PERAN PEKERJA SOSIAL TERHADAP BIOPSIKOSOSIAL SPIRITUAL ANAK TUNARUNGU WICARA DI PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA “MELATI” BAMBU APUS JAKARTA TIMUR SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Disusun oleh: IKA NURJAYANTI 1110054100045 PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi sala satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang belaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ciputat, September 2014 Penulis Ika Nurjayanti (111054100045) ABSTRAK Ika Nurjayanti Peran Pekerja Sosial Terhadap Biopsikososial Spiritual Anak Tunarungu Wicara Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur. Anak merupakan anugerah dari Allah SWT yang di dalam dirinya mempunyai harkat dan martabat sebagaimana manusia seutuhnya. Setiap orang tua pasti berharap dapat melahirkan anaknya dengan selamat dan mendapatkan anak yang sehat jasmani maupun rohani. Namun, terkadang Tuhan berkendak lain, yang lahir adalah kurang sehat, tidak sempurna atau memiliki kecacatan fisik maupun psikis. Para orang tua pastinya akan merasakan kenikmatan besar apabila mereka bisa melihat anak-anak mereka dapat tumbuh dengan sehat. Salah satu anak yang mengalami kekurangan atau abnormal adalah anak tunarungu wicara. Ketunarunguan adalah kekurangan seseorang dalam pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan terutama pada indera pendengaran dan pengecapannya. Mereka membutuhkan peranan dari orangorang yang berkompeten di bidangnya, yaitu pekerja sosial. Salah satu lembaga yang peduli terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak tunarungu wicara adalah Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur. Sebagai pekerja sosial perananannya terhadap klien pada pendekatan biopsikososial spiritual. Dari latar belakang tersebut penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dan ingin mengetahui apa sajakah peranan pekerja sosial dalam memberikan pelayanan biopsikososial spiritual terhadap anak tunarungu wicara. Dalam penulisan skripsi ini, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penggambaran secara akurat sesuai kondisi sebenarnya atas apa adanya. Teori yang digunakan sebagai mengkaji adalah teori biologi, psikososial, spiritual untuk anak tunarungu wicara. Tekhnik analisis datanya adalah deskriptif. Peran yang terlihat dan sering digunakan adalah peranan sebagai pendidik (educational) dan tenaga ahli (expert). Kondisi biopsikososial spiritual anak tuna rungu wicara yang berada di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Jakarta Timur memiliki kondisi biologis yang normal berat badan dan tinggi badan yang normal. Kodisi psikososial anak tunarungu wicara mereka cenderung memiliki emosi yang lebih tinggi dibanding anak normal. Secara spiritual anak tunurungu wicara sudah mengenal Tuhannya seperti diajarkan sholat, larangan dan perintah terhadap Tuhannya. Dalam peranan yang diberikan pekerja sosial menggunakan prinsip-prinsip pekerja sosial, fungsi pekerja sosial, metode pekerja sosial dan teori pekerja sosial sehingga dalam pelaksanaannya dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan. i KATA PENGANTAR Assamu’alaikum Wr.Wb Bismillahirhmanirohim dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur alhamdulillahi robbil alamin, puji syukur atas rahmat dan pertolongan Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kepada kita semua hingga salawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda Rasullullah SAW sebagai suri tauladan kita menuju jalan yang diridhoi Allah SWT. Berkat rahmat dan ridho Allah SWT penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan judul “PERAN PEKERJA SOSIAL TERHADAP BIOPSIKOSOSIAL SPIRITUAL ANAK TUNARUNGU WICARA DI PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA “MELATI” (PSBRW “MELATI”) BAMBU APUS JAKARTA TIMUR.” Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata satu (SI) pada program studi Kesejahteraan Sosial, dalam penulisan penyusunan ini, penulis menyadari banyak menemui kesulitan terutama dalam mengumpulkan data-data yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki, namun dengan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan. ii Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah memberi banyak dukungan, baik dukungan moril maupun materil. Dengan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan. Ucapan terimakasih tersebut kepada : 1. Pertama-tama saya panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan pemikiran yang jernih kepada penulis, karena berkat rahmat, hidayah serta pertolongannya skripsi ini dapat terselesaikan, karena penulis sadar tanpa rahmat dan hidayahnya, penulis bukanlah apa-apa. 2. Yang terhormat dan yang terkasih Ayahanda Suroso dan Ibunda Nurzaidah, serta adiku tersayang Ari Dwi Prasetyo yang telah mencurahkan cinta dan kasih sayangnya, memberikan support doa baik materil maupun imateril, bimbingan, dorongan, motivasi serta perhatiannya. Semoga Allah SWT selalu mencurahkan karunia dan nikmat yang tiada henti sebagai balasan yang telah diberikan kepada penulis. 3. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, sekaligus dosen pembimbing skripsi yang telah sabar dan banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan iii dan perhatiannya kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini sampai selesai. 4. Ibu Siti Napsiah Ariefuzzaman, MSW dan Bapak Ahmad Zaki, M.Si sebagai ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial dan Sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Seluruh Dosen Staff Pengajar Fakultas Dakwah dan iImu Komunikasi yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat sebagai bekal untuk meraih cita-cita di masa depan. 6. Kepada Bapak dan Ibu Pimpinan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah membantu penulis dengan menyediakan bahan-bahan dalam mengerjakan skripsi. 7. Ibu Tri Sukreni selaku ketua Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” yang telah memberikan izin serta memberikan informasi penulis dalam melakukan penelitian, Ibu Yuyun Susilawati selaku Koordinator Pekerja Sosial di Panti Sosial Bina Rungu Wicara atas bimbingan, arahan, serta motivasinya selama penulis melakukan penelitian. 8. Ibu Sunarni, Ibu Suminah, Bapak Sulis, Ibu Yani, Ibu Isti, Ibu Sri Mulyani, Ibu Fifi, Ibu Jeni, Ibu Dyah, Ibu Syerli dan seluruh keluarga besar Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah berbaik hati menerima dan memberikan informasi kepada penulis dalam melakukan penelitian. iv 9. Untuk Seluruh Para Penerima Manfaat di Panti Sosial Bina Rugu Wicara “Melati” yang telah membantu dan menemani penulis selama peulis melakukan penelitian sehingga penulis mendapatkan ilmu baru yaitu bisa menggunakan bahasa isyarat. 10. Untuk Keluarga besarku terkhusus tante May, serta sepupuku yang paling kece Mas Riski, adek M.Ikraam, Satrio Hutama Meyza, Thariq Pratama, serta sepupu lainnya yang selalu memberikan motivasi, selalu menjadi mood booster dan mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi. 11. Para kesayanganku sahabat-sahabat yang cantik yang senantiasa menemani penulis, memberikan motivasi, mencari buku bersama-sama dari cuaca panas hingga hujan, menghibur penulis di kala sedih maupun senang (Pipit Febrianti, Siti Jumartina, Isnaniyah, Fifi Nurmagfirah, Shabrina Dwi Pitarini, Chaerani Amalia, Delli Wani Utami, Nadia Syafrina dan Intan Mayzura). 12. Sahabat-Sahabat Praktikum 1 PSMP “Handayani” dan Praktikum II Lebak Banten Desa Wantisari (Vinasti, Reizki Riyadi, Ihsan, Gina Rainyssa, Ma’mur Rizki, Dinda, M. Haviz, Risdiyanto, Bangkit). 13. Sahabat kece sejak di SMKN 28 sampai kuliah yang selalu setia menemani penulis (Prapti Anggoro, Noviyani Muslikhah, dan Luviarna), sahabat SMKN-28 yang sudah seperti keluarga (Maulida, Nurmalasari, Khairunnisa, Silvia Eka, Dewi Pujianti, Adri Yudha, Novi Nurarifin, Dimas Trinanda, Akhmaranda, Dedi Prasetyo) dan v kawan bersendagurau dan bermain bersama di UIN (Lusi Melani, Farid Al Machzummi, Bani Fauziah Jehan dan Dysa Restiani) 14. Teman-teman, adik-adik serta kakak-kakak SKETSA (Komunitas Edukasi Seni Tari Saman Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi), dan VOC (Voice Of Communication Fak Dakwah dan Ilmu Komunikasi) yang telah memberikan semangat, serta doanya hingga terselesaikannya skripsi ini, sukses terus untuk LSO Sketsa dan Voc semoga semakin jaya selalu. 15. Teman-teman Kesejahteraan Sosial angkatan 2010 yang telah berbagi ilmu, melalui hari-hari belajar bersama, serta senior dan junior Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan support dan semangat. 16. Untuk teman yang lebih dari sahabat yakni Putera Mahesa Kusumawardhana, terimakasih untuk waktu, tenaga, kasih sayang serta supportnya yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini sehingga dapat memacu dan menyemangati penulisan ini. 17. Terakhir kepada seluruh pihak yang telah membantu dan berpartisipasi dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, penulis mengucapkan banyak terimakasih. Akhirnya atas kesemuanya ini, penulis mendo’akan semoga Allah SWT membalas jasa-jasa mereka sesuai dengan amal dan perbuatan yang telah diberikan, Kritik dan saran sangat penulis harapkan dari berbagai pihak vi yang mebaca skripsi ini dan harapan penulis semoga penulisan skripsi ini ada manfaat baik untuk fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, maupun bagi masyarakat pada umunya. Amin yaa robbal alamin Ciputat, September, 2014 Penulis Ika Nurjayanti (1110054100045) vii DAFTAR ISI ABSTRAK...........................................................................................................i KATA PENGANTAR.......................................................................................ii DAFTAR ISI...................................................................................................viii DAFTAR TABEL.............................................................................................xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah..........................................................................1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah......................................................6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................................7 D. Metode Penelitian....................................................................................8 E. Tinjauan Pustaka...................................................................................20 F. Sistematika Penulisan............................................................................22 BAB II LANDASAN TEORI A. Peran......................................................................................................24 1. Pengertian Peran........................................................................24 2. Tinjauan Sosiologi Tentang Peran.............................................24 B. Pekerja Sosial........................................................................................25 1. Pengertian Pekerja Sosial..........................................................26 2. Fungsi dan Tugas Pekerja Sosial...............................................28 3. Peranan Pekerja Sosial..............................................................29 4. Prinsip-prinsip Pekerja Sosial....................................................34 5. Metode Pekerja Sosial...............................................................41 viii 6. Teori-teori Pekerja Sosial..........................................................43 7. Kode Etik Pekerja Sosial...........................................................46 C. Teori Biologis........................................................................................47 D. Psikososial.............................................................................................48 1. Fase-fase Perkembangan Psikososial........................................49 2. Perkembangan Emosi Anak Tunarungu Wicara.......................53 3. Perkembangan Sosial Anak Tunarungu Wicara........................54 4. Faktor-faktor Psikososial...........................................................56 E. Spiritual.................................................................................................58 F. Anak Tunarungu Wicara.......................................................................60 1. Karakteristik Tunarungu............................................................61 2. Klasifikasi Tunarungu...............................................................63 BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kelembagaan Panti................................................................................66 1. Latar Belakang...........................................................................66 2. Visi Misi....................................................................................66 3. Motto dan Maklumat.................................................................67 4. Tugas.........................................................................................67 5. Fungsi........................................................................................67 6. Struktur Organisasi....................................................................68 7. Sasaran Garapan........................................................................69 8. Kapasitas Tampung...................................................................69 9. Syarat Penerimaan.....................................................................70 10. Fasilitas Panti.............................................................................71 ix B. Kegiatan Panti.......................................................................................73 1. Pelaksanaan Tahapan Proses Pelayanan....................................73 2. Pelaksanaan Program Rehabilitasi Sosial..................................85 BAB IV PERAN PEKERJA SOSIAL TERHADAP BIOPSIKOSOSIAL SPIRITUAL ANAK TUNARUNGU WICARA DI PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA MELATI BAMBU APUS JAKARTA TIMUR A. Identitas Informan.................................................................................86 1. Informan Penerima Manfaat “N”..............................................86 2. Informan Penerima Manfaat “Y”..............................................89 3. Informan Orang Tua Penerima Manfaat “NM”.........................91 B. Peran Pekerja Sosial Terhadap Biopsikososial Spiritual.......................92 1. Peran Pekerja Sosial Terhadap Biologis Anak Tunarungu Wicara........................................................................................93 2. Peran Pekerja Sosial Terhadap Psikososial Anak Tunarungu Wicara........................................................................................98 3. Peran Pekerja Sosial Terhadap Spiritual Anak Tunarungu Wicara......................................................................................116 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan..........................................................................................120 B. Saran-saran..........................................................................................124 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................126 LAMPIRAN x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial ODK Tahun 2012............................................................................................2 Tabel 1.2. Sumber Data Primer..................................................................11 Tabel 1.3. Identitas Informan Utama..........................................................12 Tabel 1.4. Identitas Informan Pendukung..................................................14 xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan salah satu anugerah dari Allah SWT, untuk itu tidak boleh disia-siakan serta harus dijaga dan dipelihara dengan sebaik-baiknya yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Menurut Sobur (1988), mengartikan anak sebagai orang yang mempunyai pikiran, sikap, dan minat yang berbeda dengan orang dewasa dengan segala keterbatasan. Selain itu anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama yang nantinya mereka juga menjadi generasi penerus bagi orang tuanya.1 Pada abad keduapuluh, hampir di semua masyarakat Barat, disabilitas telah dihubungkan dengan kekurangan pikiran dan tubuh, yaitu meliputi orang pincang, duduk di kursi roda, menjadi korban keadaan seperti kebutaan, kekurangan pendengaran, sakit jiwa dan gangguan jiwa. Orang-orang yang memiliki kekurangan biasanya sangat tergantung kepada keluarga, teman, dan pelayanan sosial yang kadang berlebihan ditempatkan dalam sebuah lembaga.2 Sebagian besar dari penyandang cacat tersebut adalah mereka yang masih dikategorikan anak. Anak-anak butuh perhatian khusus terlebih lagi keadaan sosial mereka masih sangat rentan mendapatkan diskriminasi dari 1 Dunia Psikology, “Pengertian Anak” artikel diakses pada 18 Februari 2014 dari http://www.duniapsikology.com/pegertian-anak-sebagai-makhluk-sosial/.html 2 Colin Barnes dan Geof Mercer, Disabilitas Sebuah Pengantar. Penerjemah Siti Napsiyah dkk (Jakarta:PIC UIN Jakarta,2007), h. 1-2. 1 2 lingkungan mereka yang tergolong normal, keluargalah yang berperan penting dalam perkembangan sosial anak agar menjadi pribadi yang baik di masa depannya. Setiap anak juga memiliki Hak Asasi Manusia termasuk di dalamnya anak berkebutuhan khusus mereka juga diakui oleh masyarakat Bangsa-bangsa di dunia dan merupakan landasan bagi kemerdekaan, keadilan dan perdamaian di seluruh dunia. Diakui dalam masa pertumbuhan secara fisik dan mental, anak membutuhkan perawatan, perlindungan yang khusus, serta perlindungan hukum baik sebelum maupun sesudah lahir.3 Jumlah disabilitas tahun 2012, menurut usia yakni sebagai berikut : Tabel 1.1.4 Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Orang Dengan Kecacatan Tahun 2012 PMKS ODK Netra USIA USIA 18- Usia 25-55 Usia 56>Thn Total <18 THN 24 Thn Thn 5921 3869 46960 86110 142860 Rungu wicara 7632 4410 17482 7432 36956 Tubuh 32990 18384 129272 83233 263879 Mental Retardasi Gangguan jiwa Fisik dan Mental 30460 31821 120737 30015 213033 2257 5105 44514 13246 19438 9935 47944 24991 102308 65122 Dari perkembangan data di atas, terdapat jumlah penyandang tunarungu pada tahun 2012 menurut Bappenas data penyandang masalah 3 Syamsu Yusuf, Psikology Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya, Januari 2011), h. 36. 4 Data Program Perlindungan Sosial PPLS Bappenas 2012 3 kesejahteraan sosial orang dengan kecacatan, usia sekolah yakni <18 Thn, tercatat 7.632 Jiwa Apabila melihat dari data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial tersebut, dapat terlihat bahwa penyandang disabilitas tunarungu wicara menurut usia <18 Thn di Indonesia masih terhitung banyak, dan berada pada peringkat ke empat dari enam kategori Orang Dengan Kecacatan. Dan apabila dilihat dari kategori usia orang dengan kecacatan rungu wicara, pada usia <18 Thn berada pada urutan kedua di bawah usia 2555 Thn. Orang dengan kecacatan rungu wicara adalah seseorang yang menurut ilmu kedokderan dinyatakan mempunyai kelaianan atau gangguan pada fungsi pendengaran dan bicara, sehingga tidak dapat melakukan komunikasi secara wajar.5 Setiap orang tua pasti berharap dapat melahirkan anaknya dengan selamat dan mendapatkan anak yang sehat jasmani maupun rohani. Namun, terkadang Tuhan berkendak lain, yang lahir adalah kurang sehat, tidak sempurna atau memiliki kecacatan fisik maupun psikis. Para orang tua pastinya akan merasakan kenikmatan besar apabila mereka bisa melihat anakanak mereka dapat tumbuh dengan sehat, dapat berkomunikasi dengan baik di lingkungan sekitarnya serta tanggap terhadap keadaan di lingkungan sekitarnya agar ia dapat berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya. Anak-anak tunarungu wicara yang secara fisik jasmani memang terlihat seperti anak-anak normal di luar sana, mereka juga diharapkan menjadi anak yang cerdas dalam meraih prestasi belajar di dunia pendidikan 5 Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan, Panduan Pelaksanaan Komunikasi Total Bagi Orang Dengan Kecacatan Rungu Wicara (Jakarta: Kementerian Sosial Republik Indonesia, 2010), h.6. 4 dan nantinya di dunia kerja. Manusia sebagai makhluk sosial selalu memerlukan kebersamaan dengan orang lain, demikian pula dengan anak tunarungu wicara ia tidak terlepas dari kebutuhan tersebut. Akan tetapi karena mereka memiliki kelainan dalam segi kesehatannya, biasanya akan menyebabkan suatu kelainan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya.6 Setiap manusia yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa telah memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Begitu juga dengan anak yang memiliki keterbatasan khusus seperti tunarungu wicara, mereka sering dipandang sebelah mata, karena mereka tidak dapat berkomunikasi dengan baik di lingkungannya. Di samping keterbatasan yang mereka miliki mereka juga dianugerahi kelebihan–kelebihan yang luar biasa dan bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Tergantung bagaimana mereka mendapatkan bimbingan dan arahan dari orang-orang sekitarnya serta stimulus yang positif yang didapat dari orang-orang sekitarnya. Bimbingan dan arahan tersebut dapat menstimulus terhadap kelebihan yang ia miliki. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa anak tunarungu wicara sangatlah membutuhkan pendamping yang bisa membuat mereka merasa aman dalam melakukan aktifitasnya, dalam menghadapi situasi sosial yang ada yang mana mereka memiliki keterbatasan di dalam situasi tersebut. Seseorang pendamping yang profesional yang mendampingi klien di suatu panti sosial dalam program rehabilitasi sosialnya adalah Pekerja sosial. Anak-anak Disabilitas juga mendapatkan perlindungan khusus. Undang-Undang 6 Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat T. Sutjihati Somantri, Psikology Anak Luar Biasa, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), h.98- 99. 5 menyebutkan bahwa pada BAB 1 Ketentuan Umum Pasal 1 sebagai berikut : Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik, dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari : (a.) penyandang cacat fisik, (b.) Penyandang cacat mental, (c.) Penyandang cacat fisik dan mental. 7 Selanjutnya pada BAB III Hak dan Kewajiban Pasal 5 sebagai berikut setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.8 Lalu dalam Al Qur’an dijelaskan pula dalam Surah Al Hujjurat (49:11) Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolokolokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita yang (di perolok-olokan) lebih baik dari wanita yang (mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri) dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman) dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah adalah orangorang yang zalim.” Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” merupakan salah satu Unit Pelayanan Tekhnis di bawah naungan Kementerian Sosial Republik Indonesia panti sosial ini yang menaungi penyandang disabilitas tunarungu wicara. Berdasarkan pada Keputusan Menteri Sosial RI Nomor : 40/HUK/2004 7 Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat Pasal 1 BAB 1 Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat Pasal 5 BAB 3 8 6 tentang prosedur kerja panti sosial di lingkungan Departemen Sosial RI. Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” juga memiliki staf-staf yang berkompeten, profesi pekerja sosial yang merupakan peranan yang dibutuhkan dalam memecahkan masalah yang dihadapi para penyandang disabilitas. Berdasarkan latar belakang dan alasan yang telah dijelaskan di atas peneliti tertarik untuk meneliti mengenai “Peran Pekerja Sosial Terhadap Biopsikososial Spiritual Anak Tunarungu Wicara Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur.” B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Pekerja sosial merupakan kegiatan profesional yang membantu individu, kelompok ataupun masyarakat, untuk meningkatkan dan memperbaiki kemaampuan mereka dalam berfungsi sosial serta menciptakan kondisi masyarakat yang memungkinkan mereka mencapai tujuan. Fokus pekerjaan sosial adalah relasi sosial antara klien (Individu, kelompok, dan masyarakat) dengan lingkungan sosial.9 Besarnya tugas dan tanggung jawab serta peran pekerja sosial mendorong peneliti untuk melakukan penelitian serta pengkajian tentang bagaimana peranan pekerja sosial dalam perkembangan biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur. Pembatasan masalah ini difokuskan pada masalah yang diteliti, karena keterbatasan waktu, tenaga, dan dana peneliti. Peneliti batasi pada 9 Chatarina Rusmiati, dkk, Efektivitas Peran Pekerjaan Sosial tudi Kasus Panti Sosial Petirahan Anak Satria Baturaden (Yogyakarta: Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, 2013), h. 30-31. 7 masalah peran pekerja sosial terhadap biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan Pembatasan masalah dalam penelitian peran pekerja sosial terhadap biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara di atas maka perumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana peran pekerja sosial terhadap biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur ? C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui peran atau tugas pekerja sosial dalam perkembangan biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur. b. Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang peneliti lakukan ini diharapkan akan memberikan manfaat dari berbagai pihak-pihak berikut: 1. Manfaat Akademik Secara teoritis hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam rangka kajian akademis anak-anak disabilitas (tunarungu Kesejahteraan Sosial. 2. Manfaat Praktis wicara) khususnya di bidang 8 a. Memberikan masukan atau saran kepada para pekerja sosial dalam menjalankan kewajibannya/tugas/peran di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur. b. Memberikan Masukan pada lembaga-lembaga dalam mengimplementasikan kebijakan sehingga tercipta iklim yang kondusif bagi para pekerja sosial untuk menjalankan perannya secara efektif dan efisien. E. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu pengamatan, wawancara, dan penelaahan dokumen. Menurut Borgan dan Taylor dalam buku Moleong, metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku diamati.10 Dalam hal ini yang diteliti adalah Peran Pekerja Sosial Terhadap Biopsikososial Spiritual Anak Tunarungu Wicara Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur. Metode kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan informan. Ketiga, 10 Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosyda Karya, 1993), Cetakan ke-10, h.3. 9 metode ini lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dan banyak pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Penelitian kualitatif dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Biasanya dimanfaatkan untuk wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen.11 Peneliti memilih pendekatan kualitatif dalam melakukan penelitian karena berharap dengan menggunakan pendekatan kualitatif, didapatkan hasil penelitian yang menyajikan data yang akurat, dan digambarkan secara jelas dari kondisi sebenarnya. 2. Jenis Penelitian Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian ini adalah deskriptif. Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar-gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara secara lapangan, catatan atau memo, video-tape, dokumentasi lainnya dan dokumen resmi lainnya.12 3. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian ini dimulai sejak bulan Mei 2014 tepatnya tanggal 5 Mei 2014 hingga tanggal 26 Juni 2014. Adapun tempat penelitiannya di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur. Intensitas peneliti melakukan penelitian dilakukan tepatnya 11 M. Djunaidi Ghoniy & Fauzan Almansyur, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Depok: Ar-Ruz Media, 2012), h.26-27. 12 Ibid, h.34-35. 10 seminggu empat kali yang dimulai dari hari Senin-Kamis, dan dilakukan dari jam 09.00-16.00 WIB. 4. Tekhnik dan Penelitian Subjek Penelitian Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, dalam memilih informan ini peneliti mengunakan tekhnik Purposive Sampling dipilih secara sengaja, peneliti menentukan sendiri sample yang diberikan karena berdasarkan pertimbangan tertentu dan benar-benar sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan. Pilihan informan tergantung pada jenis informasi yang hendak dikumpulkan. Sebagai data primer utama, peneliti sudah mewawancarai kepala seksi rehabilitasi sosial, kepala koordinator pekerja sosial, pekerja sosial, psikolog, pembimbing agama Islam dan pengasuh. Adapun untuk data primer pendukung, peneliti mengobservasi 2 (dua) anak penerima manfaat tunarungu wicara dan mewawancarai orangtua penerima manfaat. diantaranya: 11 (Tabel 1.2.) No Informan Informasi yang dicari 1. Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Jakarta Timur. (INFORMAN) Kepala Koordianator Pekerja sosial dan para pekerja sosial Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Jakarta Timur. (SUBJEK) Pelayanan assesment 1 serta intervensi yang diberikan terhadap program Rehabilitasi Sosial Pelayanan assesment 4 serta intervensi dan pendampingan seperti apa yang diberikan lalu peran apa yang diberikan terhadap biopsikososial spiritual Bagaimana 2 perkembangan biopsikososial spiritual untuk anak tunarungu wicara dan metode seperti apa yang diberikan dalam biopsikososial spiritual. Bagaimana Harapan 1 orang tua penerima manfaat (PM) anak tunarungu wicara terhadap peranan Pekerja sosial yang sudah dilakukan para Pekerja sosial terhadap perkembangan biopsikososial spiritual Pengamatan 2 Perkembangan biopsikososial spiritual 2. 3. Psikolog, pembimbing agama islam dan pengasuh Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Jakarta Timur. (INFORMAN) 3. Orangtua penerima manfaat (INFORMAN) 4. Penerima Manfaat Anak Tunarungu Wicara (INFORMAN) Sumber : Data Primer Jumlah 12 Identitas Informan Primer Utama (Tabel 1.3.) Nama Lengkap Nama Inisial Profesi Jenis Kelamin Asal Umur Pendidikan terakhir Pengalaman bertugas Dewi Isnaini DI Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Perempuan Jogja 40 tahun. Diploma Empat STKS Bandung Di Pemprof Dinas Sosial dan Pemakaman Pekan Baru Provinsi Riau. Pada tahun 2009 bulan Februari awal. Dipindah tugaskan ke Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” dan menjadi staff, setelah itu pada tahun 2013 diangkat menjadi Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial. Nama Lengkap Nama Inisial Profesi Jenis Kelamin Asal Umur Pendidikan Terakhir Yuyun Susilawati YS Koordinator Pekerja Sosial Perempuan Bandung 48 Tahun S1 Kesejahteraan sosial Langlang Buana Sudah bekerja selama 22 tahun, pertama bertugas di Panti Narkotika di Lembang. Dipindah tugaskan pada tahun 1994 ke panti Gelandangan Pengemis. Pada tahun 2010 dipindah tugaskan ke PSBRW “Melati” Pengalaman kerja Nama Lengkap Nama Inisial Profesi Jenis Kelamin Asal Umur Pendidikan terakhir Sunarni SN Pekerja Sosial Perempuan Sragen 55 tahun S1 Kesejahteraan Sosial widuri 13 Pengalaman bekerja Pengalaman bekerja 33 tahun. Pertama bertugas di Panti Keramat Tungak Panti Wanita Satu. Setelah itu di pindah tugaskan ke Kanwil Sosial DKI Jakarta, Setelah itu dipindah tugaskan ke Tanmiyat Bekasi. Pada tahun 2011 di pindah tugaskan ke Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Nama Lengkap Nama Inisial Profesi Jenis Kelamin Pendidikan Terakhir Pengalaman Bekerja Bambang Sulistiyono BS Pekerja Sosial Laki-Laki Kesejahteraan Sosial STKS Bandung Sebelum dipindah tugaskan di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati beliau bertugas di Panti Sosial Karya Wanita Pasar Rebo dan bertuga di PSBRW “Melati sekitar ± 2tahun. Nama Lengkap Nama Inisial Profesi Jenis Kelamin Asal Umur Pendidikan Terakhir Pengalaman Bekerja Suminah SM Pekerja sosial dan pengasuh Perempuan Jogjakarta 42 Tahun S1 Kesejahteraan Sosial Widuri Pernah bekerja di Sekolah Luar Biasa Asuh Budi di Patra Kuningan. Setelah itu bertugas di Kanwil provinsi Bengkulu di Panti PSBG. Pada tahun 2001 pindah ke PSBRW Melati dan pada tahun 2001 diangkat menjadi pekerja sosial. Nama Lengkap Nama Inisial Profesi Jenis Kelamin Pendidikan Terakhir Tri Wirda Hayani TWH Psikolog Perempuan S1 Psikolog UIN Syarif Hidatullah Jakarta 14 Nama Lengkap Nama Inisial Profesi Jenis Kelamin Jeni Iswanti JI Pekerja Sosial dan Pengasuh Perempuan Asal Jakarta Umur 50 Tahun Pengalaman kerja Pernah di Kamdepsos Bengkalip provinsi Riau, dari tahun 1987-2000. Setelah itu bertugas di Kanwil DKI Jakarta. Lalu setelah itu dipindah tugas ke PSBRW “Melati” tahun 2013 dan diangkat menjadi pekerja sosial. SMPSN (Sekolah Menengah Pekerja Sosial Negeri Jakarta) Pendidikan terakhir Nama Lengkap Nama Inisial Profesi Jenis Kelamin Asal Umur Pendidikan Terakhir Pengalaman Bekerja Syerli Natalia SN Pembimbing Agama Islam Perempuan Bukit Tinggi Sumatera Barat 40 Tahun S1 STKS Bandung Sebelum bertugas di PSBRW “Melati” beliau bertugas di Medan dari tahun 2009-2011. Setelah itu Pada Tahun 2012 dipindah tugaskan ke Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Identitas Informan Primer Pendukung Penerima Manfaat13 (Tabel 1.4.) Nama Inisial Asal 13 N Depok Data Diambil dari File Yang Diberikan Oleh Pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 13 Mei 2014. 15 Jenis Kelamin Umur Agama Perempuan 16 Tahun Islam Tanggal Masuk PSBRW “Melati” 26 Juni 2013 Nama Inisial Asal Jenis kelamin Umur Agama Tanggal Masuk Di PSBRW “Melati” Y Bangka Belitung Perempuan 16 Tahun Islam 31 Maret 2012 Profil Orang Tua Penerima Manfaat Nama Inisial Profesi NM Penjual Warung dan Juga Ibu Rumah Tangga (Orang Tua Penerima Manfaat) Perempuan Betawi 45 Tahun Jenis Kelamin Asal Budaya Umur Data sekunder, diperoleh melalui catatan/dokumentasi di Panti Sosial Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Jakarta Timur. Adapun untuk pelaksanaan penelitian ini, teknik pengumpulan data yang akan dilaksanakan adalah melalui: a) Observasi, observasi merupakan tekhnik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati halhal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan. Metode ini sangat baik untuk mengamati perilaku subjek dalam lingkungan 16 atau ruang dalam waktu tertentu.14 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan bentuk observasi terus terang atau samar. Dengan demikian peneliti melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada subjek penelitian sebagai sumber data, bahwa dia sebagai peneliti sedang melakukan penelitian. b) Interview atau wawancara, dalam tekhnik ini lebih menekankan pada tekhnik wawancara, khususnya wawancara mendalam (depth interview). Tekhnik ini merupakan tekhnik pengumpulan data yang khas penelitian kualitatif. Untuk memahami persepsi, perasaan dan pengetahuan orang-orang adalah dengan wawancara yang mendalam dan intensif.15 Pada tekhnik wawancara yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh data dari berbagai narasumber seperti Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial, Kepala Koordinator Pekerja Sosial, Pekerja Sosial, Psikolog, Guru Bimbingan Agama Islam, Pengasuh dan Orang tua Penerima manfaat. c) Dokumentasi, yaitu peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti : buku-buku, brosur, foto-foto, dan lain sebagainya seperti Buku Profile Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati”, foto-foto kegiatan, ruangan dan tampak depan Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati, foto bersama dengan para pekerja sosial yang terkait dan para pegawai PSBRW “Melati.” 14 M. Djunaidi Ghoniy & Fauzan Almansyur, Metodelogi Penelitian Kualitatif, h. 165. Ibid,175-176. 15 17 5. Tekhnik Pencatatan Data Penelitian yang biasa digunakan adalah catatan lapangan (data lapangan). Catatan lapangan (data) merupakan catatan yang dibuat oleh peneliti sewaktu mengadakan wawancara terbuka (para subyek penelitian tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula maksud dan tujuan wawancara itu) atau menyaksikan kejadian tertentu. Catatan yang dibuat di lapangan sangat berbeda dengan catatan lapangan. Catatan itu berupa corat coretan seperlunya yang betul-betul dipersingkat, berisi kata-kata kunci, frasa, pokok-pokok isi pembicaraan atau percakapan, hasil pengamatan berupa gambar, sketsa, sosiogram, diagram dan sebagainya. Catatan itu baru berubah ke dalam bentuk catatan yang lengkap dan disebut catatan lapangan setelah peneliti tiba rumah tempat tinggal. Proses itu dilakukan setiap kali selesai mengadakan pengamatan atau wawancara. Catatan lapangan, adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, apa yang dilihat, apa yang dialami, dan apa yang dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif. Peneliti kualitatif mulai memasuki lokasi penelitian, berkenaan dengan subjek penelitian, dan melakukan wawancara dengan orang-orang, mengamati suatu peristiwa atau keadaan melihat dan membaca dokumen dalam waktu yang bersamaan, peneliti mulai melakukan pencatatan walau 18 relatif sederhana dan secara garis besar sehingga data atau informasi saat itu tidak hilang dari ingatan peneliti.16 Berdasarkan pada konteks tersebut, maka penelitian menggunakan tekhnik pencatatan data, dengan mencatat data yang didapat dari hasil penelitian di lapangan, baik itu berasal dari hasil wawancara (penerima manfaat) dan menyaksikan kejadian tertentu. Kemudian dilengkapi dan disempurnakan apabila sudah di tempat tinggal. 6. Tekhnik Analisis data Data yang ada dianalisis dengan cara Analisis data dalam penelitian kualitatif secara teoritis merupakan proses penyusunan data untuk memudahkan penafsirannya. Analisa data pada penelitian kualitatif dilakukan melalui pengamatan data secara logis dan sistematis dan analisis data itu dilakukan sejak awal peneliti terjun ke lokasi penelitian hingga pada akhir penelitian (pengumpulan data). Data yang dikumpulkan dalam penelitian kualitatif biasanya berbentuk data deskriptif, yaitu data yang berbentuk uraian yang memaparkan keadaan obyek yang diteliti berdasarkan fakta-fakta aktual atau sesuai kenyataannya sehingga menuntut penafsiran peneliti yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata. Yang diteliti dan dipelajari adalah obyek penelitian yang utuh. 16 M. Djunaidi Ghoniy & Fauzan Almansyur, Metodelogi Penelitian Kualitatif, h. 216. 19 Pengolahan data dilakukan berdasarkan pada setiap perolehan data dari hasil observasi, wawancara dengan tiap-tiap informan dan studi dokumentasi untuk direduksi, dideskripsikan, dianalisis, dan kemudian ditafsirkan. Prosedur analisis terhadap masalah tersebut lebih difokuskan pada upaya menggali fakta sebagaimana adanya (natural setting), dengan teknik analisis pendalaman kajian. Untuk memberikan gambaran data tentang hasil penelitian. Dalam penulisan skripsi ini peneliti menyajikan data deskriptif mengenai Peran Pekerja Sosial terhadap Biopsikososial Spiritual Anak Tunarungu Wicara di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur. 7. Tekhnik Penulisan Adapun dalam penulisan skripsi ini, peneliti berpedoman pada buku “pedoman penulisan karya ilmiah skripsi, tesis, dan disetasi”, yang diterbitkan oleh Centre For Quality Development And Assurance (CeQDA), UIN Jakarta Press Tahun 2007. 8. Keabsahan Data Tekhnik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini memilih kriteria sebagai berikut : a) Ketekunan pengamatan, ketekunan pengamatan bermaksud menentukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi-situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau iu yang sedang dicari. Kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. 20 maksudnya peneliti hanya memusatkan dan mencari jawaban sesuai dengan rumusan masalah aja.17 b) Kriterium kepastian, menurut Scriven yaitu masih ada unsur “kualitas” yang melekat pada objektifitas. Hal itu digali dari pengertian bahwa jika sesuatu itu objektif, berarti dapat dipercaya, faktual dan dapat dipastikan.18 Dalam hal ini peneliti dapat membuktikan data-data ini terpercaya yaitu dengan data-data yang di dapat dari hasil wawancara terhadap subjek penelitian. Adapun dari segi faktual, adalah melihat perannya Pekerja sosial dalam terhadap biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Jakarta Timur. Dalam hal ini peneliti dapat memastikan, bahwa kepastian peran Pekerja sosial terhadap biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara melalui hasil wawancara terhadap subjek penelitian.19 F. Tinjauan Pustaka Setelah penulis melakukan studi kepustakaan, terdapat buku dan beberapa artikel dari internet yang berhubungan dengan peran pekerja sosial dan anak tunarungu wicara, melalui pendekatan komprehensif. Penulis juga melakukan studi kepustakaan terhadap beberapa skripsi terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan terutama yang melakukan penelitian mengenai peran pekerja sosial, biopsikososial spiritual dan di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati”: 17 M. Djunaidi Ghoniy & Fauzan Almansyur, Metodelogi Penelitian Kualitatif, h. 321. Lexy J. Moloeng, Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Cet ke-20, h.326. 18 21 1. Peran Pekerja Sosial Dalam Penanganan Rehabilitasi Psikososial Korban Trafficking (Studi Kasus Pada Dua Korban Trafficking di Rumah Perlindungan dan Trauma Center Bambu Apus Jakarta Timur) skripsi ini mengkaji mengenai peran pekerja sosial dalam pelayanan rehabilitasi psikososial korban trafficking. Oleh Hanifah Sya’adillah. Jurusan Kesejahteraan Sosial. Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Lulusan 2014. Perbedaannya terletak pada objek dan lokasi penelitiannya, yang menyamakan dengan skripsi penulis terletak pada subjek penelitiannya. 2. Analisis Biopsikososial Spiritual Seorang Anak Hipospadia dan Attention Defisit Hyperactive Disorder (ADHD di Yayasan Sayap Ibu (YSI) Bintaro. Oleh: Tri Nugrahaning Martiwi. Jurusan Kesejahteraan Sosial. Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Lulusan 2013. Skripsi ini mengkaji mengenai Analisis Biopsikososial Spiritual, perbedaannya terletak pada subjek dan lokasi penelitiannya, dan persamaannya terletak pada objek penelitian. 3. Pelaksanaan Bimbingan Dalam Meningkatkan Kreativitas Anak Tunarungu Di panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Bambu Apus Jakarta Timur. Oleh: Indri Lesmani. Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam. Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah. Lulusan 2009. Skripsi Ini mengkaji mengenai pertama bagaimana pelaksanaan bimbingan dan 22 konseling dalam meningkatkan kreatifitas anak tunarungu, kedua apa saja metode atau tekhnik bimbingan yang digunakan dalam meningkatkan kreatifitas anak tunarungu, ketiga apa saja hasil kreatifitas anak tunarungu di panti sosial bina rungu wicara melati setelah diberi bimbingan, keempat apa faktor penghambat dan penunjang bagi anak tunarungu dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kreatifitasnya. Perbedaan terletak pada subjek dan objek penelitian. Dan persamaannya terletak pada lokasi penelitian. G. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah penelitian skripsi ini, maka peneliti membuat sistematika penulisan dalam beberapa bab, yaitu: BAB I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodelogi penelitian, tinjauan pustaka, sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Teoritis berisi tentang Peran (pengertian dan Tinjauan Sosiologi tentang peran), pengertian pekerja sosial, fungsi dan tugasnya pekerja sosial, peranan pekerja sosial, prinsip pekerja sosial, metode-metode pekerjaan sosial, kode etik pekerja sosial, teori biologi, pengertian psikososial, fase-fase psikososial, perkembangan emosi anak tunarungu wicara, perkembangan sosial anak tunarungu wicara, faktor-faktor psikososial, pengertian spiritual, definisi anak 23 tunarungu wicara, karakteristik tunarungu wicara, klasifikasi tunarungu. BAB III Gambaran Umum yang terdiri dari kelembagaan panti (latar belakang berdirinya panti, visi dan misi, moto dan maklumat, tugas, fungsi, struktur organisasi, sasaran garapan, kapasitas tampung, syarat penerimaan, dan fasilitas panti), kegiatan panti (pelaksanaan tahapan proses pelayanan dan pelaksanaan program rehabilitasi sosial) BAB IV Peran Pekerja Sosial Terhadap Biopsikososial Spiritual Anak Tunarungu Wicara di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur peran pekerja sosial dalam perkembangan biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara (pemaparan hasil pengamatan dan wawancara dengan sumber Primer pendukung, peran pekerja sosial terhadap biologis, peran pekerja sosial terhadap psikososial, peran pekerja sosial terhadap spiritualitas.) BAB V Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran. BAB II LANDASAN TEORITIS A.Pengertian Peran Peranan memiliki kata dasar dari kata peran, berbicara mengenai peran, tentu tidak bisa dilepaskan dengan status kedudukan, kedudukan dan peranan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, akibat hubungan saling ketergantungan atau dengan yang lainnya. Artinya tidak ada peranan tanpa kedudukan dan tidak ada kedudukan tanpa peranan. Setiap individu didalam kehidupannya mempunyai peran yang harus dijalankan, mereka mempunyai peran karena orang tersebut mempunyai status dalam masyarakat, walaupun keduanya itu berbeda antara satu dengan orang lain tersebut. Akan tetapi masing-masing darinya berperan sesuai dengan statusnya. Sedangkan definisi peran dan peranan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran adalah seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Sedangkan definisi peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.1 2. Tinjauan Sosiologi Tentang Peran Dilihat dari pengertian peran yang telah dijabarkan diatas, ada hubungan yang erat sekali antara peran dengan kedudukan. Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan 1 (status). Apabila seseorang Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Balai Pustaka,1998), Cet 1, h. 667. 24 25 melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada pada yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peranan.2Seseorang mempunyai peran dalam lingkungan sosial dikarenakan ia mempuyai status sosial atau kedudukan dalam lingkungan sosialnya di masyarakat. Peranan muncul akibat dari proses interaksi sosial itu sendiri, sebab tanpa interaksi sosial maka tidak akan ada peranan.3 B. Profesi Pekerja Sosial Pekerja Sosial merupakan suatu profesi yang baru muncul di abad ke 20. Berbeda dengan profesi lain, yang muncul lebih dulu yang mengembangkan spesifikasi untuk mencapai kematangannya, maka pekerja sosial berkembang dan dikembangkan dari berbagai spesifikasi pada berbagai lapangan praktis. Dalam sejarah perkembangannya, pengertian profesi pekerjaan sosial sendiri mengalami perkembangan. Pekerjaan sosial mengintervensi ketika seseorang berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip-prinsip hak-hak manusia dan keadilan sosial merupakan hal yang fundamental bagi Pekerja Sosial.4 2 Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1990), h. 268-267. 3 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi (Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (Jakarta: Kencana 2011), h.111112. 4 Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial ( Depok: Fisip UI Press, 2005), h. 11-12. 26 1) Pengertian Pekerja Sosial Tercatat ada beberapa ahli terkemuka tentang pekerjaan sosial seperti : a) Walter A. Friedlander :Pekerja Sosial merupakan suatu pelayanan proffesional yang prakteknya didasarkan pada pengetahuan dan keterampilam ilmiah dalam hubungan kemanusiaan yang membantu individu-individu baik secara perorangan maupun dalam kelompok untuk mencapai kepuasan dan kebebasan sosial dan pribadi. b) Allan Pincus dan Anne Minahan: Pekerja Sosial adalah menitikberatkan pada permasalahan interaksi manusia dengan lingkungan sosialnya sehingga mereka mampu melaksanakan tugas-tugas kehidupan, mengurangi ketegangan, serta mewujudkan aspirasidan nilai-nilai mereka. Jadi Pekerja Sosial dalam konteks ini melihat masalah yang dihadapi orang dengan melihat situasi sosial tempat orang tersebut berada atau terlibat. c) Leonora Serafica de Guzman: Pekerja Sosial adalah profesi yang bidang utamanya berkecimpung dalam kegiatan sosial yang terorganisasi, di mana kegiatan tersebut bertujuan untuk memberikan fasilitas dan memperkuat relationship, khususnya dalam penyesuaian diri secara timbal balik dan saling menguntungkan antara individu dengan lingkungan sosialnya 27 dengan menggunakan metode pekerja sosial sehingga individu maupun masyarakat dapat menjadi lebih baik.5 Diatas telah dikemukakan para ahli termuka, beberapa mengenai pekerjaan sosial pun mendapatkan perhatian yang luas dari ahli Ilmuan di Indonesia, dan termasuk di dalamnya para akademisi. Pengertian Pekerja Sosial yang dikemukakannya sebagai berikut: Pekerja Sosial adalah suatu bidang keahlian yang mempunyai tanggung jawab untuk memperbaiki dan mengembangkan interaksi antara orang dengan lingkungan sosial sehingga tugas-tugas kehidupan mereka mengatasi kesulitan-kesulitan, serta mewujudkan aspirasi-aspirasi dan nilai-nilai mereka.6 Profesi pekerja sosial di Indonesia belum sepopuler di NegaraNegara berkembang, masih banyak orang yang menganggap rendah Pekerja Sosial, padahal di Negara-negara berkembang pekerja sosial telah dianggap sebagai sebuah profesi yang serius. Menjadi seorang pekerja sosial tidak semata-mata tanpa mempunyai modal keterampilan. Pekerja sosial sebagai pekerja professional harus membekali diri mereka dengan keterampilan-keterampilan khusus. Keberadaan Pekerja Sosial di Indonesia telah mendapat pengakuan dari Pemerintah Indonesia antara lain melalui Penerbitan Surat Keputusan Menteri Sosial RI Nomor : 11/ HUK/ 1989, tanggal 02 Maret 1989 tentang pendelegasian wewenang 5 Istiana Hermawati, Metode Dan Tekhnik Dalam Praktek Pekerjaan Sosial, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2001), h. 1-4. 6 Soetarjo, Praktek Pekerja Sosial,(Bandung: Kopma STKS, 1993), h.5. 28 pengangkatan, pembebasan sementara, pemberhentian dan pengangkatan jabatan pekerja sosial di lingkungan Departemen Sosial. Sementara itu, definisi pekerja sosial menurut Buku Panduan Pekerjaan Sosial adalah sebagai berikut: Pekerja Sosial adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pelayanan kesejahteraan sosial dilingkungan instansi pemerintah maupun badan atau organisasi sosial lainnya.7 Berbicara mengenai peran pekerja sosial terutama mengenai kehidupan individu, kelompok dan masyarakat akan membawa kita kepada diskusi yang panjang. Seseorang pekerja sosial diharapkan dapat memainkan perannya yang lebih besar dari peranan yang selama ini dilakukan. 2) Fungsi dan Tugas Pekerja Sosial Fungsi dan tugas Pekerjaan Sosial, pekerja sosial bertujuan untuk membantu orang meningkatkan kemampuannya dalam menjalankan tugas kehidupan, memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam berinteraksi dengan orang lain maupun sistem sumber, dan mempengaruhi kebijakan yang ada. Dengan demikian, orang tersebut dapat mencapai kesejahteraannya, baik sebagai individu maupun kolektif. 7 HM.Cholis Hasan dan Abdul Malik, Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 10/HUK/2007/Tentang Pembinaan Tekhnis Jabatan Fungsional Pekerja Sosial Nomor 43/HUK/2007 TentangPedoman Pendidikan & Pelatihan Jabatan Fungsional Pekerja Sosial, (Biro organisasi & Kepegawaian Departemen Sosial, 2007), h.2. 29 Untuk mencapai tujuan tersebut, pekerjaan sosial melaksanakan fungsi sebagai berikut : a. Membantu orang meningkatkan dan menggunakan kemampuannya secara lebih efektif untuk melaksanakan tugastugas kehidupan dan memecahkan masalah mereka. b. Mengaitkan orang dengan sistem sumber c. Mempermudah interaksi, mengubah dan menciptakan hubungan baru antara orang dan sistem sumber kemasyarakatan. d. Mempermudah interaksi, mengubah dan menciptakan relasi antar orang dilingkungan sistem sumber. e. Memberikan sumbangan bagi perubahan, perbaikan, serta perkembangan kebijakan dan perundang-undangan sosial. f. Meratakan sumber-sumber material g. Bertindak sebagai pelaksanan kontrol sosial.8 3) Peranan Pekerja Sosial Pekerja sosial juga memiliki peranan yang harus ia jalankan, berikut adalah peran pekerja sosial yang dikemukakan oleh Parsons, Jorgensen, dan Hernandez : a. Fasilitator, dalam literatur pekerja sosial, peranan “fasilitator” sering disebut sebagai “pemungkin” (enabler). Keduanya bahkan sering dipertukarkan satu sama lain. Barker juga memberikan definisi pemungkin atau fasilitator sebagai tanggung jawab untuk membantu klien menjadi mampu 8 Istiana Hermawati, Metode Dan Tekhnik Dalam Praktek Pekerjaan Sosial, h 14-20. 30 menangani tekanan situasional atau transisional. Peranan pekerja sosial adalah memfasilitasi atau memungkinkan klien mampu melakukan perubahan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama. b. Broker, Pemahaman pekerja sosial yang menjadi broker mengenai kualitas pelayanan sosial disekitar lingkungan menjadi sangat penting dalam memenuhi keinginan kliennya memperoleh “keuntungan” maksimal. Peranan sebagai broker mencangkup menghubungkan klien dengan barang-barang dan pelayanan dan mengontrol kualitas barang dan pelayanan tersebut. c. Mediator, pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan pertolongannya. Peran ini sangat penting dalam paradigma generalis. Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat perbedaan yang mencolok dan mengarah pada conflik antara berbagai pihak. Lee dan Swenson memberikan contoh bahwa pekerja sosial dapat memerankan sebagai “fungsi kekuatan ketiga” untuk menjembatani antara keanggotaan kelompok dan sistem lingkungan yang menghambatnya. d. Pembela, sering kali pekerja sosial harus berhadapan dengan sistem politik dalam rangka menjamin kebutuhan dan sumber yang diperlukan oleh klien manakala pelayanan dan sumbersumber sulit dijangkau oleh klien, pekerja sosial harus memainkan peranan sebagai pembela. 31 e. Pelindung, tanggung jawab pekerja sosial terhadap masyarakat didukung oleh hukum, hukum tersebut memberikan legitimasi kepada pekerja sosial untuk menjadi pelindung terhadap orangorang yang lemah dan rentan. Dalam melakukan peran sebagai pelindung (guardian role), pekerja sosial bertindak berdasarkan kepentingan korban, calon korban, dan populasi yang beresiko lainnya.9 Selanjutnya peranan pekerja sosial antara lain : a. Peranan sebagai pemungkin (enabler role), peranan sebagai pemungkin adalah yang paling sering digunakan dalam profesi pekerjaan sosial, karena peranan ini diilhami oleh konsep pemberdayaan dan difokuskan pada kemampuan, kapasitas, dan kompetensi klien atau penerima pelayanan untuk menolong dirinya sendiri pekerja sosial berperan membantu untuk menentukan kekuatan dan unsur yang ada di dalam diri korban sendiri termasuk untuk menghasilkan perubahan yang diingikan atau mencapai tujuan yang dikehendaki korban. Jadi peranan pekerja sosial adalah berusahamemberikan peluang agar kepentingan dan kebutuhan klien atau penerima manfaat tidak terhambat. b. Peranan sebagai perunding (conferee role), peranan sebagai perunding adalah peranan yang diasumsikan ketika pekerja sosial dan klien mulai bekerja sama. Keterampilan yang 9 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, h.97-103. 32 diperlukan pada peranan perunding adalah keterampilan umum yang digunakan dalam pekerja sosial, seperti keterampilam mendengarkan, probling, penguatan/refleksi dan lain-lain. c. Peranan sebagai inisiator (Inisiator role), peranan sebagai inisiator, Zastrow menyebut sebagai “peranan yang memberikan perhatian pada masalah atau hal-hal yang berpotensi untuk jadi masalah.” Oleh karena itu, sebagai seorang inisiator pekerja sosial berupaya memberikan perhatian pada isu-isu ini tidak akan muncul atau menarik perhatian petugas lain sebelum ada yang memunculkan. Disinilah peranan pekerja sosial sebagai inisitor untuk menyadarkan badan/lembaga/panti sosial bahwa ada masalah yang terjadi di lingkungan mereka. d. Peranan sebagai negosiator (negosiator role), pekerja sosial dimaksudkan membantu sebagai individu, suatu aktifitas kelompok dan professional untuk komunitas untuk meningkatkan keseluruhan fungsi sosial dan lingkungannya kerja terhadap mempengaruhi kondisi lingkungan sosial yang membantu mencapai tujuan itu. Lalu menurut Asosasi Nasional Pekerja Sosial, Para pekerja sosial membantu orang mendapatkan akses ke sumber daya, memberikan konseling kepada individu, kelompok dan keluarga, bekerja untuk meningkatkan fungsi sosial dan pelayanan kesehatan, dan advokasi bagi melayani individu. Para pekerja sosial memiliki komitmen untuk membantu individu memperoleh keberfungsian 33 sosial dalam lingkungan dan keahlian yang mereka mimiliki dalam perilaku manusia dan pengembangan sosial masyarakat dan budaya organisasi, dan interaksi yang terjadi antara faktorfaktor. e. Peranan sebagai konselor/atau therapist, terdapat kecendrungan untuk lebih memandang pekerja sosial sebagai seorang therapist dari pada seorang konselor. Konselor melaksanakan konseling, sedangkan therapist melaksanakan psikoterapi. Konseling merujuk pada proses dimana kelayan diberi kesempatan untuk mengeksplorasi diri yang bisa mengarah pada peningkatan kesadaran dan kemungkinan kita memilih. Proses konseling berjangka pendek, berfokus pada masalah-masalah, dan membantu individu dalam menyingkirkan hal-hal yang menghambat pertumbuhannnya. Dengan konseling individu juga dibantu untuk menemukan sumber-sumber pribadi agar bisa hidup lebih efektif. Psikoterapi sering difokuskan pada proses-proses tak sadar (serta dibandingkan dengan konseling) lebih banyak berurusan dengan pengubahan strujtur kepribadian. Psikoterapi lebih digerakan ke arah pemahaman diri yang intensif tentang dinamika-dinamika yang bertanggung jawab atas terjadinya 34 krisis-krisis kehidupan ketimbang hanya berurusan dengan usaha mengatasi krisis kehidupan tertentu.10 f. Peran Sebagai Tenaga ahli (expert), dalam kaitannya sebagai tenaga ahli, pekerja sosial dapat memberikan masukan, saran, dan dukungan informasi dalam berbagai area (individu-individu, kelompok-kelompok dan masyarakat). g. Peranan sebagai pendidik (Educational), Pekerja sosial memainkan peranan dalam penentuan agenda, sehingga tidak hanya membantu pelaksanaan proses peningkatan peningkatan produktivitas akan tetapi lebih berperan aktif dalam memberikan masukan dalam rangka peningkatan pengetahuan, keterampilan serta pengalaman bagi individu-individu, kelompok-kelompok dan masyarakat. Peran pendidikan ini dapat dilakukan dengan peningkatan kesadaran, mengkonfrontasikan, melakukan memberikan informasi, pelatihan bagi individu- individu, kelompok-kelompokdanmasyarakat.11 4) Prinsip-Prinsip Pekerja Sosial Dalam teori Midgey untuk ke semua praktik pekerja sosial tersusun dalam suatu prinsip-prinsip general yang menggambarkan keyakinan filsafat dari sosial profesi yang menjadi sebuah pedoman pekerja sosial untuk bekerja dengan klien-klien mereka, beberapa 10 Chatarina Rusmiyati, dkk, Efektifitas Peran Pekerja Sosial Studi Kasus Panti Sosial Petirahan Anak Satria Baturaden, (Yogyakarta: Balai Pendidikan dan Penlitian Kesejahteraan Sosial Balai Besar Penelitian dan Pengembangan PelayananKesejahteraan Sosial, 2013), h. 3345. 11 WawaChayoo, “Pengertian, Fungsi dan Peran Pekerja Sosial”, Artikel diakes pada Tanggal 12 Februari 2014, dari:http://wawachayoo.blogspot.com/2012/07/pengertian-fungsidan-peran-pekerja.html 35 prinsip ini lebih menekankan nilai-nilai dan ide-ide dari pada prosedur praktik. 1. Prinsip Dasar Pekerja Sosial Di bawah ini akan diuraikan prinsip-prinsip dasar sebagai seorang pekerja sosial sebagai berikut : a. Pengakuan akan harkat dan martabat manusia (Human Warth and Dignity). Martabat adalah harga diri yang paling tinggi bagi setiap manusia dan merupakan hal yang paling penting dipertaruhkan keberadaannya. Pekerja sosial adalah suatu kegiatan yang berupaya agar manusia dapat diterima oleh orang lain sesuai dengan martabatnya. Pekerja sosial tidak boleh membedakan antara manusia satu dengan yang lainnya. Pengakuan bahwa setiap manusia mempunyai hakikat dan martabat harga diri dan juga pengakuan bahwa setiap manusia mempunyai potensi yang dikembangkan sepanjang hidup manusia harus dihormati. b. Hak untuk menentukan diri sendiri (Self Determination). Dimana suatu prinsip yang berdasarkan bahwa manusia atau individu itu mempunyai hak untuk menentukan diri sendiri pekerja sosial juga percaya bahwa bahwa individu, kelompok dan masyarakat mempunyai hak untuk menentukan kebutuhankebutuhan mereka dan bagaimana hal itu dapat dicapai. Setiap orang bebas menentukan nasibnya sendiri keyakinan bahwa setiap orang dan manusia yang mengalami penderitaan pribadi 36 ekonomi atau sosial mempunyai hak untuk menentukan diri sendiri dan bagaimana cara untuk mengatasinya. Pekerja sosial juga tidak bersifat memerintah, memohon atau bahkan mempengaruhi klien-klien mereka untuk membuat keputusan. Sebaliknya, pekerja sosial membantu klien untuk mendapatkan kembali keyakinan akan kemampuan kepada diri sendiri untuk menyelesaikan masalah-masalahnya. c. Kesempatan yang sama bagi semua orang (Equal Apportunity). Keyakinan bahwa setiap orang mempunyai kesempatan yang sama yang hanya dibatasi oleh kemampuan masing-masing, setiap orang mempunyai kesempatan yang sama yang dibatasi kemampuan. d. Tanggung jawab sosial (Social Responsibility). Pada hakikatnya manusia itu disamping sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk yang sosial ia memiliki tanggung jawab sosial, segala keutuhan seseorang individu akan terpenuhi oleh pihak lain atau orang lain sehingga secara langsung dan tidak langsung setiap orang bertujuan secara sosial terhadap orang lain dilingkungan sosial akan terpanggil dan dituntut untuk ikut mengatasinya.12 2. Prinsip Khusus Pekerja Sosial Sebagai seorang yang berprofesi sebagai pekerja sosial, dalam memberikan pelayanan kepada penerima manfaat, terdapat 12 Chazali H. Situmorang, Mutu Pekerja Sosial Di Era Otonomi Daerah, (Jawa Barat: Cinta Indonesia, 2013), h. 78-85. 37 prinsip-prinsip yang dijalankan oleh pekerja sosial. Selain terdapat prinsip dasar pekerja sosial, seperti yang telah diungkapkan di atas, terdapat pula prinsip khusus pekerja sosial, seperti yang akan di uraikan sebagai berikut : 1) Prinsip penerimaan (The Principle of Acceptance) Prinsip ini melihat bahwa praktisi kesejahteraan sosial harus berusaha menerima (client) mereka apa adanya, tanpa „menghakimi‟ klien tersebut. kemampuan praktisi kesejahteraan sosial untuk menerima klien (pihak yang membutuhkan „bantuan‟)-nya dengan sewarjarnya akan dapat banyak membantu perkembangan relasi antara mereka. Maka anda sebagai praktisi kesejahteraan sosial harus berusaha untuk tidak menghakimi klien tersebut berdasarkan panampilan fisiknya. Seorang praktisi harus berusaha meredam perasaan suka atau tidak suka yang terlihat dari penampilan fisik seseorang. Karena dengan adanya sikap (acceptence)maka klien akan dapat merasa lebih percaya diri dan tidak kaku dalam berbicara dengan praktisi kesejahteraan sosial, sehingga ia dapat menggungkapkan perasaan yang menganjal di hatinya. Dengan cara seperti ini maka relasi antara praktisi dengan klien dapat dikembangkan. 2) Prinsip komunikasi (The Principle of Communication) Prinsip komunikasi ini berkaitan erat dengan kemampuan praktisi kesejahteraan sosial untuk menangkap informasi 38 ataupun pesan yang dikemukakan oleh klien. Pesan yang disampaikan klien dapat berbentuk pesan verbal, yang diucapkan klien melalui ucapannya. Atau pesan tersebut dapat berbentuk non verbal, misalnya dari cara duduk klien cara menggunakan tangannya, cara klien meletakan tangannya dan sebagainya. Dari pesan non verbal tersebut kita bisa menangkap apakah klien sedang merasa gelisah, cemas, takut, gembira, dan berbagai ungkapan lainnya. Bila suatu saat klien tidak dapat mengungapkan peraaan apa yang dirasakan, praktisi kesejahteraan sosial diharapkan dapat membantu klien tersebut untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan. Dengan berkembangnya komunikasi antara praktisi dan klien, maka praktisi dapat menelaah permasalahan. Kita harus bisa menangkap informasi yang dilontarkan klien baik verbal maupun non verbal dari si klien. 3) Prinsip Kerahasian (The Principle Of Confidentiality) Dalam prinsip ini praktisi kesejahteraan sosial harus menjaga kerahasiaan dari kasus yang sedang ditanganinya. Sehingga kasus itu tidak dibicarakan dengan sembarang orang yang tidak terkait dengan penanganan kasus tersebut. Dengan dijamin kerahasiaan ini, maka klien akan dapat lebih bebas mengungkapkan permasalahan yang ia hadapi ataupun perasaan yang ia rasakan. Ia akan merasa lebih aman mengungkapkan perasaannya karena ia yakin apa yang ia utarakan dalam relasi 39 dengan praktisi kesejahteraan sosial akan terjaga kerahasiaannya. 4) Prinsip Partisipasi(The Principle Of Participation) Praktisi diharapkan akan mengajak kliennya untuk ikut serta berperan aktif dalam menghadapi permasalahan yang dihadapinya. Karena tanpa peran aktif dari klien, maka tujuan dari terapi tersebut sulit untuk tercapai. Dalam prinsip ini, tergambar bahwa „perbaikan‟ kondisi seseorang bukanlah hasil kerja dari praktisi kesejahteraan sosial itu sendiri. Tetapi rasa tanggung jawab dan keinginan yang sungguh dari klien untuk memperbaiki kondisinya justru menjadi kunci keberhasilan dari prosespemberian bantuan ini. 5) Prinsip Individualisasi(The Principle Of Individualization) Menganggap setiap individu itu berbeda antara satu dengan yang lainnya, sehingga seorang praktisi kesejahteraan sosial haruslah berusaha memahami keunikan (Uniqueness) dari setiap klien. Karena itu, dalam proses pemberian bantuan harus berusaha mengembangkan intervensi yang sesuai dengan kondisi kliennya agar mendapatkan hasil yang optimal. Dengan adanya prinsip individualisasi ini maka praktisi kesejahteraan sosial diharapkan tidak menyamaratakan setiap klien. Sehingga pendekatan dalam melakukan terapi lebih diutamakan dengan penanganan kasus perkasus. 40 6) Prinsip Sadar Diri(The Principle Of Self A Warness) Prinsip kesadaran diri (self a warness)ini menuntut praktisi kesejahteraan sosial untuk bersikap profesional dalam menjalin relasi dengan kliennya. Dalam arti bahwa praktisi kesejahteraan sosial harus mampu mengendalikan dirinya sehingga tidak terhanyut oleh perasaan ataupun permasalahan yang dihadapi oleh kliennya. Praktisi kesejahteraan sosial di sini haruslah tetap rasional, tetapi harus mampu menyelami perasaan kliennya secara objektif. Apabila seorang pekerja sosial tidak dapat mengendalikan emosinya maka sebaiknya klien tersebut dialihkan ke praktisi pekerja sosial yang lain.13 7) Sikap-sikap tidak menghakimi(The Principle Of Non Judgment) Pekerjaan sosial yang menerapkan sikap tidak menghakimi tidak menimbulkan rasa bersalah, atau derajat tanggung jawab klien atas sebab-sebab masalah atau kebutuhan-kebutuhan, tetapi meliputi pemberian penilaian-penilaian evaluatif tentang sikapsikap, standardstandard, atau tindakan-tindakan klien. Sikap tidak menghakimi diterapkan ke dalam semua proses pekerjaan sosial. Akan tetapi, keadaan-keadaan tertentu seperti saat-saat ketika klien merasa terdemoralisasi, terstigmatisasikan, atau disalahkan, menuntut sikap tidak menghakimi yang sangat sensitif. Pandangan yang tidak menghakimi mengandung arti sikap-sikap dan perilaku-perilaku pekerja sosial yang tidak 13 Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Pengantar Pada Pengertian dan Beberapa Pokok Bahasan), (Depok, Fisip UI Press, 2005), h.80-84. 41 menghakimi. Pekerja sosial tidak menghakimi orang lain sebagai baik atau buruk, berharga atau tidak berharga. Akan tetapi, pekerja sosial melakukan penilaian-penilaian atau keputusan-keputusan profesional setiap hari tentang pendekatanpendekatan alternatif dan solusi-solusi yang tepat. Pandangan yang tidak menghakimi ialah suatu prinsip yang harus diterapkan secara universal, Pekerja sosial harus menyadari di dalam dirinya keadaan-keadaan yang memicu sikap menghakimi dan menyalahkan itu. Standard profesional mewajibkan pekerja sosial untuk menghadapi nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan pribadi yang dapat mengakibatkan efek merusak terhadap interaksi dengan klien.14 5. Metode Pekerja Sosial Secara tradisional pekerjaan sosial dikatakan mempunyai tiga metode pokok. Metode pokok tersebut adalah bimbingan sosial individu (social case work), bimbingan sosial kelompok (social group work), dan bimbingan sosial organisasi/masyarakat (community organization/community development). Pekerja sosial mempunyai dua pendekatan yaitu praktik langsung (direct practice) dan praktik tidak langung (indirect practice). Karena dalam praktek langsung, untuk suatu kasus tertentu, pekerja sosial dituntut untuk tidak hanya berhadapan dengan 14 Fredi Akbar, “Prinsip-prinsipetikpekerjaan social”, ArtikelDiaksesPadaTanggal 02 Maret 2014, dari: http://kesejahteraansosialunpas.wordpress.com/2010/12/05/prinsip-prinsipetik-pekerjaan-sosial/ 42 kelompok atau bahkan juga dengan masyarakat, maka pekerja sosial harus memiliki pengetahuan dan keterampilan, tidak hanya tentang dinamika individu, kelompok, atau masyarakat saja, tetapi sampai batas-batas tertentu harus memiliki semua pengetahuan dan keterampilan itu.15 Menurut W.A. Friedlander bimbingan sosial perorangan atau social case work adalah cara menolong seseorang dengan konsultasi untuk memperbaiki hubungan sosialnya sehingga memungkinkan tercapainya kehidupan yang memuaskan dan bermanfaat.16 Menurut Friedlander bimbingan sosial kelompok (social group work) pekerja sosial kelompok bekerja dengan beberapa cara agar pergaulan didalam kelompok dan kegiatan kerja kelompok dalam membantu perkembangan para individu anggota kelompok dan membantu mencapai tujuan sosial yang dikehendaki. Bimbingan sosial kelompok dilaksanakan untuk menolong individu yang terikat di dalam kelompok, bimbingan tersebut diberikan oleh pekerja sosial dalam mengikuti kegiatan kelompok, tujuan bimbingan kelompok adalah individu yang terikat dengan kelompok dapat bergaul dengan sesama anggota kelompok secara baik, individu dapat mengambil manfaat dari pengalaman 15 Adi Fahrudin, Pengantar Kesejahteraan Sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2012),h.71. 16 Istiana Hermawati, Metode dan Praktek Dalam Praktik Pekerjaan Sosial, (Jogjakarta: Adi Cipta Karya Nusa, 2001),h.33. 43 pergaulan sesuai kebutuhan dan kemampuan, individu dapat mencapai kemajuan pribadi, kelompok dan masyarakat.17 Bimbingan sosial masyarakat (social community organization) menurut Friedlander bahwa metode bimbingan sosial masyarakat adalah badan-badan sosial yang tidak memberikan bantuan langsung kepada individu dan kelompok sosial, tetapi dibentuk dengan tujuan untuk membantu merencanakan serta membiayai lembaga sosial yang ada di dalam masyarakat.18 6. Teori-teori Pekerja Sosial a. Teori psikodinamik berasal dari teori yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya. Disebut psikodinamik karena teori ini memiliki asumsi bahwa tingkah laku berasal dari gerakan dan interaksi yang terjadi dalam pikiran manusia. Teori ini menekankan bahwa pikiran mempengaruhi perilaku seseorang. Sementara pikiran dan tingkah laku seseorang dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosialnya. Beberapa konsep teori ini adalah ketakutan dan ambivalensi (anxiety and ambivalence) yang dibentuk dari resolusi terhadap permasalahan yang kurang tepat pada awal masa kehidupan seseorang, yang kemudian secara kuat mempengaruhi perasaan agresi, marah, dan cinta. b. Terapi psikodinamik sangat berpengaruh dalam praktik pekerjaan sosial seperti dalam hubungan interpesonal permisif 17 Istiana Hermawati, Metode dan Praktek Dalam Praktik Pekerjaan Sosial h.46. Ibid, h.66. 18 44 keterbukaan, mendengarkan. Menurut Wallen, intinya adalah menyangkut penggunaan istilah-istilah kesadaran, ketidaksadaran, agresi,konflik, ketakutan, hubungan dengan ibu dan sebagainya. Sebelumnya, dalam pekerjaan sosial Hamilton mengemukakan psikodinamik dapat dikenal melalui teori diagnostik, yang merujuk kepada teori psikososial menurut Woods dan Hollis. Elemen idenya adaah person in-situations, meski kebanyakan penulis merujuk kepada kepada teori ekologis yang lebih mengenal tentang person in enviroment (PIE) dan klasifikasi dari treatmen case work.19 c. Teori kognitif-perilaku ini memiliki keterikatan dengan dua teori yang diperlakukan sama, yaitu model terapi perilaku yang berasal dari teori psikologi mengenai persepsi dan proses informasi. Kerja kognisi-perilaku memiliki perhatian dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan manusia, khususnya yang berkaitan dengan pobia sosial, ketakutan dan depresi.20 d. Terapi kognitif, Alford dan Beck mendefinisikan kognitif sebagai fungsi yang melibatkan inferensi tentang pengalaman seseorang dan tentang terjadinya peritiwa dimasa mendatang dan pengontrolannya. Oleh karena itu, Beck mengembangkan teori kognitif sejak awal tahun 1960an. Teori kognitif ini 19 Siti Napsiyah Ariefuzzaman dan Lisma Diawati Fuaida, Belajar Teori Pekerja Sosial, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h.31-33. 20 Ibid, h.39. 45 dilandaskan oleh tiga hal. Pertama,pendekatan fenomologis psikologi yang menyatakan pandangan individu tentang self dan dunia personalsentral tentang bagaimana ia berprilaku. Kedua, teori struktur dan psikologi dalam (depth psycology) khususnya teori Freud yang memberikan kontribusi pada pembentukan struktur kognisi Beck mejadi proses-proses primer dan sekunder. Ketiga, karya para pakar psikologi kognitif awal, seperti Alport, Piager, dan George dan Kelly. Konsep dasarterapi kognisi adalah bahwa kognisi merupakan kunci untuk memahami dan menangani gangguan psikologis. Oleh karena itu kognisi didefinisikan sebagai fungsi yang melibatkan tentang inferensi tetang pengalaman seseorang dan pengontrolannya. Hal ini karena manusia dihadapkan pada keharusan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selalu berubah.21 e. Terapi kognitif perilaku pada prinsipnya terapi kognitif perilaku adalah mengidentifikasikan kandungan pemikiran yang meliputi asumsi, keyakinan, harapan, pesan kepada diri sendiri (self talk) atau kelengkapan (atributions). Pemikiran-pemikiran kemudian dikaji melalui berbagai tekhnik, pemikiran-pemikiran, kemudian dikaji untuk menentukan dampak akhirnya terhadap emosi dan perilaku klien dengan penggunaan tekhnik-tekhnik yang 21 Siti Napsiyah Ariefuzzaman dan Lisma Diawati Fuaida, Belajar Teori Pekerja Sosial, h.44-45. 46 mendorong klien untuk mengadopsi pemikiran alternatif dan yang lebih dapat menyesuaikan diri.22 7. Kode Etik Pekerja Sosial Kode etik pekerja sosial merupakan pedoman yang dijadikan sebagai standar perilaku para pekerja sosial yang berisikan nilai-nilai, prinsip-prinsip, aturan profesi pekerjaan osial yang dijadikan pedoman bagi anggotanya. Penetapan kode etik ditujukan untuk menjaminkompetensi pelayanan profesional meningkatkan mutu pelayanan sosial dan melindungi penerima pelayanan sosial. Prinsip-prinsip pekerjaan sosial dituangkan dalam kode etik profesi, dalam bentuk petunjuk dan kewajiban. Adapun kode etik pekerja sosial adalah : a. Pekerja sosial mengutamakan tanggung jawab melayani kesejahteraan individu dan kelompok. b. Pekerja sosial mendahulukan atau mengutamakan tanggung jawab profesi dari pada kepentingan pribadi. c. Pekerja sosial tidak membeda-bedakan latar belakang keturunan, warna kulit, agama, umur, jenis kelamin, warga negara, dan berusaha mencegah serta menghapuskan dikriminasi dalam memberikan pelayanan, dalam tugas serta dalam praktek-praktek kerja. d. Pekerja sosial melaksanakan tanggung jawab demi mutu dan keleluasaan pelayanan yang diberikan.23 22 h.47. Siti Napsiyah Ariefuzzaman dan Lisma Diawati Fuaida, Belajar Teori Pekerja Sosial, 47 C. Teori Biologis Teori biologis didasarkan pada bukti bahwa perilaku yang sangat terganggu sangat ditentukan oleh proses-proses organik dan fisik serta otak.24Sebagai makhluk holistik, manusia utuh dilihat dari aspek jasmani dan rohani, unik, serta berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya terus menerus menghadapi perubahan lingkungan, dan berusaha beradaptasi dengan lingkungan. Manusia sebagai makhluk bio. Bio berasal dari kata bios yang artinya hidup. Manusia sebagai makhluk biologis memiliki ciri-cirisebagai berikut.25 a. Terdiri atas sekumpulan organ tubuh yang semuanya mempunyai fungsi terintegrasi. Dalam hal ini, setiap organ tubuh mempunyai tugas masing-masing, tetapi tetap bergantung pada organ lain dalam menjalankan tugasnya. b. Diturunkan atau berkembang biak melalui jalan pembuahan sperma laki-laki dan ovum dari wanita sehingga wanita dapat hamil lalu melahirkan bayi yang kemudian tumbuh dan berkembang menjadi remaja, dewasa, menua dan akhirnya meninggal. c. Untuk mempertahankan kelangsungan hidup, manusia mempunyai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Kebutuhan dasar yang paling utama adalah keyakinan kepada Tuhan, sedangkan kebutuhan dasar 23 Sumber Pedoman Pekerja Sosial (Dinas Sosial Provinsi Tuban) Artikel Ini Diakes 13 Maret 2014 dari http://pekerjasosialtuban.wordpress.com/pekerjaan-sosial/ 24 Edi Suharto, ed., Pekerja Sosial Klinis (Jakarta: Pustaka Societa, 2008), h. 57-59. 25 Asmadi, Konsep Dasar Keperawatan, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2008), h. 13. 48 biologis adalah kebutuhan fisiologis seperti oksigen, air, makanan, eliminasi, dan lainnya. D. Psikososial Psikososial kata psikososial sendiri menggarisbawahi suatu hubungan yang dinamis antara efek psikologis, dan sosial yang mana masing-masingnya saling mempengaruhi. Kebutuhan psikososial mencangkup cara seseorang berfikir dan merasa mengenal dirinya dengan orang lain, keamanan dirinya dan orang lain, keamanan dirinya dengan orang-orang yang bermakna baginya, hubungan dengan orang lain lingkungan sekitarnya serta pemahaman dan reaksinya terhadap kejadiankejadian dan sekitarnya.26 Manusia sebagai makhluk psiko. Psiko berasal dari psyche yang artinya jiwa. Menurut Ariestoteles, jiwa berarti kekuatan hidup. Jadi manusia sebagai makhluk psiko, artinya adalah manusia makhluk yang berjiwa. Sebagai makhluk psiko, manusia mempunyai kemampuan berpikir, kesadaran pribadi, dan kata hati (Perasaan).27 Konsep diri merupakan bagian dari masalah kebutuhan psikososialyang tidak didapat sejak lahir, namun dapat dipelajari sebagai hasil dari pengalaman seseorang terhadap dirinya. Konsep diri berkembang secara bertahap sesuai dengan dengan tahap perkembangan psikososial seseorang. Secara umum konsep diri adalah semua tanda, 26 Departemen Sosial, Standar Rehabilitasi Psikososial Pekerja Migran, (Jakarta: 2004), h.2. 27 Asmadi, Konsep Dasar Keperawatan, h. 14. 49 keyakinan dan pendirian yang merupakan sesuatu pengetahuan individu tentang dirinya, yang dapat mempengaruhi hubungan dengan orang lain, termasuk karakter, kemampuan, nilai, ide, dan tujuan.28 Manusia sebagai makhluk sosial. Sejak lahir, manusia tumbuh dan berkembang memerlukan bantuan orang lain. Menurut Ariestoteles, manusia adalah makhluk Zoonpoliticon. Artinya, manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa lepas dari orang lain dan selalu beriteraksi dengan mereka. Manusia akan belajar dari lingkungantentang norma, ajaran, peraturan, kebiasaan, tingkah laku yang etis maupun tidak etis atau ragam budaya manusia.29 1. Fase-Fase Perkembangan Psikososial Terdapat delapan fase menurut Erik H Erikson : Kedelapan tahapan psikososial menurut Erikson tersebut sebagai berikut : a. Percaya Versus Tidak Percaya (Balita) Bayi yang baru lahir harus banyak belajar untuk percaya bahwa ibunya akan ada disampingnya untuk memberi makan,mengasuh, dan memberikan perawatan mendasar. Jika kebutuhan dasar ini tidak dipenuhi, balita tersebut akan tumbuh berkembang jadi seseorang yang tidak mudah percaya dan tidak dapat mengandalkan orang lain, yang kemudian secara signifikan 28 Minarni, Vila Yuniati, Kebutuhan Dasar Manusia, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2013), h.15. 29 Asmadi, Konsep Dasar Keperawatan, h.15. 50 mengurangi kecenderungan untuk menjalin hubungan yang erat dengan orang lain dikemudian hari. b. Otonomi Versus Rasa Malu dan Keraguan (Awal masa anak-anak) Pelatihan pengunaan toilet, yang merupakan aktifitas pertama yang memerlukan pembelajaran aktif pada balita yang sedang berkembang, merupakan sesuatu yang penting dalam aktifitas lanjutan yang memerlukan kepercayaan diri. Jika seorang anak kecil diberi dukungan, dorongan, dan pujian pada proses ini, dia akan berkembang menjadi pribadi yang lebih percaya diri dan mandiri. Jika kritik yang berlebihan diberikan oleh orang tua, hilanglah kepastian sang anak untuk meraih tingkat ekonomi. c. Inisiatif Versus Rasa Bersalah (Usia Pra-Sekolah) Erikson, seperti halnya Sigmund Freud, mengemukakan teori bahwa anak-anak harus menghilangkan kemarahan pada ayah dan ibunya. Mereka harus menyelesaikan rivalitasnya dan menggunakan energinya untuk beraktifitas lain dan bermain dengan teman-temannya sebagai cara untuk melatih inisiatif dan membangun kompetisi. Tanpa hal tersebut, rasa bersalah akan muncul, yang akan berujung pada ketidak mampuan untuk membangun sebuah hubungan secara aktif. d. Industri Versus Inferionitas (Masa Sekolah) Kognitif, sama halnya seperti kemampuan-kemampuan sosial lain yang dibutuhkan disekolah adalah pusat dari perkembangan tahap ini, dan identitas jenis kelamin seseorang 51 adalah sebuah masalah yang penting. Anak yang mengembangkan kemampuan-kemampuan ini, akan memperkuat keinginannya untuk hidup berkecukupan atau industri, sedangkan perkembangan yang tidak cukup baik dalam tahap ini akan berakhir dengan rasa yang tidak cukup dan inferior. e. Identitas Versus Kegamangan Perang (Masa Remaja) Erikson memandang tahapan ini sebagai tahapan yangsangat penting dalam pembentukan dasar kedewasaan. Para remaja diharapkan untuk mengembangkan sebuah jaminan bahwa orang lain akan melihat mereka sama seperti halnya mereka melihat diri sendiri. Pada tahapan ini, para remaja bertemu dengan arti atau tujuan hidup dan mulai mengembangkan tujuan-tujuan masa depan secara mandiri. Mereka mulai menyadari bahwa mereka perlu untuk memikul tanggung jawab atas diri mereka sendiri dan terhadap apa yang akan mereka lakukan dengan hidupnya. Tanpa kesadaran tentang identitas diri, maka akan sulit untuk mengembangkan sebuah hubungan, dan keputusan yang diambil perihal tanggung jawab orang dewasa menjadi sulit untuk dijelaskan. f. Intimasi Versus Isolasi (Awal Masa Dewasa) Pada tahapan ini, seorang dewasa muda belajar untuk bekerja sama dengan orang lain dan membangun hubungan yang lebih dekat. Beberapa hubungan yang sangat dekat mungkin yang memulai. Isolasi dapat terjadi jika seorang dewasa muda tidak dapat mengembangkan hubungan yang kooperatif dan dekat. 52 g. Generatifitas Versus Stagnasi (Usia Pertengahan) Tahapan setelah bertanggung jawab untuk diri sendiri ialah tahapan dimana seorang pribadi bertanggung jawab pula untuk membantu orang lain. Dengan membantu orang lain tumbuh dan berkembang, orang tersebut akan menjadi dewasa. Mereka yang tidak mengembangkan rasa tanggung jawab ini akan menjadi stagnan dan kehilangan perasaan dwasa yang dihubungkan dengan kontribusi terhadap perkembangan orang lain. h. Integritas Versus Keputus Asaan (Masa Tua) Perasaan berharga dan berhasil dirasakan oleh orang-orang dewasa tua dalam tau dekat usia 60. Ada perasaan bahwa mereka telah berhasil dengan baik dan telah mengalami sebagian besar dari apapun yang orang dapat pertanyakan tentang hidup. Mereka yang mencapai usia ini dengan perasaan bahwa mereka gagal mencapai tujuan hidupnya, mengalami keterputusasaan, penyesalan, atau perasaan tidak berharga dalam hidupnya. Mereka merasa bahwa mereka tidak memberikan kontibusi apapun dan merasa takut tidak dapat berkontribusi pada orang lain atau mencari arti hidup pada sisa umur yang ada.30 30 Edi Suharto, ed., Pekerja Sosial Klinis, h.218-220. 53 2. Perkembangan Emosi Anak Tunarungu Wicara Kekurangan akan pemahaman bahasa lisan atau tulisan seringkali menyebabkan anak tunarungu menafsirkan sesuatu secara negatif atau salah dan ini sering menjadi tekanan bagi emosinya. Tekanan pada emosinya itu dapat menghambat perkembangan pribadinya dengan menampilkan sikap menutup diri, bertindak agresif, atau sebaliknya menampakan kebimbangan dan keraguraguan. Emosi anak tunarungu selalu bergejolak disatu pihak karena kemiskinan bahasanya dan pihak lain karena pengaruh dari luar yang diterimanya. Anak tunarungu bila ditegur oleh orang yang tidak dikenalnya akan tampak resah dan gelisah. Karateristik anak tuna rungu dalam aspek sosial-emosional adalah sebagai berikut :31 a. Pergaulan terbatas dengan sesama tunarungu, sebagai akibat dari keterbatasan dalam kemampuan berkomunikasi. b. Sifat ego sentris yang melebihi anak normal, yang ditunjukandengan sukarnya mereka menempatkan diri pada situasi berpikir dan perasaan orang lain, sukarnya menyesuaikan diri, serta tindakannya lebih terpusat pada ego, sehingga kalau ada keinginan harus selalu dipenuhi. 31 Rumah Tunarungu wicara, “Special Education For Change to be Better”, Artikel Diakses pada Tanggal 15 Februari 2014, dari: http//arozi-k5113006plbuns13.blogspot.com/2013/10/karakteristik-anak-tunarungu-wicara_28.html?m=1. 54 c. Perasaan takut atau khawatir terhadap lingkungan sekitar, yang menyebabkan ia tergantung pada orang lain serta kurang percaya diri. d. Perhatian anak tunarungu sukar dialihkan, apabila ia sudah menyenangi suatu benda atau pekerjaan tertentu. e. Memiliki sifat polos, serta perasaanya umumnya dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa. f. Cepat marah dan mudah tersinggung, sebagian akibat seringnya mengalami kekecewaan karena sulitnya menyampaikan perasaan/keinginannya secara lisan ataupun dalam memahami pembicaraan orang lain. 3. Perkembangan Sosial Anak Tunarungu Wicara Manusia sebagai makhluk sosial selalu memerlukan kebersamaan dengan orang lain. Demikian pula anak tunarungu, ia tidak terlepas dari kebutuhan tersebut. Akan tetapi karena mereka miliki kelainan dalam segi fisik pada kesehatan indera pendengaran dan pengecapan biasanya akan menyebabkan suatu kelainan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan. Pada umumnya lingkungan melihat mereka sebagai individu yang memiliki kekurangan dan menilainya sebagai seseorang yang kurang berkarya. Dengan penilaian lingkungan yang demikian, anak tunarungumerasa benarbenar kurang berharga. Dengan penilaian dari lingkungan yang demikian juga memberikan pengaruh yang benar-benar besar terhadap perkembangan fungsi sosialnya. Dengan adanya hambatan dalam 55 perkembangan sosial ini mengakibatkan pula pertambambahan minimnya penguasaan bahasa dan kecendrungan menyendiri serta memiliki sifat egosentris. Faktor sosial dan budaya meliputi pengertian yang sangat luas, yaitu ligkungan hidup dimana anak berinteraksi yaitu interaksi antara individu dengan individu, dengan kelompok, dengan keluarga, dan masyarakat. Untuk kepentingan anak tunarungu, seluruh anggota keluarga, guru, dan masyarakat disekitarnya hendaknya berusaha mempelajari dan memahami keadaan mereka karena hal tersebut dapat menghambat perkembangan kepribadian yang negatif pada diri anak tunarungu. Anak tunarungu banyak dihinggapi kecemasan karena menghadapi lingkungan yang beraneka ragam komunikasinya, hal seperti ini akan membingungkan anak tunarungu. Anak tunarungu sering mengalami berbagai konflik, kebingungan, dan katakutan karena ia sebenarnya hidup dalam lingkungan yang bermacammacam. Sudah menjadi kejelasan bagi kita bahwa hubungan sosial banyak ditentukan oleh komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Kesulitan komunikasi tidak bisa dihindari. Namun bagi anak tunarungu tidaklah demikian karena anak ini mengalami hambatan dalam berbicara. Kemiskinan bahasa membuat dia tidak mampu 56 terlibat secara baik dalam situasi sosialnya. Sebaliknya, orang lain akan sulit memahami perasaan dan pikirannya.32 4. Faktor-Faktor Psikososial Antara Lain a. Stimulasi Stimulasi merupakan hal yang paling penting dalam tumbuh kembang anak. Anak mendapatkan stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang atau tidak mendapatkan stimulasi. b. Motivasi belajar Motivasi belajar dapat di tumbuhkembangkan sejak dini, dengan memberikan lingkungan yang kondusif untuk belajar, misalnya adanya sekolah yang tidak terlalu jauh, buku-buku, suasana yang tenang serta sarana lainnya. c. Ganjaran ataupun hukuman yang wajar Kalau anak berbuat benar, maka wajib kita memberi ganjaran, misalnya pujian, ciuman, belaian, tepuk tangan dan sebagainya. Ganjaran tersebut akan menimbulkan motivasi yang kuat bagi anak untuk mengulangi tingkah lakunya. Sedangkan menghukum dengan cara-cara yang wajar kalau anak berbuat salah, masih dibenarkan. Yang penting hukuman harus diberikan secara obyektif, disertai pengertian dan maksud dari hukuman tersebut, bukan hukuman untuk melampiaskan kebencian dan kejengkelan terhadap anak. Sehingga anak tahu yang baik dan yang tidak baik, 32 T. Sutjihati Somantri, Psikologi anak luar biasa, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), h.98. 57 akibat akan menimbulkan rasa percaya diri pada anak yang penting untuk perkembangan kepribadian anak kelak kemudian hari. d. Kelompok sebaya Untuk proses sosialisasi dengan lingkungan anak memerlukan teman sebaya. Tetapi perhatian dari orang tua dibutuhkan untuk memantau dengan siapa anak itu bergaul. Khususnya bagi remaja, aspek kehidupan teman sebaya menjadi sangat penting dengan makin meningkatkan kasus-kasus penyalahgunaan obat-obat dan narkoba. e. Stress Stress pada anak juga berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya, misalnya anak akan menarik diri, rendah diri, terlambat bicara, nafsu makan menurun dan sebagainya. f. Sekolah Dengan adanya wajib belajar 9 tahun saat ini, diharapkan setiap anak mendapatkan kesempatan duduk dibangku sekolah minimal 9 tahun. Sehingga dengan mendapatkan pendidikan yang baik, maka diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup anak-anak tersebut. yang masih menjadi masalah sosial saat ini adalah masih banyaknya anak-anak yang terpaksa meninggalkan bangku sekolah karena harus membantu mencari nafkah untuk keluarganya. g. Cinta dan kasih sayang Salah satu hak anak adalah hak untuk dicintai dan dilindungi. Anak memerlukan kasih sayang dan perlakuan adil dari 58 orang tuanya. Agar anak memerlukan kasih sayang dan perlakuan yang adil dari orang tuanya. Agar kelak kemudian hari menjadi anak yang tidak sombong dan bisa memberikan kasih sayangnya pula kepada sesamanya. Sebaliknya kasih sayang yang diberikan secara berlebihan dan menjurus ke arah memanjakan, maka akan menghambat bahkan mematikan perkembangan kepribadian anak. Akibatnya anak akan menjadi manja, kurang mandiri, pemboros, sombong, dan kurang bisa menerima kenyataan. h. Kualitas interaksi anak-orang tua Interaksi timbal balik antara anak dan orang tua, akan menimbulkan keakraban dalam keluarga. Anak akan terbuka kepada orang tuanya, sehingga komunikasi bisa dua arah dan segala permasalahan dapat dipecahkan bersama karena adanya keterdekatan dan kepercayaan antara orang tua dan anak. Interaksi tidak ditentukan oleh seberapa lama kita bersama anak. Tetapi lebih ditentukan oleh kualitas dari interaksi tersebut yaitu pemahaman terhadap kebutuhan masing-masing dan upaya optimal untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang dilandasi oleh rasa saling menyayangi.33 E. Spiritual Manusia secara terus menerus menghadapi berbagai perubahan lingkungan yang selalu berusaha menyesuaikan diri agar tercapai keseimbangan dan interaksi dengan lingkungan serta 33 Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Anak (Surabaya: Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Universitas Airlangga, 1998). h.9. 59 menciptakan hubungan antara manusia secara serasi. Dalam teori keperawatan sering memandang manusia sebagai manusia yang holistikmerupakan pendekatan yang bersifat secara menyeluruh terhadap individu dalam kontak biopsikososial, kultural, dan spiritual dimana sebagai makhluk dengan dasar spiritual, manusia memiliki keyakinan dan kepercayaan serta menyembah Tuhan atau sembahyang.34 Manusia sebagai makhluk spiritual. Manusia sebagai makhluk spiritual mempunyai hubungan dengan kekuatan di luar dirinya. Hubungan dengan Tuhannya, dan mempunyai keyakinan di luar dirinya. Keyakinan yang dimiliki seseorang akan berpengaruh terhadap perilakunya.35 Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa dan Maha-Penciptanya. Kata “spiritual” sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Untuk memahami pengertian spiritual dapat dilihat berbagai sumber. Berdasarkan etimologinya, spiritual berarti sesuatu yang mendasar, penting, dan mampu menggerakan serta memimpin cara berpikir dan bertingkah laku seseorang.Usia anak-anak merupakan tahap perkembangan kepercayaan berdasarkan pengalaman, perilaku didapatkan berdasarkan pengalaman. Perilaku yang didapat antara lain adanya pengalaman dari interaksi dengan orang lain keyakinan dan kepercayaan yang dianut. 34 Chistina Lia Uripni, dkk, Komunikasi Kebidanan (Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2003), h.71. 35 Asmadi, Konsep Dasar Keperawatan, h. 16. 60 Pada masa ini, anak belum mempunyai pemahaman salah atau benar. Kepercayaan atau keyakinan yang ada pada masa ini mungkin hanya mengikuti ritual atau meniru orang lain. Pada masa ini anak-anak biasanya sudah mulai bertanya tentang pencipta, arti doa, dan mencari jawaban tentang kegiatan keagamaan.Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritual anak. Hal terpenting bukan apa yang diajarkan oleh orang tua pada anak tentang Tuhan. Tetapi apa yang anak pelajari mengenai Tuhan, kehidupan, diri sendiri, dari perilaku orang tua mereka.36 F. AnakTunarungu Wicara Orang dengan kecacatan rungu wicara mengalami kesulitan dalam mengembangkan kemampuan berfikir, karena mereka mengalami hambatan dalam penguasaan bahasa sehingga kemampuan mewujudkan fikirannya kedalam lambang-lambang bahasa pun terganggu. Dengan kata lain, potensi aktualisasi diri dan kemampuan mewujudkan fungsi sosialnya terhambat karena masalah kemampuan berbahasa dan bukan karena cacat rungunya. Lebih jauh dari itu para ahli menyatakan bahwa akibat gangguan komunikasi dan bahasa menimbulkan masalah yang lebih kompleks antara lain pada aspek perseptual kognitif, emosi, sosial, kesulitan mempelajari, keterampilan vocasional yang berdampak pada kesulitan mendapat lapangan pekerjaan. Gangguan berbahasa juga menimbulkan masalah penerimaan orang tua dan masyarakat yang berdampak pada kekeliruan cara 36 Anggara Dwi Sulistiyanto, Dkk., Kebutuhan Dasar Manusia (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2013), h. 25-26. 61 pandang dan pelakuan. Hal ini kiranya menjadi jelas bahwa untuk mengatasi permasalahan yang mungkin timbul bagi para orang dengan kecacatan rungu wicara adalah diberikannya pelayanan yang mampu mengembangkan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi yang sesuai dengan kondisinya.37 Orang dengan kecacatan rungu wicara adalah orang-orang yang pendengarannya menyimpang sedemikian rupa dari rata-rata normal sehingga mengalami gangguan dalam proses pemerolehan bahasa. Gangguan pendengaran pada orang dengan kecacatan rungu wicara merupakan penyebab utama tidak memiliki kemampuan berbahasa yang meliputi kemampuan menerima dan mengekspresikan bahasa.38Pengertian tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indera pendengarannya. 1. Karakteristik Tunarungu Wicara Bentuk mimik peserta didik tuna rungu wicara berbeda dengan anak-anak lain, karena mereka mereka tidak pernah mendengar atau mempergunakan salah satu panca inderanya terutama telinga dan mulut. Oleh sebab itu mereka tidak terlalu paham dengan apa yang dimaksud dan dikatakan oleh orang lain. 37 Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Direktorat Rehabilitasi sosial Orang Dengan Kecacatan Kementerian Sosial Republik Indonesia, Panduan Pelaksanaan Komunikasi Total BagiOrang Dengan Kecacatan Rungu Wicara, (Jakarta: Kementerian Sosial Republik Indonesia), h.1. 38 Ibid,h. 9. 62 Menurut Gregory, S Perilaku yang dominan yang muncul terhadap peserta didik dengan kelainan tunarungu wicara disekolah secara dominan berkaitan dengan hambatan dalam perkembangan bahasa dan komunikasi. Ciri-ciri umumnya antara lain : a. Kurang memperhatikan saat guru memberikan pelajaran di kelas. b. Selalu memiringkan kepalanya, sebagai upaya untuk berganti posisi telinga terhadap sumber bunyi, sering kali ia meminta pengulangan penjelasan guru saat di kelas. c. Mempunyai kesulitan untuk megikuti petunjuk secra lisan. d. Keengganan untuk berpartisipasi secara oral, mereka mendapatkkan kesulitan untuk berpartisipai secara oral dan dimungkinkan karena hambatan pendengarannya. e. Adanya ketergantungan terhadap petunjuk atau intruksi saat dikelas. f. Mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa dan bicara. g. Perkembangan intelektual peserta didik tunarungu wicara terganggu h. Mempunyai kemampuanakademik yang rendah, khususnya dalam membaca.39 39 Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian 2 Ilmu Pendidikan Praktis, (Jakarta: PT Imperal bhakti Utama, 2007), h. 50. 63 2. Klasifikasi Tunarungu a. Klasifikasi secara etimologis, yaitu pembagian berdasarkan sebab-sebab, dalam hal ini penyebab ketunarunguan ada beberapa faktor, yaitu: Pada saat sebelum dilahirkan a) Salah satu atau kedua orang tua anak menderita tunarungu atau mempunyai gen sel pembawa sifat abnormal, misalnya dominat genes, recesive gen, dan lain-lain.Karena penyakit; sewaktu ibu mengandung terserang suatu penyakit, terutama penyakit-penyakit yang diderita pada saat kehamilan tri semester pertama yaitu pada saat pembentukan ruang telinga. Penyakit itu ialah rubella, moribili dan lain-lain. b) Karena keracunan obat-obatan; pada suatu kehamilan, ibu meminum obat-obatan terlalu banyak, ibu seorang pecandu alkohol, atau ibu tidak menghendaki kehadiran anaknya sehingga ia meminum obat penggugur kandungan, hal ini dapat menyebabkan ketunarunguan pada anak yang dilahirkan. Pada saat kelahiran : a. Sewaktu melahirkan, ibu mengalami kesulitan sehingga persalinan dibantu dengan penyedotan (tang). b. Prematuritas, yakni bayi yang lahir sebelum waktunya. Pada saat setelah kelahiran (post natal) 64 a. Ketulian yang terjadi karena infeksi, misalnya infeksi pada otak meninggitis) atau infeksi umum seperti difteri, morbili, dan lain-lain. b. Pemakaian obat-obatan otoksi pada anak-anak, karena kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat pendengaran bagian dalam, misalnya jatuh. Klasifikasi menurut tarafnya dapat diketahui dengan tes audiometris: Andreas Dwidjosumarto mengemukakan : a. Tingkat I, kehilangan kemampuan mendengar antara 3554 dB, penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan bantuan mendengar secara khusus. b. Tingkat II, kehilangan kemampuan mendengar antara 55 sampai 69 dB, penderita kadang-kadang memerlukan penempatan sekolah secara khusus, dalam kebiasaan sehari-hari memerlukan latihan berbicara dan bantuan latihan berbahasa secara khusus. c. Tingkat III, kehilangan kemampuan mendengar antara 7089 dB. d. Tingkat IV, kehilangan kemampuan mendengar 90 dB keatas. Penderita dari tingkat I dan II dikatakan mengalami ketulian. Dalam kebiasaan sehari-hari mereka sesekali latihan berbicara, mendengar berbahasa, dan memerlukan pelayanan 65 pendidikan secara khusus. Anak yang kehilangan kemampuan mendengar dari tingkat III sampai IV pada hakekatnya memerlukan pendidikan khusus. Pengaruh pendengaran pada perkembangan bicara dan bahasa. Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran, akibat terbatasnya ketajaman pendengaran, anak tunarungu tidak mampu mendengar dengan baik. Dengan demikian pada anak tunarungu tidak terjadi proses peniruan suara setelah masa merabaan, proses peniruannya hanya terbatas pada peniruan visual. Adapun berbagai media komunikasi yang dapat digunakan sebagai berikut: 1. Bagi anak tunarungu yang mampu bicara, tetap mengunakan bicara sebagai media dan membaca ujaran sebagai sarana penerimaan dari pihak tunarungu. 2. Menggunakan media tulisan dan membaca sebagai sarana penerimaannya. 3. Mengunakan isyarat sebagai media.40 40 T.Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, h.93-101. BAB III GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA “MELATI” JAKARTA TIMUR A. Kelembagaan Panti 1. Latar Belakang Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” sebagai Unit Pelaksana Tekhnis (UPT) Kementerian Sosial RI, dibentuk berdasarkan Surat keputusan Menteri Sosial RI nomor 6/HUK/1994 tentang dasar pendirian panti sosial yang dijabarkan dalam PERMENSOS RI nomor 106/HUK/2009 tentang organisasi dan tata kerja panti sosial di lingkungan Kementerian Sosial dengan tugas pokok : memberikan bimbingan pelayanan rehabilitasi sosial dalam bentuk bimbingan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan, praktek belajar kerja resosialisasi, bimbingan lanjut dan penjangkauan luar panti. Selain itu melaksanakan juga proses pengkajian dan penyiapan standar pelayanan, pemberian dan penyebaran informasi serta rujukan dengan tujuan agar penyandang disabilitas rungu wicara dapat hidup mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan di masyarakat.1 1 Data Diambil Dari File Yang Diberikan Oleh Pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 12 Mei 2014. 66 67 2. Visi Misi Visi : Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” siap memfasilitasi penyandang disabilitas rungu wicara menjadi manusia yang mandiri. Misi : a) Melaksanakan pelayanan rehabilitasi sosial bagi penerima manfaat dengan standar pelayanan. b) Melaksanakan program dan advokasi pelayanan rehabilitasi sosial bagi penerima manfaat secara efisien dan efectif. c) Melaksanakan dukungan, sumber daya manusia serta manajemen pelayanan rehabilitasi sosial yang akuntabel, transparan, dan efisien.2 3. Moto dan Maklumat Moto : Anda siap mandiri kami siap memfasilitasi. Maklumat : Kami pegawai Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati siap bekerja sama dalam mewujudkan kemandirian peyandang disabilitas rungu wicara.3 4. Tugas Memberikan pelayanan rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas rungu wicara dalam mengembangkan bakat dan keterampilan untuk hidup mandiri.4 2 Data Diambil Dari File Yang Diberikan Oleh Pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 12 Mei 2014. 3 Data Diambil dari File Yang Diberikan oleh Pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 12 Mei 2014. 68 5. Fungsi a) Sebagai pusat pengembangan, penyebaran, dan pelayanan kesejahteraan sosial. b) Sebagai pusat pemberdayaan dan pengembangan kesempatan kerja penerima manfaat. c) Sebagai pusat pelatihan keterampilan. d) Sebagai pusat advokasi dan informasi kesejahteraan sosial. e) Sebagai pusat rujukan bagi pelayanan rehabilitas dari lembaga lainnya. f) Sebagai pusat laboratorium rehabilitasi sosial.5 6. Struktur Organisasi6 Ke Kepala PSBRW Melati Tri Sukreni Kepala Bag Sub Tata Usaha Bb Bambang Wibowo t Tr Ke Kepala Seksi Program Advokasi Sosial Nurul Arafiah Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Dewi Isnaeni KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL INSTALANSI PRODUKSI (WORKSHOP) pp pe 4 Data Diambil dari File Yang Diberikan oleh Pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 12 Mei 2014. 5 Data Diambil dari File Yang diberikan oleh Pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 12 Mei 2014. 6 Data Diambil dari File Yang diberikan oleh Pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 13 Mei 2014. 69 7. Sasaran Garapan 1. Penyandang disabilitas rungu wicara usia produktif (15-30 tahun) dengan kriteria sebagai berikut : a) Memiliki gangguan bicara dan pendengaran b) Memiliki hambatan komunikasi dalam kegiatan sehari-hari c) Membutuhkan keterampilan kerja produktif d) Memiliki hambatan atau kecanggungan mental psikologis yang ditandai dengan rasa rendah diri, isolatif, dan kurang percaya diri e) Memiliki hambatan dalam melaksanakan fungsi sosialnya secara umum 2. Keluarga dan lingkungan sosial penyandang disabilitas rungu wicara. 3. Organisasi sosial, perusahaan dan lembaga ekonomi lainnya 4. Sistem sumber lain yang mendukung terwujudnya kemandirian dan keberfungsian sosial penyandang disabilitas rungu wicara.7 8. Kapasitas Tampung Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” mempunyai kapasitas tampung sebanyak 125 orang penerima manfaat. Berdasarkan pada Keputusan Menteri Sosial RI : 40/HUK/2004 7 Data Diambil dari File Yang diberikan oleh Pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 12 Mei 2014. 70 tentang prosedur kerja panti sosial dilingkungan Departemen Sosial RI.8 9. Syarat Penerimaan Program rehabilitasi sosial yang diberikan dalam panti dengan mengasramakan penyandang disabilitas rungu wicara dengan menerima pelayanan maksimal 1 s/d 3 tahun (sesuai hasil assesment), tanpa dipungut biaya/gratis. Bagi keluarga atau wali penyandang disabilitas rungu wicara yang berminat untuk mengikut sertakan anak/anggota keluarganya pada program bimbingan rehabilitasi sosial pada Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati”, persyaratan yang harus dipenuhi calon penerima manfaat adalah sebagai berikut: 1. Calon penerima manfaat a) Disabilitas rungu wicara. b) Tidak cacat ganda (tuna netra, tuna grahita, dan tuna daksa). c) Umur 15 s/d 30 tahun. d) Bersedia diasramakan. e) Belum pernah menikah atau melahirkan. 2. Administrasi a) Surat permohonan orang tua/wali. b) Surat pernyataan orang tua/wali anak belum menikah dan tidak nikah selama mengikuti pendidikan dalam panti. c) Surat pernyataan orangtua/wali dan calon penerima manfaat setuju, bersedia mematuhi peraturan panti dan menerima 8 Data Diambil dari File Yang diberikan oleh Pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 12 Mei 2014. 71 kembali anak setelah menerima bimbingan dari panti, dibuat di atas materai 6000. d) Fotocopy KTP calon penerima manfaat dan orang tua /wali serta foto copy Katu Keluarga (KK). e) Surat keterangan domisili dari RT/RW setempat. f) Surat keterangan Dokter. g) Fotocopy Ijazah/STTB atau surat kerangan pernah sekolah. h) Pas foto ukuran 2x3 (4 lmbar) dan 4x6 (4 lembar) berwarna. i) Rujukan dan Dinas/Instalansi Sosial Provinsi /Kabupaten/Kota.9 10. Fasilitas Panti a. Sarana Panti 9 1) Tanah Panti, luas : 9.740 m 2) Kantor panti, luas : 400 m 3) Asrama putra putri (7unit), luas :1.566 m 4) Aula Gedung serbaguna, luas : 250 m 5) Ruang Kelas (3 unit), luas :180 m 6) Ruang Assesment, luas : 37 m 7) Ruang Bina Suara/Kedap Suara, luas : 425 m 8) Ruang Bimbingan Fisik, luas : 86 m 9) Ruang Makan dan Dapur, luas : 270 m 10) Gedung Keterampilan (8 unit), luas : 625 m 11) Mushollah, luas : 100 m Data Diambil dari File Yang diberikan oleh Pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 12 Mei 2014. 72 12) Ruang Bina Wicara, luas (3 unit), luas : 21 m 13) Ruang Instalasi Produksi, luas : 80 m 14) Ruang Poliklinik, luas : 12 m 15) Ruang Perpustakaan, luas : 18 m 16) Ruang Rapat, luas : 30 m 17) Ruang Dinas Pegawai (6 unit), luas : 306 m 18) Ruang Koperasi, luas : 18 m 19) Guesh House, luas : 66 m 20) Gudang dan Garasai, luas : 120 m 21) Bangunan Air Sumur Sintesis, luas : 20 m 22) Pos Satpam, luas :6m b. Sarana Transportasi 1) Kendaraan Dinas Operasional Roda Empat : 2 Unit 2) Kendaraan Unit Pelayanan Sosial Keliling : 1 Unit 3) Kendaraan Bis Operasional : 1 Unit 4) Kendaraan Sepeda Motor Operasional : 8 Unit c. Sarana Bimbingan 1) Sarana bimbingan sosial a. meja dan kursi belajar. b. Papan tulis. c. Alat peraga. d. Alat tulis menulis. e. Buku-buku bacaan. 73 2) Sarana bimbingan keterampilan a. Peralatan keterampilan menjahit putra b. Peralatan keterampilan kerajinan tangan c. Peralatan keterampilan tata boga d. Peralatan keterampilan pertukangan kayu e. Peralatan keterampilan salon/tatarias f. Peralatan keterampilan las listrik g. Peralatan keterampilan komputer h. Peralatan keterampilan percetakan sablon i. Peralatan menjahit putri 3) Fasilitas Penerima Manfaat a. Asrama/tempat tinggal b. Pakaian seragam c. Permakanan penerima manfaat d. Pelayanan Kesehatan10 B. Kegiatan Panti 1. Pelaksanaan Tahapan Proses Pelayanan Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati ini memilki beberapa tahapan dalam program kerjanya, di antaranya adalah : 1) Tahap Rehabilitasi Sosial Tahap rehabilitasi sosial merupakan suatu kegiatan pelayanan yang ditunjukan pada anak asuh dalam panti guna 10 Data Diambil dari File Yang Diberikan oleh Pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 12 Mei 2014. 74 memulihkan kembali rasa harga diri, kecintaan kerja serta rasa tanggung jawab terhadap dirinya sendiri mereka dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan wajar, rangkaian kegiatan tahap pelayanan di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati”. a. Pendekatan awal Pada tahap pendekatan awal calon penerima manfaat yang akan menjadi penerima manfaat di PSBW “Melati” mereka mendapatkan informasi dari penyebaran yang didatangkan dari pihak PSBRW “Melati” ke Sekolah Luar Biasa dan kemasyarakatan. Pihak panti PSBRW “Melati” menyampaikan beberapa program yang sudah ada di PSBRW “Melati”, kemudian calon penerima manfaat mendatangi panti dan mereka tertarik berkeinginan untuk belajar di PSBRW “Melati”. Tahap pendekatan awal ini merupakan tahapan untuk memperoleh gambaran tentang permasalahan penyandang cacat, sekaligus pemberian motivasi dan seleksi. a) Orientasi dan konsultasi. Dalam tahap orientasi dan konsultasi para orang tua mendatangi panti dan melihat-lihat lingkungan panti, lingkungan kegiatan yang ada di panti. Calon penerima manfaat (anaknya) ikut melihat keadaan panti beserta kegiatan yang sedang bejalan calon penerima manfaat pun tertarik dan anak menyetujui mengikuti pembelajaran yang diajarkan di PSBRW “Melati”. 75 b) Identifikasi. Pada tahapan identifikasi, calon penerima manfaat mengisi persyaratan-persyaratan yang sudah ada di PSBRW “Melati”. tahapan ini merupakan registrasi bagi calon penerima manfaat atau anak asuh guna mendapatkan data objektif dan menyeluruh tentang permasalahan, tingkat kecacatan. c) Seleksi dan penerimaan penerima manfaat. Pada tahapan seleksi dan penerimaan manfaat, calon penerima manfaat dilihat terlebih dahulu apakah calon penerima manfaat hanya cacat rungu wicara saja atau cacat ganda, yang diutamakan di PSBRW “Melati” adalah mereka-mereka yang cacat rungu wicara saja, setelah proses seleksi diterima calon penerima manfaat dapat diterima di PSRBW “Melati”. b. Penelaahan dan Pengungkapan Masalah a) Diagnosa psikologis. Pada tahapan diagnosa psikologis psikolog yang berperan aktif dalam tahapan ini, dalam tahapan diagnosa ini psikolog yang menentukan bagaimana kepribadian anak apakah ia termasuk dalam kepribadian terbuka atau tertutup, sifat dasar apa yang dimiliki anak serta keadaan jiwa anak. 76 b) Assesment Pada tahapan assesment ada tim assesment yang melakukan kepada anak, pada tahapan ini biasanya dikenal dengan intake proses, pada saat pertama anak berada di panti. Peran pekerja sosial yang berperan aktif dalam tahapan ini. c) Case Conference. Pada tahapan case conference setelah semua aspek dilakukan, semuanya disimpulkan dan dibuatlah case conference, di dalam tahapan case conference terdapat rekomendasi-rekomendasi yang diberikan oleh pihakpihak yang terkait di dalamnya. Di dalam tahapan case coference ada pekerja sosial yang ditunjuk untuk memegang anak tersebut dan menjadi anak bimbing peksos tersebut. Kemudian pekerja sosial tersebut membuat rencana intervensi untuk penerima manfaat tersebut. d) Home visit. Pada tahapan home visit, setelah penerima manfaat sudah ditentukan ia dengan pekerja sosial dan peksos sudah membuat rencana intervensi, pekerja sosial membutuhkan tahapan home visit, karena tahapan home visit digunakan untuk mengkaitkan anatara penerima 77 manfaat dengan sistem sumber yang terkait yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan sosial penerima manfat. c. Perencanaan Pelayanan Rehabilitasi Sosial a) Penentuan jenis pelayanan yang diikuti oleh penerima manfaat. Dalam tahapan penentuan jenis pelayanan yang ikuti oleh penerima manfaat, tahapan ini berupa anak dilihat dari bakat dan minat yang ia miliki serta kemampuan yang dimiliki oleh penerima manfaat. Apabila penerima manfaat tidak dapat mengikutinya akibat keterbatasan kemampuan yang ia miliki, pihak panti tidak dapat memaksakan, karena setiap anak disabilitas memiliki perbedaan dalam penangkapan kemampuan. b) Penetapan penerima manfaat dalam program pelayanan. Dalam tahapan penetapan penerima manfaat dalam program pelayanan, penerima manfaat ditetapkan untuk mengikuti program yang sudah ditetapkan oleh pihak panti. d. Pelaksanaan pelayanan Rehabilitasi Sosial a) Bimbingan fisik olahraga (voli, tenis meja, mahatma, bela diri, senam, berenang, futsal, karate dan outbond). Pada tahapan fisik penerima manfaat akan diukur tinggi badannya, berat badan, lalu dilihat andalan tangan yang mereka miliki apakah tangan kanan atau tangan kiri karena akan berpengaruh dan sebagai penunjang di bidang keterampilan penerima manfaat, 78 kesehatan penerima manfaat, sisa-sisa disabelnya atau sisa-sisa pendengaran agar dapat direkomendasikan alat bantu apabila ia masih bisa mendengar dengan sisa-sisa pendengarannya tersebut. b) Bimbingan mental, pada tahapan bimbingan mental, dalam bentuk : (agama, budi pekerti, kecerdasan, kedisplinan). Pada pembelajaran mental kedisiplinan biasanya tenaga pengajar yang digunakan adalah tnaga pengajar dari pihak luar panti seperti misalnya dari dari BABINSA materi pembelajaran yang diajarkan dimulai dari pukul 08.00-10.00 WIB pada hari sabtu, sedangkan untuk bimbingan-bimbingan mental yang lainnya tenaga pengajar bersumber dari panti seperti pihakpihak yang terkait (pekerja sosial, guru agama islam dan kristen). c) Bimbingan sosial, pada tahapan bimbingan sosial penerima manfaat dilihat bagaimana ia dapat beradaptasi dengan lingkungannya, kemudian dilihat dari ADL (actifity daily living) penerima manfaat. (Pramuka, dinamika kelompok, kesenian/nyanyian isyarat, rekreasi, kerja bakti lingkungan, koperasi. Bimbingan kepercayaan diri, actualisasi diri). d) Bimbingan keterampilan, bimbingan keterampilan (menjahit putra dan putri, salon/tata rias wajah, kerajian tangan, komputer, tataboga, las listrik, pertukangan kayu). Pada tahapan bimbingan keterampilan penerima manfaat yang 79 paling awal dilihat dari tahapan ini adalah bagaimana ia melakukan perawatan diri kemudian menyusun barang milik pribadinya dengan baik dan benar, karena pada saat bimbingan fisik sudah ditest pada tangan andalan yang penerima manfaat, pada tahapan bimbingan keterampilan tangan andalan yang mereka miliki bisa mereka pergunakan pada tahapan bimbingan keterampilan karena dapat menunjang dan berpengaruh pada saat dia mengikuti tahapan bimbingan keterampilan. Dari semua rangkaian test yang diikutkan amak, pada tahapan keterampilan ini penerima manfaat akan terlihat ia lebih cenderung pada keterampilan yang mana, tahapan keterampilan ini dilihat berdasarkan bakat dan minat yang dimiliki penerima manfaat. e) Bimbingan wicara dan bimbingan kesehatan, Pada tahapan bimbingan wicara dan bimbingan kesehatan, panti PSBRW “Melati” memiliki tenaga pengajar bahasa isyarat/SIBI. Panti PSBRW “Melati” juga melakukan kerja sama dengan tenaga pengajar dari luar panti, yaitu tenaga pengajar dari Sekolah Luar Biasa (SLB) Santi Rama. Bimbingan wicara itu berbentuk : (bahasa isyarat/SIBI dan speech terapy). Pada tahapan bimbingan bahasa isyarat/SIBI penerima manfaat diajarkan bagaimana berisyarat yang baik daan benar serta diajarkan ujaran agar anak mengeluarkan ujaran. Lalu pada bimbingan kesehatan Setiap dua minggu sekali Puskesmas dan 80 Dokter THT (telinga, hidung tenggorokan) mendatangi panti PSBRW “Melati”, terkadang mereka memberikan penyuluhan kesehatan kepada anak-anak di panti PSBRW “Melati”. e. Evaluasi kegiatan bimbingan rehabilitasi sosial setiap 1 (Semester). Pada tahapan evaluasi kegiatan bimbingan rehabilitasi sosial setiap 1 semeter, tahapan ini mengukur sejauh mana kemampuan anak dalam memahami materi yang diberikan, para instrukturnya, wali asuh, mereka membuatkan soal pertanyaan dan para penerima manfaat yang menjawabnya. Instruktur mempunyai catatan atau laporan perkembangan anak, dibuat setiap bulannya. Dan dalam satu semeter catatan atau laporan direkapitulasi dan dilaporkan pada saat acara pertemuan orang tua. f. Pembinaan orang tua (POT) penerima manfaat secara berkala Kegiatan pertemuan dengan orang tua dilakukan setiap sekali satu semester atau setahun sebanyak dua kali. Kegiatan penunjang POT ini dilakukan agar orang tua mengetahui hasil belajar anak selama mereka mengikuti pembelajaran di PSBRW “Melati”, kegiatan tersebut sebagai wadah pertemuan sekaligus jembatan antara orang tua penerima manfaat atau wali dengan pihak PSBRW “Melati”, kegiatan tersebut berisikan sharing tentang perkembangan dan permasalahan anak. Pertemuan tersebut 81 biasa dilaksanakan pada bulan Juni atau November tepatnya di aula serbaguna PSBRW “Melati”.11 2. Tahap Resosialisasi Tahap resosialisasi merupakan suatu proses aktualisasi diri kelayan atau anak asuh yang telah menjalani proses rehabilitasi, yang diarahkan untuk mempersiapkan kelayan atau anak asuh agar dapat berintegrasi dalam kehidupan di tengah-tengah masyarakat. Tahap resosialisasi terdiri dari : 1. Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat, jenis kegiatan antara lain : a) Melaksanakan evaluasi perkembangan penerima manfaat atau anak asuh. b) Melaksanakan bimbingan dan motivasi kepada penerima manfaat atau anak asuh. c) Melaksanakan penyuluhan sosial kepada keluarga penerima manfaat atau anak asuh. d) Pertemuan orangtua penerima manfaat anak asuh secara berkala. 2. Bimbingan sosial hidup bermasyarakat, jenis kegiatan antara lain : a) Mengadakan seleksi penerima manfaat baik secara individu maupun kelompok dalam penyesuaian diri dengan masyarakat. 11 Wawancara Pribadi Dengan Ibu DI Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati”, 13 Mei 2014. 82 b) Melaksanakan konsultasi dengan keluarga penerima manfaat atau anak asuh tentang perkembangan penerima manfaat dalam rangka mempersiapkan penerima manfaat untuk disalurkan. c) Mempersiapkan pelaksanaan praktek belajara kerja (PBK) bagi penerima manfaat berdasarkan hasil sidang. 3. Bimbingan pembinaan bantuan stimulan usaha produktif, jenis kegiatan antara lain : a) Mengadakan seleksi penerima manfaat atau anak asuh yang mendapat saluran bantuan permodalan stimulan usaha produktif sesuai dengan kemampuan keterampilan yang dikuasai penerima manfaat. b) Melaksanakan bimbingan motivasi kepada penerima manfaat dan keluarga dalam pengembangan usaha. c) Melaksanakan bimbingan latihan kerja yang bersifat pemantapan kelompok. d) Pemberian bantuan stimulan kepada penerima manfaat atau anak asuh. 4. Bimbingan usaha atau kerja produktif, jenis kegiatan : a) Pelaksanaan seleksi kelayan atau anak asuh yang mendapat bantuan permodalan stimulan usaha produktif sesuai dengan kemampuan keterampilan yang dikuasai penerima manfaat atau anak asuh. b) Melaksanakan bimbingan motivasi kepada penerima manfaat atau anak asuh dan keluarga dalam pengembangan usaha. 83 c) Melaksanakan bimbingan pendirian kelompok usaha produktif dalam rangka membuka usaha secara kelompok. 5. Penyaluran, jenis kegiatan : a) Melaksanakan kegiatan Praktek belajar kerja (PBK) bagi kelayan atau anak asuh yang telah memenuhi syarat. b) Melaksanakan pendekatan kepada pihak penguasa. c) Melaksanakan penyuluhan dan bimbingan kepada ang tua anak asuh untuk menyalurkan.12 3. Pembinaan lanjut Kegiatan ini dilaksanakan untuk memonitoring penerima manfaat dilingkungan keluarga dan masyarakat, untuk mengembangkan kemampuan atau keterampilan proses ini merupakan tahap bimbingan pada penerima manfaat atau anak asuh yang sudah mendapatkan rehabilitasi di panti. Agar meningkatkan kehidupan di tengah-tengah masyarakat, perusahaan tempat ia bekerja maupun berwiraswasta. Tahap pembinaan lanjut juga dapat diberikan proses motivasi pada anak agar motivasi yang sudah kurang dapat dikembangkan kembali. Tahap bimbingan lanjut terdiri dari : 1. Bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat dan peran serta dalam pembangunan, jenis kegiatannya : 12 Wawancara Pribadi Dengan Ibu DI Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati”, 13 Mei 2014. 84 2. Melaksanakan bimbingan sosial dan motivasi kepada penyandang cacat rungu wicara dalam kehidupan bermasyarakat. 3. Memberikan konsultasi kepada penyandang cacat rungu wicara jika mengalami hambatan dalam peningkatan kerja maupun usaha. 4. Bantuan pengembangan usaha atau bimbingan peningkatan keterampilan, jenis kegiatannya : a) Bimbingan bidang produksi b) Bimbingan bidang pemasaran c) Bimbingan bidang administrasi d) Bimbingan bidang pengembangan usaha 5. Bimbingan pemantapan atau pengembangan usaha, jenis kegiatan : a) Bimbingan pengorganisasian b) Bimbingan pemasaran c) Bimbingan pengolahan usaha d) Bimbingan cara-cara pembentukan produksi e) Bimbingan penggalian dan pemanfaatan system sumber.13 4. Pelaksanaan Program Rehabilitasi Sosial Identitas penerima manfaat a) Jenis kelamin : 13 Wawancara Pribadi Dengan Ibu DI kepala Seksi Rehabilitasi Sosial PSBRW “Melati” Jakarta, 13 Mei 2014. 85 Laki-laki dan perempuan : 125 orang b) Usia : 1. Umur 15-20 tahun : 90 2. Umur 21-25 tahun : 31 3. Umur 26-35 tahun : 4 c) Pendidikan C 1. SLB/SDLB : 54 2. SMPLB :23 3. SMALB :34 4. Tidak/Putus Sekolah :14 BAB IV PERAN PEKERJA SOSIAL TERHADAP BIOPSIKOSOSIAL SPIRITUAL ANAK TUNA RUNGU WICARA DI PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA “MELATI” BAMBU APUS JAKARTA TIMUR Pada bab ini peneliti akan membahas analisis hasil penelitian di mana suatu analisa dilakukan mengacu pada hasil dari penelitian yang akan dipaparkan oleh peneliti melalui teori yang digunakan di bab II yang mengambarkan tentang pekerja sosial di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Bambu Apus Jakarta Timur. A. Identitas Informan 1. Informan Penerima Manfaat “N” : “N” merupakan anak kedua dari dua bersaudara, ia berasal dari Depok, “N” merupakan gadis yang cantik dan ceria, keadaan fisik “N” juga sama dengan anak normal yang lainnya ia memiliki tinggi dan berat badan yang sama seperti anak-anak normal seusianya. Ia mempunyai kulit berwarna kuning langsat, bola mata berwarna hitam dan bulat, ia memiliki hidung yang mancung, dan bibir yang berwarna merah. Keadaan fisik “N” memang sama dengan anak normal lainnya hanya saja ia memiliki kelainan pada telinganya yang menyebabkan ia menderita tunarungu. Karena ada sesuatu yang bermasalah pada indera pendengaran. maka itu pun 86 87 berpengaruh juga kepada indera pengecapannya, ia pun tidak dapat mengeluarkan kata-kata yang terdapat pada bibirnya, karena tidak ada pemantulan suara yang ia terima. “N” menderita tunarungu wicara sejak ia kecil, ia menderita tunarungu wicara karena kecelakaan yang menimpa dirinya pada usia 6 bulan, dan pada usia 2 tahun belum bisa bicara. Saat itu orang tua “N” tidak menyangka bahwa “N” menderita tunarungu wicara karena riwayat keluarga pun tidak ada yang menderita tunarungu wicara. Karena keterbatasan biaya hal tersebut yang menyebabkan “N” tidak dibawa ke Dokter dan hanya dibawa ke pengobatan tradisional, padahal seharusnya “N” harus dirujuk ke Dokter syaraf. “N” masih terdapat sisa-sisa pendengaran walau tidak signifikan, kelebihannya ia masih bisa membaca gerak bibir seseorang yang diucapkan. Tingkat disabilitas “N” berada pada tingkat berat, tetapi ada perbedaan pada telinga kanan dan kirinya, Tingkat disabilitas “N” 102,5 DB pada telinga kanannya dan telinga kiri 95,0 DB. Selama “N” berada di rumah dan belum dititipkan di panti, “N” sempat belajar di Sekolah Luar Biasa yang letaknya tidak jauh dari kediaman “N”, setiap kali “N” diajarkan oleh orang tua dan sanak saudara “N” selalu saja malas dan tidak mau belajar, hal tersebut yang membuat prestasi belajar “N” menjadi terhambat. Maka dari itu orang tua “N” memutuskan untuk menitipkan anak mereka ke PSBRW “Melati” mereka berharap “N” agar dibimbing 88 oleh orang-orang yang berkompenten di bidangnya dan dapat berguna dan mandiri di masa depannya nanti. Lingkungan keluarga “N” menerima keadaan “N” apa adanya, begitu juga dengan tetangga “N” mereka semua dapat mengerti keadaan “N”, dalam segi emosional, “N” cenderung keras kepala apabila ia meminta sesuatu, cenderung harus dituruti. Pergaulannya dengannya rekan-rekan teman di panti berjalan baik dan harmonis, tetapi hanya ada satu kawan “N” yang dirasa mengganggu kehidupan “N”, ia sering membuat “N” menangis karena perilakunya, ia pun sering mengadukan hal tersebut kepada pengasuh yang juga pekerja sosialnya karena ia merasa diusik oleh kawannya tersebut. “N” termasuk anak yang pemalu dan pendiam apabila ia dihadapkan pada orang baru yang berada disekitarnya, ia cenderung akan menarik diri, dan menyibukan diri agar orang tersebut tidak terlalu berinteraksi dengannya, tetapi kalau “N” sudah mengenalnya, “N” akan merasa nyaman dan merasa ingin diperhatikan. Ia cenderung sudah tidak pemalu dan mau menyapa. Keadaan spiritualnya pun karena memang sudah sejak kecil ia sudah mengenal Tuhannya ia pun sudah mengetahui tata cara berwudhu, sholat, dan memahami larangan dan perintah yang diajarkan agamanya. 89 2. Informan penerima manfaat“Y” : “Y” adalah penerima manfaat yang berasal dari Bangka Belitung, ia mempunyai wajah yang cantik dan juga ceria, ia memiliki kulit berwarna sawo matang dengan bola mata berwarna hitam dan bulat, badannyapun berisi, dan bibirnya berwarna merah. “Y” secara fisik terlihat seperti anak normal tinggi badan dan berat badannya pun sama seperti anak normal seusianya. Hanya saja ia memiliki kelainan pada telinganya yang menyebabkan ia menderita tunarungu, karena ada sesuatu yang bermasalah pada indera pendengaran, maka itu pun berpengaruh juga kepada indera pengecapannya, ia pun tidak dapat mengeluarkan kata-kata yang terdapat pada bibirnya, karena tidak ada pemantulan suara yang ia terima. Tingkat disabilitas “Y” berada pada tingkat berat, tetapi pada telinga kanan dan kirinya terdapat perbedaan, Tingkat disabilitas “Y” 120,0 DB pada telinga kanannya dan 73,75 DB. “Y” juga sulit membaca gerak bibir seseorang, karena memang “Y” sejak dahulu tidak pernah mengenyam bangku sekolah, “Y” hidup dan dirawat dengan orang tua angkatnya, status sosial orang tua angkatnya terbilang kurang mampu, maka dari itu “Y” dibawa ke PSBRW “Melati” oleh pihak Dinas Sosial Bangka Belitung untuk diberikan bimbingan agar kelak ia mandiri di masa depannya nanti. Ia pun tidak pernah mendapatkan kasih sayang dan peran orangtua layaknya orang tua kandung, pada saat ia datang ke panti 90 penampilannya sangatlah berbeda dengan yang terjadi sekarang, karena “Y” terlihat seperti anak yang kurang terurus dengan baik, cara perawatan diri, serta nilai dan norma juga tidak ia dapatkan dengan baik. Tingkat emosional “Y” sama seperti anak-anak tunarungu wicara yang lainnya, keras kepala, ingin dituruti, dan mengambek, ingin diakui. Kepercayaannya yang tinggi membuat “N” merasa dirinya dekat dengan siapa saja, ia termasuk anak yang supel dan gampang bergaul dengan siapa pun termasuk kepada teman sebaya, orang yang lebih dewasa dibandingnya ataupun yang lebih muda, ia mampu melakukan apa saja tanpa hambatan rasa malu. “Y” juga termasuk anak yang mudah berinteraksi dengan orang baru yang dikenalnya, ia cenderung terbuka dan tidak pemalu. Hubungan sosial dengan rekan-rekannya juga terlihat baik, ia menganggap semua adalah temannya ia dekat dengan siapa saja di lingkungan panti, maupun dengan orang baru yang berada di sekitarnya. Keadaan spiritualnya “Y” karena memang ia tidak terlalu mendapatkan arahan bimbingan pada saat ia berada di rumah, ia belum terlalu bisa dalam hal pengajaran spritual, tetapi sekarang selama ia sudah berada di PSBRW “Melati” ia sudah dapat mengenal larangan dan perintah apa yang tidak diperbolehkan ajaran agamanya, ia juga sudah mampu melakukan tata cara berwudhu dengan baik tetapi terkadang masih kurang signifikan karena ia sering lupa, ia juga sudah mulai bisa membaca iqra tetapi 91 masih butuh bimbingan serta arahan agar dapat mencapai ke tingkat yang lebih baik. 3. Informan Orang Tua Penerima Manfaat “NM” : “NM” adalah orang tua dari penerima manfaat “N”, ia mempunyai suami yang juga bapak “N” bernama inisial “A”, orang tua “N” bekerja sebagai wiraswasta, ia mempunyai warung yang juga milik usaha pribadinya, kehidupan sosial ekonomi keluarga “N” juga termasuk terbilang cukup, ibu “NM” dan bapak “A” sangat menyayangi putrinya yang bernama “N”, ia tidak pernah merasa mempunyai anak yang menderita tunarungu wicara adalah sebuah aib bagi keluarga, bahkan sebaliknya, ia sangat mencintai “N”, dan selalu bersyukur kepada Tuhan bahwa ia mempunyai anak seperti “N” dan menyadarinya bahwa ia harus merawat dengan baik sebagaimana mestinya. Ibu “NM” berasal dari budaya Betawi, seperti pada budaya Betawi pada umumnya, lingkungan kediaman “N” juga berdekatan dengan kakek, nenek, tante, om, serta sepupu “N”, hubungan “N” dengan sanak saudara terjalin harmonis dan dekat, ia menerima keadaan kekurangan “N” apa adanya. Orang tua “N” sempat menyekolahkan “N” ke Sekolah Luar Biasa yang berada di sekitar kediaman “N”, karena “N” terlihat malas setiap kali diajarkan untuk belajar, maka dari itu orang tua “N” memutuskan untuk menitipkan “N” ke panti karena mereka berharap anaknya 92 mendapatkan pendidikan baik pendidikan yang berbasis pengajaran seperti sekolah dan juga pendidikan keterampilan. Ia berharap anaknya dapat mandiri menuju masa depannya yang lebih baik. Kepercayaan yang dianut keluarga “N” adalah islam sejak ia lahir, keluarga “N” memberikan pemahaman agama sejak “N” masih kecil, maka dari itu tidak heran bahwa pengetahuan agama “N” terbilang cukup signifikan dan hanya perlu penambahan pengetahuan mengenai pengetahuan agama agar pengetahuan agama “N” semakin bertambah. B. Peran Pekerja Sosial Terhadap Biopsikososial Spiritual Setiap individu di dalam kehidupannya mempunyai peran yang harus dijalankan begitu juga dengan pekerja sosial mereka mempunyai peran karena orang tersebut mempunyai status dalam masyarakat, walaupun keduanya itu berbeda antara satu dengan orang lain. Akan tetapi masing-masing darinya berperan sesuai dengan statusnya.1 Pengertian pekerja sosial seperti yang telah dijelaskan pada Bab II. mempunyai peranan dan tugas yang harus dijalankan.2 Menjadi seorang pekerja sosial tidak semata-mata tanpa mempunyai modal keterampilan begitu juga dengan para pekerja sosial di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur, mereka mempunyai tugas-tugas atau peran-peran yang dilakukan untuk 1 Bab II, h. 24. Bab II, h. 26. 2 93 biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara. Dalam bab ini peneliti akan menjelaskan hasil temuan lapangan dengan teori dalam Bab II. 1. Peran Pekerja Sosial Terhadap Biologis Anak Tunarungu wicara Pekerja sosial menjelaskan pemahaman penyandang disabilitas tunarungu wicara menurut versinya adalah penyandang disabilitas tunarungu wicara yang juga di dalamnya terdapat dalam kategori anak adalah mereka-mereka yang terlihat sehat hanya saja mereka memiliki keterbatasan dalam hal berbicara dan mendengar, yang menjadi ciri khas dia adalah konteks dari bahasa yang minim atau miskin sekali bahasa, apa yang kami inginkan itu belum tentu ia tangkap atau ia mengerti.3 Lalu ia juga menjelaskan peranan pekerja sosial yaitu peranan sebagai pendidik (educational) dan tenaga ahli (Expert) yang terdapat pada peranan peksos.4 Seperti yang diungkapkan Pekerja sosial: “seperti pemberian materi mengenai seks education, seperti misalnya kita ada pendidikan seks education kita mau tanyangkan malah berbalik arah yang seharusnya begini tapi malah berbalik arah bagi dia malah dia malah melakukan. Kita masih mencari konsep yang benar bagaimana kita menyampaikan ke tuna rungu tersampaikan itu dengan bahasa yang ringan.” 5 Apapun keadaan fisik penerima manfaat seorang pekerja sosial harus bisa menerima apa adanya keadaan fisik mereka. Kode etik pekerja sosial juga mengemukakan bahwa pekerja sosial tidak 3 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 02 Juni 2014. 4 Bab II, h. 34. 5 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 02 Juni 2014. 94 membeda-bedakan latar belakang penerima manfaat.6 Tidak membeda-bedakan juga termasuk kedalam prinsip-prinsip pekerja sosial yang harus dijalankan yaitu prinsip khusus pekerja sosial prinsip penerimaan (The Principlle of Acceptence)7 Lalu menghargai martabat manusia (Human Wart and Dignity) seperti yang tertera pada prinsip dasar pekerja sosial.8 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial berikut ini : “kode etik pekerja sosial harus dijunjung tinggi, prinsip khusus yang dijalankan pekerja sosial yaitu penerimaan kita harus menerima apa adanya kondisi PM, seperti contoh pekerja sosial tidak boleh menutup hidungnya apabila ketahuan klien tersebut pakaiannya tercium bau tidak sedap, kita harus menerima keadaan PM sehingga penerima manfaat akan merasa bahwa pekerja sosial menerima dirinya apa adanya karena diperlakukan sebagaimana mestinya. Begitu juga dengan prinsip menghargai martabat manusia setiap manusia dilahirkan itu mempunyai martabat yang harus dihargai, kita tidak boleh semena-mena, tidak boleh melihat dari status sosialnya.”9 Pertumbuhan dan perkembangan fisik anak tunarungu wicara, sangatlah sama dengan anak-anak normal lainnya. Seperti yang diungkapkan Koordinator Pekerja Sosial berikut ini : “seperti yang terlihat anak-anak istimewa Tuhan yang dititipkan oleh kami disini mereka luar biasa cantik, tampan rata-rata memiliki bentuk tubuh yang tinggi dan berat badan yang sesuai dengan anak-anak normal di luar sana bahkan tidak kalah dengan anak normal di luar sana.”10 Fisik yang sehat juga menunjang aktifitas yang ada, tidak ada penghalang bagi anak-anak ini mengeluarkan bakatnya dengan 6 Bab II, h. 46. Bab II, h. 37. 8 Bab II, h. 35. 9 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 02 Juni 2014. 10 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Kepala Koordinator Pekerja Sosial “YS” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 19 Mei 2014. 7 95 memanfaatkan fisik yang sehat dan kuat, di panti juga terdapat bimbingan fisik, yang memang di dalamnya peranan pekerja sosial diperankan. Bimbingan itu berupa olahraga senam yang biasa kami lakukan setiap jumat pagi bersama dengan para pegawai, berenang yang dilakukan di luar panti, futsal yang dilakukan di luar panti, bimbingan fisik malam hari seperti olahraga bela diri mahatma dan karate, lalu kegiatan olahraga yang di lakukan terkadang malam atau pun sore harinya seperti batminton, tenis meja, bulu tangkis, sepak bola, bola volly. Seperti halnya kegiatan olahraga, menurut pekerja sosial, pekerja sosial mengungkapkan bahwa anak-anak yang mengalami tunarungu wicara secara fisik memang sama dan sehat seperti anakanak normal, tidak jarang dari mereka terbilang berbakat pada bidang olahraga dan seni (tarian daerah, angklung). Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak yang gemar berolahraga mereka merupakan anak-anak yang berprestasi dan selalu meraih piala penghargaan di acara perlombaan. Tinggi badan anak-anak disini juga normal begitu juga dengan berat badannya. Berkaitan dengan pertumbuhan dan pemenuhan gizi dan nutrisi, tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi oleh anak. Jadi makanan yang dikonsumsi “N” dan “Y” sangat mempengaruhi pertumbuhan. Oleh sebab itu Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” memberikan makanan yang sehat. 96 Dalam pelayanannya pekerja sosial menjalankan metode pekerja sosial, ada tiga metode yaitu case work, group work, dan community organization. Metode case work di mana di dalam bentuk-bentuknya berupa konseling dengan pekerja sosial, psikolog pemberian motivasi Metode case work adalah pemberian metode penanganan pekerja sosial kepada individu individu.11 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial : “insyallah bergizi makannya anak-anak diberikan makan sebanyak 3 kali sehari kami juga sedih jika ada yang mendengar bahwa ada anak yang tidak sarapan, kami selalu menanyakan kenapanya kamu tidak makan ? makanlah nanti kamu sakit. Disitulah peran kami dimainkan kami menjadi konselor, konseling kan bisa digunakan kapan saja kepada individu, walau hanya menanyakan kepada anak akan hal itu, itu sudah bisa dikatakan konseling, nantinya mereka akan bercerita dengan sendirinya, “Y” juga termasuk anak yang disiplin dalam makan. Untuk bimbingan fisik sendiri “Y” senang ketika mengikuti senam ia kan pedenya tinggi sekali jadi senang gerak sana-sini, kalau “N” dia itu ikut bimbingan fisik berenang dia suka sekali berenang, lalu dahulu dia ikut bimbingan olahraga malam karate tetapi sekarang setau saya sudah tidak, katanya si “saya malas”, “malas tidak mau malas capek.”12 Dalam melakukan pelayanan terhadap penerima manfaat pekerja sosial menjalankan prinsip-prinsip pekerja sosial seperti prinsip memberikan kesempatan yang sama (equal apportunity.)13 Mereka juga dapat berpartisipasi sesuai prinsip pekerja sosial prinsip partisipasi (the principlle of participation) dengan lingkungan luar mereka.14 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial sebagai berikut : 11 Bab II, h.41. Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 27 Mei 2014. 13 Bab II, h.36. 14 Bab II, h.39. 12 97 “seperti prinsip mempunyai kesempatan yang sama kami berkenyakinan mereka memiliki kesempatan yang sama mereka juga miliki hak yang sama dengan manusia normal yang lainnya, dalam hal fisik mereka dapat mengikuti bimbingan fisik semuanya dapat mereka lakukan karena memang secara fisiknya mereka sama seperti anak normal, bahkan tidak jarang dari mereka meraih piala dan piagam penghargaan karena bakat yang ia miliki.”15 Dengan mendapatkan pola makanan bergizi seimbang akan mendapatkan tubuh yang sehat dan tumbuh dengan sempurna, kepedulian Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” terhadap kesehatan anak-anaknya terbukti pada saat peneliti melakukan penelitian, peneliti melihat ada beberapa anak yang sakit dan para pekerja sosial sendiri langsung tanggap dan sigap dalam memberikan pertolongan pertama mereka. Para pekerja sosial menemani anak tersebut dan kalau memang penyakitnya bisa disembuhkan dengan beberapa obat yang ada di panti, pekerja sosial pun segera memberikan obat tersebut. Apabila penyakitnya terbilang cukup parah panti segera memanggil dokter yang memang sudah biasa menangani anak-anak disini dan segera memeriksa dan memberikan obat Pekerja sosial berperan sebagai negosiator dalam pelayanan kesehatan.16 Pekerja sosial menggungkapkan terkait dengan kesehatan penerima manfaat sebagai berikut : “memberikan informasi kepada anak bahwa menjaga kesehatan itu baik, sakit itu tidak enak, pelayananya kalau anak sakit kami sebagai peksos harus sigap menangani anak, anak kita temani kalau memang di sakit kita tanyakan kepadanya “adek kenapa? sakit 15 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 02 Mei 2014. 16 Bab II, h.32. 98 apa?” kalau memang masih bisa diberikan obat yang ada di panti ya kami berikan, kalau memang butuh penanganan Dokter ya biasanya kami memanggil Dokter.” 17 2. Peran Pekerja Sosial Terhadap Psikososial Anak Tunarungu Wicara Pada perkembangan emosi anak tunarungu, biasanya kurangnya pemahaman bahasa lisan dan tulisan sering kali menyebabkan anak tunarungu menafsirkan sesuatu secara negatif atau salah dan ini sering menjadi tekanan bagi emosinya.18 Anak tunarungu wicara juga memiliki karakteristik cepat marah, mudah tersinggung dalam memahami pembicaraan orang lain.19 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial : “Coba kalau marah seperti yang pacaran kita larang terus kita ngomong sama pegawai yang lain seakan-akan kita ngomonginnya dia hanya melihat kita saja seakan-akan kami membicarai dia, karna dia tidak mendengar tetapi dia melihat, anak itu dari gerakan kita menjadi dia emosi, mereka melihat apa yang dilihat tapi tidak mengerti.”20 Pekerja sosial dalam prakteknya juga menggunakan teori pekerja sosial yaitu teori psikodinamik, disebut psikodinamik karena teori ini memiliki asumsi bahwa tingkah laku berasal dari gerakan dan interaksi yang terjadi dalam pikiran manusia.21 Teori ini menekankan bahwa pikiran mempengaruhi perilaku seseorang. Seperti yang diungkapkan pekerja sosial sebagai berikut : 17 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 27 Mei 2014. 18 Bab II, h.53. 19 Bab II, h.54. 20 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014. 21 Bab II, h.43. 99 “misalnya ada kasus masalahnya sepele saja berebut makanan, respon dari permasalahan anak suka salah paham dengan situasi yang ada karena mereka hanya melihat. Seperti yang dijelaskan teori pekerja sosial psikodinamik, bahwa pikiran mempengaruhi perilaku.”22 Perkembangan emosi anak tunarungu juga bergejolak karena kemiskinan bahasa dan di pihak lain karena pengaruh dari luar yang diterimanya.23 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial : “PM ”N” itu kalau beberapa minggu tidak dijeguk mamahnya dia bawaannya uring-uringan di kelas bimbingan sosial maupun keterampilan, Kondisi emosi “N” belum stabil belum bisa mengendalikan emosi, seperti ngambek, egois, kanak kanak masa peralihan kanak-kanan ke remaja awal. Kalau nangis ya nangisnya kenceng seperti anak kecil.”24 Psikolog Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” ibu “TWH” pun juga berpendapat bahwa anak-anak tunarungu wicara yang ada di panti sini, selama ia melakukan pengamatan, dan berinteraksi dengan anak-anak disini, ia mengemukakan bahwa mereka sama memiliki emosi seperti layaknya orang normal namun cenderung emosi mereka lebih besar karena itu minimnya bahasa informasi bahasa yang mereka dapatkan sehingga sulit bagi mereka untuk bisa memahami dan mengerti keadaan. Sifat ego sentrisnya juga terlihat sehingga kalau ada keinginan harus dituruti.25 Seperti yang diungkapkan psikolog : “Cuma ya kalau si “N” kalau keinginannya nggak dituruti dia akan meledak-meledak bisa digebukin kita, biasanya si keinginannya 22 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014. 23 Bab II, h.53. 24 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 28 Juni 2014. 25 Bab II, h.53. 100 lebih kedirinya sendiri, dan nggak nyusahin orang. Dalam hal emosi mereka itu belum stabil, menggebu gebu, pengen tahu. Sedangkan “Y” berbeda lagi, dia itu anaknya pengen menonjol pengen diakui lah ya, percaya dirinya besar sekali, tidak malu, kalau memang ada keinginannya tetapi dilarang dia pasti kecewa, marah dan mengamuk.” 26 Tidak jarang dari mereka juga merasakan terpuruk, tidak adanya motivasi, mereka berdiam diri, menutup diri, murung dan terlihat sedih.27 Seperti yang diungkapkan pada peranan pekerja sosial juga terdapat peran sebagai pemberi motivasi atau tenaga ahli (expert).28 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial : “Peranan pemberian motivasi kita berikan reward kepada mereka yang membangun mereka, memberikan motivasi kepada mereka bahwa mereka bisa, “terus belajar,” “kamu pasti bisa.”29 Anak tunarungu bila ditegur oleh orang yang tidak dikenalnya akan tampak resah dan gelisah.30 Pergaulannya juga terbatas hanya kepada komunitasnya saja.31 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial : “Mereka lebih banyak menarik diri dari orang normal, Terlihat dari pola pikir mereka, motivasinya hanya kepada komunitasnya baru nyambung, dia merasa orang normal itu belum tentu baik, mereka tidak gampang percaya, mereka selalu berkelompok, padahal kita sudah upayakan bahwa mereka harus bergaul dengan orang orang normal, mereka lebih kepada 26 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014. 27 Bab II, h. 53. 28 Bab II, h. 34. 29 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014. 30 Bab II, h.53. 31 Bab II, h.53. 101 kelompoknya, padahal orang orang normal itu care mau perduli dengan mereka. Mereka takut dibohongi, takut di bodohi”32 Dalam penangananya terhadap anak tunarungu wicara kami para pekerja sosial dalam prakteknya juga menjalankan prinsip kerahasiaan, tidak mudah baginya untuk dapat menceritakan hal-hal yang mereka alami, mereka harus tahu dahulu orang tersebut apakah pantas untuk dipercaya atau tidak, karena mereka tidak mudah begitu saja mempercayai orang lain, jadi kami sebagai pekerja sosial dalam prakteknya harus menjaga baik rahasia penerima manfaat, dan hanya karena situasi dan kondisi saja seorang pekerja sosial boleh memberitahu masalah penerima manfaat kepada pekerja sosial lainnya.33 Lalu dalam prakteknya para pekerja sosial melakukan interaksi dengan para penerima manfaat dengan komunikasi seperti yang kita tahu para penerima manfaat disini adalah mereka-mereka yang menderita rungu wicara, sebagai seorang pekerja sosial apabila penerima manfaatnya melakukan komunikasi dengan bahasa Indonesia ia harus dengan bahasa Indonesia begitu juga dengan tunarungu wicara, karena mereka tidak dapat berkomunikasi dengan baik maka dari itu pekerja sosial juga harus berkomunikasi dengan isyarat dan bahasa yang mudah dimengerti olehnya.34 Seperti yang diungkapkan oleh pekerja sosial sebagai berikut : “Prinsip kerahasiaan merupakan prinsip pokok pertama yang dijalankan, menjaga kerahasiaan yang penerima manfaat miliki, 32 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “BS” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 10 Juni 2014. 33 Bab II, h.38. 34 Bab II, h.37. 102 lalu komunikasi dalam hal bertatap muka dengan penerima manfaat kita harus memahami komunikasi yang mereka mengerti kami pun harus mengunakan bahasa isyarat atau konsonan kata yang mereka lihat dari gerakan bibir kita. Bahkan tidak jarang dari kami harus menggunakan bahasa yang ringan agar anak mengerti tentang apa yang tersampaikan dan apa yang kami maksud hal itu dikarenakan minimnya bahasa yang yang mereka dapatkan.”35 Kebutuhan psikososial mencangkup cara seseorang berfikir dan merasa mengenal dirinya dengan orang lain, keamanan dirinya dan orang lain, keamanan dirinya dengan orang-orang yang bermakna baginya, hubungan dengan orang lain lingkungan sekitarnya serta pemahaman dan reaksinya terhadap kejadiankejadian dan sekitarnya.36 Pada karakteritik anak tunarungu wicara memiliki sifat polos, serta perasaan umumnya suka terlihat ekstrim tanpa banyak nuansa.37 Seperti yang diungkapkan psikolog berikut ini: “Anak anak ini bisa melihat kelebihan dan kekurangan dari orang lain, dia itu ngga bisa percaya dengan yang lain, misalnya dengan mahasiswa dia itu ada yg merasa ngga nyaman atau nyaman, dia akan menceritakan permukaannya saja kalau yang tidak nyaman, mereka itu akan santai parasnya, bahkan kalau memang dia percaya dia akan sampai nangis menceritakan kepada orang baru yang baru ia kenalnya tetapi itu pun kalau dia nyaman.”38 Dalam hal memecahkan masalah yang terjadi dengan anakanak di sini biasanya pekerja sosial juga menggunakan metode pekerja sosial secara group work, karena dalam pemecahan dengan metode group biasanya dapat terlihat dan terpecahkan, dan 35 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014. 36 Bab II, h.48. 37 Bab II, h. 54. 38 Wawancara Pribadi dengan Psikolog “TWH” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada tanggal 17 Mei 2014. 103 bimbingan sosial kelompok dilaksanakan untuk menolong individu yang terikat di dalam kelompok.39 Bimbingan tersebut diberikan oleh pekerja sosial dalam mengikuti kegiatan kelompok (Pramuka (dinamika kelompok), terapi permainan. Seperti yang diungkapkan pekerja sosial berikut ini : “terapi kelompoknya diberikan seperti permainanpermainan, pada saat pramuka ada dinamika kelompok. Semua metode dilakukan oleh pekerja sosial, metode tersebut dilakukan sesuai dengan kebutuhannya. Kami dalam menyelesaikan masalah anak-anak biasanya kami lebih seringnya di selesaikan dengan group work, biasanya kalau tidak dilakukan dengan case work susah sekali untuk di buka karena anak-anak tersebut pintar sekali menyembunyikan masalah, memutar balikan kata-kata, pandai bersandiwara.”40 Pada tahapan delapan tahapan psikososial yang dikemukakan Erik H Erikson yaitu pada tahapan identitas versus kegamangan perang (Masa Remaja). Erikson memandang tahapan ini sebagai tahapan yang sangat penting dalam pembentukan dasar kedewasaan.41 Pekerja sosial mengungkapkan : “anak-anak disini juga sudah banyak yang menginjak masa remaja, yang kami inginkan di sini kan anak-anak dapat mandiri, dapat terlepas dari ketergantungan orang tuanya, mereka itu juga nantinya akan hidup mandiri kan.”42 Menurut Pekerja Sosial PSBRW “Melati’ untuk penanganan tunarungu wicara ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam pemberian terapi dalam hal terhadap psikososial para penerima manfaat disini. Teori pekerja sosial juga di peranan 39 Bab II, h. 42. Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 28 Mei 2014. 41 Bab II, h.51. 42 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 28 Mei 2014. 40 104 dalam pemberian terapi kepada penerima manfaat, seperti halnya terapi kognitif perilaku pada prinsipnya terapi kognitif perilaku adalah mengidentifikasikan kandungan pemikiran yang meliputi asumsi, keyakinan, harapan, pesan kepada diri sendiri (self talk) atau kelengkapan (atributions). Bahwa manusia dihadapkan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selalu berubah.43 Seperti yang diungkapkan oleh pekerja sosial sebagai berikut : “kami para pekerja sosial disini juga memberikan terapi psikososial kepada para PM, seperti terapi-terapi seperti emotional freedom therapy (EFT), terapi ini sih memang ada tenaga ahlinya biasanya juga kami mengundang tenaga ahlinya, terapi ini digunakan di saat emosi baru deh kita menggunakan terapi emotional. Lalu ada terapi senam otak kanan dan senam otak kiri. Kita lakukan agar ada konsentrasi antara otak kanan dan otak kiri mereka. Lalu pada psikososial juga kami berikan terapi kognitif dimana terapi ini kita berikan mereka tontonan atau film yang mana di dalamnya juga terdapat motivasi.”44 Pada pemberian penanganan terapi seorang pekerja sosial juga menjalankan Prinsip tidak menghakimi (The Principle Of Non Judgment).45 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial : “dalam hal pemberian terapi kami juga tidak bisa memaksakan apakah PM tersebut diikutsertakan dalam terapi atau tidak, tidak boleh dihakimi untuk ikut mereka tidak boleh dipaksakan kalau memang sikonnya mereka tidak mampu.”46 43 Bab II, h. 44. Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014. 45 Bab II, h. 40. 46 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014. 44 105 Prinsip pekerja sosial seperti sadar diri (self a warness) juga diberikan dalam penangananya.47 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial berikut ini : “kami juga sadar akan kemampuan yang kami miliki, apabila kami tidak dapat melakukannya ya kami tidak melakukannya. Misalnya saja jikalau pekerja sosial tidak sanggup menangani masalah klien maka jangan dipaksakan. Pekerja sosial sadar akan potensi dan kemampuannya.”48 Mengenai karakter yang dimiliki anak-anak disini, anakanak di sini juga masih belum mengetahui apa itu konsep diri.49 Seperti yang dijelaskan oleh pekerja sosial sebagai berikut : “Seperti halnya kalau disini kami ajarkan konsep diri saja mereka belum jelas harus terus diulangi-ulangi karena kalau hari ini sudah tahu besoknya mereka lupa dan harus sering diulangi. Harus sabar kuncinya kita harus mengajarkan kepada mereka “apa itu konsep diri, siapa diri kamu ? minimnya bahasa miskinnya kata yang dapat membuat mereka tidak mengetahuinya, kami disini berperan sebagai educator yang biasanya kami lakukan di dalam bimbingan sosial.”50 a) Hubungan Anak Dengan Orang Lain dan Lingkungan Sekitar Kebanyakan anak-anak yang mengalami tunarungu wicara memang apabila dihadapkan pada situasi ia dipertemukan dengan orang lain orang yang baru dikenalnya ia akan merasakan resah dan gelisah.51 Keadaan emosi yang seperti itu terdapat pada diri “N”. Lain halnya dengan “Y” ia termasuk anak yang terbuka dan supel 47 Bab II, h. 40. Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Kepala Koordinator Pekerja Sosial “YS” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 20 Mei 2014. 49 Bab II, h. 48. 50 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014. 51 Bab II, h. 53. 48 106 terhadap orang baru yang ia kenal, hubungan dengan orang lain dilingkungan sekitarnya terjalin baik. Jika tamu itu ingin berkenalan dan melakukan interaksi dengan “Y”, “Y” akan menanggapi dengan baik dan ada hubungan timbal balik yang berjalan dengan erat. Hubungan “N” maupun “Y” dengan orang lain di lingkungan panti memang terjalin sangat erat dan harmonis, hal ini dibuktikan pada saat peneliti melakukan penelitian di PSBRW “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur. Peneliti melihat hubungannya sangat baik dengan temantemannya baik pada saat kegiatan bimbingan keterampilan maupun bimbingan sosial yang ada di kelas, ia begitu akrab dengan para instruktur, pekerja sosial, pengasuh, dan staff yang bekerja di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati”, terlihat ada interaksi yang baik mengobrol dengan isyaratnya, bercanda maupun bermain. “N” dan “Y” merupakan anak yang mandiri terlihat pada saat ia sudah bisa melakukan perawatan diri dengan baik seperti mandi, mengepel, menyapu, mencuci piring, pakaian dan membersihkan kamar tidur. Kalau “N” memang sudah terbiasa melakukannya di rumah, ia sudah diajarkan oleh kedua orang tua namun tidak signifikan seperti yang diajarkan di panti karena di rumah masih sering dibantu oleh orang tuanya. Tetapi selama di panti semua 107 sudah bisa ia kerjakan dengan sendiri dan dapat dikatakan mandiri dalam hal ini. Berbeda dengan “Y’ yang memang kurang mengenal kata mandiri pada saat ia belum berada di panti. Ia tadinya kurang bisa melakukan perawatan diri dengan baik, tetapi selama ia di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati’ ia sudah ia melakukan perawatan diri dengan baik seperti yang dilakukan semua anak panti. Bahkan “Y” sering membantu pekerjaan pengasuh di asrama karena memang ia termasuk anak yang rajin. Seperti yang diungkapkan pengasuh sebagai berikut : “misalnya aja dia emang lagi kebangian jadwal piket bersihin asrama kayak nyuci piring gitu ya neng, nah dia liat cucian piring ibu banyak, dia itu enggak segan-segan nyuciin piring ibu yang banyaknya beda sama banyaknya dia ya neng, ibu langsung aja bilangin “jangan di cuciin ya “Y”, cucian ibu banyak, kasian “Y”, kamu nyuci punya kamu aja ya jangan punya ibu ya.”52 Dalam memberikan pelayanan kepada penerima manfaat pekerja sosial juga menggunakan metode bimbingan kemasyarakatan (metode community organization).53 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial sebagai berikut : “Kalau metode yang digunakan ke masyarakat biasanya seperti kegiatan ketika ada PBK karena berhubungan dengan dunia luar, kan biasanya kita kerja sama dengan perusahaan-perusahaan di luar sana, kita bisa lihat bagaimana PM dengan bila berada di lingkungan masyarakat luar, lalu kalau untuk kemasyarakatnya seperti perayaan apa tentunya kita 52 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pengasuh “JI” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 12 Juni 2014. 53 Bab II, h. 43. 108 menyangkut dengan masyarakat luar, biasanya PM harus bisa bersosialisasi dan berorgaisasi dengan masyarakat luar.”54 Kesulitan berkomunikasi merupakan hambatan yang dirasakan oleh mereka, peranan pekerja sosial juga sangat berpengaruh dan menjadi penolong mereka apabila mereka sulit berinteraksi dengan orang baru yang belum terlalu paham dengan kekurangan yang mereka alami. Peranan mediator.55 Serta fungsi peksos dijalankan yaitu mengkaitkan dengan sistem sumber.56 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial SN sebagai berikut : “Ketika PM merasakan ada hal yang tidak bisa ia sampaikan kepada sumber-sumber yang dianggap penerima manfaat butuhkan pekerja sosial berperan menjadi mediator antara penerima manfaat dengan sistem sumber yang terkait.” 57 Perubahan yang besar yang terjadi pada diri “Y” dalam hal perawatan diri yang sudah mulai mandiri juga merupakan peran dari para pekerja sosial di dalamnya, menjalankan peranan sebagai pemberi informasi yaitu tenaga ahli (expert) dan pendidik (educational).58 Yang digunakan para pekerja sosial ia memberikan informasi serta dalam hal pengajaran terkait perawatan diri yang baik kepada semua penerima manfaatnya, bagaimana cara menjaga kebersihan diri yang baik dan benar, bagaimana menjaga kesehatan, bagaimana 54 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 28 Mei 2014. 55 Bab II, h. 30. 56 Bab II, h. 28. 57 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014. 58 Bab II, h. 33-34. 109 bergosok gigi dengan baik dan benar, serta pentingnya menjaga kebersihan tubuh. Peran pekerja sosial yang memang merupakan peranan utama dalam merubah penerima manfaat yang tadinya disfungsional menjadi fungsional. Dalam hal ini prosesnya tidak belajalan sebentar melainkan butuh proses lama baru dapat terlihat hasilnya sekarang. b) Pemahaman-Pemahaman dan Reaksi Terhadap Kejadian Di Sekitar Pemahaman “N’ dan “Y” terhadap reaksi kejadian dengan lingkungan di sekitarnya memang terlihat jelas, peneliti melihat berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti pada saat kondisi bahwa ketua kelas di kelas bimbingan sosial tidak masuk, PM “N” segera mengambil alih peranan ketua kelas tersebut dan ia menggantikannya mengabsen para siswa yang lainnya dia menunjukan sikap sigap terhadap lingkungan sekitarnya. sedangkan “Y” merupakan anak yang mempunyai kepercayaan diri yang besar peneliti melihat pengamatan yang dilakukan oleh “Y” seperti halnya ketika akan melakukan materi belajar dikelas biasanya alangkah baiknya dimulai dengan membaca doa terlebih dahulu, “Y” biasanya selalu memimpin pembacaan doa di depan kelas tanpa atau disuruh oleh Guru ia dengan sigap menanggapi 110 reaksi yang terjadi di lingkungan sekitarnya di kala anakanak lain tidak ada yang mau memimpin doa saat itu. “N” dan “Y” merupakan anak yang dalam perkembangan intelezensinya agak lambat jika dilihat dengan anak-anak tunarungu wicara yang lainnya dalam menangkap pelajaran, itu dikarenakan mereka minim bahasa “N” sempat bersekolah hanya saja ia malas dalam belajar pada saat itu sebelum ia masuk ke dalam panti, sedangkan “Y” memang belum pernah mengenyam bangku sekolah sebelum ia berada di panti, Tetapi ia aktif dalam peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Begitu pula dijelaskan oleh pekerja sosial sebagai berikut : “N” pada dasarnya mau belajar dia ikutin aturan aja disiplin kalau dikelas ya di kelas kecuali kalau dia lagi sakit atau dia lagi tidak mood atau sedang bermasalah dengan temannya. Reaksi yang terjadi di sekitar “N” terlihat pada kegiatan bimbingan sosial “N” sering terlihat mengabsen teman-teman “N’ dikelas, menghapus papan tulis apabila masih ada coretan tinta di papan tulis. Lalu kalau “Y” ya itu pedenya besar mbak dia kalau tanpa disuruh untuk mimpin doa ya dia langsung maju juga untuk mimpin doa buat teman-temannya, bagus memang pedenya positif.” 59 Para penerima manfaat di sini juga tanggap dalam reaksi yang terjadi disekitarnya.60 Seperti halnya rasa solidaritas terhadap kelompoknya antar penerima manfaat mereka itu mempunyai rasa solidaritas yang tinggi terhadap kelompoknya karena mereka lebih memusatkan pergaulannya dengan sesama 59 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 28 Mei 2014. 60 Bab II, h. 48. 111 kelompoknya.61 Seperti halnya contoh yang diceritakan oleh pekerja sosial sebagai berikut : “anak-anak atau PM mereka itu memilki rasa setia kawan solidaritas yang begitu besar dengan komunitasnya, misalnya terlihat pada dinamika kelompok seperti persami, outbound mereka akan terlihat menolong mereka rata-rata digandeng, ditungguin. Tetapi kadang kadang rasa solisaritasnya dia tidak pas, karena kasus mereka miss communication dengan lingkungan sekitar anak-anak tunarungu segera membela temannya karena solidaritasnya.”62 Pemahaman mereka terkait dengan reaksi yang berada di lingkungan sekitarnya merupakan hal yang harus diperhatikan seorang pekerja sosial, terkadang tidak semua dapat memahami reaksi-reaksi yang terjadi di sekitarnya, terlebih lagi jika mereka sudah memasuki kegiatan Praktek Belajar Kerja yang diadakan panti dengan pihak luar seperti perusahaan. Pekerja sosial berperan menjadi pembela.63 Kalau memang penerima manfaat tidak diberlakukan secara sama dengan manusia normal lainnya, Seperti yang diungkapkan pekerja sosial sebagai berikut : “Kita harus berani membela anak anak kita kalau memang mereka punya hak yang sama tetapi diperlakukan berbeda kita harus bisa membela mereka. Kalau memang mereka itu benar.”64 61 Bab II, h. 53. Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014. 63 Bab II, h. 30. 64 Wawancaara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 28 Mei 2014. 62 112 c) Motivasi Belajar Anak Motivasi belajar “N” dan “Y” dalam mempelajari sesuatu sedikit lambat dan kurang, ia akan bisa apabila terus dilatih dan diajarkan secara berulang-ulang, tingkat intelezensi anak-anak tunarungu wicara memang berbeda dengan anak normal lainnya, tetapi tidak dipungkiri bahwa tidak semua anakanak tunarungu wicara kurang dalam hal penangkapan materi. Banyak juga di antara mereka yang memang sudah pintar karena memang mereka sudah diajarkan dan sudah bersekolah sehingga ia pandai dan menguasai kata-kata dan bahasa yang lebih banyak dari anak-anak yang memang tidak mengenal atau kurang mengenal peranan sekolah. Dalam hal belajar “N” dan “Y” mereka anak yang disiplin dalam belajar, ia jarang sekali tidak masuk kelas, kalau memang ia tidak dalam keadaan yang membuatnya tidak dapat masuk ke kelas. Mereka selalu mengerjakan tugas yang diberikan oleh pekerja sosial yang juga memberikan peranannya sebagai pendidik (educational) di dalam kelas.65 Hampir rata-rata dari mereka selalu memperhatikan apabila materi pelajaran sedang berlangsung. Pekerja sosial mengungkakan sebagai berikut : “PM “N dan “Y” ini masuknya ke kelas persiapan kelas persiapan merupakan kelas dimana anak-anak belum dapat atau belum mampu menulis dan membaca dengan baik.”66 65 Bab II, h. 34. Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Mei 2014. 66 113 Kurangnya pengetahuan dan minimnya bahasanya yang mereka rasakan juga berpengaruh sangat besar terhadap tumbuh kembang intelezensi mereka, yang jelas mereka belum memiliki konsep bahasa. Para pekerja sosial dan semua pihak yag terkait sudah memberikan pelayanan semaksimal mungkin, motivasi belajar kepada anak-anak tunarungu wicara dapat ditumbuhkan sejak dini.67 Semua peranan pekerja sosial juga diperankan seperti memberikan pengajaran yang baik, ikhlas dan terus memberikan informasi baru sehinga menambah pengetahuan bahasa yang ia punya. Motivasi belajar juga sudah dijalankan oleh panti seperti halnya menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar terlihat bahwa panti jauh dari keramaian, pada saat belajar juga berjalan dengan baik, letak gedung bimbingan sosial yang menjadi ruangan untuk belajar penerima manfaat juga berada didalam panti dengan segala sarana dan prasarannya yang dapat mendukung proses belajar. d) Ganjaran atau Hukuman Untuk Anak Ganjaran atau hukuman akan menimbulkan motivasi belajar yang kuat bagi si anak untuk tidak mengulangi perbuatan jera agar ia bertingkah lakunya yang baik.68 Kalau anak berbuat benar, maka wajib kita memberikan ganjaran seperti yang diungkapkan pekerja sosial berikut ini: 67 Bab II, h. 56. Bab II, h. 56. 68 114 “anak-anak di sini kalau memang mereka melakukan sesuatu yang bagus, pintar kita jangan segan-segan memberikan ganjaran seperti pujian, smile, kasih reward kepada mereka, tapi reward nya yang membangun motivasinya ya, biasanya kami juga memberikan pelukan, merangkulnya “bagus, cantik, kamu pintar besok tingkatkan terus ya.”69 Sedangkan pemberian hukuman kepada anak, harus diberikan secara wajar, kalau anak tersebut melakukan kesalahan. Harus diberikan pengertian dan maksud mengapa mereka dihukum agar mereka tahu mana perbuatan yang salah mana yang benar dan nantinya akan memberikan efek jera kedepannya. Seperti yang diungkapkan pekerja sosial sebagai berikut : “anak-anak di sini kalau memang mereka salah kami harus membicarakkannya kepada pihak terkait misalnya pengasuhnya, psikolognya, para pekerja sosial lainnya kalau memang sikonnya harus di case conference kan ya kita harus melakukan CC kalau memang situasinya bisa diselesaikan sekarangya tidak usah di CC kan.”70 e) Stress Para penerima manfaat disini sering juga pernah mengalami stress akibat para penerima manfaat mengalami miskin dalam bahasanya, dalam keadaan emosinya ia sering mengalami seperti halnya stress. Seperti menarik diri apabila ia dihadapkan dalam masalah, tidak mau ikut bergabung dengan kegiatan di panti, bertemu dengan orang baru yang dikenalnya, atau dihadapkan pada orang-orang normal yang berada di luar 69 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “BS” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 10 Juni 2014. 70 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial “DI” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 13 Mei 2014. 115 sana, banyak dari mereka juga mengalami hal seperti rendah diri, mereka takut kalau disamakan dengan orang normal mereka tidak percaya diri akan kemampuan yang ia miliki. Strees juga membuat mereka turunnya nafsu makan itu dikarenakan ia terlalu memikirkan keadaan yang sedang berlangsung.71 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial sebagai berikut : “Stressnya ya hanya depresi yang biasa saja Ia pernah mengalami depresi ketika temen dekatnya mau lulus dia pengen ikutan berenti maunya dirumah saja, akhirnya ia pulang kerumah sebulan. Lama-lama ia lupa kan ada teman pengganti amel lagi. Sering marah murung dan sensitif. Masalah itu menjadi berpengaruh keteman temannya.”72 Dalam hal rendah diri, kurang percaya diri. Ada saja seorang anak yang merasa rendah diri seperti halnya dihadapkan dengan orang-orang normal di luar sana.73 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial : “biasanya ketika mereka dihadapkan pada dunia kerja mereka-mereka kan harus bergabung dengan orang normal yang ada di luar sana, mereka merasa rendah diri ketika digabungkan dengan orang normal di luar sana. Mereka merasa orang normal lebih baik darinya, padahal kan belum tentu.”74 71 Bab II, h. 57. Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 28 Mei 2014. 73 Bab II, h. 53. 74 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “BS” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 10 Juni 2014. 72 116 3. Peran Pekerja Sosial Terhadap Perkembangan Spiritualitas Anak Tunarungu Wicara Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungan dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Penciptanya.75 Pada usia anak, tahap perkembangan kepercayaan berdasarkan pengalaman. Perilaku didapat berdasarkan pengalaman. Perilaku yang didapat antara lain adanya pengalaman dari interaksi dengan orang lain keyakinan dan kepercayaan yang dianut.76 Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritual anak.77 Para pekerja sosial dan pihak yang terkait dalam menangani penerima manfaat terhadap perkembangan spiritual anak biasanya mereka dihadapkan pada masalah anak belum tahu apa saja perintah yang diajarkan untuk mendekatkan diri dengan Tuhannya, karena pada saat mereka berada dirumah dan belum mendapatkan bimbingan di panti, orang tua mereka tidak mengajarkan mereka tentang bagaimana dan apa saja perintah yang wajibkan agar kita mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Seperti yang diungkapkan oleh pekerja sosial berikut ini : “Kita di sini mengajarkannya dari awal hingga sekarang alhamdulillah dia sudah bisa sedikit demi sedikit bacaannya sudah mulai ia pahami dan hafal. Memberikan pelayanan semaksimal mungkin kami mengajarkan sebaik mungkin agar anak tau minimal “siapa tuhannya, siapa yang menciptakannya?” baru setelah itu kami ajarkan materi yang baru lainnya.”78 75 Bab II, h. 59. Bab II, h. 59. 77 Bab II, h. 60. 78 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “BS” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 11 Juni 2014. 76 117 Tetapi tidak semua anak-anak di sini tidak mengetahui mengenai pendidikan agama tersebut, banyak dari mereka juga sudah mengetahuinya karena memang sudah dari kecil orang tua mereka mengajarkannya sehingga ketika berada di panti hanya tinggal memberikan informasi yang baru lagi terkait bimbingan agama tersebut, peran pemberi informasi (tenaga ahli)79 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial yang manangani “N” sebagai berikut : “kami menyelipkan pemahaman agama di mana saja bisa pada saat apel bisa pada saat bimsos, tetapi bimbingan agama biasanya di berikan pada hari Senin di siang hari. Doa pendek atau surat pendek suruh hafalin dan biasanya suka ditempel ditembok agar ia membaca. Untuk hal hal yang sifatnya yang memang dia tidak paham atau belum pernah dengar ia tidak bisa seperti kata-kata najis lalu kami menjelaskannya.”80 Dalam perkembangan spiritual pada diri “Y”, ia terlihat sering melakukan sholat berjamaah yang dilakukan di panti, “Y” belajar mendekatkan diri kepada Tuhannya, seperti yang diungkapan pembimbing Guru agama islam sebagai berikut : “ia terlihat rajin pada saat jam sholat zuhur dan ashar yang dilakukan di mushola panti “N” dan “Y” selalu ada di mushola dan melaksanakan sholat tepat waktu cenderung mereka sering terlihat melakukan sholat berjamaah degan penerima manfaat dan staff lainnya. ibu juga mengajarkan agar “N” dan “Y” “selalu bersyukur ya nak, jangan lupa berdoa sama Allah agar selalu diberikan kesehatan, kepintaran.”81 79 Bab II, h. 34. Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 28 Mei 2014. 81 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SY” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 19 Mei 2014. 80 118 Anak-anak juga sudah paham terkait hari-hari besar agamanya, seperti yang diungkapkan pembimbing guru agama islam sebagai berikut : “kalau hari-hari besar agamanya selaku pembimbing agama islamnya juga sudah memberikan informasi terkait hari-hari besar agama Islam, lagi juga suka diadakan perayaan hari besar agama islam ko mbak di ini, anak-anak pun sudah paham.”82 Agama juga menjadi penghambat dan pendukung bagi penerima manfaat, seperti yang diungkapkan pembimbing guru agama islam sebagai berikut : “kami sebagai guru pembimbing agama memberikan motivasi kepada mereka, sebagai contoh anak ada yang bertengkar hanya karena mereka salah paham dengan apa yang dimaksud kawannya, anak tersebut saya berikan motivasi “kamu jangan membalasnya biarlah Allah SWT saja yang membalasanya, kamu sebagai hamba hanya bisa berdoa saja dan terus beribadah kepada Allah SWT.”83 Dalam perananan pekerja sosial memberikan pemahaman terkait spiritual kepada para penerima manfaat, biasanya peranananya itu berupa sebagai tenaga pendidik (educational).84 Dan diberikan pada saat apa saja dan kapan saja seperti yang diungkapkan pekerja sosial sebagai berikut : “Materi agama yang diberikan oleh pekerja sosial bisa diselipkan pada saat kapan saja tetapi yang sudah terjadwal ada pada hari Senin, Mereka paham kalau memang itu bersifat umum dan jelas-jelas kelihatan.”85 82 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SY” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 19 Mei 2014. 83 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SY” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 19 Mei 2014. 84 Bab II, h. 34. 85 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 29 Mei 2014. 119 Anak-anak Tunarungu Wicara berhak mendapatkan pendidikan agama seperti halnya anak-anak normal lainnya, anakanak yang terbina kehidupan rohani dan spiritual yang baik cenderung akan berkembang menjadi orang taat kepada Tuhan Yang Maha Esa sebaliknya anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan agama, yang baik cenderung akan tumbuh menjadi anak yang tidak terbina spiritualnya, mudah terpengaruh dari hal-hal negatif yang dapat meracuni kehidupan ke masa depannya, dan akibatnya mereka menjadi generasi yang rusak akan moralitasnya.86 86 Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 29 Mei 2014. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Kesimpulan penulis pada penelitian skripsi ini mengacu pada pertanyaan perumusan masalah, “Bagaimana Peran Pekerja Sosial Terhadap Biopsikososial Spiritual Anak Tunarungu Wicara di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Dalam peranan pekerja sosial terhadap biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara, pekerja sosial menggunakan prinsip-prinsip pekerja sosial, metode pekerja sosial, kode etik pekerja sosial, fungsi pekerja sosial, dan teori pekerja sosial. Terdapat beberapa hasil yang menjelaskan lebih rinci terhadap peran dari pekerja sosial di PSBRW “Melati” sebagai berikut : 1. Terhadap sisi biologis anak tumbuh dengan normal dan sehat secara jasmani sesuai dengan usianya. Peran pekerja sosial terhadap biologis anak terlihat dari peranannya sebagai tenaga ahli (Expert) seperti pemberian informasi dan pemberian dorongan atau dukungan. Dalam memberikan informasi terkait dengan perawatan diri dan kemandirian penerima manfaat. Lalu peran pekerja sosial juga terlihat dalam bimbingan fisik anak tunarungu wicara, pekerja sosial menjalankan prinsip pekerja sosial yaitu kesempatan yang sama dan menentukan diri sendiri, seperti penerima manfaat dapat dikutsertakan dalam kegiatan bimbingan fisik yang mana kegiatan tersebut dapat menunjang bakat dan minat anak menjaga 120 121 kebugaran dan kesehatannya. Peran pekerja sosial sebagai negosiator dalam pelayanan kesehatan kepada penerima manfaat yang juga bekerja sama dengan panti yang berperan sebagai fasilitator dalam pemenuhan gizi. Anak-anak diberikan makanan yang bergizi seimbang agar dapat mencapai perkembangan dan pertumbuhan yang sehat. 2. Dari sisi psikososial peranan pekerja sosial sebagai pemberi terapi dalam hal emosionalnya, penerima manfaat diberikan terapi psikososial Emotional Fredom Therapy (EFT) agar emosi yang terjadi pada anak dapat tersalurkan dengan baik, dan memimalkan emosi yang terjadi pada anak. Pekerja sosial juga menerapkan prinsip tidak menghakimi dalam hal pemberian terapi. Pekerja sosial memberikan peranan tenaga ahli, seperti memberikan penjelasan kepada mereka bahwa orang normal lainnya juga peduli dengan mereka dan jangan merasa takut. Dalam hal psikososial yang terjadi pada anak-anak yang sudah memasuki Praktek Belajar Kerja (PBK) atau kegiatan yang berhubungan masyarakat, pekerja sosial berperan sebagai mediator yang mana ia menjadi perantara antara si anak dengan sistem sumber yang dikaitkan. Menjadi pembela dan pelindung di mana terlihat hak anak tidak berjalan sesuai keadaan. pekerja sosial juga berperan menerapkan prinsip tidak menghakimi penerima manfaat ia tidak bisa langsung menerapkan bahwa anak ini salah atau benar, agar menemukan solusinya biasanya dengan Case Conference atau dengan metode 122 pekerja sosial group work agar bisa terlihat masalah yang terjadi. Dalam hal memotivasi belajar anak pekerja sosial juga terlihat dalam hal memberikan pengajaran kepada anak dengan peranannya sebagai pendidik (educational) di kelas bimbingan sosial. Dalam memberikan pengajaran dan berinteraksi pekerja sosial juga menerapkan prinsip komunikasi kalau memang penerima manfaat menggunakan bahasa isyarat pekerja sosial juga harus menggunakan bahasa isyarat. 3. Dan dari sisi spiritual, peran pekerja sosial dalam memberikan peranannya terkait spiritual penerima manfaat terlihat pada pemberian materi yang diberikan oleh pekerja sosial terkait materi agama peran pendidik (educational), karena biasanya tidak semua anak sudah mengerti mengenai pendidikan agama yang mereka anut terlebih lagi yang kita lihat di mana anak-anak di sini mengalami miskin terhadap bahasa, kata dan konsep bahasa. Peran sebagai pemberi dukungan atau tenaga ahli (Expert) juga dijalankan seperti halnya pemberian nasehat terkait mengenai agama dan berhubungan dengan Tuhan. Berdasarkan hal yang dijabarkan di atas, penulis berkesimpulan hal ini efektif dalam pemberian pelayanan biopsikososial spiritual yang berlangsung kepada penerima manfaat di PSBRW “Melati”. Pekerja sosial sudah optimal dan semaksimal mungkin memberikan pelayanan terhadap biopsikososial spiritual sesuai dengan kebutuhan klien, peran yang sering 123 digunakan adalah peranan sebagai pendidik (educational) dan tenaga ahli (expert). Hal ini dapat dilihat dari perkembangan penerima manfaat ketika ia baru datang di panti sampai sekarang ia berada di panti. “N” yang dilihat pada saat awal pemalu dan selalu menunduk sekarang ia sudah tidak pemalu dan tidak berjalan menunduk. Penampilan fisik pada saat dahulu sebelum kepanti terlihat cuek dan kurang peduli terhadap penampilan, sekarang “N” sudah mulai memperhatikannya dengan baik. Dalam hal emosinya “N” dahulu terlihat sering menangis sekarang sudah dapat mengendalikannya. Dalam hal spiritual “N” juga sudah bisa membaca Iqra, mengerjakan sholat tepat waktu, walau terkadang masih ada yg terlewat tetapi sudah terlihat signifikan, mengerti pemahaman seperti larangan dan perintah Allah SWT (seperti berpuasa, apa itu najis dan nabinabi Allah SWT). Sedangkan “Y” terlihat pada saat awal datang secara fisik kurang terawat dengan baik dan kurang bisa merawat diri. Sekarang “Y” sudah dapat melakukan perawatan dirinya dengan baik (cara berpakaian, membersihkan asrama). Terlihat dalam segi emosinya dahulu “Y” senang berteriak-teriak dan menangis, over acting sering pingsan sekarang iya sudah bisa mengendalikan emosinya dengan baik karena sudah tidak terlihat “Y” melakukan hal tersebut. Dalam hal bergaul dengan temantemannya “Y” terlihat mempunyai kepercayaan diri yang tinggi, itu pun masih terlihat sampai sekarang. Bagaimana dia bergaul dengan yang lebih muda dan tua ia memberlakukannya sama. Terdapat perubahan ia sudah 124 terlihat sopan kepada yang lebih tua dan dapat bersikap hormat. Pemahaman spiritual juga sudah mulai ia terapkan dengan baik sudah bisa membaca iqra walau belum signifikan, berwudhu dengan tata cara urutan yang tertib dan mengerjakan sholat serta paham terhadap pendidikan agama yang lain terkait puasa, larangan dan perintah Allah SWT. Peran pekerja sosial menunjukan peran penting dalam proses pelayanannya terhadap biopsikososial spiritual sehingga penerima manfaat mendapatkan perubahan yang cukup baik dari hasil observasi yang didapat. B. SARAN-SARAN Berdasarkan dari hasil penelitian beserta kesimpulan yang telah dijelaskan dalam skripsi ini, peneliti memiliki beberapa saran-saran yang akan disampaikan kepada para pembaca dan pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” (PSBRW “Melati”) Bambu Apus Jakarta Timur dan. Saran-saran tersebut antara lain : 1. Untuk peneliti yang ingin melakukan penelitian dengan kasus yang sama maka peneliti tersebut harus meneliti dengan jumlah responden yang lebih banyak dari penelitian sebelumnya agar peneliti dapat menghasilkan hasil yang lebih maksimal, real dan rinci. 2. Kepada pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” (PSBRW “Melati) Bambu Apus Jakarta Timur disarankan agar terus melakukan terapi EFT (emotional freedom therapy) agar 125 emosi yang terjadi pada penerima manfaat dapat teratasi dengan baik dan tersalurkan dengan baik terlebih lagi terlihat bahwa kejolakan emosi yang di alami anak-anak tuna rungu wicara lebih tinggi dibanding anak-anak normal. 3. Kepada pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati, disarankan melengkapi alat ukur dalam penilaian spiritual, agar dalam penilaian biopsikososial spiritual berjalan dengan optimal. DAFTAR PUSTAKA Adi, Isbandi Rukminto. Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial Depok: Fisip UI Press, 2005 Akbar, Fredi. “Prinsip-prinsip etik pekerjaan social”, Artikel Diakses Pada Tanggal 02 Maret 2014, dari: http://kesejahteraansosialunpas.wordpress.com/2010/12/05/prinsipprinsip-etik-pekerjaan-sosial/ Ariefuzzaman, Siti Napsiyah dan Fuaida, Lisma Diawati. Belajar Teori Pekerja Sosial, Jakarta:Lembaga Penelitian UIN syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1990. Asmadi. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2008. Barnes, Colin dan Mercer, Geof. Disabilitas Sebuah Pengantar. Penerjemah Siti Napsiyah dkk, Jakarta: PIC UIN Jakarta,2007. Data Program Perlindungan Sosial PPLS Bappenas 2012. Chayoo, Wawa. “Pengertian, Fungsi dan Peran Pekerja Sosial”, Artikel diakes pada Tanggal 12 Februari 2014, dari: http://wawachayoo.blogspot.com/2012/07/pengertianfungsi-danperan-pekerja.html Departemen Sosial, Standar Rehabilitasi Psikososial Pekerja Migran, Jakarta: 2004.\ Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Balai Pustaka,1998. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Direktorat Rehabilitasi sosial Orang Dengan Kecacatan Kementerian Sosial Republik Indonesia, Panduan Pelaksanaan Komunikasi Total Bagi Orang Dengan Kecacatan Rungu Wicara, Jakarta: Kementerian Sosial Republik Indonesia. Elly, M. Setiadi dan Kolip, Usman. Pengantar Sosiologi, (Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya) Jakarta: Kencana 2011. 126 Fahrudin, Adi. Pengantar Kesejahteraan Sosial, Bandung: PT Refika Aditama, 2012. Ghoniy, M. Djunaidi & Almansyur, Fauzan. Metodelogi Penelitian Kualitatif, Depok: Ar-Ruz Media, 2012. Hasan, HM.Cholis dan Malik, Abdul. Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 10/HUK/2007/Tentang Pembinaan Tekhnis Jabatan Fungional Pekerja Sosial Nomor43/HUK/2007 Tentang Pedoman Pendidikan & Pelatihan Jabatan Fungsional Pekerja Sosial, Biro organisasi & Kepegawaian Departemen Sosial, 2007. Hermawati, Istiana. Metode dan Praktek Dalam Praktik Pekerjaan Sosial, Jogjakarta: Adi Cipta Karya Nusa, 2001. Moloeng, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif , Bandung: PT. Remaja Rosyda Karya, 1993. Nahli Nahla, “BioPsikoSosial” artikel diakses pada 7 Maret 2013, dari http://nahlanahli.blogspot.com/2012/10/biopsikososial.html Psikology Dunia, “Pengertian Anak” artikel diakses pada 18 Februari 2014 dari http://www.duniapsikology.com/pegertian-anak-sebagai-makhluk-sosial/.html Rumah Tunarungu wicara, “Special Education For Change to be Better”, Artikel Diakses pada Tanggal 15 Februari 2014, dari: http//arozi-k5113006plbuns13.blogspot.com/2013/10/karakteristik-anak-tunarunguwicara_28.html?m=1. Rusmiyati, Chatarina, dkk. Efektifitas Peran Pekerja Sosial Studi Kasus Panti Sosial Petirahan Anak Satria Baturaden, Yogyakarta: Balai Pendidikan dan Penlitian Kesejahteraan Sosial, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, 2013. Situmorang, Chazali H. Mutu Pekerja Sosial Di Era Otonomi Daerah, Jawa Barat: Cinta Indonesia, 2013. Suharto, Edi, ed. Pekerja Sosial Klinis, Jakarta: Pustaka Societa, 2008. Sulistiyanto, Anggara Dwi, dkk. Kebutuhan Dasar Manusia, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2013. Soetarjo. Praktek Pekerja Sosial, Bandung: Kopma STKS, 1993. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak, Surabaya: Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Universitas Airlangga, 1998. 127 Sumber Pedoman Pekerja Sosial (Dinas Sosial Provinsi Tuban) Artikel Ini Diakes 13 Maret 2014 dari http://pekerjasosialtuban.wordpress.com/pekerjaan-sosial/ Somantri, T. Sutjihati. Psikology Anak Luar Biasa, PT Refika Aditama, Bandung, 2006. Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian 2 Ilmu Pendidikan Praktis, Jakarta: PT Imperal bhakti Utama, 2007. Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat Pasal 1 BAB 1 Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat Pasal 5 BAB 3 Uripni, Chistina Lia, dkk. Komunikasi Kebidanan, Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2003. Yuniati, Minarni Vila. Kebutuhan Dasar Manusia, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2013. Yusuf, Syamsu. Psikology Perkembangan Anak dan Remaja Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya, Januari 2011. 128 Pedoman Wawancara ( Koordinator Pekerja Sosial) Nama Lengkap : Nama Inisial : Jenis Kelamin : Jabatan di Panti : Tempat dan Tanggal Wawancara : Peran Pekerja Sosial Terhadap Perkembangan Bio : 1. Bagaimana pemahaman anda mengenai tunarungu wicara ? 2. Apakah Tinggi dan berat badan anak-anak tunarungu wicara sama dengan anak normal lainnya ? 3. Apakah penerima manfaat sering mengalami sakit ? 4. Apa saja peranan pekerja sosial yang digunakan dalam penanganan penerima manfaat terkait perkembangan bio ? 5. Apa saja peranan pekerja sosial terkait pelayanan kesehatan ? 6. Apa saja prinsip-prinsip pekerja sosial yang digunakan dalam penangan peneriama manfaat terkait perkembangan bio ? 7. Metode apa saja yang biasa digunakan dalam penanganan penerima manfaat terkait perkembangan bio ? 8. Siapa saja yang terlibat dalam bimbingan fisik yang diberikan ? Peran Pekerja Sosial Terhadap Perkembangan Psikososial : 1. Bagaimana dengan motivasi belajar anak-anak di panti ? 2. Pamahaman terkait apa saja yang diberikan pekerja sosial di kelas bimbingan sosial ? 3. Bagaimana rasa ingin tahu anak ? 4. Bagaimana kondisi emosional anak ? 5. Bagaimana anda menilai emosi anak ini stabil atau tidak (cara bicara, berpikir, respon dari permasalahan anak) ? 6. Bagaimana keterikatan anak-anak tunarungu wicara dengan lingkungan (apakah bisa menerima penerima manfaat) 7. Apa saja peranan pekerja sosial yang diberikan terhadap psikososial ? 8. Dalam memberikan peranannya kepada anak, teori pekerja sosial apa saja yang digunakan ? 9. Bagaimana anak-anak dengan relasi rekan-rekannya di panti atau kepada orang yang lebih tua darinya ? 10. Apa saja prinsip pekerja sosial yang diberikan terhadap psikososial ? 11. Metode apa saja yang diberikan pekerja sosial terhadap anak ? 12. Apakah ganjaran atau imbalan yang diberikan pekerja sosial kepada anak jika berbuat benar dan baik ? 13. Apakah hukuman yang diberikan pekerja sosial kepada anak jika berbuat salah ? 14. Apakah anak pernah memperhatikan rasa setia kawannya ? Peran Pekerja Sosial Terhadap Perkembangan Spiritual : 1. 2. Apa sajakah peranan pekerja sosial dalam memberikan pemahaman terkait kepercayaan yang dianut ? Bagaimana cara pekerja sosial mengkomunikasikan pandangan agama kepada anak ? Pedoman Wawancara (Pekerja Sosial) Nama Lengkap : Nama Inisial : Jenis Kelamin : Jabatan di Panti : Tempat dan Tanggal Wawancara : Peran Pekerja Sosial Terhadap Perkembangan Bio : 1. Bagaimana pemahaman anda mengenai tunarungu wicara ? 2. Berapa tinggi dan berat badan “N” ? 3. Berapakah umur “N” ? 4. Apakah orang tua “N” atau saudara kandung “N” memiliki riwayat kelainan yang sama dengan yang “N” derita ? 5. Bagaimana kebutuhan gizi “N” ? 6. Dari manakah “N” berasal ? 7. Bagaimana status sosial ekonomi keluarga “N” ? 8. Apakah “N” pernah mengalami sakit ? 9. Bagaimana catatan kesehatan “N” ? 10. Sudah pada tingkat berapa tingkat disabilitas “N” ? 11. Sejak umur berapa “N” menderita tunarungu wicara ? 12. Apa saja peranan pekerja sosial terkait pelayanan kesehatan “N” ? 13. Apa saja peranan pekerja sosial yang digunakan dalam penanganan penerima manfaat terkait perkembangan bio ? 14. Apa saja prinsip-prinsip pekerja sosial yang digunakan dalam penangan peneriama manfaat terkait perkembangan bio ? 15. Apa saja fungsi Pekerja sosial yang digunakan dalam penanganan penerima manfaat terkait perkembangan bio ? 16. Metode apa saja yang biasa digunakan dalam penanganan penerima manfaat terkait perkembangan bio ? 17. Siapa saja yang terlibat dalam bimbingan fisik yang diberikan ? 18. Bimbingan fisik apa yang sedang penerima manfaat jalankan ? 19. Apakah penerima manfaat sering melakukan konseling ? 20. Ekspresi tubuh seperti apa yang sering pekerja sosial lihat pada saat melakukan konseling ? Peran Pekerja Sosial Terhadap Perkembangan Psikososial : 1. Apakah “N” termasuk anak yang disiplin ? 2. Apakah “N” termasuk anak yang mandiri ? 3. Apakah “N” selalu hadir dalam setiap kegiatan ? 4. Biasanya apa yang membuat “N” tidak menghadiri kegiatan ? 5. Bagaimana dengan motivasi belajar “N” ? 6. Pamahaman terkait apa saja yang diberikan pekerja sosial di kelas bimbingan sosial ? 7. Bagaimana tingkat kecerdasan atau prestasi “N” ? 8. Apakah minat dan bakat yang dimilki “N” ? 9. Apakah “N” anak yang pemalu atau percaya diri ? 10. Apakah “N” mengalami kepercayaan yang tinggi ? 11. Apakah “N” pernah merasakan stress atau kesehatan kejiwaan yang mengakibatkan penghambatan dalam tumbuh kembangnya ? 12. Apakah “N” termasuk ke dalam anak yang manja,pemboros, dan sombong ? 13. Apakah “N” pernah mengalami trauma ? 14. Bagaimana kondisi emosional anak ? 15. Bagaimana anda menilai emosi anak ini stabil atau tidak (cara bicara, berpikir, respon dari permasalahan anak) ? 16. Apakah ia pernah pindah ? 17. Bagaimana keterikatan “N” dengan lingkungan (apakah bisa menerima penerima manfaat) 18. Seberapa sering penerima manfaat pulang kerumah serta mengunjungi keluarganya ? 19. Siapa yang mengambil keputusan penerima manfaat berada dipanti ? siapa yang mengantar ? 20. Apa saja peranan pekerja sosial yang diberikan terhadap psikososial “N” ? 21. Dalam memberikan peranannya kepada anak, teori pekerja sosial apa saja yang digunakan ? 22. Apa saja prinsip pekerja sosial yang diberikan terhadap psikososial “N” ? 23. Metode apa saja yang diberikan pekerja sosial terhadap anak ? 24. Terapi psikososial apa saja yang diberikan terhadap anak ? 25. Apakah ganjaran atau imbalan yang diberikan pekerja sosial kepada “N” jika “N” berbuat benar dan baik ? 26. Apakah hukuman yang diberikan pekerja sosial kepada “N” jika “N” berbuat salah ? 27. Bagaimana “N” dengan orang lain dilingkungan sekitarnya ? 28. Bagaimana “N” menanggapi reaksi yang terjadi dilingkungan sekitarnya ? 29. Bagaimana “N” dengan relasi rekan-rekannya di panti ataupun kepada orang yang lebih tua darinya ? 30. Apakah anak pernah memperhatikan rasa setia kawannya ? 31. Bagaimana hubungan “N” dengan orang-orang di panti ? 32. Bagaimana hubungan “N” dengan anda ? Peran Pekerja Sosial Terhadap Perkembangan Spiritual : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Apakah kepercayaan yang dianut “N” ? Dari manakah “N” belajar mengenal Tuhannya ? Bagaimana cara “N” mendekatkan diri kepada tuhannya ? Bagaimana sikap “N’ terhadap hari-hari besar agamanya ? Apa sajakah peranan pekerja sosial dalam memberikan pemahaman terkait kepercayaan yang dianut ? Bagaimana cara pekerja sosial mengkomunikasikan pandangan agama kepada anak ? Pedoman Wawancara (Pembimbing Agama Islam) Nama Lengkap : Nama Inisial : Jenis Kelamin : Jabatan di Panti : Tempat dan Tanggal Wawancara : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Apakah kepercayaan yang dianut “N” dan “Y” ? Bagaimana cara “N” dan “Y” mendekatkan diri kepada tuhannya ? Bagaimana sikap “N” dan “Y” terhadap hari-hari besar agamanya ? Pemahaman apa saja yang diajarkan ke anak ? Respon mereka terhadap pemahaman agama bagaimana ? Siapa saja yang ikut terlibat ? TranskripWawancara ( Koordinator Pekerja Sosial) Nama Lengkap Nama Inisial Jenis Kelamin Jabatan di Panti Tempat Wawancara : Yuyun Susilawati : YS : Perempuan :Koordinator Pekerja Sosial : PSBRW “Melati” Peran Pekerja Sosial Terhadap Perkembangan Bio : Wawancara Pada Tanggal 19 Mei 2014 1. Bagaimana pemahaman anda mengenai tunarungu wicara ? “secara fisik mereka sehat hanya saja mereka memiliki keterbatasan dalam hal berbicara dan mendengar, yang menjadi ciri khasnya adalah bahasa yang minim, ciri lain yang dapat terlihat mereka menggunakan bahasa isyarat” 2. Apakah Tinggi dan berat badan anak-anak tunarungu wicara sama dengan anak normal lainnya ? “mereka anak-anak istimewa Tuhan, mereka luar biasa cantik, tampan rata-rata memiliki bentuk tubuh yang tinggi dan berat badan yang sesuai dengan anak-anak normal bahkan tidak kalah dengan anak normal di luar sana.” 3. Apakah penerima manfaat sering mengalami sakit ? “palingan hanya sakit biasa (pilek, batuk) Di panti juga menyediakan dokter yang datang sebulan sekali, kan anakanak setiap bulannya dicek tingkat disabilitasnya berapa DB.” 4. Apa saja peranan pekerja sosial yang digunakan dalam penanganan penerima manfaat terkait perkembangan bio ? “bio itu kan terkait fisik, seperti senam bersama semua peksos dan pegawai terjun langsung ikut berpartisipasi, dan olahraga yang lainnya anak-anak di sini ya boleh ikut apa saja tujuannya kan agar menambah kebugaran mereka, mengeluarkan bakat dan minat mereka, tidak jarang dari mereka juga meraih piagam penghargaan, karena banyak yang berprestasi.” 5. Apa saja peranan pekerja sosial terkait pelayanan kesehatan ? “menemani mereka dan memberikan obat apabila masih bia disembuhkan dengan obat yang ada di klinik panti, kalau tidak ada ya biasanya kami panggil dokter yang memang udah biasa menangani anak kami di sini ya ika.” 6. Apa saja prinsip-prinsip pekerja sosial yang digunakan dalam penangan penerima manfaat terkait perkembangan bio ? “menghargai martabat manusia bahwa kita tidak boleh melihat klien dengan latar belakang sosial mereka, penerimaan menerima apa adanya, kesempatan yang sama, bahwa mereka layak mendapatkan bimbingan fisik seperti anak normal. menentukan diri sendiri mereka berhak menentukan ingin ikuti, sesuai dengan bakatnya peksos hanya memberikan arahan yang terbaik.” 7. Metode apa saja yang biasa digunakan dalam penanganan penerima manfaat terkait perkembangan bio ? “bimbingan individu (case work) konseling di mana saja, anak-anak itu jarang mendatangi kami, dia taunya curhat. kami rangkulah mereka kami tanyakan “kenapa kamu tidak makan?” Atau “kenapa kamu tidak mengikuti kegiatan ?, bimbingan kelompok (group work) bimbingan fisik yang dilaksanakannya dengan berkelompok, tujuannya dapat bergaul dengan sesama anggota kelompok secara baik. Dan Social community organization yang berhubungan dengan berhubungan dengan masyarakat luar.” 8. Siapa saja yang terlibat dalam bimbingan fisik yang diberikan ? “Semua pekerja sosial ikut terlibat dan para instruktur.” Peran Pekerja Sosial Terhadap Perkembangan Psikososial : Wawancara Pada Tanggal 20 Mei 2014 1. Bagaimana dengan motivasi belajar anak-anak di panti ? “PM ya ada yang disiplin, ada yang tidak, namanya juga anak-anak ya masih suka ada yang sukanya bermain-main.” 2. Pamahaman terkait apa saja yang diberikan pekerja sosial di kelas bimbingan sosial ? ”konsep diri, actualisasi diri, mereka harus mengetahui apa itu konsep diri terus bagaimana mereka mengaktualisasikan diri mereka di depan orang banyak.” 3. Bagaimana rasa ingin tahu anak ? “kalau anak-anak tunarungu wicara, rasa keingin tahuannya menggebu-gebu, mereka ingin tahu apa si itu, miskin bahasa membuat mereka minim terhadap informasi.” 4. Bagaimana kondisi emosional anak ? “cenderung lebih besar dibanding anak normal, masalah kecil menjadi besar hanya karena salah paham misalnya.” 5. Bagaimana anda menilai emosi anak ini stabil atau tidak (cara bicara, berpikir, respon dari permasalahan anak) ? “dilihat saat berinteraksi apakah ia seperti meledak-ledak, ketakutan terbata-bata, atau ceria tidak murung cara berinteraksinya santai tidak terburu-buru.” 6. Bagaimana keterikatan anak-anak tunarungu wicara dengan lingkungan (apakah bisa menerima penerima manfaat) “ada mungkin yang diperlakukan seperti berlebihan, ada juga yang menerima, ada juga yang menganggap itu aib mereka dibawa ke panti dan tidak pernah dijenguk, melepaskan semua tanggung jawabnya ke panti.” 7. Apa saja peranan pekerja sosial yang diberikan terhadap psikososial ? “peranan sebagai mediator mengkaitkan PM dengan sumber terkait orang baru yang ingin berinteraksi dengan PM yang belum bisa menggunakan isyarat, motivator dalam membangun motivasi anak, membangun jiwa mereka.” 8. Dalam memberikan peranannya kepada anak, teori pekerja sosial apa saja yang digunakan ? “seperti teori psikodinamik bahwa tingkah laku berasal dari gerakan dan interaksi yang terjadi, anak-anak di sini kan biasanya hanya melihat saja terkadang ia belum tentu dapat menangkap apa yang kita maksud padahal apa yang mereka lihat belum tentu seperti itu, pikiran yang mereka pikirkan mempengaruhi tingkah laku mereka.” 9. Bagaimana anak-anak dengan relasi rekan-rekannya di panti ataupun kepada orang yang lebih tua darinya ? “kalau mereka sudah diajarkan dari kecil dan di berikan informasi, pastinya mereka akan bersikap sopan.” 10. Apa saja prinsip pekerja sosial yang diberikan terhadap psikososial ? “prinsip komunikasi mereka menggunakan bahasa isyarat ya kami juga harus bisa menggunakan isyarat. Kerahasian menjaga identitas klien, tapi kalau memang permasalahannya harus di selesaikan secara bersama-sama peksos juga boleh memberitahu kepada peksos lainnya. individualisasi bahwa dalam menangani masalah anak tidak boleh menyamaratakan dalam pemecahan masalahnnya. Sadar diri, Misalnya saja jikalau pekerja sosial tidak sanggup menangani masalah klien maka jangan dipaksakan. Pekerja sosial sadar akan potensi dan kemampuannya.” 11. Metode apa saja yang diberikan pekerja sosial terhadap anak ? “metode bimbingan individu, seperti konseling “kami tanyakan kenapa kamu sedih?” konseling kan bisa dilakukan dimana saja, metode group work seperti kegiatan pramuka (dinamika kelompok, terapi yang dilakukan secara kelompok terapi EFT Emotional Freedom Terapy dilakukan untuk kejolakan emosi, pemberian terapi kognitif yang dilakukan dengan menyetelkan video, terapi senam otak kiri dan kanan. Dari metode group work kita dapat melihat bagaimana keterikatan PM dengan lingkungan kelompoknya. kalau metode bimbingan kemasyarakatan saat praktek belajar kerja karena berhubungan dengan masyarakat luar.” 12. Apakah ganjaran atau imbalan yang diberikan pekerja sosial kepada anak jika berbuat benar dan baik ? “jangan segan-segan berikan pujian, tapi pujiannya membangun, mereka senang apabila diperhatikan.” 13. Apakah hukuman yang diberikan pekerja sosial kepada anak jika berbuat salah ? “setiap masalah itu kalau memang tidak bisa diselesaikan karena sikonnya biasanya kami CC kan dengan pihak terkait untuk menyelesaikannya.” 14. Apakah anak pernah memperhatikan rasa setia kawannya ? “solidaritanya tinggi terhadap teman sekelompoknya, kepada komunitasnya, mereka akan menunjukan sikap setia kawan, terlihat pada saat permainan atau kegiatan yang berkaitan dengan kelompok.” Peran Pekerja Sosial Terhadap Perkembangan Spiritual : Wawancara Pada Tanggal 22 Mei 2014 1. Apa sajakah peranan pekerja sosial dalam memberikan pemahaman terkait kepercayaan yang dianut ? “pekerja sosial dapat menyelipkan materi agama misalnya di apel pagi, peranan sebagai informator misalnya bahwa apa aja yang tidak diperbolehkan dan tidak oleh agama, atau kegiatan bimsos, ada guru agama yang memberikan pengajaran setiap hari senin.” 2. Bagaimana cara pekerja sosial mengkomunikasikan pandangan agama kepada anak ? “anak-anak harus tahu siapa Tuhannya, untuk apa mereka sholat, kalau sudah berwudhu jangan sampai tercolek dengan laki-laki, atau laki-laki sebaliknya jangan sampai tercolek dengan perempuan. Misalnya seperti itu, kita komunikasikan seringan mungkin bahasanya, agar apa yang maksud tersampaikan kepada mereka.” Transkip Wawancara (Pekerja Sosial) Nama Lengkap : Suminah Nama Inisial : SM Jenis Kelamin : Perempuan Jabatan di Panti : Pekerja sosial Tempat Wawancara : PSBRW “Melati” Peran Pekerja Sosial Terhadap Perkembangan Bio : Wawancara Pada Tanggal 27 Mei 2014 1. Bagaimana pemahaman anda mengenai tunarungu wicara ? “secara fisik sehat, mereka terdapat kelainan pada indera pendengaran dan pengecapannya sehingga mereka tidak dapat mendengar dan mengucapkan kata dengan baik, di karenakan mereka memang tidak bisa menangkap komunikasi dengan baik.” 2. Berapa tinggi dan berat badan “N” ? “Tinggi bandan “N” 143 cm dan 33 kg mbak.” 3. Berapakah umur “N” ? “Umur N sekarang 16 tahun.” 4. Apakah orang tua “N” atau saudara kandung “N” memiliki riwayat kelainan yang sama dengan yang “N” derita ? “tidak ada yang menderita cacat ataupun tunarungu wicara.” 5. Bagaimana kebutuhan gizi “N” ? “kan di sini diberikan makan tiga kali sehari ya mbak. Insyaallah menu makanannya sehat dan bergizi, kami juga sedih jika ada yang mendengar bahwa ada anak yang tidak sarapan. Makanlah nanti kamu sakit. Disitulah peran kami dimainkan kami menjadi konselor “N” juga selalu disiplin dalam makan. Kalau untuk “Y” ia juga termasuk anak yang disiplin dalam makan.” 6. Dari manakah “N” berasal ? “N” itu kediamannya di Depok Beji itu lho mbak.” 7. Bagaimana status sosial ekonomi keluarga “N” ? “baik, orang tua “N” mempunyai usaha warung milik usaha pribadinya.” 8. Apakah “N” pernah mengalami sakit ? “N” itu jarang sakit, dia itu kan anaknya disiplin ya mengenai makan, dia juga tau kalo dia tidak makan dia akan sakit, dia itu ya kalo malam sering minum susu, kan orang tuanya kalau menjenguk selalu membawakan susu “N” kalau sakit juga hanya batuk,pilek sakit perut.” 9. Bagaimana catatan kesehatan “N” ? “tidak punya riwayat kesehatan yang serius atau parah mbak.” 10. Sudah pada tingkat berapa tingkat disabilitas “N” ? “pada tingkat yang berat 102,5 dB telinga kanan dan pada telinga kirinya 95,0 dB. kelebihannya masih bisa menangkap bahasa bibir dan masih terdapat sisa suaranya masih samar-samar terdengar.” 11. Sejak umur berapa “N” menderita tunarungu wicara ? “N” itu menderita tunarungu wicara sejak kecil.“N” karena kecelakaan yang menimpa dirinya.” 12. Apa saja peranan pekerja sosial terkait pelayanan kesehatan “N” ? “memberikan informasi kepada anak bahwa menjaga kesehatan itu baik, sakit itu tidak enak, kami sebagai peksos harus sigap, kita temani kita tanyakan “adek kenapa? sakit apa?” kalau memang masih bisa diberikan obat yang ada di panti ya kami berikan, kalau memang butuh penanganan Dokter ya biasanya kami memanggil Dokter.” 13. Apa saja peranan pekerja sosial yang digunakan dalam penanganan penerima manfaat terkait perkembangan bio ? “memberikan informasi mengenai alat reproduksinya.” 14. Apa saja prinsip-prinsip pekerja sosial yang digunakan dalam penanganan penerima manfaat terkait perkembangan bio ? “memberikan kesempatan yang sama bahwa boleh diikutkan bimbingan fisik renang. Self determination, dalam mereka dapat memilih sendiri sesuai dengan kemampuannya kita di sini hanya mengarahkan yang terbaik untuknya.” 15. Apa saja fungsi Pekerja sosial yang digunakan dalam penanganan penerima manfaat terkait perkembangan bio ? “mempermudah interaksi kan terkadang PM harus dihadapkan dengan orang di sekitarnya yang belum mengerti bahasanya mereka.” 16. metode apa saja yang biasa digunakan dalam penanganan penerima manfaat terkait perkembangan bio ? “case worknya itu ya konseling dengan PM, apabila PM tidak bisa hadir di kegiatan bimbingan fisik kita bisa tanyakan “kamu kenapa tidak ikut ? kami selalu menanyakan kenapanya kamu tidak makan ? makanlah nanti kamu sakit. Disitulah peran kami dimainkan kami menjadi konselor nantinya mereka akan bercerita dengan sendirinya.” 17. Siapa saja yang terlibat dalam bimbingan fisik yang diberikan ? “semua peksos terlibat ko mbak, ada instrukturnya juga.” 18. Bimbingan fisik apa yang sedang penerima manfaat jalankan ? “ya itu yang saya ketahui dia ikut karate, sama ikut berenang, bimbingan karate tergantung moodnya, kadang dia bilang malas kadang bilang capek. Dan “Y” senang ketika mengikuti senam ia kan pedenya tinggi sekali jadi senang gerak sana-sini.” 19. Apakah penerima manfaat sering melakukan konseling ? “konselingnya itu kapan saja mbak seenaknya dia aja gitu, saya itu kan tinggalnya di dalam sebagai pengasuhnya juga dia kalau lagi ada masalah dengan teman di asrama dia kerumah ngadu sampe nangis.” 20. Ekspresi tubuh seperti apa yang sering pekerja sosial lihat pada saat melakukan konseling ? “ya tadi kalau memang sampai dia harus nangis ya nangis nanti teriakteriak atau sedih murung ya seperti itu lah mbak.” Peran Pekerja Sosial Terhadap Psikososial : Wawancara Pada Tanggal 28 Mei 2014 1. Apakah “N” termasuk anak yang disiplin ? “dia ikutin aturan aja disiplin, aktif kecuali kalau dia lagi sakit atau dia lagi tidak mood/sedang bermasalah dengan temannya, suka cari-cari alasan, nanti dia tiba-tiba nangis.” 2. Apakah “N” termasuk anak yang mandiri ? “dahulunya si dia juga pasti berpikir, kenapa di sini harus mengerjakan sendiri, dulunya tuh sering nangis pengen pulang terus, lama kelamaan kemandirian itu timbul, oh ternyata saya di sini saya harus bisa ternyata temen-temen saya bisa semua.” 3. Apakah “N” selalu hadir dalam setiap kegiatan ? “mau ikut serta untuk tampil, tidak mau kalah dengan yang lainnya.” 4. Biasanya apa yang membuat “N” tidak menghadiri kegiatan ? “kalau dia sedang ada masalah dengan teman dikelasnya, atau kalau beberapa minggu tidak dijemput mamahnya iya akibatnya ia menjadi uring-uringan.” 5. Bagaimana dengan motivasi belajar “N” ? “disiplin, aktif, mau terus belajar ya, dia juga selalu memperhatikan pelajaran, responnya baik semua tugasnya dikerjakan,” 6. Pamahaman terkait apa saja yang diberikan pekerja sosial di kelas bimbingan sosial ? “seperti materi pelajaran konsep diri, aktualisasi diri, kewirausahaan, matematika, bahasa indonesia, pendidikan agama, SIBI.” 7. Bagaimana tingkat kecerdasan atau prestasi “N” ? “dulunya kan “N” juga pernah mengenyam bangku sekolah, namun karena pada waktu sekolah di luar panti ia kalau di ajarinnya malas, maka dari itu dia jadi sedikit terlambat dalam menerima pelajaran.” 8. Apakah minat dan bakat yang dimilki “N” ? “terlihat pada seni musik angklung ia bisa memainkan alunan musik angklung tari daerah bisa lah sedikit-sedikit.” 9. Apakah “N” anak yang pemalu atau percaya diri ? “pemalu, dengan orang baru yang berada di sekitarnya belum bisa terbuka kalau memang ia belum nyaman.” 10. Apakah “N” pernah merasakan stress atau kesehatan kejiwaan yang mengakibatkan penghambatan dalam tumbuh kembangnya ? “pernah mengalami depresi ketika temen dekatnya mau lulus dia pengen ikutan berenti, akhirnya ia pulang kerumah sebulan. Sering marah murung dan sensitif. Masalah itu menjadi berpengaruh ke teman temannya.” 11. Apakah “N” termasuk ke dalam anak yang manja, pemboros, dan sombong ? “manja kalau minta apa-apa harus dituruti. Kalau enggak ya dia ngambek marah. Emosinya juga cenderung lebih besar dibanding anak normal. Borosnya si engak dan bukan termasuk anak yang sombong.” 12. Apakah “N” pernah mengalami trauma ? “N” tidak pernah mengalami trauma.” 13. Bagaimana kondisi emosional anak ? “belum stabil seperti ngambek, egois, masa peralihan kanak-kanak ke remaja awal. Kalau nangis ya nangisnya kenceng seperti anak kecil.” 14. Bagaimana anda menilai emosi anak ini stabil atau tidak (cara bicara, berpikir, respon dari permasalahan anak) ? “ia marah, kecewa, senang atau menyembunyikan sesuatau itu terlihat.” 15. Apakah ia pernah pindah rumah ? “sejak kecil “N” sudah tinggal di Depok dengan keluarganya.” 16. Bagaimana keterikatan “N” dengan lingkungan (apakah bisa menerima penerima manfaat) ? “baik, harmonis, mereka dapat menerima “N” apa adanya.” 17. Seberapa sering penerima manfaat pulang kerumah serta mengunjungi keluarganya ? “dahulunya si dia itu sering pulang seminggu sekali, sekarang kalau pulang kerumah ya sebulan sekali.” 18. Siapa yang mengambil keputusan penerima manfaat berada dipanti ? siapa yang mengantar ? “orang tua “N” dan mereka berharap “N” dapat mandiri dan mempunyai keterampilan nanti menuju masa depannya.” 19. Apa saja peranan pekerja sosial yang diberikan terhadap psikososial “N” ? “Anak-anak di sini juga sudah banyak yang menginjak masa remaja, yang kami inginkan disini kan anak-anak dapat mandiri, dapat terlepas dari ketergantungan orang tuanya. Saya yang mencarikan jaringan perusahaan itu sudah merupakan peranan sebagai fasilitator. Kita harus berani membela anak anak kita kalau memang mereka punya mereka itu benar.” 20. Dalam memberikan peranannya kepada anak, teori pekerja sosial apa saja yang digunakan ? “teori psikodinamik dalam memecahkan ketakutan biasanya kan perilaku dan pikiran berpengaruh dengan lingkungan sosialnya.” 21. Apa saja prinsip pekerja sosial yang diberikan terhadap psikososial “N” ? “anak itu tidak boleh dibeda-bedakan prinsip penerimaan dan menghargai martabat manusia. Kerasiaan dijunjung tinggi, tetapi kalau sama peksos kami saling terbuka. Prinsip tidak menghakimi dalam menyatakan salah dan benar, kami juga harus tau permasalahannya.” 22. Metode apa saja yang diberikan pekerja sosial terhadap anak ? “group worknya dalam memberikan terapy yang dilakukan secara kelompok, metode tersebut dilakukan sesuai dengan kebutuhannya. Kami lebih seringnya diselesaikan group work, susah untuk anak-anak dibuka permasalahannya karena mereka pintar menyembunyikan masalah. Metode ke masyarakat seperti PBK.” 23. Terapi psikososial apa saja yang diberikan terhadap anak ? “terapi permainan-permainan pada kegiatan pramuka.” 24. Apakah ganjaran atau imbalan yang diberikan pekerja sosial kepada “N” jika “N” berbuat benar dan baik ? “imbalan reward senyuman, rangkulan, pujian yang membangun.” 25. Apakah hukuman yang diberikan pekerja sosial kepada “N” jika “N” berbuat salah ? “biasanya peksos melakukan Case Conference dalam menyelesaikan masalah agar menemukan rekomendasi pemecahannya, tetapi ada juga permasalahan yang tidak melibatkan proses CC.” 26. Bagaimana “N” dengan orang lain dilingkungan sekitarnya ? “pemalu,cenderung tertutup kalau memang dia belum merasa nyaman.” 27. Bagaimana “N” menanggapi reaksi yang terjadi di lingkungan sekitarnya ? “mengabsen teman-teman di kelas, menghapus papan tulis kalau “Y” mimpin doa ya dia langsung memimpin bagus memang pedenya positif.” 28. Bagaimana “N” dengan relasi rekan-rekannya di panti ataupun kepada orang yang lebih tua darinya ? “terjalin harmonis, ia sadar akan kemampuannya, ia tidak marah apabila teman-temannya menjauhi dia karena kemampuannya kurang. Namun ada salah satu teman yang selalu menggangu “N” mungkin maksudnya bukan menggangu tapi caranya salah, tetapi “N” tidak pernah menggangap bahwa ia musuhnya.” 29. Apakah anak pernah memperhatikan rasa setia kawannya ? “pada kegiatan outbond atau dalam menyembunyikan masalahnya cenderung mereka menutup-nutupi masalah temannya karena tidak enak dan takut dimarahi.” 30. Bagaimana hubungan “N” dengan orang-orang di panti ? “terjalin interaksi yang baik.” 31. Bagaimana hubungan “N” dengan anda ? “N” dekat dengan saya bahkan “N” memanggil saya dengan sebutan “mama.” Peran Pekerja Sosial Terhadap Perkembangan Spiritual : Wawancara Pada Tanggal 29 Mei 2014 1. Apakah kepercayaan yang dianut “N” ? “agama yang dianut “N” sejak ia dilahirkan adalah agama islam.” 2. Dari manakah “N” belajar mengenal Tuhannya ? “orang tua “N” sudah banyak mengajarkan mengenal tuhannya sejak ia masih kecil.” 3. Bagaimana cara “N” mendekatkan diri kepada tuhannya ? “caranya dengan beribadah dan berdoa, ia juga sudah paham sholat 5 waktu. Disiplin sholat sesuai dengan jadwalnya. “N” sudah paham tata urutan sholat, tetapi untuk bacaan belum hafal.” 4. Bagaimana sikap “N’ terhadap hari-hari besar agamanya ? “N” sudah mengetahuinya, karna di sini terkadang ada peringatan perayaan hari besar.” 5. Apa sajakah peranan pekerja sosial dalam memberikan pemahaman terkait kepercayaan yang dianut ? “kami menyelipkan pemahaman agama pada saat apel dan bimsos, tetapi bimbingan agama biasanya di berikan pada hari Senin di siang hari. Doa pendek atau surat pendek suruh hafalin dan biasanya suka ditempel ditembok agar ia membaca. Untuk hal hal yang sifatnya yang memang dia tidak paham atau belum pernah dengar ia tidak bisa seperti kata-kata najis lalu kami menjelaskannya.” 6. Bagaimana cara pekerja sosial mengkomunikasikan pandangan agama kepada anak ? “Mereka paham kalau memang itu bersifat umum dan nyata dan jelasjelas kelihatan. Biasanya kami memberikan contoh secara klasikal.” Transkip Wawancara (Pembimbing Agama Islam) Nama Lengkap Nama Inisial Jenis Kelamin Jabatan di Panti Tempat dan Tanggal Wawancara : Syerli Natalia : SY : Perempuan :Pembimbing Agama Islam : PSBRW “Melati” Wawancara Pada Tanggal : 19 Juni 2014 1. Apakah kepercayaan yang dianut “N” dan “Y” ? “agama yang dianut mereka adalah islam.” 2. Bagaimana cara “N” dan “Y” mendekatkan diri kepada tuhannya ? “terlihat pada saat “N” dan “Y” melakukan ibadah, ia terlihat rajin “N” dan “Y” selalu ada di mushola dan melaksanakan sholat zuhur ashar tepat waktu mereka sering terlihat sholat berjamaah degan penerima manfaat dan staff lainnya. ibu juga mengajarkan agar “N” dan “Y” selalu bersyukur ya nak, jangan lupa berdoa sama Allah agar selalu diberikan kesehatan, kepintaran.” 3. Bagaimana sikap “N” dan “Y” terhadap hari-hari besar agamanya ? “memberikan informasi terkait hari-hari besar agama Islam, dipanti juga mengadakan perayaan perayaan hari besar agama islam ko mbak di ini.” 4. Pemahaman apa saja yang diajarkan ke anak ? “bacaan dan doa-doa surat pendek, bacaan sholat, akidah, larangan dan perintah Allah SWT, macam-macam najis, pemahaman yang diberikan kepada PM harus sesederhana mungkin agar mereka tahu apa yang kami ingin sampaikan tersebut bisa tersampaikan kepada mereka. Bimbingan agama bukan hanya ada pada siang hari melainkan ada pada malam hari juga seperti ceramah. Kita juga tahu, harus maklum dan mengerti keterbatasan yang mereka alami, IQ setiap anak pun berbeda. 5. Respon mereka terhadap pemahaman agama bagaimana “mereka merespon baik, mereka dalam menjadikan pemahaman agamanya sebagai acuan hidupnya, bahwa kalau melakukan yang di larang Allah SWT nanti dimarahi sama Allah SWT, Allah tidak suka, itu jelek, jangan di ulangi ya nak.” 6. Siapa saja yang ikut terlibat ? “kegiatan di kelas guru pembimbing agama, dan pekerja sosial.” Transkip Pengamatan Nama Inisial Asal Jenis Kelamin Umur Agama Tanggal Masuk PSBRW “Melati” Tanggal Pengamatan :N : Depok : Perempuan : 16 Tahun : Islam : 26 Juni 2013 : Awal penelitian hingga akhir penelitian Mengamati Perkembangan Gambaran Fisik Anak Bila dilihat dari gambaran fisik PM, “N” memiliki postur tubuh yang normal seperti anak-anak pada umumnya, karena memang secara fisik ia memiliki badan yang sehat secara jasmani. “N” memiliki paras wajah yang cantik dengan warna kulit kuning langsat. Ia memiliki bola mata yang indah dan besar berwarna hitam, bulu mata yang indah dan alis yang berwarna hitam, ia memiliki hidung yang mancung serta memiliki pipi yang kurus, bibirnya berwarna merah. PM “N” memakai jilbab untuk menutupi kepalanya. “N” mempunyai tinggi badan 143 cm dan berat badan 33 kg, golongan darah B. Mengamati Penampilan Anak Pada saat peneliti bertemu dengan “N” pada kali awalnya kami melakukan pendekatan, kami berdua bersalaman dan memperkenalkan diri kami masing-masing. “N” terlihat malu-malu saat peneliti mendekatinya dan mengajaknya untuk saling mengenal, karena peneliti merupakan orang baru yang ia kenal. Ia pun terlihat malu-malu saat peneliti memberikan senyum dan sapaan kepadanya ketika kami berdua bertemu, ia selalu memberikan senyuman hangatnya kepada peneliti sambil berlari dan tertunduk malu. Setelah sudah lama kami dekat beberapa hari kemudian “N” menjadi terbuka dan menyapa peneliti terlebih dahulu ketika “N” melihat peneliti berada disekitar “N”. Ia termasuk anak yang ceria. Karena peneliti melakukan penelitian di saat jam pelajaran “N” yang berlangsung dari pagi hingga sore hari menjelang, “N” selalu berpakaian rapi lengkap dengan seragam dan sepatu yang ia ikat dengan rapi yang diberikan oleh pihak panti untuk anak-anak asuhnya. Mengamati Status Kesehatan Seperti yang terlihat dari kasat mata orang baru yang melihatnya dari kejauhan akan berpikir bahwa ia merupakan anak normal yang sama dengan anak-anak lainnya, karena secara fisik “N” terlihat sehat, tetapi jikalau diperhatikan dengan seksama “N” mengalami ketunarungungan wicara yang menyebabkan “N” tidak bisa mengeluarkan kata-kata dan mendengar dari indera pendengaran dan pengecapannya. Tingkat ketunarunguan “N” berbeda dengan telinga kanan dan kirinya, ia pun masih bisa membaca gerak bibir seseorang. “N” termasuk kedalam disabilitas tunarungu wicara berat. Ada pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter THT setiap bulannya, dokter dan perawat yang akan mengecek keadaan tingkat disabilitas PM. Kelebihan yang dimilki “N” ia masih bisa membaca gerak bibir dan pada telinga sebelah kiri penerima manfaat masih terdapat sisa pendengaran sehingga ia bisa mempergunakanannya untuk mendengar dan berkomunikasi dengan orang normal lainnya. Selama “N” berada di PSBRW “Melati” ia tidak pernah mengalami penyakit serius Yang ia alami hanya penyakit ringan yang pada umumnya orang lain rasakan seperti batuk, pilek, demam. PM termasuk anak yang disiplin dalam hal makan dan istirahat. Mengamati Psiko Anak Mengamati Gambaran Tentang Emosi Anak “N” mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang sama seperti anak-anak panti yang lainnya. “N” adalah anak yang ceria dan aktif ketika sedang berada di dalam kelas bimbingan sosial yang diadakan pada siang hari. Tetapi sebaliknya apabila ia baru menemukan orang yang baru ia kenal ia cenderung akan bersikap malu-malu dan pendiam sampai ia merasakan bahwa orang yang baru ia kenal dapat menerima keadaannya dan merasakan nyaman. “N” akan bersikap marah dan menangis apabila ia merasakan hal yang tidak mengenakan pada dirinya. Ia cenderung akan mengadukan hal tersebut kepada pengasuh yang juga kebetulan pekerja sosial yang menanganinya. Jika ia merasa kesal ia akan marah, apalagi diketahui keadaan emosional anak-anak disabilitas tunarungu wicara lebih sensitif dibanding anak normal pada umumnya. “N” sering berteriak–teriak kepada lawan jenisnya dan cenderung dikatakan berani apabila ia merasakan kesal dan hal yang tidak mengenakan hatinya. “N” juga mempunyai sikap keras kepala akan hal yang ia ingikan apapun yang ia ingin selalu minta untuk dituruti. Apabila “N” menangis maka pengasuh dan pekerja sosial akan mendiamkannya terlebih dahulu dan selalu memberikan nasehat seperti kata-kata sabar dan terus berdoa sama Allah SWT. Mengamati Sosial Anak Mengamati Hubungan Dengan Teman Sebaya Hubungan “N” dengan teman sebayanya sangat baik karena “N” terbilang anak yang ceria dan begitu akrab. Tetapi hanya ada satu teman “N” yang membuat “N” merasa tidak nyaman apabila teman “N” tersebut bermaksud mendekatinya karena perilaku yang ditunjukan teman “N” tersebut terlalu berlebihan ia ingin dekat dengan “N” tetapi malah membuat “N” merasa risih apabila ia didekatinya. Kerap kali terdengar pengaduan yang diadukan “N” akibat perilaku teman “N” tersebut pengaduan yang diadukan kepada ibu pengasuh yang juga pekerja sosial “N” ia sering terlihat menangis saat mengadukan perilaku yang ia alami. Bukan hanya pada saat di asrama yang memang kebetulan ia didapati satu asrama, tetapi pada saat bimbingan sosial yang diadakan dikelas ataupun bimbingan keterampilan yang diadakan di kelas keterampilan, kerap kali terlihat teman “N” selalu mendekati “N” sehingga membuat “N” merasa risih dan terganggu yang dibuat olehnya. “N” termasuk anak yang baik ia tidak ingin mengalami perdebatan maupun permusuhan oleh teman lainnya, hanya saja satu teman yang membuatnya merasa terganggu. Tetapi ia tidak merasa teman yang mengganggunya adalah musuhnya. Sikap “N” dengan teman-teman lainnya berjalan harmonis dan terlihat akrab sehingga itu membuat teman-teman lainnya merasa gembira dan senang berada dan bermain bersama dengan “N”. Mengamati Hubungan Anak Dengan Pekerja Sosial Dan Pengasuh Hubungan “N” dengan pekerja sosial dan pengasuh sangat baik dan terjalin begitu erat, bukan hanya kepada pekerja sosial dan pengasuh yang khusus megasuh “N” tetapi kepada pengasuh lainnya juga begitu. “N” sering berinteraksi dengan para pengasuh terlebih lagi dengan pengasuh yang khusus menanganinya, ia merupakan pekerja sosial yang juga sekaligus menjadi ibu asuh PM di panti sebut saja ia dengan nama inisial ibu “SM”. “N” menyapa dan memanggil sebutan “mama” kepadanya. Ia tidak segan-segan melakukan curhat atau konseling kepada pengasuhnya karena memang ia dekat dan begitu juga dengan orang tua “N” mereka juga sudah dekat dengan pengasuh yang sekaligus pekerja sosial “N’ dipanti. Mengamati Hubungan Dengan Pihak Lain Hubungan “N” dengan pihak lain kurang terjalin erat karena sifat pemalu yang dimilki oleh “N”. Terlihat bila ada tamu yang datang ke PSBRW “Melati” untuk melihat kondisi anak-anak di panti, “N” menjadi pemalu dan pendiam dengan orang baru yang ia temui. Terlihat apabila ia sering diajak interaksi “N” sering berjalan dan menyibukan dirinya agar tamu tersebut tidak terlalu berinteraksi dengannya. Hal tersebut sangatlah berbeda dengan anak-anak panti lainnya yang jika ada tamu datang maka mereka merasa senang karena banyak temannya. namun jika sudah akrab dengan “N” maka “N” akan merasa nyaman, percaya dan dapat beradaptasi dengan teman barunya. Mengamati Spiritual Anak Agama yang dianut “N” adalah islam sejak ia dilahirkan. Pengetahuan agama yang sudah diajarkan keluarga “N” tetang pendidikan agama dasarpun sudah didapatkannya selama ia masih berada di rumah bersama keluarga “N”. Ia termasuk anak yang rajin beribadah terlihat pada saat jadwal sholat berjamaah yang dilakukan di mushola yang berada di panti “N” selalu terlihat ada, dan mengikuti sholat berjamaah. Dalam pemahaman agamanya selain tata cara sholat, ia juga bisa menjalankan tata cara berwudhu sesuai dengan yang diajarkan dengan tertib, lalu pemahamannya mengenai apa itu puasa, larangan yang membatalkannya ia sudah pahami, ia juga mengerti hujuf hijaiyah ia juga pandai dalam membaca Iqra. Pada saat membaca masih terdengar sisa-sisa kata-kata yang yang diucapkan sama dengan bacaannya. Dalam pemberian materi suratsurat pendek “N” sedikit lambat dalam menerima pemahamannya dan butuh usaha yang keras serta kesabaran dalam mengajarkan karena butuh waktu lama. “N” akan lupa jikalau ia ditanyakan dikemudian harinya, pekerja sosial, pengasuh, guru agama, dan pihak terkait lainnya sudah berusaha semaksimal mungkin agar “N” dapat menghafalkannya dan terus mengingatnya. Apapun caranya sudah dilakukan seperti halnya sering menanyakan kepada “N” dan menyuruhnya menulis mengenai materi tersebut serta tak segansegan menempelkannya di tempat yang biasa “N” sering lihat agar ia terus mengingatnya. Kegiatan Yang Terkait Dengan Fisik : Anak-anak penyandang disabilitas rungu wicara mengikuti perlombaan bola voli tunarungu Provinsi DKI Jakarta bertempat di gelanggang Jakarta Timur yang dilaksanakan oleh Dinas Olah Raga dan Pemuda Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Dalam perlombaan tersebut Anak-anak mendapatkan juara 1 putra. Pada Hakekatnya manusia memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk mengatasi hambatan agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Penerima manfaat PSBRW “Melati”Bambu Apus telah memperoleh tinta emas dengan menjuarai renang dan bola voli pelajar berkebutuhan khusus Se-DKI Jakarta diselenggarakan oleh Dinas Olahraga dan Pemuda Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Outbond sebuah kegiatan yang dilakukan di alam terbuka dengan melakukan beberapa simulasi baik secara individu maupun kelompok. Peranan fisik juga diperlukan dalam kegiatan outbond. Adapun tujuan utamanya sebagai kegiatan meningkatkan kebersamaan, kekompakan, mengembangkan karakter yang diharapkan muncul dalam proses outbond, kreatif yaitu berani, jeli, dalam mengambil keputusan tidak mudah menyerah dan gembira. Kegiatan yang berkaitan dengan Psikososial : Kegiatan kepramukaan merupakan kegiatan penyandang disabilitas rungu wicara PSBRW “Melati”, tujuan kegiatan ini untuk memupuk rasa tanggung jawab, kemandirian, kedisiplinan, kepemimpinan dan keterampilan. Persami juga mnjadi wahana sosialisasi dan bimbingan, fisik, mental dan sosial serta penerapan terapi kelompok bagi anak-anak penyandang disabilitas. Kegiatan bimbingan sosial yang dilakukan di ruangan kelas yang terbagi atas empat kelas (kelas observasi, persiapan, potensi, dan aktualisasi). Bimbingan sosial dilakukan dari jam 13.00-16.00 WIB. Anak-anak memiliki kemauan dan respon yang baik dalam mengikuti materi yang diberikan oleh pekerja sosial dan guru yang terkait. Kegiatan Yang Berkaitan Dengan Spiritual : Bimbingan mental dan rohani merupakan salah satu program di PSBRW “Melati”. Dalam memperingati hari besar umat muslim, PSBRW “Melati” memperingati maulid Nabi Muhammad SAW. Inti dari tausiyah yang disampaikan Ustad Drs. H.M Solehudin, agar kita sebagai hambanya harus selalu bersyukur, kasih sayang, rajin mencari rahmat, dalam pelaksanaan ibadah bukan hanya ritual sematatetapi juga diaplikasikan sehari-hari. Tampak depan dan ruangan di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati : Tampak depan PSBR “Melati”, dan di sebelah kanan merupakan ruangan yang berada di PSBRW “Melati” seperti (ruangan yang di dalamnya terdapat ruangan aula, instalasi produksi, terapi wicara, komputer, dan perpustakaan PSBRW “Melati”) dan pada gambar baris kedua adalah tampak depan asrama. Bersama Dengan Para Pekerja Sosial dan Pegawai : Ketika peneliti melakukan terminasi, terkait penelitian yang dilakukan sudah selesai dengan para pekerja sosial yang ada di PSBRW “Melati” dan beberapa profesi lainnya seperti, Kasi Rehsos, Psikolog, Pengasuh dan Guru pembimbing agama Islam.