tinjauan pustaka

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Enzim β-Galaktosidase
Enzim β-galaktosidase (EC 3.2.1.23) termasuk enzim hidrolase yang dapat
menghidrolisis ikatan β-D-galaktosida pada ujung nonreduksi residu β-Dgalaktosa
(Gambar
1).
Nama
sistematiknya
adalah
β-D-galaktosida
galaktohidrolase. Enzim ini mempunyai nama lain laktase (IUBMB Enzyme
Nomenclature 1980). Cara kerja enzim ini adalah menghidrolisis ikatan β-(1,4)glikosida pada laktosa. Penggunaan enzim β-galaktosidase dalam proses hidrolisis
ini mempunyai kekurangan dimana hidrolisis laktosa secara keseluruhan tidak
mungkin terjadi karena enzim dihambat oleh terbentuknya galaktosa didalam
reaksi hidrolisis (Boyer 2002).
Enzim β-galaktosidase bersifat intraseluler pada bakteri dan yeast
sedangkan pada fungi bersifat ekstraseluler. Enzim ini pun bersifat induktif karena
akan diproduksi jika terdapat induser berupa laktosa (Mahoney 2004).
Mikroorganisme penghasil β-galaktosidase dapat dilihat pada Tabel 1. Enzim βgalaktosidase dari bakteri seperti Lactobacillus bulgaricus bersifat aktif pada pH
rendah (dibawah pH 5,5) dengan suhu berkisar 30-60ºC (Itoh et al. 1980; Cesca et
al. 1984). Enzim β-galaktosidase dari yeast seperti Kluyveromyces lactis dan
Kluyveromyces fragilis bersifat aktif pada pH 6-8 dengan suhu berkisar 25-40ºC.
Enzim yang sama hasil produksi dari fungi seperti Aspergillus niger dan
Aspergillus oryzae
aktif pada pH rendah berkisar 2,5-6,0 serta bersifat
termostabil (Mahoney 2004).
Matthews (2005) menyatakan enzim ini berbentuk tetramer yang terdiri 4
rantai polipeptida (monomer) serta bobot molekul sekitar 464 kDa. Setiap
monomer terdiri dari 1023 asam amino. Enzim ini mempunyai situs aktif pada
Glu 461, Glu 537, dan Trp 999. Glu 461 terlibat pada stabilisasi elektrostatik pada
keadaan transisi. Glu 537 berperan sebagai nukleofili. Trp 999 berperan mengikat
ligan. Ion natrium akan berinteraksi dengan gugus hidroksil dari ligan (Huber et
al. 1994). Langkah pertama mekanisme katalitiknya adalah laktosa membentuk
intermediet dengan nukleofil Glu 537 dan dibantu dengan asam (A: Glu 461 atau
ion Magnesium). Selanjutnya Glu 461 mendonorkan proton dengan memberikan
5
H+ pada oksigen glikosidik yang disertai pemutusan ikatan glikosidik dan
pelepasan glukosa. Langkah kedua adalah pembentukan intermediet transient
triagonal oxocarbonium
yang dibantu oleh basa (B: Glu 461) lalu terjadi
protonasi dari Glu 461 yang dikatalisis air dan diakhiri dengan transfer galaktosil
ke air atau gula lain. Jika akseptor berupa air maka akan terjadi proses hidrolisis
sehingga terbentuk glukosa dan galaktosa. Jika akseptornya berupa gula lain maka
akan terjadi proses transglikosilasi yang akan membentuk galaktooligosakarida
(Gambar 2) (Matthews 2005).
β-Galaktosidase
+
+ H2O
Laktosa
D-Galaktosa
D-Glukosa
Gambar 1 Reaksi hidrolisis laktosa oleh β-galaktosidase.
Laktosa
Pembentukan intermediet
Glukosa
Pemutusan ikatan
Intermediet transient triagonal
Gambar 2 Mekanisme katalitik dari β-galaktosidase (Matthews 2005).
6
Tabel 1 Mikroorganisme penghasil β-galaktosidase (Mahoney 2004).
Sumber
Jenis-jenis
Yeast
Candida pseudotropicalis, Saccharomyces anamensis, Kluyveromyces
bulgaricus, K. fragilis, K. lactis, K. marxianus, Pichia pastoris
Fungi
Alternaria alternata, Alternaria palmi, Aspergillus foetidus, A.
fonsecaeus, A. niger, A. oryzae, Bauvaria bassiana, Curvalaria
inaequalis, Fusarium moniliforme, Mucor meihei, Mucor pusillus,
Paecilomyces varioti, Penicillium conescens, P. chrysogenum, P.
notatum, P. simplicissum, P. melloti, Rhizomucor spp.,
Saccharopolyspora rectivirgula, Scopulariopsis spp., Sirobasidium
magnum, Streptomyces violaceus, Trichoderma reesei
Bakteri
Arthrobacter spp., Bacillus acidocaldarius, Bacillus circulans, Bacillus
coagulans, Bacillus megaterium, Bacillus stearothermophilus, Bacilus
subtilis, Bacteroides polypragmatus, Bifidobacterium adolescentis,
Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium infantis, Clostridium
acetobutylicum, Clostridium thermosulfurogens, Corynebacterium
murisepticum, Enterobacter agglomerans, Enterobacter cloacae,
Erwinia aroieae, Escherichia coli, Klebsiela pneumoniae,
Lactobacillus acidophilus, L. crispatus, L. delbruecki, L. bulgaricus, L.
kefiranofaciens, L. helveticus, L. lactis, L. sporogenes, L. thermophilus,
Lactococcus cremoris, Lactococcus lactis, Leuconostoc citrovorum,
Pediococcus acidilacti, Pediococcus pento, Pseudoalteromonas
haloplanktis, Pseudomonas fluorescens, Streptococcus thermophillus,
Sulfolobus solfataricus, Thermoanaerobacter spp., Thermus ruber,
Thermus thermophillus, Vibrio cholerae, Xanthomonas campestris
Perbandingan reaksi transglikosilasi laktosa dan hidrolisis
laktosa
tergantung dari jumlah substrat yang tersedia. Reaksi transglikosilasi akan terjadi
pada konsentrasi laktosa yang tinggi sekitar 15-50% sehingga akan terbentuk
galaktooligosakarida (Greenberg & Mahoney 1983). Jika konsentrasi laktosa
rendah yaitu sekitar 5% maka akan terjadi reaksi hidrolisis yang akan membentuk
glukosa dan galaktosa (Burvall & Dahlqvist 1979). Oleh karena itu, enzim ini
digunakan pada industri pangan untuk mereduksi laktosa pada susu dan whey
serta produksi galaktooligosakarida (Mahoney 1998).
β-galaktosidase terdapat pada usus halus manusia yang dapat menghidrolisis
laktosa menjadi glukosa dan galaktosa serta mempunyai pH optimum 6 (Campbell
7
et al. 2005). Jika laktosa tidak dapat dihidrolisis oleh β-galaktosidase, laktosa
yang mempunyai sifat osmotik yang tinggi ini dapat menarik air dan cairan tubuh
ke dalam saluran pencernaan usus kecil. Masuknya cairan tubuh ke dalam usus
kecil akan merangsang gerakan peristaltik dinding usus menjadi lebih cepat. Hal
ini akan mendorong isi usus kecil berpindah secara cepat pula ke dalam usus
besar. Di dalam usus besar ini bakteri-bakteri akan memfermentasikan laktosa
menghasilkan berbagai asam organik dan gas. Akibatnya, akan timbul gejala sakit
perut, mulas, kejang perut, pengeluaran gas, dan diare (Winarno 1999). βgalaktosidase dapat diaplikasikan untuk penderita laktosa intoleran dengan cara
hidrolisis laktosa pada susu serta konsumsi suplemen β-galaktosidase (Rusynyk &
Still 2001).
Enterobacter cloacae
Bakteri ini memiliki klasifikasi sebagai berikut kingdom Bacteria, filum
Proteobacteria, kelas Gamma Proteobacteria, ordo Enterobacteriales, famili
Enterobacteriaceae, genus Enterobacter, dan spesies Enterobacter cloacae.
Bakteri ini mempunyai dua subspesies yaitu E. cloacae subsp. cloacae dan E.
cloacae subsp. dissolvens (Holt et al. 1994).
E. cloacae merupakan bakteri
berbentuk batang (Gambar 3), Gram negatif, anaerobik fakultatif, ukurannya
berkisar (0,3-0,6) µm × (0,8-2,0) µm, dan motil. Bakteri ini bergerak dengan
menggunakan flagelum peritrikus yaitu flagela yang secara merata tersebar
diseluruh permukaan sel. E. cloacae dapat hanya menggunakan sitrat dan asetat
sebagai sumber karbon. Bakteri tersebut dapat diisolasi dari buah-buahan, usus
hewan, tanah, dan perairan (Pelczar & Chan 1988).
Gambar 3 Enterobacter cloacae.
8
E. cloacae menghasilkan enzim β-galaktosidase, arginin dihidrolase, dan
ornitin dekarboksilase (Huber 1999). β-Galaktosidase dari E. cloacae B5 yang
diisolasi dari tanah mempunyai aktivitas transglikosilasi dan menghasilkan
galaktooligosakarida sekitar 55% dari 275 g/L laktosa pada suhu 50ºC selama 12
jam. Enzim β-galaktosidase ini merupakan homotetramer dengan bobot molekul
442 kDa. Suhu optimumnya pada 35ºC dan aktif pada kisaran pH 6,5-10,5 (Lu et
al. 2009)
Susu UHT
Susu adalah hasil ekskresi normal kelenjar susu induk mamalia betina untuk
memberi makan anaknya. Secara kimiawi susu merupakan emulsi lemak dalam
air yang mengandung gula, garam-garam mineral, dan protein dalam bentuk
suspensi koloidal (Rahman et al. 1992). Menurut Walstra et al. (1999), komponen
utama susu adalah air, lemak, protein, laktosa, asam organik, dan mineral (Tabel
2). Selain komponen-komponen dengan persentase besar, di dalam susu juga
terdapat komponen lainnya seperti vitamin (vitamin B, C, dan D) dan enzim
(fosfatase, peroksidase, lipoprotein lipase, protease). Berdasarkan kandungan
lemaknya susu terbagi menjadi dua macam, yaitu susu berlemak (whole milk) dan
susu skim (skim milk). Susu skim mengandung lemak yang lebih rendah
dibanding susu berlemak.
Susu merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme
karena komposisinya yang sangat kompleks. Hal ini menyebabkan susu mudah
sekali mengalami kerusakan oleh mikroorganisme, terutama oleh beberapa jenis
bakteri patogen. Bakteri tersebut akan merusak susu sehingga menurunkan daya
simpannya (Kusnawati 2004). Salah satu upaya untuk mengurangi jumlah bakteri
patogen adalah dengan pemanasan.
Fennema (1996) menyatakan bahwa ada tiga jenis pemanasan pada proses
pengolahan susu, yaitu sterilisasi, pasteurisasi, dan ultra high temperature (UHT).
Sterilisasi biasa dilakukan pada suhu 107-115ºC selama 20-40 menit atau pada
suhu 120-130ºC selama 8-12 menit. Proses ini berpengaruh besar terhadap
kandungan protein karena protein akan tereduksi hingga lebih dari 20%.
Pasteurisasi terdiri dari Holding Methode dan High Temperature Short Time
9
(HTST). Holding Methode merupakan pemanasan dengan suhu 63ºC selama 30
menit. Sedangkan HTST merupakan pemanasan pada suhu 72ºC selama 15 detik.
Tujuan pasteurisasi adalah untuk menghilangkan bibit penyakit sehingga
mengurangi jumlah total bakteri untuk meningkatkan kualitas simpan. Semua
produk pasteurisasi harus disimpan pada suhu rendah karena masih mengandung
bakteri yang tahan panas seperti bakteri termofilik, bakteri asam laktat, bakteri
penghasil spora, dan beberapa jenis bakteri aerobik dan bakteri aerobik fakultatif
seperti Bacillus spp. (Early 1998). UHT merupakan pemanasan pada suhu yang
sangat tinggi diatas 135ºC dalam waktu yang sangat singkat.
Susu UHT dibuat dari susu cair segar yang diolah dengan menggunakan
pemanasan pada suhu tinggi dan dalam waktu yang singkat untuk membunuh
seluruh mikroba sehingga memiliki mutu yang baik. Proses UHT biasanya
dilakukan pada suhu 136-138ºC selama 5-8 detik atau pada suhu 140-145ºC
selama 2-4 detik (Fennema 1996). Kelebihan susu UHT adalah susu ini sangat
higienis karena bebas dari mikroba dan spora sehingga potensi kerusakan
mikrobiologis sangat kecil. Enzim-enzim pada susu seperti fosfatase, protease,
katalase, lipoprotein lipase, laktoperoksidase, sulfhidril oksidase, dan xantin
oksidase mengalami inaktivasi sehingga tidak akan merusak susu (Walstra et al.
1999). Oleh sebab itu, susu UHT mempunyai daya simpan yang panjang pada
suhu kamar hingga 6 bulan. Kontak panas yang sangat singkat pada proses UHT
menyebabkan mutu sensori seperti warna, aroma, dan rasa relatif tidak berubah
(Fennema 1996). Nutrisi yang terkandung sedikit menurun seperti terjadinya
reduksi protein berkisar 2-4%, menurunnya kadar vitamin B dan C, dan reaksi
Maillard yang lebih rendah. Reaksi Maillard merupakan reaksi pencoklatan non
enzimatik yang terjadi antara laktosa dan protein susu akibat proses pemanasan
(Walstra et al. 1999).
Tabel 2 Komponen utama susu (Walstra et al. 1999)
Komponen
Air
Laktosa
Lemak
Protein
Mineral
Asam organik
Rata-rata (%)
87,1
4,6
4,0
3,25
0,7
0,17
Kisaran Normal (%)
85,3-88,7
3,8-5,3
2,5-5,5
2,3-4,4
0,57-0,83
0,12-0,21
10
Purifikasi Enzim
Pemekatan Enzim
Pemekatan enzim merupakan langkah awal dari proses purifikasi sebelum
tahap purifikasi selanjutnya (seperti kromatografi) dan dapat digunakan untuk
keperluan analisis enzim. Pemekatan enzim dapat dilakukan dengan dua metode
yaitu analitik dan preparatif. Metode analitik menggunakan pengendapan asam
(contohnya asam trikloroasetat) dan imunopresipitasi yang dapat menyebabkan
denaturasi protein. Berbeda dengan metode analitik, metode preparatif tetap
mempertahankan aktivitas protein. Pemekatan protein dengan metode preparatif
misalnya dengan pengendapan garam, pengendapan dengan senyawa organik,
ultrafiltrasi, liofilisasi, dan dialisis (Bollag & Edeistein 1991). Metode pemekatan
β-galaktosidase biasanya menggunakan pengendapan dengan garam.
Pengendapan protein pada tahap awal purifikasi berfungsi untuk
memekatkan konsentrasi protein enzim, mereduksi volume larutan enzim, dan
memisahkan enzim yang diinginkan dari sebagian enzim yang tidak dikehendaki.
Prinsip pengendapan dengan garam berdasarkan pada kelarutan protein yang
berinteraksi polar dengan molekul air, interaksi ionik protein dengan garam, dan
daya tolak menolak protein yang bermuatan sama. Pengendapan dengan garam
biasanya menggunakan garam divalen seperti MgCl2, MgSO4, dan amonium
sulfat biasanya lebih efektif daripada garam monovalen seperti NaCl, NH4Cl, dan
KCl (Boyer 2000). Efek salting-in tidak dipengaruhi oleh sifat garam netral tetapi
dipengaruhi oleh konsentrasi dan jumlah muatan pada tiap ion dalam larutan.
Kelarutan protein meningkat pada kenaikan konsentrasi garam, kenaikan
kelarutan protein akan meningkatkan kekuatan ion larutan. Pada penambahan
garam dengan konsentrasi tertentu kelarutan protein akan menurun (salting-out).
Konsentrasi garam yang optimum ini sekaligus menurunkan aktivitas enzim, hal
ini karena sebagian protein mengalami denaturasi dan rusak oleh pengaruh
perlakuan selama pengendapan. Semakin banyak molekul air yang berikatan
dengan ion-ion garam akan menyebabkan penarikan molekul air yang
mengelilingi permukaan protein. Peristiwa ini mengakibatkan protein saling
berinteraksi, teragregasi, dan mengendap (Scopes 1993).
11
Pemilihan garam amonium sulfat untuk pengendapan β-galaktosidase
karena beberapa keuntungan seperti kelarutannya tinggi, tidak bersifat toksik,
murah, dan stabilitasnya terhadap enzim. Pada proses pengendapan, terjadi
penurunan kadar protein pada supernatan dan akan terjadi peningkatan protein
pada endapan. Penambahan garam dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk
pada suhu rendah, hal ini bertujuan untuk menghindari timbulnya buih yang dapat
menyebabkan denaturasi protein.
Tahap selanjutnya adalah dialisis. Dialisis merupakan proses pemisahan
molekul pada larutan berdasarkan perbedaan ukuran molekul oleh membran
semipermeabel. Kantong dialisis selofan (MWCO 10 kD) dalam bufer mampu
memisahkan molekul-molekul kecil yang berukuran lebih kecil dari 10 kD seperti
ion logam, inhibitor, peptida kecil, dan lainnya. Molekul yang besar dan
mempunyai ukuran lebih besar dari 10 kD akan tertahan di dalam membran
seperti β-galaktosidase. Setelah enzim dimasukkan ke kantong dialisis dan
direndam dalam larutan bufer maka akan terjadi proses difusi dan osmosis.
Konsentrasi garam di dalam kantong dialisis lebih tinggi sehingga larutan bufer
akan masuk ke dalam kantong dialisis menggantikan garam yang keluar sehingga
terjadi proses kesetimbangan (Scopes 1993).
Kromatografi Filtrasi Gel
Kromatografi filtrasi gel merupakan pemisahan molekul menurut ukuran
molekulnya. Pemisahan akan berlangsung di dalam kolom yang berisi gel dalam
bentuk granula dan terdiri atas struktur tiga dimensi dari polimer yang berikatan
silang. Ikatan silang ini menghasilkan pori-pori di dalam granula. Ukuran pori
dipengaruhi oleh tingkatan ikatan silang, makin besar tingkatan ikatan silang
maka makin kecil ukuran pori. Polimer yang membentuk gel matrik harus
mempunyai syarat: tidak mudah bereaksi; harus stabil di dalam kisaran pH, suhu,
dan kekuatan ionik yang lebar; kandungan gugus ion harus kecil untuk mencegah
efek pertukaran ion; mempunyai rigiditas mekanik yang tinggi untuk menahan
laju aliran yang cepat; ukuran partikel harus seragam; dan tersedia untuk berbagai
jenis gel sehingga dapat membedakan ukuran protein yang beraneka ragam
(Boyer 2000).
12
Gel yang dapat digunakan untuk kromatografi filtrasi gel berupa dekstran,
poliakrilamida, agarosa, kombinasi poliakrilamida-dekstran, dan kombinasi
dekstran-agarosa. Gel yang pertama dikembangkan adalah dekstran yang berasal
dari polisakarida. Dekstran mempunyai nama dagang sephadex. Jika dekstran
berikatan silang dengan N,N-metilenbisakrilamida dinamakan Sephacryl. Gel
poliakrilamida
diproduksi
dari
kopolimerisasi
akrilamida
dengan
N,N-
metilenbisakrilamida. Agarosa terbuat dari galaktosa dan anhidrogalaktosa. Nama
dagang gel agarosa adalah Bio Gel-A, Sepharose, dan Superose. Kombinasi
poliakrilamida-dekstran mempunyai nama dagang Ultragel. Sedangkan kombinasi
dekstran-agarosa dinamakan Superdex (Boyer 2000).
Superdex tersusun dari pengikatan kovalen antara dekstran dan agarosa.
Superdex 200 dapat memisahkan fraksi protein dengan bobot molekul sekitar
10.000-600.000 Dalton dengan ukuran gelnya berkisar 13 µm. Superdex 200
stabil antara pH 1-14. Superdex 200 mempunyai keunggulan yaitu tingkat resolusi
yang tinggi walaupun dalam keadaan laju alir yang cepat (Hellberg, Ivarsson,
Johansson 1996).
Teknik Amobilisasi
Amobilisasi didefinisikan proses pengendalian pergerakan dan pertumbuhan
secara total atau sebagian pada enzim, sel, atau organel. Metode amobilisasi yang
ideal harus mudah pengerjaannya dan tidak merusak substansi yang mengalami
amobilisasi. Faktor-faktor seperti suhu, perubahan pH, dan radikal bebas selama
proses amobilisasi harus ditetapkan kondisi optimumnya (Cao 2005). Bahan
penyangga yang digunakan bersifat inert dan teraktivasi.
Menurut Illanes et al. (2008), teknik amobilisasi terdiri atas penempelan
pada permukaan padat (adsorpsi), ikatan kovalen (covalen bonding), ikatan silang
(crosslinking), mikroenkapsulasi, dan penjebakan (entrapment) (Gambar 4).
Teknik amobilisasi adsorpsi berdasarkan interaksi ikatan ionik, interaksi ikatan
hidrogen, ikatan hidrofobik atau gaya Van der Waals antara enzim atau sel mikrob
dan bahan penyangga (Ramakrishna & Prakasham 1999). Bahan penyangga yang
biasa digunakan adalah alumina, kaca, tanah liat dan penukar ion. Amobilisasi
dengan pengikatan kovalen adalah pembuatan ikatan antara gugus fungsi enzim
seperti –OH, -SH, -NH2, dan -COOH atau sel mikrob dengan bahan penyangga
13
anorganik untuk membentuk ikatan kovalen yang stabil. Pembentukan ikatan
kovalen ini akibat penambahan agen pengikat. Bahan penyangga yang digunakan
adalah silika gel yang terlapisi glutaraldehida. Glutaraldehida digunakan untuk
membangun protokol antara gugus fungsi enzim dan bahan penyangga.
Amobilisasi dengan menggunakan teknik pengikatan silang dilakukan dengan
menggunakan dua atau lebih pereaksi. Bahan yang digunakan adalah
polietilenglikol (PEG) dan glutaraldehida. Polietilenglikol sebagai agen presipitasi
dan glutaraldehida sebagai pembentuk ikatan silang (Illanes et al. 2008). Teknik
mikroenkapsulasi adalah suatu teknik yang menggunakan enzim atau sel mikrob
dilingkupi oleh membran polimer semipermeabel yang bulat dengan diameter 1100 µm. Walaupun molekul enzim atau sel mikrob dilingkupi oleh membran,
substrat maupun produk dapat berdifusi secara bebas melalui membran. Bahan
yang digunakan adalah liposom-polimer (Cao 2005). Teknik amobilisasi dengan
penjebakan adalah membuat enzim atau sel mikrob terjebak di dalam polimer
butiran gel (Illanes et al. 2008).
Prinsip metode penjebakan adalah inklusi sel atau enzim di dalam jaringan
rigid yang berfungsi mencegah sel atau enzim berdifusi keluar medium namun
substrat masih tetap dapat masuk ke dalam butiran gel (beads). Butiran gel berupa
polisakarida (seperti agar, alginat, karagenan, dan selulosa), protein (kolagen dan
gelatin), dan sintetik (poliakrilamida). Matriks alginat, karagenan, dan
poliakrilamid paling luas dipakai pada teknik amobilisasi sel maupun enzim.
Alginat adalah heteropolisakarida linear dari asam D-manuronat dan L-guluronat
(Najafpour et al. 2004). Alginat berasal dari alga coklat yang secara luas telah
dipakai sebagai pengental, penstabil, gel, dan film.
Penjebakan sel atau enzim menggunakan alginat karena alginat tidak larut
air, pengerjaannya mudah, dan tidak berbahaya. Campuran sel atau enzim dengan
natrium alginat diteteskan ke dalam larutan yang mengandung kation multivalen
misalnya kalsium klorida akan membentuk reaksi antara alginat dan kation
multivalen menjadi kalsium alginat. Alginat akan mengalami pemadatan oleh
adanya ion kalsium tetapi tidak menyebabkan perubahan temperatur, pH, dan
tekanan osmotik yang drastis. Sel atau enzim teramobilisasi di dalam presipitasi
kalsium alginat dalam bentuk butiran gel (Najafpour et al. 2004). Namun, kalsium
14
alginat secara kimia tidak stabil sehingga perlu ditentukan kondisi amobilisasi
yang dapat meningkatkan kestabilan kimia butiran gel tanpa membatasi transfer
masa.
Keuntungan teknik amobilisasi adalah lebih mudah memisahkan produk
yang dihasilkan, sistem yang lebih stabil, penggunaan kembali biokatalis,
produktivitas volumetrik yang tinggi, dan mereduksi biaya produksi. Enzim yang
teramobilisasi mempunyai half-live lebih panjang dan dapat diprediksi rata-rata
kerusakannya (Cao 2005).
Gambar 4 Teknik amobilisasi enzim. (a) pengikatan kovalen; (b)pengikat silang;
(c) adsorpsi; (d) penjebakan; (e) enkapsulasi.
Karakterisasi Enzim
Suhu dan pH
Suhu mempunyai dua pengaruh yang saling bertentangan. Suhu dapat
meningkatkan aktivitas enzim, tetapi dapat pula merusak struktur enzim. Suhu
optimum merupakan batas keduanya (Dixon & Webb 1978). Peningkatan suhu
sebelum tercapai suhu optimum akan meningkatkan kecepatan reaksi katalitik
enzim karena energi kinetik molekul-molekul yang bereaksi, yaitu pada saat
15
kompleks enzim-substrat melampaui energi aktivasi terlalu besar, sehingga
memecah ikatan sekunder pada konformasi enzim dan sisi aktifnya. Hal ini
mengakibatkan enzim terdenaturasi dan kehilangan sifat katalitiknya (Martin
1981).
Efek pH pada enzim berkaitan dengan keadaan ionisasi dari sistem yang
dikatalisis, termasuk substrat, dan enzim itu sendiri. Perubahan pH dapat
mempengaruhi keadaan ionisasi dari asam-asam amino pada sisi aktif enzim
sehingga akan mempengaruhi interaksinya dengan molekul substrat. Kadar pH
yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menyebabkan ketidakstabilan pada
konformasi enzim sehingga menyebabkan struktur pada enzim rusak. Enzim
mempunyai pH optimum yang khas yang akan menyebabkan aktivitas maksimal.
Keadaan optimum ini dihubungkan dengan saat gugus pemberi proton atau
penerima proton yang aktif pada sisi enzim berada pada kondisi ionisasi yang
tepat. Keadaan optimum tidak harus sama dengan pH lingkungannya (Lehninger
2004).
Aktivator dan Inhibitor
Beberapa enzim membutuhkan komponen tambahan bagi aktivitasnya. Bila
komponen tambahan tersebut berupa senyawa anorganik disebut kofaktor,
sedangkan jika senyawa organik disebut koenzim. Pada beberapa enzim, kofaktor
dan koenzim terlibat langsung pada proses katalitik, tetapi ada juga yang
berfungsi sebagai pembawa gugus fungsional tertentu. Hampir semua enzim dapat
dihambat oleh senyawa kimia tertentu misalnya ion logam, senyawa pengkelat,
senyawa organik, bahkan substrat enzim itu sendiri (Lehninger 2004). Ion K+ dan
Mg2+ dibutuhkan agar aktivitas enzim β-galaktosidase optimum (Mahoney 2004).
Parameter Kinetik
Kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim sangat dipengaruhi oleh berbagai
konsentrasi substrat terhadap kecepatan reaksi awal apabila konsentrasi enzim
dijaga konstan. Konsentrasi substrat yang amat rendah menyebabkan kecepatan
reaksi amat rendah tetapi kecepatan akan meningkat dengan meningkatnya
konsentrasi substrat. Pada akhirnya, akan tercapai titik batas, dan setelah titik ini
16
dilampaui, kecepatan reaksi hanya akan meningkat sedemikian kecil dengan
bertambahnya konsentrasi substrat. Pada batas ini, enzim menjadi jenuh oleh
substratnya dan tidak dapat berfungsi lebih cepat (Lehninger 2004).
Michaelis dan Menten mendefinisikan suatu tetapan yang dinyatakan
sebagai tetapan Michaelis-Menten (KM) adalah konsentrasi substrat tertentu pada
saat enzim mencapai setengah kecepatan maksimumnya. Kecepatan maksimum
(vmaks) adalah kecepatan yang berangsur-angsur dicapai pada konsentrasi substrat
tinggi. Persamaan Michaelis-Menten adalah pernyataan aljabar bagi bentuk
hiperbolik kurva tersebut dengan parameter pentingnya adalah konsentrasi
substrat ([S]), kecepatan awal (v0), vmaks, dan KM (Lehninger 2004). Persamaan
Michaelis-Menten adalah sebagai berikut.
v0 
vmaks [S]
K M  [S]
Persamaan Michaelis – Menten dapat
ditransformasikan ke suatu
persamaan lain yang disebut persamaan Lineweaver-Burk. Persamaan ini akan
menghasilkan nilai vmaks dan KM yang lebih tepat karena pemetaan 1/v0 terhadap
1/[S] menghasilkan garis lurus. Garis ini akan memiliki sudut KM/vmaks,
perpotongan garis pada sumbu y sebesar 1/vmaks dan perpotongan pada sumbu x
sebesar -1/KM (Lehninger 2004). Persamaan Lineweaver-Burk adalah sebagai
berikut.
1
v0

KM
.
1

1
vmaks [S] vmaks
Download