View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
PENGARUH PROSES PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN SENYAWA
BENZO(a)PIREN DALAM DAGING IKAN BAKAR
Marliana, Nursiah La Nafie, Syarifuddin Liong
Jurusan Kimia FMIPA UNHAS
ABSTRACT
Benzo(a)piren is one of carcinogenic substances formed as a result of incomplete combustion
of organic compounds in foods. The research is purposed to minimize formation of
benzo(a)piren in roasted fish by covering using banana leaf and aluminium foil during
roasting process and also grilling using frying pan. Food covery is one way to minimize
benzo(a)piren content because the foodstuff not directly contact with the flame and pyrolisis
will not occur. Covering the
food using aluminium foil is the best way to minimize
benzo(a)piren content in roasted fish because after that food does not contain benzo(a)piren
anymore. Covering the food using banana leaf could minimize b enzo(a)piren content rapidly
(10.30 mg/kg became 3.69 mg/kg) as well as grilling using frying pan (10.30 mg/kg become
2.10 mg/kg).
Keywords: aluminium foil, benzo(a)pyrene, carcinogenic, frying pan and roasted fish
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan adalah salah satu kebutuhan
primer manusia dan menjadi topik yang
selalu menarik untuk didiskusikan. Hal ini
tidak terlepas dari pesatnya pertumbuhan
penduduk yang selalu berbanding lurus
dengan permintaan bahan pangan. Besarnya
kebutuhan pangan mendorong terciptanya
berbagai inovasi dalam pengolahan bahan
pangan.
Pengolahan
pangan
dapat
meningkatkan aroma dan cita rasa dari bahan
pangan, namun di lain pihak dapat
menyebabkan terbentuknya komponenkomponen yang bersifat toksik bagi tubuh
(Prangdimurti dkk., 2013).
Berbagai cara pengolahan makanan
yang sering dijumpai di masyarakat, dan
salah satu yang paling digemari adalah
makanan
yang
diolah
dengan
pemanggangan. Cara tersebut merupakan
jenis pengolahan makanan favorit di
Indonesia karena makanan yang diolah
dengan pemanggangan memiliki aroma dan
cita rasa yang khas dan nikmat. Makanan-
makanan tersebut peminatnya sangat banyak,
sehingga bisnis kuliner tersebut menjamur
dimana-mana, namun dibalik kelezatan ikan
bakar, daging panggang dan produk
sejenisnya, sebenarnya tersembunyi potensi
bahaya yang timbul akibat proses
pemanggangan/pemasakan.
Penelitian yang dilakukan oleh
Sundararajan dkk. (1999) dan Food and
Environmental Hygiene Department (FEHD)
di Hongkong pada tahun 2004 menemukan
lebih banyak molekul karsinogenik pada
makanan panggang terutama pada produk
hasil pemanggangan dengan kayu atau arang
dibandingkan pengolahan yang lain sehingga
makanan panggang sering dikaitkan dengan
penyebab kanker. Peto (2001) menunjukkan
bahwa kecenderungan peningkatan kejadian
kanker disebabkan oleh molekul kimia dan
aspek lingkungan. Senyawa karsinogenik
yang dapat terbentuk akibat proses
pemanggangan diantaranya adalah golongan
kloropropanol, seperti 3-kloropropan-1,2diol (3-MCPD); golongan heterosiklik amin,
seperti
2-amino-1-metil-6-fenilimidazo
1
[4,5-b]piridin (PhIP); golongan hidrokarbon
aromatik polisiklik, seperti benzo(a)piren
dan dibenzo(a,h)antrasen (Harvey 2011).
Salah satu molekul kimia karsinogenik
yang terdapat pada makanan panggang
adalah Hidrokarbon Aromatik Polisiklik
(HAP). Molekul HAP adalah molekul kimia
yang tersusun atas dua atau lebih cincin
aromatik. Pemanasan bahan organik pada
suhu tinggi, misalnya pemangggangan,
diketahui dapat menyebabkan terbentuknya
senyawa hidrokarbon aromatik polisiklik
melalui reaksi pemecahan bahan organik
menjadi fragmen yang sederhana (pirolisis)
dan pembentukan senyawa aromatik dari
fragmen tersebut (pirosintetik) (Morret dkk.,
1999; Cano-Lerida dkk., 2008).
Beberapa upaya untuk menurunkan
kadar senyawa hidrokarbon aromatik
polisiklik dalam makanan panggang telah
dilakukan seperti proses pemanasan sebelum
pemanggangan, pembungkusan makanan
saat pemanggangan (Farhadian dkk., 2011)
dan penggunaan plastik LDPE untuk
menyerap senyawa hidrokarbon aromatik
polisiklik (Chen dan Chen, 2005). Hal
tersebut dimaksudkan untuk menghindari
adanya kontak langsung makanan serta
mengurangi waktu kontak dengan sumber
panas.
Berdasarkan uraian di atas maka pada
penelitian ini akan dilakukan modifikasi lain
dalam pengolahan ikan bakar yaitu dengan
melakukan pembungkusan menggunakan
aluminium foil dan daun pisang serta
pembakaran menggunakan frying pan.
Modifikasi ini bertujuan untuk mengurangi
interaksi langsung antara ikan dengan
sumber panas (api) sehingga pirolisis dapat
dihambat
dan
dapat
meminimalisasi
pembentukan senyawa benzo(a)piren dalam
ikan bakar tersebut.
METODOLOGI PENELITIAN
Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian adalah sampel ikan bandeng yang
diperoleh
dari
pasar
tradisional,
benzo(a)piren, diklorometan p.a, Na2SO4
anhidrat, naftalen, akuades, kertas saring,
tissue, plastik para-film, arang, daun pisang
dan aluminium foil.
Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam
penelitian yaitu peralatan gelas yang umum
digunakan dalam laboratorium, ultrasonik,
rotary evaporator, alat sentrifuge, oven,
blender, frying-pan, alat pembakar ikan,
neraca
analitik
dan
Gas
Liquid
Chromatography Varian 430.
Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlangsung pada bulan
Oktober-Desember 2013 di Laboratorium
Kimia Analitik Jurusan Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Hasanuddin serta Laboratorium
Riset Jurusan Kimia Fakultas Sains dan
Teknologi
Universitas
Islam
Negeri
Alauddin Makassar.
Prosedur Penelitian
Pembuatan Larutan Induk Naftalen
1000 mg/L
Larutan induk naftalen 1000 mg/L
dibuat dengan melarutkan 0,025 gram
naftalen dengan diklorometan. Setelah larut,
dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL
kemudian diencerkan hingga tanda batas dan
dihomogenkan (Salenda, 2011).
Pembuatan Larutan Internal Standar
Naftalen 50 mg/L
Larutan internal standar naftalen 50
mg/L dibuat dari larutan induk 1000 mg/L.
Larutan induk 1000 mg/L dipipet sebanyak
2
0,5 mL ke dalam labu ukur 10 mL kemudian
diencerkan dengan dikorometan hingga tanda
batas dan dihomogenkan (Salenda, 2011).
Pembuatan Larutan Induk Benzo(a)piren
1000 mg/L
Larutan induk benzo(a)piren 1000
mg/L dibuat dengan melarutkan 0,025 gram
benzo(a)piren dengan diklorometan. Setelah
larut, dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL
kemudian diencerkan hingga tanda batas dan
dihomogenkan (Salenda, 2011).
Pembuatan
Larutan
Standar
Benzo(a)piren 50 mg/L
Larutan standar benzo(a)piren 50
mg/L dibuat dari larutan induk 1000 mg/L.
Larutan induk 1000 mg/L dipipet sebanyak
0,5 mL ke dalam labu ukur 10 mL kemudian
diencerkan dengan dikorometan hingga tanda
batas. Larutan standar benzo(a)piren 50
mg/L dipipet sebanyak 0,5 mL ke dalam
tabung reaksi dan ditambahkan internal
standar naftalena 50 mg/L sebanyak 0,5 mL
lalu diinjeksi ke dalam kromatografi gas
(Salenda, 2011).
Persiapan Sampel
Sampel ikan di bagi menjadi 4
kelompok.
Kelompok 1 (sampel ikan
dibakar menggunakan arang), kelompok 2
(sampel ikan dilapisi dengan daun pisang
dan dibakar menggunakan arang), kelompok
3 (sampel ikan dilapisi dengan aluminium
foil dan dibakar menggunakan arang),
kelompok 4 (sampel ikan dibakar
menggunakan frying pan). Sampel kelompok
1-3 dibakar menggunakan arang dengan
jarak pembakaran antara sampel dengan api
5 cm. Sampel kelompok 4 dibakar dengan
menggunakan kompor gas.
Keempat
kelompok sampel diambil dagingnya
kemudian dihaluskan dan selanjutnya
dikeringkan dalam oven pada suhu 80 ⁰C
hingga kering
dan siap
(Lukitaningsih dkk., 2001).
diekstraksi
Ekstraksi Benzo(a)piren Menggunakan
Ultrasonik
Sampel halus masing-masing diambil
sebanyak 10 gram lalu diekstraksi dengan
diklorometan
20
mL
menggunakan
ultrasonik selama 20 menit, kemudian
dicentrifuge.
Selanjutnya
supernatan
dipindahkan ke dalam labu evaporator,
residu diekstraksi kembali dengan cara yang
sama sebanyak 2 kali dengan 20 mL
diklorometan
menggunakan
ultrasonik
selama 20 menit. Hasil ekstrak/supernatan
dikumpul pada labu evaporator dan pelarut
diuapkan dengan menggunakan rotary
vacumn evaporator hingga 5 mL, kemudian
eveporat ditambahkan natrium sulfat
anhidrat. (Lukitaningsih dkk., 2001 dan
Salenda, 2011).
Analisis dan Kondisi Pengoperasian Gas
Liquid Chromatography (GLC)
Hasil ekstraksi dipipet sebanyak 0,5
mL ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan
0,5 mL internal standar naftalen, selanjutnya
diambil
menggunakan
micro-syiringe
sebanyak 2 µL dan diinjeksi kan ke dalam
kolom GLC. Sebelumnya, alat dioptimasikan
pada suhu oven 80 ºC dipertahankan selama
4 menit, kemudian suhu ditingkatkan
menjadi 200 ºC dengan kenaikan suhu 20
ºC/menit dan dipertahankan selama 2 menit,
suhu ditingkatkan lagi menjadi 350 ºC
dengan kenaikan suhu 20 ºC dan
dipertahankan selama 16 menit. Suhu
injektor diatur pada 260 ºC (Budijanto dkk.,
2008).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Larutan Standar Benzo(a)piren
Analisis larutan standar benzo(a)piren
dilakukan dengan menambahkan 0,5 mL
3
Analisis Sampel Ikan Bakar
Senyawa benzo(a) piren merupakan
salah satu senyawa hidrokarbon aromatik
polisiklik yang memiliki karsinogenisitas
paling kuat bagi manusia sehingga sering
dijadikan standar bagi keberadaan senyawa
HAP pada makanan.
Pada
penelitian
ini
sampel
dikelompokkan menjadi empat bagian
berdasarkan cara pengolahannya. Sampel
kelompok 1 adalah ikan yang dibakar
langsung
menggunakan
arang
tanpa
dibungkus, sampel kelompok 2 adalah ikan
yang terlebih dahulu dibungkus dengan
menggunakan daun pisang lalu dibakar
menggunakan arang, sampel kelompok 3
adalah ikan yang terlebih dahulu dibungkus
dengan menggunakan aluminium foil lalu
dibakar menggunakan arang, dan yang
terakhir sampel kelompok 4 adalah ikan yang
dibakar dengan menggunakan frying pan.
Sampel kelompok 1-3 dibakar dengan jarak
pembakaran antara sampel dengan api 5 cm,
adapun sampel kelompok 4 dibakar
menggunakan kompor gas dengan api kecil.
Data hasil analisis dari empat sampel
ikan bakar dapat dilihat pada Tabel 1 berikut
ini.
Tabel 1. Hasil Analisis Sampel IkanBakar
Sampel
Waktu
retensi
naftalen
(menit)
Luas
puncak
naftalen
Waktu retensi
benzo(a)piren
(menit)
Luas
puncak
benzo(a)
piren
Klp 1
7,97
1829,0
18,14
3980,9
Klp 2
7,96
1580,3
18,11
1230,6
Klp 3
7,96
1729,2
-
-
Klp 4
7,98
3046,4
18,14
1352,3
Keterangan:
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
= sampel dibakar menggunakan arang
= sampel dibungkus menggunakan daun pisang
dan dibakar menggunakan arang
= sampel dibungkus menggunakan aluminium
foil dan dibakar menggunakan arang
= sampel dibakar menggunakan frying pan
Dari data diatas dapat diperoleh
kandungan senyawa benzo(a)piren dari
keempat sampel ikan bakar yang dapat
dilihat pada Gambar 1 di bawah.
Kadar Benzo(a)piren dalam Sampel
Ikan Bakar
Konsentrasi Benzo(a)piren (mg/khg)
larutan standar naftalen 50 mg/L ke dalam
0,5 mL larutan standar benzo(a)piren 50
mg/L
kemudian
diambil
dengan
menggunakan micro syiringe sebanyak 2 µL
dan diinjeksikan ke alat gas kromatografi.
Larutan standar benzo(a)piren memiliki
waktu retensi sekitar 18,05 menit.
Berdasarkan data yang diperoleh, dapat
ditentukan faktor respon relatif (K) yaitu
sebesar 0,3786. Faktor respon relatif ini
merupakan perbandingan antara luas puncak
internal standar naftalen dengan luas puncak
benzo(a)piren, yang akan digunakan untuk
penentuan kadar benzo(a)piren dalam
sampel.
2,500.0000
2.059,69
2,000.0000
1,500.0000
1,000.0000
736,95
420,01
500.0000
Trace
0.0000
Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok
1
2
3
4
Sampel
Keterangan:
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
= sampel dibakar menggunakan arang
= sampel dibungkus menggunakan daun pisang
dan dibakar menggunakan arang
= sampel dibungkus menggunakan aluminium foil
dan dibakar menggunakan arang
= sampel dibakar menggunakan frying pan
Gambar 1. Histogram Kandungan Senyawa
Benzo(a)piren dalam Empat Kelompok
Sampel Ikan Bakar
Gambar diatas menunjukkan bahwa
sampel kelompok 1, yaitu sampel yang
dibakar langsung menggunakan arang tanpa
dilakukan pembungkusan terlebih dahulu
4
adalah sampel yang memiliki kandungan
senyawa benzo(a)piren paling tinggi yaitu
sebesar 10,30 mg/kg. Selanjutnya kadar
senyawa benzo(a)piren tertinggi kedua
terdapat pada sampel kelompok 2 yaitu
sampel
yang
dibungkus
dengan
menggunakan daun pisang dan dibakar
menggunakan arang dan selanjutnya sampel
kelompok 4 yaitu sampel yang dibakar
dengan menggunakan frying pan dengan
kandungan benzo(a)piren masing-masing
sebesar 3,69 mg/kg dan 2,10 mg/kg. Adapun
sampel kelompok 3 yaitu sampel yang
terlebih
dahulu
dibungkus
dengan
menggunakan aluminium foil lalu dibakar
dengan
menggunakan
arang
tidak
mengandung senyawa benzo(a)piren.
Kandungan
benzo(a)piren
yang
terdapat dalam sampel di atas sangat besar
dan melebihi nilai ambang batas yang
dianjurkan. The Joint FAO/WHO Expert
Committee on Food Additives (JECFA)
memberikan batas asupan benzo(a)piren
dalam makanan sebesar 10 μg/kg atau 10
ppb. Besarnya kandungan benzo(a)piren
disebabkan karena proses pembakaran yang
terlalu lama (overcooked) dan jarak
pembakaran antara ikan dengan api yang
terlalu dekat. Jarak dan waktu pembakaran
merupakan variabel yang sangat berpengaruh
pada pembentukan senyawa HAP selama
proses pembakaran/pengasapan makanan
(Pratama, 2012).
Kandungan benzo(a)piren yang tinggi
pada sampel kelompok 1 disebabkan karena
adanya kontak langsung antara daging ikan
dengan sumber panas (api) yang akan
meningkatkan terjadinya reaksi pirolisis
lemak dan peluang terbentuknya senyawa
HAP
termasuk
benzo(a)piren
(Farhadiandkk., 2011).
Kandungan benzo(a)piren pada ikan
bakar dapat diminimalisasi dengan cara
pembungkusan, dan terbukti pada sampel
yang dibungkus dengan menggunakan daun
pisang
(kelompok
2)
kandungan
benzo(a)piren menurun, dari 10,30 mg/kg
menjadi 3,69 mg/kg. Hal ini disebabkan
karena dengan pembungkusan maka kontak
langsung antara makanan dengan sumber
panas dapat dihindari, sehingga peluang
terjadinya pirolisis lebih kecil. Namun
pembungkusan dengan menggunakan daun
pisang belum memberikan hasil yang
optimum untuk menurunkan kandungan
benzo(a) piren dalam makanan, karena
adanya kemungkinan daun pisang ikut
terbakar selama proses pembakaran sehingga
masih memberikan kandungan benzo(a)piren
yang sangat besar dan belum memenuhi nilai
ambang
batas
yang
dianjurkan.
Pembungkusan dengan menggunakan daun
pisang lebih cocok untuk makanan yang
diberi
perlakuan
pemanasan
dengan
microwave
atau
steam
sebelum
pemanggangan
sehingga
waktu
pemanggangan lebih singkat. Namun ikan
bakar yang dibungkus dengan menggunakan
daun pisang memiliki aroma (flavour) yang
unik dan lebih nikmat dibandingkan
kelompok sampel yang lain (berdasarkan uji
organo leptik sederhana).
Pemanggangan dengan menggunakan
frying pan juga dapat menurunkan
kandungan benzo(a)piren yang sangat
signifikan dan kandungan benzo(a)piren
yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan
dengan pembungkusan menggunakan daun
pisang yaitu 2,10 mg/kg karena pembakaran
tidak dilakukan menggunakan arang
sehingga kemungkinan terjadinya proses
pirolisis sangat kecil selain itu aroma ikan
bakar yang dihasilkan dengan menggunakan
cara ini masih terasa.
Pembungkusan dengan menggunakan
aluminium foil dapat menurunkan kandungan
benzo(a)piren
dengan
baik,
dimana
benzo(a)piren tidak terdeteksi pada sampel
5
kelompok 3. Hal ini disebabkan karena
sampel benar-benar tidak mengalami kontak
dengan sumber panas, dan sampel menerima
panas secara merata dan tidak berlebihan (<
300 0C). Dengan suhu yang tidak terlalu
tinggi tersebut pembentukan senyawa HAP
termasuk benzo(a)piren tidak dapat terjadi.
Namun
pembungkusan
menggunakan
aluminiumfoil menghasilkan ikan bakar
dengan aroma yang kurang nikmat
dibandingkan sampel ikan bakar lainnya.
Pengolahan ikan bakar yang berbeda,
selain memberikan kandungan benzo(a)piren
yang bervariasi, keempat kelompok sampel
ikan bakar juga memiliki aroma (flavor)
yang
berbeda-berbeda.
Komponenkomponen baru yang akan terbentuk selama
pembakaran kayu dan interaksi-interaksinya
dengan bahan makanan dapat menyebabkan
reaksi yang tak terhingga dan munculnya
flavor. Komponen-komponen volatil yang
beragam dan memberikan flavor tertentu
akan muncul selama pengolahan makanan.
Hal ini antara lain disebabkan oleh adanya
perbedaan, kondisi pirolisis, dan tahap
pengolahan yang digunakan. Variasi faktorfaktor
yang
terjadi
menyebabkan
kompleksnya
komposisi
kimia
yang
dihasilkan (Kostyra dan Pikielna, 2006).
Pembakaran yang terkontrol, atau pirolisis
kayu dapat mempengaruhi komponen yang
terbentuk dan dengan demikian juga akan
mempengaruhi flavor dan kualitas dari
produk yang dihasilkan (Rozum, 2009).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Sampel Ikan bakar yang diolah
dengan metode yang berbeda juga
mengandung senyawa benzo(a)piren yang
berbeda. Kandungan benzo(a)piren tertinggi
terdapat pada sampel ikan yang dibakar
langsung tanpa pembungkusan, kemudian
ikan yang dibungkus dengan menggunakan
daun pisang, dan ikan yang dibakar dengan
menggunakan frying pan, dengan kandungan
masing-masing sebesar 10,30 mg/kg, 3,69
mg/kg dan 2,10 mg/kg. Ikan yang dibungkus
dengan menggunakan aluminium foil tidak
mengandung benzo(a)piren.
Pembungkusan
menggunakan
aluminium
dapat
digunakan
sebagai
alternatif yang baik dalam pengolahan ikan
bakar untuk menghasilkan makanan yang
tidak mengandung senyawa benzo(a)piren
yang bersifat karsinogenik.
Saran
Penelitian selanjutnya disarankan
untuk melakukan penelitian lebih lanjut
menggunakan cara lain dalam meminimalisir
kand ungan benzo(a)piren dalam ikan bakar
misalnya
penggunaan
bumbu
selama
pemanggangan.
DAFTAR PUSTAKA
Budijanto, S., Hasbullah, R., Prabawati, S.,
Setyadjit, Sukarno, dan Zuraida, I.,
2008, Identifikasi dan Uji Keamanan
Asap Cair Tempurung Kelapa untuk
Produk Pangan, Jurnal Pascapen, 5
(1): 32-40.
Cano-Lerida, L., Rose, M., and Walton, P.,
Polycyclic Aromatic Hydrocarbons
dalam Bioactive compounds in Food,
Terjemahan oleh Gilbert J., 2008,
Blackwell Publishing, Oxford.
Chen, J., and Chen, S., 2005, Removal of
Polycyclic Aromatic Hydrocarbons by
Low Density Polyethylene from Liquid
Model and Roasted Meat,
Food
Chem., 90: 461-469.
FEHD (Food and Environmental Hygiene
Department), 2004, Chemical Hazard
Evaluation Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons In Barbecued Meat,
The Government of The Hong Kong
6
Special Administration Region, Hong
Kong.
Harvey, R.G., 2011, Historical Overview of
Chemical Carcinogenesis, Penning
TM editor, Philadelphia, Springer.
Kostyra E., Pikielna N.B., 2006, Volatiles
Composition and Flavour Profile
Identity of Smoke Flavourings, Food
Quality and Preference, 17: 85-95.
Lukitaningsih, E., Sudarmanto, A., dan
Noegrohati, S., 2001, Analisis
Kandungan Senyawa Hidrokarbon
Polisiklik Aromatik dalam Daging
Olahan, Majalah Farmasi Indonesia,
12 (3): 103-108.
Morret S., Conte L., and Dean D., 1999,
Assessment of Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons Content of Smoked
Fish by Means of a Fast HPLC/HPLC
Method, J Agric & Food Chem., 47:
1367-1371.
Peto, J., 2001, Cancer Epidemiology in The
Last Century and The Next Decade,
Nature, 411: 390-395.
Sundararajan, N., Ndife, M., Basel, R., and
Green, S., 1999, Comparison of
Sensory Properties of Hamburgers
Cooked by Conventional and
Carcinogen Reducing Safe Grill
Equipment, Meat Sci., 51: 289–295.
Prangdimurti, E., Zakaria, F.R.. dan Palupi,
N.S., 2013, Toksikan yang Terbentuk
Karena Pengolahan Pangan, (online),
(http://xa.yimg.com/kq/groups/20875
559/1558025962/name/modultopik7.
pdf,diakses 15 Januari 2013).
Rozum J., 2009, Smoke flavor, Di dalam:
Tarte R., editor, Ingredients in Meat
Product. Properties, Functionality and
Applications, New York, Springer
Science, 211-226.
Salenda, Y., 2011, Analisis Senyawa
Benzo(a)piren
dalam
Lumpur
Lapindo Menggunakan Kromatografi
Gas, Skripsi tidak diterbitkan,
Jurusan
Kimia,
Universitas
Hasanuddin.
7
Download