REPUBLIKA khazanah 20 Halaman >> Selasa > 31 Agustus 2010 IKHWAN AL-SHAFA MENYEBARKAN FILSAFAT RASA’IL TAK HANYA MEMBAHAS SOAL FILSAFAT, TAPI JUGA MERANGKUM ILMU LAINNYA. ● Angka MUSLIMHERITAGE.COM Yusuf Assidiq B asrah menarik perhatian para pegiat filsafat. Adalah sebuah perkumpulan filsuf dan sufi yang sangat rahasia bernama Ikhwan al-Shafa (Persaudaraan Suci) yang menjadi magnet dan pusat perhatian. Mereka muncul dan memainkan peran penting dalam pemikiran dan kajian filsafat. Nama mereka kian melambung melalui tulisan Rasa’il al-Ikhwan alShafa (risalah atau ensiklopedia). Meskipun masyhur, tak terlalu banyak yang diketahui tentang Ikhwan al-Shafa, terutama para aktor intelektualnya. Para sejarawan dari masa ke masa, berusaha menyingkap tabir misteri yang melingkupi persaudaraan ini. Informasi awal mengenai keberadaan mereka diperoleh dari buku harian milik seorang cendekia, Abu Hayyan al-Tauhidi. Ia hidup pada masa Ikhwan berkiprah (1023). Dalam bukunya, al-Tauhidi, seperti dikutip dari Atlas Budaya Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilang karya Ismail dan Lois Lamya al-Faruqi, menyebutkan lima tokoh Ikhwan. Mereka adalah Zaid ibnu Rifa’ah, Abu Sulaiman Muhammad ibnu Masyhar alBisti yang dikenal pula dengan nama alMaqdisi, Abu al-Hasan Ali ibnu Harun al-Zanjani, Abu Ahmad al-Mihrajani, serta al-Awqi. Nama-nama itu diyakini sebagai anggota kunci Ikhwan al-Shafa sekaligus penulis Rasa’il. Sebuah penjelasan yang tertulis dalam risalah itu mengungkapkan, persaudaraan ini solid dan memiliki banyak anggota. Keberadaan mereka tersebar di sejumlah negara Islam. Para ikhwan berasal dari beragam profesi, mulai dari kalangan kerajaan, wazir, gubernur, sastrawan, pedagang, bangsawan, ulama, ahli hukum, dan lainnya. Namun, sebagian sejarawan meragukan klaim itu, salah satunya, yakni alQifthi (1249). Menurut dia, apa yang tercantum dalam Rasa’il masih bisa mengundang perdebatan. Sebab, ujar dia, tidak ditemukan identitas para penulis risalah tersebut. Tak heran jika tetap beredar banyak spekulasi. Sebagian kalangan menganggap, Rasa’il adalah karya keturunan Khalifah Ali bin Abi Thalib. Ada juga yang berpendapat, penulisnya merupakan para filsuf Mu’tazilah periode pertama. Lebih jauh, Philip K Hitti dalam History of the Arabs mengungkap alasan kerahasiaan Ikhwan al-Shafa. Dia berpendapat, dalam perkembangannya, kelompok ini sempat melancarkan gerakan oposisi terhadap penguasa. Caranya adalah dengan mendiskreditkan sistem pemikiran dan agama yang populer. “Itulah mengapa aktivitas dan sifat keanggotaan mereka cenderung samar, misterius, dan rahasia,” ungkapnya. Adapun sebutan Ikhwan al-Shafa, sambung dia, kemungkinan diambil dari cerita seekor merpati dalam kisah Kalilah wa Dimnah. Ini adalah kisah tentang sekelompok hewan yang berpura-pura menjadi sahabat dekat atau ikhwan al-shafa, satu sama lain berhasil menghindar dari perangkap pemburu. Beberapa sumber sejarah menyebut bahwa ikhwan adalah perkumpulan para pemikir yang menuangkan gagasan dan ide dalam ranah filsafat Islam. Kelompok ini memiliki banyak nama, antara lain Khulan al-Wafa’, Ahl al-Adl, dan Abna’ al-Hamd, dan membangun cabang di Baghdad, ibu kota kekhalifahan Abbasiyah. “Ikhwan al-Shafa membentuk bukan saja pertalian filosofis, melainkan juga religius politis,” papar Philip K Hitti lagi. Terlepas dari polemik tentang identitas Ikhwan, tak bisa dimungkiri kontribusi mereka bagi perkembangan gerakan kajian filsafat dalam Islam pada abad pertengahan. Kelompok ini menghimpun pemikiran dan doktrin filsafat dalam Rasa’il alIkhwan al-Shafa yang disusun seperti ikhtisar atau ensiklopedi tentang ilmu pengetahuan. Gaung karya mereka ini sangat luar biasa. Karya monumental ini telah memengaruhi ensiklopedi-ensiklopedi ilmu setelahnya serta dipelajari di berbagai negara. Secara keseluruhan, Rasa’il terdiri atas 52 risalah. Tema besar Ikhwan adalah ingin mengembalikan keutamaan etika Islam yang asli. Ikhwan menganggap, sebagian jiwa manusia sudah terkontaminasi dengan kesesatan dunia sehingga harus dibimbing ke jalan yang benar. Dan melalui filsafat, seseorang bisa mendekatkan diri lagi dengan Tuhan. Oleh karena itu, Ikhwan sangat men- ● Manuskrip tentang Ikhwan al-Shafa MUSLIMHERITAGE.COM dorong terwujudnya perpaduan antara filsafat Yunani dan syariat, seperti pernah dirintis oleh Ibnu Sina atau alFarabi. Bila keduanya dapat menyatu, terciptalah formula yang sempurna. “Hanya filsafat yang dapat memberikan kebenaran doktrin dan kearifan praktis,” demikian tulisan yang tertuang dalam Rasa’il. Tentang syariat dan filsafat, kelompok ini mempunyai penjelasan tersendiri. Syariat dipandang sebagai obat bagi orang sakit. Begitu pula, menjadi sarana untuk penyembuhannya. Di sisi lain, filsafat sebagai obat bagi WIKIMEDIA.COM orang sehat, dimaksudkan untuk menjaga kesehatannya. Filsafat juga bisa memungkinkan manusia meraih kebajikan serta mempersiapkan untuk menuju keabadian. Dengan begitu, ada kaitan di antara keduanya. Filsafat menempatkan syariat dalam skemanya walaupun syariat menolak filsafat. Ikhwan juga menaruh perhatian besar terhadap ilmu pengetahuan. Menurut mereka, ilmu pengetahuan dan upaya mencarinya, berada di urutan terdepan di antara berbagai kebajikan. Ini adalah kewajiban utama setelah pengakuan akan keberadaan Allah SWT dan Rasulullah SAW. Antusiasme terhadap ilmu pengetahuan, dipercaya dapat membawa pada kesempurnaan, karena pengetahuan, kebajikan, dan kebaikan, saling terkait satu sama lain. Pengetahuan memberikan kebajikan ataupun keuntungan moral serta material. Pengetahuan yang telah diperoleh hendaknya diajarkan kepada saudara atau orang lain. Ini merupakan media paling penting untuk membangun hubungan moral antarpribadi. “Mengajar dan mendidik atau menyebarkan pengetahuan adalah esensi dari segala sesuatu yang baik.” Dengan alasan semacam itu, ujar Ismail dan Lois Lamya al Faqruqi, persaudaraan ini mempelajari dan mengkaji hampir seluruh cabang ilmu. Mereka lantas menyusunnya dengan ringkas menjadi satu struktur tunggal. Maka itu, pada risalah-risalah yang Ikhwan al-Shafa tulis tercantim semua bidang kajian keilmuan. Mulai dari botani, genekologi, mineralogi, matematika, geografi, musik hukum, keagamaan, dan lainnya. Ikhwan al-Shafa mengelompokkan ilmu berdasarkan makna etikanya. Dan, dari semua itu, struktur penyatunya adalah syariat. ■ ed: ferry kisihandi Wawasan Keilmuan dalam Rasa’il Yusuf Assidiq asa’il merupakan karya besar Ikhwan al Shafa yang ditulis oleh para tokohnya. Terdapat ikhtisar di bagian akhirnya, dan konon dibuat al Majriti, yang wafat tahun 1008 Masehi. Ia dianggap salah satu dari anggota persaudaraan tersebut. Lewat sarjana ini pula pengaruh dan pemikiran Ikhwan dibawa ke Andalusia. Ada sebanyak 52 risalah dalam karya Ikhwan al-Shafa itu, terbagi dalam empat bagian. Pertama, terdiri dari empat belas risalah matematis mengenai angka. Anggota persaudaraan ini menganggap angka sebagai media penting dalam mengkaji filsafat serta akar dari semua R SUFINEWS.COM sains, sumber kebijaksanaan, kognisi, serta pembentuk makna. Bagian ini dibagi lagi menjadi sembilan kelompok yakni pendahuluan, bahasan tentang geometri, astronomi, musik, geografi, proporsi harmonik, seni-seni teoritis dan praktis, dan etika. Sedangkan bagian kedua, berisi 17 risalah. Tema yang ditekankan adalah menyangkut aspek fisik-materiil. Hampir seluruh risalah pada bagian ini menyinggung karya Aristoteles. Kajian epistemologi, psikologi, dan linguistik yang tidak terdapat dalam korpus Aristotelian, masuk di sini. Bagian ketiga terdapat sebanyak 10 risalah, bahasannya mengenai prinsip intelektual, hari kebangkitan, hakikat cinta dan lainnya. Ini semua mencakup gagasan psikologis rasional. Di bagian terakhir atau keempat terdapat 14 risalah yang memberi penjelasan bagaimana cara mendekatkan diri dengan Tuhan. Di samping itu, beberapa alineanya mengurai secara spesifik ajaranajaran Ikhwan, akidah dan pandangan hidup persaudaraan itu, serta tema-tema kerohanian. Philip K Hitti memandang, sebanyak 51 risalah pertama merupakan pengantar untuk risalah terakhir yang menjadi rangkuman seluruh pengetahuan. Risalah menggunakan bahasa Arab. ‘’Ini menunjukkan bahasa Arab pada masa itu telah menjadi sarana memadai untuk menuangkan pemikiran ilmiah,’’ ujarnya. Sejarawan ini mencatat pula bahwa sejumlah tokoh terkemuka yang terpengaruh oleh karya dan tulisan Ikhwan. Salah satunya adalah al-Ghazali. Filsuf dan ilmuwan ini bahkan menggunakan tulisan-tulisan milik Ikhwan dengan seksama pada beberapa literatur ilmiahnya. Melalui penjelasan komprehensif dari risalah, akhirnya dapat diketahui berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang berkembang di dunia Islam. Dari situ pula, generasi berikut dapat menggali kembali warisan peradaban Islam yang pernah mencapai puncak kejayaan dalam khazanah sains dan teknologi. ■ ed: ferry kisihandi