ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP KEJAHATAN MEMASUKKAN HEWAN KEDALAM WILAYAH NEGARA SECARA ILLEGAL (Studi kasus wilayah hukum Bandar Lampung) (Jurnal) Oleh M. Ichsan Syahputra 1212011179 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016 ABSTRAK ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP KEJAHATAN MEMASUKAN HEWAN KEDALAM WILAYAH NEGARA SECARA ILLEGAL (Studi Kasus Wilayah hukum Bandar Lampung) Oleh M. Ichsan Syahputra, Tri Andrisman, S.H., M.Hum., Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. (Email : [email protected]) Penyelundupan merupakan kegiatan mengimpor, mengantar pulaukan barang dengan tidak memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, atau tidak memenuhi formalitas pabean (douaneformaliteiten) yang ditetapkan oleh Peraturan Perundangundangan.Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bea dan Cukai adalah yang berperan menyidik segala Tindak Pidana Peneyelundupan seperti yang tertuang dalam Pasal 6 ayat (1) KUHAP dan Pasal 112 ayat (1) KUHAP. Dengan meningkatnya lalu lintas hewan, ikan, dan tumbuhan antar negara dan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia, Salah satu ancaman yang dapat merusak kelestarian sumber daya alam hayati tersebut adalah serangan hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, serta organisme pengganggu tumbuhan. Maka dari itu didalam Tindak Pidana Penyelundupan Hewan, Balai Karantina juga memiliki peran diantaranya mengecek kelengkapan berkas mengenai hewan tersebut dari Negara asal dan juga Negara transit, lalu juga melakukan tindakan karantina terhadap hewan tersebut (jika diperlukan), seperti yang tertuang didalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Penegakan hukum dalam suatu tindak pidana penyelundupan dan faktor-faktor penghambat didalam penegakan hukumnya.Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Bandar Lampung dengan melaksanakan wawancara langsung dengan 2 (dua) orang pejabat di Kantor Bea dan Cukai Bandar Lampung. Disamping itu Penulis juga melakukan wawancara dengan Dosen pada bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung serta melakukan studi kepustakaan dengan cara menelaah bukubuku, literatur dan Undang-Undang yang berkaitan dengan Skripsi penulis. Temuan yang didapat dari penelitian ini adalah : 1) Penegakan Hukum yang dilakukan dalam Tindak Pidana Penyelundupan oleh PPNS Bea dan Cukai telah dilakukan secara maksimal baik dalam usaha represif maupun preventif nya, sesuai sesuai dengan Undang-Undang sebagaimana termaktub dalam Pasal 112 ayat (1) dan ayat (2) UndangUndang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1996 tentang Penyidikan Tindak Pidana dibidang Kepabeanan. 2) Faktorfaktor yang menghambat PPNS Bea dan Cukai didalam penegakan hukum Tindak Pidana Penyelundupan antara lain ; kurangnya tenaga penyidik profesional yang relative sedikit, kurangnya kesepahaman antar instansi penegak hukum yang lain, sarana dan prasarana yang kurang memadai seperti alat detector dan lain-lain. ABSTRACT AN ANALYSIS ON CRIMINAL LAW AGAINST ILLEGAL ANIMAL SMUGGLING TO A COUNTRY'S TERRITORY (A Case Study in Bandar Lampung Jurisdiction) By M. Ichsan Syahputra, Tri Andrisman, S.H., M.Hum., Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. (Email : [email protected]) Smuggling is a criminal offense of importing, transporting goods across islands which do not meet the requirement of applicable laws and regulations, or do not comply with customs formalities (douaneformaliteiten) established by legislation. The Civil Servant Investigators (investigators) of Customs and Excise are those who investigate any kind of smuggling activities as set out in Article 6 paragraph (1) of Criminal Procedure Code and Article 112 paragraph (1) of Criminal Procedure Code. With the increased traffic of animals, fish, and plants across the country and from one area to another within the territory of the Republic of Indonesia, one of the threats that can undermine the conservation of natural resources are pests and animal diseases, pests and fish disease, as well as plant pests. Therefore in the case of animal smuggling, the Quarantine Center (Balai Karantina) also has a role of checking the files completeness of the animals from the country of origin and transit States, and also taking action to quarantine the animals (if necessary), as stipulated in Law No. 16 of 1992 concerning Animal, Fish and Plant. This study aims to determine the law enforcement in smuggling crime and the inhibiting factors of the law enforcement. This research was conducted in the Office of Medium Custom and Excise Type B Bandar Lampung to carry out interviews with two (2) officials at the Office of Customs and Excise Bandar Lampung. The researcher also conducted interviews with a Lecturer of Criminal Law at the Faculty of Law, University of Lampung. Besides, a literature study was done by examining the books, literature and the Act relating to the case study. The findings of this research are included: 1) The Law Enforcement against animal smuggling conducted by Civil Servant Investigators of Customs and Excise (PPNS) has been done optimally both in repressive and preventive ways, in accordance with the Act as set forth in Article 112 paragraph (1) and (2) of Law Number 17/2006 on Customs and Government Regulation No. 55/1996 concerning the Crime Investigation in Customs. 2) The inhibiting Factors for Civil Servant Investigators of Customs and Excise (PPNS) in law enforcement against smuggling included: the lack of professional investigators, the lack of understanding among the law enforcement agencies, the inadequate facilities and infrastructures like detector tools, and the like. I. PENDAHULUAN Maraknya Penyelundupan saat ini sudah masuk pada taraf yang memprihatinkan, karena terjadi untuk semua komoditas, mulai dari penyelundupan mobil, elektronik, kayu, hingga satwa liar. Penyelundupan dalam komoditas satwa liar menjadi kasus yang cukup merugikan Negara. Sumber daya alam hayati tersebut merupakan salah satu modal dasar dan sekaligus sebagai faktor dominan yang perlu diperhatikan dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pemberantasan tindak pidana penyelundupan dapat dipandang dari dua sisi, yakni menyelamatkan devisa, yang dalam pembangunan yang sedang dilaksanakan sekarang dibutuhkan baik untuk pembayaran barang-barang yang belum dapat diproduksi di Indonesia, maupun pembayaran tenaga ahli dari luar negeri, dan lain-lain disatu sisi dan melindungi pertumbuhan industri yang sedang berkembang, yang masih kurang mampu bersaing dengan produksi luar negeri, sehingga dapat diharapkan mengurangi pengangguran yang saat ini merupakan masalah dalam peningkatan penghasilan nasional disisi lain1. Mengingat luasnya daerah pabean Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landasan kontinen yakni seluas wilayah kedaulatan Negara Republik Indonesia maka tidak mungkin pemerintah mampu menempatkan semua petugas bea dan cukai (customs) di sepanjang garis 1 Laden Marpaung, Tindak Pidana Penyelundupan Masalah dan Pemecahan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991, hlm. 9 perbatasan di seluruh wilayah pabean Republik Indonesia untuk mengawasi keluar dan masuknya barang dalam rangka kegiatan ekspor dan impor. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara kepulauan yang lautnya berbatasan langsung dengan negara tetangga, sehingga diperlukan pengawasan pengangkutan barang yang diangkut melalui laut di dalam daerah pabean untuk menghindari penyelundupan dengan modus pengangkutan antar pulau, khusunya barang-barang tertentu. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan kerugian atas perdagangan satwa liar mencapai Rp 9 triliun. Kerugian itu diluar kerusakan hutan dan habitanya. Petugas Bea dan Cukai Bandara Soekarno Hatta selama 1,5 tahun terakhir menggagalkan enam kali penyelundupan satwa liar dengan kerugian negara mencapai Rp 21 miliar. Sedangkan hukuman bagi penyelundup satwa liar dianggap ringan tak memberikan efek jera2. Dengan meningkatnya lalu lintas hewan, ikan, dan tumbuhan antar negara dan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia, baik dalam rangka perdagangan, pertukaran, maupun penyebarannya semakin membuka peluang bagi kemungkinan masuk dan menyebarnya hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, serta organisme pengganggu tumbuhan yang berbahaya atau menular yang dapat merusak sumberdaya alam hayati. Salah satu ancaman yang dapat merusak kelestarian sumber daya alam hayati 2 https://m.tempo.co/read/news/2016/06/04/20677 6881/profauna-tuntut-hukum-berat-bagipenyelundup-satwa-liar tersebut adalah serangan hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, serta organisme pengganggu tumbuhan. Kerusakan tersebut sangat merugikan bangsa dan negara karena akan menurunkan hasil produksi budidaya hewan, ikan, dan tumbuhan, baik kuantitas maupun kualitas atau dapat mengakibatkan musnahnya jenisjenis hewan, ikan atau tumbuhan tertentu. Bahkan beberapa penyakit hewan dan ikan tertentu dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Untuk mencegah masuknya hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, serta organisme pengganggu tumbuhan ke wilayah negara Republik Indonesia mencegah tersebarnya dari suatu area ke area lain, dan mencegah keluarnya dari wilayah negara Republik Indonesia, di perlukan karantina hewan, ikan, dan tumbuhan dalam satu sistem yang maju dan tangguh. Sehubungan dengan hal-hal di atas, perlu ditetapkan ketentuan tentang karantina hewan, ikan, dan tumbuhan dalam UU No. 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Salah satu kasus yang terjadi di Lampung adalah ditemukannya 111 ekor tarantula hidup yang disembunyikan didalam popok anak-anak lalu ditutup dengan boneka. Sehat Yulianto selaku Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Bandarlampung mengatakan, kiriman pos tersebut diberitahukan sebagai fabric toy atau mainan. Penemuan ini dari hasil penindakan barang impor yang berkoordinasi dengan Balai Karantina Pertanian Kelas I Bandarlampung dan Direktorat Kriminal Khusus Polda Lampung terhadap kiriman pos bernomor EE134555801TH. Menurut Sehat Yulianto, penyelundupan ini berpotensi bahaya, karena apabila tarantula ilegal ini lolos ditakutkan diikuti masuknya hama dan penyakit hewan dari luar negeri ke Indonesia. Ia menambahkan, barang bukti ini akan disimpan di Balai Karantina Pertanian untuk mengetahui ada tidaknya penyakit hewan atau hama di tarantula tersebut. Pengertian Hukum Tindak Pidana Penyelundupan disebutkan dalam Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2006 Nomor 93 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661), dimana telah diatur delik pidana atau tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penyelundupan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 102, Pasal 102 E Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 yang berbunyi “Setiap orang yang menyembunyikan barang impor secara melawan hokum dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang impor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)3. Walaupun sudah ada aturan yang cukup jelas dan berat dalam mengatasi tindak pidana penyeludupan, tidak berarti apabila tidak ada penegak hukum yang tegas dalam mengatasi permasalahan tindak pidana penyeludupan. Munculnya PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) sebagai institusi di luar Polri untuk membantu tugas-tugas kepolisian dalam melakukan penyidikan, dengan tegas diatur dalam Kitab Undang-undang 3 Undang-undang No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan Hukum Acara Pidana dan UndangUndang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dari kedua undang-undang tersebut tampak jelas bahwa eksistensi PPNS dalam proses penyidikan pada tindak pidana kepabeanan sangat penting untuk membuat terang suatu tindak pidana tersebut dan tentunya menjadi lebih tepat dalam hal merumuskan pasal-pasal yang di langgar. Namun tidak dapat disangkal kendali atas proses penyidikan tetap ada pada aparat kepolisian,mengingat kedudukan institusi Polri sebagai koordinator pengawas (Korwas), sehingga menjadi hal yang kontra produktif apabila muncul pandangan bahwa PPNS dapat berjalan sendiri dalam melakukan penyidikan tanpa perlu koordinasi dengan penyidik utama yaitu Polri. Kemudian diatur juga didalam Pasal 5 Undang-undang No.16 Tahun 1992 tentang Karantina hewan, ikan, dan tumbuhan yang menyatakan perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana memasukan media pembawa hama ke wilayah republik Indonesia sebagai berikut: “Setiap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan karantina yang dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia wajib4 : a. Dilengkapi sertifikat kesehatan dari negara asal dan negara transit bagi hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, ikan, tumbuhan dan bagian-bagian tumbuhan, kecuali media pembawa yang tergolong benda lain; b. Melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan; c. Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat-tempat 4 Undang-undang No. 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan pemasukan untuk tindakan karantina.” keperluan Penyelenggaraan pengawasan terhadap tumbuhan dan hewan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit hewan adalah pemeriksaan terhadap penyelenggaraan masuk dan keluarnya hewan dan tumbuhan serta pengawasan terhadap pengganggu tumbuhan dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia. Tumbuhtumbuhan dan hewan tersebut dibawa atau dikirim oleh perorangan dan atau perusahaan. Pelayanan di Unit Pelayanan Teknis Karantina adalah pelayanan oleh Unit Pelayanan Teknis Karantina tumbuhan, karantina hewan dan karantina ikan yang dilakukan sejak komoditi wajib periksa karantina dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pemasukan atau pengeluaran sampai dengan penerbitan dokumen hasil keputusan akhir tindakan karantina. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti: “Analisis Penegakan Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Memasukan Hewan Kedalam Wilayah Negara Secara Illegal” Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan diatas, maka permasalahannya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap kejahatan memasukan hewan kedalam wilayah Negara secara illegal ? 2. Apa sajakah faktor penghambat didalam penegakan hukum pidana terhadap kejahatan memasukkan hewan kedalam wilayah Negara secara illegal ? Pendekatan yang dipakai dalam penelitian skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara mempelajari konsepkonsep, teori-teori serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalah. Pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan yang dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan, baik berupa penilaian, prilaku, pendapat, dan sikap yang berkaitan dengan proses penegakan hukum pidana atas kejahatan memasukkan hewan kedalam wilayah Negara secara illegal. Metode penelitian yang dipergunakan untuk memperoleh data guna menyusun skripsi ini menggunakan data primer dan data sekunder. Dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan analiasis kualitatif dimana dideskripsikan dalam bentuk penjelasan dan uraian-uraian kalimat, setelah data dianalisis dan ditarik kesimpulan dengan cara indukatif, yaitu suatu cara berfikir yang dilakukan pada fakta-fakta yang bersifat umum kemudian dilanjutkan dengan keputusan yang bersifat khusus. II. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Memasukkan Hewan Kedalam Wilayah Negara Secara Illegal 1. Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bea dan Cukai Dalam Penyidikan Tindak Pidana Penyelundupan. Dalam melakukan kegiatan ekspor maupun impor hewan, selalu ada prosedur yang harus ditaati oleh para pelaku ekspor maupun impor. Prosedur tersebut dikeluarkan oleh Balai Karantina Pertanian, yang memiliki kewenangan didalam memeriksa kelengkapan dokumen yang menyertai hewan tersebut. Bila seseorang akan memasukkan atau membawa keluar media pembawa (komoditi) karantina hewan ke wilayah Indonesia atau daerah lain di wilayah Indonesia, maka anda wajib mematuhi persyaratan dan prosedur karantina. Sesuai dengan Undang Undang Nomor 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, serta Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2000 tentang Karantina Hewan, maka orang tersebut wajib memenuhi 4 hal sebagai persyaratan secara umum, yaitu5: 1) dilengkapi sertifikat kesehatan hewan atau sanitasi bagi produk hewan; 2) dilengkapi surat keterangan asal dari tempat asalnya; 3) melalui tempat-tempat pemasukan/pengeluaran yang telah ditetapkan (pelabuhan/bandara); 4) dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pemasukan/pengeluaran (pelabuhan/bandara). Karena ekspor/impor tersebut pasti melewati bandara/pelabuhan, maka Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memiliki kewenangan apabila terjadi penyelundupan dalam aktivitas ekspor/impor di pelabuhan maupun bandara. Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Kepabeanan salah satunya adalah tindak pidana penyelundupan dalam hal ini penyelundupan hewan. Dasar hukum dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bea dan Cukai didasarkan pada Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang 5 http://karantina.pertanian.go.id/prosedur/inform asi.teknis.karantina.hewan Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan yang berbunyi6 “Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Kepabeanan”. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam melakukan pencegahan, penindakan, dan penyidikan tindak pidana penyelundupan memiliki satu Direktorat tersendiri yang disebut Direktorat Penindakan dan Penyidikan (P2). Direktorat Penindakan dan Penyidikan memiliki tugas antara lain : Menyiapkan perumusan kebijakan standarisasi dan bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan intelijen, penindakan pelanggaran peraturan perundang-undangan, dan penyidikan tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Penindakan dan Penyidikan juga menyelenggarakan fungsi7 : a. Penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standarisasi dan bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan intelijen dalam rangka pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan Kepabeanan dan Cukai. b. Penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standarisasi dan bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan patroli dan operasi dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran peraturan 6 Laden, Op. Cit., hlm. 15 Zainal Abidin, Modul Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementrian Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan dan Pelatiahan Keuangan PUSDIKLAT Bea dan Cukai, Jakarta, 2011, hlm.10 7 c. d. e. f. perundang-undangan Kepabeanan dan Cukai. Penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standarisasi dan bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan penyidikan tindak pidana Kepabeanan dan Cukai. Penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standarisasi dan bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan intelijen, patroli, dan operasi dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang Kepabeanan (terutama di bidang yang berkaitan dengan penyelundupan hewan). Penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standarisasi dan bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan penyediaan dan pemeliharaan sarana operasi. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat. Dari hasil wawancara penulis dengan Ariek Sulistyo Kusumo, beliau menuturkan bahwa badan Bea dan Cukai merupakan badan yang lebih kearah penindakan didalam kewenangannya dalam suatu tindak pidana. Beliau membenarkan bahwa telah terjadi kasus penyelundupan lewat kantor pos dimana hewan berjenis tarantula diselundupkan didalam popok bayi dan fabric toy atau mainan yang lalu satwa tersebut telah ditindaklanjuti oleh Balai Karantina. Beliau pun menjelaskan tidak ada yang ditetapkan sebagai pelaku didalam kasus ini, dikarenakan hewan tersebut diselundupkan melalui kantor pos8. Berdasarkan data diatas tugas-tugas dari Direktorat Penindakan dan Penyidikan meliputi usaha preventif, yaitu usaha 8 Wawancara dengan Ariek SK, tanggal 29 September 2016 di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Bandar Lampung untuk mencegah terjadinya tindak pidana penyelundupan dalam hal ini penyelundupan hewan dengan meniadakan sebab terjadinya. Hal ini semata-mata bukan hanya menjadi tugas dari Direktorat Penindakan dan Penyidikan, tapi sudah menjadi tugas seluruh pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta aparat negara, agar tindak pidana penyelundupan hewan ini tidak semakin merugikan negara. Usaha preventif ini termaktub didalam fungsi Direktorat Penindakan dan Penyidikan bagian a, c, dan e dimana fungsi pelaksanaan kebijakan teknis, pembinaan, pengendalian, bimbingan, maupun koordinasi dilakukan dalam rangka pencegahan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan. Sedangkan usaha represif yaitu menanggulangi, mengambil tindakan lebih lanjut agar tindak pidana penyelundupan secara berangsur-angsur dapat berkurang, dimana pada saat ini dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan maka tugas ini beralih menjadi tugas aparat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai khususnya pada Direktorat Penindakan dan Penyidikan tindak Pidana penyelundupan. Usaha represif tersebut juga termaktub dalam pernyataan fungsi Direktorat Penindakan dan Penyidikan pada bagian d, e, dan f yaitu usaha pembinaan, pengendalian, bimbingan, koordinasi dilakukan dalam rangka penindakan dan penyidikan terhadap tindak pidana di bidang Kepabeanan dan Cukai. Dalam usaha represif pada prakteknya dilaksanakan oleh Direktorat Penindakan dan Penyidikan. Usaha refresif ini merupakan prosedur Sistem Peradilan Pidana (SPP) yang ada di Indonesia sesuai dengan yang tertulis dalam Undang-Undang9. Pada bidang ini terdapat seksi intelijen, seksi pencegahan serta seksi penyidikan. PPNS Bea dan Cukai itu sendiri berada dibawah seksi penyidikan. Dalam melaksanakan tugasnya PPNS Bea dan Cukai seringkali menggantungkan pada adanya laporan yang didapat dari seksi intelijen dan seksi pencegahan, untuk kemudian ditindak lanjuti ketahap penyidikan dalam rangka penemuan alat bukti dan tersangkanya. Terutama untuk Subbidang intelijen disamping tugas nya yang tergolong dalam usaha represif, subbidang intelijen juga bisa langsung mengeksekusi ditempat apabila hal tersebut diperlukan. Seksi Penindakan dan Penyidikan mempunyai tugas melakukan intelijen, patroli dan operasi pencegahan, dan penindakan pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai, penyidikan tindak pidana kepabeanan dan cukai serta pengelolaan dan administrasi sarana operasi, sarana komunikasi, dan senjata api. Dalam melaksanakan tugas, Seksi Penindakan dan Penyidikan menyelenggarakan fungsi :10 a. Pengumpulan, pengolahan, penyajian, serta penyampaian informasi dan hasil intelijen di bidang kepabeanan dan cukai; b. Pengelolaan pangkalan data intelijen dibidang kepabeanan dan cukai; c. Pelaksanaan patroli dan operasi pencegahan dan penindakan pelanggaran peraturan perundang9 Wawancara dengan Dr. Erna Dewi, SH, MH., tanggal 11 Oktober 2016 di Fakultas Hukum, Universitas Lampung 10 “Tugas & Fungsi KPPBC Tipe Madya Pabean B Bandar Lampung” <http://bclampung.beacukai.go.id/Tentang/tupok si.html> diakses tanggal 26 september 2016 d. e. f. g. h. i. j. k. undangan di bidang kepabeanan dan cukai; Penyidikan tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai; Pemeriksaan sarana pengangkut; Pengawasan pembongkaran barang; Penghitungan bea masuk, cukai, pajak, dalam rangka impor, dan denda administrasi terhadap kekurangan atau kelebihan bongkar, serta denda administrasi atas pelanggaran lainnya; Penatausahaan dan pengurusan barang hasil penindakan dan barang bukti; Pengumpulan data pelanggaran peraturan perundang-undangan kepabeanan dan cukai; Pemantauan tindak lanjut hasil penindakan dan penyidikan di bidang kepabeanan dan cukai; Pengelolaan dan pengadministrasian sarana operasi, sarana komunikasi, dan senjata api Kantor Pengawasan dan Pelayanan. Dalam melaksanakan tugas dan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang tersebut, Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai sebagai penegak hukum yang dijadikan sebagai golongan panutan didalam masyarakat yang diharapkan mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu sesuai dengan aspirasi masyarakat dan berdasarkan pasal 7 ayat (2) KUHAP penyidik bea dan cukai diharapkan melakukan koordinasi dengan penyidik polri. Berdasarkan pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1996 maka penyidik Polri dapat melakukan penyidikan tindak pidana kepabeanan sesuai situasi tertentu. Yang dimaksud dengan “dalam situasi tertentu” adalah keadaan yang tidak memungkinkan dilakuannya penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai karena hambatan geografis, keterbatasan sarana, atau tertangkap tangan oleh pejabat polisi Negara Republik Indonesia untuk barang-barang yang dikeluarkan di luar Kawasan Pabean.11 2. Mekanisme Penyidikan Dalam Tindak Pidana Penyelundupan Pengertian penyidikan diatur dalam pasal 1 butir 2 KUHAP yaitu serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidikan dibidang Kepabeanan dan Cukai adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu dapat membuat terang tentang tindak pidana di bidang Kepabeanan dan Cukai yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya12. Sebelum proses penyidikan dilakukan biasanya akan diawali dengan penyelidikan, penyelidikan berarti serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini13. Jadi sebelum dilakukan tindakan penyidikan, dilakukan dulu penyelidikan oleh pejabat penyelidik, dengan maksud dan tujuan mengumpulkan “bukti permulaan” atau 11 Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 1996 tentang Penyidikan Tindak Pidana Di bidang Kepabeanan dan Cukai, LN No. 85 Tahun 1996, Pasal 1 ayat (2) 12 Bambang Semedi, Op.cit., hal. 8 13 Indonesia, Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, LN No. 76 Tahun 1981, pasal 1 ayat 5. “bukti yang cukup” agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan14. Di bidang penyelidikan tersebut, yang berwenang melakukan penyelidikan untuk menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai pelanggaran suatu tindak pidana kepabeanan di dalam Instansi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yaitu Bagian Intelejen dan Bagian Pencegahan. Penyelidikan dilakukan dengan maksud dan tujuan mengumpulkan “bukti permulaan” atau “bukti yang cukup” agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan15. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Negara terlihat masih merasa perlu untuk menjamin hak- hak asazi dalam suatu proses penyidikan, dengan adanya azas-azas yang harus diperhatikan dalam Hukum Acara Pidana yang menyangkut hak-hak azasi manusia yang memberikan perlindungan kepada tersangka pelaku tindak pidana Kepabeanan dan Cukai, yakni16: a. Praduga Tak Bersalah (presumption of innocence) Azas ini mengharapkan bahwa, setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap. b. Persamaan Di Muka Hukum (equality before the law) Azas ini menjamin perlakuan yang sama atas diri setiap individu dimuka hukum dengan tidak 14 Yahya Harahap, pembahasan permasalahan dan penerapan KUHAP penyidikan dan penuntutan,Edisi kedua, Sinar Grafika, 2006, hal. 101 15 Ibid, hal. 101 16 Bambang Semedi, Op.cit., hal. 9 c. d. e. f. mengadakan perbedaan atau mengabaikan segala bentuk perbedaan. Hak Pemberian Bantuan/ Penasihat Hukum ( legal aid assisstance) Azas ini mengutamakan pada pemberian kesempatan kepada tersangka tindak pidana untuk memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melakukan pelaksanaan pembelaan atas dirinya, sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan. Dalam pelaksanaannya, sebelum dimulainya pemeriksaan, kepada tersangka wajib diberitahukan tentang apa yang disangkakan padanya dan haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau dalam perkaranya itu wajib didampingi penasihat hukum. Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat proses peradilan. Hal tersebut utamanya untuk mempermudah proses peradilan suatu tindak pidana dan menjamin adanya kepastian hukum. Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-Undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan Undang-Undang. Hal ini dilakukan untuk memastikan keseragaman segala bentuk proses peradilan yang berlangsung, termasuk proses penyidikan di dalamnya. Kepada seseorang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau pun diadili tanpa alasan yang berdasarkan Undang-Undang dan atau karena kekeliruan mengenai orangnya suatu hukum yang diterapkannya, wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum yang dengan sengaja atau kelalaiannya menyebabkan azas hukum tersebut dilanggar dapat dituntut, dipidana dan atau dikenakan hukuman administrasi. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin kepastian hukum dan menghindari kesalahan dalam proses peradilan tindak pidana. g. Penyidik mempunyai wewenang melaksanakan tugas masing-masing pada umumnya di Indonesia, khususnya di wilayah kerja masingmasing diangkat sesuai dengan ketentuan undang-undang. Dalam Tindak Pidana Kepabeanan Suatu proses penyidikan dapat dilangsungkan ketika diketahui adanya tindak pidana. Tindak Pidana sendiri dapat diketahui dari17: a. Laporan (Dasar Hukum Pasal 106 KUHAP) Tindakan yang melanggar hukum di bidang Kepabeanan dan Cukai dapat diproses ketika adanya laporan. Laporan yang diajukan secara tertulis maupun lisan dicatat terlebih dahulu oleh pegawai Bea dan Cukai kemudian dituangkan dalam Laporan Kejadian yang ditandatangani oleh penyidik. b. Tertangkap Tangan (Dasar Hukum Pasal 108 KUHAP) Dalam kasus tindak pidana kepabeanan adanya tindak pidana itu paling sering terjadi karena tertangkap tangan ini. Setiap pegawai Bea dan Cukai tanpa surat perintah dapat melakukan tindakan penangkapan dan mengamankap barang buktinya. Sedangkan penggeledahan dan penyitaan harus ada ijin dari Pengadilan setempat. Segera setelah itu memberitahukan dan atau menyerahkan tersangka 17 Ibid. hal. 9-12 beserta atau barang bukti kepada penyidik yang berwenang melakukan penanganan selanjutnya. Penyidik yang berwenang atau dalam hal ini Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai, apabila menerima penyerahan tersangka beserta atau tanpa barang bukti dari pegawai bea dan Cukai maupun masyarakat, wajib membuat laporan kejadian dan membuat berita acara atas setiap tindakan yang dilakukan. c. Diketahui Langsung oleh Penyidik (Dasar Hukum Pasal 111 KUHAP) Jika suatu tindak pidana Kepabeanan dan Cukai diketahui oleh penyidik secara langsung, maka penyidik yang menyaksikannya wajib segera melakukan tindakan-tindakan sesuai kewenangannya kemudian membuat laporan kejadian dan atau berita acara tindakan-tindakan yang dilakukan guna penyelesaian selanjutnya. Setelah diketahui adanya suatu tindak pidana melalui laporan, tertangkap tangan ataupun disaksikan secara langsung oleh penyidik maka dapatlah selanjutnya dilakukan proses penyidikan. Setelah diketahui bahwa suatu peristiwa yang terjadi diduga atau merupakan tindak pidana segera dilakukan penyidikan melalui kegiatan-kegiatan penindakan, pemeriksaan serta penyelesaian dan penyerahan berkas perkara. Permulaan penyidikan diberitahukan kepada penuntut umum dengan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan yang dilampiri sekurangkurangnya dengan laporan kejadian dan Surat Perintah Tugas Penyidikan. Pengertian “dimulainya penyidikan” adalah saat Surat Perintah Tugas Penyidikan dikeluarkan/ ditandatangani yang kemudian diikuti kegiatan dari penyidik seperti pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penyitaan dan sebagainya yang mana dalam membuat semua surat yang berkaitan dengan tindakan penyidik diberi katakata “ Untuk Keadilan”. B. Faktor Penghambat Didalam Penegakan Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Memasukkan Hewan Kedalam Wilayah Negara Secara Illegal. Soerjono Soekanto berpendapat bahwa ada beberapa faktor penghambat upaya penanggulangan kejahatan, yaitu:18 a. Faktor hukumnya itu sendiri atau peraturan itu sendiri b. Faktor penegak hukum, yaitu pihakpihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegak hukum. d. Faktor masyarakat yakni faktor lingkungan dimana hukum tersebut diterapkan. e. Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya, cipta rasa yang didasarkan pada karya manusia didalam pergaulan hidup. Pada dasarnya PPNS Bea dan Cukai dalam menangani tindak pidana penyelundupan sudah bertindak sebagaimana peraturan perundangundangan yang berlaku, sehingga memberi keluasan bagi PPNS untuk melakukan pencegahan dan penindakan tindak pidana penyelundupan. Namun disetiap keluasan yang diberikan tetap saja ada faktor-faktor yang menghambat kelancaran PPNS Bea dan Cukai dalam mengungkap suatu tindak pidana dibidang Kepabeanan dan Cukai. Dalam melakukan tugas dan kewenangan yang diberikan oleh undang undang PPNS Bea dan Cukai sebagai penegak hukum diharapkan mampu untuk memberantas penyelundupan yang dapat merugikan Negara dan masyarakat. Menurut Helmi, Bea Cukai sendiri punya banyak masalah internal, antara lain aspek infrastruktur, anggaran, sistem, dan prosedur, sampai kualitas SDM termasuk kepemimpinan (leadership). Masalah-masalah tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi saling terkait bahkan disebabkan oleh sumber-sumber masalah di luar institusi Bea dan Cukai19. Hal ini juga tertulis didalam Laporan Kinerja Pegawai (LAKIP) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tahun 2014, pelaksanaan penyidikan terdapat beberapa kendala yang dihadapi yang mana kendala-kendala tersebut akan sangat berpotensi menghambat kinerja proses penyidikan pada tahun-tahun mendatang yaitu : a. Kurangnya tenaga PPNS DJBC yang terampil, yang antara lain disebabkan karena adanya perubahan persyaratan administrasi untuk mengikuti pendidikan PPNS yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM, yang mempersyaratkan calon peserta diklat PPNS dengan pangkat minimal III/a dan telah memiliki ijazah S1. b. Jumlah penyidik yang relatif sedikit, khususnya untuk kualifikasi Pelaksana. Banyak Penyidik yang telah menduduki jabatan struktural serta telah tersebar keseluruh Indonesia serta penyebaran tenaga PPNS yang tidak merata dan proporsional dengan beban penyidikan pada masing-masing kantor DJBC. c. Kurangnya kesepahaman dengan instansi penegak hukum lain 19 18 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. 2010hlm 9. Wawancara dengan Helmi Suryo, tanggal 29 September 2016 di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Bandar Lampung d. e. dibeberapa daerah berkaitan dengan pelaksanaan penegakan hukum Kepabeanan dan Cukai. Lemahnya koordinasi dan kerja sama antar petugas dan antar instansi terkait di lapangan memberikan peluang bagi penyelundup. Komunikasi Lintas instansi yang memerlukan waktu lama sehingga memakan waktu proses penyidikan yang sedang dilakukan. Keruwetan dan tumpang tindih kewenangan antar instansi yang ada di pelabuhan, sebagai akibat banyaknya kepentingan pihak-pihak institusi-institusi yang bercokol di pelabuhan-pelabuhan, menjadikan suatu permasalahan tersendiri yang walaupun ada di luar Bea dan Cukai, tetapi berimbas kepada permasalahan internal Bea Cukai. Sarana dan prasarana penyidikan saat ini masih dirasakan kurang memadai seperti alat detector, alat penderaan jarak jauh, alat komunikasi dan sarana transportasi kapal petugas bea dan cukai yang masih minim dan kurang canggih sementara kapal-kapal penyelundup telah memiliki teknologi yang tinggi, sehingga menyulitkan petugas dalam melakukan pengejaran terhadap pelaku penyelundupan. Tanpa adanya sarana atau fasilitas yang cukup memadai, maka tidak mungkin penegakan hukum dapat berjalan dengan lancar. Sarana dan prasarana tersebut dapat pula berupa tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan lainnya. Kalau halhal tersebut diatas tidak dipenuhi, maka mustahil penegakan hukum dapat tercapai. III. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Penegakan hukum yang dilakukan PPNS Bea dan Cukai dalam menangani tindak pidana penyelundupan (terutama hewan), telah dilakukan dengan maksimal, terbukti banyaknya kasus penyelundupan yang berhasil ditangkap, hadirnya UndangUndang tentang Kepabeanan dan Cukai semakin memberi keluasan kepada Dirjen Bea dan Cukai untuk melakukan pengawasan, pelayanan, pencegahan dan pemberantasan tindak pidana di bidang Kepabeanan dan Cukai, dalam proses penyidikan PPNS Bea dan Cukai berpedoman sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku berdasarkan Pasal 112 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, UndangUndang Nomor 55 Tahun 1996 tentang Penyidikan di bidang Kepabeanan dan Cukai serta didalam Pasal 7 KUHAP. b. Faktor-faktor yang menghambat PPNS Bea dan Cukai dalam menangani tindak pidana penyelundupan disebabkan karena kurangnya tenaga PPNS DJBC yang terampil yang mengaharuskan PPNS minimal golongan III/a berdasarkan peraturan Kementerian Hukum dan HAM, jumlah penyidik yang relatif sedikit, khususnya untuk kualifikasi pelaksana, belum adanya kesepahaman dengan instansi penegak hukum lain, serta kurangnya sarana dan prasarana yang memadai seperti alat detector, alat penginderaan jarak jauh, serta kapal patroli Indonesia yang masih kurang canggih. B. Saran Melalui skripsi ini penulis menyampaikan beberapa saran yang terkait dengan penelitian penulis antara lain : a. Diharapkan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai agar lebih memperketat pengawasan, meningkatkan intensitas patroli, menjalankan ketentuan administrasi Kepabeanan dan Cukai secara konsisten, serta menjalankan tugas dan fungsinya sebagai PPNS sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan. Mengingat tindak pidana penyelundupan sangat merugikan negara dari sektor penerimaan pajak dan diharapkan akan memberikan efek jera bagi pelaku dan menjadi pelajaran bagi masyarakat yang lain untuk tidak melakukan tindak pidana penyelundupan. b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus membuat aturan agar PPNS Bea dan Cukai yang memiliki keterampilan tidak di pindah tugaskan secara terus menerus karena hal ini mengakibatkan krisis akan penyidik, upaya penegakan hukum dan penanggulangan harus dilaksanakan secara integral dan komperhensif melibatkan seluruh instansi terkait tanpa ada sekat antar instansi, serta harus memiliki sarana dan prasarana yang memadai demi kelancaran penindakan dan penyidikan tindak pidana penyelundupan, mengingat banyaknya modus yang digunakan pelaku agar tidak membayar biaya bea masuk dan bea keluar sehingga merugikan negara, jadi dibutuhkan PPNS yang memiliki keterampilan dan fasilitas penyidikan yang menunjang. DAFTAR PUSTAKA Andrisman, Tri 2011.HUKUM PIDANA :Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia. Bandar Lampung. Penerbit Universitas Lampung. Burhanuddin.2013. Prosedur Hukum Pengurusan Bea & Cukai. Yogyakarta: Yustisia. Hamzah, Andi. 1997. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta.Rineka Cipta. M. Yahya Harahap. 2006. Pembahasan Permaslahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika. Soekanto, Soerjono 1992 .Kesadaran Hukum dan Peraturan Hukum. Jakarta. CV. Rajawali. Sunggono, Bambang. 2001. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta, Raja GrafindoPersada. Zaiinal Abidin.2011. Modul Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Jakarta: PUSDIKLAT Bea dan Cukai. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, LN No. 76 Undang-undang No. 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Undang-undang No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan Tahun 1981, pasal 1 ayat 5. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 1996 tentang Penyidikan Tindak Pidana Di bidang Kepabeanan dan Cukai, LN No. 85 Tahun 1996, Pasal 1 ayat (2) http://karantina.pertanian.go.id/prosedur/ informasi.teknis.karantina.hewan https://m.tempo.co/read/news/2016/06/0 4/206776881/profauna-tuntuthukum-berat-bagi-penyelundupsatwa-liar