Seminar Nasional Peternakan dan Yeteriner 1998 KINERJA SEKSUAL DOMBA JANTAN ST. CROIX HASTONO, 1. 1NOuNu, danN. MDAYATi Balai Penelitian Ternak, P.O. Box. 221, Bogor 16002 ABSTRAK Suatu penelitian dilakukan untuk mempelajari kinerja seksual domba St . Croix jantan di stasiun percobaan Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor . Jumlah domba yang diamati sebanyak 4 ekor yang dikawinkan dengan seekor betina berahi secara bergifran selama 30 menit dengan jumlah ulangan sebanyak dua kali . Peubah yang diamati meliputi : waktu (menit) yang diperlukan pertama kali menaiki betina yang sedang berahi sejak dari awal, jumlah (kali) menaiki, Waktu (menit) pertama kali ejakulasi, jumlah (kali) ejakulasi, waktu (menit) selang ejakulasi, waktu (menit) selang ejakulasi dengan menaiki berikutnya. Keragaan data dianalisis secara deskriptif, hasil analisis menunjukkan bahwa rataan jumlah ejakulasi 5,87 ± 0,22 kali dengan rataan jumlah menaiki sebanyak 18,75 ± 11,09 kali. Disimpulkan bahwa kemampuan kawin domba St.Croix jantan cukup tinggi . Selang ejakulasi maupun selang ejakulasi dengan menaiki berikutnya semakin lama semakin meningkat waktunya, cenderung menunjukkan terjadinya kelclahan dalam melakukan perkawinan. Kata kunci : Domba St Croix, kemampuan kawin, libido, selang beranak PENDAHULUAN Pada ternak domba, efisiensi dipengaruhi oleh kinerja reproduksi domba betina dan jantan yang dijadikan bibit . Faktor yang mempengaruhi kinerja reprodtiksi pejantan adalah kinerja seksual (sexual performance) yang meliputi kemampuan kawin (serving capacity) dan libido (sexual drive) serta lingkungan . Salah satu faktor lingkungan yang mempenganihi kinerja reproduksi adalah suhu udara, disamping faktor-faktor lainnya seperti curah luijan dan tipe atau ukuran kandang/padang penggembalaan, ternyata faktor dalam (intrinsic) yakni perbedaan umur dan genotipe ternak dapat mempengaruhi kinerja reproduksi pejantan (FOWLER, 1984) . Menurut DEVENDRA dan BuRN (1994) tingkat kinerja reproduksi hewan tergantung pada interaksi faktor genetik dan lingkungan, faktor lingkungan lebih berpengaruh . Pada kondisi tercekam panas kinerja reproduksi cenderung tertekan, yang menyebabkan fertilitas rendah, dewasa kelamin lambat, jarak beranak lama dan sebagainya. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati kinerja seksual domba jantan St. Croix sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi usaha ternak domba . MATERI DAN METODE Penelitian kinerja seksual domba St. Croix jantan dewasa dilakukan di stasiun percobaan Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Penelitian dilaksanakan tanggal 15 September 1997 . Jumlah domba jantan yang diamati sebanyak empat ekor berumur dua sampai empat talnm dan peralatan yang digunakan adalah stop watch . Untuk mengetahui kinerja seksual domba jantan, aspek yang diamati adalah kemampuan kawin (serving capacity) dan libido (sexual drive) . Peubah yang diamati meliputi : waktu (menit) 338 Seminar Nasional Peternakan dan Yeteriner 1998 yang diperlukan domba jantan pertama kali menaiki betina yang sedang berahi sejak dari awal, jumlah (kali) menaiki, waktu (menit) ejakulasi pertama, jumlah (kali) ejakulasi, selang (menit) ejakulasi, selang (menit) ejakulasi dengan menaiki berikutnya dan efisiensi kawin (jumlah menaiki/jumlah ejakulasi). Pengamatan kinerja seksual dilaksanakan dengan menempatkan satu ekor domba St. Croix betina yang sedang berahi untuk semua pejantan pada pukul 12.00-14 .00 (siang hari) dan diulang pada pukul 01 .30-03 .30 (dini hari), masing-masing selam 30 menit untuk setiap ulangan . Luas kandang yang digunakan untuk pengujian setiap ekor pejantan adalah 16 m2. Lingkungan (tatalaksana pemeliharaan dan pemberian pakan) pada semua domba pengamatan adalah sama yaitu konsentrat sebanyak 500 gram/ekor/hari dan runtput sebanyak 5 kg/ekor/hari . Data keragaan kemampuan kawin domba St. Croix jantan dianalisis secara deskriptif HASIL DAN PEMBAHASAN Waktu pertama kali menaiki Waktu pertama kali menaiki betina berahi dapat dijadikan ukuran terhadap libido domba jantan . RivAL dan CHENIWETH (1982) mengklasifikasikan bahwa domba jantan yang tidak mempunyai respon terhadap betina berahi dikelompokkan kepada domba jantan dengan libido rendah . Sedangkan SOENARYO (1988) lnenyatakan bahwa pejantan yang mempunyai nafsu kawin lemah atau tidak ada sama sekali adalah patologik dan merupakan infertilitas. Hasil pengamatan (Tabel 1) menunjukkan bahwa respon domba jantan St . Croix untuk menaiki domba betina berahi rata-rata 0,46 ± 0,16 menit. Tabel 1. No Pejantan 1 2 3 4 Rataan Kinetja seksual domba jantan St. Croix dengan dua kali pengamatan Waktu pertama kali menaiki (menit) Jumlah menaiki (menit) Ejakulasi pertama (menit) Jumlah ejakulasi (kah) Selang ejakulasi (menit) 0,28 0,39 0,46 0,71 0,46 ± 0, 16 9 9 21 36 18,7 ± 11,1 0,28 0,43 1,97 0,71 0,85 ± 0,66 5,5 6 6 6 5,87 ± 0,22 4,56 6,15 4,37 4,81 4 ,97 ± 0,69 Selang ejakulasi dengan menaiki berikutnya (menit) 3,42 5,86 4,03 2,68 3,99 ± 1,17 Efisiensi (Jumlah menaiki/ jumlah ejakulasi) 1,58 1,5 3,77 6 3,21 ± 1,85 Jumlah menaiki Sebelum terjadinya kopulasi biasanya ternak jantan berusaha menaiki ternak betina berahi sampai beberapa kali . Banyak sedikitnya jumlah menaiki dipengaruhi beberapa hal, salah satu di antaranya adalah ukuran tubuh pejantan yang terlalu besar bila dibanding dengan betina berahi yang dikawininya, sehingga pejantan mengalami kesulitan untuk melakukan perkawinan (SETIADI, 1990). Hasil pengamatan (Tabel 1) menunjukkan bahwa jumlah menaiki pada domba jantan St. Croix antara 9 sampai 36 kali dengan rataan 18,75 ± 11,09 kali. Ejakulasi pertama Ejakulasi secara sempurna dapat terjadi apabila penis masuk ke dalam vagina (intromisi), demikian pula sebaliknya akan tetjadi ejakulasi abortif bila betina menolak introntisi atau penis 339 Seminar NasionalPeternakan dan Veteriner 1998 pejantan iYdak berhasil masuk vulva. Lamanya intromisi sangat berbeda-beda di antara berbagai jenis ternak . Pada sapi dan domba ejakulasi akan terjadi secara cepat begitu penis masuk ke dalam vagina terutama pada intromisi pertama (TOELIHERE, 1981) . Pada penelitian ini (Tabel 1), ejakulasi pertama rata-rata terjadi pada 3,39 menit . Jumlah ejakulasi Hasil pengamatan (Tabel 1) menunjukkan bahwa kemampuan kawin domba St. Croix yang tinggi, di mana dalam waktu 30 menit mampu berejakulasi sebanyak 5,87 t 0,22 kali dengan jumlah menaiki rata-rata 18,75 f 11,09 kali. Menurut EDWARD et al. (1992) bahwa domba jantan mempunyai penampilan seksual yang tinggi apabila rata-rata jumlah ejakulasi 5,5 kali atau lebih, sedangkan yang rendah rata-raa 3,5 kali atau kurang dalam waktu 30 menit. PERKINs et al. (1992) menyatakan bahwa domba jantan yang mempunyai kemampuan kawin tinggi apabila dalam waktu 30 menit minimal 6 kali ejakulasi, sedangkan yang rendah maksimum 2 kali ejakulasi . Hasil penelitian EDWARD et al. (1996) mendapatkan bahwa domba jantan yang berumur 2 tahun 9 bulan untuk mencapai 6 kali ejakulasi membutuhkan waktu rata-rata 29 menit bagi yang berpenampilan seksual tinggi, sedangkan yang rendah memerlukan waktu rata-rata 77,6 t 6,4 menit untuk mencapai 6 kali ejakulasi. TOELIHERE (1981) menerangkan bahwa apabila kondisi iklim memuaskan, waktu siang atau malam tidak mempengaruhi aktifitas seksual, akan tetapi pada keadaan tertentu perkawinan lebih banyak terjadi di malam hari. ASHMAWY (1979) dalam DEVENDRA (1994) mendapatkan pada kambing Baladi di Mesir bahwa jumlah ejakulasi dan waktu kelelahan berbeda secara nyata antara musim, pada musim semi jumlah ejakulasi rendah dan cepat lelah. Frekuensi kawin Frekuensi kawin adalah kemampuan domba jantan mengawini betina berahi per satuan waktu yang sangat ditentukan oleh selang ejakulasi, semakin cepat selang ejakulasi semakin tinggi frekuensi kawinnya, demikian pula sebaliknya semakin lambat selang ejakulasi maka semakin rendah frekuensi kawinnya . Frekuensi kawin dapat ditingkatkan dengan jalan menukar betina berahi untuk dikawini (CHIMINEAU, 1990). Hasil pengamatan (Tabel 2) menunjukkan bahwa selang ejakulasi domba jantan St. Croix masing-masing individu bervariasi, namun demikian dari nilai rata-rata semakin lama cenderung mengalami kelelahan seksual, yang ditandai dengan lamanya beristirahat, keadaan ini menyebabkan frekuensi kawin berkurang . TOELIHERE (1981) menyatakan bahwa frekuensi kawin berbeda-beda menurut iklim, jenis bangsa, individu, sex ratio (perbandingan jantan dan betina) clan ruangan yang tersedia . Tabel 2. No pejantan 1 2 3 4 Rataan 340 Rataan selang ejakulasi dombajantan St. Croix dalam dua kali pengamatan I - II 0,85 1,17 2,01 2,24 1,57 t 0,57 Selang ejakulasi (menit) 11- III III - IV 6,70 2,78 7,56 3,84 3,31 6,13 8,10 3,13 4,51 ± 2,10 5,88 ± 1,67 IV - V 5,56 9,49 4,40 5,92 6,34 t 1,90 Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998 Selang ejakulasi dengan menaiki berikutnya Sebagian ternak jantan tidak menunjukkan aktivitas seksual segera sesudah kopulasi/ejakulasi . Timbulnya kembali aktivitas seksual berbeda-beda tergantung jenis, bangsa dan individu (TOELIHERE, 1981) . Hasil pengamatan (Tabel 3) menunjukkan bahwa nilai rata-rata pada selang ejakulasi dengan menaiki berikutnya pada selang I hingga IV cenderung waktunya semakin lama, keadaan ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal antara lain yaitu : terjadi kelelahan dalam melakukan perkawinan, atau mengalami kepuasan seksual karena betina yang dikawininya hanya satu ekor, sehingga nafsu kawin pun menurun. TOELIHERE (1981) menyatakan bahwa apabila domba jantan dikawinkan secara terus menerus dengan betina yang sama akan mengalami kepuasan seksual . DEVENDRA dan BURN (1994) menyatakan bahwa salah satu penyebab kegagalan reproduksi adalah karena cekaman panas yaitu dapat berupa nafsu kawin dan fertilitas yang rendah pada hewan jantan . Sedangkan hasil penelitian RIVAL dan CHENOWETH (1982) menunjukkan bahwa nafsu kawin tidak dipengaruhi oleh waktu yaitu pagi hari dari jam 06 .30-10 .00 dan sore hari dari jam 14 .30-18 .00 . Tabel .y. Rataan selang ejakulasi dengan menaiki berikutnya domba jantan St. Croix No Pejantan 1 2 I - II Selang ejakulasi dengan menaiki berikutnya (menit) III - IV II - III IV - V 0,53 1,21 5,34 1,17 2,40 7,56 5,56 9,5 2,07 5,76 3,81 3 1,35 4 2,24 4,17 1,65 1,48 1,32 ± 0,61 2,46 ± 1,08 5,07 ± 2,14 5,09 ± 2,93 Rataan Efisiensi Efisiensi adalah perbandingan antara jumlah menaiki dengan jumlah ejakulasi . Aktivitas menaiki betina berahi semakin sering akan tetapi tidak diimbangi dengan jumlah ejakulasi yang memadai, maka dapat dikatakan pejantan tidak efisien dalam melakukan perkawinan. Hasil penelitian (Tabel 1) menunjukkan bahwa efisiensi perkawinan domba jantan St_ Croix rata-rata 3,21 ± 1,85, artinya 3,21 kali naik satu kali ejakulasi . Semakin tinggi nilai efisiensi . maka semakin baik ternak jantan dalam melakukan perkawinan dan yang terbaik adalah satu kali naik satu kali ejakulasi . KESIMPULAN Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa libido dan kemampuan kavvin domba jantan St. Croix pada umur 4 tahun masih tetap tinggi. Selang ejakulasi maupun selang ejakulasi dengan menaiki berikutnya semakin lama waktunya semakin meningkat dan cenderung menunjukkan terjadinya kelelahan dalam melakukan perkaivinan . DAFTAR PUSTAKA Y. CAGNIE, Y. GUTERIN, P. ORGEUR, dan J. C. VALLET . 1990 . Training Manual Insemination in Sheep and Goats . Reproductive Physiology Station . Intitute National De La Recherche Agronomicue (1NRA) . p. 11-37 CHEIviINEAU, P ., 34 1 Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998 DEvENDRA, C. dan BuRta. 1994 . Produksi Kambing di Daerah Tropis. Terjemahan Harya Putra. Penerbit 1TB Bandung. hal. 117-120. EDwARD, O., PRICE, E. HANs, R. BORGWARDT, and M. R. DALLY. 1992 . Measures of libido and their relation to serving capasity in the ram. J. Anim. Sci. 1992 . p. 3376-3380. EDwARD, O., PRICE, R. BORGWARDT, M. R. DALLY, and P. H. HEmswoRTH. 1996 . Repeated mating with individual ewes by rams differing in sexual performance . J. Anim . Sci. 1996 . p. 542-544. FOWLER, D. G. 1984 . Reproductive Behaviour of Rams . In LINDSAY, D.R . and D.T . PEARCE (eds). Reproduction in sheep. Australian Academy of Sci. in conjuction with the Australian Wool Corporation, Canberra . p. 39-46. PERKINs, A., J. A. FITZGERALD, and E. O. PRICE. 1992 . Sexual performance of rams in serving capasity test predicts success in pen breeding . J. Anim. Sci. 1992 . p. 2722-2725. RIVAL, M. D. and P. J. CHENOWETH. 1982. Libido testing of ram. Animal Production in Australia. Proceeding of The Australian Society of AnimalProduction. Volume 143. Four teenth Biemual Conference . Brisbane, Queensland, May 1982 . p. 174-175. SETIADI, B. 1990 . Penampilan Reproduksi Ternak Jantan dan Peranannya Dalam Suatu Usalla Ternak Ruminansia Kecil. Fakultas Pasca sarjana. Intitut Pertanian Bogor. Bogor. TOELII-IERE. 1981 . Fisiologi Reproduksi pada Ternak . Penerbit Angkasa Bandung. hal . 228-234.