Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng tektonik, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia, dan lempeng Pasifik. Pada daerah di sekitar batas lempeng inilah pada umumnya aktifitas tektonik utama berlangsung, seperti misalnya subduksi, tumbukan (collision), pemekaran punggung tengah samudra, dan sesar transform. Akibat adanya aktifitas-aktifitas tektonik tersebut, biasanya gempa bumi dan letusan gunung api akan terjadi tidak jauh dari batas-batas lempeng tersebut. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila jumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia sangat banyak dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Akibat aktifitas tektonik di batasbatas lempeng tersebut, ditambah dengan akibat bencana alam geologi lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan batas-batas lempeng (misalnya tanah longsor, banjir, dan sebagainya), jumlah jiwa dan harta benda tidak sedikit yang terkorbankan, apabila bencana tersebut terjadi. Selain itu, perlu pula kita sadari, bahwa aktifitas tektonik di batas lempeng dapat menjadi pemicu terjadinya beberapa jenis bencana alam geologi sekunder, seperti yang sering terjadi pada kejadian tanah longsor di beberapa daerah di tanah air. Hampir semua bencana alam geologi sebenarnya dapat diprediksi kejadiannya, meskipun pada umumnya manusia hanya bisa memprediksikannya dalam rentang waktu yang cukup lama (bukan dalam skala hari atau jam). Usahausaha yang berkaitan dengan mencegah dan/atau menghindari terjadinya bencana alam geologi disebut dengan mitigasi. Mitigasi atau penanggulangan bencana alam dapat dilakukan dengan melakukan studi ilmiah yang berkaitan dengan potensi terjadinya bencana alam geologi di suatu daerah. Salah satu bencana alam geologi di Indonesia yang banyak menelan korban jiwa dan harta benda adalah tanah longsor. Salah satu contoh kasus yang barubaru saja terjadi di wilayah Indonesia ialah yang terjadi di Sumatra Utara pada 1 bulan Desember 2006, di Sumatra Barat awal 2007 dan disusul di NTT awal bulan Maret 2007. Tanah longsor yang terjadi di daerah-daerah tersebut menelan korban jiwa dan harta benda yang tidak sedikit. Puluhan keluarga kehilangan tempat tinggal karena tertimpa tanah longsor yang cukup besar dari bukit yang terjal. Tanah longsor diduga akibat hilangnya hohesi yang seharusnya dimiliki oleh tanah lapuk yang tidak terkonsolidasi dan tidak terkompaksi. Salah satu penyebabnya ialah akibat tidak adanya vegetasi pepohonan yang memperkuat kohesi tanah di daerah tersebut. Geofisika adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang meneliti struktur bawah permukaan bumi (selanjutnya disebut: sub-permukaan) dengan menggunakan ilmu fisika dan matematika sebagai kerangka berpikir dan ilmu bumi lainnya (geologi, geodesi, geohidrologi, dsb) sebagai kerangka penunjang. Untuk bisa menganalisis struktur sub-permukaan, para ahli geofisika menggunakan data yang secara umum merupakan suatu bentuk respon dari parameter fisis sub-permukaan (kandungan air, minyak, gas atau lainnya). Respon tersebut terjadi akibat adanya interaksi antara signal yang dikirimkan ke sub-permukaan dengan parameter fisis sub-permukaan. Dengan demikian, data yang terkumpul di permukaan bumi adalah potret atau data tidak langsung dari struktur sub-permukaan. Salah satu keunggulan metode geofisika adalah orang bisa melakukan pemetaan parameter sub-permukaan (terhadap kandungan air, minyak, gas dan bahan mineral lainnya yang terdapat di sub-permukaan bumi) tanpa harus melihat langsung struktur subpermukaannya. Hal ini menyebabkan pengambilan data geofisika (disebut kemudian: akuisisi data) memerlukan biaya yang relatif murah, namun mempunyai peluang besar untuk menghasilkan produk analisis yang sangat baik. Sumber medan yang biasa digunakan di dalam suatu akuisisi data geofisika adalah: geolistrik, geomagnet dan seismik. Aplikasi metode geofisika untuk memonitor potensi bencana tanah longsor merupakan topik utama dari penelitian yang telah dilakukan ini. Jawa Barat merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki potensi bencana 2 tanah longsor yang tertinggi. Gambar I.1 memperlihatkan peta rawan longsor di Jawa Barat. Salah satu lokasi yang telah dikenal sebagai titik rawan longsor di Jawa Barat adalah daerah Panawangan di Kabupaten Ciamis, sehingga daerah ini dipilih sebagai lokasi penelitian karena mempunyai kerentanan terhadap bahaya tanah longsor. Kerentanan ini disebabkan oleh topografi di daerah tersebut yang cukup terjal. Hal lainnya adalah bahwa daerah tersebut tersusun atas lapisan tanah yang belum terkompaksi, sehingga rentan akan tanah longsor. Selain itu, masyarakat dan PEMDA setempat harus menghadapi suatu kenyataan, bahwa di bawah lereng yang akan diteliti ini, terdapat prasarana sipil berupa jalan raya lintas propinsi yang cukup padat. Monitoring kawasan yang rawan akan bencana tanah longsor sangatlah penting untuk dilakukan, mengingat kerugian yang ditimbulkan dapat menggoyahkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat setempat. Gambar I.1. Peta potensi tanah longsor di Jawa Barat dan Banten (Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2005) 3 Secara singkat, mekanisme tanah longsor yang umum terjadi di Jawa Barat diakibatkan oleh terdapatnya tanah pelapukan hasil letusan gunung api, yang komposisinya sebagian besar didominasi oleh lempung dengan sedikit pasir. Pada musim kemarau, tanah pelapukan dan batuan di bawahnya mengalami pemanasan dan pengeringan sehingga membentuk rongga udara (pori) dan retakan. Pada saat musim hujan datang, tanah pelapukan yang berada di atas batuan kedap air pada perbukitan/punggungan (dengan kemiringan sedang hingga terjal) diguyur oleh air hujan, sehingga air meresap dan merembes masuk ke dalam pori dan retakan, dan berpotensi mengakibatkan tanah longsor bila curah hujannya tinggi. Kerawanan suatu daerah akan bencana tanah longsor akan diperparah, apalagi di lokasi tersebut tidak terdapat tanaman keras berakar kuat dan dalam. I.2. Batasan Masalah Thesis ini mencakup penelitian potensi bencana tanah longsor di daerah penelitian. Metoda geofisika yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metoda Geolistrik Tahanan Jenis (Resistivity Method). Hasil yang dicapai dari penelitian akan digabungkan dengan hasil-hasil yang diperoleh dari penelitian dengan metoda-metoda lainnya, yaitu GPR (Ground Penetrating Radar) dan GPS (Global Position System). Metoda geolistrik terdiri atas beberapa konfigurasi elektroda. Dalam penelitian ini konfigurasi elektroda yang digunakan adalah Wenner Alpha (α) dan Wenner Beta (β) secara profiling (2-Dimensi). I.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini diharapkan potensi bahaya tanah longsor di daerah ini dapat diketahui dengan lebih baik. Masyarakat perlu mengetahui/menyadari bahwa gerakan tanah dapat tejadi karena ulah manusia di samping karena adanya gejala alam seperti gempa bumi dan letusan gunungapi. Adanya resapan air yang sampai pada lapisan tanah kedap air, dapat mempercepat terjadinya gerakan tanah (tanah longsor). 4 Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bidang gelincir tanah longsor daerah penelitian dengan metoda geolistrik tahanan jenis 2D. I.4. Sistimatika Penulisan Tesis ini disusun dengan sistimatika penyajian sebagai berikut: 1. Bab I Pendahuluan, terdiri atas: latar belakang, batasan masalah, maksud dan tujuan, serta sistimatika penulisan. 2. Bab II Metoda geolistrik tahanan jenis 2D (teori), terdiri atas: prinsip dasar metoda resisitivitas (mencakup potensial bumi homogen isotrop, potensial elektroda arus tunggal, potensial dua elektroda), konfigurasi elektroda dan sensitivitas, dan model sintetik dari beberapa konfigurasi. 3. Bab III berisi tentang tinjauan geologi daerah penelitian, yang meliputi fisografi dan geomorfologi daerah penelitian, stratigrafi dan struktur geologi, tataguna laha, dan gerakan tanah. 4. Bab IV Akuisisi, peralatan, pengolahan, dan interpretasi data mencakup: Lokasi dan waktu penelitian, teknik pengambilan data, pengolahan dan interpretasi data resistivitas. 5. Bab V berisi tentang korelasi antara hasil metoda geolistrik tahanan jenis dengan hasil metoda geofisika yang lain. 6. Bab VI Kesimpulan dan saran. 5