Tinjauan Pustaka PERAN GANGGUAN METABOLISME KARBOHIDRAT DAN LIPID DALAM PATOGENESIS SKIN TAG Putu Agus Gautama, Made Wardhana Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Udayana/RS Sanglah Denpasar ABSTRAK Skin tag (soft fibromas, acrochordons, fibrolipomas, fibroepithelial polyps) merupakan tumor jinak jaringan konektif yang ditandai oleh akantosis dan papilomatosis epidermis serta adanya jaringan ikat longgar, sedikit serabut kolagen dan pelebaran pembuluh darah kapiler pada dermis. Lesi menonjol atau bertangkai di atas permukaan kulit dan timbul pada daerah lipatan yang sering mengalami gesekan, misalnya leher, ketiak, dan lipat paha. Umumnya pasien mengeluh untuk alasan estetik dan terjadinya inflamasi akibat gesekan dengan pakaian. Penyebab dan patogenesis skin tag belum diketahui secara pasti, namun beberapa faktor diduga berperan dalam terjadinya tumor ini. Skin tag lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki dan angka kejadian bertambah seiring bertambahnya umur, terbanyak pada usia > 50 tahun. Seseorang dengan obesitas lebih sering mengalami skin tag dibandingkan dengan yang memiliki body mass index (BMI) normal. Beberapa penelitian terbaru menunjukkan peran gangguan metabolisme karbohidrat dan lemak, serta adanya peran beberapa hormon terkait, misalnya insulin dan hormon leptin dalam patogenesis terjadinya skin tag. (MDVI 2015; 42/1:34 - 37) Kata kunci: Skin tag, gangguan metabolisme, karbohidrat, lipid ABSTRACT Skin tag (soft fibromas, acrochordons, fibrolipomas, fibroepithelial polyps) is a benign skin tumor characterized by papillomatous epidermal acanthosis, loose connective tissue, few collagen fibers and dilatation of capillary blood vessels in the dermis. The lesion looks like a balloon of hanging skin or narrow stalk (pedunculated). It typically occurs on skin fold areas that often experience the friction, such as neck, armpits, and groin folds. Mostly the patient cosmetically complained and become irritation due to rubbing against the clothes. The cause and pathogenesis of skin tag is not certain known but some factors may have roles in skin tag pathogenesis. Skin tag mostly develop in females than males and the incidence increase with the age and mostly at age > 50 years old. The frequency of skin tag is higher in obese compared to normal BMI person. Recent researches show that roles of carbohydrate and lipid metabolism disorders and other related hormones, e.g. insulin and leptin may also have roles in the pathogenesis.(MDVI 2015; 42/1:34 - 37) Keywords: Skin tag, metabolism disorders, carbohydrate, Lipid Korespondensi : Jl. Tukad Yeh Sungi no. 23 Renon Denpasar Bali Telpon: 0361-232425, 081338216851 Email: [email protected] 34 PA Gautama dan M Wardhana Peran gangguan metabolisme karbohidrat dan lipid dalam patogenesis skin tag PENDAHULUAN Skin tag atau acrochordon merupakan tumor jinak kulit yang sering ditemukan pada individu dengan obesitas. Biasanya lesi mulai muncul pada dekade keempat sehingga sering dihubungkan dengan proses penuaan. Lesi lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria. Lesi berbentuk papul dengan konsistensi lunak (dapat berupa tipe furrowed, tipe filiformis, ataupun large bag-like protuberances), berwarna seperti kulit sampai kecoklatan, menonjol atau bertangkai di atas permukaan kulit. Umumnya skin tag timbul pada daerah lipatan atau daerah yang sering mengalami gesekan misalnya lipatan leher, ketiak, lipatan paha, dan perineum.1,2 ETIOPATOGENESIS DAN BEBERAPA FAKTOR YANG BERPERAN Penyebab skin tag belum diketahui secara pasti walaupun beberapa faktor diduga memiliki peran dalam patogenesis skin tag. Human papilloma virus berhubungan dengan timbulnya beberapa lesi tumor jinak. Pada satu penelitian yang dilakukan Dianzani (1988) ditemukan adanya DNA HPV 6/11 pada 88% pasien dengan skin tag.3 Gupta (2008) melakukan pemeriksaan polimerase chain reaction (PCR) terhadap HPV tipe 6 dan 11 pada pasien skin tag dan menemukan adanya DNA HPV 6/11 pada 48,6% pasien. Peran HPV terhadap timbulnya skin tag masih harus diteliti lebih lanjut.4 Kadar hormon androgen dan estrogen, serta peran reseptor dan diduga berhubungan dengan terjadinya skin tag, karena kulit merupakan organ target hormonal nonreproduktif terbesar dari estrogen dan androgen.5 Allegue dkk (2008) melaporkan satu kasus skin tag multipel sepanjang daerah pakaian dalam yang digunakan seorang wanita dengan obesitas, yang diduga disebabkan gesekan berulang dengan pakaian yang digunakan.6 Selain itu, beberapa penelitian juga mengungkapkan bahwa gangguan metabolisme karbohidrat dan insulin, serta gangguan metabolisme lipid dan hormon leptin berperan dalam patogenesis terjadinya skin tag.7,8 METABOLISME GLUKOSADAN PERANAN INSULIN Beberapa penelitian dan laporan kasus menyatakan adanya peran gangguan metabolisme karbohidrat dan glukosa pada patogenesis skin tag. Pada penelitian Rasi dkk. (2007) didapatkan pasien dengan diabetes melitus (DM) memiliki angka kejadian lebih tinggi untuk terjadinya skin tag, terdapat korelasi yang positif antara jumlah lesi skin tag dengan rerata kadar insulin plasma. Selain itu, pada pasien dengan jumlah lesi lebih dari 30, didapatkan peningkatan risiko terjadinya diabetes.9 Pada penelitian yang dilakukan Gorpelioglu dkk. (2009) tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara kadar glukosa dan HbA1C dengan terjadinya skin tag serta terdapat hubungan antara Body Mass Index (BMI) dengan jumlah lesi dan lokasi skin tag, terutama pada daerah inframamae pada wanita. 8 Insulin Resistance (IR) merupakan gangguan metabolik akibat sel target gagal memberi respons terhadap insulin dengan kadar normal dalam sirkulasi, sehingga terjadi hiperinsulinemia. Pada beberapa penelitian terjadinya skin tag dihubungkan dengan adanya IR dan lesi yang multipel sering ditemukan pada individu dengan obesitas dan DM tipe 2.7 Reseptor insulin termasuk dalam kelompok reseptor tirosin kinase, yakni Insulin-like Growth Factor (IGF), Epidermal Growth Factor (EGF), Fibroblast Growth Factor (FGF), Platelet-Derived Growth Factor (PDGF), ColonyStimulating Factor-1 (CSF-1), dan beberapa reseptor sitokin lainnya. Pada patogenesis skin tag, tingginya konsentrasi insulin mengakibatkan terjadinya aktivasi langsung maupun tidak langsung reseptor IGF-1 pada keratinosit dan fibroblas sehingga mengakibatkan terjadinya proliferasi fibroblas.10 Sejak beberapa tahun terakhir, terdapat beberapa penelitian yang mencari hubungan antara skin tag dengan IR, kadar insulin serum, dan kadar IGF-1. Ditemukan peningkatan kadar insulin yang bermakna pasien skin tag dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal tersebut menyatakan adanya peran penting insulin dan IGF-1 dalam patogenesis skin tag. Rasi dkk (2007) menunjukkan bahwa pasien dengan lesi skin tag lebih dari 30 disertai DM dan IR sebanyak 52%.9 Tamega dkk (2010) mengidentifikasi adanya hubungan independen antara jumlah lesi skin tag lebih dari 5 dengan peningkatan index Homeostatic Model Assessment of Insulin Resistance (HOMA-IR) pada pasien skin tag. Pada penelitian yang sama didapatkan pula hubungan yang bermakna antara skin tag dengan peningkatan BMI dan hipertrigliseridemia.11 Efek biologis hormon pada kulit ditunjukkan oleh adanya interaksi hormon dengan reseptornya pada kulit, yaitu melalui ikatan berafinitas tinggi dengan satu atau lebih sistem efektor dalam sel. Sistem efektor tersebut terdiri atas berbagai macam komponen metabolik seluler mulai dari transpor ion pada permukaan sel untuk menstimulasi jalur transkripsi dalam nukleus. Aktivitas biologis insulin pada kulit dapat bekerja sebagai pengganti IGF-1 dengan berhomolog bersama IGF lainnya dan berikatan dengan reseptor IGF-1. Secara lokal IGF-1 diproduksi oleh sel fibroblas dermal. IGF-1 bekerja secara parakrin memicu proliferasi pada kultur sel basal keratinosit dan membantu dalam regulasi sintesis hialuronan pada sel fibroblas.12 JARINGAN ADIPOSA DAN SKIN TAG Lipoprotein mengatur siklus lemak dengan cara mengangkut lipid dari intestinal dan mendistribusikannya ke sebagian besar jaringan tubuh atau ke jaringan adiposa 35 MDVI untuk disimpan sebagai cadangan energi. Skin tag berkaitan dengan obesitas, karena adanya penumpukan lemak dalam tubuh terutama pada daerah subkutan dibandingkan pada daerah viseral. Jumlah lesi skin tag dilaporkan berhubungan dengan peningkatan berat badan dan peningkatan BMI (tingkat obesitas). Crook (2000) melaporkan empat pasien dengan lesi skin tag multipel yang seluruh pasien mengalami peningkatan kadar trigliserida serum dan penurunan kadar HDL serum.13 Jaringan adiposa merupakan organ endokrin dengan aktivitas metabolik yang tinggi; strukturnya terintegrasi, tersusun atas sel lemak, jaringan ikat, sel stroma-vaskular, dan jaringan saraf. Fungsi jaringan adiposa adalah mengatur dan mendeteksi adanya timbunan atau defisiensi lemak, serta tempat utama metabolisme steroid dan glukokortikoid. Banyaknya jaringan adiposa dalam tubuh terutama pada organ viseral (obesitas), berhubungan dengan resistensi insulin, hiperglikemia, dan kondisi proinflamasi. Leptin yang dihasilkan dari jaringan adiposa lebih banyak berasal dari massa lemak subkutan dibandingkan daerah viseral.14 Vol. 42 No. 1 Tahun 2015; 34 - 37 dapat mendukung integritas dan meningkatkan fungsi mitokondria. Pada beberapa penelitian telah ditemukan beberapa jenis reseptor leptin (ObR), salah satunya bentuk panjang (ObRb).yang terdapat pada hipotalamus. Telah diketahui bahwa reseptor leptin hipotalamus berfungsi dalam menghambat neuropeptide Y-ergic (NPY-ergic) dan stimulasi aktivitas Corticotropin releasing hormone-ergic (CRHergic) yang akhirnya menghambat nafsu makan yang berlebihan.17 Skin tag berhubungan dengan resistensi leptin pada seseorang dengan obesitas. Obesitas pada manusia berhubungan dengan tingginya kadar leptin dalam tubuh dan pada akhirnya menimbulkan resistensi terhadap leptin. Pada kenyataannya jarang terjadi mutasi gen ob pada proses obesitas. Adanya timbunan lemak yang berlangsung lama menyebabkan terjadinya resistensi leptin yang progresif ditandai oleh adanya kerusakan serta disfungsi signaling STAT3 dan AMPK. Disfungsi tersebut akan mengancam fungsi dan kerja mitokondria sehingga akhirnya menyebabkan gangguan metabolisme energi dan berefek secara umum dalam tubuh.15,18 LEPTIN LEPTIN DAN METABOLISME INSULIN Leptin merupakan suatu protein produk gen obesitas (ob) dengan berat molekul 16kDa yang disintesis terutama oleh jaringan adiposa. Defek pada leptin berakibat kebiasaan makan berlebihan dan obesitas, sehingga leptin dikatakan merupakan indikator perasaan kenyang. Leptin bekerja sebagai hormon metabolik penekan nafsu makan dan meningkatkan pengeluaran energi.15 Makin banyak jaringan adiposa, makin banyak leptin yang disekresikan ke sirkulasi. Kadar leptin yang tinggi akan memberikan sinyal umpan balik negatif pada sistem saraf pusat bahwa telah terdapat cukup simpanan energi dalam tubuh dan memberikan respons efektor berupa menurunnya nafsu makan dan meningkatkan pemakaian energi untuk mencegah obesitas. Leptin memberikan sinyal untuk mencapai suatu homeostasis energi. Leptin merupakan molekul yang bersifat pleiotropik. Selain berperan sebagai regulator energi, leptin juga mengatur fungsi endokrin dan imunitas. Dilihat dari struktur dan reseptornya, leptin dapat diklasifikasikan sebagai suatu sitokin.16 Leptin berperan secara sentral dan perifer dalam regulasi lemak tubuh. Secara sentral di hipotalamus, aktifitas Adenosisne Monophosphate Kinase (AMPK) diturunkan oleh leptin sehingga terjadi penurunan aktivitas neural dan menurunnya nafsu makan. Sedangkan di perifer pada jaringan subkutan dan adiposa viseral, aktivitas AMPK ditingkatkan untuk menstimulasi pembakaran lemak, metabolisme energi dan aktivitas metabolisme. Pada hipotalamus, leptin bekerja melalui jalur sinyal tranduksinya, yakni signal tranducer and activator of transcription 3 (STAT3), dan berperan penting dalam meregulasi metabolisme lemak dan massa tubuh. STAT3 maupun AMPK 36 Terdapat hubungan antara kadar leptin dengan insulin serum pada manusia berdasarkan gender dan kadar lemak tubuh. Terjadinya skin tag berkorelasi dengan kadar leptin dan insulin dalam tubuh. Hubungan antara kausatif keduanya dalam patogenesis skin tag belum diketahui pasti.18 Pada penelitian in vitro menggunakan sel adiposa tikus dan manusia, dibuktikan bahwa insulin dapat menstimulasi ekspresi mRNA dan sekresi leptin pada kultur sel tersebut. Pada isolasi sel adiposa, metabolisme glukosa berperan penting dalam pengaturan ekspresi dan sekresi leptin. Pada tikus diabetes, penurunan kadar leptin plasma ditemukan pada kondisi defisiensi insulin dan akan meningkat saat diberikan terapi insulin.19 Penelitian pada manusia menunjukkan bahwa hiperinsulinemia akan menyebabkan peningkatan konsentrasi leptin pada kondisi kronis. Kadar leptin serum meningkat saat diberikan terapi insulin pada pasien DM tipe 2 maupun tipe 1. Terdapat satu laporan pada pasien insulinoma terjadi peningkatan kadar leptin selama keadaan tersebut dan terjadi penurunan yang drastis setelah dilakukan pembedahan. Hal tersebut mengindikasikan hiperinsulinemia kronis akan meningkatkan ekspresi leptin.20 Banyak penelitian membuktikan bahwa leptin dapat mengatur sekresi serta kerja insulin dan glukosa plasma. Pada tikus dengan gen ob (ditandai hiperglisemia, hiperinsulinemia, dan resistensi insulin) yang diberikan terapi leptin dapat memperbaiki semua keadaan metabolisme yang abnormal tersebut. Pada tikus percobaan yang diberi makanan dengan jumlah normal, adanya penurunan kadar insulin plasma dan glukosa berhubungan dengan pemberian PA Gautama dan M Wardhana Peran gangguan metabolisme karbohidrat dan lipid dalam patogenesis skin tag terapi leptin.19 Reseptor leptin terbukti terdapat pada sel beta pankreas yang mensekresi insulin. Efek penurunan kadar insulin oleh karena pemberian leptin dapat diperantarai melalui reseptor tersebut. Efek langsung leptin pada transkripsi gen insulin pada sel beta pankreas dibuktikan dengan adanya penurunan proinsulin mRNA sekitar 50% dan leptin bekerja pada tingkat intraselular mulai dari transkripsi gen sampai mengubah permeabilitas membran sel untuk menghambat sintesis dan sekresi insulin.21 Penelitian in vivo menunjukkan bahwa leptin memiliki efek pada metabolisme glukosa. Pemberian leptin secara sentral atau infus intravena pada tikus percobaan meningkatkan sensitivitas insulin hepatik dan perifer, serta meningkatkan penggunaan insulin pada seluruh bagian tubuh.19 Ketika tikus percobaan yang mengalami kegemukan diberikan leptin akan terjadi normalisasi kadar glukosa darah. Belum diketahui dengan jelas apakah penurunan kadar glukosa tersebut diakibatkan oleh turunnya berat badan yang diinduksi oleh leptin melalui peningkatan sensitivitas insulin pada jaringan perifer. Reseptor leptin terdapat pada sel hepar manusia dan leptin juga dikatakan turut berperan dalam aktivitas metabolisme sel yang diinduksi insulin.19,22 Terdapat satu penelitian yang menunjukkan hubungannya dengan insulin, yaitu leptin membentuk efek hipoglikemia tanpa adanya pengaruh terhadap efek menurunkan kadar lemak tubuh pada pasien skin tag.19,23 DAFTAR PUSTAKA 1. Thomas VD, Snavely NR, Lee KK, Swanson NA. Benign epithelial tumors, hamartomas, and hyperplasias. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, penyunting. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: MacGraw-Hill; 2012. h. 1319-36. 2. Weedon D. Tumors and tumor-like proliferations of fibrous and related tissues. Dalam: Strutton G. penyunting. Weedon's skin pathology. Edisi ke-3. Pennsylvania: Churchill Livingstone; 2010. h: 810-44. 3. Dianzani C, Calvieri S, Pierangeli A, Imperi M, Bucci M, Degener AM. The detection of human papillomavirus DNA in skin tags. Br J Dermatol. 1998;138: 649-51. 4. Gupta S, Aggarwal R, Arora S. Human papillomavirus and skin tags: is there any association? Indian J Dermatol Venerol Leprol. 2008;74:222-5. 5. Safoury OE, Rashid L, Ibrahim M. The role of androgen and estrogen reseptors alpha and beta in the pathogenesis of skin tags. Indian J Dermatol.2009;20:71-8. 6. Allegue F, Fachal C, Perez L. Friction induced skin tags. Dermatology Online Journal.2008;14(3):18 7. 8. 9. 10. 11. Barbato MT, Kris da Silva A, Guerine MB, Criado PR, Averbeck E, Guerined MB, dkk. Association of acanthosis nigricans and skin tag with insulin resistance. An Bras Dermatol. 2012;87(1):97-104. Gorpelioglu C, Erdal E, Ardicoglu Y, Adam B, Sarifakioglu E. Serum leptin, atherogenic lipids and glucose levels in patients with skin tags. Indian J Dermatol.2009; 54: 20-2. Rasi A, Arabshahi RS, Shahbazi N. Skin tag as a cutaneous marker for impaired carbohydrate metabolism: A case-control study. Int J Dermatol. 2007; 46:1155-59. Dunaif A, Xia J, Book CB, Schenker E, Tang Z. Excessive insulin reseptor serine phosphorylation in cultured fibroblasts and in skeletal muscle. A potential mechanism for insulin resistance in the polycystic ovary syndrome. J Clin Invest. 1995; 96: 801-10. Tamega AA, Aranha AMP, Guiotoku MM, Miot LDB, Miot HA. Association of skin tags with insulin resistance. An Bras Dermatol. 2010; 85:25-31. 12. Kuroda K, Utani A, Hamasaki Y, Shinkai H. Up-regulation of putative hyaluronan synthase mRNA by basic fibroblast growth factor and insulin-like growth factor-1 in human skin fibroblasts. J Dermatol Sci. 2001;26:156-60. 13. Crook MA. Skin tags and the atherogenic lipid profile. J Clin Pathol. 2000;53: 873-4. 14. Kershaw EE, Flier JS. Adipose tissue as an endocrine organ. J Clin Endocrinol Metab. 2004; 89: 2548-56. 15. Friedman JM, Halaas JL. Leptin and the regulation of body weight in mammals. Nature. 1998; 395:763-70. 16. Faggioni R, Feingold KR, Grunfeld C. Leptin regulation of the immune response and the immunodeficiency of malnutrition. The FASEB Journal. 2001;15: 2565-71. 17. Holness MJ, Munns MJ, Sugden MC. Current concepts concerning the role of leptin in reproductive fuction. Mol Cell Endocrinol. 1999;157:11-20. 18. Erkek E, Kisa U, Bagci Y, Sezikli H. Leptin resistance and genetic predisposition as potential mechanisms in the development of skin tags. Hong Kong J Dermatol Venerol. 2011;19:108-14. 19. Wauters M, Considine RV, Van Gaal LF. Human leptin: From an adipocyte hormone to an endocrine mediator. Eur J Endocrinol. 2000;143: 293-311. 20. Korbonits M, Trainer PJ, Little JA, Edwards R, Kopelman PG, Besser GM. dkk. Leptin levels do not change acutely with food administration in normal or obese subjects, but are negatively correlated with pituitary±adrenal activity. Clin Endocrinol. 1997; 46: 751-7. 21. Kieffer TJ, Heller RS, Habener JF. Leptin receptors expressed on pancreatic b-cells. Biochem Biophysi Resh Comm. 1996; 224: 522-7. 22. Cohen B, Novick D, Rubinstein M. Modulation of insulin activities by leptin. Science. 1996; 274: 1185-8. 23. Ranganathan S, Ciaraldi T, Henry R, Mudaliar S, Kern P. Lack of effect of leptin on glucose transport, lipoprotein lipase, and insulin action in adipose and muscle cells. Endocrinology. 1998; 139: 2509-13. 37