46 BAB V PEMBAHASAN A. Pengaruh Pemberian Aromaterapi

advertisement
BAB V
PEMBAHASAN
A. Pengaruh Pemberian Aromaterapi Lavender terhadap Nyeri Persalinan Kala I
Fase Aktif, Lama Persalinan Kala II, dan Fetal Outcome
Aromaterapi lavender terbukti efektif dalam penurunan rasa nyeri pada
persalinan kala I fase aktif. Menurut Leksana (2011), pada kala I fase aktif,
kontraksi uterus lebih sering dan kuat. Oleh karena itu, nyeri yang dirasakan
semakin meningkat daripada fase laten meskipun bervariasi bagi setiap
individu. Semua responden dalam penelitian ini berada pada kala I fase aktif
mulai dari pembukaan 4-8 cm. Dilatasi serviks dapat mempengaruhi persepsi
nyeri dan kondisi psikologis yang dirasakan.
Aromaterapi lavender berguna untuk meredakan nyeri kontraksi dan
merupakan minyak yang sangat membantu selama persalinan. Berdasarkan
Gambar 4.1 terlihat perubahan rata-rata skor nyeri kala I fase aktif sebelum dan
sesudah diberikan aromaterapi lavender yang mengalami penurunan. Hal ini
membuktikan bahwa pemberian aromaterapi lavender dapat membantu ibu
bersalin untuk meringankan nyeri yang dialaminya.
Aromaterapi lavender yang memiliki kandungan utama linalool masuk ke
tubuh melalui rute olfaktorius dan disalurkan langsung dari bulbus olfaktorius
ke sistem limbik. Sistem limbik berfungsi untuk mengatur kondisi psikologis
seseorang, terutama pada bagian hipocampus dan amigdala. Hipocampus
bertanggung jawab terhadap pengenalan bau yang masuk ke dalam tubuh,
46
47
sedangkan
amigdala
bertanggung
jawab
terhadap
respon
emosi
(Koensoemardiyah, 2009).
Kandungan linalool pada aromaterapi lavender yang merupakan zat
antikecemasan disalurkan dari sistem limbik ke seluruh bagian otak dan tubuh.
Menurut Koensoemardiyah (2009), hal tersebut menyebabkan terjadi pelepasan
hormon relaksasi yaitu endorfin dan oksitosin. Pelepasan hormon relaksasi ini
menghasilkan rasa tenang dan memperbaiki suasana hati sehingga dapat
menurunkan kecemasan dan stres saat menghadapi proses persalinan. Menurut
Vakilian et al (2013), penurunan kecemasan tersebut dapat menurunkan respon
katekolamin dan memperlancar aliran darah dalam uterus sehingga terjadi
penurunan tegangan otot. Selain itu, menurut Blackburn (2007), pelepasan
hormon endorfin tersebut dapat meningkatkan ambang nyeri dan membuat ibu
dapat menahan rasa nyeri selama persalinan. Proses inilah yang menyebabkan
penurunan persepsi nyeri pada ibu bersalin kelompok aromaterapi lavender.
Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Alavi et al
(2010) yang pernah meneliti tentang minyak esensial lavender terhadap nyeri
persalinan.
Menurut
penelitian
tersebut,
aromaterapi
yang
diberikan
menggunakan tisu dan diletakkan di dekat pakaian responden menunjukkan
penurunan nyeri yang bermakna. Pada penelitian ini, aromaterapi yang
diberikan menggunakan botol roll on sama efektifnya dalam menurunkan
nyeri persalinan sebelum dan sesudah pemberian aromaterapi lavender.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Janula dan Mahipal (2015)
menunjukkan sebanyak 65% responden pada kelompok yang diberikan
48
aromaterapi lavender menunjukkan bahwa hal tersebut dapat membantu,
meringankan nyeri dan memperbaiki keadaan emosional selama proses
persalinan. Penelitian tersebut juga diperoleh bahwa skor nyeri pada kelompok
yang diberikan aromaterapi lavender lebih rendah daripada kelompok kontrol.
Hal ini mendukung bahwa aromaterapi lavender dapat berguna untuk
memberikan kenyamanan dan meringankan nyeri pada ibu selama proses
persalinan.
Aromaterapi lavender juga dapat digunakan untuk memperpendek lama
persalinan kala II. Tabel 4.14 menunjukkan bahwa aromaterapi lavender dapat
memperpendek lama kala II persalinan. Menurut Kemenkes RI (2013), kala II
dimulai dari pembukaan lengkap sampai bayi lahir, yaitu 2 jam pada
primipara dan 1 jam pada multipara. Berdasarkan penelitian Reeder, et al
(2014), rata-rata durasi persalinan kala II pada primipara adalah 5 menit hingga
1 jam, sedangkan pada multipara 15-30 menit. Selain itu, menurut Mochtar
(2012), lama kala II persalinan pada primipara 1 jam, sedangkan multipara 30
menit.
Menurut Soetrisno (2009), penurunan kecemasan yang terjadi setelah
pemberian aromaterapi yang menyebabkan penurunan hormon kortisol. Ketika
hormon kortisol mengalami penurunan, maka akan mengakibatkan sintesis
HSP (Heat Shock Protein) 70
meningkat sehingga dapat meningkatkan
kontraksi otot rahim. Kontraksi otot rahim yang baik akan memperlancar
kemajuan persalinan sehingga dapat memperpendek lama persalinan. Dengan
49
demikian, persalinan pun dapat berjalan dengan normal tanpa komplikasi dan
memperpendek durasi persalinan.
Penelitian Vakilian, et al (2013) menyatakan bahwa pemberian aromaterapi
lavender secara inhalasi dapat memperpendek durasi persalinan. Hal tersebut
disebabkan oleh efek penurun kecemasan dan sedatif dari zat yang terkandung
dalam minyak esensial lavender dan menyingkirkan lingkaran buruk dari
kecemasan-spasme-nyeri, kemudian hal ini berkontribusi pada kontraksi uterus
yang lebih alami. Penelitian tersebut mendukung bahwa aromaterapi lavender
dapat memperpendek durasi persalinan kala II.
Pemberian aromaterapi lavender memberikan pengaruh yang baik terhadap
fetal outcome yang ditandai dari skor APGAR yang tinggi. Tabel 4.15
menunjukkan bahwa pada kelompok aromaterapi lavender memiliki rata-rata
skor APGAR yang baik. Hal ini didukung oleh teori Walker et al (2013),
bahwa skor APGAR 8-10 mengindikasikan bayi baru lahir berada dalam
kondisi yang baik. Fetal outcome dapat dipengaruhi oleh persalinan kala I dan
lama persalinan kala II. Salah satu hal yang dapat berpengaruh pada persalinan
kala I adalah suplai oksigen dari ibu ke janin.
Pada persalinan kala I, terutama fase aktif, ibu bersalin dianjurkan untuk
menghirup aromaterapi lavender dengan melakukan deep breathing setiap kali
mengalami kontraksi. Hal ini dapat membuat janin mendapatkan oksigenasi
yang baik. Namun, skor APGAR menit pertama pada kelompok aromaterapi
lavender memiliki skor terendah 6. Skor tersebut dimiliki oleh bayi baru lahir
dengan ibu yang mengalami proses persalinan kala II selama 30 menit, yaitu
50
dalam penelitian ini durasi tersebut merupakan durasi tertinggi walaupun masih
dalam rentang normal. Meskipun memiliki skor terendah, menurut Walker et
al (2013) skor APGAR 4-7 merepresentasikan bayi baru lahir mengalami
Asfiksia Ringan-Sedang yang tidak memerlukan tindakan resusitasi.
Dalam penelitian ini, aromaterapi lavender paling berpengaruh dalam
menurunkan nyeri kala I fase aktif, memperpendek lama persalinan kala II, dan
memperbaiki fetal outcome. Hal ini dibuktikan dari penurunan rata-rata skor
nyeri pada kelompok aromaterapi lavender paling rendah di antara ketiga
kelompok. Selain itu, kelompok aromaterapi lavender memiliki rata-rata lama
persalinan kala II terpendek dan skor APGAR tertinggi.
B. Pengaruh Pemberian Aromaterapi Jasmine terhadap Nyeri Persalinan Kala I
Fase Aktif, Lama Persalinan Kala II, dan Fetal Outcome
Aromaterapi jasmine juga terbukti efektif dalam penurunan rasa nyeri pada
persalinan kala I fase aktif, memperpendek lama persalinan kala II, dan
memperbaiki fetal outcome. Berdasarkan Gambar 4.1 terlihat perubahan ratarata sebelum dan sesudah diberikan aromaterapi jasmine mengalami penurunan
skor nyeri pada kala I fase aktif. Hal ini membuktikan bahwa pemberian
aromaterapi jasmine dapat membantu meringankan nyeri yang dialami ibu
bersalin.
Minyak esensial jasmine merupakan suatu tonik uteri yang telah digunakan
secara tradisional sebagai bantuan dalam persalinan. Melati membantu
memperkuat
kontraksi,
dan
memiliki
kandungan
pereda
nyeri
dan
antispasmodik. Selain itu, minyak esensial jasmine memiliki kualitas
51
memberikan energi dan memiliki kandungan antidepresan atau antikecemasan
yang cukup tinggi, yaitu linalool.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Joseph dan Fernandes (2013)
mendukung penelitian ini, yaitu diperoleh bahwa aromaterapi jasmine terbukti
dapat menurunkan nyeri kala I fase aktif. Dalam penelitian tersebut,
aromaterapi jasmine diberikan dengan cara massage ke punggung ibu.
Meskipun diberikan dengan cara yang berbeda, namun pemberian aromaterapi
jasmine dengan inhalasi melalui botol roll on dalam penelitian ini juga terbukti
efektif untuk menurunkan nyeri kala I fase aktif.
Berdasarkan Tabel 4.14 diperoleh bahwa lama persalinan kala II
berlangsung singkat. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian aromaterapi
jasmine dapat memperpendek lama persalinan kala II. Penurunan nyeri kala I
fase aktif pada kelompok yang diberikan asuhan kebidanan sesuai standar
dengan diberikan deep breathing dan ditambah aromaterapi jasmine
mempengaruhi lama persalinan kala II, yaitu dapat berjalan normal dan tidak
terjadi persalinan lama.
Pemberian aromaterapi jasmine memberikan pengaruh yang baik terhadap
fetal outcome yang ditandai dari skor APGAR yang tinggi. Tabel 4.15
menunjukkan bahwa pada kelompok aromaterapi jasmine memiliki rata-rata
skor APGAR yang baik. Fetal outcome dapat dipengaruhi berbagai hal, salah
satunya pada persalinan kala I adalah suplai oksigen dari ibu ke janin. Pada
persalinan kala I, terutama fase aktif, ibu bersalin dianjurkan untuk menghirup
52
aromaterapi jasmine dengan melakukan deep breathing setiap kali mengalami
kontraksi. Hal ini dapat membuat janin mendapatkan oksigenasi yang baik.
C. Pengaruh Tanpa Pemberian Aromaterapi terhadap Nyeri Persalinan Kala I Fase
Aktif, Lama Persalinan Kala II, dan Fetal Outcome
Penurunan nyeri juga terjadi pada kelompok tanpa aromaterapi. Hal ini
dikarenakan pada kelompok tanpa aromaterapi dilakukan asuhan kebidanan
sesuai standar dengan deep breathing. Deep breathing merupakan salah satu
teknik relaksasi dengan cara menarik napas dalam dari mulut, kemudian
menghembuskannya melalui mulut (Dhemir, 2012). Pada awal persalinan,
tidak diperlukan teknik pernapasan khusus yang harus dilakukan selama ibu
bersalin masih dapat teralih dari fokus karena kontraksi. Teknik pernapasan
mulai dilakukan ketika ibu bersalin tidak dapat berjalan dan berbicara saat
mengalami kontraksi. Teknik pernapasan juga dapat berguna sebagai tanda
bagi suami atau keluarga yang memberitahukan bahwa kontraksi mulai datang
sehingga dapat memberikan dukungan yang lebih kepada ibu bersalin.
Deep breathing merupakan salah satu teknik dasar relaksasi yang digunakan
pada ibu bersalin sebagai distraksi/pengalihan perhatian wanita dari nyeri
persalinan agar fokus terhadap hal lain daripada kontraksi yang dialami. Hal
tersebut didukung oleh teori bahwa deep breathing merupakan salah satu
bentuk relaksasi yang dapat menurunkan tegangan pada otot dan meningkatkan
relaksasi emosional dengan menurunkan kecemasan. Selain itu, deep breathing
dapat membantu menyediakan oksigen bagi ibu dan janin. Apabila suplai
53
oksigen pada otot baik, maka akan berfungsi lebih efektif sehingga dapat
menstimulasi penurunan nyeri saat proses persalinan.
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Thomas dan Dhiwar
(2011) yang menyatakan bahwa teknik relaksasi atau pernapasan efektif untuk
mengurangi nyeri kala I pada primipara. Dalam penelitian tersebut, analisis
data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan terhadap nyeri sebelum
dan sesudah melakukan teknik pernapasan pada kelompok eksperimen. Hasil
penelitian tersebut membuktikan bahwa deep breathing yang merupakan salah
satu teknik relaksasi dapat mengurangi nyeri persalinan. Menurut hasil
penelitian Slade dalam Vakilian et al (2013) menunjukkan bahwa teknik
relaksasi dapat menurunkan nyeri persalinan.
Pada kelompok tanpa aromaterapi juga mengalami lama persalinan yang
lebih pendek. Hal ini dikarenakan pemberian asuhan kebidanan sesuai standar
dengan deep breathing. Deep breathing dapat membantu menyediakan oksigen
bagi ibu dan janin. Apabila suplai oksigen pada otot baik, maka akan berfungsi
lebih efektif sehingga dapat meningkatkan kontraksi otot rahim. Ketika otot
rahim berkontraksi dengan baik, maka persalinan kala II menjadi lebih cepat
dan tidak terjadi persalinan lama.
Persalinan kala II yang berlangsung cepat dan oksigenasi yang baik akan
berpengaruh terhadap fetal outcome. Hal ini dibuktikan dari skor APGAR pada
kelompok tanpa pemberian aromaterapi memiliki rata-rata yang baik. Selain
itu, kelompok tanpa aromaterapi memiliki skor APGAR bayi baru lahir
terendah 7 yang masih dalam kategori kondisi baik. Hal ini membuktikan
54
bahwa tanpa pemberian aromaterapi, yaitu melakukan deep breathing juga
berpengaruh positif terhadap penurunan nyeri kala I fase aktif, lama persalinan
kala II, dan fetal outcome.
D. Efektivitas Aromaterapi Lavender dan Jasmine terhadap Penurunan Nyeri Kala
I Fase Aktif, Lama Persalinan Kala II, dan Fetal Outcome
Dalam penelitian ini, hasil uji statistik tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan pada penurunan nyeri kala I fase aktif, lama persalinan kala II, dan
fetal outcome antara kelompok aromaterapi lavender, aromaterapi jasmine, dan
tanpa aromaterapi. Penurunan skor nyeri yang terjadi pada ketiga kelompok
memiliki selisih sedikit yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut
Chang, Chen, & Huang (2006) dalam Molter (2010), nyeri persalinan
didefinisikan sebagai sebuah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan
dengan
multidimensi,
memiliki
faktor-faktor
spesifik
berdasarkan situasi, dan bervariasi pada seorang wanita dengan wanita lainnya.
Teori ini mendukung bahwa setiap individu memiliki persepsi nyeri yang
berbeda-beda karena faktor dari luar yang tidak dapat dikendalikan.
Pada ketiga kelompok juga memiliki lama persalinan kala II yang relatif
sama. Hal inilah yang menyebabkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada
uji statistik. Hasil tersebut didukung oleh penelitian yang telah dilakukan
Kaviani et al (2010) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan setelah
pemberian aromaterapi pada lama persalinan kala II pada kelompok
eksperimen maupun kontrol.
55
Fetal outcome yang ditunjukkan dari skor APGAR dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, salah satunya adalah durasi persalinan kala I maupun kala II.
Pada kala I, semua kelompok dianjurkan untuk melakukan teknik relaksasi
berupa deep breathing yang dapat meningkatkan suplai oksigen ke janin,
sedangkan pada durasi persalinan kala II, menurut hasil uji statistik
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada ketiga
kelompok. Inilah yang dapat menyebabkan bayi baru lahir pada ketiga
kelompok memiliki skor APGAR yang relatif sama.
Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Kheirkah M, et
al (2013), bahwa skor APGAR pada kelompok eksperimen maupun kontrol
dalam penelitiannya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada skor
APGAR setelah pemberian aromaterapi. Selain itu, penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Kaviani, et al (2010) dan Vakilian et al (2013) mendukung hasil
penelitian ini, yaitu bahwa pemberian aromaterapi pada kelompok eksperimen
dan kontrol tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap skor APGAR bayi
baru lahir.
Menurut Demir (2012), dari hasil tinjauan terhadap penelitian-penelitian
tentang aromaterapi, diperoleh bahwa para peneliti mendapatkan hasil yang
kurang efisien walaupun penggunaan aromaterapi dalam kesehatan semakin
meningkat seiring waktu. Data mengenai efisiensi minyak esensial atau
aromaterapi hanya tergantung pada pengalaman individual. Aromaterapi hanya
dapat digunakan sebagai terapi komplementer untuk melengkapi terapi
konvensional.
56
E. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini menggunakan sampel dengan jumlah sedikit, yaitu 10 responden
pada setiap kelompok dengan total 30 responden yang terdiri dari ibu bersalin
primipara maupun multipara sehingga tidak homogen dikarenakan waktu
penelitian yang terbatas. Aromaterapi diberikan melalui botol roll on dan
hanya diberikan saat terjadi kontraksi dengan durasi berbeda-beda. Selain itu,
peneliti tidak dapat mengendalikan faktor-faktor yang menjadi variabel
perancu sehingga kurang menunjukkan hasil yang signifikan.
Download