KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN DAN PEMELIHARAAN BATAS WILAYAH NKRI DAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR Disampaikan oleh Kepala BAKOSURTANAL1 dan Kapus Pemetaan Batas Wilayah BAKOSURTANAL2 Pada Forum Koordinasi dan Konsultasi Pembangunan Wilayah Perbatasan dan Pulau-pulau Kecil Terluar Kementerian Koordinator Bidang Polhukam Jakarta 18 Juli 2006 Kata kunci: Jakstra, Penataan, Pemeliharaan, Batas NKRI, Pucil terluar Tema: “Melalui forum koordinasi dan konsultasi kita mantapkan upaya pengelolaan pembangunan wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar” Pendahuluan Komitmen pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla dengan Kabinet Indonesia Bersatu menyangkut keutuhan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) masih memerlukan berbagai upaya diberbagai bidang penyelenggaraan negara di pemerintahan yang baik dan sinergis. Maka ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, dimana perhatian terhadap penyelesaian batas wilayah NKRI dan pembangunan wilayah perbatasan mendapat prioritas tinggi. Wilayah daratan Negara Kesatuan Republik Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua Nugini (PNG) dan Timor Leste. Kawasan perbatasan daratan tersebut berada di Kalimantan, Irian dan Timor. Terdapat empat propinsi perbatasan dan 15 Kabupaten/Kota yang masing-masing wilayah memiliki karakteristik kawasan perbatasan berbeda-beda. Demikian pula negara tetangga yang berbatasan memiliki karakteristik yang berbeda dilihat dari segi kondisi geografis, demografis, social, politik ekonomi dan budaya. Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini (PNG), Australia, Timor Leste. Kawasan-kawasan perbatasan laut pada umumnya ditandai pulau-pulau terluar yang jumlahnya 92 pulau, hingga kini beberapa diantaranya masih perlu penataan dan pengelolaan yang lebih intensif karena ada kecenderungan dengan deretan permasalahan dengan negara tetangga. Sebagian besar daerah perbatasan di Indonesia masih merupakan daerah tertinggal dengan sarana dan prasarana social dan ekonomi serta pertahanan dan keamanan yang masih sangat terbatas. Pandangan dimasa lalu bahwa kawasan perbatasan merupakan kawasan yang perlu diawasi secara ketat karena menjadi tempat persembunyian para pemberontak telah mengakibatkan kawasan perbatasan di beberapa daerah menjadi daerah yang kurang tersentuh oleh dinamika 1 Ir. Rudolf W Matindas, M.Sc. adalah Kepala BAKOSURTANAL Dr. Ir. Sobar Sutisna, M.Surv.Sc. adalah Kepala Pusat Pemetaan Batas Wilayah BAKOSURTANAL 2 1 pembangunan khususnya bidang social dan ekonomi, sehingga masyarakat di daerah perbatsan pada umumnya miskin dan akibatnya banyak yang berorientasi kepada negara tetangga. Di lain pihak negara tetangga seperti Malaysia, telah membangun pusat-pusat pertumbuhan di sepanjang koridor perbatasannya melalui berbagai kegiatan ekonomi dan perdagangan yang telah memberikan keuntungan bagi pemerintah maupun masyarakatnya. Pada saat sekarang ini seiring dengan kebijakan pemerintahan SBY-Kalla seperti tersebut di atas, serta adanya berbagai kasus yang terkait dengan masalah perbatasan, memunculkan perhatian dari segala sektor terhadap perbatasan. Namun adakalanya perhatian yang diberikan terhadap masalah perbatasan masih mencampuradukan antara masalah kedaulatan dengan masalah pengelolaan kewilayahan. Untuk itulah pendekatan security approach sudah harus berubah kepada konsep prosperity approach. Karena prosperity approach akan meningkatkan kesejahteraan rakyat di wilayah perbatasan yang pada akhirnya masyarakat perbatasan tersebut akan semakin kuat rasa identitas kebangsaan sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan pembangunan wilayah perbatasan adalah dengan mengacu kepada Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Kabinet Indonesia Bersatu 2004-2009 (Keppres No.7 tahun 2005) dan Perpres No. 78 tahun 2005, yaitu: a. menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, keamanan nasional, pertahanan Negara dan bangsa serta menciptakan stabilitas kawasan. b. memanfaatkan sumber daya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan; c. memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan. Pokok Masalah Penanganan masalah perbatasan dengan pendekatan prosperity approach tentunya tidak akan terlepas dengan pemenuhan berbagai kebutuhan penunjang peningkatan kesejahteraan dan sumber daya manusia di wilayah perbatasan. Seperti yang telah diketahui bersama bahwa faktor-faktor penghambat pengembangan perbatasan diantaranya adalah terbatasnya prasarana dan sarana penunjang ekonomi baik dari sisi transportasi, telekomunikasi, ketenagalistrikan dan informasi. Sarana transportasi ke pelosok perbatasan sangatlah minim, sebagai contoh di perbatasan darat Indonesia Malaysia di Kalimantan Barat, dimana akses jalan hanyalah berupa jalan logging yang tentunya sangat sulit dilalui sarana transportasi yang memadai baik untuk mencapai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi ataupun sebaliknya. Untuk wilayah perbatasan laut, saat sekarang ini sangatlah minim transportasi laut publik yang mencapai pulau-pulau kecil di perbatasan, seperti di Pulau Miangas. Sarana transportasi yang minim ini juga berdampak kepada tingginya nilai biaya produksi di perbatasan. Keadaan tersebut di atas semakin diperparah dengan minimnya akses informasi dari Indonesia yang dapat diterima masyarakat perbatasan. Hal ini tentunya akan semakin mengucilkan masyarakat perbatasan dari lingkungan kebangsaan Indonesia. Akses informasi yang diterima masyarakat perbatasan lebih banyak diterima dari negara tetangga yang notabene lebih dekat dari mereka dan mengelola sangat baik sarana dan prasarana kawasan perbatasannya. 2 Prasarana social di perbatasan juga masih sangatlah minim. Sarana kesehatan, pendidikan, air bersih, irigasi dan lain sebagainya dapat dikatakan masih dalam taraf seadanya, bahkan di wilayah-wilayah tertentu di perbatasan, sarana tersebut dapat dikatakan tidak ada sama sekali. Berbagai kekurangan sarana dan prasarana tersebut tentunya akan menjadi alasan yang logis bila masyarakat kita di perbatasan menjadi lebih erat keterkaitan dan kedekatannya secara kehidupan dengan masyarakat di seberang perbatasan. Ditambah lagi negara tetangga sedikit banyak memfasilitasi kehidupan masyarakat perbatasan kita. Segala permasalahan tersebut tidak terlepas dari pendekatan sekuriti (keamanan) yang selam ini digunakan di dalam menangani masalah perbatasan. Pendekatan sekurity menyebabkan terisolasinya kawasan perbatasan dari pembangunan yang seharusnya menyentuh segala aspek kehidupan masyarakat perbatasan. Pendekatan sekurity ternyata berdampak pula pada lepasnya perhatian negara selama ini terhadap perbatasan yang seharusnya menjadi beranda depan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bila pada saat ini segala sector memberikan perhatiannya yang besar terhadap kawasan perbatasan merupakan sebuah perkembangan yang menggembirakan, tetapi tentunya hal ini juga harus ditindaklanjuti dengan rencana pembangunan yang terintegrasi dan berkesinambungan. Yang menjadi permasalahan saat ini adalah belum adanya tata ruang terintegrasi di daerah perbatasan dan pucil terluar yang disepakati sebagai frame work nasional. Hal ini berdampak kepada kemungkinan terjadinya tumpang tindih kebijakan lintas sektoral. Pokok Persoalan (dari sudut pandang bidang Survei dan Pemetaan) Dari sudut pandang bidang survei dan pemetaan, pengembangan kawasan perbatasan tentunya memerlukan ketersediaan data awal yang dapat dijadikan acuan perencanaan dan pengembangan kerangka kerja berbagai sektor. Data awal yang dimaksud adalah ketersediaan data geospasial kawasan perbatasan. Data geospasial akan sangat membantu para perancang dan penentu kebijakan baik di Pusat maupun di daerah untuk memilih dan mensinergikan konsep pengembangan perbatasan dari sisi perencanaan tata ruang wilayah dan perencanaan pembangunan kawasan. Inventarisasi data geospasial yang berjalan sampai dengan saat ini belum memenuhi kebutuhan yang optimal. Dengan kata lain data geospasial wilayah perbatasan, termasuk peta dasar perbatasan, saat sekarang ini belum lengkap dan belum dapat dijadikan landasan perencanaan pengembangan tata ruang kewilayahan perbatasan secara keseluruhan. Masalah tersebut di atas tentunya juga tidak terlepas dari belum selesainya penetapan dan penegasan garis batas internasional antara Indonesia dengan negara tetangga. Seperti yang telah diketahui bahwa Pemerintah Indonesia saat ini masih sangat intensif melakukan pembicaraan dan perundingan penyelesaian batas di segment-segment yang belum terselesaikan. Border Diplomacy yang dijalankan oleh Pemerintah Indonesia dan dipimpin oleh Departemen Luar Negeri tentunya akan memerlukan waktu. Hal ini mengingat kepada penyelesaian masalah perbatasan adalah sebuah masalah yang harus diselesaikan secara bilateral dan trilateral dengan negara-negara tetangga. Banyaknya permasalahan yang terkait dengan kawasan perbatasan menyebabkan perencanaan dan penetapan kebijakannya melibatkan banyak sektor yang terkait. Karena hal itu faktor koordinasi menjadi sebuah kebutuhan agar 3 grand design pengembangan kawasan perbatasan dapat tercapai. Apa yang terjadi pada saat sekarang ini adalah terjadinya mis koordinasi diantara lembaga-lembaga yang terkait. Hal ini dapat berakibat kepada tumpang tindih ataupun kontradiksinya program kebijakan yang ada di antar instansi. Untuk mengatasi hal tersebut dan membangun sebuah jalur koordinasi yang baik antar lembaga, maka perlu adanya penataan dan penyelarasan kelembagaan yang menangani masalah perbatasan. Dengan maksud agar semua kebijakan instansi dapat berjalan selaras. Perkembangan Lingkungan Strategis Penyelesaian masalah perbatasan tidak dapat dilepaskan pula dengan perkembangan lingkungan strategis yang terbagi kepada lingkungan internasional, regional dan nasional. Dari lingkungan internasional yang terus berkembang dalam beberapa dekade belakangan ini telah menimbulkan berbagai pergeseranpergeseran di berbagai sisi hubungan internasional. Hal yang sangat nampak adalah terjadinya pergeseran geopolitik dimana pada saat perang dunia dan pada awal-awal berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), penguasaan secara militer menjadi strategi eksistensi kekuasaan negara-negara besar. Namun pada saat ini telah terjadi pergeseran yang mengarah kepada penguasaan secara ekonomi. Bila dicermati dengan seksama, maka penguasaan secara ekonomi jauh lebih besar dampaknya karena bergerak melewati batas-batas kedaulatan sebuah negara. Praktek politik penguasaan secara militer juga tereliminasi dengan berakhirnya peran dingin dan mengarah kepada perang penguasaan terhadap sumber-sumber energi dunia yang semakin langka. Hanya negara-negara yang menguasai sumber-sumber energi, yang di masa depan akan dapat terus survive dan bertahan di dalam setiap aspek hubungan diplomasi internasional. Perang dingin yang telah berakhir tersebut juga mengarahkan politik dunia kepada politik regionalisasi dan meninggalkan politik aliansi sebagaimana yang berjalan di masa perang dingin. Sebagai contoh adalah terbentuknya kerjasama masyarakat uni eropa dimana mereka dapat menggalang kerjasama lintas negara yang pada akhirnya menjadi sebuah kekuatan politik dan ekonomi yang besar. Di Asia Tenggara sendiri, ASEAN semakin erat melakukan kerjasama regional dan terus mengembangkan kerjasama dengan negara-negara di luar Asia Tenggara. Secara ke dalam, kerjasama antar negara-negara ASEAN sendiri juga semakin erat, hal ini tentunya juga memiliki pengaruh kepada kerjasama masalah perbatasan, baik penyelesaian segment yang belum terselesaikan ataupun kebijakan penataan batas lainnya. Dengan berlakunya perdagangan bebas internasional dan kesepakatan serta kerjasama ekonomi, regional maupun bilateral, serta kerjasama sub regional AFTA, IMS-GT, BIMP-EAGA, dan AIDA maka peluang ekonomi di beberapa kawasan perbatsan kontinen maupun maritime menjadi lebih terbuka dan perlu menjadi pertimbangan dalam upaya pengembangan kawasan tersebut. Untuk melaksanakan berbagai kerjasama ekonomi internasional dan sub regional tersebut Indonesia perlu menyiapkan berbagai kebijakan dan langkah serta program pembangunan yang menyeluruh dan terpadu sehingga Indonesia tidak akan tertinggal dari negara-negara tetangga yang menyebabkan sumber daya alam yang tersedia terutama di kawasan perbatasan akan tersedot keluar tanpa memberikan keuntungan bagi masyarakat dan pemerintah. 4 Perkembangan lingkungan nasional, yang ditandai dengan bergulirnya demokratisasi secara menyeluruh di setiap aspek kebangsaan Indonesia juga memiliki perana yang besar karena hal itu pula yang mendorong terjadinya desentralisasi kekuasaan setelah sekian lama sentraliasasi menjadi momok pembangunan nasional. Otonomi daerah juga lahir atas peranan demokratisasi di segala sector tersebut. Pemerintah Daerah pada saat sekarang ini juga memiliki kewenangan dan peranan yang cukup besar dari sisi kebijakan dan pembangunan wilayahnya. Yang tidak kalah pentingnya adalah peranan media dan masyarakat yang telah terlibat secara riil mengangkat masalah perbatasan negara ataupun daerah menjadi sebuah isu nasional yang penting. Dan kesemuanya aspek lingkungan strategis tersebut tentunya tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya terhadap berbagai konsep dan kebijakan penataan batas wilayah NKRI dari semenjak NKRI berdiri pada tahun 1945 sampai dengan saat ini. Tugas, Fungsi dan Kewenangan Bakosurtanal Didasarkan pada Keppres Nomor 103 tahun 2001 yang sebagaimana telah diperbaharui melalui Keppres No. 9 tahun 2004 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen: 1. Tugas: melaksanakan tugas pemerintahan di bidang surta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Fungsi: a. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang surta; b. pembinaan infrastruktur data spasial nasional; c. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BAKOSURTANAL d. pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang survei dan pemetaan nasional; e. penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan, dan rumah tangga. 3. Kewenangan: a. penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya; b. perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara makro; c. penetapan sistem informasi di bidangnya; d. kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku: 1). perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang survei dan pemetaan; 2). penetapan pedoman dan pemetaan dasar nasional. - visi: Terwujudnya infrastruktur data spasial yang andal. 5 - - misi: (i) pemetaan dasar nasional secara sistematis, (ii) survei sumberdaya alam, (iii) pemetaan dan pengkajian batas wilayah internasional dan nasional serta geopolitik, (iv) IDSN, dan (v) pembinaan sumberdaya dan manajemen Surta nasional. maka titik berat peran Bakosurtanal: (i) pemetaan wilayah NKRI dan yurisdiksinya, (ii) penasihat aspek teknis delimitasi, (iii) survei demarkasi batas, (iiv) pemetaan wilayah perbatasan berbagai skala, (v) pemetaan tataruang wilayah, (vi) pemelihataan garis batas dan patok batas, (vii) pembuatan atlas wilayah perbatasan, (viii) pemetaan pulau-pulau kecil terluar, (ix) survei titik dasar garis pangkal kepulauan, (x) survei zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen Indonesia. Pencapaian Bakosurtanal Dalam rangka tusinang serta visi dan misinya, dengan mengacu kepada RPJM dan peraturan perundangan yang berlaku, sejak diintensifkannya peranan Bakosurtanal dalam penanganan batas wilayah dengan dibentuknya unit organisasi Pusat Pemetaan Batas Wilayah BAKOSURTANAL, sejak tahun 2002 sampai dengan sekarang telah dicapai banyak hal, diantaranya adalah: (1) Peran kelembagaan Bakosurtanal sebagai lembaga otoritas nasional survey dan pemetaan nasional terus berusaha menjadi tulang punggung penyelesaian permasalahan perbatasan sesuai dengan core competency-nya, baik permasalahan kedaulatan wilayah maupun pengelolaan dan pengembangan wilayah perbatasan. (2) Pendataan geospasial batas negara Seperti yang telah sedikit dijabarkan pada point permasalahan di atas, bahwa penyediaan data geospasial menjadi sebuah kebutuhan yang sangat penting di dalam perencanaan pengembangan kawasan perbatasan dari sisi penataan ruang maupun kewilayahan. Untuk itu Bakosurtanal Cq. Pusat Pemetaan Batas Wilayah terus melengkapi data-data geospasial perbatasan, baik segment-segment yang sudah maupun belum terselesaikan. (3) Pendataan pulau-pulau terluar Pulau-pulau terluar wilayah NKRI juga tidak luput dari perhatian Bakosurtanal. Dalam rangka inventarisasi data geospasial perbatasan, telah dilakukan beberapa kegiatan penting, diantaranya adalah melakukan pemotretan udara pulau-pulau terluar tersebut. Diharapkan data ini dapat dijadikan acuan dalam pengawasan dan pengembangan pulau-pulau yang bersangkutan. (4) Delimitasi dan demarkasi Dari aspek delimitasi dan demarkasi batas NKRI, Bakosurtanal selalu ikut secara proaktif di dalam setiap usaha penyelesaian batas dalam kerangka Border Diplomacy Pemerintah Indonesia. Sampai dengan saat ini Bakosurtanal Cq. Pusat Pemetaan Batas Wilayah dipercaya menjadi ujung tombak technical joint working group perundingan batas maritim Indonesia dengan Malaysia, Filipina, dan Singapura. Selain itu Bakosurtanal juga berperan penting di dalam penataan dan penetapan batas wilayah NKRI dengan Timor Leste, batas darat Indonesia-Malaysia, dan Indonesia-PNG. (5) Basisdata dan sistem informasi 6 Untuk mendukung kemudahan ketersediaan data perbatasan, Bakosurtanal juga tengah membangun basis data dan system informasi masalah perbatasan. Di dalamnya akan mencakup berbagai data geospasial yang nantinya dapat diakses oleh pihak-pihak terkait untuk dijadikan masukan dan dasar penetapan kebijakan masing-masing sector. (6) Survei landas kontinen Indonesia sebagai negara pihak dari UNCLOS 1982 memiliki hak untuk melakukan klaim terhadap wilayah landas kontinen di luar 200 mil laut bila didukung dengan berbagai bukti scientific yang seperti telah dipersyaratkan oleh UNCLOS. Terkait dengan hal tersebut, maka Bakosurtanal telah bekerjasama dengan beberapa instansi terkait melakukan desktop studies dan survey lapangan terhadap wilayah-wilayah yang diperkirakan dapat dilakukan klaim landas kontinen di luar 200 mil laut. Atas dasar desktop study, maka terdapat tiga wilayah yang berpotensial, yaitu sebelah barat Aceh, Sebelah selatan Pulau Lombok dan sebelah utara Pulau Papua. Pokok Pemecahan Masalah Mengacu kepada pokok persoalan, tujuan pembangunan wilayah perbatasan, dan tusinang Bakosurtanal, serta visi dan misi Bakosurtanal, maka: 1. Kebijaksanaan: tersedianya data geospasial wilayah NKRI dan wilayah jurisdiksinya yang andal terintegrasi dalam sistem informasi geografis nasional dalam kerangka sistem informasi manajemen nasional (SIMNAS) guna pemanfaatkan potensi sumberdaya alam secara berkelanjutan, pemberdayaan ekonomi masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan rakyat; menjamin kepastian dan penegakan hukum di wilayah perbatasan dalam rangka keutuhan wilayah negara kesatuan RI, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa, serta menciptakan stabilitas wilayah. Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan perbatasan antar negara diharapkan dapat memberikan prinsip-prinsip pengembangan kawasan perbatasan antar negara sesuai dengan karakteristik fungsionalnya untuk mengejar ketertinggalan dari kawasan di sekitarnya yang lebih berkembang ataupun untuk mensinergikan dengan perkembangan kawasan yang berbatasan dengan negara tetangga. Selain itu, kebijakan dan strategi ini nantinya juga ditujukan untuk menjaga atau mengamankan wilayah perbatasan negara dari upaya-upaya eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun yang dilakukan dengan dorongan kepentingan negara tetangga, sehingga kegiatan ekonomi dapat dilakukan secara lebih selektif dan optimal. 2. Strategi: (i) inventarisasi data geospasial perbatasan, (ii) survei dan pemetaan wilayah perbatasan darat dan pulau-pulau kecil terluar, (iii) delimitasi dan demarkasi, (iv) pengkajian dan sosialisasi. 3. Upaya: (i) Program jangka panjang – 30 tahun, (ii) program jangka menengah – 10 tahun, (iii) program jangka pendek – 5 tahun. Penutup Wilayah NKRI akan dapat dikelola dan dibangun dengan baik apabila tersedia data geospasial yang andal, sehingga dapat diketahui dengan pasti dimana ada apa, berapa banyak dan bagaimana hubungan fungsi pembangunan antar 7 daerah dan antar sektor terpetakan dengan baik. Demikian pula dalam pembangunan wilayah perbatasan negara. Maka bagaimana mungkin kita dapat membangun wilayah perbatasan dengan baik apabila kita belum memiliki data geospasial wilayah itu secara lengkap dan andal, maka itulah ketersediaan infrastruktur data spasial menjadi penting dalam membangun wilayah perbatasan. 8