PENGEMBANGAN METODE KAJIAN RISIKO IKLIM FOKUS ANAK Temuan Kunci 1. Perubahan iklim dapat berdampak terhadap capaian Kota Surabaya sebagai Kota Layak Anak 2. Diperlukan sebuah metode untuk menilai tingkat risiko kota surabaya terhadap dampak perubahan iklim 3. Metode kajian risiko iklim fokus anak dikembangkan berdasarkan kondisi biofisik, sosial dan ekonomi kota Surabaya 4. Metode yang dikembangkan ditujukan untuk memetakan wilayah berpotensi kejadian bencana 5. Metode kajian risiko iklim yang dikembangkan bermanfaat sebagai “self assessment” kota surabaya untuk penyusunan strategi pembangunan adaptif perubahan iklim fokus anak 6. Prioritas pelaksanaan aksi Perubahan Iklim dan Kejadian Bencana Indonesia adalah negara yang rentan terhadap bencana alam geologis termasuk bencana yang terkait iklim (climate related hazards). Dalam beberapa dekade terakhir, frekuensi bencana yang terkait iklim (bencana hidrometeorologis), seperti banjir, kekeringan dan angin puting beliung meningkat. Fenomena tersebut, dapat terjadi karena pola curah hujan yang tidak menentu dan terkait dengan konsekuensi perubahan iklim global. Fenomena perubahan iklim juga telah menjadi perhatian dunia dikarenakan adaptasi sebaiknya potensi dampak negatif pada kehidupan disesuaikan dengan masyarakat. Memahami potensi dampak perencanaan pembangunan tersebut, Pemerintah Indonesia telah tingkat kota dan kelurahan cukup aktif melakukan berbagai kajian di Kota Surabaya penilaian risiko dampak perubahan iklim (ICCSR 2010) dalam upaya Anak-anak belajar langsung menanam untuk mengenalkan aksi pelestarian lingkungan sebagai bagian dari upaya pengurangan risiko bencana Kerjasama : mengidentifikasi langkah-langkah Penyusun: adaptasi untuk mengurangi potensi dampak negatif perubahan iklim. Perdinan, Yon Sugiarto, Ujang Sehabudin, Impron, Tri Atmaja, Ryco F Adi, Enggar Y Arini 1 Dokumen nasional adaptasi perubahan iklim juga sudah dikeluarkan (BAPPENAS 2013). Walaupun demikian, kajiankajian dampak iklim tersebut lebih diarahkan pada dampak KOTA SURABAYA Jumlah Kecamatan Jumlah Kelurahan : 31 : 154 wilayah dan/atau sektor, sementara kajian yang secara khusus fokus pada kehidupan anak masih relatif jarang atau dirasakan kurang. Kajian UNICEF (2011) melaporkan bahwa perubahan iklim dapat memiliki dampak negatif terhadap kehidupan anak-anak sebagai kelompok dengan jumlah populasi sekitar sepertiga total populasi dunia. Dibandingkan dengan kelompok orang dewasa, anak-anak lebih rentan terhadap dampak negatif perubahan lingkungan, misalnya: kualitas udara yang buruk dan udara panas lingkungan, dikarenakan kondisi fisik, kognitif dan fisiologi yang belum matang. Dampak Perubahan Iklim pada Anak Kondisi lingkungan sekitar tempat tinggal anak-anak berkontribusi terhadap kerentanan dan tingkat risiko anak- 27,6 % Persentase jumlah anak terhadap jumlah penduduk di kota Surabaya (BPS, 2010) 45,1 % Rasio jumlah anak terhadap jumlah angkatan kerja di kota Surabaya (BPS, 2010) anak terhadap dampak suatu kejadian bencana. Misalnya, anak-anak yang tinggal di wilayah-wilayah pesisir kota diidentifikasi memiliki risiko bencana cukup tinggi. Dampak perubahan iklim global yang disinyalir dapat meningkatkan frekuensi kejadian bencana terkait iklim (e.g., banjir, kekeringan, longsor, dan angin puting beliung) diproyeksikan dapat meningkatkan tingkat risiko suatu wilayah terhadap dampak dari peningkatan frekuensi kejadian bencana tersebut. Keadaan ini dapat Tujuan berdampak negatif terhadap kehidupan anak-anak di wilayah rentan bencana. Dengan pertimbangan tersebut perlu dilakukan “Anak-anak masuk dalam kelompok rentan dari dampak perubahan iklim (Unicef, 2011)“ kajian untuk mengukur tingkat risiko dampak perubahan iklim dengan fokus kehidupan anakanak (Child Centered Risk Assessment). Kajian ditujukan untuk memetakan lokasi-lokasi berisiko tinggi dan mengidentifikasi langkah-langkah adaptasi berdasarkan faktor-faktor berkontribusi besar terhadap kerentanan dan risiko suatu wilayah/lokasi. Langkah adaptasi tersebut dilakukan dalam upaya mengantisipasi dampak negatif perubahan iklim. Kajian tersebut juga sejalan dan dapat mendukung implementasi Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim yang telah diluncurkan Pemerintah Indonesia (BAPPENAS 2013). Inisiatif pelaksanaan kajian risiko perubahan iklim fokus anak juga cukup inovatif di Indonesia dengan pertimbangan Kegiatan ditujukan untuk mengembangkan metode kajian risiko iklim fokus anak dengan memetakan tingkat kerentanan/ risiko wilayah dan mengidentifikasi dominan faktor yang berkontribusi terhadap tingkat kerentanan/ risiko. Pemanfaatan hasil kajian risiko ditujukan untuk penyusunan langkahlangkah adaptasi perubahan iklim kurangnya informasi mengenai metode dan hasil kajian-kajian perubahan fokus anak di Indonesia. 2 Pengembangan Metode Kajian Risiko Bencana terkait Iklim Fokus Anak Pengembangan metode kajian risiko dilakukan melalui kerjasama dengan Gugus Tugas Layak Anak (GTLA) dan PEMKOT Surabaya. Metode kajian risiko disusun untuk tiga jenis bencana terkait iklim yang relatif sering terjadi di kota Surabaya, yaitu: banjir, kekeringan dan angin puting beliung. Metode kajian risiko dikembangkan berdasarkan konsep risiko yang dilaporkan IPCC (2014) dan PERKA BNPB 02/2012. Risiko bencana iklim (R) suatu wilayah diukur berdasarkan indeks ancaman (H), kerentanan (S/C) dan keterpaparan (E). Indeks ancaman mengukur potensi kejadian suatu jenis bencana pada suatu wilayah, sementara kedua indeks lainnya mengukur tingkat ketahanan masyarakat dalam menghadapi suatu kejadian bencana terkait iklim. Teknik yang dikembangkan berdasarkan pendekatan nilai ambang batas untuk indeks ancaman, keterpaparan dan kerentanan (fungsi dari sensitivitas dan kapasitas). Perubahan iklim masa depan C H diproyeksikan berdasarkan model iklim global (BCC dan CESM) dengan menggunakan skenario emisi Representative Carbon Pathway (RCP) 4.5. Luaran dari kegiatan R penyusunan metode ini adalah indikator-indikator penyusun kajian risiko iklim, dengan indikator kerentanan dan keterpaparan disusun E S untuk menganalisis kerentanan dan risiko fokus anak. 3 Kondisi Iklim Wilayah dan Proyeksi Perubahan Iklim Suhu udara rata-rata harian Kota Surabaya berkisar antara 27 - 31 oC. Kota Surabaya yang berada di wilayah tropis menyebabkan variasi suhu udara relatif rendah. Suhu udara minimum berkisar antara 20 25 oC sedangkan maksimum berkisar antara 33 - 38 oC. Suhu udara rendah cenderung terjadi pada bulanbulan kering (Juni, Juli dan Agustus) sedangkan suhu udara tinggi terjadi pada bulan Oktober dan November. Hal ini mengindikasikan terjadi lag suhu udara kurang lebih dua sampai tiga bulan dari puncak musim kemarau yang umumnya terjadi pada bulan Juli sampai Agustus di wilayah Indonesia. Kota Surabaya memiliki pola curah hujan monsunal. Musim hujan terjadi sekitar bulan November sampai April. Curah hujan maksimum terjadi pada bulan Januari sedangkan curah hujan minimum terjadi pada Agustus. Proyeksi suhu udara dan curah hujan di Kota Surabaya dilakukan dengan menggunakan data Worldclim keluaran dari model BCC dan CESM dengan skenario RCP 4.5. Proyeksi dibagi menjadi dua periode masa depan, yaitu periode 2030 (2011-2040) dan 2050 (2041-2070). Hasil proyeksi dikeluarkan secara terpisah untuk Suhu udara rata-rata dan curah hujan tahunan di Kota Surabaya berdasarkan data Worldclim (baseline) serta proyeksinya untuk tahun 2030 dan 2050 suhu maksimum, suhu rata-rata, dan suhu minimum dan curah hujan. Peta hasil proyeksi suhu udara pada gambar di atas “ Peningkatan menunjukkan adanya peningkatan suhu udara di masa intensitas curah depan. Peningkatan suhu ini berlaku umum untuk seluruh hujan di musim hujan Kota Surabaya. Peningkatan suhu yang terjadi berkisar antara 1 hingga 1.5 ⁰C berpotensi menyebabkan banjir. dari kondisi baseline ke tahun proyeksi (2030 dan 2050). Wilayah yang memiliki Sementara, suhu tertinggi berada pada wilayah utara kota Surabaya. rendahnya total curah hujan tahunan Proyeksi rataan curah hujan tahunan menunjukkan potensi penurunan total menunjukkan total curah hujan pada tahun 2030 dan 2050 dibandingkan kondisi baseline. Curah curah hujan musim hujan tahunan memiliki nilai maksimum mencapai 1730 mm pada kondisi kemarau menjadi baseline, sementara pada tahun proyeksi mengalami penurunan sekitar 70 – lebih rendah atau 100 mm. Total curah hujan pada musim hujan diproyeksikan mengalami terjadi musim kemarau yang lebih kenaikan dari kondisi baseline sekitar 0 – 20 mm. Hal ini menunjukan adanya panjang " potensi cuaca ekstrim yang muncul di musim-musim tertentu. 4 Potensi Bencana terkait Iklim Tingkat bencana banjir di kota surabaya pada saat ini Banjir bervariasi antara tingkat sedang sampai tinggi antara 0.55 - 0,83. Indeks pada peta menunjukkan potensi wilayah mengalami kejadian banjir. Tingkat ancaman bencana banjir tertinggi di Kota Surabaya berada pada wilayah Timur (Kel. Keputih) dan sebagian wilayah Utara dan tengah (Kel. Sawahan, Simolawang dan Tambakrejo). Wilayah selatan Kota Surabaya relatif aman dari ancaman banjir. Sebagian wilayah tengah kota juga memiliki tingkat ancaman yang tinggi. Kekeringan Tingkat bahaya bencana kekeringan di Kota Surabaya berada pada rentang 0.58 - 0.82. Sebaran tingkat ancaman kekeringan tinggi berada pada wilayah Selatan sampai Barat Kota Surabaya. Sebagian wilayah pantai Utara (mulai Kec Pakal sampai Bulak) dan Timur (Kec. Mulyorejo, Sukolilo, Rungkut dan Gununganyar) memiliki tingkat ancaman kekeringan yang rendah sampai sedang. Kelurahan Sawahan, Simolawang dan Puting Beliung Tambakrejo merupakan tiga kelurahan dengan tingkat bahaya bencana banjir dan kekeringan yang tinggi. Tingkat bahaya bencana puting beliung berada ada selang rendah (0.34) sampai tinggi (0.80). Sebaran tingkat bahaya bencana puting beliung cenderung sama dengan kekeringan kecuali sebagian wilayah Barat Daya Kota Surabaya. Hasil proyeksi di tahun 2030 dan 2050 menunjukkan bertambahnya jumlah daerah yang mengalami peningkatan indeks ancaman bencana banjir. Peningkatan jumlah curah hujan di musim hujan menyebabkan wilayah yang mengalami peningkatan potensi kejadian Potensi ancaman bencana terkait iklim di Kota Surabaya pada saat ini (baseline) banjir akan bertambah walaupun berdasarkan luaran proyeksi iklim, secara tahunan curah hujan mengalami penurunan yang kecil. Di tahun 2030 dan 2050 wilayah yang mengalami peningkatan ancaman banjir semakin meluas terutama di wilayah Timur dan Utara Kota Proyeksi bahaya banjir dengan model BCC dan skenario RCP4.5 2030 2050 Surabaya. Untuk kajian lebih lanjut, penentuan nilai ambang batas berdasarkan nilai indeks diperlukan untuk menentukan wilayah rentan kejadian banjir. Potensi ancaman bencana banjir di Kota Surabaya pada tahun proyeksi 2030 dan 2050 5 Keterpaparan dan Kerentanan Wilayah Dalam rangka pengembangan metodologi, dilakukan analisis tingkat keterpaparan (exposure) berdasarkan pendekatan standarisasi (interval) dan nilai median. Kedua pendekatan ini memberikan karateristik hasil yang berbeda. Sebagai contoh, berdasarkan metode standarisasi, mayoritas kelurahan di wilayah Kota Surabaya memiliki tingkat keterpaparan “sangat rendah” (SR), sedangkan jika menggunakan metode median, mayoritas kelurahan tergolong “sedang” (S). Berdasarkan metode median, terdapat sejumlah kelurahan yang tingkat keterpaparannya tergolong “tinggi” (T), sedangkan pada metode selang tidak ada. Dengan demikian, metode median relatif lebih memberikan gambaran tingkat keterpaparan yang lebih bervariasi dan realistis. Analisis selanjutnya dilakukan menggunakan normalisasi nilai median. Tingkat keterpaparan per kelurahan di Kota Surabaya dengan metode standarisasi (kiri) dan median (kanan) Tingkat kerentanan (vulnerability) diturunkan dari komponen Wilayah dengan tingkat kerentanan “tinggi” sebagian besar berada pada wilayah Utara Kota Surabaya sebagai dampak kurangnya sub indikator kesiapsiagaan bencana, jumlah fasiltas umum yang tersedia serta tingkat kesejahteraan keluarga dan masyarakat yang rendah Jumlah kelurahan untuk setiap tingkat kerentanan di Kota Surabaya sensitivitas dan kapasitas adaftif, dianalisis dengan pendekatan normalisasi nilai median. Kerentanan berkorelasi positif dengan sensitivitas; semakin sensitif suatu daerah semakin tinggi tingkat kerentanannya bila terjadi bencana. Mayoritas kelurahan di Kota Surabaya memiliki tingkat sensitivitas “sedang”. Tingkat kerentanan per kelurahan di Kota Surabaya 6 Risiko Bencana terkait Iklim Saat Ini Penilaian risiko bencana iklim dihitung masing- Risiko Bencana Banjir Baseline masing berdasarkan pada bahaya bencana banjir, kekeringan dan puting beliung. Hasil penilaian risiko di Kota Surabaya menunjukkan bahwa indeks risiko untuk masing-masing bencana banjir, kekeringan dan puting beliung pada saat ini (baseline) bervariasi antara tingkat rendah sampai tinggi. Berdasarkan normalisasi median, sebaran nilai risiko bencana banjir berada antara 0.33 - 0.73. Sebagian besar Kota Surabaya bagian utara memiliki tingkat risiko sedang sampai tinggi. Kelurahan yang memiliki tingkat risiko bencana Risiko Bencana Kekeringan Baseline banjir tinggi adalah Lontar, Simomulyo, Simolawang, Sidotopo, Pegirian, Wonokusumo dan Gading. Beberapa daerah dengan tingkat risiko bencana banjir tinggi, seperti kelurahan Lontar dan Simomulyo lebih sebagai dampak dari tingkat kerentanan dan keterpaparan yang tinggi walau tingkat ancaman bencana banjir ada dikategori sedang. Dalam hal ini, faktor sosial dan ekonomi wilayah memiliki kontribusi yang tinggi terhadap risiko bencana di wilayah tersebut. Tingkat risiko bencana kekeringan memiliki nilai Risiko Bencana Puting Beliung Baseline antara 0.33 - 0.72. Sebaran wilayah dengan tingkat risiko tinggi juga berada pada lokasi yang memiliki tingkat risiko bencana banjir tinggi. Hal ini dapat berarti bahwa sebagian besar wilayah di Kota Surabaya bagian utara memiliki potensi tinggi bencana banjir dan kemarau setiap tahun. Secara umum sebaran tingkat risiko bencana puting beliung juga mengikuti tingkat risiko bencana lainnnya dengan selang antara 0.25 0.72. Sampai saat ini, kajian mengenai penyebab dan proses kejadian puting beliung masih belum banyak dilakukan. Oleh karena itu kontribusi tingkat kerentanan dan keterpaparan menjadi lebih kuat dari tingkat bahaya bencana yang dihitung. Risiko bencana terkait iklim pada saat ini (baseline) di Kota Surabaya 7 Proyeksi Risiko Bencana terkait Iklim Perubahan intensitas, pola, dan distribusi curah hujan dapat meningkatkan bahaya Banjir BCC RCP 4.5 2030 Banjir BCC RCP 4.5 2050 Banjir CESM RCP 4.5 2030 Banjir CESM RCP 4.5 2050 terkait iklim baik untuk bencana banjir, kekeringan dan angin puting beliung. Hasil penilaian risiko di Kota Surabaya berdasarkan proyeksi menggunakan model iklim BCC dan CESM dengan skenario RCP 4.5 pada tahun 2030 dan 2050 menunjukkan hasil sebagai berikut : a. Risiko Bencana Banjir Sebaran indeks risiko banjir untuk setiap kelurahan pada model proyeksi iklim memberikan hasil yang tidak banyak Kekeringan BCC RCP 4.5 2030 Kekeringan BCC RCP 4.5 2050 Kekeringan CESM RCP 4.5 2030 Kekeringan CESM RCP 4.5 2050 Puting Beliung BCC RCP 4.5 2030 Puting Beliung BCC RCP 4.5 2050 Puting Beliung CESM RCP 4.5 2030 Puting Beliung CESM RCP 4.5 2050 berbeda baik untuk proyeksi tahun 2030 maupun 2050. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua model dan kedua tahun proyeksi. Jika dibandingkan dengan kondisi baseline, terdapat peningkatan risiko banjir pada wilayah Kota Surabaya bagian Timur di tahun proyeksi 2030 dan 2050. b. Risiko Bencana Kekeringan Sebaran indeks risiko kekeringan untuk setiap kelurahan pada model proyeksi iklim memberikan hasil tidak banyak berbeda baik untuk proyeksi tahun 2030 maupun 2050. Jika dibandingkan dengan kondisi baseline, tidak terdapat peningkatan risiko kekeringan yang jelas pada tahun 2030 dan 2050. c. Risiko Bencana Angin Puting Beliung Sama dengan bencana banjir dan kekeringan, distribusi indeks risiko puting beliung untuk setiap kelurahan pada model proyeksi iklim memberikan hasil yang tidak berbeda jelas baik untuk proyeksi tahun 2030 maupun 2050. Risiko bencana terkait iklim pada tahun proyeksi 2030 dan 2050 di Kota Surabaya 8 Pengembangan Pilihan Adaptasi Tingkat Kota Penyusunan pilihan adaptasi didasarkan pada prioritas komponen sensitivitas dan keterpaparan. Berdasarkan kriteria ketiga komponen tersebut, maka dihasilkan jumlah kelurahan untuk masing-masing komponen. Pengembangan pilihan adaptasi dilakukan dengan memanfaatkan hasil pemetaan tingkat risiko iklim wilayah untuk menunjukkan lokasi-lokasi prioritas. Dengan menggunakan peta risiko dapat diidentifikasi wilayah-wilayah berisiko tinggi terhadap kejadian bencana terkait iklim. Berdasarkan analisis, direkomendasikan langkah adaptasi yang secara langsung berkaitan erat dengan anak, yaitu: • program wajib belajar pendidikan dasar, • pengembangan fasilitas pendidikan anak • fasilitas dan tenaga kesehatan • penataan lingkungan tempat tinggal, seperti perumahan. Langkah adaptasi tersebut secara umum telah disusun oleh Pemkot Surabaya sebagaimana tercantum dalam RTRW. Program adaptasi yang tercantum dalam RTRW Kota Surabaya pada dasarnya sejalan dengan langkah adaptasi hasil analisis. Walaupun belum secara spesifik menyebutkan lokasi kelurahan “Program adaptasi yang tercantum dalam RTRW Kota Surabaya pada dasarnya sejalan dengan langkah adaptasi hasil analisis” pelaksanaan program tersebut, hanya menyatakan Jumlah kelurahan berdasarkan indikator prioritas sensitivitas, keterpaparan dan kapasitas di Kota Surabaya seluruh Kota Surabaya. Dengan demikian, langkah adaptasi yang disusun dapat memberikan arahan program dan lokasi kepada Pemkot Surabaya untuk melaksanakan program adaptasi sehingga sasarannya lebih efektif. Misalnya saja untuk program pembangunan fasilitas pendidikan SD diprioritaskan pada 81 kelurahan, fasilitas kesehatan di 81 kelurahan, pengembangan sistem informasi bencana alam di 105 kelurahan, dan sosialisasi kebencanaan di hampir seluruh kelurahan. 9 Pengembangan Pilihan Adaptasi Tingkat Kelurahan Pengembangan pilihan adaptasi dilakukan dengan memanfaatkan hasil pemetaan tingkat risiko iklim wilayah untuk menunjukkan lokasi-lokasi prioritas. Dengan menggunakan peta risiko dapat diidentifikasi wilayah-wilayah berisiko tinggi terhadap kejadian bencana terkait iklim. Wilayah-wilayah tersebut kemudian dapat dijadikan target pelaksanaan pilihan adaptasi. Pilihan adaptasi untuk wilayah-wilayah target tersebut disusun berdasarkan identifikasi indikator yang berkontribusi besar terhadap tingkat risiko iklim. Penyusunan pilihan adaptasi dilakukan dengan memetakan faktor-faktor berkontribusi besar terhadap komponen risiko (i.e., sensitivitas, kapasitas adaptasi, dan keterpaparan) yang dipergunakan untuk mengukur ketahanan wilayah (resiliensi) dalam menghadapi dampak kejadian iklim. Identifikasi faktor-faktor dominan tersebut dapat dilakukan untuk masing-masing kelurahan di wilayah Kota Surabaya, khususnya kelurahan dengan tingkat risiko iklim tinggi. Proses identifikasi dilakukan dengan menggunakan petal chart. Analisis petal chart menunjukkan indikator sensitivitas dan keterpaparan yang memiliki nilai tinggi atau indikator kapasitas adaptif yang memiliki nilai rendah sehingga perlu diintervensi dengan pilihan adaptasi yang ada. “Pada kasus dibeberapa kelurahan seperti Simolawang, faktor dominan yang berkontribusi terhadap tingginya tingkat keterpaparan adalah populasi anak" Pada kasus dibeberapa seperti Kelurahan Simolawang, Contoh petal chart untuk identifikasi faktor-faktor dominan terhadap tingkat Sensitivitas, Kapasitas Adaptasi, dan Keterpaparan untuk Kelurahan Simolawang (kiri), tambakdono (tengah) dan Sidodadi (bawah), Kota Surabaya faktor dominan yang berkontribusi terhadap tingginya tingkat keterpaparan adalah populasi anak. Untuk mengurangi tingkat keterpaparan, intervensi adaptasi perlu diarahkan untuk mengatasi masalah populasi anak yang relatif tinggi. Untuk sensitivitas, dapat dilihat bahwa kedua faktor memiliki kontribusi yang seimbang. Sementara untuk kapasitas adaptif, akses telekomunikasi harus menjadi perhatian utama karena nilainya yang sangat kecil dibanding akses kesehatan, air minum, pendidikan dan akses listrik. Pengambil kebijakan selanjutnya dapat menyelaraskan pilihan adaptasi dengan perencananaan program pembangunan agar pilihan adaptasi terpilih dapat mendukung target pembangunan, khususnya target capaian Kota Layak Anak. Seluruh kelurahan diharapkan dapat memiliki contoh petal chart di atas sehingga masing-masing dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian dan disinergikan dengan rencana atau program kerja jangka pendek dan panjang. 10 Evaluasi Penggunaan Metode Kajian Risiko Hasil pengembangan metode untuk penilaian risiko terhadap bencana terkait iklim yang dihasilkan telah dianalisis lebih lanjut menggunakan data-data yang tersedia untuk menghasilkan peta-peta risiko bencana terkait iklim. Selanjutnya telah diidentifikasi pula berbagai indikator penting untuk ditindaklanjuti melalui penyusunan langkah-langkah adaptasi. Hasil pengembangan metode penilaian risiko diharapkan juga telah memenuhi sebagian besar indikator terkait anak yang penting. Oleh karena itu dilakukan evaluasi dalam bentuk FGD bersama anak-anak dari dua sekolah yang menjadi pilot project dalam upaya pencapaian kota layak anak di Surabaya. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa sebagian besar data penyusun indikator seperti kepadatan anak serta fasilitas terkait anak (sekolah, taman bermain, sarana kesehatan, pasar) baik dalam hal ketersediaan maupun jarak memiliki kontribusi penting dalam penilaian risiko dan merupakan aspek penting bagi anak dalam menilai kelayakan kotanya. Diseminasi dan Pelatihan Validasi penilaian risiko bersama siswa sekolah dasar di kota surabaya Diseminasi hasil kegiatan dilakukan sebagai upaya sosialiasi hasil pengembangan metode penilaia risiko kepada pemerintah kota Surabaya khususnya gugus tugas kota layak anak serta seluruh pihak terkait dalam penanganan bencana di kota Surabaya. Diseminasi juga dilakukan untuk memberikan gambaran bagaimana hasil penilaian risiko yang telah dilakukan dan bagaimana pemerintah daerah merespon hasil penilaian tersebut dalam upaya mengantisipasi besaran risiko untuk meminimalisasi kerugian yang besar di masa depan. Respon pemerintah daerah ini diharapkan dapat dilakukan dalam bentuk penyusunan program-program pembangunan sebagai terjemahan dari langkah adaptasi yang disusun untuk menindakanjuti hasil penilaian risiko saat ini dan di masa depan. Peningkatan kapasitas dalam bentuk pelatihan juga dilakukan selama dua hari dengan peserta anggota gugus tugas layak anak di Kota Surabaya. Peserta belajar dari mulai konsep dasar sains perubahan iklim, melakukan analisis penilaian risiko bencana terkait iklim dan menindaklanjutinya dengan menyusun langkah-langkah adaptasi untuk kemudian diterjemahan dalam bentuk program pembangunan. 11 12