ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP KEJAHATAN

advertisement
ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP KEJAHATAN
MEMASUKKAN HEWAN KEDALAM WILAYAH NEGARA
SECARA ILLEGAL
(Studi kasus wilayah hukum Bandar Lampung)
(Jurnal)
Oleh
M. Ichsan Syahputra
1212011179
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
ABSTRAK
ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP KEJAHATAN
MEMASUKAN HEWAN KEDALAM WILAYAH NEGARA
SECARA ILLEGAL
(Studi Kasus Wilayah hukum Bandar Lampung)
Oleh
M. Ichsan Syahputra, Tri Andrisman, S.H., M.Hum., Gunawan Jatmiko, S.H., M.H.
(Email : [email protected])
Penyelundupan merupakan kegiatan mengimpor, mengantar pulaukan barang dengan
tidak memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, atau tidak memenuhi
formalitas pabean (douaneformaliteiten) yang ditetapkan oleh Peraturan Perundangundangan.Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bea dan Cukai adalah yang berperan
menyidik segala Tindak Pidana Peneyelundupan seperti yang tertuang dalam Pasal 6
ayat (1) KUHAP dan Pasal 112 ayat (1) KUHAP. Dengan meningkatnya lalu lintas
hewan, ikan, dan tumbuhan antar negara dan dari suatu area ke area lain di dalam
wilayah negara Republik Indonesia, Salah satu ancaman yang dapat merusak kelestarian
sumber daya alam hayati tersebut adalah serangan hama dan penyakit hewan, hama dan
penyakit ikan, serta organisme pengganggu tumbuhan. Maka dari itu didalam Tindak
Pidana Penyelundupan Hewan, Balai Karantina juga memiliki peran diantaranya
mengecek kelengkapan berkas mengenai hewan tersebut dari Negara asal dan juga
Negara transit, lalu juga melakukan tindakan karantina terhadap hewan tersebut (jika
diperlukan), seperti yang tertuang didalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992
tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Penegakan hukum dalam suatu tindak pidana
penyelundupan dan faktor-faktor penghambat didalam penegakan hukumnya.Penelitian
ini dilaksanakan di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya
Pabean B Bandar Lampung dengan melaksanakan wawancara langsung dengan 2 (dua)
orang pejabat di Kantor Bea dan Cukai Bandar Lampung. Disamping itu Penulis juga
melakukan wawancara dengan Dosen pada bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum
Universitas Lampung serta melakukan studi kepustakaan dengan cara menelaah bukubuku, literatur dan Undang-Undang yang berkaitan dengan Skripsi penulis.
Temuan yang didapat dari penelitian ini adalah : 1) Penegakan Hukum yang dilakukan
dalam Tindak Pidana Penyelundupan oleh PPNS Bea dan Cukai telah dilakukan secara
maksimal baik dalam usaha represif maupun preventif nya, sesuai sesuai dengan
Undang-Undang sebagaimana termaktub dalam Pasal 112 ayat (1) dan ayat (2) UndangUndang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan dan Peraturan Pemerintah Nomor
55 Tahun 1996 tentang Penyidikan Tindak Pidana dibidang Kepabeanan. 2) Faktorfaktor yang menghambat PPNS Bea dan Cukai didalam penegakan hukum Tindak
Pidana Penyelundupan antara lain ; kurangnya tenaga penyidik profesional yang relative
sedikit, kurangnya kesepahaman antar instansi penegak hukum yang lain, sarana dan
prasarana yang kurang memadai seperti alat detector dan lain-lain.
ABSTRACT
AN ANALYSIS ON CRIMINAL LAW AGAINST ILLEGAL ANIMAL
SMUGGLING TO A COUNTRY'S TERRITORY
(A Case Study in Bandar Lampung Jurisdiction)
By
M. Ichsan Syahputra, Tri Andrisman, S.H., M.Hum., Gunawan Jatmiko, S.H., M.H.
(Email : [email protected])
Smuggling is a criminal offense of importing, transporting goods across islands which
do not meet the requirement of applicable laws and regulations, or do not comply with
customs formalities (douaneformaliteiten) established by legislation. The Civil Servant
Investigators (investigators) of Customs and Excise are those who investigate any kind
of smuggling activities as set out in Article 6 paragraph (1) of Criminal Procedure Code
and Article 112 paragraph (1) of Criminal Procedure Code. With the increased traffic of
animals, fish, and plants across the country and from one area to another within the
territory of the Republic of Indonesia, one of the threats that can undermine the
conservation of natural resources are pests and animal diseases, pests and fish disease,
as well as plant pests. Therefore in the case of animal smuggling, the Quarantine Center
(Balai Karantina) also has a role of checking the files completeness of the animals from
the country of origin and transit States, and also taking action to quarantine the animals
(if necessary), as stipulated in Law No. 16 of 1992 concerning Animal, Fish and Plant.
This study aims to determine the law enforcement in smuggling crime and the inhibiting
factors of the law enforcement.
This research was conducted in the Office of Medium Custom and Excise Type B
Bandar Lampung to carry out interviews with two (2) officials at the Office of Customs
and Excise Bandar Lampung. The researcher also conducted interviews with a Lecturer
of Criminal Law at the Faculty of Law, University of Lampung. Besides, a literature
study was done by examining the books, literature and the Act relating to the case study.
The findings of this research are included: 1) The Law Enforcement against animal
smuggling conducted by Civil Servant Investigators of Customs and Excise (PPNS) has
been done optimally both in repressive and preventive ways, in accordance with the Act
as set forth in Article 112 paragraph (1) and (2) of Law Number 17/2006 on Customs
and Government Regulation No. 55/1996 concerning the Crime Investigation in
Customs. 2) The inhibiting Factors for Civil Servant Investigators of Customs and
Excise (PPNS) in law enforcement against smuggling included: the lack of professional
investigators, the lack of understanding among the law enforcement agencies, the
inadequate facilities and infrastructures like detector tools, and the like.
I. PENDAHULUAN
Maraknya Penyelundupan saat ini sudah
masuk pada taraf yang memprihatinkan,
karena terjadi untuk semua komoditas,
mulai dari penyelundupan mobil,
elektronik, kayu, hingga satwa liar.
Penyelundupan dalam komoditas satwa
liar menjadi kasus yang cukup
merugikan Negara. Sumber daya alam
hayati tersebut merupakan salah satu
modal dasar dan sekaligus sebagai faktor
dominan yang perlu diperhatikan dalam
pembangunan
nasional
untuk
mewujudkan masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Pemberantasan
tindak
pidana
penyelundupan dapat dipandang dari dua
sisi, yakni menyelamatkan devisa, yang
dalam pembangunan yang sedang
dilaksanakan sekarang dibutuhkan baik
untuk pembayaran barang-barang yang
belum dapat diproduksi di Indonesia,
maupun pembayaran tenaga ahli dari
luar negeri, dan lain-lain disatu sisi dan
melindungi pertumbuhan industri yang
sedang berkembang, yang masih kurang
mampu bersaing dengan produksi luar
negeri, sehingga dapat diharapkan
mengurangi pengangguran yang saat ini
merupakan masalah dalam peningkatan
penghasilan nasional disisi lain1.
Mengingat luasnya daerah pabean
Indonesia yang meliputi wilayah darat,
perairan dan ruang udara di atasnya,
serta tempat-tempat tertentu di Zona
Ekonomi Eksklusif dan landasan
kontinen
yakni
seluas
wilayah
kedaulatan Negara Republik Indonesia
maka tidak mungkin pemerintah mampu
menempatkan semua petugas bea dan
cukai (customs) di sepanjang garis
1
Laden
Marpaung,
Tindak
Pidana
Penyelundupan Masalah dan Pemecahan,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991, hlm. 9
perbatasan di seluruh wilayah pabean
Republik Indonesia untuk mengawasi
keluar dan masuknya barang dalam
rangka kegiatan ekspor dan impor.
Oleh karena itu, Indonesia sebagai
negara
kepulauan
yang
lautnya
berbatasan langsung dengan negara
tetangga,
sehingga
diperlukan
pengawasan pengangkutan barang yang
diangkut melalui laut di dalam daerah
pabean
untuk
menghindari
penyelundupan
dengan
modus
pengangkutan antar pulau, khusunya
barang-barang tertentu.
Data Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan menyebutkan kerugian
atas perdagangan satwa liar mencapai Rp
9 triliun. Kerugian itu diluar kerusakan
hutan dan habitanya. Petugas Bea dan
Cukai Bandara Soekarno Hatta selama
1,5 tahun terakhir menggagalkan enam
kali penyelundupan satwa liar dengan
kerugian negara mencapai Rp 21 miliar.
Sedangkan hukuman bagi penyelundup
satwa liar dianggap ringan tak
memberikan efek jera2.
Dengan meningkatnya lalu lintas hewan,
ikan, dan tumbuhan antar negara dan
dari suatu area ke area lain di dalam
wilayah negara Republik Indonesia, baik
dalam rangka perdagangan, pertukaran,
maupun
penyebarannya
semakin
membuka peluang bagi kemungkinan
masuk dan menyebarnya hama dan
penyakit hewan, hama dan penyakit
ikan, serta organisme pengganggu
tumbuhan yang berbahaya atau menular
yang dapat merusak sumberdaya alam
hayati.
Salah satu ancaman yang dapat merusak
kelestarian sumber daya alam hayati
2
https://m.tempo.co/read/news/2016/06/04/20677
6881/profauna-tuntut-hukum-berat-bagipenyelundup-satwa-liar
tersebut adalah serangan hama dan
penyakit hewan, hama dan penyakit
ikan, serta organisme pengganggu
tumbuhan. Kerusakan tersebut sangat
merugikan bangsa dan negara karena
akan menurunkan hasil produksi
budidaya hewan, ikan, dan tumbuhan,
baik kuantitas maupun kualitas atau
dapat mengakibatkan musnahnya jenisjenis hewan, ikan atau tumbuhan
tertentu. Bahkan beberapa penyakit
hewan dan ikan tertentu dapat
menimbulkan
gangguan
terhadap
kesehatan masyarakat. Untuk mencegah
masuknya hama dan penyakit hewan,
hama dan penyakit ikan, serta organisme
pengganggu tumbuhan ke wilayah
negara Republik Indonesia mencegah
tersebarnya dari suatu area ke area lain,
dan mencegah keluarnya dari wilayah
negara Republik Indonesia, di perlukan
karantina hewan, ikan, dan tumbuhan
dalam satu sistem yang maju dan
tangguh. Sehubungan dengan hal-hal di
atas, perlu ditetapkan ketentuan tentang
karantina hewan, ikan, dan tumbuhan
dalam UU No. 16 Tahun 1992 Tentang
Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.
Salah satu kasus yang terjadi di
Lampung adalah ditemukannya 111 ekor
tarantula hidup yang disembunyikan
didalam popok anak-anak lalu ditutup
dengan boneka. Sehat Yulianto selaku
Kepala
Kantor
Pengawasan
dan
Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya
Pabean B Bandarlampung mengatakan,
kiriman pos tersebut diberitahukan
sebagai fabric toy atau mainan.
Penemuan ini dari hasil penindakan
barang impor yang berkoordinasi dengan
Balai Karantina Pertanian Kelas I
Bandarlampung dan Direktorat Kriminal
Khusus Polda Lampung terhadap
kiriman pos bernomor EE134555801TH.
Menurut Sehat Yulianto, penyelundupan
ini berpotensi bahaya, karena apabila
tarantula ilegal ini lolos ditakutkan
diikuti masuknya hama dan penyakit
hewan dari luar negeri ke Indonesia. Ia
menambahkan, barang bukti ini akan
disimpan di Balai Karantina Pertanian
untuk mengetahui ada tidaknya penyakit
hewan atau hama di tarantula tersebut.
Pengertian Hukum Tindak Pidana
Penyelundupan
disebutkan
dalam
Undang-Undang tentang Perubahan atas
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan
(Lembaran
Negara
Republik Indonesia Nomor 2006 Nomor
93 dan Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4661),
dimana telah diatur delik pidana atau
tindakan-tindakan
yang
dapat
dikategorikan sebagai tindak pidana
penyelundupan sebagaimana diatur
dalam ketentuan Pasal 102, Pasal 102 E
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
yang berbunyi “Setiap orang yang
menyembunyikan barang impor secara
melawan hokum dipidana karena
melakukan penyelundupan di bidang
impor dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
pidana
denda
paling
sedikit
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah)
dan
paling
banyak
Rp5.000.000.000,00
(lima
miliar
rupiah)3.
Walaupun sudah ada aturan yang cukup
jelas dan berat dalam mengatasi tindak
pidana penyeludupan, tidak berarti
apabila tidak ada penegak hukum yang
tegas dalam mengatasi permasalahan
tindak pidana penyeludupan. Munculnya
PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil)
sebagai institusi di luar Polri untuk
membantu tugas-tugas kepolisian dalam
melakukan penyidikan, dengan tegas
diatur dalam Kitab Undang-undang
3
Undang-undang No. 17 Tahun 2006 tentang
Kepabeanan
Hukum Acara Pidana dan UndangUndang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dari kedua undang-undang tersebut
tampak jelas bahwa eksistensi PPNS
dalam proses penyidikan pada tindak
pidana kepabeanan sangat penting untuk
membuat terang suatu tindak pidana
tersebut dan tentunya menjadi lebih tepat
dalam hal merumuskan pasal-pasal yang
di langgar. Namun tidak dapat disangkal
kendali atas proses penyidikan tetap ada
pada
aparat
kepolisian,mengingat
kedudukan institusi Polri sebagai
koordinator
pengawas
(Korwas),
sehingga menjadi hal yang kontra
produktif apabila muncul pandangan
bahwa PPNS dapat berjalan sendiri
dalam melakukan penyidikan tanpa perlu
koordinasi dengan penyidik utama yaitu
Polri.
Kemudian diatur juga didalam Pasal 5
Undang-undang No.16 Tahun 1992
tentang Karantina hewan, ikan, dan
tumbuhan yang menyatakan perbuatan
yang termasuk dalam tindak pidana
memasukan media pembawa hama ke
wilayah republik Indonesia sebagai
berikut: “Setiap media pembawa hama
dan penyakit hewan karantina, hama dan
penyakit ikan karantina, atau organisme
pengganggu tumbuhan karantina yang
dimasukkan ke dalam wilayah negara
Republik Indonesia wajib4 :
a. Dilengkapi sertifikat kesehatan dari
negara asal dan negara transit bagi
hewan, bahan asal hewan, hasil
bahan asal hewan, ikan, tumbuhan
dan
bagian-bagian
tumbuhan,
kecuali media pembawa yang
tergolong benda lain;
b. Melalui tempat-tempat pemasukan
yang telah ditetapkan;
c. Dilaporkan dan diserahkan kepada
petugas karantina di tempat-tempat
4
Undang-undang No. 16 Tahun 1992 Tentang
Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan
pemasukan
untuk
tindakan karantina.”
keperluan
Penyelenggaraan pengawasan terhadap
tumbuhan dan hewan sebagai upaya
pencegahan masuk dan tersebarnya
hama dan penyakit hewan adalah
pemeriksaan terhadap penyelenggaraan
masuk dan keluarnya hewan dan
tumbuhan serta pengawasan terhadap
pengganggu tumbuhan dari luar negeri
dan dari suatu area ke area lain di dalam
negeri atau keluarnya dari dalam wilayah
negara Republik Indonesia. Tumbuhtumbuhan dan hewan tersebut dibawa
atau dikirim oleh perorangan dan atau
perusahaan.
Pelayanan di Unit Pelayanan Teknis
Karantina adalah pelayanan oleh Unit
Pelayanan Teknis Karantina tumbuhan,
karantina hewan dan karantina ikan yang
dilakukan sejak komoditi wajib periksa
karantina dilaporkan dan diserahkan
kepada petugas karantina di tempat
pemasukan atau pengeluaran sampai
dengan penerbitan dokumen hasil
keputusan akhir tindakan karantina.
Berdasarkan uraian diatas, penulis
tertarik untuk meneliti: “Analisis
Penegakan Hukum Pidana Terhadap
Kejahatan Memasukan Hewan Kedalam
Wilayah Negara Secara Illegal”
Berdasarkan latar belakang penelitian
yang telah diuraikan diatas, maka
permasalahannya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah penegakan hukum
pidana
terhadap
kejahatan
memasukan hewan kedalam wilayah
Negara secara illegal ?
2. Apa sajakah faktor penghambat
didalam penegakan hukum pidana
terhadap kejahatan memasukkan
hewan kedalam wilayah Negara
secara illegal ?
Pendekatan
yang
dipakai
dalam
penelitian skripsi ini adalah pendekatan
yuridis normatif dan pendekatan yuridis
empiris. Pendekatan yuridis normatif
adalah pendekatan yang dilakukan
dengan cara mempelajari konsepkonsep, teori-teori serta peraturan
perundang-undangan yang berhubungan
dengan permasalah. Pendekatan yuridis
empiris adalah pendekatan yang
dilakukan untuk mempelajari hukum
dalam kenyataan, baik berupa penilaian,
prilaku, pendapat, dan sikap yang
berkaitan dengan proses penegakan
hukum
pidana
atas
kejahatan
memasukkan hewan kedalam wilayah
Negara secara illegal. Metode penelitian
yang dipergunakan untuk memperoleh
data guna menyusun skripsi ini
menggunakan data primer dan data
sekunder. Dalam penelitian skripsi ini,
penulis menggunakan analiasis kualitatif
dimana dideskripsikan dalam bentuk
penjelasan dan uraian-uraian kalimat,
setelah data dianalisis dan ditarik
kesimpulan dengan cara indukatif, yaitu
suatu cara berfikir yang dilakukan pada
fakta-fakta
yang
bersifat
umum
kemudian dilanjutkan dengan keputusan
yang bersifat khusus.
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penegakan
Hukum
Pidana
Terhadap Kejahatan Memasukkan Hewan Kedalam Wilayah
Negara Secara Illegal
1.
Kewenangan Penyidik Pegawai
Negeri Sipil (PPNS) Bea dan Cukai
Dalam Penyidikan Tindak Pidana
Penyelundupan.
Dalam melakukan kegiatan ekspor
maupun impor hewan, selalu ada
prosedur yang harus ditaati oleh para
pelaku ekspor maupun impor. Prosedur
tersebut
dikeluarkan
oleh
Balai
Karantina Pertanian, yang memiliki
kewenangan
didalam
memeriksa
kelengkapan dokumen yang menyertai
hewan tersebut. Bila seseorang akan
memasukkan atau membawa keluar
media pembawa (komoditi) karantina
hewan ke wilayah Indonesia atau daerah
lain di wilayah Indonesia, maka anda
wajib mematuhi persyaratan dan
prosedur karantina. Sesuai dengan
Undang Undang Nomor 16 Tahun 1992
Tentang Karantina Hewan, Ikan dan
Tumbuhan, serta Peraturan Pemerintah
nomor 82 tahun 2000 tentang Karantina
Hewan, maka orang tersebut wajib
memenuhi 4 hal sebagai persyaratan
secara umum, yaitu5:
1) dilengkapi
sertifikat
kesehatan
hewan atau sanitasi bagi produk
hewan;
2) dilengkapi surat keterangan asal dari
tempat asalnya;
3) melalui
tempat-tempat
pemasukan/pengeluaran yang telah
ditetapkan (pelabuhan/bandara);
4) dilaporkan dan diserahkan kepada
petugas karantina
di
tempat
pemasukan/pengeluaran
(pelabuhan/bandara).
Karena ekspor/impor tersebut pasti
melewati bandara/pelabuhan, maka
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
memiliki kewenangan apabila terjadi
penyelundupan
dalam
aktivitas
ekspor/impor di pelabuhan maupun
bandara. Penyidik Pegawai Negeri Sipil
di lingkungan Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai diberikan kewenangan untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di
bidang Kepabeanan salah satunya adalah
tindak pidana penyelundupan dalam hal
ini penyelundupan hewan. Dasar hukum
dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS) Bea dan Cukai didasarkan pada
Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang
5
http://karantina.pertanian.go.id/prosedur/inform
asi.teknis.karantina.hewan
Nomor 17 Tahun 2006 tentang
Kepabeanan yang berbunyi6 “Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu di
lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di
bidang Kepabeanan”.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam
melakukan pencegahan, penindakan, dan
penyidikan tindak pidana penyelundupan
memiliki satu Direktorat tersendiri yang
disebut Direktorat Penindakan dan
Penyidikan (P2). Direktorat Penindakan
dan Penyidikan memiliki tugas antara
lain : Menyiapkan perumusan kebijakan
standarisasi dan bimbingan teknis,
evaluasi dan pelaksanaan intelijen,
penindakan
pelanggaran
peraturan
perundang-undangan, dan penyidikan
tindak pidana di bidang kepabeanan dan
cukai. Dalam melaksanakan tugas
tersebut, Direktorat Penindakan dan
Penyidikan juga menyelenggarakan
fungsi7 :
a. Penyiapan penyusunan rumusan
kebijakan,
standarisasi
dan
bimbingan teknis, evaluasi dan
pelaksanaan intelijen dalam rangka
pencegahan pelanggaran peraturan
perundang-undangan Kepabeanan
dan Cukai.
b. Penyiapan penyusunan rumusan
kebijakan,
standarisasi
dan
bimbingan teknis, evaluasi dan
pelaksanaan patroli dan operasi
dalam rangka pencegahan dan
penindakan pelanggaran peraturan
6
Laden, Op. Cit., hlm. 15
Zainal Abidin, Modul Tugas dan Fungsi
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementrian
Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan
dan Pelatiahan Keuangan PUSDIKLAT Bea dan
Cukai, Jakarta, 2011, hlm.10
7
c.
d.
e.
f.
perundang-undangan Kepabeanan
dan Cukai.
Penyiapan penyusunan rumusan
kebijakan,
standarisasi
dan
bimbingan teknis, evaluasi dan
pelaksanaan penyidikan tindak
pidana Kepabeanan dan Cukai.
Penyiapan penyusunan rumusan
kebijakan,
standarisasi
dan
bimbingan teknis, evaluasi dan
pelaksanaan intelijen, patroli, dan
operasi dalam rangka pencegahan
dan
penindakan
pelanggaran
peraturan perundang-undangan di
bidang Kepabeanan (terutama di
bidang yang berkaitan dengan
penyelundupan hewan).
Penyiapan penyusunan rumusan
kebijakan,
standarisasi
dan
bimbingan teknis, evaluasi dan
pelaksanaan
penyediaan
dan
pemeliharaan sarana operasi.
Pelaksanaan urusan tata usaha
Direktorat.
Dari hasil wawancara penulis dengan
Ariek
Sulistyo
Kusumo,
beliau
menuturkan bahwa badan Bea dan Cukai
merupakan badan yang lebih kearah
penindakan didalam kewenangannya
dalam suatu tindak pidana. Beliau
membenarkan bahwa telah terjadi kasus
penyelundupan lewat kantor pos dimana
hewan berjenis tarantula diselundupkan
didalam popok bayi dan fabric toy atau
mainan yang lalu satwa tersebut telah
ditindaklanjuti oleh Balai Karantina.
Beliau pun menjelaskan tidak ada yang
ditetapkan sebagai pelaku didalam kasus
ini,
dikarenakan
hewan
tersebut
diselundupkan melalui kantor pos8.
Berdasarkan data diatas tugas-tugas dari
Direktorat Penindakan dan Penyidikan
meliputi usaha preventif, yaitu usaha
8
Wawancara dengan Ariek SK, tanggal 29
September 2016 di Kantor Pengawasan dan
Pelayanan Bea dan Cukai Bandar Lampung
untuk mencegah terjadinya tindak pidana
penyelundupan
dalam
hal
ini
penyelundupan
hewan
dengan
meniadakan sebab terjadinya. Hal ini
semata-mata bukan hanya menjadi tugas
dari
Direktorat
Penindakan
dan
Penyidikan, tapi sudah menjadi tugas
seluruh pegawai Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai serta aparat negara, agar
tindak pidana penyelundupan hewan ini
tidak semakin merugikan negara.
Usaha preventif ini termaktub didalam
fungsi Direktorat Penindakan dan
Penyidikan bagian a, c, dan e dimana
fungsi pelaksanaan kebijakan teknis,
pembinaan, pengendalian, bimbingan,
maupun koordinasi dilakukan dalam
rangka pencegahan terhadap pelanggaran
peraturan perundang-undangan.
Sedangkan
usaha
represif
yaitu
menanggulangi, mengambil tindakan
lebih lanjut agar tindak pidana
penyelundupan secara berangsur-angsur
dapat berkurang, dimana pada saat ini
dengan diterbitkannya Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2006 perubahan atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan maka tugas ini
beralih menjadi tugas aparat Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai khususnya pada
Direktorat Penindakan dan Penyidikan
tindak Pidana penyelundupan.
Usaha represif tersebut juga termaktub
dalam pernyataan fungsi Direktorat
Penindakan dan Penyidikan pada bagian
d, e, dan f yaitu usaha pembinaan,
pengendalian, bimbingan, koordinasi
dilakukan dalam rangka penindakan dan
penyidikan terhadap tindak pidana di
bidang Kepabeanan dan Cukai.
Dalam usaha represif pada prakteknya
dilaksanakan oleh Direktorat Penindakan
dan Penyidikan. Usaha refresif ini
merupakan prosedur Sistem Peradilan
Pidana (SPP) yang ada di Indonesia
sesuai dengan yang tertulis dalam
Undang-Undang9. Pada bidang ini
terdapat seksi intelijen, seksi pencegahan
serta seksi penyidikan. PPNS Bea dan
Cukai itu sendiri berada dibawah seksi
penyidikan.
Dalam
melaksanakan
tugasnya PPNS Bea dan Cukai seringkali
menggantungkan pada adanya laporan
yang didapat dari seksi intelijen dan
seksi pencegahan, untuk kemudian
ditindak lanjuti ketahap penyidikan
dalam rangka penemuan alat bukti dan
tersangkanya.
Terutama
untuk
Subbidang intelijen disamping tugas nya
yang tergolong dalam usaha represif,
subbidang intelijen juga bisa langsung
mengeksekusi ditempat apabila hal
tersebut diperlukan.
Seksi Penindakan dan Penyidikan
mempunyai tugas melakukan intelijen,
patroli dan operasi pencegahan, dan
penindakan
pelanggaran
peraturan
perundang-undangan
di
bidang
kepabeanan dan cukai, penyidikan tindak
pidana kepabeanan dan cukai serta
pengelolaan dan administrasi sarana
operasi, sarana komunikasi, dan senjata
api. Dalam melaksanakan tugas, Seksi
Penindakan
dan
Penyidikan
menyelenggarakan fungsi :10
a. Pengumpulan,
pengolahan,
penyajian,
serta
penyampaian
informasi dan hasil intelijen di
bidang kepabeanan dan cukai;
b. Pengelolaan pangkalan data intelijen
dibidang kepabeanan dan cukai;
c. Pelaksanaan patroli dan operasi
pencegahan
dan
penindakan
pelanggaran peraturan perundang9
Wawancara dengan Dr. Erna Dewi, SH, MH.,
tanggal 11 Oktober 2016 di Fakultas Hukum,
Universitas Lampung
10
“Tugas & Fungsi KPPBC Tipe Madya Pabean
B
Bandar
Lampung”
<http://bclampung.beacukai.go.id/Tentang/tupok
si.html> diakses tanggal 26 september 2016
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
undangan di bidang kepabeanan dan
cukai;
Penyidikan tindak pidana di bidang
kepabeanan dan cukai;
Pemeriksaan sarana pengangkut;
Pengawasan pembongkaran barang;
Penghitungan bea masuk, cukai,
pajak, dalam rangka impor, dan
denda
administrasi
terhadap
kekurangan atau kelebihan bongkar,
serta denda administrasi atas
pelanggaran lainnya;
Penatausahaan dan pengurusan
barang hasil penindakan dan barang
bukti;
Pengumpulan data pelanggaran
peraturan
perundang-undangan
kepabeanan dan cukai;
Pemantauan tindak lanjut hasil
penindakan dan penyidikan di
bidang kepabeanan dan cukai;
Pengelolaan dan pengadministrasian
sarana operasi, sarana komunikasi,
dan senjata api Kantor Pengawasan
dan Pelayanan.
Dalam
melaksanakan
tugas
dan
kewenangan yang diberikan oleh
undang-undang
tersebut,
Penyidik
Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai
sebagai penegak hukum yang dijadikan
sebagai golongan panutan didalam
masyarakat yang diharapkan mempunyai
kemampuan-kemampuan tertentu sesuai
dengan
aspirasi
masyarakat
dan
berdasarkan pasal 7 ayat (2) KUHAP
penyidik bea dan cukai diharapkan
melakukan koordinasi dengan penyidik
polri.
Berdasarkan pasal 1 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 55 Tahun 1996 maka
penyidik
Polri
dapat
melakukan
penyidikan tindak pidana kepabeanan
sesuai situasi tertentu. Yang dimaksud
dengan “dalam situasi tertentu” adalah
keadaan yang tidak memungkinkan
dilakuannya penyidikan oleh Penyidik
Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai karena hambatan
geografis, keterbatasan sarana, atau
tertangkap tangan oleh pejabat polisi
Negara Republik Indonesia untuk
barang-barang yang dikeluarkan di luar
Kawasan Pabean.11
2.
Mekanisme Penyidikan Dalam
Tindak Pidana Penyelundupan
Pengertian penyidikan diatur dalam
pasal 1 butir 2 KUHAP yaitu
serangkaian tindakan penyidik dalam hal
dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti
itu membuat terang tentang tindak
pidana
yang terjadi
dan guna
menemukan tersangkanya.
Penyidikan dibidang Kepabeanan dan
Cukai adalah serangkaian tindakan
penyidik
untuk
mencari
dan
mengumpulkan bukti yang dengan bukti
itu dapat membuat terang tentang tindak
pidana di bidang Kepabeanan dan Cukai
yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya12.
Sebelum
proses
penyidikan dilakukan biasanya akan
diawali
dengan
penyelidikan,
penyelidikan
berarti
serangkaian
tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga
sebagai tindak pidana guna menentukan
dapat
atau
tidaknya
dilakukan
penyidikan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini13. Jadi
sebelum dilakukan tindakan penyidikan,
dilakukan dulu penyelidikan oleh pejabat
penyelidik, dengan maksud dan tujuan
mengumpulkan “bukti permulaan” atau
11
Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun
1996 tentang Penyidikan Tindak Pidana Di
bidang Kepabeanan dan Cukai, LN No. 85
Tahun 1996, Pasal 1 ayat (2)
12
Bambang Semedi, Op.cit., hal. 8
13
Indonesia, Undang-Undang No. 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana, LN No. 76
Tahun 1981, pasal 1 ayat 5.
“bukti yang cukup” agar dapat dilakukan
tindak lanjut penyidikan14. Di bidang
penyelidikan tersebut, yang berwenang
melakukan
penyelidikan
untuk
menemukan suatu peristiwa yang diduga
sebagai pelanggaran suatu tindak pidana
kepabeanan di dalam Instansi Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai yaitu Bagian
Intelejen dan Bagian Pencegahan.
Penyelidikan dilakukan dengan maksud
dan tujuan mengumpulkan “bukti
permulaan” atau “bukti yang cukup”
agar dapat dilakukan tindak lanjut
penyidikan15. Penyidik adalah pejabat
polisi negara Republik Indonesia atau
pejabat pegawai negeri sipil tertentu
yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang
untuk
melakukan
penyidikan. Negara terlihat masih
merasa perlu untuk menjamin hak- hak
asazi dalam suatu proses penyidikan,
dengan adanya azas-azas yang harus
diperhatikan dalam Hukum Acara
Pidana yang menyangkut hak-hak azasi
manusia yang memberikan perlindungan
kepada tersangka pelaku tindak pidana
Kepabeanan dan Cukai, yakni16:
a. Praduga Tak Bersalah (presumption
of innocence) Azas ini mengharapkan
bahwa, setiap orang yang disangka,
ditangkap, ditahan, dituntut dan
dihadapkan
di
muka
sidang
pengadilan, wajib dianggap tidak
bersalah
sampai
ada
putusan
pengadilan
yang
menyatakan
kesalahannya
dan
memperoleh
kekuatan hukum yang tetap.
b. Persamaan Di Muka Hukum (equality
before the law) Azas ini menjamin
perlakuan yang sama atas diri setiap
individu dimuka hukum dengan tidak
14
Yahya Harahap, pembahasan permasalahan
dan penerapan KUHAP penyidikan dan
penuntutan,Edisi kedua, Sinar Grafika, 2006, hal.
101
15
Ibid, hal. 101
16
Bambang Semedi, Op.cit., hal. 9
c.
d.
e.
f.
mengadakan
perbedaan
atau
mengabaikan
segala
bentuk
perbedaan.
Hak Pemberian Bantuan/ Penasihat
Hukum ( legal aid assisstance) Azas
ini mengutamakan pada pemberian
kesempatan kepada tersangka tindak
pidana untuk memperoleh bantuan
hukum yang semata-mata diberikan
untuk
melakukan
pelaksanaan
pembelaan atas dirinya, sejak saat
dilakukan penangkapan dan atau
penahanan. Dalam pelaksanaannya,
sebelum dimulainya pemeriksaan,
kepada tersangka wajib diberitahukan
tentang apa yang disangkakan
padanya
dan
haknya
untuk
mendapatkan bantuan hukum atau
dalam
perkaranya
itu
wajib
didampingi penasihat hukum.
Peradilan yang harus dilakukan
dengan cepat, sederhana dan biaya
ringan serta bebas jujur dan tidak
memihak harus diterapkan secara
konsekuen dalam seluruh tingkat
proses peradilan. Hal tersebut
utamanya
untuk
mempermudah
proses peradilan suatu tindak pidana
dan menjamin adanya kepastian
hukum.
Penangkapan,
penahanan,
penggeledahan dan penyitaan hanya
dilakukan
berdasarkan
perintah
tertulis dari pejabat yang diberi
wewenang oleh Undang-Undang dan
hanya dalam hal dan dengan cara
yang diatur dengan Undang-Undang.
Hal ini dilakukan untuk memastikan
keseragaman segala bentuk proses
peradilan yang berlangsung, termasuk
proses penyidikan di dalamnya.
Kepada seseorang yang ditangkap,
ditahan, dituntut, atau pun diadili
tanpa alasan yang berdasarkan
Undang-Undang dan atau karena
kekeliruan mengenai orangnya suatu
hukum yang diterapkannya, wajib
diberi ganti kerugian dan rehabilitasi
sejak tingkat penyidikan dan para
pejabat penegak hukum yang dengan
sengaja
atau
kelalaiannya
menyebabkan azas hukum tersebut
dilanggar dapat dituntut, dipidana dan
atau
dikenakan
hukuman
administrasi. Hal tersebut dilakukan
untuk menjamin kepastian hukum dan
menghindari kesalahan dalam proses
peradilan tindak pidana.
g. Penyidik mempunyai wewenang
melaksanakan tugas masing-masing
pada
umumnya
di
Indonesia,
khususnya di wilayah kerja masingmasing diangkat sesuai dengan
ketentuan undang-undang.
Dalam Tindak Pidana Kepabeanan Suatu
proses penyidikan dapat dilangsungkan
ketika diketahui adanya tindak pidana.
Tindak Pidana sendiri dapat diketahui
dari17:
a. Laporan (Dasar Hukum Pasal 106
KUHAP)
Tindakan yang melanggar hukum di
bidang Kepabeanan dan Cukai dapat
diproses ketika adanya laporan.
Laporan yang diajukan secara tertulis
maupun lisan dicatat terlebih dahulu
oleh pegawai Bea dan Cukai
kemudian dituangkan dalam Laporan
Kejadian yang ditandatangani oleh
penyidik.
b. Tertangkap Tangan (Dasar Hukum
Pasal 108 KUHAP)
Dalam
kasus
tindak
pidana
kepabeanan adanya tindak pidana itu
paling
sering
terjadi
karena
tertangkap tangan ini. Setiap pegawai
Bea dan Cukai tanpa surat perintah
dapat
melakukan
tindakan
penangkapan dan mengamankap
barang
buktinya.
Sedangkan
penggeledahan dan penyitaan harus
ada ijin dari Pengadilan setempat.
Segera setelah itu memberitahukan
dan atau menyerahkan tersangka
17
Ibid. hal. 9-12
beserta atau barang bukti kepada
penyidik yang berwenang melakukan
penanganan selanjutnya. Penyidik
yang berwenang atau dalam hal ini
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea
dan Cukai, apabila menerima
penyerahan tersangka beserta atau
tanpa barang bukti dari pegawai bea
dan Cukai maupun masyarakat, wajib
membuat laporan kejadian dan
membuat berita acara atas setiap
tindakan yang dilakukan.
c. Diketahui Langsung oleh Penyidik
(Dasar Hukum Pasal 111 KUHAP)
Jika suatu tindak pidana Kepabeanan
dan Cukai diketahui oleh penyidik
secara langsung, maka penyidik yang
menyaksikannya
wajib
segera
melakukan tindakan-tindakan sesuai
kewenangannya kemudian membuat
laporan kejadian dan atau berita acara
tindakan-tindakan yang dilakukan
guna
penyelesaian
selanjutnya.
Setelah diketahui adanya suatu tindak
pidana melalui laporan, tertangkap
tangan ataupun disaksikan secara
langsung oleh penyidik maka
dapatlah selanjutnya dilakukan proses
penyidikan. Setelah diketahui bahwa
suatu peristiwa yang terjadi diduga
atau merupakan tindak pidana segera
dilakukan
penyidikan
melalui
kegiatan-kegiatan
penindakan,
pemeriksaan serta penyelesaian dan
penyerahan
berkas
perkara.
Permulaan penyidikan diberitahukan
kepada penuntut umum dengan surat
pemberitahuan
dimulainya
penyidikan yang dilampiri sekurangkurangnya dengan laporan kejadian
dan Surat Perintah Tugas Penyidikan.
Pengertian “dimulainya penyidikan”
adalah saat Surat Perintah Tugas
Penyidikan
dikeluarkan/
ditandatangani yang kemudian diikuti
kegiatan dari penyidik seperti
pemanggilan,
pemeriksaan,
penggeledahan,
penyitaan
dan
sebagainya yang mana dalam
membuat semua surat yang berkaitan
dengan tindakan penyidik diberi katakata “ Untuk Keadilan”.
B. Faktor Penghambat Didalam
Penegakan
Hukum
Pidana
Terhadap Kejahatan Memasukkan Hewan Kedalam Wilayah
Negara Secara Illegal.
Soerjono Soekanto berpendapat bahwa
ada beberapa faktor penghambat upaya
penanggulangan kejahatan, yaitu:18
a. Faktor hukumnya itu sendiri atau
peraturan itu sendiri
b. Faktor penegak hukum, yaitu pihakpihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum.
c. Faktor sarana atau fasilitas yang
mendukung penegak hukum.
d. Faktor masyarakat yakni faktor
lingkungan dimana hukum tersebut
diterapkan.
e. Faktor kebudayaan yakni sebagai
hasil karya, cipta rasa yang
didasarkan pada karya manusia
didalam pergaulan hidup.
Pada dasarnya PPNS Bea dan Cukai
dalam
menangani
tindak
pidana
penyelundupan
sudah
bertindak
sebagaimana
peraturan
perundangundangan yang berlaku, sehingga
memberi keluasan bagi PPNS untuk
melakukan pencegahan dan penindakan
tindak pidana penyelundupan. Namun
disetiap keluasan yang diberikan tetap
saja ada faktor-faktor yang menghambat
kelancaran PPNS Bea dan Cukai dalam
mengungkap suatu tindak pidana
dibidang Kepabeanan dan Cukai.
Dalam
melakukan
tugas
dan
kewenangan yang diberikan oleh undang
undang PPNS Bea dan Cukai sebagai
penegak hukum diharapkan mampu
untuk memberantas penyelundupan yang
dapat
merugikan
Negara
dan
masyarakat. Menurut Helmi, Bea Cukai
sendiri punya banyak masalah internal,
antara lain aspek infrastruktur, anggaran,
sistem, dan prosedur, sampai kualitas
SDM
termasuk
kepemimpinan
(leadership). Masalah-masalah tersebut
tidak berdiri sendiri, tetapi saling terkait
bahkan disebabkan oleh sumber-sumber
masalah di luar institusi Bea dan
Cukai19.
Hal ini juga tertulis didalam Laporan
Kinerja Pegawai (LAKIP) Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai tahun 2014,
pelaksanaan
penyidikan
terdapat
beberapa kendala yang dihadapi yang
mana kendala-kendala tersebut akan
sangat berpotensi menghambat kinerja
proses penyidikan pada tahun-tahun
mendatang yaitu :
a. Kurangnya tenaga PPNS DJBC
yang terampil, yang antara lain
disebabkan
karena
adanya
perubahan persyaratan administrasi
untuk mengikuti pendidikan PPNS
yang dikeluarkan oleh Kementerian
Hukum
dan
HAM,
yang
mempersyaratkan calon peserta
diklat PPNS dengan pangkat
minimal III/a dan telah memiliki
ijazah S1.
b. Jumlah penyidik yang relatif sedikit,
khususnya
untuk
kualifikasi
Pelaksana. Banyak Penyidik yang
telah menduduki jabatan struktural
serta telah tersebar keseluruh
Indonesia serta penyebaran tenaga
PPNS yang tidak merata dan
proporsional
dengan
beban
penyidikan pada masing-masing
kantor DJBC.
c. Kurangnya kesepahaman dengan
instansi penegak hukum lain
19
18
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu
Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. 2010hlm 9.
Wawancara dengan Helmi Suryo, tanggal 29
September 2016 di Kantor Pengawasan dan
Pelayanan Bea dan Cukai Bandar Lampung
d.
e.
dibeberapa daerah berkaitan dengan
pelaksanaan penegakan hukum
Kepabeanan dan Cukai.
Lemahnya koordinasi dan kerja
sama antar petugas dan antar
instansi
terkait
di
lapangan
memberikan
peluang
bagi
penyelundup.
Komunikasi Lintas instansi yang
memerlukan waktu lama sehingga
memakan waktu proses penyidikan
yang sedang dilakukan.
Keruwetan dan tumpang tindih
kewenangan antar instansi yang ada
di pelabuhan, sebagai akibat
banyaknya kepentingan pihak-pihak
institusi-institusi yang bercokol di
pelabuhan-pelabuhan, menjadikan
suatu permasalahan tersendiri yang
walaupun ada di luar Bea dan Cukai,
tetapi
berimbas
kepada
permasalahan internal Bea Cukai.
Sarana dan prasarana penyidikan
saat ini masih dirasakan kurang
memadai seperti alat detector, alat
penderaan
jarak
jauh,
alat
komunikasi dan sarana transportasi
kapal petugas bea dan cukai yang
masih minim dan kurang canggih
sementara kapal-kapal penyelundup
telah memiliki teknologi yang
tinggi,
sehingga
menyulitkan
petugas
dalam
melakukan
pengejaran
terhadap
pelaku
penyelundupan.
Tanpa adanya sarana atau fasilitas
yang cukup memadai, maka tidak
mungkin penegakan hukum dapat
berjalan dengan lancar. Sarana dan
prasarana tersebut dapat pula berupa
tenaga manusia yang berpendidikan
dan terampil, organisasi yang baik,
peralatan yang memadai, keuangan
yang cukup dan lainnya. Kalau halhal tersebut diatas tidak dipenuhi,
maka mustahil penegakan hukum
dapat tercapai.
III. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah diuraikan diatas,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Penegakan hukum yang dilakukan
PPNS Bea dan Cukai dalam
menangani
tindak
pidana
penyelundupan (terutama hewan),
telah dilakukan dengan maksimal,
terbukti
banyaknya
kasus
penyelundupan
yang
berhasil
ditangkap,
hadirnya
UndangUndang tentang Kepabeanan dan
Cukai semakin memberi keluasan
kepada Dirjen Bea dan Cukai untuk
melakukan pengawasan, pelayanan,
pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana di bidang Kepabeanan
dan Cukai, dalam proses penyidikan
PPNS Bea dan Cukai berpedoman
sesuai dengan perundang-undangan
yang berlaku berdasarkan Pasal 112
Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2006 tentang Kepabeanan, UndangUndang Nomor 55 Tahun 1996
tentang Penyidikan di bidang
Kepabeanan dan Cukai serta
didalam Pasal 7 KUHAP.
b. Faktor-faktor yang menghambat
PPNS Bea dan Cukai dalam
menangani
tindak
pidana
penyelundupan disebabkan karena
kurangnya tenaga PPNS DJBC yang
terampil yang mengaharuskan PPNS
minimal golongan III/a berdasarkan
peraturan Kementerian Hukum dan
HAM, jumlah penyidik yang relatif
sedikit, khususnya untuk kualifikasi
pelaksana,
belum
adanya
kesepahaman
dengan
instansi
penegak
hukum
lain,
serta
kurangnya sarana dan prasarana
yang memadai seperti alat detector,
alat penginderaan jarak jauh, serta
kapal patroli Indonesia yang masih
kurang canggih.
B. Saran
Melalui
skripsi
ini
penulis
menyampaikan beberapa saran yang
terkait dengan penelitian penulis antara
lain :
a. Diharapkan
kepada
Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai agar lebih
memperketat
pengawasan,
meningkatkan intensitas patroli,
menjalankan ketentuan administrasi
Kepabeanan dan Cukai secara
konsisten, serta menjalankan tugas
dan fungsinya sebagai PPNS
sebagaimana yang diatur dalam
perundang-undangan.
Mengingat
tindak pidana penyelundupan sangat
merugikan negara dari sektor
penerimaan pajak dan diharapkan
akan memberikan efek jera bagi
pelaku dan menjadi pelajaran bagi
masyarakat yang lain untuk tidak
melakukan
tindak
pidana
penyelundupan.
b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
harus membuat aturan agar PPNS
Bea dan Cukai yang memiliki
keterampilan tidak di pindah
tugaskan secara terus menerus
karena hal ini mengakibatkan krisis
akan penyidik, upaya penegakan
hukum dan penanggulangan harus
dilaksanakan secara integral dan
komperhensif melibatkan seluruh
instansi terkait tanpa ada sekat antar
instansi, serta harus memiliki sarana
dan prasarana yang memadai demi
kelancaran
penindakan
dan
penyidikan
tindak
pidana
penyelundupan,
mengingat
banyaknya modus yang digunakan
pelaku agar tidak membayar biaya
bea masuk dan bea keluar sehingga
merugikan negara, jadi dibutuhkan
PPNS yang memiliki keterampilan
dan fasilitas penyidikan yang
menunjang.
DAFTAR PUSTAKA
Andrisman, Tri 2011.HUKUM PIDANA
:Asas-Asas dan Dasar Aturan
Umum Hukum Pidana Indonesia.
Bandar Lampung. Penerbit
Universitas Lampung.
Burhanuddin.2013. Prosedur Hukum
Pengurusan Bea & Cukai.
Yogyakarta: Yustisia.
Hamzah, Andi. 1997. Asas-Asas Hukum
Pidana. Jakarta.Rineka Cipta.
M. Yahya Harahap. 2006. Pembahasan
Permaslahan dan Penerapan
KUHAP
Penyidikan
dan
Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika.
Soekanto, Soerjono 1992 .Kesadaran
Hukum dan Peraturan Hukum.
Jakarta. CV. Rajawali.
Sunggono, Bambang. 2001. Metodologi
Penelitian Hukum. Jakarta, Raja
GrafindoPersada.
Zaiinal Abidin.2011. Modul Tugas dan
Fungsi Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai. Jakarta: PUSDIKLAT
Bea dan Cukai.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana, LN
No. 76
Undang-undang No. 16 Tahun 1992
Tentang Karantina Hewan, Ikan,
dan Tumbuhan
Undang-undang No. 17 Tahun 2006
tentang Kepabeanan Tahun 1981,
pasal 1 ayat 5.
Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun
1996 tentang Penyidikan Tindak
Pidana Di bidang Kepabeanan dan
Cukai, LN No. 85 Tahun 1996,
Pasal 1 ayat (2)
http://karantina.pertanian.go.id/prosedur/
informasi.teknis.karantina.hewan
https://m.tempo.co/read/news/2016/06/0
4/206776881/profauna-tuntuthukum-berat-bagi-penyelundupsatwa-liar
Download