Islam Digest (Page 4)

advertisement
arsitektur
REPUBLIKA ● AHAD, 28 NOVEMBER 2010
B2
Mausoleum
Sultan Faraj
Gaya Arsitektur Mamluk
FOTO-FOTO: ARCHNET.ORG
BANGUNAN INI
ADALAH KOMPLEKS
PEMAKAMAN
MEWAH YANG
DIPERUNTUKKAN
BAGI KELUARGA DAN
KETURUNANNYA.
Oleh Nidia Zuraya
esir dikenal sebagai
negeri yang memiliki
peradaban tertinggi di
dunia. Bahkan, sejak
dulu, negeri para Firaun
ini sudah menghasilkan
peradaban yang maju. Hal itu pula yang
akhirnya memantapkan umat Islam saat
menguasai negeri seribu menara ini.
Pada masa Islam, negeri Mesir sempat
dikuasai oleh sejumlah dinasti. Mulai dari
dinasti Umayyah, Abbasiyah, Fatimiyah,
hingga Turki Usmani. Bahkan ketika berdiri,
sejumlah dinasti kecil pun peradaban yang
ada di Mesir tetap berdiri kokoh.
Salah satu dinasti kecil yang mampu
menguasai Mesir adalah Dinasti Mamluk.
Dinasti ini menjadikan Kairo sebagai pusat
kekuasaannya. Bahkan, ketika berhasil
memukul mundur pasukan Timur Lenk,
Kairo semakin mantap menjadi pusat
kekuatan Mamluk. Sang pemimpin, yakni
Az-Zahir Saifuddin Barquq, dalam waktu
singkat berhasil membangun pusat pemerintahan Dinasti Mamluk di Kairo, sekaligus
menjadi penguasa Mamluk pertama.
Seperti halnya dinasti Islam yang pernah
M
berkuasa di Kairo, Mamluk juga banyak
meninggalkan peninggalan-peninggalan
sejarah berupa bangunan-bangunan megah
berarsitektur indah. Salah satunya adalah
Khanqah Sultan Faraj Ibnu Barquq.
Sebagai penguasa Mamluk di Kairo,
Barquq membangun sebuah mausoleum
(kompleks pemakaman mewah) yang diperuntukkan bagi keluarga dan keturunannya.
Karena keterbatasan lahan, sepeninggal
Barquq salah seorang anaknya yang bernama
Faraj berinisiatif untuk mendirikan sebuah
kompleks (bangunan) yang luar biasa
besarnya di luar kota Kairo bagian utara.
Shela S Blair dan Jonathan M Bloom
dalam bukunya The Art and Architecture of
Islam mengungkapkan, lokasi yang dipilih
Faraj untuk mendirikan kompleks megah
tersebut pada awalnya merupakan sebuah
lapangan pacuan kuda (hippodrome).
Kemudian, pada zaman Mamluk awal, lahan
tersebut dialihfungsikan menjadi tempat
pemakaman bagi para sufi.
Lokasinya yang jauh dari pusat keramaian, ungkap Blair, membuat para imam sufi
kerap menyepi dan mengasingkan diri ke
tempat tersebut. Mereka pun kemudian
memutuskan untuk mendirikan sebuah
tempat khusus untuk melakukan ritual
tasawuf.
Ketika Faraj naik tahta dan berkuasa, ia
berusaha membangun kembali tempat
tersebut agar menjadi sebuah kompleks
bangunan dengan berbagai macam fungsi.
Saat proyek ini dimulai, ia memerintahkan
membangun permukiman luas, termasuk
tempat-tempat pemandian, pabrik roti,
penggilingan gandum, tempat menginap
para musafir, dan sebuah pasar (bazar).
Namun, di antara berbagai bangunan
tersebut, yang masih berdiri hingga saat ini
hanyalah Khanqah Sultan Faraj Ibnu
Barquq, sebuah kompleks bangunan megah
yang dikenal dengan pada zaman Mamluk,
yang diperuntukkan bagi tempat tinggal
para sufi.
Dalam tulisannya yang bertajuk The
Khanqah and Mausoleum of Sultan Faraj
Ibn Barquq, Ismail Abaza memaparkan,
Oleh Nidia Zuraya
STRUKTUR S
SIMETRIS
Al-Faraj
alah satu aspek yang paling
menarik dari struktur bangunan
Khanqah ini adalah tidak adanya
pembatasan terhadap ruang-ruang
yang terdapat pada bangunan tersebut,
sehingga sang arsitek mampu untuk merancang sebuah struktur bangunan yang
sangat simetris berukuran besar.
Bangunan yang tampak berdiri sendiri ini
terlihat menarik dengan adanya dua buah
pintu gerbang berhiaskan tiga buah
pelengkung pada bagian sisi barat daya dan
utara. Posisi kedua pintu gerbang yang
berada di bawah menara membuat simetrisitas bangunan menjadi semakin kuat. Selain
itu, dua buah sabil-kuttab ditempatkan di sisi
barat dan selatan bangunan Khanqah. Sabilkuttab merupakan tempat singgah dan peristirahatan bagi para pelancong yang melewati
kompleks permukiman para sufi ini sengaja
dibangun oleh Sultan Faraj dalam rangka
memenuhi keinginan sang ayah untuk
dimakamkan di dekat makam para sufi di
wilayah Kairo Utara.
Pembangunan kompleks ini dimulai pada
1400 Masehi, namun karena situasi dan
kondisi politik di dalam negeri pada masa
itu yang penuh gejolak membuat proses
pembangunan Khanqah ini baru selesai
pada 1411 M.
Meski pembangunan Khanqah Sultan
Faraj Ibnu Barquq ini baru rampung pada
1411, namun menurut sejarawan abad
kelima belas, Al-Maqrizi, bangunan
Khanqah tersebut sudah diresmikan pada
1410. Peresmian tersebut, ungkap Al-
kawasan itu.
Sebuah anak tangga terdapat pada bagian
dinding menara. Para pengunjung bisa mencapai bagian atas menara kembar ini melalui
anak tangga tersebut. Dari atas menara ini
kita bisa menyaksikan pemandangan indah—
selain pemandangan pemakaman—yang terhampar di sekeliling bangunan Khanqah.
Di sisi utara kompleks Khanqah Sultan
Faraj Ibnu Barquq ini terdapat sebuah
lorong beratap yang bagian ujungnya
berakhir di makam ayah Sultan Barquq,
yakni Anas. Para sejarawan arsitektur
memperkirakan lorong tersebut mungkin
dimaksudkan sebagai ruang shalat. Pada
bagian tempat shalat ini terdapat kubah
kecil, runcing di bagian puncak, menandai
adanya mihrab di bawahnya.
Bangunan makam yang terdapat di sisi kiri
dan kanan ruang shalat ini berdenah bujur
sangkar dan beratap kubah dengan ukuran
yang jauh lebih besar dari kubah di atas
Maqrizi, dihadiri oleh empat puluh orang
pengikut sufisme.
Bangunan Khanqah ini memiliki dua
buah menara kembar, kubah raksasa
kembar, dan dua buah pintu masuk kembar
yang tepat berada di kedua sisi ujung kanan
dan kiri bangunan. Keseluruhan model dan
corak bangunan bersejarah ini, jelas Abaza,
mengedepankan gaya Arsitektur Mamluk
Bahri yang banyak diadopsi oleh para ahli
rancang bangun di zaman Mamluk Burji
pertengahan.
Yulianto Sumalyo dalam bukunya yang
bertajuk Arsitektur Masjid dan Monumen
Sejarah Muslim memaparkan, Khanqah
Faraj Ibnu Barquq terdiri dari satu unit
bangunan besar yang berdiri sendiri.
Bangunan tersebut berbentuk simetris
berdenah bujur sangkar dengan ukuran 73
X 73 meter persegi. Tata letak bangunan
mengedepankan pola hypostyle dengan
sahn (halaman dalam) pada bagian tengah,
juga berdenah bujur sangkar.
Empat buah iwan mengelilingi sahn,
masing-masing lebarnya hampir sama. Sahn
dikelilingi oleh kolom-kolom dengan
pelengkung-pelengkung di atasnya
(arcade). Pelengkung-pelengkung tersebut
tidak patah, sama dengan pelengkung
model Romawi. Tepat di bagian tengah sahn
terdapat tempat wudhu, yang merupakan
tipikal kompleks semireligius di Kairo pada
masa itu. ■ ed: syahruddin el-fikri
mihrab. Dinding luar kubah dihias dengan
garis-garis sejajar dengan pola patah-patah.
Pola tersebut terbilang unik dan tidak pernah
ditemukan pada bangunan kubah di tempat
lain. Tumpuan kubah berbentuk segi delapan,
bertingkat-tingkat seperti tangga pada sudutnya. Pada sekeliling dinding kubah bagian
bawah terdapat jendela.
Pada 1403, sebagaimana diuraikan George
Michell dalam bukunya Architecture of the
Islamic World: North Africa and Sicily, karena
kekacauan politik yang melanda Kairo
berdampak langsung pada masalah ekonomi
dan keuangan pemerintahan Dinasti Mamluk,
dekorasi dalam kompleks banyak yang tidak
dapat diselesaikan.
Namun, setelah penguasa Mamluk
berhasil mengatasi kekacauan tersebut,
penambahan hiasan dan dekorasi khas
bangunan-bangunan di Kairo pada bagian
dinding bangunan Khanqah ini dapat dilanjutkan. ■ ed: syahruddin el-fikri
Download