Respon Anatomi Daun Dan Parameter Fotosintesis Tumbuhan Padi

advertisement
5
TINJAUAN PUSTAKA
Peranan Air bagi Pertumbuhan Tanaman
Air merupakan komponen utama tumbuhan, yaitu membentuk 80-90%
bobot segar jaringan yang sedang tumbuh aktif. Air sebagai komponen esensial
tumbuhan memiliki peranan antara lain: (a) sebagai pelarut, didalamnya terdapat
gas, garam, dan zat terlarut lainnya, yang bergerak keluar masuk sel, (b) sebagai
pereaksi dalam fotosintesis dan pada berbagai proses hidrolisis, dan (c) air
esensial untuk menjaga turgiditas diantaranya dalam pembesaran sel, pembukaan
stomata (Griffin et al. 2004).
Pada keadaan normal tumbuhan membutuhkan keseimbangan potensial air
antara tanah-akar-daun-atmosfer. Keseimbangan ini berarti gradien potensial air
antara bagian-bagian tersebut yang memungkinkan tumbuhan untuk melakukan
transpor air dan hara dari akar ke daun. Air akan mengalir dari potensial air tinggi
ke potensial air rendah yang dipengaruhi oleh proses transpirasi (Taiz dan Zeiger
2002).
Proses transpirasi di daun terutama terjadi pada siang hari dan dipengaruhi
oleh cahaya matahari. Ketika terjadi proses transpirasi pada tumbuhan, maka
tekanan turgor akan mengalami penurunan. Penurunan ini menyebabkan potensial
air di daun lebih rendah dari pada di akar, sehingga akan mempermudah aliran air
di xilem dari akar sampai ke daun. Peningkatan aliran air ini dibutuhkan untuk
pertumbuhan sel tanaman. Aliran air ke sel akan mengakibatkan perbesaran dan
pemanjangan sel, sehingga sel dapat tumbuh (Kramer dan Boyer 1995).
Pada kondisi lingkungan tertentu tumbuhan dapat mengalami defisit air.
Defisit air berarti terjadi penurunan gradien potensial air antara tanah-akar-daunatmosfer, sehingga laju transpor air dan hara menurun (Taiz dan Zeiger 2002).
Penurunan ini akan mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan tanaman,
terutama pada jaringan yang sedang tumbuh (Kramer dan Boyer 1995). Hal ini
biasanya terjadi pada tanah yang kekurangan air, sehingga gradien potensial air di
tanah dan akar menurun. Itulah sebabnya tanaman yang tumbuh pada tanah yang
kering mengalami hambatan pertumbuhan.
6
Cekaman Kekeringan pada Tumbuhan
Cekaman kekeringan akan mengakibatkan rendahnya laju penyerapan air
oleh akar tanaman. Ketidakseimbangan antara penyerapan air oleh akar dan
kehilangan air akibat transpirasi membuat tanaman menjadi layu. Cekaman
kekeringan atau
drought stress dapat terjadi karena beberapa hal yaitu: (1)
tingginya kecepatan evaporasi yang melebihi persediaan air dari tanah ke akar
yang akan mengakibatkan penurunan potensial air, (2) adanya senyawa yang
bersifat osmotik, seperti pada tanah salin, yang dapat menurunkan pengambilan
air sehingga terjadi penurunan potensial osmosis dan tidak cukupnya pengambilan
air oleh tanaman yang diserap dari tanah (Borges 2003).
Cekaman
kekeringan
dapat
menghambat
pertumbuhan
tanaman.
Penghambatan pertumbuhan ini salah satunya dapat dilihat pada perluasan daun.
Penurunan luas daun merupakan respon pertama tanaman terhadap kekeringan.
Keterbatasan air akan menghambat pemanjangan sel yang secara perlahan akan
menghambat pertumbuhan luas daun. Kecilnya luas daun mengakibatkan
rendahnya transpirasi, sehingga menurunkan laju suplai air dari akar ke daun. Jika
kondisi ini dibiarkan terus menerus, lama kelamaan akan terjadi absisi daun (Taiz
dan Zeiger 2002).
Hambatan pertumbuhan pada tanaman bukan saja dari keterbatasan air,
namun dapat juga disebabkan persaingan antara tanaman dengan gulma.
Echinochloa merupakan kelompok Graminaea yang tergolong sebagai gulma
yang bersaing dengan tanaman padi. Hubungan Echinochloa dengan tanaman padi
dapat berupa kompetisi yang dapat diartikan sebagai persaingan dua organisme
dalam meraih makanan dan tempat hidup yang sama, seperti unsur hara, air,
cahaya, bahan ruang tumbuh, dan CO2. Persaingan antara gulma dengan tanaman
adalah persaingan inter spesifik. Perbedaan spesies, akan menentukan kemampuan
bersaing karena perbedaan fotosintesis, kondisi perakaran dan keadaan
morfologinya (Kennedy et al. 1983).
Echinochloa memiliki jalur fotosintesis C4, sedangkan padi tanaman C3.
Echinochloa tumbuh saat tanaman padi mulai kekurangan air, sehingga
persaingan menjelang panen berpengaruh besar terhadap kualitas hasil produksi
7
padi (Moffet dan McCarthy 1973). Namun Echinochloa memiliki potensi secara
genetik lebih tahan terhadap kekeringan dari pada tanaman padi (Kennedy et al.
1983).
Padi tersebar luas di seluruh dunia dan tumbuh dihampir semua belahan
bumi yang memiliki cukup air dan suhu udara yang cukup hangat. Padi menyukai
tanah yang lembab dan becek. Kebutuhan padi yang tinggi akan air pada
sebahagian tahap kehidupannya, sehingga menjadi suatu masalah tersendiri bagi
daerah yang memiliki curah hujan yang rendah untuk melakukan penanaman padi.
Di beberapa daerah tadah hujan, orang mengembangkan padi gogo, suatu tipe padi
lahan kering yang relatif toleran tanpa penggenangan seperti di sawah (Wikipedia
2009). Walaupun padi gogo relatif toleran terhadap kekeringan, namun padi
sebagai tanaman C3 masih kurang efisien dalam pemanfaatan air dibanding
tumbuhan C4 (Long 1999).
Tumbuhan C3 yang juga dikembangkan di Indonesia adalah caisim
(Brassica rapa. L). Caisim bukan tumbuhan asli Indonesia, namun mempunyai
kecocokan terhadap iklim, cuaca dan tanahnya, sehingga dapat dikembangkan di
Indonesia. Caisim dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas maupun
berhawa dingin. Meskipun kenyataannya hasil yang diperoleh lebih baik di
dataran tinggi yang relatif berhawa sejuk.
Caisim tidak tahan terhadap kekeringan. Pada musim kemarau harus
disiram dengan teratur. Caisim membutuhkan hawa yang sejuk, sehingga tumbuh
lebih cepat jika ditanam pada kondisi yang lembab (Nicole 2006). Akan tetapi
caisim juga tidak senang pada air yang tergenang. Caisim cocok ditanam pada
akhir musim penghujan. Manfaat caisim yaitu digunakan sebagai sayuran yang
biasa dicampur dengan bakso. Caisim mempunyai tangkai daun yang panjang,
langsing berwarna putih kehijaun. Selain itu caisim memiliki rasa renyah, segar
dengan sedikit rasa pahit (Izzul 2009).
Selain caisim, salah satu tumbuhan yang dimanfaatkan juga sebagai
sayuran adalah bayam (Amaranthus caudatus. L.). Bayam sebagai sayuran hanya
umum dikenal di Asia timur dan Asia tenggara, sehingga disebut Chinese
amaranth. Bayam merupakan sayuran daun yang bergizi tinggi dan digemari oleh
semua lapisan masyarakat.
8
Bayam membutuhkan ketersediaan air di dalam tanah. Bayam termasuk
tumbuhan yang memerlukan cukup banyak air untuk pertumbuhannya.
Penanaman bayam dianjurkan pada awal musim hujan atau akhir musim kemarau.
Bayam menyukai iklim hangat dan intensitas cahaya yang relatif tinggi. Bayam
relatif tahan terhadap pengcahayaan langsung, karena merupakan tumbuhan C4.
Batang berair kurang berkayu, daun bertangkai berwarna hijau merah atau hijau
keputih-putihan (Stallknecht dan Schulz-Schaeffer 1993).
Tanaman bayam memerlukan cahaya matahari penuh. Kebutuhan akan
sinar matahari untuk tanaman bayam cukup besar. Pada tempat yang ternaungi,
pertumbuhan bayam menjadi kurus dan meninggi akibat kurang mendapat sinar
matahari penuh. Suhu udara yang sesuai berkisar antara 16-20 oC kelembaban
udara yang cocok untuk tanaman bayam antara 40-60% (Costea et al. 2006).
Efek Kekeringan terhadap Fotosintesis
Penurunan potensial air tanaman pada kondisi kekeringan menyebabkan
terjadinya penurunan laju fotosintesis. Hal ini terjadi karena adanya hambatan
yang ditimbulkan oleh penutupan stomata (stomatal limitation) maupun hambatan
akibat penurunan proses biokimia dalam tumbuhan (non-stomatal limitation)
(Kalefetoglu dan Ekmekci 2005).
Hambatan stomata
Pada kondisi cekaman kekeringan ringan (moderat) tumbuhan akan segera
mengurangi pembukaan stomata. Penurunan pembukaan stomata ini dilakukan
untuk meminimalisir kehilangan air yang berlebihan. Dengan terjadinya
penurunan pembukaan stomata, maka konsentrasi CO2 daun akan menurun
sehingga dengan sendirinya proses fotosintesis juga menurun (Flexas dan
Medrano 2002).
Comstock (2002) menambahkan bahwa pengaturan konduktan stomata
berkaitan dengan sinyal hidrolik (hydraulic signaling) dan sinyal kimia (chemical
signaling). Ketika tumbuhan mengalami kondisi cekaman kekeringan, terjadi
perubahan potensial air pada tanaman. Pada keadaan ini terjadi penurunan gradien
9
potensial air antara akar dan tanah, sehingga laju penyerapan air oleh akar
menurun. Penurunan laju penyerapan air ini dan ditambah dengan peningkatan
transpirasi akibat radiasi matahari membuat tanaman mengalami kekurangan air
(Blake dan Li 2003). Gradien potensial air akan menimbulkan hydraulic signaling
terhadap cekaman kekeringan sehingga stomata menutup (Comstock 2002).
Peningkatan konsentrasi asam absisat (ABA) pada akar tumbuhan
merupakan sinyal kimia yang akan ditranspor ke daun saat tumbuhan mengalami
kekurangan air dari tanah. Ketika cekaman kekeringan terjadi peningkatan sintesis
ABA pada akar tanaman sebagai respon terhadap keadaan defisit air tanah.
Peningkatan ABA ini terkait dengan status air di akar tumbuhan. Proses
selanjutnya ABA akan ditranspor dari akar melalui xilem menuju ke daun. Selain
di akar, tanaman juga mensintesis ABA di daun, sehingga terjadi peningkatan
ABA di daun (Srivastava 2002). Pada kondisi ini protein channel Kout di sel
penjaga daun akan diaktifkan oleh keberadaan ABA dan protein channel Kin akan
dihambat oleh ABA, sehingga banyak ion K+ yang keluar dari sel penjaga.
Kondisi ini akan menurunkan potensial osmotik sel penjaga sehingga stomata
menutup (Roberts dan Snowman 2000). Proses isyarat oleh ABA dari akar ke
daun ini dikenal dengan istilah long-distance chemical signaling (Comstock
2002).
Kehilangan ion K+ pada sel penjaga dapat disebabkan oleh penurunan
kandungan air daun, dan ABA memegang peranan penting dalam proses ini. ABA
disintesis secara lambat terus menerus di sel mesofil dan terakumulasi di
kloroplas. Ketika mesofil terhidrasi maka ada dua hal yang akan terjadi yaitu:
1 Sebagian ABA yang disimpan di kloroplas akan dilepas ke apoplas sel
mesofil. Redistribusi ABA ini bergantung kepada gradien pH daun,
keasaman bahan molekul ABA dan permeabilitas membran sel.
Redistribusi ABA memungkinkan aliran transpirasi untuk membawa
sebagian ABA ke sel penjaga (Trejo et al. 1995)
2 ABA disintesis dengan kecepatan tinggi di akar sehingga mengakibatkan
lebih banyak ABA yang diakumulasi pada apoplas daun (Taiz dan Zeiger
2002).
10
Hasil
penelitian
pada
Arabidopsis
diperoleh
bahwa
peningkatan
konsentrasi ABA seiring dengan penurunan konduktan stomata dengan semakin
lamanya kondisi kekeringan (Desikan et al. 2003). Bingham dan McCabe (2006)
menambahkan bahwa ABA merupakan faktor yang mengatur konduktansi
stomata.
Hambatan non-stomata
Hambatan non-stomata pada fotosintesis berkaitan dengan proses
metabolik yaitu pada proses transpor elektron fotosintesis. Jika kondisi kekeringan
terus terjadi maka tanaman akan mengalami penurunan proses metabolik, karena
berkurangnya difusi CO2 ke kloroplas (Chaves dan Oliveira 2004) yang nantinya
akan mengarah kepada penurunan kandungan ribulosa 1,5-biphosphat (RuBP)
pada proses fotosintesis (Flexas dan Medrano 2002). Vu et al. (1997)
menambahkan bahwa peningkatan cekaman kekeringan pada tumbuhan C3 akan
menurunkan total aktivitas rubisko.
Cekaman
kekeringan
akan
menginduksi
terjadinya
fotoinhibisi,
selanjutnya akan menurunkan kandungan protein D1 pada fotosistem II (PSII)
(Pastenes et al. 2004). PS II sebagai sistem penangkap cahaya (light harvesting
system) memiliki dua fungsi esensial yaitu; (1) menangkap cahaya pada proses
fotosintesis, (2) melepas energi tereksitasi apabila terjadi kelebihan energi.
Berdasarkan hal tersebut, PS II akan merespon isyarat eksternal dari lingkungan.
Hal ini berkaitan dengan peningkatan gradien pH (∆pH) di trans-membran
tilakoid. Peningkatan ∆pH di trans-membran tilakoid ini berfungsi sebagai kontrol
balik terhadap kelebihan transpor elektron fotosintesis. Proses ini dikenal dengan
non-photochemical quenching (NPQ) yang bergantung pada siklus xanthophyll
dan protein PsbS pada fotosistem (Horton dan Ruban 2004), sebagai mekanisme
pertahanan tumbuhan terhadap fotoinhibisi (Taiz dan Zeiger 2002).
Fotosintesis pada tumbuhan C4 melibatkan dua kumpulan sel yang
ditunjukkan dengan adanya sel-sel mesofil (Siklus C4) dan sel-sel seludang
pembuluh (siklus Calvin). Jalur C4 menggunakan enzim PEP karboksilase
terutama pengikatan awal CO2, dan karbon yang terikat mulanya terbentuk
melalui berbagai asam berkarbon empat seperti asam oksalo asetat (AOA), malat,
11
dan aspartat, kemudian CO2 akhirnya terlepas dan diikat kembali oleh enzim
RuBP karboksilase (Sugiharto et al. 2002). Tumbuhan yang mempunyai jalur ini
pada umumnya berbeda secara anatomi dengan tumbuhan C3 yaitu memiliki
anatomi ”Kranz”, dengan satu lapisan yang terikat baik di sekitar pembuluh
vaskuler dan kloroplas terpusat di dalam sel-sel mesofil yang melingkar di luar
lapisan itu sendiri.
Cekaman Oksidatif
Perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan termasuk kekeringan
pada tumbuhan, dapat menyebabkan terbentuknya senyawa oksidatif. Jika kondisi
ini dibiarkan, tumbuhan akan mengalami
cekaman oksidatif. Pembentukan
senyawa oksidatif pada tumbuhan diawali dengan reduksi oksigen pada membran
sel kloroplas membentuk superoksida (O2-). Jika hal ini terjadi akan terbentuk
spesies oksigen reaktif (ROS) yang meliputi molekul-molekul seperti: superoksida
(O2-), singlet oksigen (.O2), radikal hidroksil (OH-) dan hidrogen peroksida (H2O2)
(Gambar 1) (Blokhina et al. 2003). Radikal bebas merupakan molekul yang sangat
reaktif,
karena
memiliki
elektron
yang
tidak
berpasangan
dan
dapat
mengakibatkan kerusakan pada membran sel (Mc Kersie dan Leshem 1994).
Contoh reaksi tersebut adalah:
2 O2- + 2 Fdox
2 O2 + 2 Fdred
Berikut tahap mekanisme pembentukan radikal hidroksil melalui keberadaan ion
metal besi:
(1) Molekul O2- yang reaktif akan berusaha melepaskan elektron bebasnya dan
bereaksi dengan H+ membentuk H2O2. (2) Proses selanjutnya hidrogen peroksida
dan superoksida bereaksi membentuk molekul yang sangat reaktif yaitu radikal
hidrosil. (3) Selain itu radikal hidroksil bisa dibentuk dengan keberadaan ion besi
melalui reaksi fenton. Keberadaan besi atau ion metal lainnya dapat meningkatkan
kerusakan oksidatif ( Mc Kersie dan Leshem 1994). Berikut ini adalah skema
pembentukan radikal bebas:
O2-
+
O2-
+
H+
H2O2
+
O2
(1)
12
O2-
+ H2O2
O2
+ OH + OH-
Fe3+
+ O2-
Fe2+ + O2
Fe2+
+ H2O2
OH. + OH + Fe3+
(2)
(3)
Secara keseluruhan, reaksi pembentukan ROS dapat dilihat sebagai berikut:
Dioksigen
3O2
1
ion
Radikal
Superoksida
ion
Peroksida
O2. -
O22-
e-
O2
Oksigen
Singlet
e-
ion
Oksen
e-
O23-
O-
ion
Oksida
e-
O2-
H+
2H+
2H+
H+
2H+
HO2radikal
Perhidroksil
H2O2
Hidrogen
Peroksida
H2O
Air
OHradikal
hidroksil
H2O
Air
Gambar 1 Mekanisme pembentukan ROS (Apel dan Hirt 2004)
Menurut Mc Kersie dan Leshem (1994) ada beberapa peluang terjadinya
pembentukan ROS pada proses fotosintesis.
1
Pada PS (Photosystem) I dapat terjadi reduksi oksigen melalui reaksi
Mehler. Reduksi oksigen ini terjadi pada transport elektron feredoksin,
reduksi ini terjadi ketika NADP+ terbatas yang salah satunya disebabkan
oleh berkurangnya penggunaannya NADPH untuk fiksasi CO2 pada siklus
Calvin.
2
Pada PS II terjadi oksidasi dengan mentransfer empat single elektron dari
H2O membentuk triplet atau ground state oksigen. Selain itu alkohol
tertentu juga bisa direduksi oleh PS II.
3
Fotoaktifasi dari kloroplas secara normal mentransfer energi ke pusat
reaksi PS, namun pada kondisi yang tidak menguntungkan klorofil akan
menangkap energi cahaya pada sistem transpor elektron, sehingga dapat
mengeksitasi oksigen dari bentuk triplet ke bentuk singlet (Gambar 2).
4
Fotorespirasi merupakan lintasan yang paling mudah untuk menghasilkan
proses oksigenasi. Walaupun tidak terjadi pengaktifan oksigen di dalam
kloroplas, namun terjadi metabolisme glikolat lebih lanjut di dalam
peroksisom (Gambar 2).
13
Gambar 2 Produksi ROS pada transpor elektron fotosintesis pada kondisi cahaya
tinggi (Apel dan Hirt 2004).
Peningkatan ROS dapat menimbulkan kerusakan pada komponen
membran sel. Komponen membran sel yang mengalami kerusakan tersebut antara
lain: lipid (peroksidasi dari asam lemak tidak jenuh pada membran), protein
(denaturasi), karbohidrat, dan asam nukleat. Kerusakan membran ini dapat dilihat
dari perubahan komposisi dan kandungan lipid, pengaktifan lipid peroksidase dan
meningkatnya kebocoran membran (Blokhina et al. 2003).
Penyelamatan tumbuhan dari ROS oleh asam askorbat
Pembentukan ROS akan meningkat ketika kondisi lingkungan tidak
menguntungkan terus terjadi, namun tanaman mempunyai suatu mekanisme
penyelamatan terhadap kondisi tersebut. Mekanisme penyelamatan ini antara lain
melalui mekanisme antioksidan baik yang bersifat enzimatik maupun nonenzimatik untuk menghindari kerusakan yang terjadi akibat cekaman oksidatif.
Mekanisme pembentukan antioksidan non-enzimatik sebagai antioksidasi dengan
menghasilkan senyawa-senyawa antioksidan seperti: asam askorbat (ASA),
glutation (GSH), termasuk juga tokopherol, flavonoid, alkaloid dan karotenoid
(Apel dan Hirt 2004).
ASA atau vitamin C merupakan asam organik dengan kemampuannya
sebagai antioksidan. ASA dapat larut dalam air dan sangat mudah dioksdasi yaitu
sebagai senyawa reduktan (Gambar 3). ASA akan rusak ketika ditempatkan pada
14
cahaya atau panas yang akan berubah dalam bentuk teroksidasi yaitu asam
dehidroaskorbat (Karyotou dan Donaldson 2004).
Asam askorbat
Askorbat radikal bebas
Gambar 3 Metabolisme redoks asam askorbat (Wikipedia 2008).
Asam askorbat mempunyai banyak fungsi untuk tumbuhan (Noctor dan
Foyer 1998). Asam askorbat juga digunakan sebagai ko-faktor untuk violaxanthin
de-epoksidase pada siklus xanthophyll. Proses ini dilibatkan dalam perlindungan
pelepasan penyerapan cahaya dalam bentuk panas dan bisa diukur sebagai NPQ
dari klorofil flouressen (Sonja et al. 2001). ASA sebagai senyawa antioksidan
dapat berinteraksi dengan membran plasma dan mendonorkan elektronnya ke
radikal α-tocopheroksil yang dapat membantu melindungi membran plasma dari
peroksidasi (Asada 2006).
Mekanisme Toleransi terhadap Cekaman Kekeringan
Berdasarkan kemampuan genetiknya, daya adaptasi tumbuhan terhadap
cekaman lingkungan berbeda-beda. Jones et al. (1981) mengklasifikasikan
resistensi tanaman terhadap kekeringan berdasarkan beberapa mekanisme:
1 Melepaskan diri dari cekaman kekeringan (Drought escape) yaitu kemampuan
15
tanaman menyelesaikan siklus hidupnya sebelum mengalami defisit air yang
parah. Mekanisme ini ditunjukkan dengan perkembangan sistem pembungaan
yang cepat dan perkembangan plastisitas jaringannya.
2 Toleransi dengan potensial air jaringan yang tinggi, yaitu kemampuan tanaman
tetap menjaga potensial jaringan dengan meningkatkan penyerapan air atau
menekan kehilangan air. Pada mekanisme ini biasanya tanaman mempunyai
kemampuan untuk meningkatkan sistem perakaran dan konduktitivitas
hidrolitik atau kemampuan untuk menurunkan hantaran epidermis dengan
regulasi stomata, pengurangan absorbsi radiasi dengan pembentukan lapisan
lilin, bulu yang tebal dan penurunan permukaan evapotranspirasi melalui
penyempitan daun serta pengguguran daun tua.
3 Toleransi dengan potensial air jaringan yang rendah, yaitu kemampuan
tumbuhan untuk menjaga tekanan turgor sel dengan menurunkan potensial
airnya melalui akumulasi solut seperti gula, asam amino dan sebagainya atau
dengan meningkatkan elastisitas sel.
Ada dua pendekatan utama yang sering digunakan untuk melihat kemampuan
tumbuhan dalam menghadapi cekaman kekeringan. Pendekatan pertama adalah
dengan melihat kemampuan pengambilan air secara maksimal dengan perluasan
dan kedalaman sistem perakaran. Pendekatan kedua dengan melihat kemampuan
tumbuhan mempertahankan turgor melalui penurunan potensial osmotik,
mengingat tekanan turgor mutlak diperlukan bagi jaringan untuk menjaga tingkat
aktivitas fisiologi (Cortes dan Sinclair 1986)
Perubahan struktur tumbuhan yang terjadi sebagai respon terhadap
cekaman lingkungan berkaitan dengan sifat toleransinya. Perubahan struktur yang
mengarah kepada bentuk yang menghindarkan tumbuhan dari bahaya cekaman
yang banyak terjadi pada beberapa tumbuhan, misalnya perkembangan sistem
perakaran, perubahan bentuk daun mekanisme penutupan stomata, dan
sebagainya.
Pengaruh Kekeringan terhadap Anatomi Daun
Pengamatan daun dapat didasarkan atas fungsinya sebagai penerima
cahaya dan salah satu tempat berlangsungnya fotosintesis. Selain luas daun
16
sebagai parameter utama, ketebalan daun juga menentukan kemampuan absorbsi
cahaya yang juga menarik untuk diamati, dan dapat dinyatakan dalam bentuk
nisbah berat berat per luas daun, atau secara anatomi dengan mengukur ketebalan
sayatan melintang daun. Parameter ini cukup sensitif terhadap perubahan
lingkungan seperti kekurangan air ( Filho dan Paiva 2006).
Lamina daun merupakan bagian utama yang mengandung jaringan
fotosintesis, sedang tangkai daun yang berfungsi menopang lamina daun memiliki
jaringan fotosintesis yang relatif kecil. Pada lamina daun dari tumbuhan dikotil
terdapat sel mesofil yang terdifrensiasi menjadi jaringan palisade dan bunga
karang. Sedangkan pada tumbuhan monokotil mempunyai lamina daun yang
bagian adaksial terdapat sel bulliform yang berfungsi menutup dan membuka
helai daun bila mendapat gangguan lingkungan seperti intensitas cahaya yang
tinggi maupun cekaman kekeringan (Sutrian 1992).
Menurut Radwan (2007) terjadinya penurunan laju fotosintesis tersebut
berhubungan dengan kombinasi beberapa proses, yaitu: penutupan stomata, yang
secara hidroaktif mengurangi suplai CO2 ke dalam daun, dehidrasi kutikula,
dinding epidermis, dan membran sel mengurangi permeabilitasnya terhadap CO2.
Selain itu, bertambahnya tahanan sel mesofil terhadap pertukaran gas
dan
menurunnya efisiensi sistem fotosintesis berkenaan dengan proses-proses
biokimia dan aktivitas enzim dalam sitoplasma, terutama dalam fotosintesis
terdapat proses hidrolisis yang memerlukan air. Air sebagai komponen utama
tumbuhan dibutuhkan untuk berbagai proses metabolisme tumbuhan untuk
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan termasuk transportasi hara dan
mineral. Pada kondisi ini tumbuhan telah mampu kembali menjaga keseimbangan
gradien potensial osmotik antara media akar dan tajuk (Marschner 1995).
Cekaman kekeringan selain menghambat laju fotosintesis juga menekan
akumulasi N dalam tumbuhan.
17
Download