KARAKTERISTIK DAN DINAMIKA KEHIDUPAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI BALAI REHABILITASI SOSIAL BINA KARYA DAN LARAS (RSBKL) YOGYAKARTA TAHUN 2016 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Srata 1 Oleh: MIRNA YUSTIEN SAFITRI NIM 12250015 Pembimbing: Dr. H. Zainudin, M. Ag, NIP 19660827 199903 1 001 PROGRAM STUDI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2016 HALAMAN PERSEMBAHAN Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis selalu sehat, semangat dan diberikan kemudahan untuk menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada Rasulullah Saw, manusia terbaik yang selalu menjadi sumber inspirasi penulis untuk selalu menjadi lebih baik disegala aspek kehidupan. Segenap kasih dan cinta penulis skripsi persembahkan untuk kedua orang tua terkasih, untuk ini spesial penulis Bapak Agus Endro Sulistiyono dan Ibu Yatimah yang sejak ananda dilahirkan selalu memberikan yang terbaik kepada ananda selalu dalam keadaan apapun. Besar harapan ananda untuk dapat menjadi anak yang berbakti dan membanggakan. Ananda bersyukur mempunyai orang tua hebat dan luar biasa seperti Bapak dan Ibuk. Kepada adik semata wayang ku, Fatma Sari Indrayati yang selalu memberiku semangat. Kepada seseorang yang selalu menemaniku saat senang dan susah, serta menjadi sumber penyemangatku Iyan Anugrah, terima kasih banyak atas semua waktu yang telah diluangkan untuk membantuku sampai sejauh ini. Kepada Alamamater Tercinta Prodi Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Komunikasi Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta. vi MOTTO “Berangkat dengan penuh keyakinan, Berjalan dengan penuh keikhlasan, Istiqomah dalam menghadapi cobaan Jadilah seperti karang di lautan yang kuat dihantam ombak dan kerjakanlah hal yang bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain” “Do not put off doing a job because no body knows whether we can meet tomorrow or not” (Jangan menunda-nunda untuk melakukan suatu pekerjaan karena tidak ada yang tahu apakah kita dapat bertemu hati esok atau tidak). “Do the best, be good, then you will the best” (Lakukan yang terbaik, bersikaplah yang baik, maka kau akan menjadi orang yang terbaik). Kita akan sukses jika belajar dari kesalahan ABSTRAK Penellitian ini berjudul “Karakteristik dan Dinamika Kehidupan Gelandangan dan Pengemis di Balai Rehabilitasi sosial Bina Karya dan laras (RSBKL) Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan mengingat permasalahan sosial e=semakin meningkat dan kompleks. Terutama masalah gelandangan dan pengemis. Gelandangan dan pengemis merupakan salah satu penyandang masalah kesejahteraan sosial. Mereka tersebat di seluruh kota-kota yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah di Kota Yogyakarta. Gelandangan dan pengemis adalah orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal tetap dan hanya tinggal di jalanan. Oleh sebab itu, perlu adanya rehbilitasi bagi gelandangan dan pengemis agar nantinya mereka tidak kembali ke jalanan. Salah satu bentuk penanganan yang telah dilakukan oleh Pemkot DIY adalah dengan mendirikan panti sosial yang khusus menangani permasalahan gelandangan dan pengemis, yaitu Balai Rehabilitasi sosial Bina Karya dan laras (RSBKL) Yogyakarta. Dari pernyataan di atas peneliti mengajuka pertanyaan sebagai rumusan masalah, yaitu bagaimana dinamika kehidupan serta karakteristik warga binaan sosial gelandangan dan pengemis di Balai Rehabilitasi sosial Bina Karya dan laras (RSBKL) Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Peneliti mengumpulkan data dengan metode observasi, wawancara serta dokumentasi. Observasi di peroleh dengan mengamati apa yang terjadi di lapangan secra langsung serta kegiatan apa saja yang dilakukan oleh warga binaan sosial gelandangan dan pengemis selama di Balai. Peneliti memperoleh data wawancara dari informan seperti enam warga binaan sosial gelandangan dan pengemis dan dua pekerja sosial di Balai Rehabilitasi sosial Bina Karya dan laras (RSBKL) Yogyakarta. Serta dokumentasi digunakan untuk melihat arsip yang terkait dengan klien ataupun mengenai Balai Rehabilitasi sosial Bina Karya dan laras (RSBKL) Yogyakarta. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa alah satu yang menjadi faktor utama penyebab gelandangan dan pengemis berpindah-pindah panti sosial adalah faktor pengaruh dari gelandangan yang sudah senior dan secara sengaja memberikan informasi terkait kelemahan dan kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing panti sosial yang ada di berbagai daerah agar bisa dimanfaatkan. Gelandangan dan pengemis yang sering berpindah-pindah panti sosial cenderung memiliki karakteristik yang sama. Karakteristik individu yang mereka miliki adalah sikap mental yang rendah, berorientasi hanya pada uang, kurang mampu bersosialisasi dengan lingkungan, tingkat religiusitas rendah, perilaku sosial cenderung negatif, serta budaya hidup bebas berpasangan tanpa memiliki surat pernikahan. Secara umum warga binaan sosial gelandangan dan pengemis di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta tidak memiliki tujuan hidup yang jelas. Mereka tidak memikirkan masa depan untuk lebih baik dari saat ini. Mereka menganggap bahwa menjadi gelandangan dan pengemis adalah sebuah takdir yang tidak dapat diubah lagi. ix KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dn menyelesaikan skripsi dengan judul Karakteristik dan Dinamika kehidupan Gelandangan dan Pengemis di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta tanpa halangan yang berarti. Segala upaya untuk menjadikan skripsi ini mendekati sempurna telah penulis lakukan, namun keterbatasan yang dimiliki penulis mak akan dijumpai kekurangan baik dalam segi penulisan maupun segi ilmiah. Adapun terselesaikannya skripsi ini tentu tidak akn berhasil dengan baik tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penhargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini, terutama kepada : 1. Bapak Dr. H. Zainudin , M.Ag , selaku dosen pembimbing skripsi penulis. Terimakasih atas bimbingan, masukn, motivasi serta kesabaran beliau membimbing dalam proses penyusunan skripsi muli dari pembuatan proposal sampai sengan terselesaikannya karya ilmiah ini. 2. Ibu Andayani, S.IP, MSW, selaku dosen pembimbing akademik. Terimakasih atas bimbingan, motivasi saran dan motivasi beliau sehingga penulis dapat segera menyelesaikan study di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 3. Bapak Ibu Dosen Prodi Ilmu kesejahteraan Sosial dan segenap Staff tata Usaha Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Terimakasih atas dorongan dan bantuan yang diberikan kepada penulis dalam pembuatan karya ilmiah ini serta pelayanan administrasi yang baik. viii 4. Kedua orang tuaku Ayahku Agus Endro Sulistiyono dan Ibuku yatimah, terimakasih atas doa yang tak pernah henti untuk anakmu ini dan terimakasih banyak atas dukungan moril dan materil yang telah diberikan selama ini, semoga dengan terselesaikannya skripsi ini menjadi langkah awal menuju masa depan yang lebih baik. Tanpa kalian aku tak berarti apa apa. Aku mencintai kalian. 5. Adikku tercinta Fatma Sari Indrayati, terimakasih sudah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan study di UIN Sunan Klijaga Yogyakarta. 6. Seseorang yang special dihidupku Iyan Anugrah yang senantiasa menemaniku disaat susah maupun senang. Terimakasih banyak atas dukungan, motivasi, semngat serta cinta dan kasih selama mendampingiku selama ini. 7. Bapak Rahmat Joko Widodo serta Ibu Anah Wigati, selaku pekerja sosial di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta. Terimakasih banyak atas bantuan, dukungan, motivasi serta ilmu yang telah diberikan selama penulis menjalai PPS disana. 8. Sahabat-sahabat tercintaku, Vandry, Nurul, Umi Mujiati, Kak Josua, Irma 9. Teman-teman PPS I, II, III Nofi, Umi, Zakka, Papsa, Adit, mas Izzul, Brilian, Septi, dan yang lainnya. Terimakasih banyak telah menjadi teman-teman terbaikku selama ini. Banyak hal yang telah kita lewati bersama. 10. Teman-teman Prodi IKS 2012 dan teman-teman Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Terimakasih untuk dukungan dan semangat yang kalain berikan. 11. Dan semua pihak yang telah membantu dalam menyusun skripsi ini, yang tidak penulis sebutkan satu per satu. Tiada kata yang dapat terucap kecuali ucapan terima kasih kepada mereka semua iringan doa, semoga Allah SWT membalasnya dengan sebaik-sebaiknya balasan. Amiin. Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan- penulisan selanjutnya. Sehingga dapat mengantarkan skripsi inimenjadi lebih baik. Mudah-mudahan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan. Amiin. Yogyakarta, 23 Agustus 2016 Hormat Penulis, Mirna Yustien Safitri DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................................... ii SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI ............................................................................... iii SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................... iv SURAT PERNYATAAN BERJILBAB .......................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................................... vi MOTTO ......................................................................................................................... vii KATA PENGANTAR .................................................................................................. viii ABSTRAK ...................................................................................................................... ix DAFTAR ISI .................................................................................................................... x DAFTAR TABEL DAN BAGAN ................................................................................... xi BAB I PENDAHULUAN A. B. C. D. E. F. G. H. Latar Belakang Masalah ........................................................................................ 1 Rumusan Masalah ................................................................................................. 7 Tujuan Penelitian .................................................................................................. 8 Manfaat Penelitian ................................................................................................ 8 Kajian Pustaka....................................................................................................... 9 Kajian Teori ........................................................................................................ 12 Metode Penelitian................................................................................................ 39 Sistematika Pembahasan ..................................................................................... 45 BAB II GAMBARAN UMUM BALAI REHABIITASI SOSIAL BINA KARYA DAN LARAS, YOGYAKARTA A. B. C. D. E. F. G. H. I. J. K. L. Sejarah RSBKL Yogyakarta .............................................................................. 46 Landasan Hukum ............................................................................................... 48 Letak Geografis ................................................................................................... 48 Visi dan Misi Lembaga ....................................................................................... 49 Sasaran Program ................................................................................................. 51 Tugas Pokok ....................................................................................................... 52 Persyaratan Masuk dan Proses Penerimaan di RSBKL Yogyakarta ................. 52 Sruktur Organisasi/Personalia RSBKL Yogyakarta .......................................... 54 Jumlah Gelandangan dan Pengemis di RSBKL Yogyakarta ............................. 55 Jaringan Mitra RSBKL Yogyakarta ................................................................... 57 Sarana dan Prasarana .......................................................................................... 61 Faktor Pendukung dan Penghambat ................................................................... 63 x M. Fasilitas Pelayanan .............................................................................................. 64 N. Program Layanan ................................................................................................ 67 O. Prinsip-prinsip Pelayanan dan Indikator Keberhasilan ...................................... 68 BAB III KARAKTERISTIK DAN DINAMIKA KEHIDUPAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS SELAMA MENJALANI MASA REHABILITASI DI PANTI SOSIAL A. Karakteristik warga binaan gelandangan dan pengemis di RSBKL Yogyakarta .................................................................................................... ..... 71 1. Mentalitas Rendah ........................................................................................ 72 2. Berperilaku Kasar ......................................................................................... 73 3. Egois ............................................................................................................. 73 4. Tidak Mampu Bersosialisasi dengan Baik ................................................... 74 5. Asosial .......................................................................................................... 76 B. Dinamika Kehidupan Warga Binaan Gelandangan dan Pengemis Selama Masa Rehabilitasi ............................................................................................... 79 1. Profil warga binaan gelandangan dan pengemis ........................................... 84 2. Penyebab gepeng sering melarikan diri dari panti sosial ............................ 107 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ...................................................................................................... 114 B. Saran-saran ........................................................................................................ 115 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN xi DAFTAR TABEL DAN BAGAN A. TABEL Tabel 1.1 Data Jumlah gelandangan dan pengemis berdasarkan jenis kelamin .......... 55 Tabel 1.2 Data jumlah gelandangan dan pengemis berdasarkan perujuknya ............. 56 Tabel 1.3 Data jumlah gelandangan dan pengemis berdasarkan asal daerah .............. 56 Tabel 1.4 Data sarana yang dimiliki oleh RSBKL Yogyakarta .................................. 61 Tabel 1.5 Data Prasarana yang dimiliki oleh RSBKL Yogyakarta ............................. 62 B. BAGAN Bagan 1.1 Sruktur Organisasi Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras Yogyakarta Tahun 2016 ............................................................................ 54 Bagan 1.2 Sistem Pelayanan di BRSBKL Yogyakarta ............................................... 66 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah yang rumit. Sedemikian peliknya seakan-akan menjadi persoalan abadi yang senantiasa berputar. Dampak yang ditimbulkannya sangat luas, baik dari segi psikologis, sosial, ekonomi maupun segi spiritual. Arti kemiskinan menurut kaca mata Sosiologi adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memeilhara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.1 Secara sosial ekonomi kondisi kemiskinan yang menahun di desa maupun di kota dengan segala sebab dan akibatnya, seperti kurangnya lapangan pekerjaan, penghasilan yang kurang memadai, lahan yang semakin menyempit, sementara jumlah penduduk desa terus bertambah, menyebabkan perpindahan penduduk desa menuju kota-kota untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang lebih.2 Dalam persaingan untuk mendapatkan pekerjaan, terdapat orangorang yang tersingkirkan, orang-orang yang tersingkir inilah yang kemudian mencoba segala daya upaya tetap bertahan hidup dengan membanjiri sektor- 1 Soerjono Soekanto, “Sosiologi” (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1990) hlm. 406 – 407. 2 M.Amien Rais, “Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia” (Yogyakarta: Aditya Media, 1995), hlm. 30. 2 sektor informal, entah dengan menjadi gelandangan, pengemis, pemulung dan lain sebagainya.3 Menurut Biro Pusat Statistik (BPS) penduduk miskin pada tahun 2014 berjumlah 27,7 juta jiwa dan meningkat pada tahun 2015 menjadi 28,5 juta jiwa.4 Mengatasi kemiskinan pada hakekatnya merupakan upaya memberdayakan orang miskin untuk dapat mandiri, baik dalam pengertian ekonomi, budaya, dan politik.5 Oscar Lewis mengemukakan bahwa, tingkah laku dan kebudayaan penduduk miskin ikut berpengaruh terhadap kemiskinan mereka. Karena itu, sekali kemiskinan menimpa, maka norma, tingkah laku dan kebudayaan kemiskinan yang berkembang dalam kehidupan itu cenderung mengekalkan keadaan miskinnya.6 Saat ini salah satu fenomena menarik dari masalah kemiskinan adalah semakin merebaknya gelandangan dan pengemis di jalanan. Kehadiran mereka tidak dapat dilepaskan dari keberadaan kota-kota besar yang ada di Indonesia. Kehidupan kota yang tampak mewah dengan segala daya tariknya ibarat sebuah magnet yang mengundang banyak orang untuk berurbanisasi pindah 3 Firman Lukman, Fenomena Anjal dan Gepeng Sebagai Citizenship, dalam http://firmanlukman33.blogspot.co.id/2012/02/fenomena-anjal-dan-gepeng-sebagai.html, diakses pada tanggal 03 Mei 2016, pukul 13.08 WIB. 4 Badan Pusat Statistik, Jumlah Penduduk Miskin Berdasarkan Provinsi, dalam https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1119, diakses pada tanggal 25 Mei 2016, pukul 21.51 WIB 5 M.Amien Rais, “Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia” (Yogyakarta: Aditya Media, 1995) hlm.33 6 hlm. 62 Widiyanto Paulus, “Gelandangan Pandangan Kaum Sosial” (Jakarta: LP3ES, 1998) 3 ke kota. Permasalahan gelandangan dan pengemis sebenarnya merupakan turunan dari permasalahan kemiskinan.7 Gelandangan dan pengemis yang ada di kota Yogyakarta merupakan salah satu fenomena sosial yang belum mendapat perhatian serius dari pemerintahan Yogyakarta maupun dari masyarakat. Hampir setiap harinya kita menyaksikan mereka beroperasi di tengah-tengah keramaian kota untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.8 Melihat fenomena tersebut pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berupaya untuk menangani permasalahan gelandangan dan pengemis dengan mengeluarkan Perda No. 1 tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan satu-satunya provinsi yang memiliki perda khusus terkait dengan gelandangan dan pengemis. Dalam perda ini secara garis besar memuat tentang penyelenggaraan dan prosedur penanganan gelandangan dan pengemis.9 Dengan adanya kebijakan Perda ini pemerintah berusaha membersihkan gelandangan dan pengemis agar kota Yogyakarta terbebas dari gelandangan dan pengemis dan tercermin sebagai kota yang sejahtera. Salah satu bentuk penanganan yang telah dilakukan oleh pemerintah DIY dalam menangani permasalahan gelandangan dan pengemis adalah dengan 7 Soerjono Soekanto, “Sosiologi” (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1990), hlm. 409. 8 Norikha Priyanto, “Penanganan Gelandangan Dan Pengemis Dalam Perspektif Siyasah (Studi Pasal 24 Perda DIY No. 1 Tahun 2014)”, skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, (Tahun 2015) 9 Perda DIY No. 1 Tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis 4 mendirikan Panti Sosial yang khusus menangani permasalahan ini, yaitu Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) yang dulunya bernama Panti Sosial Bina Karya.10 Berangkat dari fenomena dan realita di atas maka penulis tertarik untuk mengangkat tema Karakteristik dan Dinamika Kehidupan Gelandangan dan Pengemis di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta dengan beberapa argumentasi sebagai berikut. Penulis sebelumnya pernah menjalani PPS (Praktik Pekerjaan Sosial) I. II. dan III di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Sidomulyo TR IV/369 Tegalrejo Yogyakarta sehingga untuk efektifitas pengumpulan datanya lebih efisien. Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) merupakan Balai Sosial di Daerah Istimewa Yogyakarta yang menangani masalah gelandangan dan pengemis. Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) merupakan Unit Pelaksana Tehnis Daerah Istimewa Yogyakarta di bawah koordinasi Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta yang bertugas dalam pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) khususnya gelandangan dan pengemis, maupun eks psikotik. Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras merupakan satu-satunya panti sosial yang menangani permasalahan gelandangan dan pengemis yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Program rehabilitasi yang ada di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras Yogyakarta meliputi bimbingan 10 Perda DIY No. 1 Tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis 5 fisik, mental, sosial, dan keterampilan resosialisasi dan pembinaan lanjut yang bertujuan agar warga binaan sosial yang telah dibina dapat berperan aktif kembali dalam kehidupan bermasyarakat.11 Dengan berbagai program rehabilitasi yang telah diberikan oleh Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) pada kenyataannya belum mampu menekan jumlah gelandangan dan pengemis di kota Yogyakarta. Menurut pengalaman penulis selama melakukan praktikum di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta rekrutmen gelandangan dan pengemis yang dilakukan oleh Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) diambil dari camp assesment Daerah Istimewa Yogyakarta , Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta maupun penyerahan diri secara langsung ke pihak Balai. Hal menarik yang ada di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta yaitu, dilakukannya assesment ulang kepada semua calon warga binaan gelandangan dan pengemis baik yang berasal dari camp assesment, Dinas Sosial maupun dari penyerahan diri. Banyak dari mereka yang sebelumnya sudah pernah terjaring razia berkali-kali di berbagai kota yang dilakukan oleh pemerintah setempat kemudian dimasukkan ke Panti Sosial daerah tersebut untuk mendapatkan rehabilitasi. Namun, pada kenyataanya banyak dari mereka yang secara sengaja melarikan diri dari Panti Sosial dengan berbagai alasan yang mereka miliki. Di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta 11 Brosur Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta 6 sendiri belum memiliki SOP (Standar Operasional Prosedur) yang mengatur tentang larangan untuk meninggalkan Balai dan wajib tinggal berada di Balai selama jangka waktu yang telah ditentukan. Dengan belum adanya SOP tersebut menyebabkan banyak warga binaan gelandangan dan pengemis yang ada di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta sering melarikan diri.12 Bahkan tak jarang dari mereka yang sengaja melarikan diri untuk berpindah ke panti sosial lainnya hanya karena tidak ada hal yang menguntungkan untuk didapatkannya dari panti sebelumnya. Mereka mengaku bahwa ketika mereka tinggal di suatu panti harus ada beberapa keuntungan yang mereka dapat. Jika itu tidak mereka dapatkan, maka mereka akan lebih memilih untuk melarikan diri dan kembali ke jalanan atau beralih berpindah ke panti sosial lain yang dirasa dapat menguntungkan bagi dirinya. Di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta telah banyak memberikan program rehabilitasi kepada warga binaan gelandangan dan pengemis seperti yang sudah dijelaskan di atas, namun hal tersebut dinilai kurang efektif untuk pembelajaran dan bekal hidup bagi gelandangan dan pengemis ketika nantinya mereka harus keluar dari balai dan kembali hidup bermasyarakat. Bahkan, yang terjadi saat ini adalah sebagaian dari warga binaan gelandangan dan pengemis di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta masih melakukan aktifitas memulung, mengemis, mengamen dan lain sebagainya 12 Hasil conferensi case (cc) “Karakteristik dan Proses Rekrutmen Calon Binaan di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta” pada tanggal 21 Mei 2016. 7 disela-sela kegiatan yang diberikan oleh balai. Hal tersebut menunjukkan bahwa mereka tinggal di balai bukan karena niat mereka yang ingin merubah diriya menjadi manusia yang lebih produktif dan mandiri di kehidupan nantinya, tetapi justru ada beberapa keuntungan yang ingin mereka raih ketika berada di balai disamping itu mereka masih tetap bisa beroperasi dijalanan seperti biasa meski ada waktu yang membatasi. 13 Berdasarkan paparan yang penulis kemukakan di atas, maka penulis merasa tertarik untuk mengeksplorasi lebih dalam tentang bagaimana karakteristik yang dimiliki oleh gelandangan dan pengemis serta mengetahui bagaimana dinamika kehidupan yang dialami oleh gelandangan dan pengemis di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Dari latar belakangan masalah yang diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana karakteristik gelandangan dan pengemis yang ada di Balai Rehablitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta? 2. Bagaimana dinamika kehidupan yang dialami oleh gelandangan dan pengemis di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta? 13 Hasil Observasi di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogykarta 8 C. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mendeskripsikan karakteristik gelandangan dan pengemis yang ada di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya (RSBKL) Yogyakarta. 2. Untuk mendiskripsikan dinamika kehidupan beberapa gelandangan dan pengemis yang ada di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta. D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kegunaan baik secara teoritis maupun praktis antara lain: 1. Kegunaan secara teoritis a. Diharapkan dapat menambah dan memperkaya khasanah ilmu pegetahuan khususnya dibidang pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi gelandangan dan pengemis. b. Sebagai pengembangan ilmu tentang penanganan dan rehabilitasi sosial bagi gelandangan dan pengemis di Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Prodi Ilmu Kesejahteraan Sosial. 2. Kegunaan secara praktis a. Menjadi bahan evaluasi bagi lembaga yang berkaitan dengan masalah sosial khususnya gelandangan dan pengemis. 9 b. Dapat menambah wawasan pengetahuan dan sebagai sumbanagan informasi bagi yang berminat mengadakan penelitian lebih jauh tentang pembinaan gelandangan dan pengemis. E. Kajian Pustaka Sejauh yang penulis ketahui belum ada kajian yang membahas secara khusus mengenai karakteristik dan dinamika kehidupan gelandangan dan pengemis di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta. Penulis menemukan beberapa buku yang terkait dengan penelitian ini. Seperti yang dikemukakan oleh Sujarwa dalam bukunya yang berjudul “Manusia dan Fenomena Budaya, Menuju Perspektif Moralitas Agama” mengungkapkan bahwa dinamika-dinamika perubahan manusia sering disebut dengan sikap hidup, dimana sikap hidup adalah keadaan hati dalam menghadapi hidup ini. Sikap hidup bisa positif dan negatif, bisa optimis atau pesimis dan bahkan bisa jadi apatis. Semua itu sangat bergantung kepada pribadi orang tersebut dan juga lingkungannya. Setiap manusia memiliki sikap. Kadar sikap yang dimiliki oleh setiap manusia satu sama lain tidaklah sama. Sikap seseorang dapat berubah secara tiba-tiba karena situasi dan kondisi lingkungannya.14 14 Sujarwa, “Manusia dan Fenomena budaya, menuju perspektif moralitas agama” (Yogykarta: UAD, 1999), hlm 97. 10 Menurut T.m. Newcomb sebagaimana dikutip oleh Sujarwa, mengatakan bahwa, “Sikap manusia bukanlah suatu konstruk yang berdiri sendiri, namun memiliki hubungan yang sangat erat dengan konstrukkonstruk lain. Seperti, dorongan, motivasi ataupun nilai-nilai tertentu.”15 Menurut Parsudi Suparlan dalam bukunya yang berjudul “Gelandangan Sebuah Konsekuensi Perkembangan Kota”, dimana Oscar Lewis mendefinisikan kemiskinan kultur adalah sebuah kemiskinan yang terjadi akibat faktor-faktor budaya sehingga seseorang atau kelompok orang tidak mampu “berproduksi” secara maksimal. Menurur Oscar Lewis sebagaimana dikutip oleh Parsudi, mengatakan bahwa kemikinan pada akhirnya mendorong terwujudnya sikap meminta-minta dan mengharapkan uluran tangan orang lain yang menjadi ciri-cirisubkultur orang miskin.16 Menurut Syafaruddin dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat” bahwa membangun rasa percaya diri adalah sala satu cara untuk mencapai sebuah kemandirian, dengan percaya diri seseorang akan mudah mengembangkan kreatifitas dan potensi diri yang dimiliki dan potensi diri inilah yang jika dikembangkan secara maksimal dan dengan tekat yang kuat dapat membawa seseorang berdiri sendiri tanpa menggantungkan nasib pada orang lain. 15 16 Ibid, hlm.98 Parsudi Suparlan, “Gelandangan Sebuah Konsekuensi Perkembangan Kota” (Jakarta: LP3ES, 1999 ), hlm.70. 11 Kemandirian selalu diiringi dengan tindakan yang original, kreatif dan mampu bertanggung jawab. Kemandirian adalah suatu kemampuan untuk memikirkan, merasakan serta melakukan sesuatu secara mandiri.17 Ada beberapa penelitian ilmiah yang berkaitan dengan penelitiian yang dikaji. Pertama, skripsi Nur Hayati, Fakultas Dakwah Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2008 yang berjudul “ Peranan Panti Sosial Bina Karya Dalam Membentuk Manusia Produktif Bagi Warga Binaan Sosial” penelitian ini mendiskripsikan peranan-peranan dalam membentuk manusia produktif bagi warga binaan sosial (gelandangan dan pengemis) dan hasil usaha Panti Sosial Bina Karya dalam membentuk manusia produktif bagi gelandangan dan pengemis. Kedua, skripsi Tri Muryani, Fakultas Dakwah Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2009 yang berjudul , ”Rehabilitasi Sosial Bagi Gelandangan Dan Pengemis Di Panti Sosial Bina Karya” penelitian ini mendiskripsikan tentang alur rekrutmen bagi gelandangan dan pengemis dan juga rehabiltasi yang diberikan oleh Panti Sosial Bina Karya. Ketiga, skripsi Norika Priyantoro, Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Siyasah UIN Sunan Kaljaga Yogyakarta tahun 2015 yang berjudul, 17 Syarifuddin , “Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat”, (Medan: Perdana Publishing, 2012), hlm. 147. 12 “Penanganan Gelandangan dan Pengemis dalam Perspektif Siyasah (Studi Pasal 24 Perda DIY No.1 th 2014)”, penelitian ini mendiskripsikan tentang pandangan syari’ah mengenai perda tersebut terkait penanganan terhadap gelandangan dan pengemis. Setelah menganalisis secara cermat dari beberapa hasil penulisan tersebut, pada dasarnya penelitian tentang “Karakteristik dan Dinamika Kehidupan Gelandangan dan Pengemis di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta” ini adalah bukan merupakan pengulangan dan plagiasi dari penelitian-penelitian sebelumnya. Karena peneliti belum pernah menemukan buku atau penelitian yang secara spesifik membahas tema tersebut. F. Kajian teori 1. Tinjauan Tentang Gelandangan Masalah sosial yang tidak dapat dihindari keberadaannya dalam kehidupan masyarakat, terutama yang berada di perkotaan adalah masalah gelandangan dan pengemis. Permasalahan gelandangan dan pengemis merupakan akumulasi dan interaksi dari berbagai permasalahan seperti halnya kemiskinan, pendidikan rendah, minimnya keterampilan kerja yang dimiliki, lingkungan sosial, budaya, kesehatan, dan lain sebagainya.18 18 Parsudi Suparlan, “Gelandangan Sebuah Konsekuensi Perkembangan Kota” (Jakarta: LP3ES, 1999 ), hlm.23. 13 a. Pengertian Gelandangan Gelandangan adalah orang yang tidak tentu tempat tinggalnya, pekerjaannya, dan arah tujuan kegiataannya.19 Semakin banyaknya gelandangan dan pengemis merupakan contoh yang ada saat ini bahwa kemiskinan adalah faktor utama yang paling berpengaruh dan mendasari mengapa masalah sosial itu terjadi, apalagi fenomenaa sosial tersebut banyak kita temukan di perkotaan. Dalam keterbatasan ruang lingkup sebagai gelandangan tersebut, mereka berjuang untuk mempertahankan di daerah perotaan dengan berbagai macam strategi, seperti menjadi pemulung, pengamen, pengemis, dan lain sebagainya.20 Perjuangan hidup sehari-hari mereka mengandung resiko yang cukup berat tidak hanya karena tekanan ekonomi, tetapi juga tekanan sosial budaya dari masyarakat, kerasnya kehidupan jalanan, dan tekanan dari aparat ataupun petugas ketertiban kota.21 b. Faktor-Faktor Penyebab Daya dorong dari desa seseorang menjadi gelandangan antara lain : 1) Desa tidak lagi mampu memberikan pekerjaan dan penghidupan yang layak, sementara jumlah penduduk semakin bertambah. 19 Argo Twikromo, “Gelandangan Yogyakarta" (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2002) , hlm. 6. 20 Firman Lukman, Fenomena Anjal dan Gepeng Sebagai Citizenship, dalam http://firmanlukman33.blogspot.co.id/2012/02/fenomena-anjal-dan-gepeng-sebagai.html, diakses pada tanggal 03 Mei 2016, pukul 13.08 WIB. 21 Parsudi Suparlan, “Gelandangan Sebuah Konekuensi Perkembangan Kota” (Jakarta: LP3ES, 1999 ) hlm. 24 14 2) Tingkat pendidikan dan keterampilan rata-rata masyarakat desa rendah. 3) Faktor sosial budaya masyarakat yang dijumpai pada desa-desa tertentu atau desa miskin tidak menunjang upaya pengentasan kemiskinan dan peningkatan pendidikan. 4) Kondisi alam pedesaan tertentu tidak menunjang kegiatan ekonomi dan pendidikan masyarakat desa. 5) Secara individu terdapat warga desa yang rawan menjadi gelandangan mempunyai sifat pemalas, pasrah pada nasib, tidak punya daya juang, dan menolak pada perubahan. Daya tarik kota bagi sesorang untuk menjadi gelandangan, yaitu : 1) Masyarakat menganggap di kota-kota besar mudah mencari pekerjaan dan mewujudkan impian. 2) Di kota tersedia banya cara untuk dapat memperoleh uang dengan adanya ajakan atau bujukan teman.22 c. Kriteria Gelandangan 1) Perempuan/laki-laki usia 18 tahun ke atas, tinggal di sembarang tempat, hidup mengembara atau menggelandang di tempat umum. 2) Tidak memiliki tanda pengenal atau identitas diri, berperilaku bebas/liar, terlepas dari norma-norma kehidupan masyarakat pada umumnya. 22 Ibid, hlm. 27 15 3) Tidak memiliki pekerjaan tetap, meminta-minta atau mengambil sisa makanan atau barang bekas dan lain-lain.23 d. Persoalan yang Dihadapi Individu Gelandangan 1) Tingkat kesehatan rendah Dari segi kesehatan gelandangan dan pengemis termasuk kategori warga tingkat kesehatan terendah, yaitu kesehatan fisik. Rendahnya kualitas kesehatan fisik bisa diakibatkan oleh rendahnya gizi makanan yang mereka konsumsi sehari-hari dan kondisi lingkungan yang buruk serta penyakit infeksi. 2) Tingkat penghasilan yang rendah dan tidak menentu Hidup kaum gelandangan dan pengemis penuh dengan perjuangan-perjuangan untuk mengorganisasi aktivitas mereka dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan yang relatif langka, merka harus dapat bersaing untuk sekedar dapat makan dan bertahan hidup di daerah perkotaan. 3) Mentalitas semakin buruk Penerimaan sosial. Hampir segala upaya untuk menjalin hubungan dengan sikap curiga, deskriminasi, ketidakpercayaan dan pandangan-pandangan negatif lainnya itulah gelandangan 23 Dirjen Bina Rehabilitas Sosial, Pedoman Pelaksanaan dan Rehabilitasi Sosial Bagi Gelandangan, (Yogyakarta:Dinsos Panti Sosial Bina Karya, 2005), hlm. 11-12. 16 dan pengemis tersebut mentalitasnya menjadi semakin memburuk.24 e. Potensi-Potensi Gelandangan 1) Tidak mudah menyerah. 2) Mau hidup bekerja disegala kondisi. 3) Potensi intelektual tidak cacat. 4) Suka berpetualangan. 5) Kemandirian.25 f. Kebutuhan Umum Gelandangan 1) Dasar pendidikan yang lebih baik. 2) Keterampilan yang khas dan bermutu. 3) Tempat tinggal atau rumah yang memadai dan tetap. 4) Lapangan kerja yang tetap dengan penghasilan yang memadai (normatif). 5) Peningkatan kesehatan fisik. 6) Perubahan sikap mental dari nilai-nilai keluarga. 7) Peningkatan harga diri dan kepercayaan diri. 8) Motivasi untuk merubah nasib. 9) Peningkatan kerajinan.26 24 Tri Muryani, “Rehabilitasi Sosial Bagi Gelandangan dan Pengemis Di Panti Sosial Bina Karya Sidomulyo Yogyakarta”, Skripsi, Universitas Islam Negeri Yogyakarta, 2008. 25 Dayat Rangga, “Gelandangan dan Pengemis”, dalam http://wwwdayatranggambozo.blogspot.co.id/2011/05/gelandangan-dan-pengemis-gepeng.html, diakses pada tanggal 04 April 2016 pukul 08.00 WIB 26 Tri Muryani, “Rehabilitasi Sosial Bagi Gelandangan dan Pengemis Di Panti Sosial Bina Karya Sidomulyo Yogyakarta”, Skripsi, Universitas Islam Negeri Yogyakarta, 2008. 17 2. Tinjaun Tentang Pengemis a. Pengertian Pengemis Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kata pengemis berasal dari kata “emis” ditambah awalan “peng” menjadi pengemis, artinya orang yang meminta-minta.27 Menurut Departemen Sosial RI pengemis adalah seseorang atau kelompok yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di jalanan atau tempat umum dengan berbagai cara atau alasan untuk mengharapkan belas kasihan orang lain. Mengemis adalah hal yang dilakukan oleh seseorang yang membutuhkan uang, makanan, tempat tinggal atau hal lainnya dari orang yang mereka temui dengan meminta. Umumnya di kota besar sering terlihat pengemis meminta uang, makanan atau benda lainnya. Pengemis sering meminta dengan menggunakan gelas, kotak kecil, topi atau benda lainnya yang dapat dimasukan uang.28 b. Ciri-ciri Pengemis 1) Pakaian yang dikenakan compang camping. 2) Kondisi tubuh yang cacat, ada yang memang benar-benar cacat tapi juga ada yang tidak. 27 28 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Parsudi Suparlan, “Gelandangan Sebuah Konekuensi Perkembangan Kota” (Jakarta: LP3ES, 1999 ) hlm. 35. 18 3) Biasa mengemis di pinggir jalan raya, trotoar, jembatan, perempatan lampu merah, kawasan pusat perbelanjaan dan pasar tradisional. 4) Selain itu pengemis musiman, akan banyak berdatangan di waktu-waktu tertentu seperti pada waktu bulan Ramadhan dan menjelang hari raya.. c. Faktor-faktor Terjadinya Mengemis 1) Karena yang bersangkutan tidak berdaya sama sekali untuk melakukan pekerjaan lain disebabkan cacat fisik, tidak berpendidikan, tidak punya rumah tetap atau gelandangan. 2) Kedua, kehilangan rasa malu dan beban moril di depan masyarakat karena sudah merasa enak dan memiliki penghasilan besar dari mengemis. 3) Ketiga, waktu dimana orang-orang banyak mengeluarkan sedekah seperti di bulan Ramadhan, menjelang hari raya Idul Fitri, dan tahun baru, menjadikan mereka merasa memiliki kesempatan untuk mendapatkan uang tambahan. 4) Keempat, mengemis karena miskin mental dan malas bekerja. Kelima, pengemis yang terkoordinasi dalam suatu sindikat. Dengan dikoordinasi oleh seseorang yang dianggap bos penolong, setiap pengemis “anggota” setia menyetor hasil 19 mengemisnya kepada sindikat, baik secara harian, mingguan atau bulanan.29 3. Tinjauan Tentang Karakteristik Gelandangan dan Pengemis dan Dinamika Kehidupan a. Pengertian Karakteristik Gelandangan dan Pengemis Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kamus Besar Bahasa), Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional karakter artinya sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau bermakna bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, tempramen, watak.30 Definisi karakteristik adalah fitur pembeda dari seseorang. Karakteristik didefinisikan sebagai kualitas atau sifat. Karakteristik manusia dalam biologi meliputi watak dan sifat-sifat manusia yang mendasar. Termasuk ciri-ciri fisik atau tindakan manusia tersebut.31 Setiap orang mempunyai pandangan, tujuan, kebutuhan serta kemampuan yang berbeda satu sama lain. Perbedaan inilah yang akan terbawa dalam kehidupannya yang 29 Arif Rohman, “Modul Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis di Panti”, Februari 2011, hlm. 15 30 31 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) “Pengertian Karakteristik Menurut Para Ahli”, http://www.pengertianmenurutparaahli.com/pengertian-karakteristik-menurut-para-ahli/, pada tanggal 01 Juni 2016, pukul 15.07 WIB dalam diakses 20 menyebabkan kepuasan satu orang dengan yang lain berbeda pula, meskipun berada di lingkungan yang sama.32 Secara spesifik, karakteristik gelandangan dan pengemis dapat dibagi menjadi : 1) Karakteristik Gelandangan : a) Anak sampai usia dewasa (laki-laki/perempuan) usia 18-59 tahun, tinggal di sembarang tempat dan hidup mengembara atau menggelandang di tempat-tempat umum, biasanya di kota-kota besar. b) Tidak mempunyai tanda pengenal atau identitas diri, berperilaku kehidupan bebas/liar, terlepas dari norma kehidupan masyarakat pada umumnya. c) Tidak mempunyai pekerjaan tetap, meminta-minta atau mengambil sisa makanan atau barang bekas.33 2) Karakteristik Pengemis : a) Anak sampai usia dewasa (laki-laki/perempuan) usia 18-59 tahun. 32 Nadira, “Pengertian Karakteristik Individu”, dalam http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46575/4/Chapter%20II.pdf, diakses pada tanggal 7 Juni 2016, pukul 13.00 WIB 33 Arif Rohman, “Modul Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis di Panti”, Februari 2011, hlm. 7 21 b) Meminta-minta di rumah-rumah penduduk, pertokoan, persimpangan jalan (lampu lalu lintas), pasar, tempat ibadah dan tempat umum lainnya. c) Bertingkah laku untuk mendapatkan belas kasihan ; berpurapura sakit, merintih dan kadang-kadang mendoakan dengan bacaan-bacaan ayat suci, sumbangan untuk organisasi tertentu. d) Biasanya mempunyai tempat tinggal tertentu atau tetap, membaur dengan penduduk pada umumnya. Menurut Soetjipto Wirosardjono mengatakan ciri-ciri dasar yang melekat pada kelompok masyarakat yang dikatagorikan gelandangan adalah:”mempunyai lingkungan pergaulan, norma dan aturan tersendiri.34 Dalam teori karakteristik individu yang di kemukakan oleh Stephen Robbins, mengatakan bahwa, Karakteristik individual terdiri atas sejumlah aspek atau dimensi tertentu dari suatu kriteria yang dapat diatribusikan pada masing-masing individu sehingga masing-masing dapat dibedakan satu dengan yang lainnya. Setidaknya terdapat empat karakteristik individu yaitu karakteristik biografis, karakteristik kemampuan, karakteristik kepribadian, dan karakteristik belajar. Karakteristik individu yang paling mudah diamati yang mempengaruhi seorang individu dalam berorganisasi adalah karakteristik biografis. Kondisi biografis merupakan situasi nyata yang menjadi latar belakang dari ciri fisik setiap individu. Karakteristik biografis mencakup beberapa sifat yaitu umur, jenis kelamin, dan ras. Karakeristik individu mempengaruhi sikap dan perilaku tertentu. Perilaku yang disebabkan secara internal merupakan 34 Ibid, hlm. 18 22 perilaku yang diyakini dipengaruhi oleh kendali pribadi individu bersangkutan. Sedangkan perilaku eksternal muncul akibat adanya pengaruh luar yang memaksa individu dalam berperilaku.35 Karakteristik individu dalam penelitian ini meliputi : Pertama, karakteristik biografis merupakan ciri-ciri individual yang mencakup usia, jenis kelamin, dan ras. Karakteristik biografis merupakan sesuatu yang objektif dan mudah diperoleh dari catatan pribadi. Semua ini dapat menimbulkan perbedaan perilaku terhadap pekerjaan dalam suatu lingkungan baik produktivitas, loyalitas kerajianan, dan kepuasan kerja. Usia, menentukan kemampuan seseorang untuk bekerja, termasuk bagaimana dia merespon stimulus yang dilancarkan individu/pihak lain. Semakin tinggi usia seseorang semakin rendah kemampuan fisik tetapi sebaliknya pengalaman dan kestabilan emosi dapat semakin tinggi. Artinya semakin tinggi usia seseorang akan semakin tinggi kesediaan untuk menerima kenyataan semakin sikap positif terhadap pekerjaan dan semakin memiliki kepuasan kerja. Jenis kelamin, tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam kemampuan memecahkan masalah, ketrampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, atau kemampuan belajar. Namun studi-studi psikologi telah menemukan bahwa wanita lebih bersedia untuk mematuhi wewenang, dan pria lebih agresif dan lebih besar kemungkinannya 35 Stephen P.Robbins, “Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) Edisi 8 Jilid 2”, (Indonesia : PT.Macanan Jaya Cemerlang, 2007), hlm. 50. 23 daripada wanita dalam memiliki pengharapan untuk sukses. Bukti yang konsisten juga menyatakan bahwa wanita mempunyai tingkat kemangkiran yang lebih tinggi daripada pria. Ras, dalam sebuah lingkungan masyarakat terdapat sebuah kecenderungan bagi individu untuk lebih menyukai rekan-rekan dari ras mereka sendiri dalam hal bersosialisasi, atau bekerjasama.36 Mereka cenderung lebih mengutamakan individu lain yang ras nya sama dengannya. Selain itu, terdapat tindakan afirmatif dan biasanya sebagian golongan akan mendapatkan perilaku yang lebih buruk bila dibandingkan dengan kelompok yang lain.37 Kedua, karakteristik kepribadian Stephen Robin mengemukakan, ”personality is the dynamic organization within the individual of those psychophycal systems that determine his unique adjustment to this environment (kepribadian sebagai pengorganisasian yang dinamis dari sistem psikofisik dalam diri individu yang menentukan penyesuaian diri dengan lingkungannya)”.38 Dari pernyataan diatas menjelaskan bahwa kepribadian merupakan sebagai keseluruhan cara bagaimana seorang individu 36 Stephen p.Robbins, “Perilaku Organisasi: Konsep, Kontrovensi, Aplikasi Edisi 8 Jilid 1”, (Jakarta: PT. Prenhallindo, 2001), hlm. 57. 37 38 Ibid, hlm 57 Stephen P.Robbins, “Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) Edisi 8 Jilid 2”, (Indonesia : PT.Macanan Jaya Cemerlang, 2007), hlm. 68. 24 beraksi dan berinteraksi dengan orang lain. Kepribadian dapat juga dikatakan kombinasi antara seperangkat fisik dan karakteristik mental seseorang. Kepribadian dapat dilihat dari perilaku individu, seperti bagaimana cara seseorang berbicara, bertindak dan melakukan sesuatu. Adapun karakteristik kepribadian yang popular di antaranya adalah agresif, malu, pasrah, malas, ambisius, setia, jujur, dll. Semakin konsisten karakteristik tersebut di saat merepons lingkungan, hal itu menunjukkan faktor keturunan atas pembawaan (traits) merupakan faktor yang penting dalam membentuk keribadian seseorang.39 Menurut Kunarto menyebutkan bahwa, “temperament we are born with, character we have to make”. Berangkat dari pendapat ini, pribadi seseorang selalu diwarnai oleh temperamen dan sekaligus karakter. Temperamen berwarna sifat-sifat yang diperoleh dari keturunan. Sedangkan karakter terbentuk oleh lingkungan dan situasi. Interaksi antara temperamen dan karakter itu yang membentuk kepribadian seseorang.40 Orang yang karakternya terbentuk paada lingkungan dan budaya yang tinggi akan cenderung serius, ambisius, dan agresif. 39 Stephen p.Robbins, “Perilaku Organisasi: Konsep, Kontrovensi, Aplikasi Edisi 8 Jilid 1”, (Jakarta: PT. Prenhallindo, 2001), hlm. 57 40 “Pengertian Karakteristik Menurut Para Ahli”, http://www.pengertianmenurutparaahli.com/pengertian-karakteristik-menurut-para-ahli/, pada tanggal 01 Juni 2016, pukul 15.07 WIB dalam diakses 25 Sedangkan orang yang berada pada lingkungan dan budaya yang menekankan pada pentingnya bergaul baik dengan orang lain, maka ia akan lebih memprioritaskan keluarga dibandingkan dirinya sendiri.41 Ketiga, karakteristik kemampuan merupakan kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang. Kemampuan keseluruhan seorang individu pada dasarnya terdiri atas 2 kelompok faktor yaitu, kemampuan intelektual adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas mental seperti berpikir, menalar dan memecahkan masalah. Individu yang cerdas cenderung mendapat banyak penghargaan seperti uang dan pendidikan yang tinggi. Semakin tinggi intelektual seseorang, maka semakin kompleks suatu pekerjaan dalam hal tuntutan pemrosesan informasi, semakin banyak kemampuan kecerdasan umum dan verbal yang akan dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut dengan sempurna. Kemampuan fisik yaitu, kemampuan melakukan tugas-tugas yang menuntut 41 Stephen p.Robbins, “Perilaku Organisasi: Konsep, Kontrovensi, Aplikasi Edisi 8 Jilid 1”, (Jakarta: PT. Prenhallindo, 2001), hlm. 59 26 stamina, kecepatan, kekuatan dan keterampilan serupa yang membutuhkan manajemen untuk mengidentifikasi kemampuan fisik seorang. Pekerjaan menuntut hal yang berbeda-beda dari setiap individu dan setiap individu memiliki kemampuan yang berbedabeda.42 Keempat, karakteristik minat (interest) adalah sikap yang membuat seseorang senang akan sebuah obyek situasi atau ide-ide tertentu. Hal ini diikuti oleh perasaan senang dan kecenderungan untuk mencari obyek yang disenangi tersebut. Pola-pola minat seseorang merupakan salah satu faktor yang menentukan kesesuaian seseorang dengan pekerjaannya.43 Kelima, karakteristik religiusitas merupakan nilai karakter yang dideskripsikan sebagai sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianut, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Karakter religius ini sangat dibutuhkan oleh seseorang dalam menghadapi perubahan zaman dan degradasi moral, dalam hal ini warga binaan sosial gelandangan dan pengemis diharapkan mampu memiliki dan berprilaku dengan ukuran baik dan buruk yang di dasarkan pada ketentuan dan ketetapan agama. Pandangan hidup 42 Stephen p.Robbins, “Perilaku Organisasi: Konsep, Kontrovensi, Aplikasi Edisi 8 Jilid 1”, (Jakarta: PT. Prenhallindo, 2001), hlm. 59 43 Ibid, hlm 67 27 (way of life, world view) merupakan hal yang penting dan hakiki bagi manusia, karena dengan pandangan hidupnya memiliki kompas atau pedoman hidup yang jelas di dunia ini. Manusia antara satu dengan yang lain sering memiliki pandangan hidup yang berbedabeda seperti pandangan hidup yang berdasarkan agama misalnya, sehingga agama yang dianut satu orang berbeda dengan yang dianut yang lain.44 Keenam, karakteristik sosial meskipun memiliki tanggung jawab yang penuh terhadap dirinya sendiri, manusia juga membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini dilakukan dengan bersosialisasi atau bermasyarakat dengan manusia lainnya. Dorongan dari lahir memaksa mereka untuk selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk di masyarakat, sehingga dengan sendirinya mereka akan berinteraksi dengan masyarakat. Ciri manusia sebagai makhluk sosial adalah dengan adanya interaksi sosial dalam hubungannya dengan manusia lain. Secara garis besar, ada beberapa faktor personal yang mempengaruhi interaksi manusia dengan manusia lainnya, yaitu tekanan emosional, harga diri, dan isolasi sosial.45 Ketujuh, karakteristik budaya, pengertian budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah 44 45 Ibid, hlm 70 Ibid, hlm 75 28 kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri. Ada beberapa karakteristik budaya, antara lain : komunikasi dan bahasa, pakaian dan penampilan, makanan dan kebiasaan makan, waktu dan kesadaran akan waktu, penghargaan dan pengakuan, hubungan, nilai dan norma, dll. Kedelapan, karakteristik ekonomi pengertian ekonomi menurut Paul A. Samuelson adalah suatu cara yang dilakukan oleh manusia dan kelompoknya agar dapat memanfaatkan segala sumber 29 yang terbatas dalam memperoleh setiap komoditi dan menyalurkan oleh masyarakat untuk dapat dikonsumsi. Pengertian ekonomi menurut Prof. Paul Anthony Samuelson adalah suatu studi mengenai manusia dalam aktivitas hidup mereka dalam sehari-hari untuk memperoleh dan menikmati kehidupan itu.46 b. Pengertian Dinamika Kehidupan Gelandangan dan Pengemis Sedangkan, dinamika merupakan perubahan, jadi dinamika manusia dapat kita artikan perubahan yang dialami oleh manusia sejak manusia itu masih dalam kandungan sampai dilahirkan hingga akhir hayatnya selalu bersifat dinamis. Dinamis berarti berubah, berkembang atau tidak tetap. Dinamika kehidupan manusia adalah proses perubahan kehidupan dari satu kondisi kepada kondisi lain, yang menghasilkan efek positif dan negatif.47 Dinamika kehidupan gelandangan dan pengemis berjalan sinkrotis dengan kompleksitas permasalahan perkotaan yang berakar pada kondisi kemiskinan yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah pinggiran kota. Sebagian besar dari mereka adalah para urbanisan yang tidak mempunyai bekal pendidikan dan ketrampilan yang memadai sehingga mereka tidak mampu memasuki sektor formal dan akhirnya mereka terpaksa bekerja seadanya di sektor 46 Stephen P.Robbins, “Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) Edisi 8 Jilid 2”, (Indonesia : PT.Macanan Jaya Cemerlang, 2007), hlm. 78. 47 Sarlito Wirawan, “Psikologi Sosial”, dalam https://books.google.co.id/books?id=qPFDETMhBckC&pg=PR9&dq=dinamika+kehidupan+manu sia&source=gbs_selected_pages&cad=2#v=onepage&q&f=false, diakses pada tanggal 21 April 2016 Pukul 12.50 WIB. 30 informal. Mereka menciptakan pemukiman di sekitar pusat pertumbuhan ekonomi dan membuat komunitas dalam kelompok.48 Teknik-teknik untuk memahami tingkah laku manusia Berikut ini adalah teknik-teknik dengan berbagai pendekatan untuk memahami tingkah laku manusia, antara lain : 1) Pendekatan Psikodinamika Sebagaimana dikutip oleh Miftachul Huda, bahwa teori psikodinamika memahami sumber terjadinya perilaku manusia baik disadari maupun tidak adalah berasal dari dalam diri manusia itu sendiri. Teori ini ditemukan oleh Sigmund Frued (1956-1939). Teori psikodinamika mendasarkan diri kepada struktur kepribadian seorang manusia. Menurut Frued struktur kepribadian seorang manusia terbagi menjadi tiga tingkatan kesadaran: sadar (concious,), prasadar (preconcious), dan tak sadar (unconcious). Dalam perkembangannya freud kemudian mengenalkan lagi tiga model struktur kepribadian manusia dimana ini identik dengan ketiga struktur kepribadian sebelumnya, yaitu id, ego, dan super ego.49 Hubungan ketiga struktur dalam manusia tersebut saling mengalami tekanan disebabkan perbedaan-perbedaan dorongan yang mendasar di antara ketiganya. Sehingga ketika kondisi 48 Parsudi Suparlan, “Gelandangan Sebuah Konekuensi Perkembangan Kota” (Jakarta: LP3ES, 1999 ) hlm. 24 49 Miftachul Huda, ”Paradigma dan Teori” (Yogyakarta: Samudra Biru, 2012), hlm.72. 31 tubuh mengalami ketidakseimbangan akibat tekanan-tekanan tersebut maka dapat mengakibatkan gangguan-angguan tingkah laku dalam diri manusia.50 Pendekatan psikodinamika yaitu memahami tingkah laku manusia sebagai manifestasi dari perkembangan kepribadian seseorang dimasa lalu. Dengan perkataan lain, psikodinamika memandang bahwa tingkah laku manusia dibentuk oleh pengalaman-pengalaman masa lalu yang sering kali disimpan di alam bawah sadar manusia. Teknik-teknik dalam pendekatan ini banyak digunakan oleh para psikolog atau para ahli psikoanalisa. Akan tetapi ada juga beberapa teknik dalam pendekatan ini yang bisa digunakan, seperti teknik eksplorasi, deskripsi dan ventilasi. Teknik-teknik tersebut dapat digunakan oleh pekerja sosial dalam menolong klien yang sedang menghadapi permasalahan gangguan depresi ringan, yang disebabkan oleh pengalaman masa lalu yang masih dalam batas kesadaran orang.51 Untuk menolong klien tersebut, pekerja sosial memfasilitasi klien untuk mengungkapkan semua perasaannya secara bebas tanpa kekhawatiran yang dapat menghambat 50 51 Ibid, hlm.73. Arif Rohman, “Modul Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis di Panti”, Februari 2011, hlm. 28 32 pencurahannya. Ketika klien mengalami hambatan untuk itu, pekerja sosial berusaha untuk merangsang klien dengan pertanyaan-pertanyaan yang dapat membawa klien pada situasi perasaan yang selama ini tersembunyi. Kunci keberhasilan dari penggunaan teknik ini adalah empati dan penerimaan pekerja sosial akan berbagai gaya klien dalam mencurahkan segala perasaannya. Keseimbangan emosional klien yang akan dicapai sebagai akibat dari kejenuhan emosional setelah klien mencurahkan semua perasaan yang membebaninya, merupakan tujuan utama dari penggunaan teknik ini.52 2) Pendekatan Afektif Pendekatan ini memahami tingkah laku manusia sebagai manifestasi dari perasaannya. Dengan kata lain, kehidupan perasaan menjadi pusat perhatian pertolongan. Beberapa teknik mendasar dari pendekatan ini diantaranya adalah, teknik gestalt, “clien centered” (teknik pertolongan yang berpusat pada pribadi), dan legoterapi. Teknik-teknik yang banyak digunakan oleh pekerja sosial dalam jenis ini adalah teknik gesalt dan clien centered yang kemudian dikenal dengan teknik refleksi. 52 Ibid, hlm. 30 33 a) Teknik gesalt Teknik gesalt mendasarkan pada pemahaman mengenai manusia sebagai keseluruhan yang bermakna. Pendekatan ini memandang manusia dalam keterlibatannya untuk mencapai keseimbangan bilamana kehidupannya terganggu oleh kebutuhan-kebutuhan dunia dalam, dan tuntutan-tuntutan dari dunia luar. Gangguan-gangguan ini akan menimbulkan ketegangan-ketegangan sehingga diperlukan keseimbangan. Dalam keadaan sehat manusia akan mampu menerima dan bereaksi terhadap keadaan dunia dalam dan dunia luar. Tetapi, jika keadaanya tidak seimbang akan muncul perasaan-perasaan ketakutan dan akan menghindar dari situasi-situasi tersebut.53 Pertolongan diarahkan pada upaya membantu atau menemanni klien dalam menghadapi kenyataan-kenyataan yang dianggap menakutkan tersebut, dan agar mampu mengembangkan dirinya sendiri mencapai kematangan dan melibatkan diri dalam kehidupan nyata, serta bertanggung jawab akan dirinya sendiri. Pada intinya teknik ini ditujukan untuk memperkuat penyadaran yang akan meningkatkan arti kehidupan klien secara penuh. 53 Ibid, hlm.32 34 b) Teknik berpusat pada klien (clien contered) Teknik “clien contered” memandang klien sebagai orang yang paing ahli mengenai permasalahan yang mereka hadapi dan paling ahli dalam megembangkan alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah, memenuhi kebutuhan dan mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Pekerja sosial yang menggunakan teknik ini dituntut untuk membimbing dalam mendengarkan dirinya sendiri dan memahami diri mereka. Dengan pemahaman akan diri mereka sendiri, pemahaman akan masalah, kebutuhn dan potensi yang mereka miliki, klien akan mampu mengatasi persoalanpersoalan yang mereka hadapi dan mewujudkan cita-cita mereka. Pekerja sosial berusaha untuk merefleksikan ungkapan-ungkapan mendengarkan klien dirinya untuk sendiri, membantu dan klien menstimulasi pengungkapan diri klien dengan pertanyaan-pertanyaan.54 54 Ibid, hlm. 36 35 Merefleksikan ungkapan klien dengan menggunakan bahasa pekerja sosial yang mudah dipahami klien, sebagai cara untuk meyakinkan klien bahwa pekerja sosial dapat memahami apa yang diungkapkan klien. Kemampuan mendengarkan dan empati merupakan kunci utama dalam kesuksesan penggunaan teknik ini.55 3) Pendekatan Perilaku Pendekatan ini menitikberatkan peranan lingkungan atau dunia luar sebgai faktor penting bagi kehidupan seseorang. Dengan perkataan lain, pendekatan perilaku memandang perilaku manusia sebagai sesuatu yang dapat diubah dengan cara menciptakan lingkungan belajar yang baru. Dalam pendekatan ini dipahami bahwa perilaku manusia bisa dibedakan atas : a) Perilaku operan (disadari), misalnya makan, minum, mandi, bekerja, dll b) Perilaku responden (reflek/tidak disadari) seperti menangis, malu, sedih, tertawa, ketergantungan, dll.56 Berdasarkan pemahaman ini, maka teknik-teknik perilakupun harus dibedakan dengan jenis perilaku tersebut : 55 56 Ibid, hlm. 38 Ibid, hlm. 39 36 a) Teknik-teknik operan hanya bisa digunakan untuk mengubah perilaku operan. Contoh : 1. Penguatan positif, penguatan negatif. 2. Pemberian hukuman positif. 3. Hukuman negatif dan teknik modeling (peniruan). b) Teknik-teknik responden hanya bisa digunakan untuk perilaku responden. Contoh : 1. Refleksi. 2. Pengebalan sistematik. 3. Latihan asertif (dalam rangka meningkatkan rasa percaya diri dengan cara mengekspresikan perasaan atau sikapnya dengan tanpa hambatan), penguasaan diri, dll.57 4) Pendekatan kognitif Pendekatan kognitif memandang tingkah laku manusia sebagai manifestasi dari perasaan sebagai hasil dari pengolahan kognitif seseorang. Berdasarkan pendekatan ini, pekerja sosial dapat menolong klien dari psikososial yang mereka hadapi dengan mengubah kognisi mereka. Teknikteknik yang bermuara pada pendekatan kognitif ini diantaranya : 57 Ibid, hlm. 46 37 a) Teknik emosi rasional (rational emotive techique) Asumsi yang mendasari teknik ini adalah : 1. Bahwa setiap, kejadian yang menimpa seseorang akan diterima, diolah dan ditanggapi kognisi yang dimilikinya, yang dtentukan oleh pengalaman, tingkat kedewasaan intelektual, kemampuan berpikir serta pengetahuan yang dimilikinya. 2. Berdasarkan olahan kognisi tersebut seseorang akan mengeluarka “self talk” (kata hati) sebagai upaya pemaknaan terhadap kejadian yang menimpanya tersebut. 3. Kata hati yang muncul bisa bersifat positif, atau bisa juga bersifat negatif. Jika kata hati yang muncul adalah positif, maka akan diikuti dengan reaksi emosional positif, dan sebaliknya jika kata hati yang muncul adalah negatif, maka reaksi emosional yang muncul juga akan negatif.58 b) Teknik realitas Teknik emosional rasional, yang dikembangkan oleh Albert Ellis : 58 Ibid, hlm.62 38 1. Emosi yang muncul akan diikuti dengan kecenderungan tingkah laku yang konsisten dengan reaksi emosional yang muncul. 2. Reaksi emosional tersebut dapat termanifestasikan dalam perilaku-perilaku tertentu, seperti perilaku regresi, hysteria, perilaku agresif, menarik diri, dll. 3. Reaksi emosional ini juga akan diikuti dengan reaksireaksi fisiologis secara spontan. 4. Kecemasan yang dialaminya akan diikuti oleh reaksi fisiologis berupa produksi hormonal yang tidak seimbang. Berdasarkan teknik ini, maka untuk menolong orang yang mengalami stress, dapat dilakukan dengan mengubah kognisi orang tersebut, melalui pemberian informasi yang proporsional mengenai permasalahan yang dihadapi dan pengubahan pola-pola pikir melalui diskusi-dikusi rasional.59 59 Ibid, hlm 80. 39 G. Metode penelitian Metode penelitian adalah cara yang dilaksanakan oleh seorang peneliti untuk mengumpulkan, mengklasifikasikan, dan menganalisis faktafakta yang ada di tembat penelitian dengan menggunakan ukuran-ukuran dan pengetahuan.60 Dalam penelitian ini metode mempunyai peranan penting dalam penelitian, sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah. 1. Jenis Penulisan Penulisan ini merupakan penelitian lapangan (field-research) yang menggunakan metode kualitatif (qualitative research).61 Penelitian ini meneliti terkait karakteristik dan dinamika kehidupan gelandangan dan pengemis di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta. Penulis ingin melakukan sebuah kajian intensif, terperinci dan mendalam terhadap suatu obyek tertentu dengan mempelajarinya sebagai kasus.62 60 A. Mangunhardjono, “Pembinaan, Arti dan Metodenya”, (Yogyakarta: Kanisius, 1986), hlm.101. 61 62 Saifuddin Azwar, “Metode Penelitian”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm.6. Handari Nawawi, “Metode Penelitian Bidang Sosial”, (Yogyakarta: Gajah Mada University Pers, 1995), hlm 72. 40 2. Subyek dan Obyek Penelitian a. Subyek penelitian Subyek penelitian adalah orang-orang yang menjadi sumber informasi yang dapat memberikan data sesuai dengan masalah yang sedang diteliti. 63 Subyek dari penelitian ini, antara lain: 1) Enam orang warga binaan sosial (gelandangan dan pengemis) di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Sidomulyo TR IV/369 Tegalrejo Yogyakarta yang dipilih berdasarkan atas rekomendasi dari pekerja sosial di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta. 2) Pekerja sosial/pendamping yang mendampingi warga binaan sosial di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Sidomulyo TR IV/369 Tegalrejo Yogyakarta. b. Obyek penelitian Maksud obyek penelitian di atas adalah permasalahanpermasalahan yang menjadi titik sentral perhatian suatu penelitian.64 Obyek dari penelitian ini adalah karakteristik yang mencakup sifatsifat, watak dan perilaku dari gelandangan dan pengemis. Serta dinamika kehidupan yang mencakup sejarah kehidupan seorang gelandangan dan pengemis selama berada dalam panti sosial. Dinamika merupakan perubahan, atau dinamika perubahan yang 63 Tatang Aminn, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1998), hlm.135. 64 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm.91. 41 dialami oleh gelandangan sejak menjadi seorang gelandangan dan pengemis. c. Sumber data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah hasil dari observasi, dan juga hasil dari wawancara yang dilakukan dengan subyek penelitian. Sedangkan sumber data sekunder diambil dari dokumen atau arsip, buku, artikel, jurnal, surat kabar elektronik maupun cetak dan bentuk lainnya yang sesuai dengan konteks penelitian. 3. Teknik pengumpulan data Untuk mendapatkan data primer dan sekunder yang maksimal sesuai dengan kebutuhan penelitian, maka penulis menggunakan beberapa instrumen antara lain : a. Observasi, adalah pengmatan dan pencatatan dengan sistematik terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki.65 Adapun jenis observasi yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi partisipan, yaitu observasi ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh subyek-subyek yang diobservasi. Metode ini digunakan sebagai metode pelengkap dan untuk menguatkan data yang diperoleh dari metode interview dan dokumentasi.hal ini digunakan untuk melakukan pengamatan dan penelitian secara 65 Sutrisno Hadi, “Metodologi Research II” (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), hlm 122. 42 sistematis dalam rangka mengumpulkan data dari para pembina/pembimbing dalam melaksankan rehabilitasi dan pelayanan sosial di dalam menangani gelandangan dan pengemis. b. Wawancara (Interview), yaitu segala yang menghimpun data atau informasi dengan jalan menggunakan tanya jawab secara tatap muka (face to face) dengan subyek penelitian.66 Dengan metode ini, peneliti menggunakn jenis interview tak tersruktur. Artinya, responden mendapat kebebasan dan kesempatan mengeluarkan buah pikiran, pandangan, dan perasaannya tanpa diatur ketat oleh peneliti.67 Dengan demikian, meskipun interview sudah terikat oleh pedoman wawancara (interview guide) , tetapi pelaksanaannya tetap berlangsung harmonis, tidak terlalu formal dan wawancara berlangsung secara santai. c. Dokumentasi, adalah metode pengumpulan data melalui sumber dokumen, arsip-arsip dan catatan-catatan yang mengandung petunjuk tertentu yang berkaitan dengan kepentingan penelitian yang dilakukan.68 66 Lexy J Maleong, “Metode Penelitian Kualitatif”, (Bandung: Pt Remaja Rosda Karya,1985), hlm 135. 67 S. Nasution, “Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif”, (Bandung : Tarsito, 2003), 68 Suharsini a\Arikunto, “Prosedur Penelitian”, (Jakarta: Rineka Cipta , 1993), hlm.202. hlm 72. 43 4. Metode analisis data Dalam menganalisis data yang telah terkumpul dari lapangan, penulis menggunakan metode deskriptif-kualitatif yaitu menginterpretasikan data-data yang telah diperoleh ke dalam bentukbentuk kalimat dengan menggunakan langkah-langkah sebagaimana diuraikan oleh Miles Huberman A.Michael bahwa data kualitatif analiisnya menggunakan reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan, dan verifikasi atau penyalinan (pembuktian kebenaran).69 a. Reduksi data adalah kegiatan menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan memilih bagian yang penting sesuai dengan masalah penelitian. b. Penyajian data diartikan sebagai kegiatan untuk menyusun informasi yang memberi kemungknan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. c. Penarikan kesimpulan, langkah ini menyangkut interpretasi penelitian, yaitu menggambarkan maksud dari data yang ditampilkan. d. Keabsahan data, teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar dari data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lainnya yang berarti membandingkan dan mengecek baik 69 17. Miles Hubermen A.michael, “Analisis Data Kualitatif”, (Jakarta: UI Press, 1992 ), hlm 44 derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.70 Langkah ini menyangkut : 1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara. 2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi. 3) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu. 4) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang-orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan, mahasiswa atau pemerintah. 5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Keuntungan menggunakan triangulasi adalah dapat mempertinggi faliditas, memberi kedalaman hasil penelitian, sebagai pelengkap apabila data dari sumber pertama masih ada keraguan.71 Dalam penelitian ini kegiatan triangulasi dapat dilakukan dengan mengecek data, antara data hasil wawancara dengan data hasil pengamatan atau sebaliknya maupun hasil dokumentasi. 70 Lexy J Maleong, “Metode Penelitian Kualitatif”, (Bandung: Pt Remaja Rosda Karya,1985), hlm 178. 71 Ibid, hlm. 179. 45 H. Sistematika pembahasan Untuk mempermudah peneliti dalam mendapatkan gambaran tentang bahasan yang dilakukan dalam penelitian ini, maka peneiti akan menggunakan sistematika pembahasan skripsi ini yang terdiri dari empat bab, yaitu : Bab I, memuat pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penulisan dan sistematika pembahasan. Bab II, yaitu membahas tentang gambaran umum dari Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras Yogyakarta yang meliputi : letak geografis, sejarah berdirinya, visi dan misi lembaga, tugas dan weenang, persyaratan masuk dan proses penerimaan, struktur organisasi, data jumlah gelandangan dan pengemis tahun 2015-2016, pendanaan dan jaringan mitra, fasilitas pelayanan, program layanan, tujuan pelayanan, kondisi RSBKL saat ini, dan prinsip-prinsip pelayanan dan indikator keberhasilan. Bab III, dalam bab ini penulis akan membahas tentang inti dari penelitian ini. Peneliti akan mendiskripsikan karakteristik yang dimiliki oleh gelandangan dan pengemis di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) serta mendiskripsikan dinamika kehidupan yang meraka alami selama masa berada di panti sosial. Bab IV, merupakan penutup dari penelitian ini yang memuat kesimpulan dan saran-saran. Selain itu, pada bagian terakhir dicantumkan daftar pustaka serta lampiran yang diperlukan. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil pengamatan dan pembahasan penelitian ini, maka kesimpulannya adalah : 1. Salah satu yang menjadi faktor utama penyebab gelandangan dan pengemis berpindah-pindah panti sosial adalah faktor pengaruh dari gelandangan yang sudah senior dan secara sengaja memberikan informasi terkait kelemahan dan kelebihan yang dimiliki oleh masingmasing panti sosial yang ada di berbagai daerah agar bisa dimanfaatkan. 2. Gelandangan dan pengemis yang sering berpindah-pindah panti sosial cenderung memiliki karakteristik yang sama. Karakteristik individu yang mereka miliki adalah sikap mental yang rendah, berorientasi hanya pada uang, kurang mampu bersosialisasi dengan lingkungan, tingkat religiusitas rendah, perilaku sosial cenderung negatif, serta budaya hidup bebas berpasangan tanpa memiliki surat pernikahan. 3. Secara umum warga binaan sosial gelandangan dan pengemis di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta tidak memiliki tujuan hidup yang jelas. Mereka tidak memikirkan masa depan untuk lebih baik dari saat ini. Mereka menganggap bahwa menjadi gelandangan dan pengemis adalah sebuah takdir yang tidak dapat diubah lagi. 115 4. Salah satu harapan yang diinginkan oleh warga binaan sosial gelandangan dan pengemis di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta adalah perubahan sistem dalam kegiatan keterampilan yang diberikan. Mereka menginginkan agar kegiatan keterampilan yang mereka ikuti didasari atas minat bakat serta kemampuan mereka masing-masing. Bukan atas dasar keterpaksaan untuk mengikuti aturan yang ada. B. Saran-saran Tanggung jawab dalam menjalankan tugas pekerjaan merupakan kewajiban individu setiap pegawai yang ada di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta, menjunjung tinggi integritas dalam berkerja menjadi kunci sukses pelayanan rehabilitisi. Dalam pelaksanaannya, komunikasi antar sektor baik atasan dan bawahan maupun sebaliknya sangat penting. baik kepala panti dengan bagian tata usaha, maupun kepala panti dengan bagian rehabilitasi sosial, ataupun sebaliknya. Begitu juga keterlibatan petugas fungsional seperti pekerja sosial, instruktur maupun pramurti. Dibutuhkan sebuah pertemuan antar berbagai lini ini dalam sebuah pertemuan yang membahas pemberian pelayanan berjenjang agar warga binaan sosial gelandangan dan pengemis tidak melarikan diri yang disebabkan oleh tidak ada harapan yang jelas untuk karir bagi warga binaan sosial gelandangan dan pengemis setelah keluar dari Balai. Baik 116 apakah target yang telah tercapai maupun target yang belum terpenuhi. Dengan begitu, antara satu pihak dengan pihak dapat saling bersinergi. Berikut penulis sampaikan rekomendasi kami terkait dengan perbaikan sistem dan metode pelayanan dan rehabilitasi gelandangan dan pengemis di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta sebagai mana tertera dibawah ini : 1. Mengkaji ulang kurikulum rehabilitasi 2. Perlu adanya SOP (Standar Operasional Prosedur) tentang kebijakan penentuan kontrak untuk tetap tinggal di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta dengan waktu yang ditentukan. Sehingga akan membuat warga binaan sosial terikat dengan sebuah kontrak yang telah disepakati dan mereka tidak akan meninggalkan Balai sebelum batas waktu berakhir. 3. Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta perlu mencari jejaring dengan pengusaha swasta yang lebih banyak agar memudahkan untuk menyalurkan warga binaan sosialnya untuk bekerja. 4. Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) perlu mengevaluasi terkait kegiatan keterampilan yang dberikan kepada warga binaan sosial agar disesuaikan dengan minat bakat serta kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing warga binaannya tidak serta mertsa disama ratakan. Karena setiap masing-masing warga binaan sosial gelandangan yang ada di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta memiliki kemampuan yang berbeda-beda. 117 5. Diperlukan adanya pemanfaatan waktu luang dengan melakukan kegiatan yang bermanfaat agar warga binaan sosial gelandangan dan pengemis yang ada di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras (RSBKL) Yogyakarta tidak terlalu sering melakukan kegiatan mengamen, memulung juga mengemisnya disaat ada waktu luang di Balai. 118 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Amin Tatang, Meyusun Rencana Penelitian, Jakarta : PT. Grafindo Persada, 1998. Arikunto Suharsini, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1992. Azwar Saifuddin, Metode Penelitian, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999. Dirjen Bina Rehabilitasi Sosial, Pedoman Pelaksanaan dan Rehabilitasi Sosial Bagi Gelandangan, Yogyakarta : Dinsos Panti Sosial Bina Karya, 2005. Hadi Sutrisno, Metedologi Reearch II, Yogyakarta : Andi Offset, 1989. Huda Miftachul, Paradigma dan Teori, Yogyakarta : samudra Biru, 2012 Maleong, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Posda Karya, 1985. Mangunhardjono, A, Pembinaan, Arti dan Metodenya, Yogyakarta : Kanisisu, 1986. Nawawi Handari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta : Gajah Mada University Pers, 1995. Nasution S, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung : Tarsito : 2003. Paulus Widiyanto, Gelandangan Pandangan Kaum Sosial, jakarta : LP#ES, 1998. Rais, M.Amien, Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia, Yogyakarta : Aditya Media, 1995. Robbins, Stephen P, Perilaku Organisasi (Organisasional Behavior) Edisi 8 Jilid 2, Indonesia : PT.Macanan Jaya Cemerlang, 2007. Robbins, Stephen P, Perilaku Organisasi Konsep, Kontovensi, Aplikasi Edisi 8 Jilid 1, jakarta : PT. Perlindo, 2001. 119 Rohman Arif, Modul Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis di Panti, 20011. Soerjono Soekanto, Sisiologi, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1990. Sujarwa, Manusia dan Fenomena Budaya Menuju Perspektif Moralitas Agama, Yogykarta : UAD, 1999. Suparlan Parsudi, Gelandangan Sebuah Konsekuensi Perkembangan Kota, Jakarta : LP3ES, 1999. Twikromo Argo, Gelandangan Yogyakarta, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2002. B. Internet Badan Pusat Statistik, Jumlah Penduduk Miskin Berdasarkan Provinsi, dalam https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1119, diakses pada tanggal 25 Mei 2016, pukul 21.51 WIB. Dayat Rangga, “Gelandangan dan Pengemis”, dalam http://wwwdayatranggambozo.blogspot.co.id/2011/05/gelandangan -dan-pengemis-gepeng.html, diakses pada tanggal 04 April 2016 pukul 08.00 WIB Firman Lukman, Fenomena Anjal dan Gepeng Sebagai Citizenship, dalam http://firmanlukman33.blogspot.co.id/2012/02/fenomena-anjaldan-gepeng-sebagai.html ,diakses pada tanggal 03 Mei 2016, pukul 13.08 WIB. Nadira, “Pengertian Karakteristik Individu”, dalamhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46575/4/Chapter% 20II.pdf, diakses pada tanggal 7 Juni 2016, pukul 13.00 WIB Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi (Organizational Behavior), dalam https://books.google.co.id/books?id=IwrWupB1rC4C&printsec=frontcov er&dq=TEORI+KARAKTERISTIK+INDIVIDU+ROBBINS&hl=en&sa =X&ved=0ahUKEwiSwqTor4HOAhVC7GMKHfshDgkQ6AEIGjAA#v =onepage&q&f=false, diakses pada tanggal 27 April 2016 pukul 12.30 WIB. Sarlito Wirawan, “Psikologi Sosial”, dalam https://books.google.co.id/books?id=qPFDETMhBckC&pg=PR9&dq=di namika+kehidupan+manusia&source=gbs_selected_pages&cad=2#v=on epage&q&f=false, diakses pada tanggal 21 April 2016 Pukul 12.50 WIB. 120 C. Penelitian Nur Hayati, Peranan Panti Sosial Bina Karya Dalam Membentuk Manusia Produktif Bagi Warga Binaan Sosial, Fakultas Dakwah Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2008 Tri Muryani , Rehabilitasi Sosial Bagi Gelandangan Dan Pengemis Di Panti Sosial Bina Karya, Fakultas Dakwah Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2009 Norika Priyantoro, Penanganan Gelandangan dan Pengemis dalam Perspektif Siyasah (Studi Pasal 24 Perda DIY No.1 th 2014) , Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Siyasah UIN Sunan Kaljaga Yogyakarta tahun 2015 PEDOMAN WAWANCARA A. Warga Binaan Sosial Gelandangan dan Pengemis 1. Sejak kapan bapak/ibu hidup menggelandang ? 2. Apa yang menjadi latar belakang bapak/ibu menggelandang? 3. Bagaimana pengalaman hidup bapak/ibuk selama hidup di jalanan? 4. Apakah bapak/ibu masih memiliki keluarga? 5. Apakah bapak/ibu berkeinginan untu kembali hidup bermasyarakat ? 6. Apakah bapak/ibuk merasa nyaman hidup di dalam balai ? 7. Sudah berapa lama bapak/ibuk tinggal di balai? 8. Bagaimana dengan program rehabilitasi yang diberikan oleh balai? 9. Apakah bapak/ibu masih percaya dengan agama dalam menuntun kehidupan bapak/ibu= saat ini dan masa yang akan datang? 10. Sudah berapa panti sosial yang pernah bapak/ibu yang pernah ibu tinggali ? 11. Apakah hubungan antar tetangga di dalam balai baik ? B. Pekerja Sosial 1. Berapa jumlah gepeng yang ada di balai ? 2. Bagaimana sikap mereka ketika berada di balai? 3. Apakah program keterampilan yang diberikan kepada gepeng mampu mengubah sikap mereka ? 4. Apakah mereka masih tetap mengamen , mengemis, dll? 5. Apakah warga gepeng di rsbkl banyak yang kabur ? 6. Berapa jumlah warga gepeng yang kabur di setiap bulannya? 7. Bagaimana tanggapan peksos atas kaburnya gepeng dari balai? 8. Apa penyebab mereka melarikan diri dari balai?