Sumber: AN857 “Brushless DC Motor Control Made Easy” 2002

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1.
Motor BLDC.
Motor BLDC atau dapat disebut juga dengan PMSM motor (Permanent Magnet
Synchronous Motor) merupakan motor listrik synchronous AC 3 fasa . Synchronous
berarti medan magnet yang dibangkitkan oleh stator dan medan magnet yang
dibangkitkan oleh rotor berputar pada frekuensi yang sama. Perbedaan pemberian nama
ini terjadi karena BLDC memiliki BEMF berbentuk trapezoid sedangkan PMSM
memiliki BEMF berbentuk sinusoidal. BLDC dan PMSM memiliki struktur yang sama
dan dapat dikendalikan dengan metode six-step maupun metode PWM. Dibandingkan
dengan motor DC jenis lainnya, BLDC memiliki biaya perawatan yang lebih rendah dan
kecepatan yang lebih tinggi akibat tidak digunakannya brush. Dibandingkan dengan
motor induksi, BLDC memiliki efisiensi yang lebihtinggi dan torsi awal yang tinggi,
karena rotor terbuat dari magnet permanen. Motor BLDC memiliki kelebihan
dibandingkan dengan motor jenis lain, metode pengendalian motor BLDC jauh lebih
rumit untuk kecepatan dan torsi yang konstan, karena tidak adanya brush yang
menunjang proses komutasi dan harga untuk motor BLDC jauh lebih mahal. [1]
Penelitian dengan menggunakan motor dan rangkaian elekronik pertama-tama ada
beberapa hal yang perlu diperkirakan yaitu misalnya apakah yang terjadi ketika kita
memasukan tegangan ke motor DC. Untuk Pitu kita perlu melakukan beberapa simulasi
kecil terlebih dahulu menggunakan model rangkaian listrik sederhana untuk
menggerakan sebuah motor DC.
Gambar 2.1. DC Motor equivalent circuit
Sumber : AN857 “Brushless DC Motor Control Made Easy” 2002 Microchip
Technology inc.
Pertama kali motor dijalankan atau dihudupkan satu-satunya tahanan terhadap aliran arus
adalah pada impedansi dari kumparan elekromagnetik. Impedansi ini terdiri dari
resistensi dan hambatan dalam dari gulungan tembaga tersebut. Dengan desain yang
dibuat memungkinkan agar hambatan dan induktansi sangatlah kecil pada saat start-up.
Motor berputar, magnet permanent rotor akan bergerak melewati kumparan stator dan
menginduksi listrik potensial dalam kumparan tersebut. Hal ini yang disebut Back
electromotive force atau BEMF. BEMF bebanding lurus dengan kecepatan motor yang
ditentukan dari tegangan konstan motor kv. dari penjelasan tadi dapat dibuat beberapa
persamaan yaitu :
Persamaan 1:
……………………………………(1)
Sumber: AN857 “Brushless DC Motor Control Made Easy” 2002 Microchip
Technology Inc.
Dimana : KV
= adalah tegangan konstan
RPM = Banyaknya putaran dalam satu menit
V
= tegangan
motor yang ideal, R dan L adalah 0. Motor akan berputar sedemikian rupa sehingga pada
sebuah titik akan sama dengan BEMF tegangan yang diberikan.
Arus untuk menggerakan motor berbanding lurus dengan beban torsi pada motor.
Sedangkan arus yangdibutuhkan ditentukan dengan torsi konstan motor KT.
Persamaan 2:
……………………………(2)
Sumber: AN857 “Brushless DC Motor Control Made Easy” 2002 Microchip
Technology Inc.
Fakta yang menarik dari KT dan KV adalah besarnya sama dalam setiap motor. Volt dan
Amps dinyakatan dalam satuan MKS, jadi jika kita ingin mengimplementasikan KT
dalam MKS yaitu N-M/rad/Sec maka nilai KT dan KV adalah 1.
Persamaan 3:
………………………………………(3)
Sumber: AN857 “Brushless DC Motor Control Made Easy” 2002 Microchip
Technology Inc.
Tentu saja tidak ada motor yang ideal. Pada saat start-up akan dibatasi oleh resistansi dan
induktansi dari gulungan pada motor itu sendiri serta kapasitas dari sumber power.
Torsi yang berlebihan
dapat menyebabkan poros kopling slip dan tidak menutup
kemungkinan dapat menimbulkan masalah mekanis lainnya dan arus yang berlebih dapat
menyebabkan mosfer driver terbakar. Untuk dapat meminimalkan efek arus berlebih
tersebut dan torsi yang berlebihan tadi kita dapat membatasi tegangan yang diberikan
dengan cara memodulasi pulsa yang diberikan (PWM). Modulasi lebar pulsa ini efektif
dan cukup sederhana untuk dilakukan. Tapi ada dua yang perlu dipertimbangkan untuk
memodulasi pulsa ini yaitu kerugian menggunakan Mosfet Driver switching dan PWM
yang diberikan langsung ke motor. Frekuensi PWM yang terlalu rendah berarti arus yang
masuk ke motor akan menjadi serangkaian arus tinggipulsa rata-rata buakan yang
diinginkan dari tegangan gelombang. Averaging akan lebih mudah dicapai pada frekuensi
yang lebih rendah jika induktansi motor relatif tinggi. Namaun tinggi induktansi adalah
karakteristik motor yang tidak diinginkan. Frekuensi yang ideal tergantung pada
karakteristik motor dan power switch. Untuk aplikasi ini frekuensi PWM akan sekitar
10KHz. [1][5]
Penelitian ini menggunakan PWM untuk mengendalikan power-up jadi tidak menutup
kemungkinan PWM juga dapat digunakan untuk mengontrol kecepatan. kami mencoba
menggunakan analog to digital converter (ADC) dari PIC16F877 untuk membaca
potensiometer dan menggunakan pembacaan tegangan sebagai masukan untuk kontrol
kecepatan. Hanya 8 bit dari ADC digunakan , sehingga kontrol kecepatan kami akan
memiliki 256 tingkat . kami ingin kecepatan relatif sesuai dengan relatif posisi
potensiometer . Kecepatan motor berbanding lurus untuk tegangan yang diberikan ,
sehingga berbagai tugas PWM siklus linear dari 0% sampai 100 % akan menghasilkan
linear mempercepat kontrol dari 0% sampai 100 % dari RPM maksimum.
Lebar pulsa ditentukan oleh penambahan
Hasil ADC untuk menjalankan Timer0
menghitung untuk menentukan ketika driver harus on atau off . Jika penambahan hasil
dalam overflow, maka driver pada , jika tidak mereka tidak aktif. Sebuah 8 - bit timer
digunakan sehingga ADC untuk penambahan waktu tidak perlu skala untuk menutupi
penuh jangkauan. Untuk mendapatkan frekuensi PWM dari 10 kHz Timer0 harus
berjalan pada 256 kali tingkat , atau 2,56 MHz . Nilai prescale minimum untuk Timer0
adalah 1:2 , jadi kami membutuhkan frekuensi masukan 5,12 MHz . Input ke Timer0
adalah FOSC / 4 . Ini membutuhkan FOSC dari 20,48 MHz. Itu adalah frekuensi ganjil ,
dan 20 MHz cukup dekat , jadi kita akan menggunakan 20 MHz menghasilkan frekuensi
PWM 9,77 kHz . Beberapa cara untuk memodulasi motor driver. Kita bisa switch driver
high dan low bersama-sama, atau hanya driver high atau low. Beberapa driver high side
MOSFET menggunakan kapasitor untuk meningkatkan gate drive diatas tegangan drain.
Meskipun aplikasi ini tidak menggunakan biaya pompa jenis driver , kami akan
memodulasi driver sisi tinggi sementara meninggalkan sisi pengemudi rendah . Ada tiga
sisi driver tinggi , salah satu yang bisa aktif tergantung pada posisi rotor . [1][5]
Sensorless Motor Control Hal ini dimungkinkan untuk menentukan kapan untuk
commutate yang drive motor tegangan dengan merasakan tegangan EMF kembali pada
motor undriven terminal selama salah satu fase drive. Keuntungan biaya jelas sensorless
kontrol penghapusan sensor posisi Hall.
Ada beberapa kelemahan kontrol sensorless :
 bergerak pada tingkat minimum untuk menghasilkan EMF kembali yang cukup untuk
dirasakan perubahan tiba-tiba pada beban motor.
 Pada BEMF tegangan dapat diukur hanya bila kecepatan motor dalam rentang yang
terbatas dari Tingkat pergantian ideal untuk tegangan yang diberikan
 Pergantian pada tingkat yang lebih cepat daripada tingkat yang ideal akan
menghasilkan respon motorik terputus Jika biaya rendah adalah perhatian utama dan
motorik kecepatan rendah Operasi bukan keharusan dan beban motor tidak
diharapkan dapat mengubah control cepat kemudian sensorless mungkin pilihan yang
lebih baik untuk aplikasi Anda.
Menentukan BEMF
BEMF relatif bergantung terhadap kumparan koneksi umum titik, yang dihasilkan
oleh masing-masing kumparan motor dapat dinyatakan sebagai ditunjukkan dalam
Persamaan 4 sampai Persamaan 6 .
Persamaan 4 :
………………………………(4)
Persamaan 5 :
………………………………(5)
Persamaan 6 :
………………………………(6)
Sumber: AN857 “Brushless DC Motor Control Made Easy” 2002 Microchip
Technology Inc.
Gambar 2.2 : BEMF equivalent circuit
Sumber : AN857 “Brushless DC Motor Control Made Easy” 2002 Microchip Technology
inc.
Gambar 2.2 menunjukkan rangkaian ekivalen motor dengan koil B dan C didorong
sementara kumparan A undriven dan tersedia untuk pengukuran BEMF. Pada frekuensi
pergantian L diabaikan. The R diasumsikan sama. pada L dan R komponen tidak
ditampilkan dalam cabang A karena tidak ada arus yang signifikan dalam hal ini bagian
dari rangkaian sehingga komponen-komponen dapat diabaikan. EMF yang dihasilkan
oleh B dan C kumparan bersama-sama, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2, dapat
dinyatakan seperti yang ditunjukkan pada Persamaan 7 dibawah ini.[2]
Persamaan 7 :
………………………………(7)
Sumber: AN857 “Brushless DC Motor Control Made Easy” 2002 Microchip
Technology Inc.
Pembalikan tanda CBEMF adalah karena referensi titik bergerak dari common
connection ke ground. Ingat bahwa ada enam fase drive dalam satu perubahan electrical.
Setiap fase drive yang terjadi + / - 30 derajat sekitar puncak kembali EMF dari dua
gulungan motor didorong selama fase itu. Pada kecepatan penuh diterapkan tegangan DC
setara dengan RMS BEMF tegangan di kisaran 60 derajat. Dalam hal puncak BEMF yang
dihasilkan oleh salah satu berkelok-kelok, RMS BEMF tegangan dua gulungan dapat
dinyatakan seperti yang ditunjukkan dalam Persamaan 8.
Persamaan 8 :
…………………………(8)
Sumber: AN857 “Brushless DC Motor Control Made Easy” 2002 Microchip
Technology Inc.
Kami akan menggunakan hasil ini untuk menormalkan diagram BEMF disajikan nanti,
tapi pertama-tama mari kita mempertimbangkan diharapkan BEMF di terminal bermotor
undriven. Karena tegangan yang diberikan adalah lebar pulsa modulasi, yang mengemudi
bergantian antara on dan off sepanjang waktu fase. The BEMF, relatif terhadap tanah,
terlihat di Terminal A ketika drive aktif, dapat dinyatakan sebagai ditunjukkan dalam
Persamaan 9.
Persamaan 9 :
………………………(9)
Sumber: AN857 “Brushless DC Motor Control Made Easy” 2002 Microchip
Technology Inc.
2.2. Konstruksi Motor BLDC
Motor BLDC terdiridari Rotor yang terbuat dari magnet permanen dan Stator yang
terdiri dari kumparan yang digulung pada struktur lapisan plat besi.
Ada 2 tipe dari Motor BLDC. Yang pertama Inside Rotor, dimana rotor ada di tengah dan
stator di luar. Yang kedua adalah Outside Rotor, dimana rotor berada diluar dan stator ada
di tengah. Prinsip kerjanya sama, hanya saja kecepatan dan torsinya berbeda. Rotor di luar
menghasilkan torsi lebih besar dan kecepatan lebih lambat dibandingkan dengan rotor di
dalam. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan jumlah magnet pada rotornya. Semakin
banyak magnet pada rotor, maka pergerakan setiap langkahnya akan semakin kecil,
sehingga membutuhkan pergerakan lebih banyak dalam satu putaran.
Gambar 2.3. Motor BLDC Outside Rotor
Sumber : http://www.aliexpress.com/item-img/New-24-v-20-w-inventory-DIY-exteriorrotor-brushless-motor-brushless-dc-motor-drive-electric/859641637.html
Gambar 2.4. Motor BLDC Inside Rotor.
Sumber : http://www.mro-supply.net/servlet/the-6112/PANASONIC-MFA010LA2NS- ACdsh-SERVO-MOTOR/Detail
Dalam memahami sebuah motor listrik, penting untuk mengerti apa yang dimaksud
dengan beban motor (Torsi). Beban mengacu kepada keluaran tenaga putar/torsi sesuai
dengan kecepatan yang diperlukan. Beban umumnya dapat dikategorikan kedalam tiga
kelompok:
• Beban torsi konstan, adalah beban dimana permintaan keluaran energinya bervariasi
dengan kecepatan operasinya, namun torsi nya tidak bervariasi. Contoh beban dengan torsi
konstan
adalah
conveyors,
rotary
kilns,
dan
pompa
displacement
konstan.
• Beban dengan torsi variabel, adalah beban dengan torsi yang bervariasi dengan kecepatan
operasi. Contoh beban dengan torsi variabel adalah pompa sentrifugal dan fan (torsi
bervariasi sebagai kwadrat kecepatan).
• Beban dengan energi konstan, adalah beban dengan permintaan torsi yang berubah dan
berbanding terbalik dengan kecepatan. Contoh untuk beban dengan daya konstan adalah
peralatan-peralatan mesin.[1]
2.3. Komutasi Six-Step
Metode Six-Step adalah metode yang paling sering digunakan dalam pengendalian
BLDC.
Hal
ini
disebabkan
karena
metode
ini
sederhana
sehingga
mudah
diimplementasikan. Hanya saja metode ini memiliki kelemahan yaitu arus RMS (Root
Mean Square) yang tinggi. Ini dapat terjadi karena PWM yang digunakan dalam metode ini
merupakan PWM square dengan frekuensi tertentu sehingga menciptakan gelombang AC
yang bebentuk trapezoid atau square. Akibat dari gelombang yang beebentuk square atau
trapezoid adalah timbulnya gelombang harmonik. Gelombang
harmonik inilah yang
mengakibatkan motor berputar.
Setiap langkah atau sector adalah ekuivalen dengan 60 derajat elektrikal. 6 sektor
menjadi 360 derajat elektrikal atau satu putaran elektrikal.
Gambar 2.5. Komutasi Six-Step.
Sumber : AN1160 “ Sensorless BLDC Control with Back-EMF Filtering Using a Majority
Function ” 2008-2012 Microchip Technology Inc
Tanda panah pada kumparan menunjukan arah di mana arus mengalir melalui kumparankumparan motor setiap langkah pada Six-Step.
Urutan langkah komutasi adalah sebagai berikut:

Langkah1 :Kumparan A diberitegangan positip, Kumparan B tidak diberi tegangan
dan Kumparan C diberi tegangan negatip.

Langkah2 :Kumparan A diberi tegangan positip, Kumparan B diberi tegangan negatip
danKumparan C tidak diberi tegangan.

Langkah3 :Kumparan A tidak diberi tegangan, Kumparan B diberitegangan negatip
dan Kumparan C diberi tegangan positip.

Langkah4 :Kumparan A diberi tegangan negatip, Kumparan B tidak diberitegangan,
dan Kumparan C diberi tegangan positip.

Langkah5 :Kumparan A diberi tegangan negatip, Kumparan B diberi tegangan positip,
dan Kumparan C tidak diberi tegangan.

Langkah6 :Kumparan A tidak diberi tegangan, Kumparan B diberitegangan positip,
danKumparan C diberi tegangan negatip.
Metode ini disebut Six-Step karena agar mampu menciptakan gelombang trapezoidal
atau square yang menyerupai gelombang sinus soidal, digunakan PWM square yang terdiri
dari 6 bagian yaitu 2 bagian positif dan 2 bagian negatif, dan 2 bagian floating. Masingmasing bagian besarnya 60 derajat gelombang sinus soidal. Kondisi floating pada algoritma
ini adalah kondisi ketika gelombang sinusoidal bepotongan pada titik 0. [3]
2.4. PWM (Pulse Width Modulation)
Puls with modulation (PWM) secara umum adalah sebuah manipulasi lebar sinyal yang
dinyatakan dengan pulsa dalam satu perioda, untuk mendapatkan tegangan rata-rata yang
berbeda. Beberapa contoh aplikasi PWM adalah pemodulasian data untuk telekomukasi,
pengontrolan daya atau tegangan yang masuk ke beban, regulator tegangan, audio efect dan
penguatan serta aplikasi2 lainnya.
Gambar 2.6 Sinyal PWM
(Sumber : http://ini-robot.blogspot.com)
Dalam implementasi agar dapat mengendalikan keenam transistor pada driver,
sinyal PWM sinusoidal yang didapatkan dibagi menjadi 6 bagian atau step. Masingmasing bagian atau step besarnya 60 derajat. Ini disebabkan karena perbedaan tiap fasa
dari sinyal 3 fasa adalah 120 derajat dan tiap 60 derajat terdapat gelombang sinusoidal
yang bepotongan dengan nilai 0. Oleh karena itu sinyal PWM harus dibagi menjadi 6
bagian untuk menunjang proses komutasi pada BLDC. Berikut ini implementasi dari
algoritma PWM sinussoidal. [5]
Gambar 2.7 implementasi PWM Sinussoidal.
Sumber : Pengendalian motor brushless dgn metode pwm sinussoidal “Abe
Dharmawan FT UI 2009”
Kecepatan motor BLDC tergantung dari tegangan yang diaplikasikan pada
kumparan. Metode PWM digunakan untuk mengendalikan kecepatan motor, sinyal PWM
diaplikasikan kesaklar S1 –S6 untuk menetukan rata-rata tegangan pada kumparan.
2.5. Driver Tiga Fasa.
Untuk dapat menjalankan langkah-langkah Six-Step, maka diperlukan Driver 3 Fasa yang
terdiri darienambuah saklarseperti padagambar xx.
Gambar 2.5.1 Driver 3 Fasa.
Gambar 2.5.2 Step 1.
Gambar 2.5.3 Step 2.
Gambar 2.5.4 Step 3.
Gambar 2.5.5 Step 4.
Gambar 2.5.6 Step 5.
Gambar 2.11. Step 6.
Sumber : AN1160 “ Sensorless BLDC Control with Back-EMF Filtering Using a Majority
Function ” 2008-2012 Microchip Technology Inc
Saklar S1, S2, S3, S4, S5 dan S6 (biasanya menggunakan transistor Mosfet) dikendalikan
mengikuti urutan periodik 6 keadaan seperti pada table 2.1 dan table 2.2.
Tabel 2.1. Urutan langkah agar motor berputar searah jarum jam.
Tabel 2.2. Urutan langkah agar motor berputar berlawanan arah jarum jam.
2.6. Metode Pendeteksian Komutasi.
Agar BLDC dapat dikendalikan dengan baik (kecepatan dan torsi konstan),
diperlukan adanya timing perubahan komutasi yang tepat. Apabila timing perubahan
komutasi tidak tepat, motor BLDC akan mengalami slip. Akibat adanya slip adalah
kecepatan dan torsi motor tidak konstan. Hal ini tampak terutama pada saat motor
berputar pada kecepatan tinggi. Ketika terjadi slip, kecepatan motor akan cenderung
turun dan memiliki kemungkinan motor berhenti berputar. Untuk menentukan timing
perubahan komutasi terdapat dua metode yang digunakan yakni metode sensorless dan
dengan menggunakan sensor.
Metode sensorless dilakukan dengan cara mendeteksi BEMF dan zero crossing pada fasa
motor yang mengalami kondisi floating (hanya terdapat pada metode six-step), sedangkan
metode dengan menggunakan sensor adalah dengan menggunakan encoder dan sensor
hall. Kedua metode ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Pada metode sensorless,
metode ini tidak dapat digunakan pada kecepatan yang rendah. Hal ini terjadi karena
tenggangan yang diinduksikan pada kumparan yang tidak dialiri arus ( floating) nilainya
cukup kecil sehingga tidak dapat dideteksi selain itu metode ini tidak dapat digunakan
pada metode pengendalian sinusoidal karena pada metode ini tidak terdapat satu fasa pun
yang mengalami kondisi floating. Kelebihan dari metode ini adalah spesifikasi motor
secara fisik tidak diperlukan dan cenderung lebih murah karena tidak menggunakan alat
tambahan (sensor tambahan). Sedangkan penggunaan sensor memiliki kelebihan yakni
motor dapat berputar pada kecepatan yang rendah dan dapat digunakan pada kedua
metode pengendalian yang ada. Kelemahan dari penggunaan sensor adalah fisik motor
diperlukan dalam menentukan posisi sensor dan cenderung lebih mahal. [2]
2.7. Back EMF dan Zero Crossing.
Pendeteksian dengan menggunakan BEMF (Back EMF) dan Zero Crossing
dilakukan dengan cara mendeteksi tegangan yang timbul akibat induksi magnet rotor
pada salah satu kumparan stator yang dalam kondisi Off. Kondisi Off merupakan kondisi
di mana suatu fasa tidak diaktifkan dan terja disetiap 60 derajat.
Gambar 2.8 BEMF dan Zero Crossing Pada Fasa Floating
Sumber : Pengendalian motor brushless dgn metode pwm sinussoidal “Abe
Dharmawan FT UI 2009”
2.8.
Encoder
Encoder sering dijumpai pada implementasi motor komersial. Hal ini terjadi
karena encoder mampu memberikan timing komutasi yang lebih tepat dibandingkan
dengan sensor hall dan lebih mudah diimplementasikan. Hanya saja encoder memiliki
kelemahan yakni suatu encoder tidak dapat digunakan untuk motor dengan jumlah pole
yang berbeda dan letak suatu kode komutasi pada encoder harus dipresisikan dengan
letak pole
motor. Hal ini terjadi karena kode komutasi suatu encoder
hanya
dikondisikan untuk satu jenis motor dengan jumlah pole tertentu dan apabila letak dari
kode komutasi encoder tidak sesuai dengan pole motor, akan terjadi kesalahan dalam
penentuan timing komutasi. Untuk menentukan timing perubahan komutasi dengan
encoder dapat dilakukan dengan cara membaca kode komutasi pada disk code dengan
menggunakan sensor optik. [4]
Gambar 2.9 Motor dengan encoder
(a)
(b)
Gambar 2.10 Encoder untuk (a) Motor 2 Pole dan (b) Motor 4
Sumber: http://www.eeweb.com/blog/avago_technologies/simplified- commutation-of-a-bldcmotor-with-various-pole-pairs
2.9. Hall Sensor.
Salah satu cara untuk menentukan timing perubahan komutasi yang tepat adalah
dengan menggunakan 3 buah Hall sensor. Pada umumnya ketiga Hall sensor terpisah 60
derajat pada rotor dengan magnet 2 Pole dan 30 derajat pada rotor dengan magnet 4 Pole.
Adapun kondisi khusus dimana pada motor BLDC memiliki pole lebih dari dari 6 pole.
Kelebihan dari penggunaan sensor hall ini adalah peletakan dari sensor hall awal tidak
perlu terlalu presisi dengan rotor selain itu untuk motor dengan pole yang berbeda cukup
dengan menggeser letak dari sensor hall. Kelemahan dari sensor hall adalah apabila
letak sensor hall tidak tepat satu dengan lainnya, misalkan pada motor 2 pole tidak benar
– benar 120 derajat satu dengan lainnya, kesalahan dalam penentuan timing perubahan
komutasi dapat terjadi, bahkan ada kemungkinan tidak didapatkannya 6 kombinasi yang
berbeda.
Apabila posisi salah satu atau ketiga sensor hall tidak berbeda terlalu jauh dengan
letak sensor hall
yang seharusnya, misalkan seharusnya 120 derajat, posisi dalam
implementasi 118 derajat, perbedaan itu dapat dikompensasi dalam algoritma
pengendalian atau bahkan dapat diabaikan.
Dengan menggunakan tiga sensor hall akan didapatkan 6 kombinasi yang
berbeda. Keenam kombinasi ini menunjukkan timing perubahan komutasi. Ketika dari
ketiga sensor hall didapatkan kombinasi tertentu, sinyal PWM pada suatu step harus
diubah sesuai dengan kombinasi yang didapatkan.
Tabel 2.3. Tabel Hall Sensor Searah Jarum Jam.
Tabel 2.4. Tabel Hall Sensor Berlawanan Arah Jarum Jam.
Gambar 2.11 sensor Hall dan perubahan sinyal PWM
Sumber : AN857 “Brushless DC Motor Control Made Easy” 2002 Microchip
Technology Inc.
Gambar 2.12 Kombinasi Nilai Sensor Hall pada Motor 2 Pole
Sumber : AN857 “Brushless DC Motor Control Made Easy” 2002 Microchip Technology
Inc.
ketika hall sensor menunjukkan kombinasi tertentu makan sinyal PWM akan berubah
mengikuti kombinasi yang telah ditentukan, misalkan kombinasi sensor hall
menunjukkan 101, maka PWM
A dan B akan menyala sedangakan C akan floating, kombinasi 001, PWM A dan
C menyala sedangakan B floating, dan seterusnya. Kondisi floating hanya terdapat pada
metode PWM six-step,
sedangakan pada metode PWM sinusoidal, kondisi floating
merupakan suatu kondisi di mana sinyal sinusoidal berubah dari positif ke negatif atau
sebaliknya melewati nilai 0. [2][4]
2.10. ADC (Analog Digital Converter)
ADC adalah kepanjangan dari Analog To Digital Converter yang berfungsi untuk
mengubah input analog menjadi kode – kode digital. ADC banyak digunakan sebagai
Pengatur
proses
industri,
komunikasi
digital
dan
rangkaian
pengukuran/atau
pengujian.Umumnya ADC digunakan sebagai perantara antara sensor yang kebanyakan
analog dengan sistim komputer seperti sensor suhu, cahaya, tekanan atau berat, aliran dan
sebagainya kemudian diukur dengan menggunakan sistim digital (komputer).
Prinsip kerja ADC
Secara singkat prinsip kerja dari konverter A/D adalah semua bit-bit diset
kemudian diuji, dan bilamana perlu sesuai dengan kondisi yang telah ditentukan. Dengan
rangkaian yang paling cepat, konversi akan diselesaikan sesudah 8 clock, dan keluaran
D/A merupakan nilai analog yang ekivalen dengan nilai register.
Setelah konversi telah dilaksanakan, rangkaian kembali mengirim sinyal selesai
konversi yang berlogika rendah. Sisi turun sinyal ini akan menghasilkan data digital yang
ekivalen ke dalam register buffer. Dengan demikian, keluaran digital akan tetap
tersimpan sekalipun akan di mulai siklus konversi yang baru.
Jenis-jenis dari ADC dan fungsi dari masing-masing jenisnya

Tipe Tracking Tipe tracking menggunakan prinsip up down counter (pencacah naik
dan turun). Fungsinya adalah : Binary counter (pencacah biner) akan mendapat
masukan clock secara kontinyu dan hitungan akan bertambah atau berkurang
tergantung pada kontrol dari pencacah apakah sedang naik (up counter) atau sedang
turun (down counter).

Tipe flash / paralel Tipe ini dapat menunjukkan konversi secara lengkap pada
kecepatan 100 MHz dengan rangkaian kerja yang sederhana. Berfungsi untuk
mengatur masukan inverting dari tiap-tiap konverter menuju tegangan yang lebih
tinggi dari konverter sebelumnya, jadi untuk tegangan masukan Vin, dengan full scale
range, komparator dengan bias dibawah Vin akan mempunyai keluaran rendah.

Tipe successive approximation Tipe successive approximation merupakan suatu
konverter yang paling sering ditemui dalam desain perangkat keras yang
menggunakan ADC. Tipe ini memiliki kecepatan konversi yang cukup tinggi,
meskipun dari segi harga relatif mahal. Prinsip kerja konverter tipe ini adalah, dengan
membangkitkan pertanyaan-pertanyaan yang pada intinya berupa tebakan nilai digital
terhadap nilai tegangan analog yang dikonversikan.

Tipe Integrating, menawarkan resolusi tertinggi dengan biaya terendah. ADC tipe
ini tidak dibutuhkan rangkaian sample hold. Tipe ini memiliki kelemahan yaitu waktu
konversi yang agak lama, biasanya beberapa milidetik.
Jenis dari ADC yang dipakai dalam penelitian ini adalah approximation type yaitu
dimana dimulai dengan bit yang paling signifikan ( MSB ) dan berakhir dengan
last
significant
bit
(
LSB
)
Nilai
bit
yang
paling
signifikan
ditentukan
oleh apakah sinyal input di bagian atas atau bawah dari rentang masukan yang valid. Bit
yang paling signifikan berikutnya akan ditentukan oleh apakah input di atas atau
bagian bawah dari kisaran yang tersisa , dan seterusnya sampai bit paling signifikan
(MSB). [6]
Download