Riduan Noor : Eksistensi Persetujuan Tertulis Presiden.....79 EKSISTENSI PERSETUJUAN TERTULIS PRESIDEN UNTUK PEMANGGILAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT PADA TAHAP PENYIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ASAS EQUALITY BEFORE THE LAW Riduan Noor POLRI Polda Kalsel E-mail: [email protected] Abstract : The purpose of the study is to determine and analyze about calling members of Parliament through written approval of President in the investigation from the perspective of the principle of equality before the law and the legal consequences that would ensue for calling members of Parliament who allegedly committed crimes in the investigation with the written consent of the President. In this study the authors use a kind of normative legal research. Normative legal research is a process of finding the rule of law, principles of law and legal doctrines in order to address the legal issues faced in order to obtain arguments, theories or new concepts as a prescription to solve problems. Existence legis requiring the written consent of the President to the members of Parliament calling for the examination as a suspect in the investigation process is contrary to the principle of equality before the law. It is explicitly mentioned in the constitutional, namely article 27 paragraph (1) and Article 28D paragraph (1) of the 1945 Constitution. That the de facto and de jure Indonesia have included the principle of equality before the law in its constitution, and as a consequence logisny should be implemented, realized and accommodated this principle in legislation and state life. DPR members preferential treatment it has had the legality through Law No. 17 of 2014 (Act MD3) and reinforced by the Constitutional Court Decision No. 76 / PUU-XII / 2014. In the process of the investigation will lead to legal consequences and potentially will have obstacles, such as disturbing the independence of the judiciary, inspection delays and doubts investigator to follow-up investigation without the written consent of the president's letter. Keywords: president approval, member of parliament, equality before the law Abstrak : Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis tentang pemanggilan anggota DPR RI melalui persetujuan tertulis Presiden dalam penyidikan dari perspektif asas equality before the law dan konsekuensi hukum yang akan timbul terhadap pemanggilan anggota DPR RI yang diduga melakukan tindak pidana dalam penyidikan dengan persetujuan tertulis Presiden. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi sehingga diperoleh argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah. Eksistensi legis yang mengharuskan adanya persetujuan tertulis dari Presiden terhadap pemanggilan anggota DPR RI untuk dilakukan pemeriksaan sebagai tersangka dalam proses penyidikan adalah bertentangan dengan asas equality before the law. Hal ini secara tegas telah dijelaskan dalam konstitusional, yaitu pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Bahwa secara defacto dan dejure Indonesia telah mencantumkan prinsip equality before the law dalam konstitusinya, dan sebagai konsekuensi logisny harus dilaksanakan, direalisasikan dan diakomodir asas ini dalam peraturan perundang-undangan dan kehidupan bernegara. Perlakuan istimewa anggota DPR itu telah memiliki legalitas melalui UU No. 17 Tahun 2014 (UU MD3) dan diperkuat lagi dengan Putusan MK No. 76/PUU-XII/2014. Di dalam proses penyidikan akan menimbulkan konsekuensi hukum dan berpotensi akan mengalami hambatan-hambatan, seperti mengganggu independensi peradilan, terjadinya penundaan pemeriksaan dan keraguan penyidik dalam menindak lanjuti penyidikan tanpa adanya surat persetujuan tertulis dari presiden. Kata kunci: persetujuan presiden, anggota parlemen, persamaan di depan hukum 80 Badamai Law Journal, Vol. 2, Issues 1, Maret 2017 PENDAHULUAN keamanan negara berdasarkan bukti A. Latar Belakang permulaan yang cukup; atau Dalam konteks proses penyidikan, kedudukan anggota DPR memiliki hak istimewa juga dibandingkan dengan warga c. disangka melakukan tindak pidana khusus Terdapat 3 (tiga) hal pokok yang diatur negara lainnya. Dalam hal melakukan dalam Pasal 245 UU MD3 tersebut, yaitu: pemanggilan dan permintaan keterangan a. Dalam proses penyidikan guna anggota DPR, UU MD3 memgatur secara memanggil dan memintai keterangan khusus mekanismenya sebagaimana diatur kepada anggota DPR, penyidik harus dalam Pasal 245 UU MD3, yaitu: terlebih dahulu mendapatkan persetujuan (1) Pemanggilan dan permintaan keterangan tertulis dari Majelis Kehormatan Dewan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana (MKD) DPR RI; b. Persetujuan tertulis dari MKD tersebut harus mendapat persetujuan tertulis dari hanya Mahkamah Kehormatan Dewan permintaan keterangan anggota DPR (2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan oleh untuk pemanggilan dan yang diduga melakukan tindak pidana; c. Anggota DPR yang dipanggil dan Mahkamah dimintai keterangannya dalam proses Kehormatan Dewan paling lama 30 (tiga penyidikan tidak diperlukan persetujuan puluh) Hari terhitung sejak diterimanya tertulis dari MKD jika anggota DPR permohonan, tersebut: pemanggilan, dan permintaan keterangan untuk penyidikan 1. tertangkap tangan melakukan tindak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pidana (operasi tangkap tangan); dapat dilakukan 2. disangka melakukan tindak pidana (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada kejahatan yang diancam dengan ayat (1) tidak berlaku apabila anggota pidana mati atau pidana penjara DPR: seumur hidup atau tindak pidana a. tertangkap tangan melakukan tindak kejahatan terhadap kemanusiaan dan pidana; keamanan negara berdasarkan bukti b. disangka melakukan tindak pidana permulaan yang cukup. Misalnya kejahatan yang diancam dengan melakukan kejahatan pembunuhan pidana mati atau pidana penjara berencana (Pasal 340 KUHP), tindak seumur hidup atau tindak pidana pidana peredaran gelap narkotika kejahatan terhadap kemanusiaan dan (Pasal 114 ayat (2) UU No. 35 Tahun Riduan Noor : Eksistensi Persetujuan Tertulis Presiden.....81 2009 tentang Narkotika), kejahatan pengejawantahan makar (Pasal 104 KUHP). diskriminasi sebagaimana diatur dalam Pasal 3. disangka melakukan tindak pidana khusus. Misalnya jaminan 28I ayat (2) UUD 1945 : non “Setiap orang pidana berhak bebas dari perlakuan yang bersifat korupsi, tindak pidana terorisme, diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak tindak pidana pencucian uang, tindak mendapatkan pidana perdagangan orang. perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”. Persetujuan tindak dari tertulis dari perlindungan terhadap MKD Selain asas asas equality before the law sebagaimana diatur dalam Pasal 245 ayat (3) tersebut, asas lain dalam proses peradilan huruf a tersebut kemudian dianulir oleh pidana adalah peradilan yang sederhana, Mahkamah Konstitusi melalui putusannya cepat dan biaya ringan. Melihat pada Nomor ketentuan dalam putusam MK tersebut, 76/PUU-XII/2014 tanggal 20 September 2015 yang intinya merubah frase maka “persetujuan Mahkamah peradilan yang sederhana dan cepat akan Kehormatan Dewan” menjadi “persetujuan terhambat. Begitu juga dengan salah satu tertulis dari Presiden”. prinsip pokok negara hukum adalah adanya tertulis dari dikhawatirkan pemenuhan asas Dalam hukum pidana yang berlaku di peradilan yang bebas dan tidak memihak, Indonesia dikenal asas equality before the yaitu dalam menjalankan tugas judisialnya, law; setiap orang sama diperlakukan di hakim depan hukum, baik yang memiliki jabatan siapapun juga, baik karena kepentingan dalam pemerintahan maupun rakyat biasa. jabatan (politik) maupun kepentingan uang Kesetaraan di hadapan hukum sebagai hak (ekonomi). Untuk menjamin keadilan dan diakui dan dijamin oleh Konstitusi dimana kebenaran, tidak diperkenankan adanya Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi, intervensi ke dalam proses pengambilan "Segala putusan keadilan oleh hakim, baik intervensi Warga kedudukannya Negara dalam bersamaan hukum dan dari tidak boleh lingkungan dipengaruhi kekuasaan oleh eksekutif pemerintahan dan wajib menjunjung hukum maupun legislative ataupun dari kalangan dan pemerintahan itu dengan tidak ada masyarakat kecualinya"; dan Pasal 28D ayat (1) UUD menjalankan tugasnya, hakim tidak boleh 1945 berbunyi, "Setiap orang berhak atas memihak kepada siapapun juga kecuali pengakuan, jaminan, perlindungan, dan hanya kepada kebenaran dan keadilan. kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum ". Ketentuan ini dapat dipandang sebagai salah satu dan media massa. Dalam 82 Badamai Law Journal, Vol. 2, Issues 1, Maret 2017 politik pluralisme hukum yang memberi B. Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka pokok permasalahan yang akan ruang berbeda bagi hukum Islam dan hukum adat disamping hukum kolonial.1 diteliti dalam penelitian tesis ini adalah akan Asas Equality before the law merupa- dirumuskan ke beberapa rumusan masalah, kan asas dimana terdapat kesetaraan dalam yaitu: hukum pada setiap individu tanpa adanya 1. Apakah pemanggilan DPR pengecualian. Asas kesamaan didalam huk- melalui persetujuan tertulis dari Presiden um itu bisa dijadikan sebagai standar untuk dalam proses penyidikan bertentangan mengafirmasi kelompok-kelompok marginal dengan asas equality before the law? juga kelompok minoritas. Namun karena 2. Problematika hukum apa yang akan ketimpangan sumberdaya, baik kekuasaan, timbul dalam hal proses penyidikan modal maupun informasi, asas tersebut anggota DPR yang diduga melakukan sering didominasi oleh kelompok penguasa, tindak pemodal sebagai pelindung atau tameng atas pidana anggota melalui persetujuan aset dan kekuasannya.2 tertulis dari Presiden? Equality before the law harus diartikan PEMBAHASAN secara dinamis dan tidak diartikan secara 1. ASAS EQUALITY BEFORE THE LAW DALAM PEMANGGILAN ANGGOTA DPR DENGAN PERSETUJUAN TERTULIS DARI PRESIDEN DALAM PROSES PENYIDIKAN statis. Artinya, kalau ada persamaan dihadapan hukum bagi semua orang, maka harus diimbangi juga dengan persamaan perlakuan (equal treatment) bagi semua Equality before the law atau Persamaan orang. Jika ada dua orang bersengketa dihadapan hukum adalah salah satu asas datang ke pengadilan dan telah berhadapan terpenting dalam hukum modern. Asas ini dengaan majelis hakim, maka mereka harus menjadi salah satu sendi doktrin rule of law diperlakukan sama oleh majelis hakim yang juga menyebar pada berkembang tersebut (audi et alteram partem).3 seperti Indonesia. Perundang-undangan Indonesia mengadopsi asas ini sejak masa kolonial lewat Burgelijke Wetboek (KUHPerdata) dan Wetboek van Koophandel voor Indonesie (KUHDagang) pada tanggal 30 April 1847 melalui Stbl.1847 No. 23, tapi pada masa itu asas ini tidak sepenuhnya diterapkan, karena adanya Sesungguhnya asas Equality before the law bergerak dalam payung hukum yang berlaku 1 umum (general) dan tunggal. Akhmad Kholil Irfan, Negara Hukum dan Prinsip Equality Before The Law, http://www.boyyendratamin.com/2015/07/negarahukum-dan-prinsip-equality.html, diakses pada tanggal 27 Agustus 2016 2 Ibid. 3 Ibid Riduan Noor : Eksistensi Persetujuan Tertulis Presiden.....83 Ketunggalan hukum itu menjadi satu wajah pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum utuh diantara dimensi sosial lain. Dalam hal dan pemerintahan itu dengan tidak ada in persamaan dihadapan hukum, seolah-olah kecualinya”. Ketentuan ini juga terdapat memberi dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 gambaran didalamnya bahwa secara sosial dan ekonomi orang boleh tidak berbunyi, mendapatkan persamaan. Perbedaan perla- pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kuan “persamaan” antara wilayah hukum, kepastian hukum yang adil serta perlakuan wilayah sosial dan wilayah ekonomi, itulah yang sama di hadapan hukum ". Ketentuan sesungguhnya yang menjadi asas persamaan ini dapat dipandang sebagai salah satu dihadapan hukum secara nyata, tanpa harus pengejawantahan 4 membedakan strata. "Setiap orang dari berhak jaminan atas non diskriminasi sebagaimana diatur dalam Pasal Keberadaan asas equality before the 28I ayat (2) UUD 1945 : “Setiap orang law ini sejalan dengan kedudukan Indonesia berhak bebas dari perlakuan yang bersifat sebagai diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak negara hukum sebagaimana dikatakan di dalam Pasal 1 ayat (3) UUD mendapatkan 1945 yaitu Negara Indonesia adalah negara perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”. hukum. Jika dapat disebutkan asas equality 2. UUD Sementara 1950 before the law ini merupakan salah satu Pasal 7 dapat dibaca bahwa : manifestasi dari Negara hukum (rechtstaat) a. Setiap orang diakui sebagai manusia sehingga harus adanya perlakuan sama bagi setiap orang di depan hukum (gelijkheid van ieder voor de wet).5 perlindungan terhadap pribadi terhadap Undang-undang b. Segala orang berhak menuntut perlakuan yang dan lindungan yang sama oleh Pengaturan asas equality before the law Undang-undang. dalam proses peradilan pidana baik pada 3. KUHAP tahap penyidikan, penuntutan, pemeriksaan Ketentuan ini terdapat di dalam konsideran di menimbang huruf a yang berbunyi “Bahwa pengadilan maupun pada tahap pelaksanaan putusan pengadilan adalah: negara Republik Indonesia adalah negara 1. UUD 1945 hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi “Semua hak asasi manusia serta yang menjamin warga kedudukannya di Negara dalam bersamaan hukum dan segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan 4 Ibid Lilik Mulyadi, 2007, Hukum Acara Pidana, Jakarta: Citra Aditya Bakti, hlm. 20. 5 wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Begitu 84 Badamai Law Journal, Vol. 2, Issues 1, Maret 2017 juga di dalam Penjelasan Umum butir 3 huruf a juga dinyatakan bahwa “Adapun 6. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman asas tersebut antara lain adalah : Perlakuan Ketentuan ini diatur dalam Pasal 4 ayat (1) yang sama atas diri setiap orang di muka yang hukum dengan tidak mengadakan pembe- menurut hukum dengan tidak membeda- daan perlakuan”. bedakan orang”. 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 7. Universal Declaration of Human Rights tentang Pemasyarakatan “Pengadilan mengadili (UDHR) 1948 Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 5 huruf b Ketentuan ini diatur di dalam Article 6 yang pembinaan berbunyi “Everyone has the right to pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan recognition everywhere as a person before asas: persamaan perlakuan dan pelayanan”. the law” (Setiap orang berhak untuk diakui Dalam Penjelasan pasal dikatakan bahwa sebagai pribadi di hadapan hukum). Begitu yang "persamaan di dalam Pasal 7 yang menyatakan antara perlakuan dan pelayanan" adalah pemberian lain : “All are equal before the law and are perlakuan dan pelayanan yang sama kepada antitled without any discrimination to equal Warga protection of the law…”. (Semua orang yang “Sistem berbunyi berbunyi dimaksud Binaan dengan Pemasyarakatan tanpa membeda-bedakan orang. sama di depan hukum dan berhak atas 5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 perlindungan hukum yang sama tanpa Tentang Hak Asasi Manusia Ketentuan asas ini terdapat dalam: a. Pasal 3 ayat (2) yang berbunyi “Setiap diskriminasi) 8. International Covenant on Civil and Political Rights 1966 orang berhak atas pengakuan, jaminan, Ketentuan asas persamaan di muka hukum perlindungan, dan perlakuan hukum diatur di dalam Article 16 yang berbunyi yang adil serta mendapat kepastian “Everyone hukum dan perlakuan yang sama di recognition everywhere as a person before depan hukum”. the law” (Setiap orang berhak untuk diakui b. Pasal (5) ayat 1 yang berbunyi “Setiap sebagai shall pribadi have di the hadapan right to hukum). orang diakui sebagai manusia pribadi Demikian pula dalam Article 26 antara lain yang berhak menuntut dan memperoleh dinyatakan : “All person are equal before perlakuan serta perlindungan yang sama the law…” (Semua orang berkedudukan sesuai dengan martabat kemanusiaannya sama di hadapan hukum). di depan hukum”. Jika dapat disebutkan asas equality before the law ini merupakan salah satu Riduan Noor : Eksistensi Persetujuan Tertulis Presiden.....85 manifestasi dari Negara hukum (rechtstaat) persamaan hukum, maka orang yang sehingga harus adanya perlakuan sama bagi mempunyai kekuasaan akan merasa setiap orang di depan hukum (gelijkheid van kebal hukum. Pada prinsipnya equality ieder voor de wet).6 Dengan demikian, before the law adalah tidak ada tempat elemen yang melekat mengandung makna bagi backing yang salah, melainkan perlindungan sama di depan hukum dan undang-undang mendapatkan keadilan yang sama di depan terhadap yang benar. hukum. Menurut A.V.Dicey, Negara hukum merupakan backing 3. Human Rights harus mempunyai 3 unsur pokok :7 Human rights, maliputi 3 hal pokok, 1. Supremacy Of Law yaitu : Dalam suatu Negara hukum, maka a. The rights to personal freedom ( kedudukan hukum merupakan posisi kemerdekaan pribadi), yaitu hak tertinggi, kekuasaan harus tunduk pada untuk hukum bukan sebaliknya hukum tunduk dianggan baik bagi dirinya, tanpa pada kekuasaan, bila hukum tunduk pada merugikan orang lain. melakukan sesuatu yang dapat b. The rights to freedom of discussion ( membatalkan hukum, dengan kata lain kemerdekaan berdiskusi), yaitu hak hukum untuk untuk mengemukakan pendapat dan membenarkan kekuasaan. Hukum harus mengkritik, dengan ketentuan yang menjadi bersangkutan juga harus bersedia kekuasaan, maka kekuasaan dijadikan “tujuan” alat untuk melindungi kepentingan rakyat. mendengarkan 2. Equality Before The Law Dalam lain. penguasa dengan rakyat dimata hukum c. The sama lain dan bersedia menerima kritikan orang kedudukan adalah Negara orang hukum (sederajat), rights to public meeting yang (kemerdekaan mengadakan rapat), membedakan hanyalah fungsinya, yakni kebebasan ini harus dibatasi jangan pemerintah berfungsi sampai menimbulkan kekacauan atau mengatur dan rakyat yang diatur. Baik yang mengatur memprovokasi. maupun yang diatur pedomannya satu, Salah satu asas hukum di dalam hukum yaitu undang-undang. Bila tidak ada acara pidana sebagaiaman disebutkan di 6 Lilik Mulyadi, 2007, Hukum Acara Pidana, Jakarta: Citra Aditya Bakti, hlm. 20. 7 Dahlan Thaib, 1999, Kedaulatan Takyat Nagara Hukum dan Kostitusi, Yogyakarta: Liberty, hlm. 24. dalam Penjelasan Umum butir 3 huruf a KUHAP adalah equality before the law (persamaan di muka hukum). Asas yang menerapkan bahwa setiap orang harus 86 Badamai Law Journal, Vol. 2, Issues 1, Maret 2017 diperlakukan sama dimuka hukum, tidak ada 2. Persetujuan tertulis dari Presiden pilih kasih semuanya mendapat perlakuan tersebut hanya untuk pemanggilan dan dan hak yang sama. Dengan asas ini sistem permintaan keterangan anggota DPR peradilan pidana selalu mengedepankan yang diduga melakukan tindak pidana; kesamaan sehingga dan 3. Anggota DPR yang dipanggil dan bagaimanapun kondisi setiap subyek hukum dimintai keterangannya dalam proses yang dalam penyidikan tidak diperlukan persetujuan penyelesaian permasalahan hukum harus tertulis dari Presiden jika anggota DPR dipandang sama dengan perlakuan yang tersebut: sama pula, harus menghindari diskriminatif a. tertangkap tangan melakukan tindak menghendaki dengan tidak siapapun pelayanan mendahulukan dan pidana (operasi tangkap tangan). mengutamakan yang beruang atau yang berkuasa b. disangka melakukan tindak pidana sementara mengabaikan atau kejahatan yang diancam dengan meninggalkan yang tidak atau kurang pidana mati atau pidana penjara mampu. seumur hidup atau tindak pidana Dalam konteks proses penyidikan, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kedudukan anggota DPR memiliki hak keamanan negara berdasarkan bukti istimewa juga dibandingkan dengan warga permulaan yang cukup. negara lainnya. Dalam hal melakukan c. disangka melakukan tindak pidana pemanggilan dan permintaan keterangan khusus. anggota DPR, UU MD3 memgatur secara korupsi, tindak pidana terorisme, khusus mekanismenya sebagaimana diatur tindak pidana pencucian uang, tindak dalam Pasal 245 UU MD3 setelah adanya pidana perdagangan orang. Putusan Mahkamah Konstitusi Misalnya tindak pidana Nomor 76/PUU-XII/2014 tanggal 20 September 2. Problematika Hukum Yang Akan 2015. Timbul Dalam Proses Penyidikan Anggo- Terdapat 3 (tiga) hal pokok yang diatur dalam Pasal 245 UU MD3 tersebut, yaitu: 1. Dalam proses penyidikan ta DPR Melalui Persetujuan Tertulis Dari Presiden guna Anggota DPR yang dipilih melalui memanggil dan memintai keterangan pemilihan umum berdasarkan Pasal 20 ayat kepada anggota DPR, penyidik harus (1) terlebih dahulu mendapatkan persetujuan membentuk tertulis dari Presiden; pejabat UUD 1945 Undang-Undang. negara pembentuk memegang pemegang Undang-Undang, kekuasaan Sebagai kekuasaan dalam Riduan Noor : Eksistensi Persetujuan Tertulis Presiden.....87 pelaksanaan kekuasaannya masing-masing di hadapan hukum sebagaimana dijamin anggota DPR mempunyai hak interpelasi, oleh UUD 1945. Namun demikian, tindakan hak angket, hak menyatakan pendapat, hak penyidikan yang dilakukan sebagaimana mengajukan diatur dalam Pasal 245 UU MD3 yang pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas memerlukan sebagaimana diatur dalam Pasal 20A UUD Presiden tersebut harus diterbitkan dalam 1945. hak waktu yang singkat. Hal tersebut dilakukan konstitusional anggota DPR tersebut juga dalam rangka mewujudkan proses hukum harus yang berkeadilan, efektif, dan efisien, serta Pelaksanaan diimbangi fungsi dan dengan adanya persetujuan menjamin proporsional, sehingga anggota DPR tidak Pemberian persetujuan secara tertulis dari dengan mudah dan bahkan tidak boleh Presiden kepada pejabat negara yang sedang dikriminalisasi pada saat dan/atau dalam menghadapi rangka menjalankan fungsi dan kewenangan penyidikan terhadap pejabat negara, telah konstitusionalnya dilakukan diatur di beberapa Undang-Undang, antara dengan itikad baik dan penuh tanggung lain, UU MK, UU BPK, dan UU MA, jawab. sehingga hal demikian bukan merupakan proses Salah satu bentuk perlindungan hukum sesuatu yang baru. yang memadai dan bersifat khusus bagi Pertimbangan kepastian dari perlindungan hukum yang memadai dan sepanjang adanya tertulis hukum, MK hukum. khususnya yang tetap anggota DPR dalam melaksanakan fungsi memberikan keistimewaan kepada DPR dan hak konstitusionalnya adalah dengan karena DPR ditempatkan sebagai pejabat diperlukannya persetujuan atau izin tertulis negara, dimana dalam menjalankan tugas dari Presiden dalam hal anggota DPR dan kewenangannya terkait jabatan negara tersebut dipanggil dan dimintai keterangan yang diembannya dianggap berbeda dari karena diduga melakukan tindak pidana. warga negara lain yang bukan pejabat Dengan adanya persyaratan izin atau negara, menurut penulis pun merupakan hal persetujuan tertulis dari Presiden dalam hal yang tidak sejalan dengan konsepsi negara anggota dimintai hukum di Indonesia. Negara Indonesia keterangan dalam konteks adanya dugaan adalah Negara yang berdasar atas hukum tindak pidana, diharapkan dan tidak berdasar pada kekuasaan belaka. tetap DPR dapat dipanggil melaksanakan dan di satu pihak, fungsi dan Keistimewaan yang diberikan kepada DPR kewenangannya sebagai anggota DPR, di dapat dikatakan merupakan cerminan dari lain pihak, tetap menjamin adanya kepastian simbol hukum yang adil serta perlakuan yang sama pemberlakuan izin persetujuan Presiden kekuasaan semata karena 88 Badamai Law Journal, Vol. 2, Issues 1, Maret 2017 terhadap proses penyidikan terhadap permintaan keterangan untuk penyidikan anggota DPR hanya semata-mata karena terhadap anggota DPR yang diduga jabatan yang melekat kepadanya. melakukan tindak pidana harus mendapat Bahwa terkait dengan ketentuan Pasal persetujuan tertulis dari Presiden”. Selain 245 UU MD3 yang mengatur tindakan putusan tersebut MK juga memutuskan penyelidikan bahwa dan penyidikan terhadap frasa “persetujuan tertulis dari anggota DPR yang diduga melakukan tindak Mahkamah Kehormatan Dewan” dalam pidana harus mendapat persetujuan tertulis Pasal 224 ayat (5) UU MD3 bertentangan dari dengan Presdien merupakan bagian dari UUD 1945 tidak tertulis dari pelaksanaan asas praduga tak bersalah, dan dimaknai persamaan kedudukan hukum, berkesamaan Presiden”. Putusan terhadap Pasal 224 ayat kedudukan di muka hukum dalam rangka (5) UU MD3 ini merupakan putusan yang menjaga wibawa tidak dimohonkan untuk dilakukan judicial tersebut dimaksudkan hukum. menghalang-halangi Pengaturan untuk review. penegakan Bahwa anggota DPR sebagai subjek melakukan hukum, terlepas dari jabatannya sebagai penyelidikan dan penyidikan, namun lebih anggota DPR harus diberlakukan sama di kepada untuk hadapan hukum, bahwa ketentuan dalam meyakinkan bahwa dugaan pidana terhadap Pasal 245 UU MD3 telah memberikan anggota DPR telah memiliki bukti atau basis keistimewaan terhadap anggota DPR yang yuridis yang kuat.8 sedang menjalani proses hukum tanpa hukum proses tidak “persetujuan sepanjang dalam rangka persyaratan administratif Amar Putusan MK Nomor 76/PUUXII/2014 terkait MD3 rangka prinsip persamaan, segala sikap dan “persetujuan tindakan diskriminatif dalam segala bentuk tertulis dari MKD dalam Pasal 245 ayat (1) dan manifestasinya seperti keistimewaan UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 proses diakui sebagai sikap dan tindakan dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang terlarang. Keistimewaan dalam proses mengikat, menyatakan “persetujuan pengujian bahwa, sepanjang tertulis frasa UU rasionalitas hukum yang tepat. Dalam tidak dimaknai peradilan dalam prinsip kesetaraan harusnya dari Presiden”. diberikan kepada subjek yang tepat dalam Selanjutnya Pasal 245 ayat (1) UU MD3 hal subjek hukum adalah kelompok selengkapnya menjadi, “Pemanggilan dan masyarakat tertentu atau kelompok warga masyarakat tertentu, anak atau kelompok 8 Keterangan Pemerintah sebagaimana yang terdapat di dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XII/2014 tanggal 20 September 2015, hlm. 61 rentan, ataupun dalam hal perlindungan Riduan Noor : Eksistensi Persetujuan Tertulis Presiden.....89 saksi dan korban serta praktik restorative kesederajatan justice. pemerintahan. Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 024/PUU-III/2005, di hadapan hukum dan Keberadaan Pasal 245 UU MD3 yang persoalan hanya diterapkan untuk anggota DPR, diskriminasi dalam suatu undang-undang sehingga terdapat perlakuan yang berbeda dapat dilihat dari perspektif bagaimana untuk konstitusi perlindungan berhadapaan dengan proses hukum. Di mana terhadaap suatu hak konstitusional, dalam pihak penyidik harus memperoleh izin arti apakah hak tersebut oleh konstitusi tertulis dari Presiden sebelum melakukaan perlindungannya ditempatkan dalam rangka pemanggilan dalam rangka pemeriksaan due rangka anggota DPR sebagai tersangka. Perlakuan perlindungaan yang sama (equal protection). berbeda ini tidak diberlakukan untuk warga Pembedaan demikian penting dikemukakan negara Indonesia lainnya, yang mana pihak sebab seandainya suatu undang-undang penyidik dapat secara langsung melakukan mengingkari hak dari seemua orang, maka pemanggilan pengingkaran demikian lebih tepat untuk rangka proses penyidikan. Hal inilah yang dinilai dalam rangka due process, namun, mengakibatkan diskriminasi atas dasar status apabila jabatan publik dan bertentangan dengan merumuskan process ataukah suatu dalam undang-undang ternyata meniadakan suatu hak bagi beberapa orang tetapi memberikan hak demikian kepadaa warga negara terhadap Indonesia tersangka yang dalam prinsip non diskriminasi. Prinsip non diskriminasi secara orang-orang lainnya, maka keadaan tersebut internasional telah diakui sebagai salah satu dapat prinsip dasar dalam pemenuhan hak asasi dianggap sebagai pelanggaran 9 terhadaap prinsip equal protection . manusia. Secara hukum prinsip ini selain Proses peradilan oleh penyidik terhadap anggota dewan yang hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Presiden, merupakan kelompok pengaturan yang seharusnya tidak mengandung perlakuan bertentangan dengan berbeda yang prinsip equal protection sebagaimana yang dijamin oleh Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (3)UUD 9 1945 yaitu persamaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 024/PUU-III/2005, hlm. 41 atau diatur di dalam UUD 1945 yaitu Pasal 28I ayat (2) yang berbunyi “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminasi atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakukan yang bersifat diskriminatif itu”. Pasal 7 The Universal Declaration of Human Rights menyatakan bahwa “Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun. Semua orang berhak 90 Badamai Law Journal, Vol. 2, Issues 1, Maret 2017 untuk mendapatkan perlindungan yang sama Dalam menentukan tindak pidana yang terhadap dituduhkan diskriminasi apapun yang padanya, atau hak dan melanggar Deklarasi ini dan terhadap segala kewajibannya dalam suatu gugatan, setiap hasutan diskriminasi orang berhak atas pemeriksaan yang adil dan tersebut”. Pasal 2 ayat (1) International terbuka oleh pengadilan yang kompeten, Covenant on Civil and Political Right independen (ICCPR) mengatakan bahwa “Setiap Negara ditetapkan oleh hukum. Pers dan masyarakat pada dapat untuk Kovenan melakukan ini berjanji untuk dan tidak dikecualikan sidang memihak dari seluruh karena atau menghormati dan menjamin untuk semua sebagian individu dalam wilayahnya dan tunduk pada ketertiban wilayah hukumnya hak yang diakui dalam keamanan nasional dalam suatu masyarakat Kovenan ini, tanpa pembedaan apapun, demokratis, seperti ras, warna, jenis kelamin, bahasa, kehidupan pribadi para pihak membutuhkan, agama, pendapat politik atau lainnya, asal- atau untuk sejauh benar diperlukan menurut usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, pendapat pengadilan dalam keadaan khusus, kelahiran atau status lainnya”. Lebih lanjut dimana publikasi justru akan merugikan diterangkan lagi di dalam Pasal 26 ICCPR kepentingan yang menerangkan bahwa “Semua orang keputusan yang diberikan dalam kasus sama di depan hukum dan berhak tanpa pidana atau dalam suatu gugatan harus diskriminasi apapun perlindungan hukum dibuat publik kecuali kepentingan orang di yang sama. Dalam hal ini, hukum harus bawah umur dinyatakan membutuhkan atau melarang setiap bentuk diskriminasi dan proses menyangkut perselisihan perkawinan menjamin kepada semua orang perlindungan atau perwalian anak-anak”. umum alasan yang (ordre atau public) ketika keadilan, moral, atau kepentingan tetapi setiap yang sama dan efektif terhadap diskriminasi Proses peradilan oleh penyidik terhadap atas dasar apapun seperti ras, warna, jenis anggota dewan yang hanya dapat dilakukan kelamin, bahasa, agama, pendapat politik dengan persetujuan Presiden, merupakan atau lainnya, atau asal usul sosial, kekayaan, kelompok pengaturan yang seharusnya tidak kelahiran atau status lainnya”. mengandung perlakukan bertentangan dengan Dalam konteks peradilan (dalam arti berbeda prinsip yang equal luas, yaitu penyidikan bagian dari proses protection sebagaimana yang dijamin oleh peradilan), prinsip non diskriminasi ini juga Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat ditegaskan di dalam Pasal 14 ayat (1) (3)UUD ICCPR yang berbunyi “Semua orang harus kesederajatan sama di hadapan pengadilan dan peradilan. pemerintahan. 1945 yaitu di persamaan atau hadapan hukumdan Berdasarkan instrumen Riduan Noor : Eksistensi Persetujuan Tertulis Presiden.....91 hukum yang ada, Indonesia telah mengakui Melihat pada ketentuan Pasal 245 UU adanya prinsip non-diskriminasi terhadap MD3 dan Putusan MK No. 76/PUU- warga XII/2014 negaranya, bahwa berdasarkan tanggal 20 September 2015 prinsip negara hukum, pengakuan terhadap sebagaimana dijelaskan pada pembahasan hak asasi manusia menjadi suatu hal yang sebelumnya, kedudukan anggota DPR yang mutlak, diduga melakukan memiliki posisi yang dimana hak untuk tidak didiskriminasi dan hak untuk diperlakukan berbeda setara adalah prinsip utama hak asasi masyarakat manusia. menghadapai ketentuan tersebut, Kepolisian Kewenangan penyelidikan penyidikan aparat merupakan satu dan jika dibandingkan dengan umumnya. Dalam pada sebagai salah satu lembaga penyidikan penegak hukum dalam sistem peradilan kesatuan dengan membuat suatu standar operasional prosedur melalui secara 3120/VI/2016/Bareskrim, tanggal 21 Juni jika apabila dilakukan 2016, dilakukan berdasarkan alasan hukum yang melakukan tindakan Kepolisian terhadap tepat dan itikad baik. Pemberian hak Pejabat imunitas, atau perlindungan harus ditujukan dijadikan petunjuk teknis oleh penyidik untuk menjamin kerja dari anggota DPR, Polri baik yang ada di Direktorat Reserse sehingga pemberian perlindungan harus Kriminal Umum, Direktorat melingkupi kerja dari anggota DPR tersebut, Kriminal Khusus maupun yaitu dalam rangka melindungi kebebasan Reserse Narkoba serta satuan di bawahnya berbicara di parlemen, bukan segala bentuk yang memiliki tugas dan fungsi yang sama tindakan apapun yang tidak terukur dan di bidang reserse. pun seperti perlindungan dalam kepada putusan pejabat MK, arahan Nomor perlindungan, maka hal tersebut harus tidak jelas indikatornya. Kemudian, kalau perihal Kapolri telah kemerdekaan kehakiman yang harus dijamin mutlak, Surat pidana Negara. Surat Binfung tersebut dalam dapat Reserse Direktorat Di dalam Surat Kapolri tersebut pada poin 3 dijelaskan bahwa persyaratan negara pengajuan surat permohonan persetujuan ditujukan agar terhindar dari rekayasa kasus, tertulis kepada Presiden dan Menteri Dalam seharusnya perlindungan tersebut diberikan Negeri adalah sebagai berikut: dalam hal terjadi proses upaya paksa, 1. Syarat administrasi misalnya penangkapan atau penahanan, Direktur pada jajaran Bareskrim Polri atau karena sudah pasti akan menggangu kinerja Kapolda mengajukan surat permohonan dari anggota DPR. persetujuan tertulis Presiden atau Menteri 92 Badamai Law Journal, Vol. 2, Issues 1, Maret 2017 Dalam Negeri yang ditujukan kepada peradilan pidana selalu mengedepankan Kapolri u.p. Kabareskrim Polri. kesamaan Perkara yang diajukan permohonan tertulis dilakukan tindakan kepolisian terhadap anggota MPR, DPR, DPD dan Kepala Daerah kepada Presiden, terhadap anggota DPRD Provinsi kepada Menteri Dalam Negeri dan terhadap anggota DPRD Kabupaten/Kota kepada Gubernur adalah: a. perkara pidana dan dengan bukti permulaan yang cukup (sebagai saksi atas perkara yang telah cukup bukti b. dari keterangan para saksi, tersangka dan barang bukti yang bersangkutan diduga keras sebagi tersangka utama atau tersangka penyertaan/membantu sebagai-mana dimaksud Pasal 55-56 KUHP equality di before muka the hukum) law yang merupakan salah satu asas di dalam proses peradilaan pidana sebagaimana dinyatakan di dalam Penjelasn Umum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acarra Pidana adalah asas yang wajib diterapkan di dalam setiap tahapan proses peradilan yang pidana, baik menghendaki pelayanan dalam penyelesaian permasalahan hukum harus dipandang sama dengan perlakuan yang sama pula, harus menghindari diskriminatif dengan tidak mendahulukan dan mengutamakan yang beruang atau yang berkuasa sementara mengabaikan atau meninggalkan yang tidak atau kurang mampu. Keberadaan ketentuan harus adanya persetujuan tertulis Presdien terhadap tersangka bertentangan dengan asas equality before the law. Padahal sudah jelas pula bahwa Indonesia mencantumkan prinsip equality before the law dalam konstitusinya, dan sebagai konsekuensi logisnya harus dilaksanakan, direalisasikan dan diakomodir asas PENUTUP (persamaan dan anggota DPR dalam pemeriksaan sebagai terhadap tersangkanya); Asas siapapun bagaimanapun kondisi setiap subyek hukum 2. Syarat material untuk sehingga pada tahap penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di pengadilan maupun pada tahap pelaksanaan putusan pengadilan. Dengan asas ini proses ini dalam peraturan perundang- undangan dan kehidupan bernegara. Perlakuan khusus dalam hal izin pemeriksaan anggota DPR bertentangan dengan konstitusi khususnya Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Karena dalam pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan jelas berbunyi, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya“, oleh karena itu sudah Riduan Noor : Eksistensi Persetujuan Tertulis Presiden.....93 selayaknya pemerintah memperjuangkan permohonan persetujuan tertulis Presdien penegaka keadilan untuk seluruh lapisan dan Menteri Dalam Negeri telah dibuat oleh masyarakat tanpa pandang bulu. Kapolri, namun di dalam proses penyidikan Bahwa anggota DPR sebagai subjek berpotensi akan mengalami hambatan- hukum, terlepas dari jabatannya sebagai hambatan, seperti mengganggu independensi anggota DPR harus diberlakukan sama di peradilan, hadapan hukum, bahwa ketentuan dalam pemeriksaan dan keraguan penyidik dalam Pasal 245 UU MD3 telah memberikan menindaklanjuti penyidikan tanpa surat keistimewaan terhadap anggota DPR yang persetujuan. terjadinya penundaan sedang menjalani proses hukum tanpa rasionalitas hukum yang tepat. Dalam DAFTAR PUSTAKA rangka prinsip persamaan, segala sikap dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tindakan diskriminatif dalam segala bentuk dan manifestasinya seperti keistimewaan proses diakui sebagai sikap dan tindakan Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang terlarang. Keistimewaan dalam proses peradilan dalam prinsip kesetaraan harusnya diberikan kepada subjek yang tepat dalam hal subjek hukum adalah kelompok masyarakat tertentu atau kelompok warga masyarakat tertentu, anak atau kelompok rentan, ataupun dalam hal perlindungan saksi dan korban serta praktik restorative justice. Namun apa mau dikata, perlakuan istimewa anggota DPR itu memiliki legalitas melalui UUD MD3 dan diperkuat lagi dengan Putusan MK No. 76/PUU-XII/2014. Untuk menindaklanjuti ketentua Surat Kapolri Nomor 3120/VI/2016/Bareskrim, tanggal 21 Juni 2016 tentang arahan Binfung dalam melakukan tindakan Kepolisian terhadap Pejabat Negara. Walaupun Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga itu, kepolisian sebagai lembaga penyidik telah mengeluarkan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana prosedur Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik) Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman 94 Badamai Law Journal, Vol. 2, Issues 1, Maret 2017 Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 76/PUU-XII/2014 tanggal 20 September 2015 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 6-1320/PUU-VIII/2010 tanggal 13 Oktober 2010 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 73/PUU-IX/2011 tanggal 26 September 2012 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Risalah Sidang Perkara No. 76/PUU – XII/2014, tanggal 29 Oktober 2014 Surat Kapolri Nomor 3120/VI/2016/ Bareskrim, tanggal 21 Juni 2016 tentang arahan Binfung dalam melakukan tindakan Kepolisian terhadap Pejabat Negara Anwar, Yesmil. 2009. Sistem Peradilan Pidana. Bandung: Widya padjajaran Hakim, Abdul Aziz, 2011, Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Harahap, M Yahya. 2003. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama. Jakarta: Sinar Grafika Harum, M. Husein. 1991. Penyidik dan Penuntut Dalam Proses Pidana. Jakarta: PT Rineka Ibrahim, Johnny. 2010, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia Publishing Kelana, Momo. 2002. Memahami UndangUndang Kepolisian; UndangUndang Nomor 2 Tahun 2002: Latar Belakang dan Komentar Pasal demi Pasal. Jakarta: PTIK Press Marpaung, Leden. 1992. Proses Penegakan Perkara Pidana, Jakarta: Sinar Grafika Marzuki, Peter Mahmud, 2005, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Mertokusumo, Sudikno. 1988. Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty Mulyadi, Lilik, 2007, Hukum Acara Pidana, Jakarta: Citra Aditya Bakti Mustofa, Wildan Suyuti. 2002. Pemecahan Permasalahan Acara Perdata Peradilan Agama. Jakarta: PT. Tatanusa Ramelan.2006. Hukum Acara Pidana (Teori dan Implementasinya). Jakarta: Sumber Ilmu Jaya Rukmini, Mien. 2007. Perlindungan HAM melalui Asas praduga tidak bersalah dan asas persamaan kedudukan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Bandung: PT. Alumni Russel, Bertrand 2002, Sejarah Filssafat Barat,Yogyakarta: Pustaka Pelajar Thaib, Dahlan, 1999, Kedaulatan Takyat Nagara Hukum dan Kostitusi, Yogyakarta: Liberty