TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan Nila

advertisement
21
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Ikan Nila (Oreochromis sp.)
Nila merah (Oreochromis sp.) merupakan ikan hasil hibridisasi antara ikan
Oreochromis mossambicus dan Oreochromis niloticus. Tergolong dalam ordo
Percomorphi, sub ordo Percoidea, family Cichlidae
dan genus Oreochromis
(Stickney 2006). Sebagai ikan yang tergolong euryhalin, ikan nila merah dapat
dibudidayakan di perairan tawar, payau dan laut. Kondisi lingkungan yang
optimal bagi pertumbuhan ikan nila adalah suhu berkisar antara 27-29oC, oksigen
terlarut 3-8,5 ppm, pH 7-8,3; alkalinitas 90-190 ppm, kesadahan 62-79 mg
CaCO3, Ikan tilapia digolongkan sebagai ikan herbivora (Tengjaroenkul et al.
2000), dapat memakan jenis-jenis pakan tambahan seperti dedak halus, tepung
bungkil kacang, ampas kelapa dan sebagainya. Untuk budidaya ikan nila tumbuh
lebih cepat dengan pakan yang mengandung protein >20-25 %.
Ikan nila umumnya lebih dikenal atau dipelihara di perairan tawar, mulai
dari lingkungan yang sempit seperti kolam pekarangan, kolam tadah hujan dan
sawah sampai dengan lingkungan yang sangat luas seperti tambak, sungai atau
waduk (dengan sistem keramba jaring apung). Toleransi terhadap kadar garam
merupakan suatu karakteristik biologi utama dari ikan nila. Pertumbuhan ikan nila
berbeda pada kondisi air tawar, payau (estuari) dan laut. Ikan nila tumbuh lebih
cepat pada salinitas 6-17 ppt dibandingkan dengan air tawar. Pada salinitas 31-36
ppt dapat mematikan secara total (Mege 1993). Performa reproduksi ikan nila
lebih baik pada salinitas 10 ppt (Darwisto 2006), 5-15 ppt dan menurun pada
salinitas > 30 ppt (Watanabe dan Kuo 1988).
Reproduksi dan Perkembangan Gonad
Reproduksi merupakan suatu proses biologi mulai dari differensiasi
seksual hingga dihasilkannya individu baru (larva) yang melibatkan kinerja dari
beberapa jenis hormon (Bernier et al. 2009). Dalam proses budidaya,
pengembangbiakan ikan merupakan salah satu kegiatan yang harus tumbuh dan
berkembangbiak agar kontinuitas produksi budidaya dapat berkelanjutan.
Kegiatan reproduksi terjadi sesudah ikan mencapai masa dewasa; diatur oleh
22
kelenjar-kelenjar endokrin dan hormon-hormon yang menghasilkannya. Awal
matang gonad ikan nila pada ukuran 20-30 cm (150 g) (Stickney 2006); > 50 g
(El-ssayed et al. 2003), tergantung jenis dan strain. Perkembangan gonad ikan nila
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti hormon, makanan dan faktor lingkungan.
Stickney (2006) mengemukakan bahwa ikan nila pada kondisi budidaya
(terkontrol) lebih cepat matang gonad dibandingkan dengan ikan nila yang hidup
di perairan alami.
Secara alami ikan nila dapat memijah sepanjang tahun di daerah tropis.
Pada umumnya pemijahan ikan nila terjadi 6-7 kali/tahun. Rasio betina : jantan
untuk pemijahan adalah 2:1. Fekunditas berkisar antara 243-847 butir telur/ induk
(Mendoza et al. 2005), 300-1.500 butir/induk (Kusnadi dan Bani), 300-3.000
butir/induk (Kordi 2000; Stickney 2006). Nilai fekunditas dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti pakan, ukuran ikan, diameter telur, dan lingkungan.
Salinitas untuk pemijahan berkisar antara 0-30 ppt (Koda 2003; Ainun 2008).
Beberapa spesies ikan dapat memijah dua atau beberapa kali dalam setahun
(Rustidja 2005). Pada pemijahan secara alami, ikan yang telah matang gonad dan
siap memijah dapat menghasilkan telur yang matang dalam waktu yang singkat
apabila kondisi lingkungan baik.
Tingkat kematangan gonad ovarium ikan nila diklasifikasikan menjadi 5
tingkat (Dadzie dan Wangila 1980) sebagai berikut :
Tabel 1. Tingkat kematangan gonad ovarium ikan nila
No
1
TKG
I
2
II
3
III
4
IV
5
V
Histologi
Ovarium masih kecil, transparan, dan oosit muda hanya
terlihat dengan menggunakan mikroskop
Ovarium berwarna kuning terang, dan oosit dapat
terlihat dengan mata
Ovarium besar, berwarna gelap, dan ada oosit yang
mulai mengandung kuning telur
Ovarium besar, berwarna coklat, banyak oosit berukuran
maksimal dan mudah dipisahkan.
Ovarium berwarna kuning terang, ukuranya berkurang
karena telur yang sudah matang telah dilepaskan.
Pada ikan dewasa, ovarium secara umum berjumlah sepasang. Oosit yang
berkembang terletak ditengah dalam lapisan folikel. Lapisan folikel terdiri dari
23
lapisan dalam sel (granulosa) dan lapisan luar (sel theca). Oosit berkembang
akibat adanya akumulasi kuning telur (vitelogenesis) dalam sitoplasma.
Vitelogenesis akan berkembang secara penuh dan kemudian mengalami maturasi
dan ovulasi karena adanya pengaruh lingkungan dan hormon. Setelah terjadi
ovulasi maka selanjutnya akan terjadi proses pembelahan dan oosit telah menjadi
telur secara sempurna dan siap dibuahi (Murua dan Kraus 2003).
Dalam satu tingkat kematangan gonad (TKG), komposisi telur yang
dikandung tidak seragam, tetapi terdiri dari berbagai macam telur. Telur
merupakan cikal bakal bagi suatu makhluk hidup, yang proses pembentukannya
sudah mulai pada fase diferensiasi dan oogenesis yaitu terjadinya akumulasi
vitolegenin kedalam folikel (vitelogenesis). Perkembangan diameter telur
meningkat dengan semakin meningkatnya TKG.
Tiroid dan Mekanisme Kerjanya
Hormon tiroksin mempunyai reseptor didalam inti sel (hipofisa, hati,
jantung dan ginjal). Di dalam sel, tiroksin (T4) mengalami deiodinasi dan
ditransformasi menjadi T3. Transformasi T3 berlangsung di dalam membran
plasma dan retikulum endoplasma, Setelah transformasi berlangsung maka T 3
migrasi ke sel inti dan melakukan interaksi dengan reseptor yang terdapat di inti.
Akibatnya produksi nuclear RNA (nRNA) dan mocrosmional RNA (mRNA) akan
meningkat. Efek dari T3 disamping untuk pertumbuhan, metamorfosis juga
mampu bekerja sama dengan hormon lain, seperti hormon gonadotropin. T3 juga
bekerja sama dengan kortisol untuk merangsang pembentukan hormon melalui
mRNA yang terdapat dalam hipofisa. Hormon tiroksin dapat dengan mudah
masuk ke dalam sel target melewati dinding sel (membran plasma) dengan cara
transport aktif. Hormon tiroid (T 3 dan T4) yang masuk kedalam tubuh dibawa ke
sel target oleh protein plasma. Ayson dan Lam (1993) menyatakan bahwa hormon
tiroksin dalam sirkulasi induk betina dapat ditransfer ke dalam oosit, telur dan
kemudian ke dalam ovarium (kantung kuning telur) sebelum ovulasi. Hormon
tiroid secara tidak langsung membantu dalam proses penyerapan kuning telur.
Bentuk kerjasama hormon dalam tubuh ikan disajikan pada Gambar 1.
24
Gambar 1. Kerjasama berbagai jenis hormon dalam tubuh ikan (Bernier et al.
2009).
Kelenjar pituitari atau hipofisa terletak pada lekukan tulang di dasar
otak dan sering disebut sebagai master gland , mengandung sel-sel pesekresi
hormon adrenocorticotropic (ACTH), hormon pelepas tiroid (TSH, thyroid
stimulating hormone), hormon pertumbuhan (GH, growth hormone), dan
gonadotropin (FSH; follicle stimulating hormone, LH; luithenizing hormone).
Sistem endokrin dalam mengintegrasikan organisme selalu bekerja sama dengan
sistem syaraf (neuroendokrin). Kedua sistem ini mampu mensintesis dan
melepaskan zat–zat kimia khusus dan hormon–hormon tertentu yang mampu
menyebar ke seluruh tubuh organisme. Beberapa hormon yang dihasilkan (FSH
dan LH) secara langsung mempengaruhi berbagai aspek reproduksi seperti
perkembangan gonad, spermatogenesis, fertilisasi dan ovulasi. Hormon lain
(seperti tiroid) bekerja sama dengan hormon-hormon gonadotropin untuk
mempertahankan keadaan metabolik suatu organisme yang memungkinkan
terjadinya reproduksi.
25
Defisiensi dan Kelebihan Tiroid dalam Tubuh
Pembentukan hormon tumbuh yang berlebihan akan mengakibatkan
terjadinya pertumbuhan raksasa (gigantism). Efek hormon tumbuh terlihat jelas
pada bagian tulang panjang. Pertumbuhan tulang yang berlebihan dapat
mengakibatkan kelainan pada persendian sehingga mekanisme kerja dari
persandian tersebut menjadi tidak normal lagi. Produksi hormon tiroid yang
berlebihan akan mengakibatkan terjadinya gangguan terhadap konversi keratin
menjadi kreatinin. Akibat dihambatnya pembentukan kreatinin tersebut maka
pembentukan fosfokreatin juga terhambat yang berakibat diekskresikannya keratin
kedalam urin. Kehilangan keratin dari otot-otot menyebabkan kerja otot tidak
efisien. Demikian juga, apabila kekurangan produksi hormon tiroid di dalam
tubuh maka akan terjadi kelainan-kelainan dalam pertumbuhan (Affandi dan Tang
2003).
Salnilitas, Tiroksin dan Osmoregulasi Ikan
Osmoregulasi merupakan pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh yang
layak bagi kehidupan sehingga proses-proses fisiologis tubuh dapat berfungsi
secara normal. Osmoregulasi erat kaitannya dengan salinitas, yakni upaya untuk
mengontrol keseimbangan air dan konsentrasi total dari ion-ion yang terlarut
dalam air, seperti Na (natrium), K (kalium), Ca (kalsium), Mg (magnesium), Cl
(khlor), SO4 (sulfat), dan HCO3 (asam karbonat) antara tubuh dan lingkungannya
(Effendi 2003). Selama osmoregulasi, hewan air membutuhkan keseimbangan
osmotik antara cairan tubuh dan media yang sangat penting terhadap
kelangsungan hidupnya. Hormon memainkan peran sebagai pengontrol terhadap
proses adaptasi ikan dan transport ion (McCormick dan Bradsaw 2006).
Osmoregulasi pada ikan air laut berbeda dengan ikan air tawar. Ikan air
laut hidup dalam medium yang memiliki konsentrasi osmotik lebih tinggi dari
cairan tubuhnya sehingga ikan cenderung kehilangan air melalui kulit dan insang
serta kemasukan garam-garam melalui proses difusi (hipoosmotik). Ion-ion
natrium dan klorida diserap oleh usus dan dibuang melalui ginjal. Sementara ikan
air tawar memiliki konsentrasi media yang lebih rendah dari konsentrasi cairan
26
tubuhnya (hiperosmotik) sehingga secara alami air bergerak masuk kedalam tubuh
dan ion-ion keluar ke lingkungan secara difusi. Secara rinci proses osmoregulasi
pada ikan dijelaskan pada Gambar 2.
Gambar 2. Proses pengeluaran dan penyerapan ion dan air dalam
tubuh ikan air tawar dan air laut.
Beberapa organ yang berperan dalam proses pengaturan tersebut antara
lain, insang, ginjal dan usus. Organ-organ ini melakukan fungsi adaptasi dibawah
kontrol hormon osmoregulasi, terutama hormon-hormon yang disekresikan oleh
pituitari, ginjal dan urofisis, diantaranya hormon prolaktin (PRL) dan hormon
tiroid (Gambar 3).
Gambar 3. Kontrol endokrin terhadap osmoregulasi ikan (Smith 1982)
27
Pada insang, sel-sel berperan dalam osmoregulasi adalah sel-sel klorida
yang terdapat pada dasar lembaran-lembaran insang, sementara ginjal digunakan
untuk membersihkan dan menjernihkan plasma darah dari zat-zat yang tidak
diinginkan. Usus aktif mengambil ion-ion monovalen (Na+, K+, Cl-) dan air.
Proses-proses tersebut berjalan dibawah pengaruh hormon.
Hormon tiroid mempengaruhi aktivitas enzim Na+/K+ ATP-ase yang
terdapat pada membran, sehingga terjadi peningkatan aktivitas transport natrium
akibat meningkatnya konsumsi oksigen. Na+,K+-ATPase juga menyediakan energi
sebagai tenaga penggerak untuk transport Na+ dalam berbagai epitel osmoregulasi
termasuk ginjal. Pengaruh tiroid terhadap aktivitas Na+, K+-ATPase pada adaptasi
ikan air laut telah menjadi subjek dalam banyak penelitian. Hormon tiroid
dilaporkan dapat mempertahankan keseimbangan osmotik Na+ selama melakukan
osmoregulasi (tantangan osmoregulasi), mendorong aktivitas pompa Na + dan
dinamika
morfometrik
sel
klorida,
serta
membantu
kemampuan
hiperosmoregulator pada tilapia air tawar (Peter et al. 2000).
Peranan Hormon Tiroid dalam Metabolisme Ikan
Hormon tiroid (T3 dan T4) pada organisme, termasuk hewan terlibat dalam
regulasi atau pengaturan homeostatis dan metabolism energi, protein dan lemak.
Pengaruh tiroid terhadap sintesis protein melalui aktivitas RNA. Adanya interaksi
hormon tiroid dan reseptor pada inti maka aktivitas enzim polymerase akan
meningkat dan pembentukan RNA-pun akan meningkat (Djojosoebagyio 1990).
Konsentrasi hormon tiroid tergantung dari beberapa faktor, diantaranya adalah
lingkungan dan gizi (Todini 2007).
Selain protein, hormon tiroid juga dilaporkan dapat mengubah pola
metabolisme karbohidrat melalui peningkatan aktivitas enzim amilase sehingga
kecernaan dan absorpsi karbohidrat menjadi tinggi akibatnya terjadi peningkatan
kadar glukosa serum (Woo et al. 1991). Penjelasan lebih lanjut dikemukakan oleh
Tytler dan Calow (1985), bahwa terjadi peningkatan aktivitas glikogen dan
beberapa enzim metabolisme karbohidrat seperti glukosa 6-fosfat dehidrogenase,
isositrat dehidrogenase, glukosa 6-fosfat dan 1,6-difosfatase. Selain itu, penelitian
28
yang dilakukan pada ikan sidat menunjukkan bahwa pemberian tiroid juga dapat
meningkatkan enzim aldolase (enzim yang terlibat dalam glikolisis). Dengan
adanya peningkatan metabolisme glukosa maka karbohidrat berperan sebagai
sparing action pada penggunaan energi. Jalur katabolisme glukosa ini sangat
penting untuk biosintesis asam lemak, karena meningkatnya glikolisis akan
menurunkan lemak sebagai sumber energi.
Energi dari asupan pakan yang digunakan untuk reproduksi berasal dari
lemak dan protein. Lemak berfungsi pada peran vitelogenesis, fekunditas,
penetasan, dan sumber energi untuk larva. Secara umum protein yang dibutuhkan
pada
tahapan
reproduksi
adalah
untuk
gonadogenesis,
gametogenesis,
vitelogenesis, hormon dan enzim (Finstad et al. 2001). Menurut Sibly dan Calow
(1986), kebutuhan energi tertinggi pada makhluk hidup terjadi pada saat
pematangan dan reproduksi dimana pakan yang diperoleh diubah menjadi zat-zat
yang diperlukan bagi keberhasilan pemijahan. Energi yang dihabiskan untuk
reproduksi ada tiga : (a) untuk produk seksual primer yaitu telur dan sperma
(gamet); (b) untuk karakteristik seksual sekunder; dan (c) untuk tingkah laku
reproduksi (Tytler dan Calow 1985). Aristizabal (2007) mengatakan pada ikan
diperoleh dua jenis bentuk penyimpanan energi yaitu untuk pertumbuhan dan
reproduksi, dimana proses reproduksi merupakan bentuk penyimpanan energi
yang dapat diukur berdasarkan energi yang terdapat pada gonad (ovari) dan testes.
Peranan Hormon Tiroid dalam Reproduksi Ikan
Hormon tiroid termasuk dalam golongan hormon reproduksi sekunder.
Hormon-hormon reproduksi sekunder merupakan zat-zat endokrin yang dengan
aktivitas
metabolik
yang
mempertahankan
fungsi
fisiologi
tubuh
dan
memungkinkan berlangsungnya proses-proses reproduksi. Kelancaran sekresi
tiroksin oleh kelenjar tiroid merupakan salah satu syarat untuk kelangsungan
reproduksi secara normal. Hipotiroidisme menyebabkan kekerdilan (cretinismus)
dengan kegagalan perkembangan gonad dan sistem saluran reproduksi. Kadar
tiroksin yang tinggi dapat merusak gonad (Toelihere 1979).
29
Pada hewan dewasa, tiroid mempengaruhi peningkatan respon hCG
(human chorionic gonadotropin) dalam merangsang ovulasi (Frandson 1986),
berperan dalam pematangan folikel pada tikus betina dewasa dan peningkatan
konsentrasi testosterone pada tikus jantan. Pada manusia tiroid mempengaruhi
beberapa aspek reproduksi, seperti metabolisme estrogen, kematangan seksual,
ovulasi, kesuburan dan kemampuan menghasilkan anak (Choksi et al. 2003). Pada
ikan hormon tiroid juga memainkan peran dalam fungsi dan perkembangan sistem
reproduksi.
Oksigen dan Pertumbuhan
Oksigen memberikan pengaruh secara umum pada pertumbuhan melalui
jalur metabolisme dan relokasi dari sumber energi. Oksigen merupakan limiting
factor bagi metabolisme ikan dan secara langsung akan mempengaruhi
pertumbuhan dan aktivitas tubuh lainnya. Oleh karena itu kecukupan oksigen
dalam perairan harus diperhatikan agar fisiologi tubuh ikan dapat berjalan
optimal. Sebagian besar oksigen dimanfaatkan oleh ikan untuk proses respirasi.
Ikan bernafas secara terus menerus sehingga membawa molekul oksigen dengan
permukaan organ pernapasan dalam hal ini adalah insang. Jumlah oksigen yang
terikat per unit volume darah bergantung pada jumlah eritrosit, konsentrasi
hemoglobin dalam eritrosit, tekanan parsial oksigen yang berlaku, dan keberadaan
oxygen-binding property yang ada di molekul hemoglobin. Kemudian oksigen
ditransportasikan kedalam saluran darah dari insang menuju lokasi konsumsi.
Kelarutan oksigen merupakan faktor lingkungan yang penting bagi pertumbuhan
ikan, jika kandungan oksigen rendah dapat menyebabkan ikan kehilangan nafsu
makan
sehingga
mudah
terserang
pertumbuhannya terhambat (Diaz 2001).
penyakit
dan
dapat
mengakibatkan
30
Ikan membutuhkan energi untuk memelihara tubuh, aktivitas sehari-hari dan
pertumbuhan. Pertumbuhan akan terjadi apabila masih terdapat kelebihan energi
setelah kebutuhan untuk pemeliharaan tubuh dan aktivitas terpenuhi. Energi yang
diperoleh dari pakan, oleh ikan terlebih dahulu digunakan untuk pemeliharaan dan
aktivitas tubuh. Bentuk energi yang dapat digunakan untuk menyokong aktifitas
hidup yaitu diperoleh dalam bentuk protein, lemak dan karbohidrat dalam pakan.
Semakin tinggi aktivitas fisik atau laju metabolisme yang tinggi, semakin besar
energi yang diperlukan. Faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
metabolisme dan pertumbuhan disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4.
Faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi metabolisme dan
pertumbuhan ikan (Brett 1979).
Kemampuan-kemampuan
ikan
dalam
proses
metabolisme
dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yaitu abiotik dan biotik. Faktor abiotik
(fisika dan kimia) yaitu cahaya, suhu, oksigen, pH, salinitas dan faktor biotik
(biologi) seperti padat tebar (Brett 1979; Santos et al. 2010).
31
Glukosa Darah sebagai Indikator Stres
Stres merupakan keadaan dimana ikan tidak mampu mengatur kondisi
fisiologis secara normal karena berbagai faktor yang mempengaruhi kondisinya
atau dikenal dengan stresor. Sejumlah keadaan yang dapat berperan sebagai
stresor antara lain; 1) stresor kimiawi yakni stress yang timbul akibat masalah
kualitas air buruk seperti oksigen rendah, pH dan salinitas tidak sesuai, polusi
akibat penggunaan bahan kimiawi, komposisi pakan, senyawa nitrogen dan sisa
metabolisme; 2) stressor fisika yaitu stres yang timbul akibat suhu lebih tinggi
atau lebih rendah dari normal, cahaya berlebih atau kurang, suara, dan gas-gas
terlarut; 3) stresor biologi yaitu stress yang disebabkan oleh densitas populasi
terlalu tinggi dan penyakit akibat mikroba atau parasit (Marcel et al. 2009).
Pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengetahui keadan stress pada
ikan adalah perubahan naik turunnya kadar glukosa darah. Mekanisme terjadinya
perubahan glukosa darah selama stres dimulai dari diterimanya informasi
penyebab stres oleh organ reseptor (neuroendokrin). Selanjutnya informasi
tersebut disampaikan ke otak bagian hipothalamus melalui sistem syaraf. Sistem
syaraf kemudian menstimulir medulla adrenal untuk melepaskan ACTH
(adrenocorticotrophic hormone). ACTH selanjutnya akan memicu sintesis
kortisol dan sekresinya dari sel-sel internal di sinyal serta memobilisasi
peningkatan glukosa darah (Bernier 2005). Stres dapat mengakibatkan ikan
menjadi shok, tidak mau makan, memijah, dan meningkatnya kepekaan terhadap
penyakit. Kadar glukosa darah yang tinggi mampu menurunkan bahkan menekan
produksi gonadotropin realizing hormone (GnRH) yang diproduksi oleh
hipotalamus. Pada akhirnya stress akan menurunkan jumlah sperma pada jantan
dan masalah ovulasi pada betina. Selain itu stress juga berpengaruh terhadap
aktivitas seksual ikan (Schreck et al. 2000).
Kestabilan kadar glukosa darah sangat penting bagi kehidupan ikan.
Apabila kadar glukosa darah mengalami penurunan dari tingat normal, hormonhormon tersebut dengan segera akan berfungsi untuk meningkatkan glukosa darah
melalui pemecahan glikogen di hati dan otot (Mazeaud dan Mezaeud 1981). Stres
yang diterima akan mempengaruhi kemampuan imunitas sehingga berdampak
buruk pada reproduksi seperti tingkat kematangan gonad, ovulasi, dan kualitas
32
gamet. Proses-proses tersebut diatur oleh hormon melalui pengaturan kecepatan
reaksi enzimatik glukosa dan kecepatan transpor aktifnya. Beberapa hormon yang
berperan penting dalam meregulasi darah adalah insulin, glukagon dan hormon
tiroid (Piliang dan Djojosobagio 2000; Bernier 2005).
Download