BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Motor BLDC. Motor BLDC atau dapat disebut juga dengan PMSM motor (Permanent Magnet Synchronous Motor) merupakan motor listrik synchronous AC 3 fasa . Synchronous berarti medan magnet yang dibangkitkan oleh stator dan medan magnet yang dibangkitkan oleh rotor berputar pada frekuensi yang sama. Perbedaan pemberian nama ini terjadi karena BLDC memiliki BEMF berbentuk trapezoid sedangkan PMSM memiliki BEMF berbentuk sinusoidal. BLDC dan PMSM memiliki struktur yang sama dan dapat dikendalikan dengan metode six-step maupun metode PWM. Dibandingkan dengan motor DC jenis lainnya, BLDC memiliki biaya perawatan yang lebih rendah dan kecepatan yang lebih tinggi akibat tidak digunakannya brush. Dibandingkan dengan motor induksi, BLDC memiliki efisiensi yang lebihtinggi dan torsi awal yang tinggi, karena rotor terbuat dari magnet permanen. Motor BLDC memiliki kelebihan dibandingkan dengan motor jenis lain, metode pengendalian motor BLDC jauh lebih rumit untuk kecepatan dan torsi yang konstan, karena tidak adanya brush yang menunjang proses komutasi dan harga untuk motor BLDC jauh lebih mahal. [1] Penelitian dengan menggunakan motor dan rangkaian elekronik pertama-tama ada beberapa hal yang perlu diperkirakan yaitu misalnya apakah yang terjadi ketika kita memasukan tegangan ke motor DC. Untuk Pitu kita perlu melakukan beberapa simulasi kecil terlebih dahulu menggunakan model rangkaian listrik sederhana untuk menggerakan sebuah motor DC. Gambar 2.1. DC Motor equivalent circuit Sumber : AN857 “Brushless DC Motor Control Made Easy” 2002 Microchip Technology inc. Pertama kali motor dijalankan atau dihudupkan satu-satunya tahanan terhadap aliran arus adalah pada impedansi dari kumparan elekromagnetik. Impedansi ini terdiri dari resistensi dan hambatan dalam dari gulungan tembaga tersebut. Dengan desain yang dibuat memungkinkan agar hambatan dan induktansi sangatlah kecil pada saat start-up. Motor berputar, magnet permanent rotor akan bergerak melewati kumparan stator dan menginduksi listrik potensial dalam kumparan tersebut. Hal ini yang disebut Back electromotive force atau BEMF. BEMF bebanding lurus dengan kecepatan motor yang ditentukan dari tegangan konstan motor kv. dari penjelasan tadi dapat dibuat beberapa persamaan yaitu : Persamaan 1: ……………………………………(1) Sumber: AN857 “Brushless DC Motor Control Made Easy” 2002 Microchip Technology Inc. Dimana : KV = adalah tegangan konstan RPM = Banyaknya putaran dalam satu menit V = tegangan motor yang ideal, R dan L adalah 0. Motor akan berputar sedemikian rupa sehingga pada sebuah titik akan sama dengan BEMF tegangan yang diberikan. Arus untuk menggerakan motor berbanding lurus dengan beban torsi pada motor. Sedangkan arus yangdibutuhkan ditentukan dengan torsi konstan motor KT. Persamaan 2: ……………………………(2) Sumber: AN857 “Brushless DC Motor Control Made Easy” 2002 Microchip Technology Inc. Fakta yang menarik dari KT dan KV adalah besarnya sama dalam setiap motor. Volt dan Amps dinyakatan dalam satuan MKS, jadi jika kita ingin mengimplementasikan KT dalam MKS yaitu N-M/rad/Sec maka nilai KT dan KV adalah 1. Persamaan 3: ………………………………………(3) Sumber: AN857 “Brushless DC Motor Control Made Easy” 2002 Microchip Technology Inc. Tentu saja tidak ada motor yang ideal. Pada saat start-up akan dibatasi oleh resistansi dan induktansi dari gulungan pada motor itu sendiri serta kapasitas dari sumber power. Torsi yang berlebihan dapat menyebabkan poros kopling slip dan tidak menutup kemungkinan dapat menimbulkan masalah mekanis lainnya dan arus yang berlebih dapat menyebabkan mosfer driver terbakar. Untuk dapat meminimalkan efek arus berlebih tersebut dan torsi yang berlebihan tadi kita dapat membatasi tegangan yang diberikan dengan cara memodulasi pulsa yang diberikan (PWM). Modulasi lebar pulsa ini efektif dan cukup sederhana untuk dilakukan. Tapi ada dua yang perlu dipertimbangkan untuk memodulasi pulsa ini yaitu kerugian menggunakan Mosfet Driver switching dan PWM yang diberikan langsung ke motor. Frekuensi PWM yang terlalu rendah berarti arus yang masuk ke motor akan menjadi serangkaian arus tinggipulsa rata-rata buakan yang diinginkan dari tegangan gelombang. Averaging akan lebih mudah dicapai pada frekuensi yang lebih rendah jika induktansi motor relatif tinggi. Namaun tinggi induktansi adalah karakteristik motor yang tidak diinginkan. Frekuensi yang ideal tergantung pada karakteristik motor dan power switch. Untuk aplikasi ini frekuensi PWM akan sekitar 10KHz. [1][5] Penelitian ini menggunakan PWM untuk mengendalikan power-up jadi tidak menutup kemungkinan PWM juga dapat digunakan untuk mengontrol kecepatan. kami mencoba menggunakan analog to digital converter (ADC) dari PIC16F877 untuk membaca potensiometer dan menggunakan pembacaan tegangan sebagai masukan untuk kontrol kecepatan. Hanya 8 bit dari ADC digunakan , sehingga kontrol kecepatan kami akan memiliki 256 tingkat . kami ingin kecepatan relatif sesuai dengan relatif posisi potensiometer . Kecepatan motor berbanding lurus untuk tegangan yang diberikan , sehingga berbagai tugas PWM siklus linear dari 0% sampai 100 % akan menghasilkan linear mempercepat kontrol dari 0% sampai 100 % dari RPM maksimum. Lebar pulsa ditentukan oleh penambahan Hasil ADC untuk menjalankan Timer0 menghitung untuk menentukan ketika driver harus on atau off . Jika penambahan hasil dalam overflow, maka driver pada , jika tidak mereka tidak aktif. Sebuah 8 - bit timer digunakan sehingga ADC untuk penambahan waktu tidak perlu skala untuk menutupi penuh jangkauan. Untuk mendapatkan frekuensi PWM dari 10 kHz Timer0 harus berjalan pada 256 kali tingkat , atau 2,56 MHz . Nilai prescale minimum untuk Timer0 adalah 1:2 , jadi kami membutuhkan frekuensi masukan 5,12 MHz . Input ke Timer0 adalah FOSC / 4 . Ini membutuhkan FOSC dari 20,48 MHz. Itu adalah frekuensi ganjil , dan 20 MHz cukup dekat , jadi kita akan menggunakan 20 MHz menghasilkan frekuensi PWM 9,77 kHz . Beberapa cara untuk memodulasi motor driver. Kita bisa switch driver high dan low bersama-sama, atau hanya driver high atau low. Beberapa driver high side MOSFET menggunakan kapasitor untuk meningkatkan gate drive diatas tegangan drain. Meskipun aplikasi ini tidak menggunakan biaya pompa jenis driver , kami akan memodulasi driver sisi tinggi sementara meninggalkan sisi pengemudi rendah . Ada tiga sisi driver tinggi , salah satu yang bisa aktif tergantung pada posisi rotor . [1][5] Sensorless Motor Control Hal ini dimungkinkan untuk menentukan kapan untuk commutate yang drive motor tegangan dengan merasakan tegangan EMF kembali pada motor undriven terminal selama salah satu fase drive. Keuntungan biaya jelas sensorless kontrol penghapusan sensor posisi Hall. Ada beberapa kelemahan kontrol sensorless : bergerak pada tingkat minimum untuk menghasilkan EMF kembali yang cukup untuk dirasakan perubahan tiba-tiba pada beban motor. Pada BEMF tegangan dapat diukur hanya bila kecepatan motor dalam rentang yang terbatas dari Tingkat pergantian ideal untuk tegangan yang diberikan Pergantian pada tingkat yang lebih cepat daripada tingkat yang ideal akan menghasilkan respon motorik terputus Jika biaya rendah adalah perhatian utama dan motorik kecepatan rendah Operasi bukan keharusan dan beban motor tidak diharapkan dapat mengubah control cepat kemudian sensorless mungkin pilihan yang lebih baik untuk aplikasi Anda. Menentukan BEMF BEMF relatif bergantung terhadap kumparan koneksi umum titik, yang dihasilkan oleh masing-masing kumparan motor dapat dinyatakan sebagai ditunjukkan dalam Persamaan 4 sampai Persamaan 6 . Persamaan 4 : ………………………………(4) Persamaan 5 : ………………………………(5) Persamaan 6 : ………………………………(6) Sumber: AN857 “Brushless DC Motor Control Made Easy” 2002 Microchip Technology Inc. Gambar 2.2 : BEMF equivalent circuit Sumber : AN857 “Brushless DC Motor Control Made Easy” 2002 Microchip Technology inc. Gambar 2.2 menunjukkan rangkaian ekivalen motor dengan koil B dan C didorong sementara kumparan A undriven dan tersedia untuk pengukuran BEMF. Pada frekuensi pergantian L diabaikan. The R diasumsikan sama. pada L dan R komponen tidak ditampilkan dalam cabang A karena tidak ada arus yang signifikan dalam hal ini bagian dari rangkaian sehingga komponen-komponen dapat diabaikan. EMF yang dihasilkan oleh B dan C kumparan bersama-sama, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2, dapat dinyatakan seperti yang ditunjukkan pada Persamaan 7 dibawah ini.[2] Persamaan 7 : ………………………………(7) Sumber: AN857 “Brushless DC Motor Control Made Easy” 2002 Microchip Technology Inc. Pembalikan tanda CBEMF adalah karena referensi titik bergerak dari common connection ke ground. Ingat bahwa ada enam fase drive dalam satu perubahan electrical. Setiap fase drive yang terjadi + / - 30 derajat sekitar puncak kembali EMF dari dua gulungan motor didorong selama fase itu. Pada kecepatan penuh diterapkan tegangan DC setara dengan RMS BEMF tegangan di kisaran 60 derajat. Dalam hal puncak BEMF yang dihasilkan oleh salah satu berkelok-kelok, RMS BEMF tegangan dua gulungan dapat dinyatakan seperti yang ditunjukkan dalam Persamaan 8. Persamaan 8 : …………………………(8) Sumber: AN857 “Brushless DC Motor Control Made Easy” 2002 Microchip Technology Inc. Kami akan menggunakan hasil ini untuk menormalkan diagram BEMF disajikan nanti, tapi pertama-tama mari kita mempertimbangkan diharapkan BEMF di terminal bermotor undriven. Karena tegangan yang diberikan adalah lebar pulsa modulasi, yang mengemudi bergantian antara on dan off sepanjang waktu fase. The BEMF, relatif terhadap tanah, terlihat di Terminal A ketika drive aktif, dapat dinyatakan sebagai ditunjukkan dalam Persamaan 9. Persamaan 9 : ………………………(9) Sumber: AN857 “Brushless DC Motor Control Made Easy” 2002 Microchip Technology Inc. 2.2. Konstruksi Motor BLDC Motor BLDC terdiridari Rotor yang terbuat dari magnet permanen dan Stator yang terdiri dari kumparan yang digulung pada struktur lapisan plat besi. Ada 2 tipe dari Motor BLDC. Yang pertama Inside Rotor, dimana rotor ada di tengah dan stator di luar. Yang kedua adalah Outside Rotor, dimana rotor berada diluar dan stator ada di tengah. Prinsip kerjanya sama, hanya saja kecepatan dan torsinya berbeda. Rotor di luar menghasilkan torsi lebih besar dan kecepatan lebih lambat dibandingkan dengan rotor di dalam. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan jumlah magnet pada rotornya. Semakin banyak magnet pada rotor, maka pergerakan setiap langkahnya akan semakin kecil, sehingga membutuhkan pergerakan lebih banyak dalam satu putaran. Gambar 2.3. Motor BLDC Outside Rotor Sumber : http://www.aliexpress.com/item-img/New-24-v-20-w-inventory-DIY-exteriorrotor-brushless-motor-brushless-dc-motor-drive-electric/859641637.html Gambar 2.4. Motor BLDC Inside Rotor. Sumber : http://www.mro-supply.net/servlet/the-6112/PANASONIC-MFA010LA2NS- ACdsh-SERVO-MOTOR/Detail Dalam memahami sebuah motor listrik, penting untuk mengerti apa yang dimaksud dengan beban motor (Torsi). Beban mengacu kepada keluaran tenaga putar/torsi sesuai dengan kecepatan yang diperlukan. Beban umumnya dapat dikategorikan kedalam tiga kelompok: • Beban torsi konstan, adalah beban dimana permintaan keluaran energinya bervariasi dengan kecepatan operasinya, namun torsi nya tidak bervariasi. Contoh beban dengan torsi konstan adalah conveyors, rotary kilns, dan pompa displacement konstan. • Beban dengan torsi variabel, adalah beban dengan torsi yang bervariasi dengan kecepatan operasi. Contoh beban dengan torsi variabel adalah pompa sentrifugal dan fan (torsi bervariasi sebagai kwadrat kecepatan). • Beban dengan energi konstan, adalah beban dengan permintaan torsi yang berubah dan berbanding terbalik dengan kecepatan. Contoh untuk beban dengan daya konstan adalah peralatan-peralatan mesin.[1] 2.3. Komutasi Six-Step Metode Six-Step adalah metode yang paling sering digunakan dalam pengendalian BLDC. Hal ini disebabkan karena metode ini sederhana sehingga mudah diimplementasikan. Hanya saja metode ini memiliki kelemahan yaitu arus RMS (Root Mean Square) yang tinggi. Ini dapat terjadi karena PWM yang digunakan dalam metode ini merupakan PWM square dengan frekuensi tertentu sehingga menciptakan gelombang AC yang bebentuk trapezoid atau square. Akibat dari gelombang yang beebentuk square atau trapezoid adalah timbulnya gelombang harmonik. Gelombang harmonik inilah yang mengakibatkan motor berputar. Setiap langkah atau sector adalah ekuivalen dengan 60 derajat elektrikal. 6 sektor menjadi 360 derajat elektrikal atau satu putaran elektrikal. Gambar 2.5. Komutasi Six-Step. Sumber : AN1160 “ Sensorless BLDC Control with Back-EMF Filtering Using a Majority Function ” 2008-2012 Microchip Technology Inc Tanda panah pada kumparan menunjukan arah di mana arus mengalir melalui kumparankumparan motor setiap langkah pada Six-Step. Urutan langkah komutasi adalah sebagai berikut: Langkah1 :Kumparan A diberitegangan positip, Kumparan B tidak diberi tegangan dan Kumparan C diberi tegangan negatip. Langkah2 :Kumparan A diberi tegangan positip, Kumparan B diberi tegangan negatip danKumparan C tidak diberi tegangan. Langkah3 :Kumparan A tidak diberi tegangan, Kumparan B diberitegangan negatip dan Kumparan C diberi tegangan positip. Langkah4 :Kumparan A diberi tegangan negatip, Kumparan B tidak diberitegangan, dan Kumparan C diberi tegangan positip. Langkah5 :Kumparan A diberi tegangan negatip, Kumparan B diberi tegangan positip, dan Kumparan C tidak diberi tegangan. Langkah6 :Kumparan A tidak diberi tegangan, Kumparan B diberitegangan positip, danKumparan C diberi tegangan negatip. Metode ini disebut Six-Step karena agar mampu menciptakan gelombang trapezoidal atau square yang menyerupai gelombang sinus soidal, digunakan PWM square yang terdiri dari 6 bagian yaitu 2 bagian positif dan 2 bagian negatif, dan 2 bagian floating. Masingmasing bagian besarnya 60 derajat gelombang sinus soidal. Kondisi floating pada algoritma ini adalah kondisi ketika gelombang sinusoidal bepotongan pada titik 0. [3] 2.4. PWM (Pulse Width Modulation) Puls with modulation (PWM) secara umum adalah sebuah manipulasi lebar sinyal yang dinyatakan dengan pulsa dalam satu perioda, untuk mendapatkan tegangan rata-rata yang berbeda. Beberapa contoh aplikasi PWM adalah pemodulasian data untuk telekomukasi, pengontrolan daya atau tegangan yang masuk ke beban, regulator tegangan, audio efect dan penguatan serta aplikasi2 lainnya. Gambar 2.6 Sinyal PWM (Sumber : http://ini-robot.blogspot.com) Dalam implementasi agar dapat mengendalikan keenam transistor pada driver, sinyal PWM sinusoidal yang didapatkan dibagi menjadi 6 bagian atau step. Masingmasing bagian atau step besarnya 60 derajat. Ini disebabkan karena perbedaan tiap fasa dari sinyal 3 fasa adalah 120 derajat dan tiap 60 derajat terdapat gelombang sinusoidal yang bepotongan dengan nilai 0. Oleh karena itu sinyal PWM harus dibagi menjadi 6 bagian untuk menunjang proses komutasi pada BLDC. Berikut ini implementasi dari algoritma PWM sinussoidal. [5] Gambar 2.7 implementasi PWM Sinussoidal. Sumber : Pengendalian motor brushless dgn metode pwm sinussoidal “Abe Dharmawan FT UI 2009” Kecepatan motor BLDC tergantung dari tegangan yang diaplikasikan pada kumparan. Metode PWM digunakan untuk mengendalikan kecepatan motor, sinyal PWM diaplikasikan kesaklar S1 –S6 untuk menetukan rata-rata tegangan pada kumparan. 2.5. Driver Tiga Fasa. Untuk dapat menjalankan langkah-langkah Six-Step, maka diperlukan Driver 3 Fasa yang terdiri darienambuah saklarseperti padagambar xx. Gambar 2.5.1 Driver 3 Fasa. Gambar 2.5.2 Step 1. Gambar 2.5.3 Step 2. Gambar 2.5.4 Step 3. Gambar 2.5.5 Step 4. Gambar 2.5.6 Step 5. Gambar 2.11. Step 6. Sumber : AN1160 “ Sensorless BLDC Control with Back-EMF Filtering Using a Majority Function ” 2008-2012 Microchip Technology Inc Saklar S1, S2, S3, S4, S5 dan S6 (biasanya menggunakan transistor Mosfet) dikendalikan mengikuti urutan periodik 6 keadaan seperti pada table 2.1 dan table 2.2. Tabel 2.1. Urutan langkah agar motor berputar searah jarum jam. Tabel 2.2. Urutan langkah agar motor berputar berlawanan arah jarum jam. 2.6. Metode Pendeteksian Komutasi. Agar BLDC dapat dikendalikan dengan baik (kecepatan dan torsi konstan), diperlukan adanya timing perubahan komutasi yang tepat. Apabila timing perubahan komutasi tidak tepat, motor BLDC akan mengalami slip. Akibat adanya slip adalah kecepatan dan torsi motor tidak konstan. Hal ini tampak terutama pada saat motor berputar pada kecepatan tinggi. Ketika terjadi slip, kecepatan motor akan cenderung turun dan memiliki kemungkinan motor berhenti berputar. Untuk menentukan timing perubahan komutasi terdapat dua metode yang digunakan yakni metode sensorless dan dengan menggunakan sensor. Metode sensorless dilakukan dengan cara mendeteksi BEMF dan zero crossing pada fasa motor yang mengalami kondisi floating (hanya terdapat pada metode six-step), sedangkan metode dengan menggunakan sensor adalah dengan menggunakan encoder dan sensor hall. Kedua metode ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Pada metode sensorless, metode ini tidak dapat digunakan pada kecepatan yang rendah. Hal ini terjadi karena tenggangan yang diinduksikan pada kumparan yang tidak dialiri arus ( floating) nilainya cukup kecil sehingga tidak dapat dideteksi selain itu metode ini tidak dapat digunakan pada metode pengendalian sinusoidal karena pada metode ini tidak terdapat satu fasa pun yang mengalami kondisi floating. Kelebihan dari metode ini adalah spesifikasi motor secara fisik tidak diperlukan dan cenderung lebih murah karena tidak menggunakan alat tambahan (sensor tambahan). Sedangkan penggunaan sensor memiliki kelebihan yakni motor dapat berputar pada kecepatan yang rendah dan dapat digunakan pada kedua metode pengendalian yang ada. Kelemahan dari penggunaan sensor adalah fisik motor diperlukan dalam menentukan posisi sensor dan cenderung lebih mahal. [2] 2.7. Back EMF dan Zero Crossing. Pendeteksian dengan menggunakan BEMF (Back EMF) dan Zero Crossing dilakukan dengan cara mendeteksi tegangan yang timbul akibat induksi magnet rotor pada salah satu kumparan stator yang dalam kondisi Off. Kondisi Off merupakan kondisi di mana suatu fasa tidak diaktifkan dan terja disetiap 60 derajat. Gambar 2.8 BEMF dan Zero Crossing Pada Fasa Floating Sumber : Pengendalian motor brushless dgn metode pwm sinussoidal “Abe Dharmawan FT UI 2009” 2.8. Encoder Encoder sering dijumpai pada implementasi motor komersial. Hal ini terjadi karena encoder mampu memberikan timing komutasi yang lebih tepat dibandingkan dengan sensor hall dan lebih mudah diimplementasikan. Hanya saja encoder memiliki kelemahan yakni suatu encoder tidak dapat digunakan untuk motor dengan jumlah pole yang berbeda dan letak suatu kode komutasi pada encoder harus dipresisikan dengan letak pole motor. Hal ini terjadi karena kode komutasi suatu encoder hanya dikondisikan untuk satu jenis motor dengan jumlah pole tertentu dan apabila letak dari kode komutasi encoder tidak sesuai dengan pole motor, akan terjadi kesalahan dalam penentuan timing komutasi. Untuk menentukan timing perubahan komutasi dengan encoder dapat dilakukan dengan cara membaca kode komutasi pada disk code dengan menggunakan sensor optik. [4] Gambar 2.9 Motor dengan encoder (a) (b) Gambar 2.10 Encoder untuk (a) Motor 2 Pole dan (b) Motor 4 Sumber: http://www.eeweb.com/blog/avago_technologies/simplified- commutation-of-a-bldcmotor-with-various-pole-pairs 2.9. Hall Sensor. Salah satu cara untuk menentukan timing perubahan komutasi yang tepat adalah dengan menggunakan 3 buah Hall sensor. Pada umumnya ketiga Hall sensor terpisah 60 derajat pada rotor dengan magnet 2 Pole dan 30 derajat pada rotor dengan magnet 4 Pole. Adapun kondisi khusus dimana pada motor BLDC memiliki pole lebih dari dari 6 pole. Kelebihan dari penggunaan sensor hall ini adalah peletakan dari sensor hall awal tidak perlu terlalu presisi dengan rotor selain itu untuk motor dengan pole yang berbeda cukup dengan menggeser letak dari sensor hall. Kelemahan dari sensor hall adalah apabila letak sensor hall tidak tepat satu dengan lainnya, misalkan pada motor 2 pole tidak benar – benar 120 derajat satu dengan lainnya, kesalahan dalam penentuan timing perubahan komutasi dapat terjadi, bahkan ada kemungkinan tidak didapatkannya 6 kombinasi yang berbeda. Apabila posisi salah satu atau ketiga sensor hall tidak berbeda terlalu jauh dengan letak sensor hall yang seharusnya, misalkan seharusnya 120 derajat, posisi dalam implementasi 118 derajat, perbedaan itu dapat dikompensasi dalam algoritma pengendalian atau bahkan dapat diabaikan. Dengan menggunakan tiga sensor hall akan didapatkan 6 kombinasi yang berbeda. Keenam kombinasi ini menunjukkan timing perubahan komutasi. Ketika dari ketiga sensor hall didapatkan kombinasi tertentu, sinyal PWM pada suatu step harus diubah sesuai dengan kombinasi yang didapatkan. Tabel 2.3. Tabel Hall Sensor Searah Jarum Jam. Tabel 2.4. Tabel Hall Sensor Berlawanan Arah Jarum Jam. Gambar 2.11 sensor Hall dan perubahan sinyal PWM Sumber : AN857 “Brushless DC Motor Control Made Easy” 2002 Microchip Technology Inc. Gambar 2.12 Kombinasi Nilai Sensor Hall pada Motor 2 Pole Sumber : AN857 “Brushless DC Motor Control Made Easy” 2002 Microchip Technology Inc. ketika hall sensor menunjukkan kombinasi tertentu makan sinyal PWM akan berubah mengikuti kombinasi yang telah ditentukan, misalkan kombinasi sensor hall menunjukkan 101, maka PWM A dan B akan menyala sedangakan C akan floating, kombinasi 001, PWM A dan C menyala sedangakan B floating, dan seterusnya. Kondisi floating hanya terdapat pada metode PWM six-step, sedangakan pada metode PWM sinusoidal, kondisi floating merupakan suatu kondisi di mana sinyal sinusoidal berubah dari positif ke negatif atau sebaliknya melewati nilai 0. [2][4] 2.10. ADC (Analog Digital Converter) ADC adalah kepanjangan dari Analog To Digital Converter yang berfungsi untuk mengubah input analog menjadi kode – kode digital. ADC banyak digunakan sebagai Pengatur proses industri, komunikasi digital dan rangkaian pengukuran/atau pengujian.Umumnya ADC digunakan sebagai perantara antara sensor yang kebanyakan analog dengan sistim komputer seperti sensor suhu, cahaya, tekanan atau berat, aliran dan sebagainya kemudian diukur dengan menggunakan sistim digital (komputer). Prinsip kerja ADC Secara singkat prinsip kerja dari konverter A/D adalah semua bit-bit diset kemudian diuji, dan bilamana perlu sesuai dengan kondisi yang telah ditentukan. Dengan rangkaian yang paling cepat, konversi akan diselesaikan sesudah 8 clock, dan keluaran D/A merupakan nilai analog yang ekivalen dengan nilai register. Setelah konversi telah dilaksanakan, rangkaian kembali mengirim sinyal selesai konversi yang berlogika rendah. Sisi turun sinyal ini akan menghasilkan data digital yang ekivalen ke dalam register buffer. Dengan demikian, keluaran digital akan tetap tersimpan sekalipun akan di mulai siklus konversi yang baru. Jenis-jenis dari ADC dan fungsi dari masing-masing jenisnya Tipe Tracking Tipe tracking menggunakan prinsip up down counter (pencacah naik dan turun). Fungsinya adalah : Binary counter (pencacah biner) akan mendapat masukan clock secara kontinyu dan hitungan akan bertambah atau berkurang tergantung pada kontrol dari pencacah apakah sedang naik (up counter) atau sedang turun (down counter). Tipe flash / paralel Tipe ini dapat menunjukkan konversi secara lengkap pada kecepatan 100 MHz dengan rangkaian kerja yang sederhana. Berfungsi untuk mengatur masukan inverting dari tiap-tiap konverter menuju tegangan yang lebih tinggi dari konverter sebelumnya, jadi untuk tegangan masukan Vin, dengan full scale range, komparator dengan bias dibawah Vin akan mempunyai keluaran rendah. Tipe successive approximation Tipe successive approximation merupakan suatu konverter yang paling sering ditemui dalam desain perangkat keras yang menggunakan ADC. Tipe ini memiliki kecepatan konversi yang cukup tinggi, meskipun dari segi harga relatif mahal. Prinsip kerja konverter tipe ini adalah, dengan membangkitkan pertanyaan-pertanyaan yang pada intinya berupa tebakan nilai digital terhadap nilai tegangan analog yang dikonversikan. Tipe Integrating, menawarkan resolusi tertinggi dengan biaya terendah. ADC tipe ini tidak dibutuhkan rangkaian sample hold. Tipe ini memiliki kelemahan yaitu waktu konversi yang agak lama, biasanya beberapa milidetik. Jenis dari ADC yang dipakai dalam penelitian ini adalah approximation type yaitu dimana dimulai dengan bit yang paling signifikan ( MSB ) dan berakhir dengan last significant bit ( LSB ) Nilai bit yang paling signifikan ditentukan oleh apakah sinyal input di bagian atas atau bawah dari rentang masukan yang valid. Bit yang paling signifikan berikutnya akan ditentukan oleh apakah input di atas atau bagian bawah dari kisaran yang tersisa , dan seterusnya sampai bit paling signifikan (MSB). [6]