1 Menjadi Manusia Melalui Kreativitas Olah Seni (Rupa) Oleh I

advertisement
1
Menjadi Manusia Melalui Kreativitas
Olah Seni (Rupa)
Oleh I Gede Arya Sucitra
(Staf Pengajar Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta)
Pengantar
Akhir-akhir ini kita terlalu sering dikejutkan oleh perilaku manusia yang tidak lagi
mengindahkan etika, sopan santun, budi pekerti dan memanusiawikan manusia. Kerap
terpampang dalam berita media harian bagaimana manusia saling menjatuhkan satu dengan
lainnya, saling menikam, saling membunuh dan bersikap amoral. Apakah yang menyebabkan
perilaku manusia yang sedemikian beringas meniadakan kedamaian hidup seseorang dan seakan
berjalan tanpa kehalusan ‘rasa’. Dimanakah keberadaan kebijaksanaan sikap manusia sebagai
mahluk yang beretika dan bermoral, dimanakah kekuatan ‘rasa’ yang membedakan manusia
dengan insting binatang. Apakah manusia sekarang terlalu asik dengan kerumitan hidupnya
ataukah sudah ‘lupa’ bagaimana meneruskan hasrat duniawinya dengan pola yang lebih kreatif
dan mampu mendatangkan kebaikan apalagi karya seni yang menginspirasi keluhuran hidup.
Manusia dengan segudang problematika hidupnya, jika hanya terfokus pada masalah
kesehariannya, dia hanya makin mempersempit batasan hidup dan pemikirannya. Manusia yang
hiruk pikuk itu harusnya mengalami siklus sublimasi. Menuju jalan hidup baik dengan penciptaan
karya yang luhur, menarik, unik dan memanusiawikan manusia. Intinya manusia harus kembali
memahami kekuatan ‘rasa’. ‘Rasa’ yang tumbuh dari ruang dalam batin manusia, yang kembali
pada kehalusan jiwa, memahami kekuatan keindahan dan rasa yang dipenuhi kreatifitas seni.
Melalui seni, dengan kekuatan imajinasinya hidup yang keras menjadi fleksibel, pikiran yang
buntu menjadi mengalir, sikap hidup penuh dengan alternatif kreatif dan dinamis. Seni bisa
menjadi ramuan mujarab anti konflik.
Berbicara karya seni, maka tentu akan melibatkan kreativitas. Tiada karya seni yang hadir
tanpa tindakan kreatif. Lalu apakah untuk menjadi kreatif harus menjadi seniman? Tentu dengan
tegas saya katakan ‘tidak’. Kreativitas dibentuk bukan saat kita tumbuh dewasa tapi terbentuk
secara alami bawah sadar sejak bayi bahkan sejak dalam kandungan. Kesadaran tentang arti
kreativitas timbul seiring dengan permasalahan yang timbul dalam keseharian ditunjang oleh
pengetahuan, pendidikan dan pekerjaan. Banyak orang terkejut dan ada pula yang sinis
mendengar tentang pelajaran kreativitas. Sama sinisnya ketika seseorang mahasiswa memutuskan
untuk mengambil kuliah di jurusan seni dan harus memberikan alasan yang rasional kepada orang
2
tua dan jika bisa mengandung unsur ekonomis mengapa memilih seni sebagai ladang
pekerjaannya. Lalu pertanyaannya, apa seseorang untuk menjadi kreatif harus dikembangkan
melalui pendidikan seni,apa mungkin orang diajar untuk menjadi kreatif? Selama ini kebanyakan
orang beranggapan bahwa kreativitas itu bersifat bawaan atau bakat yang dimiliki oleh orangorang tertentu yang dibawa sejak lahir dan kecil kemungkinannya untuk bisa diajarkan. Apalagi
pada jaman ini sudah banyak diadakan penelitian mengenai otak manusia namun hanya sedikit
sekali yang dapat mengungkap tentang apakah sebenarnya yang terjadi pada otak manusia ketika
ada proses kreatif berlangsung. Hal ini diakui pula oleh kalangan psikolog bahwa sangat sulit
mengukur dan menilai kreativitas. Sering orang yang kreatif agak sulit mengungkapkan apa yang
menjadikannya kreatif dan dari mana sumber kreasinya didapatkan. Banyak dari mereka
mengatakan bahwa ide itu muncul tiba-tiba dan ada yang tidak memiliki hubungan dengan apa
yang terjadi atau dialami sebelumnya.
Pokok pikiran tulisan ini berhasrat menumbuhkan kembali kesadaran konsep kreativitas
dan mengkaitkan proses berpikir kreatif dalam tataran kreativitas seni (rupa/visual) melalui
pengolahan berbagai media seni terutama pada penciptaan seni rupa. Tidak harus menjadi
seniman/perupa untuk mempelajari kreativitas. Tetapi dengan berpikir kreatif akan mampu
menetralisir pemikiran yang sempit, bahkan akan menuntun seseorang untuk berolah kreatif salah
satunya dengan terciptanya karya seni yang menarik dan berkarakter.
Posisi seni dalam jagad kreativitas
Seni dan desain sebagai bagian dari budaya memiliki domain yang sangat luas terkait
dengan peluang materi yang akan dieksplorasi maupun yang akan dikembangkan atau diciptakan.
Dalam berbagai kegiatan pengembangan karya seni dan desain, penelitian di bidang seni dan
desain memiliki peran sentral. Meski sebenarnya kegiatan seni dan mendesain bukan merupakan
kegiatan ilmiah, namun produk atau karya seni dan desain dapat dipertanggung jawabkan secara
ilmiah melalui penjelasan teori dan metodenya yang diwadahi dalam kegiatan penelitian. Hal itu
tidak terlepas dari hakekat proses seni dan desain yang juga merupakan hakekat kreativitas
manusia, hakekat analisis, hakekat sintesis dan hakekat evaluasi.
Sebagai bagian dari budaya, seni dan desain akan terus berproses dan berubah sesuai
dengan situasi dan kondisi masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut. Dalam banyak hal
dipahami secara umum bahwa karena sifatnya yang sangat khas, bidang seni dan desain
cenderung dimasukkan ke dalam penelitian yang bersifat kualitatif. Hal itu tidak terlepas dari sifat
dari seni dan desain itu sendiri yang pada umumnya cenderung terkait dengan hal yang bersifat
relatif dan subyektif serta bahkan tidak jarang mengarah pada hal yang bersifat abstrak.
3
Terlepas dari masalah sulitnya mengungkap misteri kreativitas itu, namun bukti-bukti
kongkrit melalui hasil karya seninya, tidak dapat diragukan lagi bahwa daya kreativitas manusia
menyebabkan lahirnya kebudayaan sehingga manusia diberi predikat sebagai makhluk yang
beradab, berbudaya, berintelegensia tinggi, berperasaan dan sebagainya. Daya kreativitas itu
timbul memancar keluar dari otak manusia yang diwujudkan dalam berbagai bentuk peradaban
seperti kesenian, bahasa, teknologi, politik, ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya.
Apakah kreativitas itu ?
Istilah kreatif telah banyak digunakan dalam berbagai konteks untuk menjelaskan tingkah
laku tertentu manusia. Kata kreatif berasal dari bahasa Inggris ‘creative’ yang berarti memiliki
kemampuan untuk mencipta. Jadi pengertian kreatif itu berlaku untuk semua bidang kegiatan
manusia yang ditekankan kepada kemampuan untuk menghasilkan hal-hal baru dan belum
dikerjakan oleh orang lain. Namun demikian tidak hanya kemampuan membuat sesuatu yang asli
dan baru disebut kreatif, tetapi juga dalam kemampuan mengembangkan sesuatu yang telah ada
dengan merombak dan menyusunnya kembali sebagai yang diutarakan oleh June King McFee
(1970) “Creativity as the behaviour of a person in inventing new patterns, forms or ideas or
organizations”. Paul Torrance (1981) menyatakan bahwa kreativitas merupakan suatu proses
dimana seseorang menjadi sadar akan adanya problem, kesulitan, sesuatu kesenjangan informasi
dan pencarian terhadap kemungkinan solusi berdasarkan pengalaman sendiri dan orang lain,
mengembangkan kriteria untuk mengevaluasi solusi tersebut, memutuskan yang terbaik dan
membuat rencana untuk implementasinya. Dengan ini diharapkan orang yang kreatif mampu
memecahkan masalah secara sistimatik, agak berbeda dengan apa yang dinyatakan oleh
Lowenfeld (1960) bahwa kreativitas “…is an instinc wich we primarily use to solve and express
life’s problem...” Selanjutnya dikatakan bahwa krativitas merupakan kemampuan untuk
mengadakan eksplorasi dan penyelidikan yang menyebabkan manusia dapat berkembang
peradabannya. Dalam hal ini jelas bahwa kreativitas melekat dalam, kehidupan manusia yang
merupakan insting yang dimiliki oleh setiap orang untuk memecahkan persoalan dalam
kehidupan.
Proses kreatif merupakan kegiatan berfikir yang pada awalnya melibatkan emosi, intuisi
dan bawah sadar. Setelah itu baru melibatkan logika untut memecahkan masalahnya. Selama
terjadinya proses kreatif logika tidak banyak terlibat namun berinteraksi dengan emosi,intuisi dan
bawah sadar. Hal ini sesuai dengan yang telah diketemukan oleh para ahli Neuropsikologi bahwa
otak manusia terdiri dari dua bagian yaitu otak kanan dan otak kiri yang masing-masing memiliki
fungsi berbeda namun berinteraksi untuk menghasilkan buah fikiran. Otak kanan berfungsi untuk
4
mengontrol tugas intuisi, persepsi, kreativitas, kesadaran akan ruang, pengenalan terhadap image
dan memproses data secara simultan. Sedang otak kiri berfungsi untuk mengontrol fungsi rasio,
kemampuan analitik, bahasa verbal, matematik dan sistimatik.( Gambar 1 )
Gambar.1
Right/Left Brain Functions
Right Brain
- Intuitive
- Perceptual
- Creative
- Spatial
- Associative
(pattern
recognition)
- Simultaneous
mental
processing
- Diffuse mental processing
- Holistic association
- Visceral-nervous control
- Active during dream state
- Emotional
Left Brain
- Intellectual
- Rational
- Analytical
- Verbal (language skill)
- Computational (mathematics, detail,
codification)
- Sequential mental processing
(linear thinking)
- Routinization
- Musculoskeletal control
5
-
Orthodox
Quiet during dream state
Reason
Dengan demikian pada dasarnya setiap orang memiliki dua jenis kesadaran secara umum
yaitu rational dan intuitif. Biasanya ide atau gagasan muncul secara intuitif berupa gambaran
sepintas yang belum begitu jelas kemudian dihubungkan dengan persepsi sadar, sejak itu gagasan
bukan lagi bersifat intuitif tetapi sudah merupakan pola pengalaman alam sadar. Proses kreatif
berada di dalam benak, pada awalnya banyak melibatkan intuisi dan bawah sadar, imajinasi, dan
emosi, selanjutnya melibatkan logika dan tindakan untuk solusi dan realisasinya. Hal ini sesuai
dengan temuan para ahli neuropsikologi, bahwa kemampuan intusi, kreativitas dan emosi yang
berada pada hemisphere otak sebelah kanan berinteraksi dengan kemampuan logika, analitis,
yang berada pada belahan hemisphere otak sebelah kiri. Oleh karena itu kemampuan kreatif tidak
dapat berdiri sendiri tanpa melibatkan kemampuan logika analitis dan tindakan nyata untuk
merealisasikannya. Dari temuan para ahli neuropsikologi setiap orang memiliki kapasitas kreatif
hanya kadarnya yang berbeda oleh karenanya dapat dikembangkan atau dimaksimalkan melalui
berbagai cara, salah satunya adalah melalui latihan yang terstruktur. Biasanya gagasan kreatif
muncul secara intuitif berupa gambaran sepintas yang belum jelas, kemudian dihubungkan
dengan persepsi sadar, sejak itu gagasan bukan lagi bersifat intuitif tetapi sudah merupakan
pengalaman alam sadar. Untuk mendapatkan gagasan kreatif perlu aktif, tidak ada gagasan
muncul tanpa suatu upaya.
Kreativitas memiliki hubungan yang erat sekali dengan imajinasi sebab apapun bentuk
kreasi manusia sebelum dilahirkan menjadi suatu ujud karya, terlebih dahulu ujud itu dibentuk
dalam benak manusia yang kita sebut imajinasi atau fantasi. Harry Broudy (1987) menyebutkan
imajinasi sebagai benihnya kreativitas disamping itu imajinasi merupakan bagian dari 'human
cognition' dan kognisi adalah proses cara manusia mengemukakan alasan, berfikir, mengingat,
membayangkan sesuatu dalam kegiatan hidup sehari-hari. Dengan demikian imajinasi dalam
proses kreatif sangat esensial dalam menentukan bentuk atau ujud yang hendak direalisasikan
dalam segala aspek kegiatan manusia.
6
CIRI KREATIVITAS
Studi telah banyak dilakukan oleh para ahli pendidikan untuk mengungkap misteri tentang
kreativitas manusia. Paul Torrance misalnya mengamati tingkah laku anak yang menunjukkan
kepada sikap kreatif dari pengamatannya itu ia menyimpulkan bahwa anak yang kreatif tidak
membutuhkan dorongan atau stimulasi agar mau bekerja, biasanya dalam mengerjakan tugas
melampaui dari yang diminta, bertanya tidak sekedar tentang kenapa dan bagaimana,
mendapatkan ide yang berbeda dalam mengerjakan sesuatu, tidak takut mencoba hal baru, dapat
menikmati menggambar dan membuat disain walau guru sedang menerangkan di depan kelas.
Selain itu mereka suka mengadakan observasi, tidak peduli akan hasilnya meskipun berbeda dari
yang ditugaskan, senang mengadakan eksperimen untuk mendapatkan hal baru dari pada sekedar
mengerjakan tugas yang diminta oleh guru.
Dari segi pribadi kreativitas menurut Mulyadi Gandadipura (1983) ciri-ciri, karakteristik
orang-orang kreatif adalah :
1. Bebas berpikir dan bertindak, tidak menyukai kegiatan-kegiatan kelompok yang
menuntut konformitas dan tidak mudah dipengaruhi oleh desakan-desakan sosial bila
mereka telah yakin, bahwa pendapatnya sendiri benar.
2. Kecendrungan untuk kurang dokmatis atau lebih relatifistik dalam pandangan-pandangan
hidupnya, dibanding dengan orang-orang yang dinilai tidak kreatif.
3. Berkemauan untuk mengakui dorongan-dorongan dirinya yang tidak berdasarkan alasan
akal.
4. Menyukai hal-hal yang rumit dan baru.
5. Menghargai humor dan mereka mempunyai “ a good sense of humor”.
6. Mementingkan nilai-nilai teoritis dan estetis.
Donald Herberholz menggunakan seniman sebagai contoh manusia kreatif. Dari
pengamatannya ia menyatakan bahwa seniman memiliki ciri selalu siaga persepsinya, dapat
mengembangkan idenya secara mandiri, memiliki rasa percaya diri, suka mengamati setiap benda
serta memiliki kepekaan estetis. Secara umum para ahli setuju tentang aspek atau komponen yang
memberikan ciri terhadap yang disebut kreatif. Komponen itu merupakan kemampuankemampuan yang dapat melahirkan ide atau gagasan. Kemampuan untuk melahirkan ide yang
banyak dan relevan dengan permasalahan yang disebut fluency, kemampuan untuk menyesuaikan
cara berfikir dengan cara yang lain disebut flexibility. Ada beberapa faktor lain lagi lagi penting
sebagai ciri kreativitas yaitu keberanian mengambil resiko, kemampuan untuk bekerja secara
mendetail dan rumit, kemampuan untuk mengembangkan ide sederhana sehingga menjadi ide
yang jelas, kemampuan untuk menyerap informasi secara cepat dan menjadikannnya sebuah ide.
serta kemampuan untuk memikirkannya sesuatu yang tak terduga dan orang lain tidak
melihatnya.
7
Frank E. Williams menggolongkan kemampuan ini ke dalam proses kognitif dan efektif
yang bermanfaat untuk pengembangan imaginasi kreatif melalui metode Scamper yang
dikembangkan oleh Bob Eberly.
Seni dan kreativitas
Dalam buku The Book of Knowledge (1973) dikatakan bahwa seni adalah hasil peradaban
manusia tertua bahkan manusia telah menciptakan seni sebelum manusia mengenal seni itu
sendiri. Seni secara inheren menyatu dengan kehidupan manusia, karena seni itu sendiri adalah
karya alami manusia yang secara menerus akan diciptakan oleh manusia dalam kehidupaannya.
Seni adalah biosfer pertama yaitu bumi kita ini yang alami (natural) sedangkan biosfer kedua
adalah karya desain (artificial) yang dikreasikan manusia dalam bentuk built environment yang
belum tentu dapat menyatu dengan alam sebagai manifestasi seni yang hakiki. Maka seni adalah
produk pemikiran manusia sekaligus refleksi dari pemikiran manusia yang terus berkembang
sejalan dengan perkembangan peradapan manusia dalam menciptakan seni. Seni kemudian
dipahami sebagai produk peradaban yang penuh misteri yang selalu berubah seperti halnya
manusia yang mengembangkan seni itu sendiri. Pada hakekatnya manusia mengetahui apa yang
disebut seni, namun persoalannya akan muncul ketika manusia diminta untuk mendefinisikan
seni. Tidak ada penjelasan yang dapat memuaskan dalam upayanya untuk menjelaskan tentang
seni bahkan penjelasan apapun tentang seni belum mampu mencakup pengertian tentang seni
secara holistik. Seni akan mengekspresikan keunikan manusia atauu masyarakat yang terkait
dengan sense of beauty yang memiliki variasi bentuk misalnya komposisi musik, tarian klasik,
pembacaan puisi, pembuatan patung (sculpture) dan lukisan. Seperti yang pernah dinyatakan oleh
Michelangelo, seni tidak jarang akan merefleksikan kebenaran (thruth) kehidupan yang dilihat
oleh seniman.
Seni adalah kegiatan yang terjadi oleh proses cipta, rasa, dan karsa. Tidak sama, tetapi
tidak seluruhnya berbeda dengan sains dan teknologi, maka cipta dalam bidang seni mengandung
pengertian terpadu antara kreativitas (creativity), penemuan (invention), dan inovasi (innovation),
yang sangat dipengaruhi oleh rasa (emotion atau feeling). Namun demikian, logika dan daya nalar
mengimbangi emosi dari waktu kewaktu dalam kadar yang cukup tinggi. “Rasa” timbul karena
dorongan kehendak naluri yang disebut “karsa”. Karsa dapat bersifat personal atau kolektif,
tergantung dari lingkungan serta budaya masyarakat (But Muchtar dan Soedarsono, 1985:1)
Penciptaan sebuah bentuk karya seni membutuhkan proses yang panjang. Penciptaan
sebuah karya seni lukis dapat diklasifikasikan proses kreatif menjadi empat tahap, yaitu tahap
pertama disebut sebagai ‘preparation’, di dalam tahap ini masalah diselidiki dari segala sudut
8
untuk melihatnya secara obyektif. Kedua disebut sebagai masa ‘incubation’ dimana seorang tidak
menyadari sedang berfikir tentang suatu masalah. Ketiga disebut sebagai tahap ‘illumination’ di
mana terjadi suatu proses psikologis dengan munculnya ide-ide yang baik. Keempat disebut
sebagai tahap ‘verification’ pada masa inilah keabsahan ide diuji dan disempurnakan menjadi
bentuk yang senyatanya. (Lubart, 1999). Sedang penciptaan desain dapat dilakukan dengan cara
(a) tahap persiapann berupa pengamatan, pengumpulan informasi, sdan gagasan, (b) elaborasi
untuk menetapkan gagasan pokok melalui analitis, integrasi, abstraksi, generalisasi, dan
transmutasi, (c) sintesis untuk mewujudkan konsepsi karya seni, (d) realisasi konsep ke dalam
berbagai media seni, (e) penyelesaian ke dalam bentuk akhir karya seni (Catatan Konsorsium
Seni:1986 dan Bandem: 2006).
Setiap tahap memiliki teori, sistem, dan metode untuk mencapai tujuan. Seluruh proses
ini memerlukan waktu yang cukup panjang guna menghasilkan sebuah karya seni yang novelty
atau orisinal. Karya seni sebagai produk yang diciptakan atas dasar tahapan-tahapan di atas,
biasanya memiliki 3 (tiga) unsur yang memastikan yaitu ide (gagasan), bentuk, dan penampilan.
Ketiga unsur ini dilatarbelakangi oleh penciptanya, individu atau kolektif termasuk latar belakang
budaya para penciptanya. Berdasarkan
atas kompleksitas itu, tidak dapat dipungkiri bahwa
sebuah karya seni dapat dijadikan obyek penelitian.
Di atas telah diuraikan bahwa daya kreasi sangat penting dalam mewujudkan suatu ide
yang ada dalam alam imajinasi. Seni pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan dengan kreativitas,
sebab dimana ada seni di situ ada kreasi. Di dalam seni rupa khususnya seorang seniman
memerlukan sikap kreatif dalam memberikan wujud kepada karya-karyanya. Ada beberapa
aktifitas psikologis yang terjadi selama proses berolah seni yaitu : persepsi, intuisi, imajinasi,
emosi, intelek dan keterampilan dalam memecahkan masalah teknik yang dialami dalam
berkreasi. Hal ini tak pernah dilewati bila seorang seniman berupaya mengekspresikan perasaan
dan pikirannya untuk menjadikan wujud yang disebut sebagai karya seni. Kandinsky seorang
pelukis kelahiran Rusia, berdasarkan pengalaman dan penghayatannya waktu berkarya dapat
mengindentifikasikan proses berkarya seni menjadi tiga tahap. Pertama adalah kesan langsung
dari alam yang dicurahkan kedalam bentuk gambar, tahap ini disebut sebagai ‘impression’. Kedua
adalah ekspresi terdalam dari nilai alam yang non-material disebutnya sebagai ‘improvisation’.
Ketiga adalah pembentukan ekspresi dari perasaan yang terdalam secara perlahan-lahan dengan
pembetulan.dan pengulangan yang disebut sebagai ‘composition’. (Read: 1968).
9
Metode Pengembangan Kreativitas
Pengembangan kreativitas secara formal masih belum banyak dilakukan. Kreativitas
dalam aktivitasnya memang sudah dilakukan, namun kreativitas sebagai suatu ilmu yang dapat
diajarkan di Indonesia belum berkembang. Dalam hal ini Dikmenjur khususnya kelompok budaya
sudah maju selangkah dengan menjadikan kreativitas sebagai mata pelajaran. Ini memang sangat
relevan karena dunia seni dan kerajinan penuh dengan aktivitas kreatif, namun sebenarnya
kreativitas dapat terjadi disegala bidang kegiatan manusia sehingga hal ini menjadikan' sangat
penting untuk dikembang tingkatkan jika seseorang atau kelompok ingin cepat menghasilkan ideide yang cemerlang.
Apabila kita perhatikan peta otak manusia, yaitu antara otak kiri dan kanan maka
kreativitas berada pada sisi kiri yang memberi kemampuan untuk berfikir divergent yaitu berfikir
secara alternatif; bahwa suatu masalah dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, jawaban bukan
hanya satu tetapi ada pilihan-pilihan yang lain sehingga kebuntuan dalam menyelesaikan masalah
dapat terpecahkan.
Kreativitas oleh karena itu memiliki kesetaraan dengan ilmu/pelajaran yang lain dan
memiliki suatu bagian dalam sistem tubuh manusia yang dapat dilatih untuk dikembangkangkan.
Kreativitas berbeda dengan keterampilan yang menekankan kepada segi penguasaan teknik dan
berbeda pula dengan kecerdasan yang dapat dilatih melalui ilmu/pelajaran eksakta serta berbeda
pula dengan pelajaran yang melatih daya ingat, namun demikian satu sama lainnya saling
mendukung. Kreativitas sebenarnya menekankan lebih kepada masalah pembentukan sikap dan
kecekatan dalam mencari alternatif, sikap untuk berani mengambil resiko, sikap untuk tidak
selalu puas dengan apa yang sudah ada dan didapat, sikap untuk mencari dan mencari hal-hal
baru yang orang lain belum mengetahuinya. Bagaimana cara membina dan mengembangan sikapsikap tersebut?
Bob Eberly dalam mengembangkan sikap kreatif mengidentifikasikan terlebih dahulu proses
kognitif yang mendukung pengembangan kreatif antara lain berupa :
1. Fluent Thinking yaitu kelancaran dan kebebasan berfikir, mengutamakan jumlah
yang sebanyak-banyaknya serta memiliki relevansi terhadap apa yang ditanggapi.
2. Flexible Thinking yaitu kemampuan dalam merubah dan menyesuaikan pikiran,
kemampuan dalam memberi sudut pandang yang berbeda dan alternatif yang lain
dalam menyelesaikan suatu masalah.
3. Originality adalah kemampuan dalam menghasilkan ide-ide atau respon yang unik,
aneh, inventif memiliki karakteristik 'novelty'.
4. Elaboration adalah kemampuan dalam menghaluskan, memperkaya suatu ide,
10
rencana atau produk. Membuat ide yang tadinya sederhana menjadi baik dan jelas
dengan menambah detail yang diperlukan.
5. Curiosity merupakan perasaan yang kuat untuk mengetahui sesuatu, penasaran dan
memiliki kapasitas untuk membuat permasalahan.
6. Willingness to take calculated risk ini merupakan kemampuan untuk menafsirkan
sesuatu secara bebas, tidak takut salah, berani berspekulasi, punya kemampuan
melihat dan mengetahui sesuatu lebih awal, suka akan hal-hal yang belum dikenal
sehingga bersifat adventurir.
7. Preference for complexity adalah senang mengerjakan masalah yang sulit, mau
menerima tantangan dan senang membenahi hal yang tidak teratur menjadi baik.
8. Intuition adalah kecepatan dan ketajaman pandangan, dapat mengeluarkan ide secara
tiba-tiba, dapat menyerap ide atau informasi secara mandiri melalui proses berfikir
yang logis.
Untuk mengembangkan sikap kreatif melalui proses kognitif tersebut di atas, Eberly
menggunakan metode yang disebut SCAMPER. Secara literal kata ini berarti lari bermain
seperti anak, maka dalam kata ini menggambarkan suatu permainan untuk mendapatkan ide.
Kata tersebut juga merupakan sebuah akronim dimana setiap huruf memiliki arti yang
berhubungan dengan pengembangan imajinasi kreatif. Teknik ini dapat diterapkan kepada
kegiatan yang memerlukan perencanaan atau pendesainan seperti seni rupa, kerajinan dan lain
sebagainya. Kita dapat membayangkan untuk pengembangan ide melalui tema atau melalui
cheklist SCAMPER sebelum ide betul-betul sudah pasti mau diwujudkan.
Berdasarkan pada buku 'Your Creative Power' oleh Alex Asborn maka Eberly
menyarankan penggunaan teknik SCAMPER untuk mengembangkan gagasan-gagasan.
SCAMPER dalam hal ini dapat diuraikan sebagai berikut:
S. Substitute
: Orang atau benda dapat mengganti tempat atau peran satu sama lainnya.
Apakah ada cara lain menggunakan hal ini?
C.Combine
: Mengkombinasikan atau menyatukan . Apa kira-kira yang terjadi jika hal ini
disatukan?
A. Adapt
M. Modify
: Menyesuaikan terhadap kondisi atau maksud. Apa ada hal lain seperti ini?
: Merubah, menukar bentuk atau kualitas
Magnify
: Memperluas, membesarkan bentuk atau kualitas.
Minify
: Memperkecil, memperingan, memperlambat, mengurangi frequensinya.
Dapatkah ini dibayangkan menjadi besar atau tambah kecil?
11
P. Put to other uses
: Menggunakan lain dari yang dimaksudnya semula.
Apakah ini dapat digunakan sebagai...?
E. Eliminete
: Memindahkan,menghilangkan suatu kualitas, bagian atau
keseluruhan. Bagaimana jika ini dihilangkan?
R. Reverse
Rearrange
: Menempatkan secara bertentangan atau terbalik.
: Merubah susunan, menyusun kembali. Apakah yang
terjadi jika ini dibalik atau disusun kembali lay out nya,
komposisinya?
Seorang seniman atau perupa atau seseorang yang ingin mengembangkan kemampuan
olah seninya, dengan mengembangkan sikap kreatif yang digagas oleh Bob Eberly diperkuat oleh
metode SCAMPER dalam proses kreatifnya tentu penciptaan karya seni akan menjadi lebih fokus
dan memiliki karakter yang unik. Pikiran kreatif akan menuntun perupa berdialog dengan ruang
dalam dirinya serta karya seninya, sehingga apa yang dia hasilkan akan menjadi kekayaan kreatif
yang dinamis dan berkembang tanpa batas. Setelah secara mahir mengaplikasikan sikap kreatif
dan metode kreativitas di atas, langkah berikutnya yang penting dimiliki oleh perupa/seniman
adalah kemampuan menganalisis karya salah satunya melalui pendekatan kritik seni.
Edmund Burke Feldman menyatakan kritik seni rupa modern pada dasarnya adalah
perbincangan mengenai seni (rupa), “art criticism is talk about art”. Analisis karya melalui
pendekatan estetika Feldman meliputi tema, fungsi, gaya dan gramatika visual diperkuat
kemudian dengan pendekatan kritik seni melalui proses deskripsi, analisis, interpretasi, dan
evaluasi. Tujuan dari kritik seni adalah pemahaman (understanding), supaya orang memperoleh
informasi dan pemahaman yang berkaitan dengan mutu suatu karya seni sehingga akan
ditemukan terjadinya proses transformasi estetik meliputi tema, gaya, fungsi, makna hingga
konsep berkeseniannya.
Karya yang akan menjadi contoh olah kreatif media seni dalam makalah ini adalah karyakarya dari perupa asal Bali yang berproses kreatif di Yogyakarta. Ada ratusan perupa Bali yang
sejak tahun 1960an hingga kini merantau ke Yogyakarta dan menjadi salah satu barometer
perkembangan tren seni rupa di Yogyakarta. Dengan mengamati performa karya mereka, kita bisa
melihat betapa sikap kreatif dan metode yang dikembangkan di atas bisa menjadi inspirasi dalam
melahirkan karya seni yang bermutu, unik, menarik, partikular, khas dan yang paling penting
mampu menghadirkan karakter sang penciptanya (perupa).
Karya seni kontemporer perupa Bali yang saat ini sedang berkembang dengan pesatnya,
penulis klasifikasikan ke dalam tiga struktur media penciptaan yakni media dua dimensional, tiga
12
dimensional dan seni instalasi. Berbicara tentang karya seni akan tidak utuh jika tidak
menyinggung ikhwal yang menyangkut medium, karena hanya lewat medium itulah, karya seni
itu akan memperoleh wujudnya yang konkret-lahiriah. Sifat-sifat lahiriah inilah yang
memungkinkan para pengamat potensialnya menggapai gagasan yang hendak diketengahkan oleh
penciptanya. Medium bukan segala-galanya, namun medium itu dapat diberi peran yang cukup
menentukan, tentunya pada karya seni yang hanya dilihat sebagai sistem organik atau katakanlah
kesatuan estetik.
Terlepas dari bagaimana hasil akhir kreativitas olah seni (rupa) yang menjadi area
ketertarikan imajinasinya, sekali lagi bahwa manusia memahami seni dengan pengembangan
kreativitas adalah sebagai proses memahami dirinya sendiri, proses kreatif yang selalu mampu
menciptakan berbagai pilihan alternatif dalam memecahkan masalah. Dengan terciptanya karya
seni menjadi bukti bahwa dia telah berhasil berdialog dengan dirinya sendiri dan karyanya
menjadi sesuatu yang bermakna untuk orang lain dan kehidupan.
Berikut beberapa contoh karya seni yang telah menjadi ruang meditasi konflik pribadi
perupa:
Gambar 2. Wayan Upadana, Mencair ke Angkasa, 2010, Diameter 150 x 8 cm (3panel), cat
akrilik, polyester resin, cat mobil, dan kanvas.
13
Gambar 3. Made Valasara, Kehilangan Taring Maka Tampak Samar (Emboss Series), 2009,
200 x 200cm, Akrilik, dakron, dan benang di atas kanvas.
Gambar 4. Nyoman Gunarsa, “Sintesa Periode 1510”, 1994, cat minyak di atas kanvas, 145 x
145cm.
14
Gambar 5. I Made Arya Palguna, 2008, “Curhat”, 130 x 140 cm, akrilik di atas kanvas.
Gambar 6. I Nyoman Masriadi, 2002, “Banana King”, 125 x 145 cm, akrilik di atas kanvas.
15
Gambar 7. I Gede Arya Sucitra, 2011, “Ketika Merokok Menjadi Lelaku Spiritual”, cat akrilik
di atas kanvas, 150cm x200cm.
Gambar 8. Wayan Upadana, Euphoria Globalisasi, 2010, 170 x 72 x 85 cm, polyester resin,
bathtube, cat mobil, dan stainless stell.
16
Gambar 9. I Made W. Diputra, Hope and Holy, mixed Media, 2012
Kesimpulan
Seni menjadikan manusia mampu mengelola konflik batin dan juga merumuskan apa
yang menjadi kehendaknya membangun kehidupannya. Salah satunya dengan mencipta seni,
manusia mengobati pikirannya dengan keindahan, dengan kelembutan dan dunia tanpa batas.
Dengan menikmat seni, manusia mengasah dunia ‘rasa’ yang hanya hadir dengan kontemplasi
batin atas getaran-getaran yang dihasilkan dari kedalaman ‘rasa’ dalam mencipta seni. Melalui
seni, manusia dituntun berolah kreatif. Kreativitas adalah sesuatu yang bergerak, apabila tidak
beranjak dari satu kondisi ’yang itu-itu saja’ maka perlu upaya ke luar dari belenggunya untuk
menuju ke alam kreatif yang luas dan tak terbatas. Melalaui metode pengembangan kreativitas
yang kreatif dan dinamis maka akan dihasilkan berbagai macam konsep seni rupa, penciptaan
karya seni dan penelitian seni dan desain, di mana keseluruhannya akan sangat penting sebaggai
oase kerasnya kehiduapan sehari-hari apalagi jika memang seseorang itu serius terjun dalam
dunia seni maka kemampuan kreativitas akan mengawalnya dalam berkompetisi menghasilkan
karya seni yang kreatif di jagat industri kreatif.
Akhirnya dapat ditegaskan bahwa berpikir kreatif adalah menyenangkan, karena adanya
gagasan-gagasan segar sehingga suatu kondisi yang mandeg akan mengalir, inilah yang
17
menyebabkan peradaban manusia tidak statis. Benak manusia selalu bergerak, energi yang
menggerakkannya akan lebih bermanfaat jika dapat digunakan untuk memikirkan hal-hal yang
sifatnya kreatif berguna bagi perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia.
18
Kepustakaan
Bandem, I Made. “Metode Penelitian Seni”, Disampaikan dalam Lokakarya Pengembangan
Metodologi Penelitian, Perancangan/Penciptaan Seni dan latihan Penyusunan Proposal.
Yogyakarta: LP ISI, 2006.
Broudy, Harry. Theory and Practice in Aesthetic Education, A Jurnal of Issue and Reasearch.
National art Education Association. The University of Illionis. 1987.
Eberly, Bob. Scamper On, Hawker Brownlow Education, 1989.
Feldman, Edward Burke. Art as Image and Idea. New Jersey: Prentice-Hall Inc., Englewood
Cliffs, 1967.
Lowenfeld, Victor. Creative and Mental Growth, New York: The MacMillan Company, 1980.
Lubart, TI. “Creative across culture” in Rubert J. Sternberg, ed., Handbook of Creativity. UK:
Cambridge University Press, 1999.
McFee, June King, Preparation for Art, California: Wardswoth Publishing Company, 1970.
Muchtar, But dan Soedarsono. “Pendidikan Seni Indonesia”. Jakarta: Konsorsium Seni, 1985.
Read, Herbert. The Meaning of Art, London: Faber and Faber, 1968.
Sahman, Humar. Mengenal Dunia Seni Rupa: Tentang Seni, Karya Seni, Aktivitas Kreatif,
Apresiasi, Kritik dan Estetika. Semarang: IKIP Semarang Press, 1993.
Subroto, T. Yoyok Wahyu, “Metoda Penelitian Bidang Seni dan Desain (Teori, Metoda dan
Aplikasi)”, Disampaikan dalam Lokakarya Pengembangan Metodologi Penelitian,
Perancangan/Penciptaan Seni dan Latihan Penyusunan Proposal Dalam rangka Program
Penguatan Lembaga Penelitian ISI Yogyakarta, 2006.
Suryahadi, Anak Agung. “Pengembangan Kreativitas Melalui Seni Rupa”, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah,
PPPGK, Yogyakarta, 1994.
Torrance, Paul. Paul Torrance Test of Creative Thinking. Lexington : Personal Press, 1981.
Download