BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang DIC dapat terjadi hampir pada semua orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan.( Susanne G. 2002) Koagulasi intravaskular diseminata atau lebih populer dengan istilah aslinya, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan diagnosis kompleks yang melibatkan komponen pembekuan darah akibat penyakit lain yang mendahuluinya. Keadaan ini menyebabkan perdarahan secara menyeluruh dengan koagulopati konsumtif yang parah. Banyak penyakit dengan beraneka penyebab dapat menyebabkan DIC, namun bisa dipastikan penyakit yang berakhir dengan DIC akan memiliki prognosis malam. Meski DIC merupakan keadaan yang harus dihindari, pengenalan tanda dan gejala berikut penatalaksanaannya menjadi hal mutlak yang tak hanya harus dikuasai oleh hematolog, namun hampir semua dokter dari berbagai disiplin.( Sean Stitham,.2008) DIC merupakan kelainan perdarahan yang mengancam nyawa, terutama disebabkan oleh kelainan obstetrik, keganasan metastasis, trauma masif, serta sepsis bakterial. Terjadinya DIC dipicu oleh trauma atau jaringan nekrotik yang akan melepaskan faktor-faktor pembekuan darah. Endotoksin dari bakteri gram negatif akan mengaktivasi beberapa langkah pembekuan darah. Endotoksin ini pula yang akan memicu pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel mononuklear dan endotel. Sel yang teraktivasi ini akan memicu terjadinya koagulasi yang berpotensi menimbulkan trombi dan emboli pada mikrovaskular. Fase awal DIC ini akan diikuti fase consumptive coagulopathy dan secondary fibrinolysis. Pembentukan fibrin yang terus menerus disertai jumlah trombosit yang terus menurun menyebabkan perdarahan dan terjadi efek antihemostatik dari produk degradasi fibrin. Pasien akan mudah berdarah di mukosa, tempat masuk jarum suntik/infus, tempat masuk kateter, atau insisi bedah. Akan terjadi akrosianosis, trombosis, dan perubahan pre gangren pada jari, genital, dan hidung akibat turunnya pasokan darah karena vasospasme atau mikrotrombin.( Levi M. 2005) 1 B. Permasalahan Permasalahan yang timbul sehingga disusunnya asuhan keperawatan ini adalah bagaimana seharusnya tindakan asuhan keperawatan pada kasus Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)? C. Tujuan Tujuan disusunnya asuhan keperawatan ini adalah: 1. Tujuan Umum Untuk memenuhi kegiatan belajar mengajar dari mata kuliah sistem imun 2. Tujuan Khusus 2.1 Memperoleh gambaran mengenai Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) 2.2 Mahasiswa mampu memahami penyebab Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) 2.3 Mahasiswa mampu mengetahui gejala Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) 2.4 Dapat memahami tentang konsep asuhan keperawatan pasien dengan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) 2 BAB II TINJAUAN TEORI A. Anatomi Fisiologi Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) 1. Darah Darah merupakan bagian dari cairan ekstrasel yang berfungsi : Mengangkut oksigen dari paru2 Bahan nutrisi dari saluran cerna Mengangkut hormon dari kelenjar endokrin Bahan tersebut diangkut keseluruh sel, dimana bahan tersebut akan berdifusi dari kapiler ke jaringan interstitiel selanjutnya masuk kedalam sel untuk digunakan dalam aktivitas sel. Bahan yang dihasilkan dari metabolisme sel akan dikeluarkan dan diangkut oleh darah untuk diekskresi. Fungsi Darah : Fungsi transport Fungsi regulasi Fungsi pertahanan tubuh Komposisi darah : Plasma 55 % dari volume darah Sel darah 45 % dari volume darah Komposisi plasma : Air ; (90-92 %) sebagai pelarut, absorbsi dan pelepasan panas Protein -Albumin ; dihasilkan di hati berfungsi mempertahankan tekanan osmotik agar normal (25 mmHg) -Globulin ; berfungsi untuk respon imun -Fibrinogen ; berfungsi untuk pembekuan darah Komposis sel darah 1.Leukosit ; - Granulosit (neutrofil, eosinofil, basofil) - Agranulosit (monosit, limfosit) 2.Eritrosit 3.Trombosit Granulosit : berasal dari sel induk di sumsum tulang merah dari mieloblas menjadi mielosit sebelum berdiferensiasi menjadi salah satunya 3 Neutrofil : fungsi utamanya melindungi terhadap benda asing yang masuk tubuh khususnya kuman dan melenyapkan bahan limbah. Sel-sel ini tertarik ketempat infeksi ke tempat infeksi oleh substansi kimia yang dilepaskan oleh sel-sel cedera Eosinofil : banyak diantaranya bermigrasi keluar pembuluh darah menuju daerah tubuh yang terpapar misal, jar ikat dibawah kulit, membran mukosa saluran nafas dan cerna, pelapis vagina dan rahim. Fungsi eosinofil melindungi tubuh terhadap bahan asing (parasit). Basofil : sel ini menggetahkan histamin, yang menimbulkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas dinding kapiler. Hal ini mempermudah fagosit dan substansi protektif lain spt zat anti, tiba dicelah jaringan bersama sel mast mengumpul didaerah radang yang menyembuh. Agranulosit : disebut demikian karena di dalam sitoplasmanya tidak terdapat granula Monosit : sel mononuklir besar asal sumsum tulang merah. Beredar didalam darah, berfungsi terutama di jaringan sesudah berkembang menjadi makrofag. Keduanya menghasilkan interleukin 1 yang bekerja pada hipotalamus, menaikkan suhu badan pada infeksi dengan kuman, merangsang pembentukan globulin oleh hati dan meningkatkan produksi limfosit T aktif. Limposit : ada dua jenis limposit - limposit-T, diaktifkan o/ timosin dalam kel timus - limposit-B, diaktifkan dalam jaringan limpoid. Sebagian beredar dalam darah dan lainnya menetap di jaringan limpoid, bila limposit aktif bertemu anti gen maka masing2 dapat berkembang menjadi sel efektor yang menghadapi anti gen itu dan sel memori yang menetap dalam jaringan limpoid (apabila serangan kedua, sudah dikenali). Eritrosit : sel ini berbentuk cakram bikonkaf, tanpa inti, berdiameter 7-8 mikrometer. Eritrosit mengandung hemoglobin yang memberinya warna merah Hemoglobin : protein kompleks terdiri atas protein, globin dan pigmen hem (mengandung besi). Jadi besi penting untuk Hb. Kebutuhan besi pria dan wanita berbeda karena pria hanya kehilangan 1 mg besi/hari sedangkan wanita kehilangan sampai 20 mg besi selama menstruasi normal. Trombosit : merupakan keping darah, asalnya dari sel megakariosit dalam sumsum tulang merah. Jumlah normalnya berkisar antara 200.000 – 350.000 per mm3 darah. - Fungsinya : berkaitan pembekuan darah. Pada penyakit demam berdarah, jumlahnya sangat menurun (dikatakan trombositopeni) dan pasien cenderung berdarah dibawah kulit (purpura) atau di selaput lendir. 4 Proses pembentukan sel darah Terjadi awal masa embrional, sebagian besar pada hati dan sebagian kecil pada limpa. Pada minggu ke 20 masa embrional mulai terjadi pada sumsum tulang. Semakin besar janin peranan pembentukan sel darah terjadi pada sumsum tulang Setelah lahir semua sel darah dibuat disumsum tulang, kecuali limposit yang juga dibentuk dikelenjar limpe, thymus dan lien Setelah usia 20 tahun sumsum tulang panjang tidak memproduksi lagi sel darah kecuali bagian proximal humerus dan tibia. B. Definisi Disseminated Intravascular Coagulation adalah gangguan dimana terjadi koagulasi atau fibrinolisis (destruksi bekuan). DIC dapat terjadi pada sembarang malignansi, tetapi yang paling umum berkaitan dengan malignansi hematologi seperti leukemia dan kanker prostat, traktus GI dn paru-paru. Proses penyakit tertentu yang umumnya tampak pada pasien kanker dapat juga mencetuskan DIC termasuk sepsis, gagal hepar dan anfilaksis. ( Brunner & Suddarth, 2002) Keadaan ini diawali dengan pembekuan darah yang berlebihan, yang biasanya dirangsang oleh suatu zat racun di dalam darah. Pada saat yang bersamaan, terjadi pemakaian trombosit dan protein dari faktor-faktor pembekuan sehingga jumlah faktor pembekuan berkurang, maka terjadi perdarahan yang berlebihan. ( DeLoughery TG 2005) C. Etiologi Hal – hal yang dapat memyebabkan DIC : Ø Fetus mati dalam kandungan Ø Abortus Ø Trauma Bisa ular Ø Syok Ø Infeksi Ø Anoksemia Ø Asidosis Ø Perubahan suhu Ø Autoimun Ø Sirkulasi extrakorporeal Ø Keganasan Ø Hemolisis Orang-orang yang memiliki resiko paling tinggi untuk menderita DIC: 5 Wanita yang telah menjalani pembedahan kandungan atau persalinan disertai komplikasi, dimana jaringan rahim masuk ke dalam aliran darah Penderita infeksi berat, dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat yang menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan) Penderita leukemia tertentu atau penderita kanker lambung, pankreas maupun prostat. Sedangkan orang - orang yang memiliki resiko tidak terlalu tinggi untuk menderita DIC: Penderita cedera kepala yang hebat Pria yang telah menjalani pembedahan prostate Terkena gigitan ular berbisa ( ) D. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis dari sindrom ini beragam dan bergantung pada system organ yang terlibat dalam thrombus/infark atau episode perdarahan. DIC kronis bisa menimbulkan sedikit gejala, seperti mudah memar, perdarahan lama dari tempat tusukan pungsi vena, perdarahan gusi, dan perdarahan gastrointestinal lambat, atau tidak ada gejala yang tidak dapat diamati.( .Gando S. A multicenter 2006) E. Patofisiologi Koagulasi intravaskular diseminata (disseminated intravascular coagulation, DIC) adalah efek dalam koagulasi yang ditandai dengan perdarahan dan koagulasi simultan. DIC adalah hasil stimulasi abnormal dari proses koagulasi normal sehingga selanjutnya terbentuk trombi mikrovaskular yang tersebuar luas dan kehabisan faktor pembekuan. Sindrom ini dipicu oleh berbagai penyakit seperti sepsis, trauma multipel, luka bakar, dan neoplasma. DIC dapat dijelaskan sebagai dua proses koagulasi yang terkendali dengan tepat yang menjadi terakselerasi dan tidak terkendali. Pada mulanya, cedera pada jaringan yang disebabkan oleh penyakit primer (mis, infeksi atau trauma) mengaktifkan mekanisme yang membebaskan trombin, yang diperlukan untuk pembentukan fibrin pembekuan, ke dalam sirkulasi. Trombin juga mengaktifkan proses yang diperlukan untuk perombakan fibrin dan fibrinogen sehingga terbentuk fibrin dan prduk degradasi fibrinogen (fibrinogen degradation products, FDP). FDP dalam sirkulasi bekerja sebagai antikoagulan. DIC ditandai dengan tiga gejala utama berikut : (1) perdarahan umum ; (2) iskemia yang disebabkan oleh trombi, perubahan hemodinamik, dan kekacauan metablik, yang turut berperan terhadap terjadinya gagal multiorgan, dan (3) anemia. Prognosis 6 bergantung pada berbagai faktor yang mencakup beratnya kondisi primer dan sekunder. ( Farid 2007 ) 7 F. Pathway 8 G. Pemeriksaan Penunjang DIC adalah suatu kondisi yang sangat kompleks dan sangat sulit untuk didiagnosa. Tidak ada single test yang digunakan untuk mendiagnosa DIC. Dalam beberapa kasus, beberapa tes yang berbeda digunakan untuk diagnose yang akurat. Tes yang dapat digunakan untul mendiagnosa DIC termasuk: D-dimer Tes darah ini membantu menentukan proses pembekuan darah dengan mengukur fibrin yang dilepaskan. D-dimer pada orang yang mempunyai kelainan biasanya lebih tinggi dibanding dengan keadaan normal. Prothrimbin Time (PTT) Tes darah ini digunakan untuk mengukur berapa lama waktu yang diperlukan dalam proses pembekuan darah. Sedikitnya ada belasan protein darah, atau factor pembekuan yang diperlukan untuk membekukan darah dan menghentikan pendarahan. Prothrombin atau factor II adalah salah satu dari factor pembekuan yang dihasilkan oleh hati. PTT yang memanjang dapat digunakan sebagai tanda dari DIC. Fibrinogen Tes darah ini digunakan untuk mengukur berapa banyak fibrinogen dalam darah. Fibrinogen adalah protein yang mempunyai peran dalam proses pemnekuan darah. Tingkant fibrinogen yang rendah dapat menjadi tanda DIC. Hal ini terjadi ketika tubuh menggunakan fibrinogen lebih cepat dari yang diproduksi. Complete Blood Count (CBC) CBC merupakan pengambilan sampel darah dan menghitung jumlah sel darah merah dan sel darah putih. Hasil pemeriksaan CBC tidak dapat digunakan untuk mendiagnosa DIC, namun dapat memberikan informasi seorang tenaga medis untuk menegakkan diagnose. Hapusan Darah Pada tes ini, tetes darah adalah di oleskan pada slide dan diwarnai dengan pewarna khusus. Slide ini kemudian diperiksa dibawah mikroskop jumlah, ukuran dan bentuk sel darah merah, sel darah putih,dan platelet dapat di identifikasi. Sel darah sering terlihat rusak dan tidak normal pada pasien dengan DIC. (Bare, Brenda G dan Smelttzer, Susanne G. 2002) 9 Skor Tes Pembekuan Scoring system untuk DIC diajukan oleh ISTH (International Society on thrombosis and Hemostasis) Skor atau Skala 0 1 2 3 Jumlah Platelet >100 <100 <50 (x109/L) PT (detik) Fibrinogen(g/L) Fibrin-related <3 >1 Tidak markers* meningkat (meningkat) TOTAL Jika ≥5, overt DIC- tes diulang setiap hari. Jika <5, non- >3 but <6 <1 ≥6 Meningkat Peningkatan sedang yang tajam overt DIC – tes diulang 1-2 hari setelah tes pertama dilakukan. *jalan pintas dari penilaian fibrin yang berhubungan dengan penanda yang ditegakkan untuk tes spesifik. (diadaptasi dari Franchini, et al., 2006, 6) H. Penatalaksanaan Medis Penatalakasanaan KID yang utama adalah mengobati penyakit yang mendasari terjadinya KID. Jika hal ini tidak dilakukan , pengobatan terhadap KID tidak akan berhasil. Kemudian pengobatan lainnya yang bersifat suportive dapat diberikan. 1. Antikoagulan Secara teoritis pemberian antikoagulan heparin akan menghentikan proses pembekuan, baik yang disebabkan oleh infeksi maupun oleh penyebab lain. Meski pemberian heparin juga banyak diperdebatkan akan menimbulkan perdarahan, namun dalam penelitian klinik pada pasien KID, heparin tidak menunjukkan komplikas perdarahan yang signifikan. Dosis heparin yang diberikan adalah 300 – 500 u/jam dalam infus kontinu. Indikasi: 1. Penyakit dasar tak dapat diatasi dalam waktu singkat 2. Terjadi perdarahan meski penyakit dasar sudah diatasi 3. Terdapat tanda-tanda trombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal, gagal hati, sindroma gagal nafas Dosis: 10 100iu/kgBB bolus dilanjutkan 15-25 iu/kgBB/jam (750-1250 iu/jam) kontinu, dosis selanjutnya disesuaikan untuk mencapai aPTT 1,5-2 kali kontrol Low molecular weight heparin dapat menggantikan unfractionated heparin. 2. Plasma dan trombosit Pemberian baik plasma maupun trombosit harus bersifat selektif. Trombosit diberikan hanya kepada pasien KID dengan perdarahan atau pada prosedur invasive dengan kecenderungan perdarahan. Pemberian plasma juga patut dipertimbangkan, karena di dalam palasma hanya berisi faktor-faktor pembekuan tertentu saja, sementara pada pasien KID terjadi gangguan seluruh faktor pembekuan. 3. Penghambat pembekuan (AT III) Pemberian AT III dapat bermanfaat bagi pasien KID, meski biaya pengobatan ini cukup mahal. Direkomendasikan sebagai terapi substitusi bila AT III<70% Dosis: Dosis awal 3000 iu (50 iu/kgBB) diikuti 1500 iu setiap 8 jam dengan infus kontinu selama 3 – 5 hari. rumus: 1. 1 iu x BB (kg) x ∆ AT III, dengan target AT III > 120% 2. ∆ AT III x 0,6 x BB (kg), dengan target AT III > 125% 4. Obat-obat antifibrinolitik Antifibrinolitik sangat efektif pada pasien dengan perdarahan, tetapi pada pasien KID pemberian antifibrinolitik tidak dianjurkan. Karena obat ini akan menghambat proses fibrinolisis sehingga fibrin yang terbentuk akan semakin bertambah, akibatnya KID yang terjadi akan semakin berat. Tidak ada penatalaksanaan khusus untuk DIC selain mengobati penyakit yang mendasarinya, misalnya jika karena infeksi, maka bom antibiotik diperlukan untuk fase akut, sedangkan jika karena komplikasi obstetrik, maka janin harus dilahirkan secepatnya. Transfusi trombosit dan komponen plasma hanya diberikan jika keadaan pasien sudah sangat buruk dengan trombositopenia berat dengan perdarahan masif, memerlukan tindakan invasif, atau memiliki risiko komplikasi perdarahan. Terbatasnya syarat transfusi ini berdasarkan pemikiran bahwa menambahkan komponen darah relatif mirip menyiram bensin dalam api kebakaran, namun pendapat ini tidak terlalu kuat, mengingat akan terjadinya hiperfibrinolisis jika koagulasi sudah maksimal. Sesudah keadaan ini merupakan masa yang tepat untuk memberi trombosit dan komponen plasma, untuk memperbaiki kondisi perdarahan. 11 Satu-satunya terapi medikamentosa yang dipakai ialah pemberian antitrombosis, yakni heparin. Obat kuno ini tetap diberikan untuk meningkatkan aktivitas antitrombin III dan mencegah konversi fibrinogen menjadi fibrin. Obat ini tidak bisa melisis endapan koagulasi, namun hanya bisa mencegah terjadinya trombogenesis lebih lanjut. Heparin juga mampu mencegah reakumulasi clot setelah terjadi fibrinolisis spontan. Dengan dosis dewasa normal heparin drip 4-5 U/kg/jam IV infus kontinu, pemberian heparin harus dipantau minimal setiap empat jam dengan dosis yang disesuaikan. Bolus heparin 80 U tidak terlalu sering dipakai dan tidak menjadi saran khusus pada jurnal-jurnal hematologi. Namun pada keadaan akut pemberian bolus dapat menjadi pilihan yang bijak dan rasional. Apalagi ancaman DIC cukup serius, yakni menyebabkan kematian hingga dua kali lipat dari risiko penyakit tersebut tanpa DIC. Semakin parah kondisi DIC, semakin besar pula risiko kematian yang harus dihadapi BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 12 A. Pengkajian 1. Adanya faktor-faktor predisposisi: • Septicemia (penyebab paling umum) • Komplikasi obstetric • SPSD (sindrom distress pernafasan dewasa) • Luka bakar berat dan luas • Neoplasia • Gigitan ular • Penyakit hepar • Beda kardiopulmonal • Trauma 2. Pemeriksaan fisik: 2.1 Perdarahan abnormal pada semua system dan pada sisi prosedur invatif 2.1.1 kulit dan mukosa membrane a. Perembesan difusi darah atau plasma b. Purpura yang teraba pada awalnya di dada dan abdomen c. Bula hemoragi d. Hemoragi subkutan e. Hematoma f. Luka bakar karena plester sianosis akral ( estrimitas berwarna agak kebiruan, abu –abu, atau ungu gelap ) 2.1.2 sistem GI a. Mual dan muntah b. Uji guayak positif pada emesis atau aspirasi c. Nasogastrik dan feses d. Nyeri hebat pada abdomen e. Peningkatan lingkar abdomen 2.1.3 sistem ginjal a. Hematuria b. Oliguria 2.1.4 sistem pernafasan a. Dispnea b. Takipnea c. Sputum mengandung darah 2.1.5 sistem kardiovaskuler 13 a. Hipotensi meningkat dan postural b. Frekuensi jantung meningkat c. Nadi perifer tidak teraba 2.1.6 sistem saraf perifer a. Perubahan tingkat kesadaran b. Gelisah c. Ketidaksadaran vasomotor 2.1.7 sistem muskuloskeletal a. Nyeri : otot,sendi,punggung 2.1.8 Perdarahan sampai hemoragi a. Insisi operasi b. Uterus post partum c. Fundus mata perubahan visual d. Pada sisi prosedur invasif : suntikan, IV, kateter arteral dan selang nasogastrik atau dada, dll. 2.2 Kerusakan perfusi jaringan 2.2.1 a Serebral : perubahan pada sensorium, gelisah, kacau mental, sakit kepala b. Ginjal : penurunan pengeluaran urin c. Paru : dispnea dan orthopnea d. Kulit : akrosianosis ( ketidakteraturan bentuk bercaksianosis pada lengan perifer dan kaki ) B. Diagnosa Keperawatan 1. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hemoragi sekunder. Gangguan 2. pertukaran gas berhubungan dengan thrombus mikrovaskuler 3. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan 4. Defisit volume cairan yang berhubungan dengan hemoragi perebesan darah dan tepat fungsi kongesti jaringan dan perlambatan volume darah bersirkulasi. 5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan keadaan syok, hemoragi, kongesti jaringan dan penurunan perfusi jaringan. 6. Ansietas berhubungan dengan rasa takut mati karena perdarahan, kehilangan beberapa aspek kemandirian karena penyakit kronis yang diderita 14 7. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan minimnya informasi 8. Gangguan konsep diri berhubungan dengan kehilangan yang nyata akan yang dirasakan. C. Intervensi Keperawatan 1. Dx: Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hemoragi sekunder. K.H: a. Menunjukan tidak ada manifestasi syok b. Menunjukan pasien tetap sadar dan berorientasi c. Menunjukan tidak ada lagi perdarahan d. Menunjukan nilai-nilai laboraturium normal No Intervensi 1 Pantau hasil pemeriksaan koagulasi, 2 Rasional Mengidentifikasi indikasi-indikasi tanda-tanda vital, dan perubahan sisi kemajuan atau penyimpangan. baru dan potensial. Mulai kewaspadaan pendarahan Untuk meminimalkan potensial a. Kewaspadaan apabila ada resiko perdarahan lebih lanjut. Indikator anemia, perdarahan aktif terhadap perdarahan (jumlah trobosit atau terjadinya komplikasi kurang dari 50.000/CU mm23) 1. Tempatkan tanda “kewaspadaan Petugas perawatan kesehatan perdarahan” di atas tempat tidur klien. lainnya mengetahui adanya kewaspadaan terhadap 2. Pantau hasil pemeriksaan koagulasi. perdarahan. Menentukan pengobatan 3. Berikan transfuse darah seperti yang selanjutnya mempertahankan volume sirkulasi diminta dan sesuai dengan untuk memaksimalkan pervusi penatalaksanaan medis. 4. Instruksikan klien untuk menhindari jaringan menekan terjadinya perdarahan aktivitas fisik berlebih. lebih parah 15 5. Periksa warna dan konsistensi feses. traktus GI (esofagus dan rektum) Feses hitam seperti menunjukkan paling biasa untuk sumber perdarahan GIT. perdarahan sehubungan dengan mukosa yang mudah rusak dan gangguan dalam hemostasis 6. Inspeksi kulit, rongga oral dan karena sirosis DIC subukat dapat terjadi konjungtiva setiap hari dan catat luasnya sekunder terhadap gangguan ptekiae dan memar bila ada. 7. Gunakan pencukur jenggot listrik faktor pembekuan pada adanya gangguan faktor sebagai pengganti pisau cukur, Gunakan pembekuan, trauma minimal dapat sikat gigi berbulu halus untuk menyikat menyebabkan perdarahan mukosa gigi, Hindari penggunaan pencuci mulut komersial. Gunakan larutan salin atau campuran natrium bikarbonat dan hydrogen peroksida. 8. Hindari pengukuran suhu rektal dan rektal dan vena esofageal paling tindakan enema. 9. Hindari aspirin dan berbagai produk rentan untuk robek koagulasi memanjang, berpotensi yang mengandung aspirin. b. Kewaspadaan bila ada resiko terhadap untuk resiko perdarahan. Indikator anemia, perdarahan aktif hemoragi spontan (jumlah trombosit atau terjadinya komplikasi kurang dari 20.000/CU mm23). 1. Tempatkan tanda “kewaspadaan petugas perawatan kesehatan perdarahan” di atas tempat tidur klien lainnya mengetahui adanya kewaspadaan terhadap 2. Berikan pelunak feses (bila tes Guaiak perdarahan. mencegah mengejan yang negative). akhirnya meningkatkan tekanan intraabdomen dan resiko robekan 3. Instruksikan klien untuk menghindari vaskuler/perdarahan pada adanya gangguan faktor meniup tau batuk keras. pembekuan, trauma minimal dapat 4. Pertahankan tirah baring klien. menyebabkan perdarahan mukosa menghindari trauma yang tidak 5. Pertahankan posisi kepala, tempat diinginkan. mengurangi tekanan intrakranial tidur ditinggikan dengan resiko terjadinya hemoragi intrakranial. 16 6. Pantau tanda vital, warna kulit dan perubahan dapat menunjukkan suhu, nadi pedalis, status mental, dan penurunan perfusi jaringan bunyi paru setiap 4 jam. serebral sekunder terhadap 7. Setiap 2-4 jam, anjurkan klien hipovolemia, hipoksemia. meningkatkan sirkulasi lokal dan membalik badan, napas dalam dan sistemik latihan gerak perlahan. 8. Gunakan kumur perawatan mulut, menjaga personal hygiene klien sebagai pengganti sikat gigi. 2. Dx: Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan thrombus mikrovaskuler KH: a. Kebutuhan oksigen klien terpenuhi No. Intervensi Posisikan klien agar ventilasi udara 1 efektif. 2 Berikan oksigen dan pantau responnya. Rasional meningkatkan oksigenasi yang adekuat antara kebutuhan dan suplai. meningkatkan oksigenasi yang adekuat antara kebutuhan dan suplai. Lakukan pengkajian pernapasan dengan 3 sering. Kurangi kebutuhan oksigen dengan 4 menurangi aktivitas yang berlebih. 5 Kendalikan stimulus dari lingkungan. Memperoleh data yang akurat untuk menyeimbangkan oksigen antara kebutuhan dan suplai meningkatkan oksigenasi yang adekuat antara kebutuhan dan suplai. meningkatkan oksigenasi yang adekuat antara kebutuhan dan suplai. 3. Dx: Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan K.H.: a. Rasa nyeri yang dialami klien berkurang No. 1 Intervensi Rasional Kaji lokasi, kualitas dan intensitas nyeri, Mengetahui tingkat nyeri klien gunakan skala tingkat nyeri. untuk mengetahui tindakan 17 selanjutan. Baringkan klien pada posisi yang 2 nyaman, berikan penyangga bantal Bantu memberikan perawatan ketika 3 klien mengalami perdarahan hebat atau 4 rasa tidak nyaman. Pertahankan lingkungan yang nyaman. Berikan waktu istirahat yang cukup, buat jadwal aktivitas dan pemeriksaan 5 diagnostik, bila memungkinkan, sesuaikan dengan toleransi klien. 6 menjaga kenyamanan dan mencegah tekanan pada bagianbagian tubuh tertentu. mencegah bertambah parahnya kondisi klien menjaga kenyamanan klien meningkatkan istirahat dan meningkatkan kemampuan koping dorong menggunakan teknik memudahkan relaksasi, terpi manajeman nyeri, contoh latihan farmakologis tambahan, dan relaksasi/napas dalam, bimbingan meningkatkan kemampuan imajinasi, visualisasi; sentuhan terpiutik koping 4. Dx: Defisit volume cairan yang berhubungan dengan hemoragi perebesan darah dan tepat fungsi kongesti jaringan dan perlambatan volume darah bersirkulasi. K.H.: a. Mempertahankan status hemodinamik yang adekuat. No. Interfensi Keperawatan 1 Kaji tanda-tanda vital setiap 1 jam, dan kualitas nadi perifer setiap 4 jam 2 Rasional perubahan TD dan nadi dapat digunakan untuk perkiraan kasar kehilangan darah (mis., TD<90 mmHg, dan nadi >110diduga 25% penurunan volume atau kurang lebih 1000 ml). Hipotensi postural menunjukkan penurunan volume Kaji dan pantau jantung sirkulasi perubahan dapat menunjukkan efek hipovolemia terhadap frekuensi dan (perdarahan/dehidrasi) irama jantung. 3 penurunan sirkulasi sekunder terhadap destruksi Evaluasi pengeluaran SDM dan pencetusnya pada tubulus ginjal urin setiap jam (jumlah dan/atau terjadinya batu ginjal (sehubungan dan berat jenis). dengan peningkatan kadar asam urat) dapat menimbulkan retensi urine atau gagal ginjal 18 4 Pertahankan masukan memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan pengeluaran yang akurat. 5 Berikan cairan IV, sesuai intruksi. 6 Berikan produk-produk darah sesuai intruksi. 7 8 mempertahankan keseimbangan cairan/elektrolit pada tak adanya pemasukan melalui oral; menurunkan resiko komplikasi ginjal memperbaiki/menormalkan jumlah SDM dan kapasitas pembawa oksigen, berguna untuk Evaluasi nilai-nilai hasil mencegah/mengobati perdarahan bila jumlah trombosit kurang dari 20.000/mm laboraturium Hb, Ht, Na, (sehubungan dengan poliferasi SDMdan/atau K, Cl, PT, PTT, jumlah supresi sumsum tulang sekunder terhadap obat platelet produk solit fibri, antineoplastik), klien cenderung perdarahan fibrinogen dan masa sepontan yang mengancam hidup. Penurunan pembekuan. Hb/Ht indikatif perdarahan (mungkin samar) aktivitas meningkatkan tekanan dan dapat Pertahankan tirah baring. mencetuskan perdarahan lanjut 5. Dx: Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan keadaan syok, hemoragi, kongesti jaringan dan penurunan perfusi jaringan. K.H.: a. Kulit akan tetap utuh, tanpa ada bagian yang mengalami memar atau lecet. No. 1 Intervensi Kaji semua permuakaan kulit setiap 4 Rasional menentukan garis dasar dimana jam, Periksa jumlah SDP terhadap perubahan pada status dapat potensi inveksi, Kaji semua orificium dibandingkan dan melakukan terhadap adanya hemoragi atau memar. intervensi yang tepat balutan basahmeningkatkan resiko Angkat, periksa, dan gantikan semua 2 balutan yang menekan, setiap 4-8 jam sesuai intruksi. kerusakan jaringan/infeksi. Catatan balutan tekanan tidak digunakan diatas lembaran kulit, karena suplai darah mudah dipengaruhi meningkatkan sirkulasi dan 3 Atur posisi pasien setiap 2 jam. mencegah tekanan pada kulit/jaringan yang tidak perlu 19 mempercepat penanganan klien 4 Evaluasi semua keluhan-keluhan. 5 Beri obat sesuai intruksi agar tidak sakit berkelanjutan untuk memberikan rasa nyaman. gunakan aliran arterial atau akses IV Hindari fungsi berlebihan untuk pada pembuluh besar untuk keperluan pemeriksaan pengambilan darah. laboraturium, Gunakan bantalan restrain yang empuk memberikan kenyamanan dalam jika diperlukan. mengurangi tekanan pada luka Untuk keamanan, bantu semua gerakan menurunkan tekanan pada kulit untuk turun dari tempat tidur. dari istirahat lama di tempat tidur mengurangi rasa tidak nyaman, 6 7 8 meningkatkan rasa sehat dan 9 Lakukan hygiene oral tiap 4 jam. mencegah pembentukan asam yang dikaitkan dengan partikel makanan yang tertinggal 6. Dx: Ansietas berhubungan dengan rasa takut mati karena perdarahan, kehilangan beberapa aspek kemandirian karena penyakit kronis yang diderita K.H.: a. Klien menunjukan rileks dan melaporkan penurunan ansietas sampai tingkat dapat ditangani. b. Klien menyatakan kesadaran ansietas dan cara sehat menerimanya. No. 1. Mandiri Intervensi Keperawatan Rasional Indikator derajat ansietas/stress Catat petunjuk perilaku, misalnya gelisah,misalnya pasien merasa tidak dapat peka rangsang, kurang kontak mata, perilakuterkontrol di rmah, kerja atau menarik perhatian. masalah. Stress dapat gangguan fisik juga reaksi lain. 2. Dorong menyatakan perasaan, beri umpanMembuat hubungan terapeutik, balik. membantu klien mengidentifikasi penyebab stress. 3. Akui bahwa masalah ansietas dan masalahValidasi bahwa perasaan normal mirip dengan diekspresikan orang lain,dapat membantu menurunkan tingkatkan perhatian mendengarkan klien. stress. 4. Berikan informasi yang adekuat dan nyataKeterlibatan klien dalam tentang apa yang akan dilakukan, misalnya perencanaan keperawatan 20 tirah baring, pembatasan masukan per oralmemberikan rasa control dan dan prosedur tindakan yang lain. membantu menurunkan ansietas. 5. Berikan lingkungan yang tenang untukMemindahkan klien dari stress luar, istirahat. meningkatkan relaksasi, dan membantu menurunkan ansietas. 6. Dorong klien atau orang terdekat untukTindakan dukungan dapat menyakan perhatian. membantu klien untuk meringankan energi untuk dituangkan pada penyembuhan. 7. Bantu klien untuk mengidentifikasi perilakuPerilaku yang berhasil dapat koping yang dilakukan pada masa lalu. dikuatkan pada penerimaan masalah atau stress saat ini, meningkatkan rasa kontrol diri klien. 8. Bantu klien belajar mekanisme koping paru,Belajar cara untuk mengatasi misalnya teknik mengatasi stress keterampilan berorganisasi. menurunkan stress, meningkatkan kontrol penyakit. Dapat digunakan untuk 9. Kolaborasi Berikan obat danmasalah dapat membantu dalam sesuai indikasi sedatif,menurunkan ansietas dan misalnya barbiturat, agen antiansientas danmemudahkan istirahat. diazepam. 10. Rujuk pada perawat spesialis, pelayananDibutuhkan bantuan untuk sosial atau penaasehat agama. meningkatkan kontrol dan eksaserbasi. 7. Dx: Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan minimnya informasi K.H.: a. Ekspresi wajah klien menunjukan rileks, perasaan gugup dan cemas berkurang. b. Menunjukan pemahaman tentang tentang rencana terapeutik. No. Intervensi Keperawatan 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan dapat menenangkan klien sewaktu Rasional Penjelasan yang jelas dan sederhana dan menggunakan 21 memberi informasi. Beri dorongan istilah-istilah non-medis atau untuk bertanya. umum dapat mengurangi tingkat kecemasan dan rasa bingung klien. Rasa ansietas tersebut dapat mengganggu kegiatan belajar dari 2. Jelaskan mengenai gambaran singkat persepsi klien. Penjelasan tentang apa yang tes, tujuan tes, persiapan tes, dan diharapkan membantu mengurangi perawatan setelah tes. ansietas. 8. Dx: Gangguan konsep diri berhubungan dengan kehilangan yang nyata akan yang dirasakan K.H.: a. Peningkatan partisipasi klien dalam perawtan dirinya. b. Perubahan gaya hidup. No. Intervensi Keperwatan 1. Biarkan klien dan oreng terdekat Rasional Mempermudah penyelesaian mengungkapkan perasaannya. masalah dan memungkinkan perawat mengidentifikasi fase 2. Hindari pemberian informasi yang bertubi- kesedihan klien. Interaksi terapi dapat tubi selama fase awal proses berduka. Jawab membantu perubahan pertanyaan khusus. Masukan informasi saat individu untuk menerima klien menunjukan kesiapan mempelajari informasi berlebihan. perawatan diri. 3. Beri nomor telepon orang yang bias dimintai Sistem pendukung kuat dapat dukungan oleh klien dan kleuarga saat seperti keluarga penting untuk pulang. Ingatkan klien untuk melihat dirinya kemajuan klien dalam proses dengan pandangan yang berbeda. Katakana berduka. pada klien bahwa ia harus menerima keadaannya sekarang. 4. Berikan penghargaan untuk mengekspresikan Dukungan komunitas penting perasaan. Arahkan klien pada kelompok untuk meningkatkan pendukung komunitas sesuai indikasi. kemajuan ke atah penerimaan. 5. Pertahankan keluarga mendapatkan informasi Membantu klien menyatukan tentang kemajuan klien. Libatkan keluarga kembali citra tubuh yang 22 secara sering dalam perawatan klien. 6. Bila memungkinkan, biarkan klien untuk baru. Meningkatkan kontrol diri. menentukan pilihan dalam penawaran diri atau perawatan higiene rutin. 7. Bantu klien memandang penyakit kronis atau Janji palsu menghambat perubahan citra tubuh sebagai tantangan kebutuhan individu untuk untuk pertumbuhan daripada situasi yang mengungkapkan perasaan. tidak mungkin. Gunakan istilah tantangan pertumbuhan sebagai ganti kecacatan. Bila ada penyakit terminal,tekankan bahwa penelitian untuk pengobatan masih terus berlanjut dan hindari janji palsu. 8. Lakukan rujukan psikiatrik sesuai peklaksanaan bila perlu. Bantuan profesional mungkin perlu untuk membantu klien yang maladaptive, misalnya menyangkal jangka panjang, menarik diri dari sosial dan regresi. Diagnosa banding yang harus diperhatikan : 1. Kekurangan vitamin K 2. Fibrinolisis sekunder 3. Hemofili 23 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan DIC adalah suatu sindrom ditandai dengan adanya perdarahan atau kelainan pembekuan darah sehingga terjadi gangguan aliran darah yang menyebabkan kerusakan pada berbagai organ. Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan salah satunya adalah resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hemoragi sekunder. Dari diagnose tersebut, intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah memantau hasil pemeriksaan koagulasi, tanda-tanda vital, dan perubahan sisi baru dan potensial. B. Saran Setelah membaca makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan DIC dengan tepat sehingga dapat mencegah terjadinya kegawatdaruratan dan komplikasi yang tidak diinginkan. 24