Mapping Sistem Logistik Produk Ikan Tangkap Segar di

advertisement
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
Mapping Sistem Logistik Produk Ikan Tangkap Segar
di Daerah Pesisir Pantai Jawa
Endy Suwondo dan Adi Djoko Guritno
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
ABSTRAK
Panjangnya sistem rantai pasok ikan segar dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) ke konsumen dan buruknya
manajemen penyimpanan (inventory) serta tidak adanya demand management yang terintegrasi
menyebabkan sistem logistik ikan tangkap segar tak bisa dikendalikan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifkasi rantai pasok sistem logistik di sejumlah TPI di pesisir pulau Jawa, mulai dari hulu hingga
konsumen akhir. Metode penelitian dilakukan dengan observasi dan wawancara mendalam. Hasil penelitian
menunjukkan keragaman kondisi di lokasi TPI sampel. Secara mendasar dapat disimpulkan bahwa
keberadaan pengijon merupakan indikator tidak berjalannya lelang. Dari semua lokasi TPI, belum ada yang
memanfaatkan gudang penyimpanan dingin.
Kata kunci: rantai pasok, logistik, ikan tangkap,lelang
ABSTRACT
The length of the supply chain system of marine fresh fish from the fish auction place (TPI) to
consumers, the poor management on storage, and the absence of integrated demand management
led to uncontrollable logictic system. This study aims to identify supply chain of logistics system in
a number of TPI on the coastal area of Java. Research is done by observation and in-depth
interviews. The results showed the diversity of conditions at the site of TPI sample. Fundamentally
it can be concluded that the existence of “pengijon” indicate that there are no auction progresses.
Of all the locations TPI, no one has been utilizing cold storage warehouse.
Keywords: supply chain, logistic, marine fresh fish, auction
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara kepulauan yang tiga per empat luas wilayahnya merupakan
perairan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Panjang garis pantainya
mencapai ± 81.000 km dengan luas perairan laut mencapai 5,8 juta km 2. Luasnya wilayah perairan
Indonesia telah memberi kontribusi sekitar 30% dalam memasok kebutuhan produk perikanan laut
dunia. Perairan Indonesia dikenal menjadi habitat atau fishing ground berbagai jenis ikan bernilai
ekonomi tinggi termasuk tuna (Anonim, 2015).
Ikan laut tangkap segar bersifat rentan mengalami degradasi mutu kesegarannya akibat
aktivitas mikrobia sehingga memerlukan penanganan yang memadai. Mutu ikan segar akan
menentukan harga jual. Kategori ikan segar mempunyai dua pengertian, yaitu pertama merupakan
ikan yang baru saja ditangkap, tidak disimpan atau diawetkan. Kedua, ikan yang setelah ditangkap
kemudian disimpan atau diawetkan dengan tetap terjaga mutunya, misalnya dengan proses
pembekuan (Yunizal dan Wibowo, 1998). Untuk menjamin terjaganya kualitas ikan laut hasil
tangkapan, maka penyediaan sistem pengaturan kedatangan, penyimpanan, dan distribusi yang
memadai dari ikan laut segar hasil tangkapan merupakan kebutuhan yang wajib dipenuhi (Atmaja
dan Nugroho, 2011). Ketersediaan sistem yang berfungsi sebagai penyangga dan penjamin
ketersediaan komoditas perikanan tangkap laut dengan kestabilan mutu dan harga memerlukan
dukungan sistem logistik yang efisien untuk menghadapi faktor musiman dan biaya distribusi yang
relatif tinggi sebagai konsekuensi infrastruktur nasional yang masih buruk.
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) merupakan salah satu elemen mata rantai sistem logistik
produk ikan laut tangkap. TPI memegang peran cukup penting dalam kegiatan perikanan tangkap
karena merupakan fasilitas yang mempertemukan pelaku penangkapan ikan laut dengan para
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-229
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
pedagang lapis pertama, yang mampu mendorong dinamika perekonomian wilayah pesisir
(Hertanto et al, 2013). TPI biasanya terletak di dalam pelabuhan/pangkalan pendaratan
ikan.Transaksi penjualan ikandilakukan baik secara lelang maupun tidak.
Keberadaan TPI sesungguhnya dimaksudkan untuk memberikan penguatan pada posisi tawar
nelayan sebagai produsen ikan tangkap. Namun dalam perkembangannya kondisi idal tersebut
seringkali belum bisa tercapai sebagai akibat dari berbagai kendala budaya, teknis, maupun
ekonomis. Manajemen penangkapan yang masih tergolong tradisional, sistem bagi hasil antara
awak kapal dan pemilik, kebutuhan ekonomi jangka pendek yang mendesak, serta kebiasaan
bertransaksi langsung, merupakan faktor-faktor yang memicu terjadinya penyimpangan proses
lelang di TPI. Fluktuasi hasil tangkapan dalam jumlah dan kualitas juga berperan signifikan dalam
penyimpangan proses lelang.
Secara umum sistem logistic di Indonesia saat ini belum memiliki kesatuan visi yang
mampu mendukung peningkatan daya saing pelaku bisnis dan peningkatan kesejahteraan rakyat,
bahkan pembinaan dan kewenangan terkait kegiatan logistic relatif masih bersifat parsial dan
sektoral di masing-masing kementerian atau lembaga terkait, sementara koordinasi yang ada belum
cukup memadai.
Idealnya dalam setiap pelabuhan perikanan telah dilengkapi dengan gudang penyimpanan
dingin, yang berfungsi sebagai penyangga untuk kesetimbangan pasokan yang berlebih. Berkaitan
denganhal ini, pemerintah sebetulnya telah membangun Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN)
sebagaimana diatur dalam Perpres No 26/2012 di bidang kelautan dan perikanan. Pada periode
2012-2013 sudah dibangun 54 ruang pendingin berkapasitas 30 – 1.500 ton terutama di pulau-pulau
besar seperti Jawa, Sumatera dan Sulawesi. SLIN dikembangkan dengan bertumpu pada Pelabuhan
Perikanan.Dengan demikian akan terjadi integrasi dermaga, TPI, depot BBM, pabrik es, sarana
pembekuan, gudang penyimpanan dingin(cold storage), serta sarana transportasi dan distribusi.
Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) merupakan sistem logistik yang bertujuan
memberikan jaminan kecukupan stok dan kestabilan harga ikan tanpa dipengaruhi oleh musim,
yang dikembangkan sebagai sistem penyangga. Seluruh rantai pasokan produksi ikan laut adalah
proses integrasi yang menggabungkan produksi, pengadaan, transportasi, pergudangan,
penyimpanan, pemuatan, pembongkaran, pengiriman, pengepakan dan sebagainya serta upaya
untuk memangkas biaya melalui pengiriman sehingga memberikan konsumen layanan yang lebih
baik.
Dalam rangka mengevaluasi keragaman kondisi pelabuhan perikanan yang telah ada untuk
menuju sistem manajemen logistik yang ideal, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi
sistemlogistikdibeberapaTPI yang tersebar di pulau Jawa,dan sekaligus mensinergikan dengan
program SLIN yang telah ada.
METODE
Pengumpulan data sistem logistik ikan tangkap segar pada penelitian ini didapat
menggunakan metode observasi dan wawancara. Observasi dilakukanmelalui pengamatan
langsung terhadap obyek penelitian yang dilakukan secara visual. Sedangkan wawancara
dilakukan melalui teknik indepth interviewterhadap pelaku dari sistem logistik ikan tangkap segar.
Objek dari penelitian ini adalah pelaku-pelaku rantai pasok ikan tangkap segar yang tersebar di
empat provinsi di Pulau Jawa, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan
Jawa Barat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan pada 11 TPI yang tersebar di 4 propinsi di pulau Jawa yang mewakili
pantai utara dan selatan Jawa, yaitu Jawa Barat (Pelabuhan Ratu dan Indramayu), Jawa Tengah
(Kendal, Pekalongan, Tegal, Cilacap), DI Yogyakarta (Sadeng – Gunung Kidul), Jawa Timur
(Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Lamongan).
Sistem Logistik
Sebelas sampel yang dijadikan objek penelitian ini memiliki karakteristik sistem logistik
yang khas. Ke-khas-an masing-masing objek ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: letak
geografis, jenis ikan unggulan hasil tangkapan, dan jenis pengolahan lanjutan dari ikan tersebut.
Berikut ini merupakan gambaran sistem logistik ikan tangkap segar secara global dari lokasi.
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-230
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
TIER 1
TIER 2
TIER 3
EKSPORTIR
PEDAGANG
BESAR
MANUFAKTUR
PENGIJON
NELAYAN
UKM
SUPPLIER
PEDAGANG
KECIL
Gambar 1. Rantai Pasok Sistem Logistik Ikan Tangkap Segar di Pulau Jawa
Rantai pasok ikan bermula dari nelayan sebagai tier pertama, yang kemudian ikan
didistribusikan ke pedagang besar, supplier, Usaha Kecil Menengah (UKM), dan pedagang kecil.
Pedagang besar merupakan pedagang yang membeli ikan dari nelayan dalam jumlah yang besar
dengan jenis ikan tertentu. Pada umumnya pedagang besar membeli ikan untuk kemudian
didistribusikan ke perusahaan manufaktur (pengalengan ikan, fillet ikan dan sebagainya), atau ke
eksportir apabila kualitas ikan baik dan memenuhi standar ekspor. Supplier adalah pelaku yang
membeli ikan dalam jumlah besar (borongan) dan cenderung menerima semua jenis ikan yang
didapatkan oleh nelayan. Ikan dari supplier ini kemudian didistribusikan ke eksportir, perusahaan
manufaktur, UKM, dan pedagang kecil (eceran). Objek pendistribusian ini dipilih berdasarkan
tingkat kebutuhan ikan dan juga tingkat harganya. Pada tiersupplier ini tidak menutup
kemungkinan untuk menyimpan ikan tangkap segar terlebih dahulu dengan tujuan untuk
menstabilkan harga.
Pengolahan ikan yang ada diantaranya adalah pengalengan ikan (sarden) dan fillet ikan.
Usaha Kecil Menengah (UKM) adalah unit bisnis pengolahan ikan yang masih dalam skala kecil
dan cenderung menggunakan cara tradisional dalam pengolahannya.
Pengolahan yang dilakukan UKM pada umumnya menghasilkan ikan pindang, ikan asin, dan
ikan asap yang kemudian didistribusikan ke pasar-pasar dalam dan luar kota. Pedagang kecil atau
juga biasa disebut pedagang eceran adalah pedagang ikan yang menjual ikan dengan jumlah
sedikit, biasanya menggunakan motor dan bak keranjang untuk menjajakan dagangannya.
Pedagang kecil biasanya menjual ikan tangkap segar ini ke konsumen tingkat akhir secara
langsung.
Keberadaan Pengijon merupakan indikator tidak berjalannya lelang. Pada TPI dimana ada
pengijon, ikan segar hasil tangkapan nelayan seluruhnya diambil pengijon yang sekaligus akan
membayar biaya retribusi. TPI yang tidak melakukan proses lelang meliputi: TPI Tamperan
(Pacitan), TPI Prigi (Trenggalek), TPI Popoh (Tulungagung), TPI Brondong (Lamongan), TPI
Karangsong (Indramayu), TPI Cilacap. Sementara itu TPI yang melakukan proses lelang meliputi:
TPI Tawang (Kendal), TPI Pekalongan, TPI Tegal Sari (Tegal), TPI Palabuhan Ratu (Sukabumi),
dan TPI Sadeng (D.I.Yogyakarta).
Sistem Bagi Hasil Tangkapan
Modal operasional yang dibutuhkan oleh sebuah kapal dalam satu kali trip relatif tinggi.
Semakin lama periode trip, semakin besar modal operasional yang dibutuhkan. Oleh karena hal
tersebut, nelayan yang hanya mengandalkan keterampilan melaut tanpa memiliki modal tidak
mampu menjalankan usaha perikanan tangkap secara mandiri. Hal ini memberi peluang bagi para
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-231
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
pemilik modal untuk berbisnis dalam usaha perikanan tangkap dengan investasi kapal – kapal
penangkap ikan yang dimilikinya. Di lain sisi, tingkat ketidakpastian yang tinggi dalam hal
pendapatan hasil tangkapan ikan laut membuat pemilik kapal di berbagai daerah memberlakukan
sistem bagi hasil dengan para ABK dan nahkoda. Nahkoda sebagai ‘supir’ kapal umumnya
mendapat bagian lebih besar dibanding ABK yang bertugas menaikturunkan pancing/jaring untuk
menangkap ikan. Berikut merupakan beberapa sistem bagi hasil di berbagai daerah perikanan di
pesisir Pulau Jawa.
1.
PPP Tegalsari (Kabupaten Tegal)
Pemilik Kapal
60%
Nahkoda 6%
Hasil Tangkapan
(Rp)
(Dikurangi)
Biaya
Operasional
Sisa Hasil 83 %
Nahkoda dan ABK
40 %
Pemilik Kapal 11%
Gambar 2. Sistem Bagi Hasil di PPP Tegalsari
2.
PPS Cilacap (Kabupaten Cilacap)
Pemilik Kapal
10 %
Hasil Tangkapan
(Rp)
(Dikurangi)
Biaya
Operasional
(Dikurangi)
Biaya Perawatan
Pemilik Kapal
50 %
Sisa Hasil 90 %
Nahkoda dan ABK
50 %
Gambar 3. Sistem Bagi Hasil di PPS Cilacap
3.
PPN Palabuhan Ratu (Kabupaten Sukabumi)
Pemilik Kapal
50 %
Hasil Tangkapan
(Rp)
(Dikurangi)
Biaya
Operasional
Nahkoda
(Dihitung 2 Bagian)
Nahkoda dan ABK
50 %
ABK
(Dihitung 1 Bagian)
Gambar 4. Sistem Bagi Hasil di PPN Palabuhan Ratu
4.
PPP Sadeng (Kabupaten Gunung Kidul)
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-232
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
Pemilik Kapal
50 %
Hasil Tangkapan
(Rp)
(Dikurangi)
Biaya
Operasional
Nahkoda dan ABK
50 %
Gambar 5. Sistem Bagi Hasil di PPP Sadeng
Di wilayah Jawa Timur, pada umumnya berlaku sistem kuota (pengambilan menggunakan
wadah tertentu) bagi nahkoda dan anak buah kapal. Dengan demikian bila hasil tangkapan tidak
banyak, maka sangat mungkin terjadi pemilik kapal tidak mendapat bagian sama sekali.
KESIMPULAN
TPI yang ada di pulau Jawa pada umumnya tersusun atas 3 tier, yaitu tier-1 (nelayan), tier-2
(pedagang besar), dan tier-3 (konsumen). Pada tier nelayan terdiri atas nelayan yang diijon ada
yang tidak. Untuk tier pedagang besar atau biasa disebut bakul terdiri atas pedagang besar dan
supplier/pemasok. Sedangkan untuk tier-3 terdiri atas eksportir, manufaktur, UKM, dan pedagang
kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2012. Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik
Nasional.
Anonim. 2015.Kementrian Kelautan dan Perikanan:Indonesia Pasok 30 Persen Produk
PerikananDunia.
Dalam
http://kkp.go.id/index.php/pers/indonesia-pasok-30-persenproduk-perikanandunia/. Diakses pada 29 Juni 2015, pukul 15.42 WIB.
Atmaja, Suherman Banon dan Duto Nugroho. 2011. Upaya-Upaya Pengelolaan Sumber Daya Ikan
Yang Berkelanjutan Di Indonesia. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia, Volume 3
Nomor 2.
Gazperz, V. 2007. Lean Six Sigma For Manufacturing and Services Industries- Strategi dramatik
Reduksi Cacat/ Kesalahan, Biaya, Inventori, dan Lead Time dalam Waktu kurang dari 6
Bulan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Guritno, A. D dan M. Harsasi. 2013. Manajemen Rantai Pasok (Supply chain management)
Edisi Ke 2. Yogyakarta: Penerbit Universitas Terbuka.
Hertanto, Sandi; Kushandayani; Puji Astuti; Reni Windiani. 2013. Peran Pemerintah Daerah
Dalam Pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan Di Kabupaten Jepara. Jurnal Ilmu
Pemerintahan, 2013
Purdy, Grant.2010. ISO 31000:2009 – Setting A New Standard for Risk Management. Risk
Analysis, Vol.30, No. 6, pp 881-886.
Rapid Agriculture Supply Chain Risk Assesment Wold Bank (2008)
Siagian,Y.M.2005.Aplikasi Supply chain management dalam Dunia Bisnis. Jakarta: Penerbit PT
Grasindo.
Waters,Donald. 2007. Supply Chain Risk Management: Vulnerability and Resilience in Logistic.
London. The Chartered Institute of Logistics and Transportation.
Wibowo, S. dan Yunizal, 1998. Penanganan ikan segar. Instalasi Perikanan Laut Slipi. Jakarta
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-232
Download