan selisih total tenaga listrik yang
108
diproduksi dengan tenaga listrik yang terjual. Persamaan tersebut dapat
dirumuskan sebagai berikut:
KONSUSt = PRODTLt – TLJUALt
5.2.3. Blok Subsidi Harga Listrik
Koplow (2004) menemukan bahwa subsidi energi, termasuk listrik, ada di
sebagian besar pasar energi di seluruh dunia. Di Indonesia, subs idi listrik
merupakan hal krusial dalam pembangunan sektor kelistrikan di Indo nesia karena
akan berkaitan dengan harga yang akan dikenakan kepada pelanggan. Karena
listrik telah menjadi barang yang menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga
dalam menentukan besaran subsidi listrik dibutuhkan pertemua n yang intens if
antara pemerintah dan DPR. Menurut Handoko dan Patriadi (2005) peningkatan
atau penurunan beban subsidi listrik dipengaruhi oleh: (1) perkembangan nilai
tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, (2) kebijakan tarif dasar listrik
(TDL), dan (3) mekanisme perhitungan subsidi listrik.
Hasil estimasi persamaan subsidi harga listrik per kWh untuk pelanggan
rumah tangga, kalangan industri dan pelanggan lainnya, menunjukan bahwa
semua persamaan mempunyai tingkat penjelas yang tinggi. Hal ini terlihat dari
nilai koe fisien determinasi (R2 ) yang bernilai antara 0.92 sampa i 0.99, yang
berarti bahwa variabel- variabel penjelas yang digunakan dalam persamaanpersamaan tersebut dapat menjelaskan 92 persen sampai de ngan 99 persen
keragaman variabel- variabel endogennya. Dilihat dari nilai statistik uji-F, semua
persamaan mempunyai Pr > F bernilai < 0.0001, yang berarti bahwa pada setiap
persamaan variabel-variabel penjelas secara bersama-sama dapat menjelaskan
keragaman variabel endogennya secara nyata.
109
1.
Subsidi Harga Listrik untuk Pelangga n Rumah Tangga
Pelanggan rumah tangga adalah yang terbesar dilihat dari segi jumlah
pelanggan maupun jumlah konsumsi tenaga listriknya. Hasil pendugaan parameter
persamaan subsidi harga listrik untuk pelanggan rumah tangga dapat dilihat pada
Tabe l 29. Dari Tabe l 29 tersebut dapat dilihat ba hwa subsidi harga listrik untuk
pelanggan rumah tangga dipengaruhi oleh kemampuan anggaran pemerintah.
Tabel 29. Hasil Estimasi Parameter Pe rsamaan Subsidi Harga Listrik
untuk Rumah Tangga , Tahun 1990-2010
Variabel
Intercept (Intersep)
PENPEM (Penerimaan
Pemerintah)
D08
LSUBPRT (Lag Subsidi per
kWh Pelanggan Ruta)
Estimasi
Parameter
Pr > |t|
-30.6897
0.1722
0.000438
189.6783
0.0005
0.0163
0.198539
0.2198
Elastisitas
SignifiJangka Jangka
kansi
Pendek Panjang
B
0.9730
1.2140
A
A
C
Adj-R2 = 0.98066; F-hitung = 77.05; Pr > F = <0.0001; D-h = -0.6210
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai dugaan parameter total penerimaan pemerintah sebesar 0.000438 dan
mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaikan penerimaan pemerintah
berpotensi kenaikan subsidi harga listrik untuk pelanggan rumah tangga. Respon
subsidi harga listrik listrik untuk rumah tangga terhadap perubahan penerimaan
pemerintah bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis dalam jangka
panjang. Ini berarti perubahan pemerintah yang sifatnya sementara tidak memberi
respon pada subsidi harga listrik untuk rumah tangga, tetapi dalam jangka panja
memberi respon.
110
Lonjakan harga minyak mentah dunia tahun 2008 juga memicu kenaikan
subsidi. Hal ini terjadi karena pada saat terjadi kenaikan harga minyak mentah
dunia pemerintah tetap mempertahankan harga jual tenaga listrik pe langgan.
Subs idi harga listrik untuk rumah tangga juga dipengaruhi oleh subsidi
listrik pada tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena dalam menaikan harga listrik
pemerintah selalu mempertimbangkan daya beli masyarakat, sehingga subsidi
yang berimplikasi pada penetapan tarif listrik selalu dilakukan secara hati- hati.
2.
Subsidi Harga Listrik untuk Pelangga n Industri
Hasil pendugaan parameter persamaan subsidi harga listrik untuk
pelanggan industri dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30 tersebut memperlihatkan
bahwa semua variabel penjelas yang digunakan secara nyata mempengaruhi
subs idi harga listrik untuk pelanggan industri.
Nilai dugaan parameter total penerimaan pemerintah sebesar 0.000421 dan
mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaika n penerimaan pemerintah
berpotensi kenaikan subsidi harga listrik untuk pelanggan industri. Respon subsidi
harga listrik listrik untuk industri terhadap perubahan penerimaan pemerintah
bersifat elastis baik untuk jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Ini
berarti perubahan pemerintah yang sifatnya sementara maupun jangka panjang
akan memberikan respon pada subsidi harga listrik untuk industri,.
Lonjakan harga minyak mentah dunia tahun 2008 juga memicu kenaikan
subsidi. Hal ini terjadi karena pada saat terjadi kenaikan harga minyak mentah
dunia pemerintah tetap mempertahankan harga jual tenaga listrik untuk emua
golonga n pelanggan. Sebagai konsekuensi kebijakan ini adalah meningkatnya
pengeluaran pemerintah untuk membayar subsidi.
111
Tabel 30. Hasil Estimasi Parameter Pe rsamaan Subsidi Harga Listrik
untuk Industri, Tahun 1990-2010
Variabel
Intercept (Intersep)
PENPEM (Penerimaan
Pemerintah)
D08
LSUBPIND (Lag Subsidi per
kWh Pelanggan Industri)
Estimasi
Parameter
-39.8937
Pr > |t|
A
0.0366
0.000421 <0.0001
209.7906 0.0020
0.134340
Elastisitas
SignifiJangka Jangka
kansi
Pendek Panjang
1.1156
1.2887
0.3178
A
A
D
2
Adj-R = 0.99813; F-hitung = 99.34; Pr > F = <0.0001; D-h = -1.3543
Keterangan:
3.
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Subsidi Harga Listrik untuk Pelangga n Lainnya
Hasil pendugaan parameter persamaan subsidi harga listrik untuk
pelanggan lainnya dapat dilihat pada Tabel 31. Sebagaimana yang terjadi pada
pelanggan rumahtangga dan industri, Tabel 31 juga memperlihatkan bahwa
subsidi harga listrik untuk pelanggan lainnya juga dipengaruhi oleh total
penerimaan yang diperoleh pemerintah.
Tabel 31. Hasil Estimasi Parameter Pe rsamaan Subsidi Harga Listrik
untuk Pelangga n Lainnya, Tahun 1990-2010
Variabel
Intercept (Intersep)
PENPEM (Penerimaan
Pemerintah)
D08
LSUBPOTH (Lag Subsidi per
kWh Pelanggan Lainnya)
Estimasi
Parameter
Pr > |t|
-104.686
0.0007
0.000327
202.1526
0.0003
0.0024
0.110361
0.4616
Elastisitas
SignifiJangka Jangka
kansi
Pendek Panjang
A
6.4099
7.2051
A
A
2
Adj-R = 0.92312; F-hitung = 61.57; Pr > F = <0.0001; D-h = 1.0169
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai dugaan parameter total penerimaan pemerintah sebesar 0.000327 dan
mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaikan penerimaan pemerintah
112
berpotensi kenaikan subsidi harga listrik untuk pelanggan lainnya. Respon subsidi
harga listrik listrik untuk pelanggan lainnya terhadap perubahan pe nerimaan
pemerintah bersifat elastis ba ik untuk jangka pendek maupun dalam jangka
panjang. Ini berarti perubahan pemerintah yang sifatnya sementara maupun
jangka panjang akan memberikan respon pada subsidi harga listrik untuk
pelanggan lainnya.
Lonjakan harga minyak mentah dunia tahun 2008 juga memicu kenaikan
subsidi. Hal ini terjadi karena pada saat terjadi kenaikan harga minyak mentah
dunia pemerintah tetap mempertahankan harga jual tenaga listrik pelanggan.
Subs idi harga listrik untuk pelanggan lainnya juga dipengaruhi oleh
subs idi listrik pada tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena dalam menaikkan
harga listrik pemerintah selalu mempertimbangkan daya beli masyarakat,
sehingga subsidi yang berimplikasi pada penetapan tarif listrik selalu dilakukan
secara hati-hati.
4.
Besaran Subsidi Listrik
Besaran subs idi listrik untuk setiap golongan pe langgan adalah persamaan
identitas yang merupaka n perkalian antara subsidi per kWh dengan jumlah
konsumsi listrik untuk masing- masing golonga n. Persamaan besarnya subsidi
untuk pelanggan rumah tangga (SUBRT), industri (SUBIND), dan pelanggan
lainnya (SUBOTH) dirumuskan sebagai berikut:
SUBRTt = SUBPRTt * CLISRTt / 1000
SUBINDt = SUBPINDt * CLISINDt / 1000
SUBOTHt = SUBPOTHt * CLISOTHt / 1000
113
Sedangkan total subsidi listrik untuk seluruh pelanggan (SUBLSTR)
adalah penjumlahan dari nilai subsidi untuk setiap golongan pelanggan yang
dirumuskan sebagai berikut:
SUBLSTRt = SUBRTt + SUBIND t + SUBOTHt
5.2.4. Blok Harga Jual Tenaga Listrik
Harga jual tenaga listrik didapatkan dari penurunan rumus subsidi yang
digunakan PLN dalam menghitung besaran subsidi. Menurut Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 111/PMK.02/2007, besarnya subsidi energi listrik dihitung
berdasarkan selisih negatif antara harga jual tenaga listrik rata-rata (Rp/kWh) dari
masing golongan tarif dikurangi biaya pokok penyediaan/BPP (Rp/kWh) pada
tegangan di masing- masing golongan tarif ditambah margin (persentase dari BPP)
dikalikan volume pe njualan (kW h) unt uk setiap golongan tarif. Sehingga dapat
diturunkan persamaan harga jual tenaga listrik untuk pelanggan rumah tangga
(HJTLRT), industri (HJTLIND), dan pelanggan lainnya (HJTLOTH) sebagai
berikut:
HJTLRTt = (1 + mt ) BPP t – SUBPRTt
HJTLIND t = (1 + mt ) BPP t – SUBPIND t
HJTLOTH t = (1 + mt ) BPP t – SUBPOTHt
Sedangka n harga jual rata-rata merupakan rata-rata tertimbang harga jual
untuk setiap golongan pelanggan sebagai berikut:
AVHJTL t =
HJTLRTt × CLISRTt + HJTLINDt × CLISINDt + HJTLOTH t × CLISOTH t
CLISRTt + CLISINDt + CLISOTH t
5.2.5. Blok Penerimaa n dan Penge luaran Pemerintah
Dalam anggaran
belanja pemerintah selalu memperhatikan nilai
penerimaan yang dapat dikumpulkan pemerintah. Penerimaan pemerintah secara
114
umum berasal dari penerimaan pajak dan penerimaan dari sumber lainnya, seperti
penerimaan dari keuntungan badan usaha-badan usaha yang dimiliki pemerintah
atau utang baik dari dalam maupun luar negeri. Hasil pendugaan parameter
persamaan penerimaan pajak dapat dilihat pada Tabel 32. Pada Tabe l 31 dapat
dilihat bahwa semua variabel yang digunakan dalam persamaan tersebut
berpengaruh secara nyata terhadap penerimaan pajak yang diperoleh pemerintah.
Tabel 32. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Penerimaa n Pajak, Tahun
1990-2010
Variabel
Intercept (Intersep)
LPDB (Lag Produk Domestik
Bruto)
INFLASI (Tingkat Inflasi)
D98
LPENPJK (Lag Penerimaan
Pajak)
Estimasi
Parameter
Pr > |t|
-45462.8
0.0585
0.101952
4557.819
-319936
0.0094
0.0581
0.0594
0.322897
0.2599
Elastisitas
SignifiJangka
Jangka
kansi
Pendek Panjang
A
0.7800
0.2248
1.1520
0.3320
A
A
A
C
Adj-R2 = 0.93949; F-hitung = 267.48; Pr > F = <0.0001; D-h = -0.2646
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai dugaan parameter PDB tahun sebelumnya sebesar 0.101952 dan
mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaikan PDB berpotensi
menaikka n penerimaan pajak pemerintah. Respo n penerimaan pajak terhadap
perubahan PDB periode sebelumnya bersifat tidak elastis untuk jangka pendek,
tetapi elastis dalam jangka panjang. Ini berarti perubahan pemerintah yang
sifatnya sementara tidak memberikan respon pada penerimaan pajak pemerintah,
tetapi memberikan respon dalam jangka panjang.
115
Sementara total penerimaan pemerintah (PENPEM) adalah persamaan
identitas yang merupakan penjumlahan penerimaan dari pajak dan non pajak
(PENNPJK), yang dirumuskan sebagai berikut:
PENPEMt = PENPJKt + PENNPJK t
Dari sisi pengeluaran, belanja dalam penelitian ini dibagi menjadi dua,
yaitu belanja untuk subsidi listrik dan belanja diluar subsidi listrik. Hasil
pendugaan parameter untuk persamaan belanja lain disajikan pada Tabel 33. Pada
Tabel 33 tersebut dapat dilihat bahwa semua variabel penjelas dalam persamaan
tersebut berpengaruh secara nyata terhadap belanja lainnya.
Tabel 33. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Belanja Lain, Tahun 19902010
Variabel
Intercept (Intersep)
PENPEM (Penerimaan
Pemerintah)
IHK (Indeks Harga Konsumen)
D09
LBLJNSUB (Lag Belanja Non
Subsidi)
Estimasi
Parameter
-4007.71
Pr > |t|
Elastisitas
SignifiJangka Jangka
kansi
Pendek Panjang
D
0.3691
0.036347 0.1500
193.8856 0.0337
103212.5 <0.0001
0.0791
0.1376
1.0544
1.8338
0.924940 <0.0001
B
A
A
A
2
Adj-R = 0.90534; F-hitung = 2532.66; Pr > F = <0.0001; D-h = 0.8165
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai dugaan parameter penerimaan pemerintah sebesar 0.036347 dan
mempunyai hubungan yang positif, yang berarti peningkatan penerimaan
pemerintah berpotensi menaikka n belanja di luar subsidi listrik. Respo n belanja di
luar subsidi listrik terhadap perubahan penerimaan pemerintah bersifat tidak
elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis dalam jangka panjang. Ini berarti
perubahan penerimaan pemerintah yang sifatnya sementara tidak memberikan
116
respon pada belanja di luar subsidi listrik, tetapi memberikan respon dalam jangka
panjang.
Nilai dugaan parameter IHK sebesar 193.8856 dan mempunyai hubungan
yang positif, yang berarti jika terjadi inflasi belanja di luar subsidi listrik
berpotensi naik. Respo n belanja di luar subsidi listrik terhadap peruba han IHK
bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis dalam jangka panjang. Ini
berarti pe ruba han IHK (inflasi atau deflasi) yang sifatnya sementara tidak
memberikan respon pada belanja di luar subsidi listrik, tetapi memberikan respon
dalam jangka panjang.
Sedangkan
total pengeluaran pemerintah (GOVEXP)
merupakan
penjumlahan pengeluaran pemerintah untuk subsidi listrik dan pengeluaran
lainnya yang dirumuskan sebagai berikut:
GOVEXP t = SUBLSTRt + BLJLAIN t
5.2.6. Blok Perekonomian
Hasil estimasi persamaan pengeluaran di luar konsumsi untuk listrik,
investasi, ekspor, impot, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, indeks
harga konsumen (IHK), dan suku bunga menunjukan bahwa semua persamaan
mempunyai tingkat penjelas yang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari nilai koe fisien
determinasi (R2 ) yang bernilai antara 0.78 sampai dengan 0.99, yang berarti
bahwa variabel- variabel penjelas yang digunakan dalam persamaan-persamaan
tersebut dapat menjelaskan 78 persen sampa i dengan 99 persen keragaman
variabel- variabel endogennya. Dilihat dari nilai statistik uji-F, semua persamaan
mempunyai Pr > F bernilai < 0.0001, yang berarti bahwa pada setiap persamaan
117
variabel- variabel penjelas secara bersama-sama dapat menjelaskan keragaman
variabel endogennya secara nyata.
1.
Produk Domestik Bruto
Dalam menghitung nilai PDB ada lima komponen yang harus dihitung,
yaitu total pengeluaran rumah tangga, pengeluaran pemerintah, investasi, ekspor
dan impor. Hasil pendugaan parameter pengeluaran rumah tangga di luar untuk
konsumsi listrik disajika n pada Tabe l 34. Tabel 34 memperlihatkan bahwa hanya
variabel PDB per kapita dan dummy lonjakan harga minyak dunia tahun 2008
yang berpengaruh secara nyata berpengaruh terhadap pengeluaran rumah tangga
di luar konsumsi listrik.
Tabel 34. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Penge luaran di Luar
Konsums i Listrik, Tahun 1990-2010
Variabel
Intercept (Intersep)
PDBKPT (PDB per Kapita)
INFLASI (Tingkat Inflasi)
D98
D08
LCONLAIN (Lag Konsumsi
Lainnya)
Estimasi
Parameter
Pr > |t|
-13586.9
110.0489
-26.5894
54503.53
133465.5
0.7505
0.0747
0.9951
0.8489
0.0605
0.190218
0.6989
Elastisitas
SignifiJangka Jangka
kansi
Pendek Panjang
0.8397
-0.0003
1.0370
-0.0003
A
A
2
Adj-R = 0.99722; F-hitung = 1365.05; Pr > F = <0.0001; D-h = 0.8045
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai dugaan parameter PDB per kapita sebesar 110.0489 dan mempunyai
hubungan yang positif, yang berarti kenaikan pendapatan masyarakat akan
memicu kenaika n belanja di luar konsumsi listrik. Respon ko nsumsi di luar listrik
terhadap perubahan PDB per kapita bersifat tidak elastis untuk jangka pendek,
tetapi elastis untuk jangka panjang.
118
Lonjakan harga minyak mentah dunia berdampak pada peningkatan
pengeluaran di luar konsumsi listrik. Hal ini terjadi karena kenaikan harga minyak
menyebabkan kenaikan barang-barang yang dipicu kenaika n biaya ope rasional
dan barang-barang input.
Sedangkan pengeluaran untuk konsumsi listrik (CONLIS) merupakan
perka lian antara harga jual tenaga listrik dengan jumlah konsumsinya untuk setiap
golongan pelanggan yang dirumuskan sebagai berikut:
CONLIS t = HJTLRTt *KONSRTt + HJTLINDt *KONSINDt +
HJTLOTH t *KONSOTHt
Sementara total pengeluran rumah tangga (CONRT)
merupakan
penjumlahan total pengeluaran untuk konsumsi listrik dan konsumsi lainnya yang
dirumuskan dengan:
CONRTt = CONLISt + CONLAIN t
Komponen berikutnya dari PDB adalah investasi. Hasil pendugaan
parameter persamaan investasi disajikan pada Tabel 35. Dari tabel 35 tersebut
dapat dilihat bahwa semua variabel penjelas yang digunakan berpengaruh secara
nyata terhadap nilai investasi.
Nilai dugaan parameter PDB sebesar 0.072185 dan mempunyai hubungan
yang positif, yang berarti kenaikan PDB akan memicu kenaikan investasi. Respon
investasi terhadap perubahan PDB bersifat tidak elastis untuk jangka pendek,
tetapi elastis untuk jangka panjang.
Di samping itu, investasi juga dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. Nilai
dugaan parameter tingka t suku bunga sebesar 3763.54 dan mempunyai hubungan
yang negatif, yang berarti kenaikan tingkat suku bunga dapat menurunkan minat
119
orang untuk berinvestasi karena orang akan lebih tertarik umtuk menabung.
Respo n investasi terhadap perubahan tingkat suku bunga bersifat tidak elastis
untuk jangka pendek, tetapi elastis untuk jangka panjang.
Tabel 35. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Investasi, Tahun 1990-2010
Variabel
Intercept (Intersep)
PDB (Produk Domestic Bruto)
SKBG (Tingkat Suku Bunga)
D04
LINV (Lag Investasi)
Estimasi
Parameter
Pr > |t|
49424.32 0.3385
0.072185 0.0599
-3763.54 0.1019
-1180440 0.0672
0.917795 <0.0001
Elastisitas
SignifiJangka Jangka
kansi
Pendek Panjang
0.2716
-0.1013
3.3036
-1.2320
D
A
B
B
A
Adj-R2 = 0.99082; F-hitung = 513.83; Pr > F = <0.0001; D-h = -0.5466
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Komponen selanjutnya dari PDB adalah ekspor dan impor. Hasil
pendugaan parameter persamaan ekspor dapat dilihat pada Tabel 36. Dari Tabel
36 tersebut dapat diketahui bahwa nilai ekspor sangat dipengaruhi oleh nilai tukar
rupiah terhadap do lar Amerika Serikat.
Tabel 36. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Ekspor, Tahun 1990-2010
Variabel
Intercept (Intersep)
KURS (Nilai Tukar Rp/US$)
D98
LEKSPOR (Lag Ekspor)
Estimasi
Parameter
Pr > |t|
-26942 0.6491
13.10376 0.3164
253373.3 0.0547
0.998771 <0.0001
Elastisitas
SignifiJangka Jangka
kansi
Pendek Panjang
0.1473 119.823
D
A
A
Adj-R2 = 0.95208; F-hitung = 126.82; Pr > F = 0.0003; D-h = -1.8515
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai dugaan parameter nilai tukar rupiah sebesar 13.10376 dan
mempunyai hubungan yang positif, yang berarti melemahnya nilai tukar rupiah
teradap dolar Amerika Serikat dapat meningkatka n pendapatan nasional dari
120
ekspor. Ini terjadi karena melemahnya nilai tukar akan meningkatkan daya saing
barang Indo nesia di luar ne geri disebabk an harga ba rang Indo nesia aka n lebih
murah daripada barng dari negara lain. Respo n ekspor terhadap pe ruba han nilai
tukar bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis untuk jangka
panjang.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1998 dari sisi ekpor
ternyata menguntungkan. Hal ini terjadi karena nilai tukar rupiah melemah drastis
sehingga barang-barang dari Indonesia menjadi sangat murah, ditambah
merosotnya pendapatan masyarakat Indonesia sehingga banyak perusahaan lebih
banyak memproduksi barang-barang untuk diekspor karena permintaan dalam
negeri menurun drastis.
Ekspor juga dipengaruhi oleh nilai ekspor tahun sebelumnya. Hasil ini
mengindikasikan Indonesia telah mempunyai hubungan dagang yang baik dengan
negara lain. Namun untuk lebih meningkatkan ekspor diperlukan pembukaan
hubungan da gang de ngan negara- negara lain selain de ngan negara-negara yang
secara tradisional memang telah terjalin de ngan baik sejak lama.
Sementara nilai dugaan parameter persamaan impor disajikan pada Tabel
37. Pada Tabel 37 tersebut dapat dilihat bahwa semua variabel penjelas yang
digunakan berpengaruh secara nyata terhadap nilai impor Indonesia.
Nilai dugaan parameter inflasi sebesar 19088.89 dan mempunyai
hubungan yang positif, yang berarti jika terjadi inflasi impor nasional dapat
meningkat. Ini terjadi karena jika terjadi inflasi akan menyebabkan harga barang
dalam negeri lebih mahal daripada barng impor, sehingga orang cenderung
121
mengimpor barang. Respon impor terhadap perubahan tingkat inflasi bersifat
tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis untuk jangka panjang.
Nilai dugaan parameter nilai tukar rupiah sebesar 21.61700 dan
mempunyai hubungan yang negatif, yang berarti melemahnya nilai tukar rupiah
teradap dolar Amerika Serikat dapat menurunkan impor nasional. Ini terjadi
karena melemahnya nilai tukar akan menyebabkan harga barang dalam negeri
lebih murah daripada barng impor. Respon impor terhadap perubahan nilai tukar
bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis untuk jangka panjang.
Tabel 37. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Impor, Tahun 1990-2010
Variabel
Intercept (Intersep)
INFLASI (Tk Inflasi)
KURS (Nilai Tukar Rp/US$)
POP (Jumlah Penduduk)
D98
LIMPOR (Lag Impor)
Estimasi
Parameter
-2641834
19088.89
-21.61700
13.55890
-1107300
0.737583
Pr > |t|
0.0606
0.0367
0.2660
0.0779
0.0733
0.0037
Elastisitas
SignifiJangka Jangka
kansi
Pendek Panjang
0.4151 1.5817
-0.2794 -1.0646
5.2328 19.9408
A
A
C
A
A
A
Adj-R2 = 0.93649; F-hitung = 57.03; Pr > F = <0.0001; D-h = -3.4610
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai dugaan parameter jumlsh pe nduduk sebesar 13.55890 dan
mempunyai hubungan yang positif, yang berarti bertambahnya jumlah penduduk
berpotensi menaikka n impo r nasional. Ini terjadi karena bertambahnya penduduk
akan menyebabkan peningkatan barang dan jasa, sehingga untuk memenuhinya
adalah mengimpor dari negara lain apabila produksi dalam negeri tidak
mencukupi. Respon impor terhadap perubahan jumlah pe nduduk be rsifat elastis
baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
122
Sebagaimana ekspor, impor juga dipengaruhi oleh nilai impor tahun
sebelumnya.
Makin
banyak
perusahaan
multinasional
mengakibatkan
konsistennya nilai impor antar waktu.
Nilai PDB adalah persamaan identitas dari lima komponen yang telah
disebutkan sebelumnya yang dirumuskan sebagai berikut:
PDBt = CONRTt + INVt + GOVEXP t + EKSt - IMPt
Sedangkan nilai riil PDB dihitung dengan rumus:
RPDBt = PDBt * 100/IHK t
Laju pertumbuhan ekonomi (GROWTH) dihitung berdasarkan perubahan
PDB riil tahun sekarang terhadap tahun sebelumnya yang dirumuskan sebagai
berikut:
GROWTHt = (RPDBt – RPDBt-1 )/RPDBt-1 * 100
Sementara PDB per kapita dihitung berdasarkan nilai PDB dibagi dengan
jumlah penduduk, a tau:
PDBKPTt = PDBt /POPt * 1 000
2.
Nilai Tukar Rupiah
Hasil pendugaan parameter persamaan nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat disajikan pada Tabel 38. Tabe l 38 memperlihatkan bahwa
variabel IHK, cadangan devisa, dan lag nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika
Serikat dan krisis ekonomi tahun 1997-1999 secara nyata berpengaruh terhadap
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Nilai dugaan parameter IHK sebesar 33.14076 dan mempunyai hubungan
yang positif, yang berarti terjadinya inflasi akan memicu melemahnya nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Respon nilai tukar rupiah terhadap dolar
123
Amerika Serika t bersifat tidak elastis dalam jangka pendek, tetapi elastis untuk
jangka panjang.
Tabel 38. Hasil Estimasi Parameter Pe rsamaan Nilai Tukar Rupiah
Terhadap Dolar Ame rika Serikat, Tahun 1990-2010
Estimasi
Parameter
Variabel
Intercept (Intersep)
IHK (Indeks Harga
Konsumen)
CADEV (Cadangan
Devisa)
D9799
LKURS (Lag Nilai
Tukar Rupiah)
Pr > |t|
Elastisitas
Jangka
Jangka
Pendek
Panjang
Signifikansi
714.7607
0.2225
C
33.14076
0.0619
0.5291
1.5799
A
-0.06175
1467.304
0.0774
0.0557
-0.2942
-0.8784
A
A
0.665105
0.0022
A
2
Adj-R = 0.90006; F-hitung = 43.78; Pr > F = <0.0001; D-h = -1.6150
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai pendugaan parameter cadangan devisa sebesar 0.06175 dan
mempunyai hubungan yang negatif. Ini berarti cadangan devisa yang dimiliki
Indo nesia ikut menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Respo n nilai tukar rupiah
terhadap cadangan devisa bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun
jangka panjang.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997-1999 mempengaruhi
nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama dolar Amerika. Bahkan pada
Juni 1998 rupiah sempat mencapai titik terendah yaitu 16 500 per dolar Amerika
Serikat (BI, 1999). Krisis ekonomi yang disertai krisis politik telah menyebabka n
ke munduran pereko nomian Indo nesia ke titik nadir.
Nilai tukar rupiah pada periode sebelumnya juga memepangaruhi nilai
tukar saat ini. Hal ini dapat dipahami bahwa meskipun Indonesia menganut sistem
nilai tukar mengambang (floating) tetapi Bank Indo nesia (BI) terus memantau
124
pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Jika terjadi gejolak nilai
mata uang rupiah maka BI dapat melakukan intervensi untuk mestabilkannya.
3.
Indeks Harga Konsume n
Hasil pendugaan parameter persamaan indeks harga konsumen atau IHK
disajikan pada Tabel 39. Tabel 39 memperlihatkan bahwa semua variabel penjelas
yang digunakan secara nyata berpengaruh terhadap indeks harga ko nsumen.
Nilai parameter dugaan rata-rata suku bunga deposito sebesar 0.03242 dan
mempunyai hubungan yang negatif. Kenaikan suku bunga sebesar 1 persen
menyebabkan penurunan IHK sebesar 0.03 point. Menurut teori ekonomi, apabila
suku bunga naik, maka masyarakat cenderung menabung sehingga mengurangi
uang beredar dan inflasi turun. Respon IHK terhadap pe ruba han suku bunga
bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Nilai parameter dugaan uang beredar sebesar 0.016741 dan mempunyai
hubungan yang positif. Meningkatnya uang beredar di tengah masyarakat dapat
menyebabkan peningkatan IHK sebesar 0.02 point. Respon IHK terhadap
perubahan uang bereda r bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun
jangka panjang.
Nilai parameter dugaan rata-rata harga jual tenaga listrik sebesar 0.020046
dan mempunyai hubungan yang positif. Ini berarti kenaikan tarif listrik dapat
memicu kenaikan IHK, yang berarti akan meningkatkan inflasi. Ini terjadi karena
listrik telah menjadi salah satu barang input utama baik bagi rumah tangga
ataupun dunia usaha. Sehingga jika terjadi kenaikan tarif listrik akan
meningkatkan biaya operasi dan untuk menutup kenaikan biaya tersebut dilakukan
kenaika n harga prod uk yang d ihasilka n. Akibatnya terjadi kenaikan harga barang-
125
barang dan memicu inflasi. Respon IHK terhadap perubahan rata-rata tarif listrik
bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Tabel 39. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Indeks Harga Konsume n,
Tahun 1990-2010
Estimasi
Parameter
Variabel
Intercept (Intersep)
SKBG (Suku Bunga)
UANGBR (Uang
Beredar)
AVHJTL (Rata-rata
Harga Jual Tenaga
Listrik)
PBBM (Harga BBM)
KURS (Nilai Tukar
Rp/US$)
D98
D05
D02
LIHK (Lag Indeks
Harga Konsumen)
Pr > |t|
Elastisitas
Jangka
Jangka
Pendek
Panjang
Signifikansi
B
5.563770
-0.03242
0.1432
0.8495
-0.0043
-0.0113
0.016741
0.0187
0.1344
0.3490
A
0.020046
0.002428
0.1925
0.0010
0.0681
0.0447
0.1770
0.1161
B
A
0.002050
23.00031
12.93938
4.273269
0.0003
0.0024
0.0002
0.0820
0.1284
0.3335
A
A
A
A
0.614920
0.0003
A
Adj-R2 = 0.99912; F-hitung = 2389.11; Pr > F = <0.0001; D-h = -0.9443
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai parameter dugaan harga BBM sebesar 0.002428 dan mempunyai
hubungan yang positif. Sebagaimana listrik, BBM juga merupakan salah satu
input utama dalam proses produksi barang. Kenaikan harga BBM akan menaikan
biaya, sehingga harga barang akan naik untuk menutupi kenaikan biaya dan
terjadi inflasi. Respon IHK terhadap peruba han harga BBM bersifat tidak elastis
baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Nilai parameter dugaan nilai tukar sebesar 0.002050 dan mempunyai
hubungan yang positif. Sebagaimana telah diuraikan pada ekspor impor,
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dapat memicu
meningkatnya ekspor dan menurunnya impor. Dengan kondisi barang yang
126
diekspor lebih besar daripada yang diimpor dapat menyebabkan kekurangan
barang di dalam negeri. Kurangnya stok barang di dalam negeri dapat memicu
kenaikan harga yang berarti dapat meningkatkan inflasi. Respon IHK terhadap
perubahan nilai tukar bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun
jangka panjang.
Krisis eko nomi yang melanda Indo nesia tahun 1998, kenaikan TDL tahun
2002, dan kenaikan BBM tahun 2005 tmenyebabkan harga-harga barang di dalam
negeri mengalami kenaikan, sehingga terjadi inflasi. Pemicunya adalah
merosotnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama dolar Amerika
tahun 1998, kenaikan TDL tahun 2002, dan kenaikan BBM tahun 2005
menyebabkan kenaikan biaya operasional perusahaan pemakai tenaga listrik dan
BBM, sehingga harga barang-barang mengalami kenaikan yang berarti terjadi
inflasi.
Nilai IHK pada periode sebelumnya juga memepangaruhi IHK sekarang.
Hal ini dapat dipahami karena pemerintah selalu memantau nilai inflasi dan selalu
berusaha mengendalikannya sesuai target yang telah ditetapkan. Jika terjadi
gejolak harga maka pemerintah akan melakuka n intervensi unt uk mestabilkannya,
seperti melakukan operasi pasar.
4.
Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi adalah persamaan identitas yang merupakan perubahan
IHK sekarang terhadap IHK tahun sebelumnya, yang dirumuskan sebagai berikut:
INFLASI t = (IHK t – IHK t-1 ) / IHK t-1 * 100%
127
5.
Suku Bunga
Tingkat suku bunga merupakan salah satu instrumen yang biasa digunakan
otoritas moneter untuk mengendalikan tingkat inflasi. Hasil pendugaan parameter
persamaan tingkat suku bunga disajikan pada Tabel 40. Pada Tabel 40 tersebut
dapat dilihat bahwa semua variabel yang digunakan dalam persamaan tersebut
secara nyata berpengaruh terhadap tingkat suku bunga.
Tabel 40. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Tingkat Suku Bunga,
Tahun 1990-2010
Estimasi
Parameter
Variabel
Intercept (Intersep)
INFLASI (Tingkat
Inflasi
D9799
LSKBG (Lag Tk
Suku Bunga)
Pr > |t|
2.807472
0.2486
0.290601
3.105602
0.0005
0.3826
0.531885
0.0016
Elastisitas
Jangka
Jangka
Pendek
Panjang
Signifikansi
C
0.2285
0.4882
A
D
A
2
Adj-R = 0.77876; F-hitung = 23.29; Pr > F = <0.0001; D-h = 1.3492
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai parameter dugaan tingkat inflasi sebesar 0.290601 dan mempunyai
hubungan yang positif. Ini berarti jika terjadi inflasi, tingkat suku bunga
cenderung dinaikka n. Kebijakan ini biasanya dilakukan apabila tingkat inflasi
sudah diluar perkiraan maka salah satu langkah yang biasa diambil otoritas
moneter (Bank Indonesia) adalah meningkatkan suku bunga. Naiknya suku bunga
akan mendorong masyarakat untuk menabung, sehingga uang beredar di tengah
masyarakat dapat berkurang dan inflasi terkendali. Respo n tingka t suku bunga
terhadap peruba han inflasi bersifat tidak elastis ba ik untuk jangka pendek maupun
jangka panjang.
128
Ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1997-1999 tingkat suku bunga
mengalami kenaikan rata-rata 3.11 persen. Pada saat itu banyak bank mengalami
kekurangan likuiditas bahkan tutup, sehingga terjadi penarikan uang besar-besaran
oleh masyarakat. Maka untuk mengatasi kondisi ini BI menaikkan tingkat suku
bunga untuk menarik uang di masyarakat, di samping mengambil kebijakan lain
seperti penyehatan ba nk-bank yang sakit dan penjaminan uang masyarakat yang
disimpan di bank.
Tingka t suku bunga pada periode sebelumnya juga memepangaruhi suku
bunga sekarang. Hal ini dapat dilakukan untuk mengendalikan gejolak harga
barang di masyarakat, yang berarti mengendalikan tingkat inflasi.
5.2.7. Blok Tenaga Kerja
Instrumen lain yang penting dalam mengukur kinerja ekonomi suatu
negara adalah dari sisi ketenagakerjaan terutama masalah penganggura n dan upah.
Hasil pendugaan parameter persamaan penawaran tenaga kerja disajikan dalam
Tabe l 41. Dari Tabel 41 tersebut dapat dilihat bahwa hampir semua variabel
penjelas yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap tingkat penawaran
tenaga kerja, kecuali variabel perubahan belanja di luar subsidi listrik.
Nilai parameter dugaan upa h riil sebesar 4.919688 dan mempunyai
hubungan yang positif. Ini berati kenaikan upah riil dapat memicu kenaikan
penawaran tenaga kerja Respo n pe nawaran tenaga kerja terhadap perubahan upa h
riil bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Nilai parameter dugaan jumlah penduduk sebesar 0.462834 dan
mempunyai hubungan yang positif. Ini berati kenaikan jumlah penduduk akan
meningkatkan penawaran tenaga kerja. Respo n penawaran tenaga kerja terhadap
129
perubahan jumlah pe nduduk bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi
elastis dalam jangka pa njang.
Tabel 41. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Penawaran Tenaga Kerja,
Tahun 1990-2010
Variabel
Intercept (Intersep)
RUPH (Upah Riil)
POP (Jumlah
Penduduk)
DBLJLAIN (Selisih
Belanja Lain Antar
Tahun)
D04
D09
LSTK (Lag Supply
TK)
Estimasi
Parameter
Pr > |t|
Elastisitas
Jangka
Jangka
Pendek
Panjang
-35064
4.919688
0.1209
0.2175
0.0319
0.0490
0.462834
0.1000
0.9846
1.5094
0.014904
-1837.59
-2603.15
0.7821
0.3706
0.6634
0.0040
0.0062
0.347697
0.3397
Signifikansi
B
C
B
D
D
Adj-R2 = 0.98443; F-hitung = 201.28; Pr > F = <0.0001; D-h = -0.1818
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Penawaran tenaga kerja tahun sebelumnya juga berpengaruh terhadap
penawaran tenaga kerja sekarang.
Hasil pendugaan parameter persamaan penawaran tenaga kerja disajikan
dalam Tabel 42. Dari Tabel 42 tersebut dapat dilihat bahwa semua variabel
penjelas yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap tingkat permintaan
tenaga kerja.
Nilai parameter dugaan upa h riil sebesar 8.6285 dan mempunyai hubungan
yang negatif. Ini berati kenaikan upah riil dapat menurunkan tingkat permintaan
tenaga kerja. Respo n permintaan tenaga kerja terhadap perubahan upa h riil
bersifat tidak elastis.
130
Nilai parameter dugaan PDB sebesar 0.004586 dan mempunyai hubungan
yang positif. Ini berati kenaikan produksi nasional dapat meningkatkan tingkat
permintaan tenaga kerja. Ini terjadi karena meningkatnya output nasional akan
memicu kenaikan permintaan tenaga kerja. Respo n permintaan tenaga kerja
terhadap pe ruba han upa h riil bersifat tidak elastis.
Tabel 42. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Pe rmintaan Tenaga Kerja,
Tahun 1990-2010
Variabel
Intercept (Intersep)
RUPH (Upah Riil)
PDB (Produk
Domestic Bruto)
D9799
Estimasi
Parameter
Pr > |t|
86066.35
-8.6285
<0.0001
0.1777
0.004586
3177.572
<0.0001
0.0798
Elastisitas
Jangka
Jangka
Pendek
Panjang
Signifikansi
-0.0604
-
0.1053
-
A
B
A
A
Adj-R2 = 0.91509; F-hitung = 69.25; Pr > F = <0.0001; DW = 0.937812
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Pada saat terjadi krisis ekonomi permintaan tenaga kerja meningkat. Hal
ini terjadi karena pada saat itu selain kondisi ekonomi yang lumpuh tetapi juga
disertai krisis politik dan terjadi kerawanan sosial, sehingga banyak warga
keturunan meninggalkan Indonesia. Akibatnya permintaan tenaga kerja meningkat
untuk mengisi posisi yang ditinggalkan warga keturunan tersbut.
Hasil pendugaan parameter persamaan upah riil tenaga kerja disajikan
dalam Tabel 43. Dari Tabel 43 tersebut dapat dilihat bahwa hampir semua
variabel penjelas yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap tingkat
permintaan tenaga kerja, ke cuali perubahan permintaan tenaga kerja.
Nilai parameter dugaan penawaran tenaga kerja tahun sebelumnya sebesar
0.00167 dan mempunyai hubungan yang negatif. Ini berati kenaikan penawaran
tenaga kerja dapat menurunkan tingkat upah riil tenaga kerja. Respo n upah riil
131
tenaga kerja terhadap perubahan jumlah penawaran bersifat tidak elastis untuk
jangka pendek, tetapi elastis dalam jangka panjang.
Tabel 43. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Upah Riil Tenaga Kerja,
Tahun 1990-2010
Variabel
Estimasi
Parameter
Intercept (Intersep)
LSTK (Supply TK
Tahun
Sebelumnya)
DDTK (Perubahan
Permintaan TK)
D98
LRUPH (Lag RUPH)
Pr > |t|
Elastisitas
Jangka
Jangka
Pendek
Panjang
Signifikansi
A
263.223
0.0679
-0.00167
0.1136
-0.2546
-1.8901
0.003455
-297.811
0.865321
0.5756
0.0001
<0.0001
0.0091
0.0676
B
A
A
Adj-R2 = 0.7673; F-hitung = 16.66; Pr > F = <0.0001; D-h = -0.6862
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Krisis ekonomi tahun 1998 menyebabkan penurunan upah riil tenaga kerja.
Ini disebabkan pada tahun 1998 tingkat inflasi sangat tinggi sementara pendapatan
tetap. Sehingga nilai riil pendapatan masyarakat merosot.
Nilai upah riil tahun sebelumnya juga berpengaruh terhadap nilai upah riil
tahun sekarang. Ini terjadi karena dalam menetapkan upah minimum propinsi
pemerintah selalu mempertimbangkan tingkat upah tahun sebelumnya agar tidak
membebani para majikan.
5.2.8. Blok Kemiskinan
Hasil estimasi persamaan jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan
dan pedesaan menunjukan bahwa semua persamaan mempunyai tingkat penjelas
yang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari nilai koe fisien determinasi (R2 ) yang
bernilai 0.73 dan 0.85, yang berarti bahwa variabel- variabel penjelas yang
digunakan dalam persamaan-persamaan tersebut dapat menjelaskan 73 persen dan
132
85 persen keragaman variabel- variabel endogennya. Dilihat dari nilai statistik ujiF, semua persamaan mempunyai Pr > F bernilai kurang dari 0.01, yang berarti
bahwa pada setiap persamaan variabel- variabel penjelas secara bersama-sama
dapat menjelaskan keragaman variabel endogennya secara nyata.
1.
Jumlah Penduduk Miskin di Perkotaan
Hasil pendugaan parameter persamaan jumlah penduduk miskin di daerah
perkotaan disajikan pada Tabel 44. Dari Tabe l 44 tersebut dapat dilihat bahwa
semua variabe l yang digunaka n secara nyata berpengaruh terhadap jumlah
penduduk miskin di daerah perkotaan.
Nilai parameter dugaan tingkat inflasi sebesar 33.65109 dan mempunyai
hubungan yang positif, yang berarti jika terjadi inflasi dapat memicu kenaikan
jumlah penduduk miskin di perkotaan. Respon jumlah penduduk miskin di
perkotaan terhadap perubahan tingkat inflasi bersifat tidak elastis.
Tabel 44. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Jumlah Penduduk Miskin
Daerah Pe rkotaan, Tahun 1990-2010
Elastisitas
SignifiEstimasi
Variabel
Pr > |t|
Jangka
Jangka
kansi
Parameter
Pendek
Panjang
Intercept (Intersep)
A
10198.97
0.0018
INFLASI (Tingkat
Inflasi)
RUPH (Upah Riil)
UNEMPL (Jumlah
Pengangguran)
D9799
33.65109
-3.89511
0.1718
0.2784
0.0334
-0.2092
-
B
C
0.430785
4274.266
0.0012
0.0005
0.2581
-
A
A
Adj-R2 = 0.73422; F-hitung = 14.12; Pr > F = 0.0003; DW = 2.391084
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai parameter dugaan variabel upah riil tenaga kerja sebesar 3.89511 dan
mempunyai hubungan yang negatif, yang berarti kenaikan upah riil tenaga kerja
133
berpotensi menurunkan jumlah penduduk miskin di perkotaan. Respon jumlah
penduduk miskin di perkotaan terhadap peruba han upa h riil bersifat tidak elastis.
Nilai parameter dugaan jumlah pengangguran sebesar 0.430785 dan
mempunyai hubungan yang positif,
yang berarti meningkatnya jumlah
pengangguran akan memicu kenaika n jumlah pe nduduk miskin di pe rkotaan.
Respo n jumlah penduduk miskin di perkotaan terhadap peruba han upah riil
bersifat tidak elastis.
Ketika kr isis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997-1999 jumlah
penduduk miskin di perkotaan bertambah sebanyak 4.27 juta orang. Ini terjadi
karena pada saat krisis banyak perusahaan tutup, banyak terjadi pemutusan
hubungan kerja (PHK), sehingga pengangguran meningkat yang memicu kenaikan
jumlah penduduk miskin di perkotaan. Selain itu, inflasi pada saat krisis juga
sangat tinggi sehingga pendapatan riil masyarakat merosot, sementara harga-harga
naik. Akibatnya banyak penduduk yang jatuh ke jurang kemiskinan.
2.
Jumlah Penduduk Miskin di Pedesaan
Hasil pendugaan parameter persamaan jumlah penduduk miskin di daerah
pedesaan disajikan pada Tabel 45. Dari Tabe l 45 tersebut dapat dilihat bahwa
semua variabel penjelas yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap
jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan.
Nilai parameter dugaan tingkat inflasi sebesar 25.74496 dan mempunyai
hubungan yang positif, yang berarti jika terjadi inflasi dapat memicu kenaikan
jumlah penduduk miskin di pedesaan. Respon jumlah penduduk miskin di
pedesaan terhadap perubahan tingkat inflasi bersifat tidak elastis baik untuk
jangka pendek maupun jangka panjang.
134
Nilai parameter dugaan total pengeluaran pemerintah sebesar 0.00616 dan
mempunyai hubungan yang negatif, yang berarti kenaikan belanja pemerintah
berpotensi menurunkan jumlah penduduk miskin di pedesaan. Hasil ini
menunjukkan peran penting pemerintah dalam usaha pengentasan kemiskinan.
Respo n jumlah pe nduduk miskin di pedesaan terhadap peruba han total
pengeluaran pemerintah bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun
jangka panjang.
Tabel 45. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Jumlah Penduduk Miskin
Daerah Pedesaan, Tahun 1990-2010
Variabel
Intercept (Intersep)
INFLASI (Tingkat
Inflasi)
GOVEXP (Pengeluaran
Pemerinah)
UNEMPL (Jumlah
Pengangguran)
D9799
LMISDESA (Lag
Miskin Desa)
D5
Estimasi
Parameter
Pr > |t|
Elastisitas
Jangka
Jangka
Pendek
Panjang
Signifikansi
A
8359.462
0.0025
25.74496
0.3810
0.0127
0.0266
D
-0.00616
0.0668
-0.0443
-0.0932
A
0.435392
4623.463
0.0494
0.0058
0.1294
0.2721
A
A
0.524380
8359.462
0.0006
0.0025
A
A
Adj-R2 = 0.85351; F-hitung = 23.14; Pr > F = <0.0001; D-h = -1.5630
Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen
C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen
D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai parameter dugaan jumlah pengangguran sebesar 0.435392 dan
mempunyai hubungan yang positif,
yang berarti meningkatnya jumlah
pengangguran aka n memicu ke naikan jumlah pe nduduk miskin di pedesaan.
Respo n jumlah pe nduduk miskin di pedesaan terhadap peruba han upa h riil
bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
135
Ketika krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997 sampai dengan
tahun 1999 jumlah penduduk miskin di pedesaan bertambah sebanyak 4.62 juta
orang.
Jumlah penduduk miskin di pedesaan tahun sebelumnya juga berpengaruh
terhadap jumlah penduduk miskin di pedesaan sekarang. Hasil ini menunjukkan
adanya ke miskinan struktural 1 di daerah pedesaan.
3.
Total Penduduk Miskin dan Tingkat Ke miskinan
Total penduduk miskin (PMISKIN t ) merupaka n penjumlahan pe nduduk
miskin di daerah perkotaan dengan penduduk miskin daerah pedesaan yang
dirumuskan sebagai berikut:
PMISKIN t = MISKOTA t + MISDESA t
Sedangkan tingkat kemiskinan menunjukkan persentase total penduduk
miskin terhadap seluruh penduduk Indonesia yang dirumuskan sebagai berikut:
TMISKIN t = (MISKOTA t + MISDESA t )/POP t * 100
1
Suyanto (1995) dalam BPS (2009) mendefin isikan kemiskinan struktural adalah kemiskinan
yang ditengarai atau disebabkan kondisi struktur, atau tatanan kehidupan yang tak
menguntungkan”. Dikatakan tak menguntungkan karena tatanan itu tak hanya menerbitkan akan
tetapi (lebih lanjut dari itu!) juga melanggengkan kemiskinan di dalam masyarakat.
Download