peran pekerja sosial terhadap biopsikososial spiritual anak

advertisement
PERAN PEKERJA SOSIAL
TERHADAP BIOPSIKOSOSIAL SPIRITUAL
ANAK TUNARUNGU WICARA DI PANTI
SOSIAL BINA RUNGU WICARA “MELATI”
BAMBU APUS JAKARTA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk
Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun oleh:
IKA NURJAYANTI
1110054100045
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi
sala satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya
atau merupakan jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang belaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, September 2014
Penulis
Ika Nurjayanti
(111054100045)
ABSTRAK
Ika Nurjayanti
Peran Pekerja Sosial Terhadap Biopsikososial Spiritual Anak
Tunarungu Wicara Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu
Apus Jakarta Timur.
Anak merupakan anugerah dari Allah SWT yang di dalam dirinya
mempunyai harkat dan martabat sebagaimana manusia seutuhnya. Setiap
orang tua pasti berharap dapat melahirkan anaknya dengan selamat dan
mendapatkan anak yang sehat jasmani maupun rohani. Namun, terkadang
Tuhan berkendak lain, yang lahir adalah kurang sehat, tidak sempurna atau
memiliki kecacatan fisik maupun psikis. Para orang tua pastinya akan
merasakan kenikmatan besar apabila mereka bisa melihat anak-anak mereka
dapat tumbuh dengan sehat. Salah satu anak yang mengalami kekurangan
atau abnormal adalah anak tunarungu wicara. Ketunarunguan adalah
kekurangan seseorang dalam pendengaran yang mengakibatkan seseorang
tidak dapat menangkap berbagai rangsangan terutama pada indera
pendengaran dan pengecapannya. Mereka membutuhkan peranan dari orangorang yang berkompeten di bidangnya, yaitu pekerja sosial. Salah satu
lembaga yang peduli terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak
tunarungu wicara adalah Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu
Apus Jakarta Timur. Sebagai pekerja sosial perananannya terhadap klien pada
pendekatan biopsikososial spiritual. Dari latar belakang tersebut penulis
merasa tertarik untuk melakukan penelitian dan ingin mengetahui apa sajakah
peranan pekerja sosial dalam memberikan pelayanan biopsikososial spiritual
terhadap anak tunarungu wicara.
Dalam penulisan skripsi ini, penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif, yaitu penggambaran secara akurat sesuai kondisi sebenarnya atas
apa adanya. Teori yang digunakan sebagai mengkaji adalah teori biologi,
psikososial, spiritual untuk anak tunarungu wicara. Tekhnik analisis datanya
adalah deskriptif.
Peran yang terlihat dan sering digunakan adalah peranan sebagai
pendidik (educational) dan tenaga ahli (expert). Kondisi biopsikososial
spiritual anak tuna rungu wicara yang berada di Panti Sosial Bina Rungu
Wicara “Melati” Jakarta Timur memiliki kondisi biologis yang normal berat
badan dan tinggi badan yang normal. Kodisi psikososial anak tunarungu
wicara mereka cenderung memiliki emosi yang lebih tinggi dibanding anak
normal. Secara spiritual anak tunurungu wicara sudah mengenal Tuhannya
seperti diajarkan sholat, larangan dan perintah terhadap Tuhannya. Dalam
peranan yang diberikan pekerja sosial menggunakan prinsip-prinsip pekerja
sosial, fungsi pekerja sosial, metode pekerja sosial dan teori pekerja sosial
sehingga dalam pelaksanaannya dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang
diharapkan.
i
KATA PENGANTAR
Assamu’alaikum Wr.Wb
Bismillahirhmanirohim dengan segala kerendahan hati penulis
mengucapkan syukur alhamdulillahi robbil alamin, puji syukur atas rahmat
dan pertolongan Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kepada
kita semua hingga salawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada
baginda Rasullullah SAW sebagai suri tauladan kita menuju jalan yang
diridhoi Allah SWT.
Berkat rahmat dan ridho Allah SWT penyusunan skripsi ini dapat
terselesaikan dengan judul “PERAN PEKERJA SOSIAL TERHADAP
BIOPSIKOSOSIAL SPIRITUAL ANAK TUNARUNGU WICARA DI
PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA “MELATI” (PSBRW
“MELATI”) BAMBU APUS JAKARTA TIMUR.”
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata
satu (SI) pada program studi Kesejahteraan Sosial, dalam penulisan
penyusunan ini, penulis menyadari banyak menemui kesulitan terutama dalam
mengumpulkan data-data yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan
pengalaman yang penulis miliki, namun dengan bimbingan dari berbagai
pihak, akhirnya penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih
banyak kekurangan.
ii
Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis menyadari
bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari
berbagai pihak yang telah memberi banyak dukungan, baik dukungan moril
maupun materil. Dengan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima
kasih sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu dan
memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan.
Ucapan terimakasih tersebut kepada :
1. Pertama-tama saya panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang
telah memberikan kesehatan dan pemikiran yang jernih kepada
penulis, karena berkat rahmat, hidayah serta pertolongannya skripsi ini
dapat terselesaikan, karena penulis sadar tanpa rahmat dan hidayahnya,
penulis bukanlah apa-apa.
2. Yang terhormat dan yang terkasih Ayahanda Suroso dan Ibunda
Nurzaidah, serta adiku tersayang Ari Dwi Prasetyo yang telah
mencurahkan cinta dan kasih sayangnya, memberikan support doa baik
materil maupun imateril,
bimbingan, dorongan, motivasi serta
perhatiannya. Semoga Allah SWT selalu mencurahkan karunia dan
nikmat yang tiada henti sebagai balasan yang telah diberikan kepada
penulis.
3. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, sekaligus dosen pembimbing skripsi yang telah
sabar dan banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan
iii
dan perhatiannya kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini sampai
selesai.
4. Ibu Siti Napsiah Ariefuzzaman, MSW dan Bapak Ahmad Zaki, M.Si
sebagai ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial dan Sekretaris Jurusan
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Staff Pengajar Fakultas Dakwah dan iImu Komunikasi
yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat sebagai bekal untuk
meraih cita-cita di masa depan.
6. Kepada Bapak dan Ibu Pimpinan Perpustakaan Utama dan
Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
membantu
penulis
dengan
menyediakan
bahan-bahan
dalam
mengerjakan skripsi.
7. Ibu Tri Sukreni selaku ketua Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati”
yang telah memberikan izin serta memberikan informasi penulis dalam
melakukan penelitian, Ibu Yuyun Susilawati selaku Koordinator
Pekerja Sosial di Panti Sosial Bina Rungu Wicara atas bimbingan,
arahan, serta motivasinya selama penulis melakukan penelitian.
8. Ibu Sunarni, Ibu Suminah, Bapak Sulis, Ibu Yani, Ibu Isti, Ibu Sri
Mulyani, Ibu Fifi, Ibu Jeni, Ibu Dyah, Ibu Syerli dan seluruh keluarga
besar Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati yang tidak dapat penulis
sebutkan satu-persatu yang telah berbaik hati menerima dan
memberikan informasi kepada penulis dalam melakukan penelitian.
iv
9.
Untuk Seluruh Para Penerima Manfaat di Panti Sosial Bina Rugu
Wicara “Melati” yang telah membantu dan menemani penulis selama
peulis melakukan penelitian sehingga penulis mendapatkan ilmu baru
yaitu bisa menggunakan bahasa isyarat.
10. Untuk Keluarga besarku terkhusus tante May, serta sepupuku yang
paling kece Mas Riski, adek M.Ikraam, Satrio Hutama Meyza, Thariq
Pratama, serta sepupu lainnya yang selalu memberikan motivasi, selalu
menjadi mood booster dan mengingatkan penulis untuk segera
menyelesaikan skripsi.
11. Para kesayanganku sahabat-sahabat yang cantik yang senantiasa
menemani penulis, memberikan motivasi, mencari buku bersama-sama
dari cuaca panas hingga hujan, menghibur penulis di kala sedih
maupun senang (Pipit Febrianti, Siti Jumartina, Isnaniyah, Fifi
Nurmagfirah, Shabrina Dwi Pitarini, Chaerani Amalia, Delli Wani
Utami, Nadia Syafrina dan Intan Mayzura).
12. Sahabat-Sahabat Praktikum 1 PSMP “Handayani” dan Praktikum II
Lebak Banten Desa Wantisari (Vinasti, Reizki Riyadi, Ihsan, Gina
Rainyssa, Ma’mur Rizki, Dinda, M. Haviz, Risdiyanto, Bangkit).
13. Sahabat kece sejak di SMKN 28 sampai kuliah yang selalu setia
menemani penulis (Prapti Anggoro, Noviyani Muslikhah, dan
Luviarna), sahabat SMKN-28 yang sudah seperti keluarga (Maulida,
Nurmalasari, Khairunnisa, Silvia Eka, Dewi Pujianti, Adri Yudha,
Novi Nurarifin, Dimas Trinanda, Akhmaranda, Dedi Prasetyo) dan
v
kawan bersendagurau dan bermain bersama di UIN (Lusi Melani,
Farid Al Machzummi, Bani Fauziah Jehan dan Dysa Restiani)
14. Teman-teman, adik-adik serta kakak-kakak SKETSA (Komunitas
Edukasi Seni Tari Saman Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi),
dan VOC (Voice Of Communication Fak Dakwah dan Ilmu
Komunikasi) yang telah memberikan semangat, serta doanya hingga
terselesaikannya skripsi ini, sukses terus untuk LSO Sketsa dan Voc
semoga semakin jaya selalu.
15. Teman-teman Kesejahteraan Sosial angkatan 2010 yang telah berbagi
ilmu, melalui hari-hari belajar bersama, serta senior dan junior
Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan support dan semangat.
16. Untuk teman yang lebih dari sahabat yakni Putera Mahesa
Kusumawardhana, terimakasih untuk waktu, tenaga,
kasih sayang
serta supportnya yang telah diberikan kepada penulis dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini sehingga dapat memacu dan
menyemangati penulisan ini.
17. Terakhir kepada seluruh pihak yang telah membantu dan berpartisipasi
dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Dengan tidak mengurangi rasa hormat, penulis mengucapkan banyak
terimakasih.
Akhirnya atas kesemuanya ini, penulis mendo’akan semoga Allah
SWT membalas jasa-jasa mereka sesuai dengan amal dan perbuatan yang
telah diberikan, Kritik dan saran sangat penulis harapkan dari berbagai pihak
vi
yang mebaca skripsi ini dan harapan penulis semoga penulisan skripsi ini ada
manfaat baik untuk fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, maupun bagi
masyarakat pada umunya. Amin yaa robbal alamin
Ciputat, September, 2014
Penulis
Ika Nurjayanti
(1110054100045)
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK...........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................viii
DAFTAR TABEL.............................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah......................................................6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................................7
D. Metode Penelitian....................................................................................8
E. Tinjauan Pustaka...................................................................................20
F. Sistematika Penulisan............................................................................22
BAB II LANDASAN TEORI
A. Peran......................................................................................................24
1. Pengertian Peran........................................................................24
2. Tinjauan Sosiologi Tentang Peran.............................................24
B. Pekerja Sosial........................................................................................25
1. Pengertian Pekerja Sosial..........................................................26
2. Fungsi dan Tugas Pekerja Sosial...............................................28
3. Peranan Pekerja Sosial..............................................................29
4. Prinsip-prinsip Pekerja Sosial....................................................34
5. Metode Pekerja Sosial...............................................................41
viii
6. Teori-teori Pekerja Sosial..........................................................43
7. Kode Etik Pekerja Sosial...........................................................46
C. Teori Biologis........................................................................................47
D. Psikososial.............................................................................................48
1. Fase-fase Perkembangan Psikososial........................................49
2. Perkembangan Emosi Anak Tunarungu Wicara.......................53
3. Perkembangan Sosial Anak Tunarungu Wicara........................54
4. Faktor-faktor Psikososial...........................................................56
E. Spiritual.................................................................................................58
F. Anak Tunarungu Wicara.......................................................................60
1. Karakteristik Tunarungu............................................................61
2. Klasifikasi Tunarungu...............................................................63
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Kelembagaan Panti................................................................................66
1. Latar Belakang...........................................................................66
2. Visi Misi....................................................................................66
3. Motto dan Maklumat.................................................................67
4. Tugas.........................................................................................67
5. Fungsi........................................................................................67
6. Struktur Organisasi....................................................................68
7. Sasaran Garapan........................................................................69
8. Kapasitas Tampung...................................................................69
9. Syarat Penerimaan.....................................................................70
10. Fasilitas Panti.............................................................................71
ix
B. Kegiatan Panti.......................................................................................73
1. Pelaksanaan Tahapan Proses Pelayanan....................................73
2. Pelaksanaan Program Rehabilitasi Sosial..................................85
BAB IV PERAN PEKERJA SOSIAL TERHADAP BIOPSIKOSOSIAL
SPIRITUAL ANAK TUNARUNGU WICARA DI PANTI SOSIAL BINA
RUNGU WICARA MELATI BAMBU APUS JAKARTA TIMUR
A. Identitas Informan.................................................................................86
1. Informan Penerima Manfaat “N”..............................................86
2. Informan Penerima Manfaat “Y”..............................................89
3. Informan Orang Tua Penerima Manfaat “NM”.........................91
B. Peran Pekerja Sosial Terhadap Biopsikososial Spiritual.......................92
1. Peran Pekerja Sosial Terhadap Biologis Anak Tunarungu
Wicara........................................................................................93
2. Peran Pekerja Sosial Terhadap Psikososial Anak Tunarungu
Wicara........................................................................................98
3. Peran Pekerja Sosial Terhadap Spiritual Anak Tunarungu
Wicara......................................................................................116
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................120
B. Saran-saran..........................................................................................124
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................126
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
ODK Tahun
2012............................................................................................2
Tabel 1.2.
Sumber Data Primer..................................................................11
Tabel 1.3.
Identitas Informan Utama..........................................................12
Tabel 1.4.
Identitas Informan Pendukung..................................................14
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak merupakan salah satu anugerah dari Allah SWT, untuk itu tidak
boleh disia-siakan serta harus dijaga dan dipelihara dengan sebaik-baiknya
yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.
Menurut Sobur (1988), mengartikan anak sebagai orang yang mempunyai
pikiran, sikap, dan minat yang berbeda dengan orang dewasa dengan segala
keterbatasan. Selain itu anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga
memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting
untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama yang
nantinya mereka juga menjadi generasi penerus bagi orang tuanya.1
Pada abad keduapuluh, hampir di semua masyarakat Barat, disabilitas
telah dihubungkan dengan kekurangan pikiran dan tubuh, yaitu meliputi orang
pincang, duduk di kursi roda, menjadi korban keadaan seperti kebutaan,
kekurangan pendengaran, sakit jiwa dan gangguan jiwa. Orang-orang yang
memiliki kekurangan biasanya sangat tergantung kepada keluarga, teman, dan
pelayanan sosial yang kadang berlebihan ditempatkan dalam sebuah lembaga.2
Sebagian besar dari penyandang cacat tersebut adalah mereka yang
masih dikategorikan anak. Anak-anak butuh perhatian khusus terlebih lagi
keadaan sosial mereka masih sangat rentan mendapatkan diskriminasi dari
1
Dunia Psikology, “Pengertian Anak” artikel diakses pada 18 Februari 2014 dari
http://www.duniapsikology.com/pegertian-anak-sebagai-makhluk-sosial/.html
2
Colin Barnes dan Geof Mercer, Disabilitas Sebuah Pengantar. Penerjemah Siti Napsiyah
dkk (Jakarta:PIC UIN Jakarta,2007), h. 1-2.
1
2
lingkungan mereka yang tergolong normal, keluargalah yang berperan penting
dalam perkembangan sosial anak agar menjadi pribadi yang baik di masa
depannya. Setiap anak juga memiliki Hak Asasi Manusia termasuk di
dalamnya anak berkebutuhan khusus mereka juga diakui oleh masyarakat
Bangsa-bangsa di dunia dan merupakan landasan bagi kemerdekaan, keadilan
dan perdamaian di seluruh dunia. Diakui dalam masa pertumbuhan secara fisik
dan mental, anak membutuhkan perawatan, perlindungan yang khusus, serta
perlindungan hukum baik sebelum maupun sesudah lahir.3
Jumlah disabilitas tahun 2012, menurut usia yakni sebagai berikut :
Tabel 1.1.4
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Orang Dengan Kecacatan
Tahun 2012
PMKS ODK
Netra
USIA
USIA 18- Usia 25-55 Usia 56>Thn Total
<18 THN 24 Thn
Thn
5921
3869
46960
86110 142860
Rungu
wicara
7632
4410
17482
7432
36956
Tubuh
32990
18384
129272
83233 263879
Mental
Retardasi
Gangguan
jiwa
Fisik
dan
Mental
30460
31821
120737
30015 213033
2257
5105
44514
13246
19438
9935
47944
24991 102308
65122
Dari perkembangan data di atas, terdapat jumlah penyandang
tunarungu pada tahun 2012 menurut Bappenas data penyandang masalah
3
Syamsu Yusuf, Psikology Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung: Penerbit PT
Remaja Rosdakarya, Januari 2011), h. 36.
4
Data Program Perlindungan Sosial PPLS Bappenas 2012
3
kesejahteraan sosial orang dengan kecacatan, usia sekolah yakni <18 Thn,
tercatat 7.632 Jiwa Apabila melihat dari data Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial tersebut, dapat terlihat bahwa penyandang disabilitas
tunarungu wicara menurut usia <18 Thn di Indonesia masih terhitung banyak,
dan berada pada peringkat ke empat dari enam kategori Orang Dengan
Kecacatan. Dan apabila dilihat dari kategori usia orang dengan kecacatan
rungu wicara, pada usia <18 Thn berada pada urutan kedua di bawah usia 2555 Thn.
Orang dengan kecacatan rungu wicara adalah seseorang yang menurut
ilmu kedokderan dinyatakan mempunyai kelaianan atau gangguan pada fungsi
pendengaran dan bicara, sehingga tidak dapat melakukan komunikasi secara
wajar.5 Setiap orang tua pasti berharap dapat melahirkan anaknya dengan
selamat dan mendapatkan anak yang sehat jasmani maupun rohani. Namun,
terkadang Tuhan berkendak lain, yang lahir adalah kurang sehat, tidak
sempurna atau memiliki kecacatan fisik maupun psikis. Para orang tua
pastinya akan merasakan kenikmatan besar apabila mereka bisa melihat anakanak mereka dapat tumbuh dengan sehat, dapat berkomunikasi dengan baik di
lingkungan sekitarnya serta tanggap terhadap keadaan di lingkungan
sekitarnya agar ia dapat berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya.
Anak-anak tunarungu wicara yang secara fisik jasmani memang
terlihat seperti anak-anak normal di luar sana, mereka juga diharapkan
menjadi anak yang cerdas dalam meraih prestasi belajar di dunia pendidikan
5
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan, Panduan Pelaksanaan
Komunikasi Total Bagi Orang Dengan Kecacatan Rungu Wicara (Jakarta: Kementerian Sosial
Republik Indonesia, 2010), h.6.
4
dan nantinya di dunia kerja. Manusia sebagai makhluk sosial selalu
memerlukan kebersamaan dengan orang lain, demikian pula dengan anak
tunarungu wicara ia tidak terlepas dari kebutuhan tersebut. Akan tetapi karena
mereka memiliki kelainan dalam segi kesehatannya, biasanya akan
menyebabkan suatu kelainan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya.6
Setiap manusia yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa telah
memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Begitu juga dengan
anak yang memiliki keterbatasan khusus seperti tunarungu wicara, mereka
sering dipandang sebelah mata, karena mereka tidak dapat berkomunikasi
dengan baik di lingkungannya. Di samping keterbatasan yang mereka miliki
mereka juga dianugerahi kelebihan–kelebihan yang luar biasa dan bermanfaat
bagi lingkungan sekitarnya. Tergantung bagaimana mereka mendapatkan
bimbingan dan arahan dari orang-orang sekitarnya serta stimulus yang positif
yang didapat dari orang-orang sekitarnya. Bimbingan dan arahan tersebut
dapat menstimulus terhadap kelebihan yang ia miliki. Sebagaimana kita
ketahui bersama bahwa anak tunarungu wicara sangatlah membutuhkan
pendamping yang bisa membuat mereka merasa aman dalam melakukan
aktifitasnya, dalam menghadapi situasi sosial yang ada yang mana mereka
memiliki keterbatasan di dalam situasi tersebut. Seseorang pendamping yang
profesional yang mendampingi klien di suatu panti sosial dalam program
rehabilitasi sosialnya adalah Pekerja sosial.
Anak-anak Disabilitas juga mendapatkan perlindungan khusus.
Undang-Undang
6
Nomor
4
Tahun
1997
tentang
penyandang
cacat
T. Sutjihati Somantri, Psikology Anak Luar Biasa, (Bandung: PT Refika Aditama,
2006), h.98- 99.
5
menyebutkan bahwa pada BAB 1 Ketentuan Umum Pasal 1 sebagai berikut :
Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik,
dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan
hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari : (a.)
penyandang cacat fisik, (b.) Penyandang cacat mental, (c.) Penyandang cacat
fisik dan mental.
7
Selanjutnya pada BAB III Hak dan Kewajiban Pasal 5
sebagai berikut setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang
sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.8
Lalu dalam Al Qur’an dijelaskan pula dalam Surah Al Hujjurat (49:11)
                

    
             
            
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum
mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolokolokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula
wanita-wanita (mengolok-olokan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi
wanita-wanita yang (di perolok-olokan) lebih baik dari wanita yang
(mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri) dan
janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.
Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman)
dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah adalah orangorang yang zalim.”
Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” merupakan salah satu Unit
Pelayanan Tekhnis di bawah naungan Kementerian Sosial Republik Indonesia
panti sosial ini yang menaungi penyandang disabilitas tunarungu wicara.
Berdasarkan pada Keputusan Menteri Sosial RI Nomor : 40/HUK/2004
7
Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat Pasal 1 BAB 1
Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat Pasal 5 BAB 3
8
6
tentang prosedur kerja panti sosial di lingkungan Departemen Sosial RI. Panti
Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” juga memiliki staf-staf yang
berkompeten, profesi pekerja sosial yang merupakan peranan yang dibutuhkan
dalam memecahkan masalah yang dihadapi para penyandang disabilitas.
Berdasarkan latar belakang dan alasan yang telah dijelaskan di atas peneliti
tertarik untuk meneliti mengenai “Peran Pekerja Sosial Terhadap
Biopsikososial Spiritual Anak Tunarungu Wicara Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur.”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Pekerja sosial merupakan kegiatan profesional yang membantu
individu, kelompok ataupun masyarakat, untuk meningkatkan dan
memperbaiki kemaampuan mereka dalam berfungsi sosial serta
menciptakan kondisi masyarakat yang memungkinkan mereka mencapai
tujuan. Fokus pekerjaan sosial adalah relasi sosial antara klien (Individu,
kelompok, dan masyarakat) dengan lingkungan sosial.9 Besarnya tugas
dan tanggung jawab serta peran pekerja sosial mendorong peneliti untuk
melakukan penelitian serta pengkajian tentang bagaimana peranan pekerja
sosial dalam perkembangan biopsikososial spiritual anak tunarungu
wicara di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta
Timur. Pembatasan masalah ini difokuskan pada masalah yang diteliti,
karena keterbatasan waktu, tenaga, dan dana peneliti. Peneliti batasi pada
9
Chatarina Rusmiati, dkk, Efektivitas Peran Pekerjaan Sosial tudi Kasus Panti Sosial
Petirahan Anak Satria Baturaden (Yogyakarta: Badan Pendidikan dan Penelitian
Kesejahteraan Sosial Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan
Sosial, 2013), h. 30-31.
7
masalah peran pekerja sosial terhadap biopsikososial spiritual anak
tunarungu wicara.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan Pembatasan masalah dalam penelitian peran pekerja sosial
terhadap biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara di atas maka
perumusan masalah sebagai berikut :
Bagaimana peran pekerja sosial terhadap biopsikososial spiritual anak
tunarungu wicara di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu
Apus Jakarta Timur ?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
a.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui peran atau tugas pekerja sosial dalam
perkembangan biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara di Panti
Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur.
b. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang peneliti lakukan ini diharapkan akan
memberikan manfaat dari berbagai pihak-pihak berikut:
1. Manfaat Akademik
Secara teoritis hasil penelitian diharapkan dapat memberikan
kontribusi pemikiran dalam rangka kajian akademis anak-anak
disabilitas
(tunarungu
Kesejahteraan Sosial.
2. Manfaat Praktis
wicara)
khususnya
di
bidang
8
a. Memberikan masukan atau saran kepada para pekerja sosial
dalam menjalankan kewajibannya/tugas/peran di Panti
Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta
Timur.
b. Memberikan Masukan pada lembaga-lembaga dalam
mengimplementasikan kebijakan sehingga tercipta iklim
yang kondusif bagi para pekerja sosial untuk menjalankan
perannya secara efektif dan efisien.
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu pengamatan,
wawancara, dan penelaahan dokumen. Menurut Borgan dan Taylor
dalam buku Moleong, metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku diamati.10 Dalam hal ini yang diteliti adalah
Peran Pekerja Sosial Terhadap Biopsikososial Spiritual Anak
Tunarungu Wicara Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu
Apus Jakarta Timur.
Metode kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan.
Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila
berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, metode ini menyajikan
secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan informan. Ketiga,
10
Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosyda Karya,
1993), Cetakan ke-10, h.3.
9
metode ini lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dan banyak
pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
Penelitian kualitatif dilakukan dengan jalan melibatkan
berbagai metode yang ada. Biasanya dimanfaatkan untuk wawancara,
pengamatan, dan pemanfaatan dokumen.11 Peneliti memilih pendekatan
kualitatif dalam melakukan penelitian karena berharap dengan
menggunakan pendekatan kualitatif, didapatkan hasil penelitian yang
menyajikan data yang akurat, dan digambarkan secara jelas dari kondisi
sebenarnya.
2. Jenis Penelitian
Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian ini adalah deskriptif.
Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata,
gambar-gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan
penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran
penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara
secara lapangan, catatan atau memo, video-tape, dokumentasi lainnya dan
dokumen resmi lainnya.12
3. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian ini dimulai sejak bulan Mei 2014 tepatnya
tanggal 5 Mei 2014 hingga tanggal 26 Juni 2014. Adapun tempat
penelitiannya di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus
Jakarta Timur. Intensitas peneliti melakukan penelitian dilakukan tepatnya
11
M. Djunaidi Ghoniy & Fauzan Almansyur, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Depok:
Ar-Ruz Media, 2012), h.26-27.
12
Ibid, h.34-35.
10
seminggu empat kali yang dimulai dari hari Senin-Kamis, dan dilakukan
dari jam 09.00-16.00 WIB.
4. Tekhnik dan Penelitian Subjek Penelitian
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, dalam memilih
informan ini peneliti mengunakan tekhnik Purposive Sampling dipilih
secara sengaja, peneliti menentukan sendiri sample yang diberikan karena
berdasarkan pertimbangan tertentu dan benar-benar sesuai dengan
penelitian yang akan dilakukan. Pilihan informan tergantung pada jenis
informasi yang hendak dikumpulkan. Sebagai data primer utama, peneliti
sudah mewawancarai kepala seksi rehabilitasi sosial, kepala koordinator
pekerja sosial, pekerja sosial, psikolog, pembimbing agama Islam dan
pengasuh. Adapun untuk data primer pendukung, peneliti mengobservasi 2
(dua) anak penerima manfaat tunarungu wicara dan mewawancarai
orangtua penerima manfaat. diantaranya:
11
(Tabel 1.2.)
No
Informan
Informasi yang dicari
1.
Kepala Seksi Rehabilitasi
Sosial Panti Sosial Bina
Rungu Wicara “Melati”
Jakarta Timur.
(INFORMAN)
Kepala
Koordianator
Pekerja sosial dan para
pekerja sosial Panti Sosial
Bina
Rungu
Wicara
“Melati” Jakarta Timur.
(SUBJEK)
Pelayanan assesment 1
serta intervensi yang
diberikan
terhadap
program Rehabilitasi
Sosial
Pelayanan
assesment 4
serta intervensi dan
pendampingan seperti
apa yang diberikan lalu
peran
apa
yang
diberikan
terhadap
biopsikososial spiritual
Bagaimana
2
perkembangan
biopsikososial spiritual
untuk anak tunarungu
wicara dan metode
seperti
apa
yang
diberikan
dalam
biopsikososial spiritual.
Bagaimana
Harapan
1
orang tua penerima
manfaat (PM) anak
tunarungu
wicara
terhadap
peranan
Pekerja sosial yang
sudah dilakukan para
Pekerja sosial terhadap
perkembangan
biopsikososial spiritual
Pengamatan
2
Perkembangan
biopsikososial spiritual
2.
3.
Psikolog,
pembimbing
agama islam dan pengasuh
Panti Sosial Bina Rungu
Wicara “Melati” Jakarta
Timur.
(INFORMAN)
3.
Orangtua penerima manfaat
(INFORMAN)
4.
Penerima Manfaat Anak
Tunarungu Wicara
(INFORMAN)
Sumber : Data Primer
Jumlah
12
Identitas Informan Primer Utama
(Tabel 1.3.)
Nama Lengkap
Nama Inisial
Profesi
Jenis Kelamin
Asal
Umur
Pendidikan terakhir
Pengalaman bertugas
Dewi Isnaini
DI
Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial
Perempuan
Jogja
40 tahun.
Diploma Empat STKS Bandung
Di Pemprof Dinas Sosial dan
Pemakaman Pekan Baru Provinsi
Riau.
Pada tahun 2009 bulan Februari awal.
Dipindah tugaskan ke Panti Sosial
Bina Rungu Wicara “Melati” dan
menjadi staff, setelah itu pada tahun
2013 diangkat menjadi Kepala Seksi
Rehabilitasi Sosial.
Nama Lengkap
Nama Inisial
Profesi
Jenis Kelamin
Asal
Umur
Pendidikan Terakhir
Yuyun Susilawati
YS
Koordinator Pekerja Sosial
Perempuan
Bandung
48 Tahun
S1 Kesejahteraan sosial Langlang
Buana
Sudah bekerja selama 22 tahun,
pertama bertugas di Panti Narkotika
di Lembang.
Dipindah tugaskan pada tahun 1994
ke panti Gelandangan Pengemis.
Pada tahun 2010 dipindah tugaskan
ke PSBRW “Melati”
Pengalaman kerja
Nama Lengkap
Nama Inisial
Profesi
Jenis Kelamin
Asal
Umur
Pendidikan terakhir
Sunarni
SN
Pekerja Sosial
Perempuan
Sragen
55 tahun
S1 Kesejahteraan Sosial widuri
13
Pengalaman bekerja
Pengalaman bekerja 33 tahun.
Pertama bertugas di Panti Keramat
Tungak Panti Wanita Satu.
Setelah itu di pindah tugaskan ke
Kanwil Sosial DKI Jakarta, Setelah
itu dipindah tugaskan ke Tanmiyat
Bekasi.
Pada tahun 2011 di pindah tugaskan
ke Panti Sosial Bina Rungu Wicara
“Melati”
Nama Lengkap
Nama Inisial
Profesi
Jenis Kelamin
Pendidikan Terakhir
Pengalaman Bekerja
Bambang Sulistiyono
BS
Pekerja Sosial
Laki-Laki
Kesejahteraan Sosial STKS Bandung
Sebelum dipindah tugaskan di Panti
Sosial Bina Rungu Wicara “Melati
beliau bertugas di Panti Sosial Karya
Wanita Pasar Rebo dan bertuga di
PSBRW “Melati sekitar ± 2tahun.
Nama Lengkap
Nama Inisial
Profesi
Jenis Kelamin
Asal
Umur
Pendidikan Terakhir
Pengalaman Bekerja
Suminah
SM
Pekerja sosial dan pengasuh
Perempuan
Jogjakarta
42 Tahun
S1 Kesejahteraan Sosial Widuri
Pernah bekerja di Sekolah Luar Biasa
Asuh Budi di
Patra Kuningan.
Setelah itu bertugas di Kanwil
provinsi Bengkulu di Panti PSBG.
Pada tahun 2001 pindah ke PSBRW
Melati dan pada tahun 2001 diangkat
menjadi pekerja sosial.
Nama Lengkap
Nama Inisial
Profesi
Jenis Kelamin
Pendidikan Terakhir
Tri Wirda Hayani
TWH
Psikolog
Perempuan
S1 Psikolog UIN Syarif Hidatullah
Jakarta
14
Nama Lengkap
Nama Inisial
Profesi
Jenis Kelamin
Jeni Iswanti
JI
Pekerja Sosial dan Pengasuh
Perempuan
Asal
Jakarta
Umur
50 Tahun
Pengalaman kerja
Pernah di Kamdepsos Bengkalip
provinsi Riau, dari tahun 1987-2000.
Setelah itu bertugas di Kanwil DKI
Jakarta.
Lalu setelah itu dipindah tugas ke
PSBRW “Melati” tahun 2013 dan
diangkat menjadi pekerja sosial.
SMPSN (Sekolah Menengah Pekerja
Sosial Negeri Jakarta)
Pendidikan terakhir
Nama Lengkap
Nama Inisial
Profesi
Jenis Kelamin
Asal
Umur
Pendidikan Terakhir
Pengalaman Bekerja
Syerli Natalia
SN
Pembimbing Agama Islam
Perempuan
Bukit Tinggi Sumatera Barat
40 Tahun
S1 STKS Bandung
Sebelum bertugas di PSBRW
“Melati” beliau bertugas di Medan
dari tahun 2009-2011.
Setelah itu Pada Tahun 2012
dipindah tugaskan ke Panti Sosial
Bina Rungu Wicara “Melati”
Identitas Informan Primer Pendukung Penerima Manfaat13
(Tabel 1.4.)
Nama Inisial
Asal
13
N
Depok
Data Diambil dari File Yang Diberikan Oleh Pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara
Melati Pada Tanggal 13 Mei 2014.
15
Jenis Kelamin
Umur
Agama
Perempuan
16 Tahun
Islam
Tanggal Masuk PSBRW “Melati”
26 Juni 2013
Nama Inisial
Asal
Jenis kelamin
Umur
Agama
Tanggal Masuk Di PSBRW “Melati”
Y
Bangka Belitung
Perempuan
16 Tahun
Islam
31 Maret 2012
Profil Orang Tua Penerima Manfaat
Nama Inisial
Profesi
NM
Penjual Warung dan Juga
Ibu
Rumah Tangga (Orang Tua
Penerima Manfaat)
Perempuan
Betawi
45 Tahun
Jenis Kelamin
Asal Budaya
Umur
Data sekunder, diperoleh melalui catatan/dokumentasi di
Panti Sosial Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Jakarta
Timur.
Adapun
untuk
pelaksanaan
penelitian
ini,
teknik
pengumpulan data yang akan dilaksanakan adalah melalui:
a) Observasi, observasi merupakan tekhnik pengumpulan data
yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati halhal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan,
benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan. Metode ini
sangat baik untuk mengamati perilaku subjek dalam lingkungan
16
atau ruang dalam waktu tertentu.14 Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan bentuk observasi terus terang atau samar.
Dengan demikian peneliti melakukan pengumpulan data
menyatakan terus terang kepada
subjek penelitian sebagai
sumber data, bahwa dia sebagai peneliti sedang melakukan
penelitian.
b) Interview atau wawancara, dalam tekhnik ini lebih menekankan
pada tekhnik wawancara, khususnya wawancara mendalam
(depth interview). Tekhnik ini merupakan tekhnik pengumpulan
data yang khas penelitian kualitatif. Untuk memahami persepsi,
perasaan
dan
pengetahuan
orang-orang
adalah
dengan
wawancara yang mendalam dan intensif.15 Pada tekhnik
wawancara yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh
data dari berbagai narasumber seperti Kepala Seksi Rehabilitasi
Sosial, Kepala Koordinator Pekerja Sosial, Pekerja Sosial,
Psikolog, Guru Bimbingan Agama Islam, Pengasuh dan Orang
tua Penerima manfaat.
c) Dokumentasi, yaitu peneliti menyelidiki benda-benda tertulis
seperti : buku-buku, brosur, foto-foto, dan lain sebagainya
seperti Buku Profile Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati”,
foto-foto kegiatan, ruangan dan tampak depan Panti Sosial Bina
Rungu Wicara “Melati, foto bersama dengan para pekerja sosial
yang terkait dan para pegawai PSBRW “Melati.”
14
M. Djunaidi Ghoniy & Fauzan Almansyur, Metodelogi Penelitian Kualitatif, h. 165.
Ibid,175-176.
15
17
5.
Tekhnik Pencatatan Data
Penelitian yang biasa digunakan adalah catatan lapangan
(data lapangan). Catatan lapangan (data) merupakan catatan yang
dibuat oleh peneliti sewaktu mengadakan wawancara terbuka (para
subyek penelitian tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan
mengetahui pula maksud dan tujuan wawancara itu) atau
menyaksikan kejadian tertentu. Catatan yang dibuat di lapangan
sangat berbeda dengan catatan lapangan. Catatan itu berupa corat
coretan seperlunya yang betul-betul dipersingkat, berisi kata-kata
kunci, frasa, pokok-pokok isi pembicaraan atau percakapan, hasil
pengamatan berupa gambar, sketsa, sosiogram, diagram dan
sebagainya. Catatan itu baru berubah ke dalam bentuk catatan yang
lengkap dan disebut catatan lapangan setelah peneliti tiba rumah
tempat tinggal. Proses itu dilakukan setiap kali selesai mengadakan
pengamatan atau wawancara.
Catatan lapangan, adalah catatan tertulis tentang apa yang
didengar, apa yang dilihat, apa yang dialami, dan apa yang
dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap
data dalam penelitian kualitatif. Peneliti kualitatif mulai memasuki
lokasi penelitian, berkenaan dengan subjek penelitian, dan
melakukan wawancara dengan orang-orang, mengamati suatu
peristiwa atau keadaan melihat dan membaca dokumen dalam
waktu yang bersamaan, peneliti mulai melakukan pencatatan walau
18
relatif sederhana dan secara garis besar sehingga data atau
informasi saat itu tidak hilang dari ingatan peneliti.16
Berdasarkan pada konteks tersebut, maka penelitian
menggunakan tekhnik pencatatan data, dengan mencatat data yang
didapat dari hasil penelitian di lapangan, baik itu berasal dari hasil
wawancara (penerima manfaat) dan menyaksikan kejadian tertentu.
Kemudian dilengkapi dan disempurnakan apabila sudah di tempat
tinggal.
6.
Tekhnik Analisis data
Data yang ada dianalisis dengan cara Analisis data dalam
penelitian kualitatif secara teoritis merupakan proses penyusunan
data untuk memudahkan penafsirannya. Analisa data pada
penelitian kualitatif dilakukan melalui pengamatan data secara
logis dan sistematis dan analisis data itu dilakukan sejak awal
peneliti terjun ke lokasi penelitian hingga pada akhir penelitian
(pengumpulan data). Data yang dikumpulkan dalam penelitian
kualitatif biasanya berbentuk data deskriptif, yaitu data yang
berbentuk uraian yang memaparkan keadaan obyek yang diteliti
berdasarkan fakta-fakta aktual atau sesuai kenyataannya sehingga
menuntut penafsiran peneliti yang dinyatakan oleh sasaran
penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan, dan perilaku
nyata. Yang diteliti dan dipelajari adalah obyek penelitian yang
utuh.
16
M. Djunaidi Ghoniy & Fauzan Almansyur, Metodelogi Penelitian Kualitatif, h. 216.
19
Pengolahan data dilakukan berdasarkan pada setiap
perolehan data dari hasil observasi, wawancara dengan tiap-tiap
informan dan studi dokumentasi untuk direduksi, dideskripsikan,
dianalisis, dan kemudian ditafsirkan. Prosedur analisis terhadap
masalah tersebut lebih difokuskan pada upaya menggali fakta
sebagaimana adanya (natural setting), dengan teknik analisis
pendalaman kajian. Untuk memberikan gambaran data tentang
hasil penelitian. Dalam penulisan skripsi ini peneliti menyajikan
data
deskriptif
mengenai
Peran
Pekerja
Sosial
terhadap
Biopsikososial Spiritual Anak Tunarungu Wicara di Panti Sosial
Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur.
7.
Tekhnik Penulisan
Adapun dalam penulisan skripsi ini, peneliti berpedoman pada
buku “pedoman penulisan karya ilmiah skripsi, tesis, dan disetasi”,
yang diterbitkan oleh Centre For Quality Development And
Assurance (CeQDA), UIN Jakarta Press Tahun 2007.
8.
Keabsahan Data
Tekhnik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini memilih
kriteria sebagai berikut :
a) Ketekunan
pengamatan,
ketekunan
pengamatan
bermaksud
menentukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi-situasi yang
sangat relevan dengan persoalan atau iu yang sedang dicari.
Kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.
20
maksudnya peneliti hanya memusatkan dan mencari jawaban
sesuai dengan rumusan masalah aja.17
b) Kriterium kepastian, menurut Scriven yaitu masih ada unsur
“kualitas” yang melekat pada objektifitas. Hal itu digali dari
pengertian bahwa jika sesuatu itu objektif, berarti dapat dipercaya,
faktual dan dapat dipastikan.18 Dalam hal ini peneliti dapat
membuktikan data-data ini terpercaya yaitu dengan data-data yang
di dapat dari hasil wawancara terhadap subjek penelitian. Adapun
dari segi faktual, adalah melihat perannya Pekerja sosial dalam
terhadap biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara di Panti
Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Jakarta Timur. Dalam hal ini
peneliti dapat memastikan, bahwa kepastian peran Pekerja sosial
terhadap biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara melalui
hasil wawancara terhadap subjek penelitian.19
F. Tinjauan Pustaka
Setelah penulis melakukan studi kepustakaan, terdapat buku dan
beberapa artikel dari internet yang berhubungan dengan peran pekerja
sosial dan anak tunarungu wicara, melalui pendekatan komprehensif.
Penulis juga melakukan studi kepustakaan terhadap beberapa
skripsi terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan terutama yang
melakukan penelitian mengenai peran pekerja sosial, biopsikososial
spiritual dan di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati”:
17
M. Djunaidi Ghoniy & Fauzan Almansyur, Metodelogi Penelitian Kualitatif, h. 321.
Lexy J. Moloeng, Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Cet
ke-20, h.326.
18
21
1.
Peran Pekerja Sosial Dalam Penanganan Rehabilitasi Psikososial
Korban Trafficking (Studi Kasus Pada Dua Korban Trafficking di
Rumah Perlindungan dan Trauma Center Bambu Apus Jakarta
Timur) skripsi ini mengkaji mengenai peran pekerja sosial dalam
pelayanan rehabilitasi psikososial korban trafficking. Oleh
Hanifah Sya’adillah. Jurusan Kesejahteraan Sosial. Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Lulusan 2014. Perbedaannya terletak pada objek dan lokasi
penelitiannya, yang menyamakan dengan skripsi penulis terletak
pada subjek penelitiannya.
2.
Analisis Biopsikososial Spiritual Seorang Anak Hipospadia dan
Attention Defisit Hyperactive Disorder (ADHD di Yayasan Sayap
Ibu (YSI) Bintaro. Oleh: Tri Nugrahaning Martiwi. Jurusan
Kesejahteraan
Sosial.
Fakultas
Ilmu
Dakwah
dan
Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Lulusan 2013.
Skripsi ini mengkaji mengenai Analisis Biopsikososial Spiritual,
perbedaannya terletak pada subjek dan lokasi penelitiannya, dan
persamaannya terletak pada objek penelitian.
3.
Pelaksanaan Bimbingan Dalam Meningkatkan Kreativitas Anak
Tunarungu Di panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Bambu
Apus Jakarta Timur. Oleh: Indri Lesmani. Jurusan Bimbingan
Penyuluhan Islam. Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah. Lulusan 2009. Skripsi Ini mengkaji
mengenai pertama bagaimana pelaksanaan bimbingan dan
22
konseling dalam meningkatkan kreatifitas anak tunarungu, kedua
apa saja metode atau tekhnik bimbingan yang digunakan dalam
meningkatkan kreatifitas anak tunarungu, ketiga apa saja hasil
kreatifitas anak tunarungu di panti sosial bina rungu wicara melati
setelah diberi bimbingan, keempat apa faktor penghambat dan
penunjang bagi anak tunarungu dalam pelaksanaan bimbingan dan
konseling untuk meningkatkan kreatifitasnya. Perbedaan terletak
pada subjek dan objek penelitian. Dan persamaannya terletak pada
lokasi penelitian.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penelitian skripsi ini, maka peneliti membuat
sistematika penulisan dalam beberapa bab, yaitu:
BAB I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, metodelogi penelitian, tinjauan pustaka, sistematika
penulisan.
BAB II Tinjauan Teoritis berisi tentang Peran (pengertian dan
Tinjauan Sosiologi tentang peran), pengertian pekerja sosial, fungsi
dan tugasnya pekerja sosial, peranan pekerja sosial, prinsip pekerja
sosial, metode-metode pekerjaan sosial, kode etik pekerja sosial, teori
biologi, pengertian psikososial, fase-fase psikososial, perkembangan
emosi anak tunarungu wicara, perkembangan sosial anak tunarungu
wicara, faktor-faktor psikososial, pengertian spiritual, definisi anak
23
tunarungu
wicara,
karakteristik
tunarungu
wicara,
klasifikasi
tunarungu.
BAB III Gambaran Umum yang terdiri dari kelembagaan panti (latar
belakang berdirinya panti, visi dan misi, moto dan maklumat, tugas,
fungsi, struktur organisasi, sasaran garapan, kapasitas tampung, syarat
penerimaan, dan fasilitas panti), kegiatan panti (pelaksanaan tahapan
proses pelayanan dan pelaksanaan program rehabilitasi sosial)
BAB IV
Peran Pekerja Sosial Terhadap Biopsikososial Spiritual
Anak Tunarungu Wicara di Panti Sosial Bina Rungu Wicara
“Melati” Bambu Apus Jakarta Timur peran pekerja sosial dalam
perkembangan
biopsikososial
spiritual
anak
tunarungu
wicara
(pemaparan hasil pengamatan dan wawancara dengan sumber Primer
pendukung, peran pekerja sosial terhadap biologis, peran pekerja sosial
terhadap psikososial, peran pekerja sosial terhadap spiritualitas.)
BAB V Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A.Pengertian Peran
Peranan memiliki kata dasar dari kata peran, berbicara mengenai
peran, tentu tidak bisa dilepaskan dengan status kedudukan, kedudukan dan
peranan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, akibat hubungan saling
ketergantungan atau dengan yang lainnya. Artinya tidak ada peranan tanpa
kedudukan dan tidak ada kedudukan tanpa peranan. Setiap individu
didalam kehidupannya mempunyai peran yang harus dijalankan, mereka
mempunyai peran karena orang tersebut mempunyai status dalam
masyarakat, walaupun keduanya itu berbeda antara satu dengan orang lain
tersebut. Akan tetapi masing-masing darinya berperan sesuai dengan
statusnya. Sedangkan definisi peran dan peranan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, peran adalah seperangkat tingkat yang diharapkan
dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Sedangkan definisi
peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.1
2. Tinjauan Sosiologi Tentang Peran
Dilihat dari pengertian peran yang telah dijabarkan diatas, ada
hubungan yang erat sekali antara peran dengan kedudukan. Peranan (role)
merupakan
aspek
dinamis
kedudukan
1
(status).
Apabila
seseorang
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Balai Pustaka,1998), Cet 1, h. 667.
24
25
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia
menjalankan suatu peranan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan karena
yang satu tergantung pada pada yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan
tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peranan.2Seseorang mempunyai
peran dalam lingkungan sosial dikarenakan ia mempuyai status sosial atau
kedudukan dalam lingkungan sosialnya di masyarakat. Peranan muncul
akibat dari proses interaksi sosial itu sendiri, sebab tanpa interaksi sosial
maka tidak akan ada peranan.3
B. Profesi Pekerja Sosial
Pekerja Sosial merupakan suatu profesi yang baru muncul di abad
ke 20. Berbeda dengan profesi lain, yang muncul lebih dulu yang
mengembangkan spesifikasi untuk mencapai kematangannya, maka pekerja
sosial berkembang dan dikembangkan dari berbagai spesifikasi pada
berbagai lapangan praktis. Dalam sejarah perkembangannya, pengertian
profesi pekerjaan sosial sendiri mengalami perkembangan. Pekerjaan sosial
mengintervensi ketika seseorang berinteraksi dengan lingkungannya.
Prinsip-prinsip hak-hak manusia dan keadilan sosial merupakan hal yang
fundamental bagi Pekerja Sosial.4
2
Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1990), h.
268-267.
3
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi (Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (Jakarta: Kencana 2011), h.111112.
4
Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial ( Depok: Fisip
UI Press, 2005), h. 11-12.
26
1) Pengertian Pekerja Sosial
Tercatat ada beberapa ahli terkemuka tentang pekerjaan sosial
seperti :
a) Walter A. Friedlander :Pekerja Sosial merupakan suatu
pelayanan proffesional yang prakteknya didasarkan pada
pengetahuan
dan
keterampilam
ilmiah
dalam
hubungan
kemanusiaan yang membantu individu-individu baik secara
perorangan maupun dalam kelompok untuk mencapai kepuasan
dan kebebasan sosial dan pribadi.
b) Allan Pincus
dan Anne Minahan: Pekerja Sosial adalah
menitikberatkan pada permasalahan interaksi manusia dengan
lingkungan sosialnya sehingga mereka mampu melaksanakan
tugas-tugas
kehidupan,
mengurangi
ketegangan,
serta
mewujudkan aspirasidan nilai-nilai mereka. Jadi Pekerja Sosial
dalam konteks ini melihat masalah yang dihadapi orang dengan
melihat situasi sosial tempat orang tersebut berada atau terlibat.
c) Leonora Serafica de Guzman: Pekerja Sosial adalah profesi
yang bidang utamanya berkecimpung dalam kegiatan sosial
yang terorganisasi, di mana kegiatan tersebut bertujuan untuk
memberikan fasilitas dan memperkuat relationship, khususnya
dalam penyesuaian diri secara timbal balik dan saling
menguntungkan antara individu dengan lingkungan sosialnya
27
dengan menggunakan metode pekerja sosial sehingga individu
maupun masyarakat dapat menjadi lebih baik.5
Diatas telah dikemukakan para ahli termuka, beberapa mengenai
pekerjaan sosial pun mendapatkan perhatian yang luas dari ahli Ilmuan di
Indonesia, dan termasuk di dalamnya para akademisi. Pengertian Pekerja
Sosial yang dikemukakannya sebagai berikut:
Pekerja Sosial adalah suatu bidang keahlian yang mempunyai
tanggung jawab untuk memperbaiki dan mengembangkan interaksi antara
orang dengan lingkungan sosial sehingga tugas-tugas kehidupan mereka
mengatasi kesulitan-kesulitan, serta mewujudkan aspirasi-aspirasi dan
nilai-nilai mereka.6
Profesi pekerja sosial di Indonesia belum sepopuler di NegaraNegara berkembang, masih banyak orang yang menganggap rendah
Pekerja Sosial, padahal di Negara-negara berkembang pekerja sosial telah
dianggap sebagai sebuah profesi yang serius. Menjadi seorang pekerja
sosial tidak semata-mata tanpa mempunyai modal keterampilan. Pekerja
sosial sebagai pekerja professional harus membekali diri mereka dengan
keterampilan-keterampilan
khusus.
Keberadaan
Pekerja
Sosial
di
Indonesia telah mendapat pengakuan dari Pemerintah Indonesia antara
lain melalui Penerbitan Surat Keputusan Menteri Sosial RI Nomor : 11/
HUK/ 1989, tanggal 02 Maret 1989 tentang pendelegasian wewenang
5
Istiana Hermawati, Metode Dan Tekhnik Dalam Praktek Pekerjaan Sosial, (Yogyakarta:
Adicita Karya Nusa, 2001), h. 1-4.
6
Soetarjo, Praktek Pekerja Sosial,(Bandung: Kopma STKS, 1993), h.5.
28
pengangkatan, pembebasan sementara, pemberhentian dan pengangkatan
jabatan pekerja sosial di lingkungan Departemen Sosial. Sementara itu,
definisi pekerja sosial menurut Buku Panduan Pekerjaan Sosial adalah
sebagai berikut: Pekerja Sosial adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi
tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang
berwenang
untuk
melaksanakan
pelayanan
kesejahteraan
sosial
dilingkungan instansi pemerintah maupun badan atau organisasi sosial
lainnya.7
Berbicara mengenai peran pekerja sosial terutama mengenai
kehidupan individu, kelompok dan masyarakat akan membawa kita kepada
diskusi yang panjang. Seseorang pekerja sosial diharapkan dapat
memainkan perannya yang lebih besar dari peranan
yang selama ini
dilakukan.
2) Fungsi dan Tugas Pekerja Sosial
Fungsi dan tugas Pekerjaan Sosial, pekerja sosial bertujuan untuk
membantu orang meningkatkan kemampuannya dalam menjalankan tugas
kehidupan, memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam berinteraksi
dengan orang lain maupun sistem sumber, dan mempengaruhi kebijakan
yang
ada.
Dengan
demikian,
orang
tersebut
dapat
mencapai
kesejahteraannya, baik sebagai individu maupun kolektif.
7
HM.Cholis Hasan dan Abdul Malik, Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia
Nomor 10/HUK/2007/Tentang Pembinaan Tekhnis Jabatan Fungsional Pekerja Sosial Nomor
43/HUK/2007 TentangPedoman Pendidikan & Pelatihan Jabatan Fungsional Pekerja Sosial,
(Biro organisasi & Kepegawaian Departemen Sosial, 2007), h.2.
29
Untuk mencapai tujuan tersebut, pekerjaan sosial melaksanakan
fungsi sebagai berikut :
a. Membantu
orang
meningkatkan
dan
menggunakan
kemampuannya secara lebih efektif untuk melaksanakan tugastugas kehidupan dan memecahkan masalah mereka.
b. Mengaitkan orang dengan sistem sumber
c. Mempermudah interaksi, mengubah dan menciptakan hubungan
baru antara orang dan sistem sumber kemasyarakatan.
d. Mempermudah interaksi, mengubah dan menciptakan relasi antar
orang dilingkungan sistem sumber.
e. Memberikan
sumbangan bagi
perubahan, perbaikan, serta
perkembangan kebijakan dan perundang-undangan sosial.
f. Meratakan sumber-sumber material
g. Bertindak sebagai pelaksanan kontrol sosial.8
3) Peranan Pekerja Sosial
Pekerja sosial juga memiliki peranan yang harus ia jalankan, berikut
adalah peran pekerja sosial yang dikemukakan oleh Parsons,
Jorgensen, dan Hernandez :
a. Fasilitator, dalam literatur pekerja sosial, peranan “fasilitator”
sering disebut sebagai “pemungkin” (enabler). Keduanya
bahkan sering dipertukarkan satu sama lain. Barker juga
memberikan definisi
pemungkin
atau fasilitator sebagai
tanggung jawab untuk membantu klien menjadi mampu
8
Istiana Hermawati, Metode Dan Tekhnik Dalam Praktek Pekerjaan Sosial, h 14-20.
30
menangani tekanan situasional atau transisional. Peranan pekerja
sosial adalah memfasilitasi atau memungkinkan klien mampu
melakukan perubahan yang telah ditetapkan dan disepakati
bersama.
b. Broker, Pemahaman pekerja sosial yang menjadi broker
mengenai kualitas pelayanan sosial disekitar lingkungan
menjadi sangat penting dalam memenuhi keinginan kliennya
memperoleh “keuntungan” maksimal. Peranan sebagai broker
mencangkup menghubungkan klien dengan barang-barang dan
pelayanan dan mengontrol kualitas barang dan pelayanan
tersebut.
c. Mediator, pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam
berbagai kegiatan pertolongannya. Peran ini sangat penting
dalam paradigma generalis. Peran mediator diperlukan terutama
pada saat terdapat perbedaan yang mencolok dan mengarah pada
conflik antara berbagai pihak. Lee dan Swenson memberikan
contoh bahwa pekerja sosial dapat memerankan sebagai “fungsi
kekuatan ketiga” untuk menjembatani antara keanggotaan
kelompok dan sistem lingkungan yang menghambatnya.
d. Pembela, sering kali pekerja sosial harus berhadapan dengan
sistem politik dalam rangka menjamin kebutuhan dan sumber
yang diperlukan oleh klien manakala pelayanan dan sumbersumber sulit dijangkau oleh klien, pekerja sosial harus
memainkan peranan sebagai pembela.
31
e. Pelindung, tanggung jawab pekerja sosial terhadap masyarakat
didukung oleh hukum, hukum tersebut memberikan legitimasi
kepada pekerja sosial untuk menjadi pelindung terhadap orangorang yang lemah dan rentan. Dalam melakukan peran sebagai
pelindung (guardian role), pekerja sosial bertindak berdasarkan
kepentingan korban, calon korban, dan populasi yang beresiko
lainnya.9
Selanjutnya peranan pekerja sosial antara lain :
a. Peranan sebagai pemungkin (enabler role), peranan sebagai
pemungkin adalah yang paling sering digunakan dalam profesi
pekerjaan sosial, karena peranan ini diilhami oleh konsep
pemberdayaan dan difokuskan pada kemampuan, kapasitas, dan
kompetensi klien atau penerima pelayanan untuk menolong
dirinya sendiri pekerja sosial berperan membantu untuk
menentukan kekuatan dan unsur yang ada di dalam diri korban
sendiri termasuk untuk menghasilkan perubahan yang diingikan
atau mencapai tujuan yang dikehendaki korban. Jadi peranan
pekerja sosial adalah berusahamemberikan peluang agar
kepentingan dan kebutuhan klien atau penerima manfaat tidak
terhambat.
b. Peranan sebagai perunding (conferee role), peranan sebagai
perunding adalah peranan yang diasumsikan ketika pekerja
sosial dan klien mulai bekerja sama. Keterampilan yang
9
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, h.97-103.
32
diperlukan pada peranan perunding adalah keterampilan umum
yang digunakan dalam pekerja sosial, seperti keterampilam
mendengarkan, probling, penguatan/refleksi dan lain-lain.
c. Peranan sebagai inisiator (Inisiator role), peranan sebagai
inisiator, Zastrow menyebut sebagai “peranan yang memberikan
perhatian pada masalah atau hal-hal yang berpotensi untuk jadi
masalah.” Oleh karena itu, sebagai seorang inisiator pekerja
sosial berupaya memberikan perhatian pada isu-isu ini tidak
akan muncul atau menarik perhatian petugas lain sebelum ada
yang memunculkan. Disinilah peranan pekerja sosial sebagai
inisitor untuk menyadarkan badan/lembaga/panti sosial bahwa
ada masalah yang terjadi di lingkungan mereka.
d. Peranan sebagai negosiator (negosiator role), pekerja sosial
dimaksudkan
membantu
sebagai
individu,
suatu
aktifitas
kelompok
dan
professional
untuk
komunitas
untuk
meningkatkan keseluruhan fungsi sosial dan lingkungannya
kerja terhadap mempengaruhi kondisi lingkungan sosial yang
membantu mencapai tujuan itu. Lalu menurut Asosasi Nasional
Pekerja
Sosial,
Para
pekerja
sosial
membantu
orang
mendapatkan akses ke sumber daya, memberikan konseling
kepada individu, kelompok dan keluarga, bekerja untuk
meningkatkan fungsi sosial dan pelayanan kesehatan, dan
advokasi bagi melayani individu. Para pekerja sosial memiliki
komitmen untuk membantu individu memperoleh keberfungsian
33
sosial dalam lingkungan dan keahlian yang mereka mimiliki
dalam perilaku manusia dan pengembangan sosial masyarakat
dan budaya organisasi, dan interaksi yang terjadi antara faktorfaktor.
e. Peranan sebagai konselor/atau therapist, terdapat kecendrungan
untuk lebih memandang pekerja sosial sebagai seorang therapist
dari pada seorang konselor. Konselor melaksanakan konseling,
sedangkan therapist melaksanakan psikoterapi. Konseling
merujuk pada proses dimana kelayan diberi kesempatan untuk
mengeksplorasi diri yang bisa mengarah pada peningkatan
kesadaran dan kemungkinan kita memilih. Proses konseling
berjangka pendek, berfokus pada masalah-masalah, dan
membantu
individu
dalam
menyingkirkan
hal-hal
yang
menghambat pertumbuhannnya. Dengan konseling individu juga
dibantu untuk menemukan sumber-sumber pribadi agar bisa
hidup lebih efektif.
Psikoterapi sering difokuskan pada proses-proses
tak sadar (serta dibandingkan dengan konseling) lebih banyak
berurusan dengan pengubahan strujtur kepribadian. Psikoterapi
lebih digerakan ke arah pemahaman diri yang intensif tentang
dinamika-dinamika yang bertanggung jawab atas terjadinya
34
krisis-krisis kehidupan ketimbang hanya berurusan dengan
usaha mengatasi krisis kehidupan tertentu.10
f. Peran Sebagai Tenaga ahli (expert), dalam kaitannya sebagai
tenaga ahli, pekerja sosial dapat memberikan masukan, saran,
dan dukungan informasi dalam berbagai area (individu-individu,
kelompok-kelompok dan masyarakat).
g. Peranan
sebagai
pendidik
(Educational),
Pekerja
sosial
memainkan peranan dalam penentuan agenda, sehingga tidak
hanya membantu pelaksanaan proses peningkatan peningkatan
produktivitas akan tetapi lebih berperan aktif dalam memberikan
masukan dalam rangka peningkatan pengetahuan, keterampilan
serta pengalaman bagi individu-individu, kelompok-kelompok
dan masyarakat. Peran pendidikan ini dapat dilakukan dengan
peningkatan
kesadaran,
mengkonfrontasikan,
melakukan
memberikan
informasi,
pelatihan
bagi individu-
individu, kelompok-kelompokdanmasyarakat.11
4) Prinsip-Prinsip Pekerja Sosial
Dalam teori Midgey untuk ke semua praktik pekerja sosial
tersusun dalam suatu prinsip-prinsip general yang menggambarkan
keyakinan filsafat dari sosial profesi yang menjadi sebuah pedoman
pekerja sosial untuk bekerja dengan klien-klien mereka, beberapa
10
Chatarina Rusmiyati, dkk, Efektifitas Peran Pekerja Sosial Studi Kasus Panti Sosial
Petirahan Anak Satria Baturaden, (Yogyakarta: Balai Pendidikan dan Penlitian Kesejahteraan
Sosial Balai Besar Penelitian dan Pengembangan PelayananKesejahteraan Sosial, 2013), h. 3345.
11
WawaChayoo, “Pengertian, Fungsi dan Peran Pekerja Sosial”, Artikel diakes pada
Tanggal 12 Februari 2014, dari:http://wawachayoo.blogspot.com/2012/07/pengertian-fungsidan-peran-pekerja.html
35
prinsip ini lebih menekankan nilai-nilai dan ide-ide dari pada
prosedur praktik.
1. Prinsip Dasar Pekerja Sosial
Di bawah ini akan diuraikan prinsip-prinsip dasar sebagai
seorang pekerja sosial sebagai berikut :
a. Pengakuan akan harkat dan martabat manusia (Human Warth
and
Dignity). Martabat adalah harga diri yang paling tinggi
bagi setiap manusia dan merupakan hal yang paling penting
dipertaruhkan keberadaannya. Pekerja sosial adalah suatu
kegiatan yang berupaya agar manusia dapat diterima oleh
orang lain sesuai dengan martabatnya. Pekerja sosial tidak
boleh membedakan antara manusia satu dengan yang lainnya.
Pengakuan bahwa setiap manusia mempunyai hakikat dan
martabat harga diri dan juga pengakuan bahwa setiap manusia
mempunyai potensi yang dikembangkan sepanjang hidup
manusia harus dihormati.
b. Hak untuk menentukan diri sendiri (Self Determination).
Dimana suatu prinsip yang berdasarkan bahwa manusia atau
individu itu mempunyai hak untuk menentukan diri sendiri
pekerja sosial juga percaya bahwa bahwa individu, kelompok
dan masyarakat mempunyai hak untuk menentukan kebutuhankebutuhan mereka dan bagaimana hal itu dapat dicapai. Setiap
orang bebas menentukan nasibnya sendiri keyakinan bahwa
setiap orang dan manusia yang mengalami penderitaan pribadi
36
ekonomi atau sosial mempunyai hak untuk menentukan diri
sendiri dan bagaimana cara untuk mengatasinya. Pekerja sosial
juga tidak bersifat memerintah, memohon atau bahkan
mempengaruhi klien-klien mereka untuk membuat keputusan.
Sebaliknya, pekerja sosial membantu klien untuk mendapatkan
kembali keyakinan akan kemampuan kepada diri sendiri untuk
menyelesaikan masalah-masalahnya.
c. Kesempatan yang sama bagi semua orang (Equal Apportunity).
Keyakinan bahwa setiap orang mempunyai kesempatan yang
sama yang hanya dibatasi oleh kemampuan masing-masing,
setiap orang mempunyai kesempatan yang sama yang dibatasi
kemampuan.
d. Tanggung
jawab
sosial
(Social
Responsibility).
Pada
hakikatnya manusia itu disamping sebagai makhluk individu
juga sebagai makhluk yang sosial ia memiliki tanggung jawab
sosial, segala keutuhan seseorang individu akan terpenuhi oleh
pihak lain atau orang lain sehingga secara langsung dan tidak
langsung setiap orang bertujuan secara sosial terhadap orang
lain dilingkungan sosial akan terpanggil dan dituntut untuk
ikut mengatasinya.12
2. Prinsip Khusus Pekerja Sosial
Sebagai seorang yang berprofesi sebagai pekerja sosial,
dalam memberikan pelayanan kepada penerima manfaat, terdapat
12
Chazali H. Situmorang, Mutu Pekerja Sosial Di Era Otonomi Daerah, (Jawa Barat:
Cinta Indonesia, 2013), h. 78-85.
37
prinsip-prinsip yang dijalankan oleh pekerja sosial. Selain terdapat
prinsip dasar pekerja sosial, seperti yang telah diungkapkan di atas,
terdapat pula prinsip khusus pekerja sosial, seperti yang akan di
uraikan sebagai berikut :
1) Prinsip penerimaan (The Principle of Acceptance)
Prinsip ini melihat bahwa praktisi kesejahteraan sosial harus
berusaha menerima (client) mereka apa
adanya, tanpa
„menghakimi‟ klien tersebut. kemampuan praktisi kesejahteraan
sosial untuk menerima klien (pihak yang membutuhkan
„bantuan‟)-nya
dengan
sewarjarnya
akan
dapat
banyak
membantu perkembangan relasi antara mereka. Maka anda
sebagai praktisi kesejahteraan sosial harus berusaha untuk tidak
menghakimi klien tersebut berdasarkan panampilan fisiknya.
Seorang praktisi harus berusaha meredam perasaan suka atau
tidak suka yang terlihat dari penampilan fisik seseorang. Karena
dengan adanya sikap (acceptence)maka klien akan dapat merasa
lebih percaya diri dan tidak kaku dalam berbicara dengan
praktisi
kesejahteraan
sosial,
sehingga
ia
dapat
menggungkapkan perasaan yang menganjal di hatinya. Dengan
cara seperti ini maka relasi antara praktisi dengan klien dapat
dikembangkan.
2) Prinsip komunikasi (The Principle of Communication)
Prinsip komunikasi ini berkaitan erat dengan kemampuan
praktisi kesejahteraan sosial untuk menangkap informasi
38
ataupun pesan yang dikemukakan oleh klien. Pesan yang
disampaikan klien dapat berbentuk pesan verbal, yang
diucapkan klien melalui ucapannya. Atau pesan tersebut dapat
berbentuk non verbal, misalnya dari cara duduk klien cara
menggunakan tangannya, cara klien meletakan tangannya dan
sebagainya. Dari pesan non verbal tersebut kita bisa menangkap
apakah klien sedang merasa gelisah, cemas, takut, gembira, dan
berbagai ungkapan lainnya. Bila suatu saat klien tidak dapat
mengungapkan
peraaan
apa
yang
dirasakan,
praktisi
kesejahteraan sosial diharapkan dapat membantu klien tersebut
untuk
mengungkapkan
apa
yang
ia
rasakan.
Dengan
berkembangnya komunikasi antara praktisi dan klien, maka
praktisi dapat menelaah permasalahan. Kita harus bisa
menangkap informasi yang dilontarkan klien baik verbal
maupun non verbal dari si klien.
3) Prinsip Kerahasian (The Principle Of Confidentiality)
Dalam prinsip ini praktisi kesejahteraan sosial harus menjaga
kerahasiaan dari kasus yang sedang ditanganinya. Sehingga
kasus itu tidak dibicarakan dengan sembarang orang yang tidak
terkait dengan penanganan kasus tersebut. Dengan dijamin
kerahasiaan
ini,
maka
klien
akan
dapat
lebih
bebas
mengungkapkan permasalahan yang ia hadapi ataupun perasaan
yang ia rasakan. Ia akan merasa lebih aman mengungkapkan
perasaannya karena ia yakin apa yang ia utarakan dalam relasi
39
dengan
praktisi
kesejahteraan
sosial
akan
terjaga
kerahasiaannya.
4) Prinsip Partisipasi(The Principle Of Participation)
Praktisi diharapkan akan mengajak kliennya untuk ikut serta
berperan
aktif
dalam
menghadapi
permasalahan
yang
dihadapinya. Karena tanpa peran aktif dari klien, maka tujuan
dari terapi tersebut sulit untuk tercapai. Dalam prinsip ini,
tergambar bahwa „perbaikan‟ kondisi seseorang bukanlah hasil
kerja dari praktisi kesejahteraan sosial itu sendiri. Tetapi rasa
tanggung jawab dan keinginan yang sungguh dari klien untuk
memperbaiki kondisinya justru menjadi kunci keberhasilan dari
prosespemberian bantuan ini.
5) Prinsip Individualisasi(The Principle Of Individualization)
Menganggap setiap individu itu berbeda antara satu dengan
yang lainnya, sehingga seorang praktisi kesejahteraan sosial
haruslah berusaha memahami keunikan (Uniqueness) dari setiap
klien. Karena itu, dalam proses pemberian bantuan harus
berusaha mengembangkan intervensi yang sesuai dengan
kondisi kliennya agar mendapatkan hasil yang optimal. Dengan
adanya prinsip individualisasi ini maka praktisi kesejahteraan
sosial diharapkan tidak menyamaratakan setiap klien. Sehingga
pendekatan dalam melakukan terapi lebih diutamakan dengan
penanganan kasus perkasus.
40
6) Prinsip Sadar Diri(The Principle Of Self A Warness)
Prinsip kesadaran diri (self a warness)ini menuntut praktisi
kesejahteraan sosial untuk bersikap profesional dalam menjalin
relasi dengan kliennya. Dalam arti bahwa praktisi kesejahteraan
sosial harus mampu mengendalikan dirinya sehingga tidak
terhanyut oleh perasaan ataupun permasalahan yang dihadapi
oleh kliennya. Praktisi kesejahteraan sosial di sini haruslah tetap
rasional, tetapi harus mampu menyelami perasaan kliennya
secara objektif. Apabila seorang pekerja sosial tidak dapat
mengendalikan emosinya maka sebaiknya klien tersebut
dialihkan ke praktisi pekerja sosial yang lain.13
7) Sikap-sikap tidak menghakimi(The Principle Of Non Judgment)
Pekerjaan sosial yang menerapkan sikap tidak menghakimi tidak
menimbulkan rasa bersalah, atau derajat tanggung jawab klien
atas sebab-sebab masalah atau kebutuhan-kebutuhan, tetapi
meliputi pemberian penilaian-penilaian evaluatif tentang sikapsikap, standardstandard, atau tindakan-tindakan klien. Sikap
tidak menghakimi diterapkan ke dalam semua proses pekerjaan
sosial. Akan tetapi, keadaan-keadaan tertentu seperti saat-saat
ketika klien merasa terdemoralisasi, terstigmatisasikan, atau
disalahkan, menuntut sikap tidak menghakimi yang sangat
sensitif. Pandangan yang tidak menghakimi mengandung arti
sikap-sikap dan perilaku-perilaku pekerja sosial yang tidak
13
Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Pengantar
Pada Pengertian dan Beberapa Pokok Bahasan), (Depok, Fisip UI Press, 2005), h.80-84.
41
menghakimi. Pekerja sosial tidak menghakimi orang lain
sebagai baik atau buruk, berharga atau tidak berharga. Akan
tetapi, pekerja sosial melakukan penilaian-penilaian atau
keputusan-keputusan profesional setiap hari tentang pendekatanpendekatan alternatif dan solusi-solusi yang tepat. Pandangan
yang tidak menghakimi ialah suatu prinsip yang harus
diterapkan secara universal, Pekerja sosial harus menyadari di
dalam dirinya keadaan-keadaan yang memicu sikap menghakimi
dan menyalahkan itu. Standard profesional mewajibkan pekerja
sosial untuk menghadapi nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan
pribadi yang dapat mengakibatkan efek merusak terhadap
interaksi dengan klien.14
5. Metode Pekerja Sosial
Secara tradisional pekerjaan sosial dikatakan mempunyai
tiga metode pokok. Metode pokok tersebut adalah bimbingan sosial
individu (social case work), bimbingan sosial kelompok (social
group
work),
dan
bimbingan
sosial
organisasi/masyarakat
(community organization/community development). Pekerja sosial
mempunyai dua pendekatan yaitu praktik langsung (direct
practice) dan praktik tidak langung (indirect practice).
Karena dalam praktek langsung, untuk suatu kasus tertentu,
pekerja sosial dituntut untuk tidak hanya berhadapan dengan
14
Fredi Akbar, “Prinsip-prinsipetikpekerjaan social”, ArtikelDiaksesPadaTanggal 02
Maret 2014, dari: http://kesejahteraansosialunpas.wordpress.com/2010/12/05/prinsip-prinsipetik-pekerjaan-sosial/
42
kelompok atau bahkan juga dengan masyarakat, maka pekerja
sosial harus memiliki pengetahuan dan keterampilan, tidak hanya
tentang dinamika individu, kelompok, atau masyarakat saja, tetapi
sampai batas-batas tertentu harus memiliki semua pengetahuan dan
keterampilan itu.15
Menurut W.A. Friedlander bimbingan sosial perorangan
atau social case work adalah cara menolong seseorang dengan
konsultasi untuk memperbaiki hubungan sosialnya sehingga
memungkinkan tercapainya kehidupan yang memuaskan dan
bermanfaat.16
Menurut Friedlander bimbingan sosial kelompok (social
group work) pekerja sosial kelompok bekerja dengan beberapa cara
agar pergaulan didalam kelompok dan kegiatan kerja kelompok
dalam membantu perkembangan para individu anggota kelompok
dan membantu mencapai tujuan sosial yang dikehendaki.
Bimbingan sosial kelompok dilaksanakan untuk menolong individu
yang terikat di dalam kelompok, bimbingan tersebut diberikan oleh
pekerja sosial dalam mengikuti kegiatan kelompok, tujuan
bimbingan kelompok adalah individu yang terikat dengan
kelompok dapat bergaul dengan sesama anggota kelompok secara
baik, individu dapat mengambil manfaat dari pengalaman
15
Adi Fahrudin, Pengantar Kesejahteraan Sosial, (Bandung: PT Refika Aditama,
2012),h.71.
16
Istiana Hermawati, Metode dan Praktek Dalam Praktik Pekerjaan Sosial, (Jogjakarta:
Adi Cipta Karya Nusa, 2001),h.33.
43
pergaulan sesuai kebutuhan dan kemampuan, individu dapat
mencapai kemajuan pribadi, kelompok dan masyarakat.17
Bimbingan
sosial
masyarakat
(social
community
organization) menurut Friedlander bahwa metode bimbingan sosial
masyarakat adalah badan-badan sosial yang tidak memberikan
bantuan langsung kepada individu dan kelompok sosial, tetapi
dibentuk dengan tujuan untuk membantu merencanakan serta
membiayai lembaga sosial yang ada di dalam masyarakat.18
6. Teori-teori Pekerja Sosial
a. Teori psikodinamik berasal dari teori yang dikembangkan oleh
Sigmund Freud dan para pengikutnya. Disebut psikodinamik
karena teori ini memiliki asumsi bahwa tingkah laku berasal dari
gerakan dan interaksi yang terjadi dalam pikiran manusia. Teori
ini
menekankan
bahwa
pikiran
mempengaruhi
perilaku
seseorang. Sementara pikiran dan tingkah laku seseorang
dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosialnya. Beberapa konsep
teori ini adalah ketakutan dan ambivalensi (anxiety and
ambivalence) yang dibentuk dari resolusi terhadap permasalahan
yang kurang tepat pada awal masa kehidupan seseorang, yang
kemudian secara kuat mempengaruhi perasaan agresi, marah,
dan cinta.
b. Terapi
psikodinamik
sangat
berpengaruh
dalam
praktik
pekerjaan sosial seperti dalam hubungan interpesonal permisif
17
Istiana Hermawati, Metode dan Praktek Dalam Praktik Pekerjaan Sosial h.46.
Ibid, h.66.
18
44
keterbukaan, mendengarkan. Menurut Wallen, intinya adalah
menyangkut
penggunaan
istilah-istilah
kesadaran,
ketidaksadaran, agresi,konflik, ketakutan, hubungan dengan ibu
dan sebagainya. Sebelumnya, dalam pekerjaan sosial Hamilton
mengemukakan psikodinamik dapat dikenal melalui teori
diagnostik, yang merujuk kepada teori psikososial menurut
Woods dan Hollis. Elemen idenya adaah person in-situations,
meski kebanyakan penulis merujuk kepada kepada teori
ekologis yang lebih mengenal tentang person in enviroment
(PIE) dan klasifikasi dari treatmen case work.19
c. Teori kognitif-perilaku ini memiliki
keterikatan dengan dua
teori yang diperlakukan sama, yaitu model terapi perilaku yang
berasal dari teori psikologi mengenai persepsi dan proses
informasi. Kerja kognisi-perilaku memiliki perhatian dalam
mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan manusia,
khususnya yang berkaitan dengan pobia sosial, ketakutan dan
depresi.20
d. Terapi kognitif, Alford dan Beck mendefinisikan kognitif
sebagai fungsi yang melibatkan inferensi tentang pengalaman
seseorang dan tentang terjadinya peritiwa dimasa mendatang
dan pengontrolannya. Oleh karena itu, Beck mengembangkan
teori kognitif sejak awal tahun 1960an. Teori kognitif ini
19
Siti Napsiyah Ariefuzzaman dan Lisma Diawati Fuaida, Belajar Teori Pekerja Sosial,
(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h.31-33.
20
Ibid, h.39.
45
dilandaskan oleh tiga hal. Pertama,pendekatan fenomologis
psikologi yang menyatakan pandangan individu tentang self dan
dunia personalsentral tentang bagaimana ia berprilaku. Kedua,
teori struktur dan psikologi dalam (depth psycology) khususnya
teori Freud yang memberikan kontribusi pada pembentukan
struktur kognisi Beck mejadi proses-proses primer dan
sekunder. Ketiga, karya para pakar psikologi kognitif awal,
seperti Alport, Piager, dan George dan Kelly. Konsep
dasarterapi kognisi adalah bahwa kognisi merupakan kunci
untuk memahami dan menangani gangguan psikologis. Oleh
karena itu kognisi didefinisikan sebagai fungsi yang melibatkan
tentang
inferensi
tetang
pengalaman
seseorang
dan
pengontrolannya. Hal ini karena manusia dihadapkan pada
keharusan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selalu
berubah.21
e. Terapi kognitif perilaku pada prinsipnya terapi kognitif perilaku
adalah mengidentifikasikan kandungan pemikiran yang meliputi
asumsi, keyakinan, harapan, pesan kepada diri sendiri (self talk)
atau kelengkapan (atributions). Pemikiran-pemikiran kemudian
dikaji melalui berbagai tekhnik, pemikiran-pemikiran, kemudian
dikaji untuk menentukan dampak akhirnya terhadap emosi dan
perilaku klien dengan penggunaan tekhnik-tekhnik yang
21
Siti Napsiyah Ariefuzzaman dan Lisma Diawati Fuaida, Belajar Teori Pekerja Sosial,
h.44-45.
46
mendorong klien untuk mengadopsi pemikiran alternatif dan
yang lebih dapat menyesuaikan diri.22
7. Kode Etik Pekerja Sosial
Kode etik pekerja sosial merupakan pedoman yang
dijadikan sebagai standar perilaku para pekerja sosial yang
berisikan nilai-nilai, prinsip-prinsip, aturan profesi pekerjaan osial
yang dijadikan pedoman bagi anggotanya. Penetapan kode etik
ditujukan untuk menjaminkompetensi
pelayanan profesional
meningkatkan mutu pelayanan sosial dan melindungi penerima
pelayanan sosial. Prinsip-prinsip pekerjaan sosial dituangkan dalam
kode etik profesi, dalam bentuk petunjuk dan kewajiban. Adapun
kode etik pekerja sosial adalah :
a. Pekerja sosial mengutamakan tanggung jawab melayani
kesejahteraan individu dan kelompok.
b. Pekerja sosial mendahulukan atau mengutamakan tanggung
jawab profesi dari pada kepentingan pribadi.
c. Pekerja sosial tidak membeda-bedakan latar belakang
keturunan, warna kulit, agama, umur, jenis kelamin, warga
negara, dan berusaha mencegah serta menghapuskan
dikriminasi dalam memberikan pelayanan, dalam tugas serta
dalam praktek-praktek kerja.
d. Pekerja sosial melaksanakan tanggung jawab demi mutu dan
keleluasaan pelayanan yang diberikan.23
22
h.47.
Siti Napsiyah Ariefuzzaman dan Lisma Diawati Fuaida, Belajar Teori Pekerja Sosial,
47
C. Teori Biologis
Teori biologis didasarkan pada bukti bahwa perilaku yang sangat
terganggu sangat ditentukan oleh proses-proses organik dan fisik serta
otak.24Sebagai makhluk holistik, manusia utuh dilihat dari aspek jasmani
dan rohani, unik, serta berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, dapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya terus menerus menghadapi
perubahan lingkungan, dan berusaha beradaptasi dengan lingkungan.
Manusia sebagai makhluk bio. Bio berasal dari kata bios yang artinya
hidup. Manusia sebagai makhluk biologis memiliki ciri-cirisebagai
berikut.25
a. Terdiri atas sekumpulan organ tubuh yang semuanya mempunyai
fungsi terintegrasi. Dalam hal ini, setiap organ tubuh mempunyai
tugas masing-masing, tetapi tetap bergantung pada organ lain dalam
menjalankan tugasnya.
b. Diturunkan atau berkembang biak melalui jalan pembuahan sperma
laki-laki dan ovum dari wanita sehingga wanita dapat hamil lalu
melahirkan bayi yang kemudian tumbuh dan berkembang menjadi
remaja, dewasa, menua dan akhirnya meninggal.
c. Untuk mempertahankan kelangsungan hidup, manusia mempunyai
kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Kebutuhan dasar yang paling
utama adalah keyakinan kepada Tuhan, sedangkan kebutuhan dasar
23
Sumber Pedoman Pekerja Sosial (Dinas Sosial Provinsi Tuban) Artikel Ini Diakes 13
Maret 2014 dari http://pekerjasosialtuban.wordpress.com/pekerjaan-sosial/
24
Edi Suharto, ed., Pekerja Sosial Klinis (Jakarta: Pustaka Societa, 2008), h. 57-59.
25
Asmadi, Konsep Dasar Keperawatan, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2008),
h. 13.
48
biologis adalah kebutuhan fisiologis seperti oksigen, air, makanan,
eliminasi, dan lainnya.
D. Psikososial
Psikososial kata psikososial sendiri menggarisbawahi suatu
hubungan yang dinamis antara efek psikologis, dan sosial yang mana
masing-masingnya
saling
mempengaruhi.
Kebutuhan
psikososial
mencangkup cara seseorang berfikir dan merasa mengenal dirinya dengan
orang lain, keamanan dirinya dan orang lain, keamanan dirinya dengan
orang-orang yang bermakna baginya, hubungan dengan orang lain
lingkungan sekitarnya serta pemahaman dan reaksinya terhadap kejadiankejadian dan sekitarnya.26
Manusia sebagai makhluk psiko. Psiko berasal dari psyche yang
artinya jiwa. Menurut Ariestoteles, jiwa berarti kekuatan hidup. Jadi
manusia sebagai makhluk psiko, artinya adalah manusia makhluk yang
berjiwa. Sebagai makhluk psiko, manusia mempunyai kemampuan
berpikir, kesadaran pribadi, dan kata hati (Perasaan).27
Konsep
diri
merupakan
bagian
dari
masalah
kebutuhan
psikososialyang tidak didapat sejak lahir, namun dapat dipelajari sebagai
hasil dari pengalaman seseorang terhadap dirinya. Konsep diri
berkembang secara bertahap sesuai dengan dengan tahap perkembangan
psikososial seseorang. Secara umum konsep diri adalah semua tanda,
26
Departemen Sosial, Standar Rehabilitasi Psikososial Pekerja Migran, (Jakarta: 2004),
h.2.
27
Asmadi, Konsep Dasar Keperawatan, h. 14.
49
keyakinan dan pendirian yang merupakan sesuatu pengetahuan individu
tentang dirinya, yang dapat mempengaruhi hubungan dengan orang lain,
termasuk karakter, kemampuan, nilai, ide, dan tujuan.28
Manusia sebagai makhluk sosial. Sejak lahir, manusia tumbuh dan
berkembang memerlukan bantuan orang lain. Menurut Ariestoteles,
manusia adalah makhluk Zoonpoliticon. Artinya, manusia adalah makhluk
sosial yang tidak bisa lepas dari orang lain dan selalu beriteraksi dengan
mereka. Manusia akan belajar dari lingkungantentang norma, ajaran,
peraturan, kebiasaan, tingkah laku yang etis maupun tidak etis atau ragam
budaya manusia.29
1. Fase-Fase Perkembangan Psikososial
Terdapat delapan fase menurut Erik H Erikson :
Kedelapan tahapan psikososial menurut Erikson tersebut
sebagai berikut :
a. Percaya Versus Tidak Percaya (Balita)
Bayi yang baru lahir harus banyak belajar untuk percaya
bahwa
ibunya
akan
ada
disampingnya
untuk
memberi
makan,mengasuh, dan memberikan perawatan mendasar. Jika
kebutuhan dasar ini tidak dipenuhi, balita tersebut akan tumbuh
berkembang jadi seseorang yang tidak mudah percaya dan tidak
dapat mengandalkan orang lain, yang kemudian secara signifikan
28
Minarni, Vila Yuniati, Kebutuhan Dasar Manusia, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 2013), h.15.
29
Asmadi, Konsep Dasar Keperawatan, h.15.
50
mengurangi kecenderungan untuk menjalin hubungan yang erat
dengan orang lain dikemudian hari.
b. Otonomi Versus Rasa Malu dan Keraguan (Awal masa anak-anak)
Pelatihan pengunaan toilet, yang merupakan aktifitas
pertama yang memerlukan pembelajaran aktif pada balita yang
sedang berkembang, merupakan sesuatu yang penting dalam aktifitas
lanjutan yang memerlukan kepercayaan diri. Jika seorang anak kecil
diberi dukungan, dorongan, dan pujian pada proses ini, dia akan
berkembang menjadi pribadi yang lebih percaya diri dan mandiri.
Jika kritik yang berlebihan diberikan oleh orang tua, hilanglah
kepastian sang anak untuk meraih tingkat ekonomi.
c. Inisiatif Versus Rasa Bersalah (Usia Pra-Sekolah)
Erikson, seperti halnya Sigmund Freud, mengemukakan
teori bahwa anak-anak harus menghilangkan kemarahan pada ayah
dan
ibunya.
Mereka
harus
menyelesaikan
rivalitasnya
dan
menggunakan energinya untuk beraktifitas lain dan bermain dengan
teman-temannya
sebagai
cara
untuk
melatih
inisiatif
dan
membangun kompetisi. Tanpa hal tersebut, rasa bersalah akan
muncul, yang akan berujung pada ketidak mampuan untuk
membangun sebuah hubungan secara aktif.
d. Industri Versus Inferionitas (Masa Sekolah)
Kognitif, sama halnya seperti kemampuan-kemampuan
sosial
lain
yang
dibutuhkan
disekolah
adalah
pusat
dari
perkembangan tahap ini, dan identitas jenis kelamin seseorang
51
adalah sebuah masalah yang penting. Anak yang mengembangkan
kemampuan-kemampuan ini, akan memperkuat keinginannya untuk
hidup berkecukupan atau industri, sedangkan perkembangan yang
tidak cukup baik dalam tahap ini akan berakhir dengan rasa yang
tidak cukup dan inferior.
e. Identitas Versus Kegamangan Perang (Masa Remaja)
Erikson
memandang
tahapan
ini
sebagai
tahapan
yangsangat penting dalam pembentukan dasar kedewasaan. Para
remaja diharapkan untuk mengembangkan sebuah jaminan bahwa
orang lain akan melihat mereka sama seperti halnya mereka melihat
diri sendiri. Pada tahapan ini, para remaja bertemu dengan arti atau
tujuan hidup dan mulai mengembangkan tujuan-tujuan masa depan
secara mandiri. Mereka mulai menyadari bahwa mereka perlu untuk
memikul tanggung jawab atas diri mereka sendiri dan terhadap apa
yang akan mereka lakukan dengan hidupnya. Tanpa kesadaran
tentang identitas diri, maka akan sulit untuk mengembangkan sebuah
hubungan, dan keputusan yang diambil perihal tanggung jawab
orang dewasa menjadi sulit untuk dijelaskan.
f. Intimasi Versus Isolasi (Awal Masa Dewasa)
Pada tahapan ini, seorang dewasa muda belajar untuk
bekerja sama dengan orang lain dan membangun hubungan yang
lebih dekat. Beberapa hubungan yang sangat dekat mungkin yang
memulai. Isolasi dapat terjadi jika seorang
dewasa muda tidak
dapat mengembangkan hubungan yang kooperatif dan dekat.
52
g. Generatifitas Versus Stagnasi (Usia Pertengahan)
Tahapan setelah bertanggung jawab untuk diri sendiri ialah
tahapan dimana seorang pribadi bertanggung jawab pula untuk
membantu orang lain. Dengan membantu orang lain tumbuh dan
berkembang, orang tersebut akan menjadi dewasa. Mereka yang
tidak mengembangkan rasa tanggung jawab ini akan menjadi
stagnan dan kehilangan perasaan dwasa yang dihubungkan dengan
kontribusi terhadap perkembangan orang lain.
h. Integritas Versus Keputus Asaan (Masa Tua)
Perasaan berharga dan berhasil dirasakan oleh orang-orang
dewasa tua dalam tau dekat usia 60. Ada perasaan bahwa mereka
telah berhasil dengan baik dan telah mengalami sebagian besar dari
apapun yang orang dapat pertanyakan tentang hidup. Mereka yang
mencapai usia ini dengan perasaan bahwa mereka gagal mencapai
tujuan hidupnya, mengalami keterputusasaan, penyesalan, atau
perasaan tidak berharga dalam hidupnya. Mereka merasa bahwa
mereka tidak memberikan kontibusi apapun dan merasa takut tidak
dapat berkontribusi pada orang lain atau mencari arti hidup pada sisa
umur yang ada.30
30
Edi Suharto, ed., Pekerja Sosial Klinis, h.218-220.
53
2. Perkembangan Emosi Anak Tunarungu Wicara
Kekurangan akan pemahaman bahasa lisan atau tulisan
seringkali menyebabkan anak tunarungu menafsirkan sesuatu secara
negatif atau salah dan ini sering menjadi tekanan bagi emosinya.
Tekanan pada emosinya itu dapat menghambat perkembangan
pribadinya dengan menampilkan sikap menutup diri, bertindak
agresif, atau sebaliknya menampakan kebimbangan dan keraguraguan.
Emosi anak tunarungu selalu bergejolak disatu pihak
karena kemiskinan bahasanya dan pihak lain karena pengaruh dari
luar yang diterimanya. Anak tunarungu bila ditegur oleh orang yang
tidak dikenalnya akan tampak resah dan gelisah.
Karateristik anak tuna rungu dalam aspek sosial-emosional
adalah sebagai berikut :31
a.
Pergaulan terbatas dengan sesama tunarungu, sebagai akibat dari
keterbatasan dalam kemampuan berkomunikasi.
b.
Sifat
ego
sentris
yang
melebihi
anak
normal,
yang
ditunjukandengan sukarnya mereka menempatkan diri pada
situasi berpikir dan perasaan orang lain, sukarnya menyesuaikan
diri, serta tindakannya lebih terpusat pada ego, sehingga kalau ada
keinginan harus selalu dipenuhi.
31
Rumah Tunarungu wicara, “Special Education For Change to be Better”, Artikel
Diakses
pada
Tanggal
15
Februari
2014,
dari:
http//arozi-k5113006plbuns13.blogspot.com/2013/10/karakteristik-anak-tunarungu-wicara_28.html?m=1.
54
c.
Perasaan takut atau khawatir terhadap lingkungan sekitar, yang
menyebabkan ia tergantung pada orang lain serta kurang percaya
diri.
d.
Perhatian anak tunarungu sukar dialihkan, apabila ia sudah
menyenangi suatu benda atau pekerjaan tertentu.
e.
Memiliki sifat polos, serta perasaanya umumnya dalam keadaan
ekstrim tanpa banyak nuansa.
f.
Cepat marah dan mudah tersinggung, sebagian akibat seringnya
mengalami
kekecewaan
karena
sulitnya
menyampaikan
perasaan/keinginannya secara lisan ataupun dalam memahami
pembicaraan orang lain.
3.
Perkembangan Sosial Anak Tunarungu Wicara
Manusia sebagai makhluk sosial selalu memerlukan
kebersamaan dengan orang lain. Demikian pula anak tunarungu, ia
tidak terlepas dari kebutuhan tersebut. Akan tetapi karena mereka
miliki kelainan dalam segi fisik pada kesehatan indera pendengaran
dan pengecapan biasanya akan menyebabkan suatu kelainan dalam
penyesuaian diri terhadap lingkungan. Pada umumnya lingkungan
melihat mereka sebagai individu yang memiliki kekurangan dan
menilainya sebagai seseorang yang kurang berkarya. Dengan
penilaian lingkungan yang demikian, anak tunarungumerasa benarbenar kurang berharga. Dengan penilaian dari lingkungan yang
demikian juga memberikan pengaruh yang benar-benar besar terhadap
perkembangan fungsi sosialnya. Dengan adanya hambatan dalam
55
perkembangan sosial ini mengakibatkan pula pertambambahan
minimnya penguasaan bahasa dan kecendrungan menyendiri serta
memiliki sifat egosentris.
Faktor sosial dan budaya meliputi pengertian yang sangat
luas, yaitu ligkungan hidup dimana anak berinteraksi yaitu interaksi
antara individu dengan individu, dengan kelompok, dengan keluarga,
dan masyarakat. Untuk kepentingan anak tunarungu, seluruh anggota
keluarga, guru, dan masyarakat disekitarnya hendaknya berusaha
mempelajari dan memahami keadaan mereka karena hal tersebut dapat
menghambat perkembangan kepribadian yang negatif pada diri anak
tunarungu.
Anak tunarungu banyak dihinggapi kecemasan karena
menghadapi lingkungan yang beraneka ragam komunikasinya, hal
seperti ini akan membingungkan anak tunarungu. Anak tunarungu
sering mengalami berbagai konflik, kebingungan, dan katakutan
karena ia sebenarnya hidup dalam lingkungan yang bermacammacam.
Sudah menjadi kejelasan bagi kita bahwa hubungan sosial
banyak ditentukan oleh komunikasi antara seseorang dengan orang
lain. Kesulitan komunikasi tidak bisa dihindari. Namun bagi anak
tunarungu tidaklah demikian karena anak ini mengalami hambatan
dalam berbicara. Kemiskinan bahasa membuat dia tidak mampu
56
terlibat secara baik dalam situasi sosialnya. Sebaliknya, orang lain
akan sulit memahami perasaan dan pikirannya.32
4.
Faktor-Faktor Psikososial Antara Lain
a. Stimulasi
Stimulasi merupakan hal yang paling penting dalam
tumbuh kembang anak. Anak mendapatkan stimulasi yang terarah
dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan
anak yang kurang atau tidak mendapatkan stimulasi.
b. Motivasi belajar
Motivasi belajar dapat di tumbuhkembangkan sejak dini,
dengan memberikan lingkungan yang kondusif untuk belajar,
misalnya adanya sekolah yang tidak terlalu jauh, buku-buku,
suasana yang tenang serta sarana lainnya.
c. Ganjaran ataupun hukuman yang wajar
Kalau anak berbuat benar, maka wajib kita memberi
ganjaran, misalnya pujian, ciuman, belaian, tepuk tangan dan
sebagainya. Ganjaran tersebut akan menimbulkan motivasi yang
kuat bagi anak untuk mengulangi tingkah lakunya. Sedangkan
menghukum dengan cara-cara yang wajar kalau anak berbuat salah,
masih dibenarkan. Yang penting hukuman harus diberikan secara
obyektif, disertai pengertian dan maksud dari hukuman tersebut,
bukan hukuman untuk melampiaskan kebencian dan kejengkelan
terhadap anak. Sehingga anak tahu yang baik dan yang tidak baik,
32
T. Sutjihati Somantri, Psikologi anak luar biasa, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006),
h.98.
57
akibat akan menimbulkan rasa percaya diri pada anak yang penting
untuk perkembangan kepribadian anak kelak kemudian hari.
d. Kelompok sebaya
Untuk
proses
sosialisasi
dengan
lingkungan
anak
memerlukan teman sebaya. Tetapi perhatian dari orang tua
dibutuhkan untuk memantau dengan siapa anak itu bergaul.
Khususnya bagi remaja, aspek kehidupan teman sebaya menjadi
sangat
penting
dengan
makin
meningkatkan
kasus-kasus
penyalahgunaan obat-obat dan narkoba.
e. Stress
Stress pada anak juga berpengaruh terhadap tumbuh
kembangnya, misalnya anak akan menarik diri, rendah diri,
terlambat bicara, nafsu makan menurun dan sebagainya.
f. Sekolah
Dengan adanya wajib belajar 9 tahun saat ini, diharapkan
setiap anak mendapatkan kesempatan duduk dibangku sekolah
minimal 9 tahun. Sehingga dengan mendapatkan pendidikan yang
baik, maka diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup anak-anak
tersebut. yang masih menjadi masalah sosial saat ini adalah masih
banyaknya anak-anak yang terpaksa meninggalkan bangku sekolah
karena harus membantu mencari nafkah untuk keluarganya.
g. Cinta dan kasih sayang
Salah satu hak anak adalah hak untuk dicintai dan
dilindungi. Anak memerlukan kasih sayang dan perlakuan adil dari
58
orang tuanya. Agar anak memerlukan kasih sayang dan perlakuan
yang adil dari orang tuanya. Agar kelak kemudian hari menjadi
anak yang tidak sombong dan bisa memberikan kasih sayangnya
pula kepada sesamanya. Sebaliknya kasih sayang yang diberikan
secara berlebihan dan menjurus ke arah memanjakan, maka akan
menghambat bahkan mematikan perkembangan kepribadian anak.
Akibatnya anak akan menjadi manja, kurang mandiri, pemboros,
sombong, dan kurang bisa menerima kenyataan.
h. Kualitas interaksi anak-orang tua
Interaksi timbal balik antara anak dan orang tua, akan
menimbulkan keakraban dalam keluarga. Anak akan terbuka
kepada orang tuanya, sehingga komunikasi bisa dua arah dan
segala permasalahan dapat dipecahkan bersama karena adanya
keterdekatan dan kepercayaan antara orang tua dan anak. Interaksi
tidak ditentukan oleh seberapa lama kita bersama anak. Tetapi lebih
ditentukan oleh kualitas dari interaksi tersebut yaitu pemahaman
terhadap kebutuhan masing-masing dan upaya optimal untuk
memenuhi kebutuhan tersebut yang dilandasi oleh rasa saling
menyayangi.33
E. Spiritual
Manusia secara terus menerus menghadapi berbagai
perubahan lingkungan yang selalu berusaha menyesuaikan diri agar
tercapai keseimbangan dan interaksi dengan lingkungan serta
33
Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Anak (Surabaya: Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak
Universitas Airlangga, 1998). h.9.
59
menciptakan hubungan antara manusia secara serasi. Dalam teori
keperawatan sering memandang manusia sebagai manusia yang
holistikmerupakan pendekatan yang bersifat secara menyeluruh
terhadap individu dalam kontak biopsikososial, kultural, dan spiritual
dimana sebagai makhluk dengan dasar spiritual, manusia memiliki
keyakinan
dan
kepercayaan
serta
menyembah
Tuhan
atau
sembahyang.34
Manusia sebagai makhluk spiritual. Manusia sebagai
makhluk spiritual mempunyai hubungan dengan kekuatan di luar
dirinya. Hubungan dengan Tuhannya, dan mempunyai keyakinan di
luar dirinya. Keyakinan yang dimiliki seseorang akan berpengaruh
terhadap perilakunya.35
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungan dengan
Tuhan Yang Maha Esa dan Maha-Penciptanya. Kata “spiritual” sering
digunakan dalam percakapan sehari-hari. Untuk memahami pengertian
spiritual dapat dilihat berbagai sumber. Berdasarkan etimologinya,
spiritual berarti sesuatu yang mendasar, penting, dan mampu
menggerakan serta memimpin cara berpikir dan bertingkah laku
seseorang.Usia anak-anak merupakan tahap perkembangan kepercayaan
berdasarkan pengalaman, perilaku didapatkan berdasarkan pengalaman.
Perilaku yang didapat antara lain adanya pengalaman dari interaksi
dengan orang lain keyakinan dan kepercayaan yang dianut.
34
Chistina Lia Uripni, dkk, Komunikasi Kebidanan (Jakarta: Buku Kedokteran EGC,
2003), h.71.
35
Asmadi, Konsep Dasar Keperawatan, h. 16.
60
Pada masa ini, anak belum mempunyai pemahaman salah
atau benar. Kepercayaan atau keyakinan yang ada pada masa ini
mungkin hanya mengikuti ritual atau meniru orang lain. Pada masa ini
anak-anak biasanya sudah mulai bertanya tentang pencipta, arti doa,
dan mencari jawaban tentang kegiatan keagamaan.Peran orang tua
sangat menentukan dalam perkembangan spiritual anak. Hal terpenting
bukan apa yang diajarkan oleh orang tua pada anak tentang Tuhan.
Tetapi apa yang anak pelajari mengenai Tuhan, kehidupan, diri sendiri,
dari perilaku orang tua mereka.36
F. AnakTunarungu Wicara
Orang dengan kecacatan rungu wicara mengalami kesulitan
dalam
mengembangkan
kemampuan
berfikir,
karena
mereka
mengalami hambatan dalam penguasaan bahasa sehingga kemampuan
mewujudkan fikirannya kedalam lambang-lambang bahasa pun
terganggu. Dengan kata lain, potensi aktualisasi diri dan kemampuan
mewujudkan fungsi sosialnya terhambat karena masalah kemampuan
berbahasa dan bukan karena cacat rungunya. Lebih jauh dari itu para
ahli menyatakan bahwa akibat gangguan komunikasi dan bahasa
menimbulkan masalah yang lebih kompleks antara lain pada aspek
perseptual kognitif, emosi, sosial, kesulitan mempelajari, keterampilan
vocasional yang berdampak pada kesulitan mendapat lapangan
pekerjaan. Gangguan berbahasa juga menimbulkan masalah penerimaan
orang tua dan masyarakat yang berdampak pada kekeliruan cara
36
Anggara Dwi Sulistiyanto, Dkk., Kebutuhan Dasar Manusia (Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2013), h. 25-26.
61
pandang dan pelakuan. Hal ini kiranya menjadi jelas bahwa untuk
mengatasi permasalahan yang mungkin timbul bagi para orang dengan
kecacatan rungu wicara adalah diberikannya pelayanan yang mampu
mengembangkan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi yang
sesuai dengan kondisinya.37
Orang dengan kecacatan rungu wicara adalah orang-orang
yang pendengarannya menyimpang sedemikian rupa dari rata-rata
normal sehingga mengalami gangguan dalam proses pemerolehan
bahasa. Gangguan pendengaran pada orang dengan kecacatan rungu
wicara merupakan penyebab utama tidak memiliki kemampuan
berbahasa yang meliputi kemampuan menerima dan mengekspresikan
bahasa.38Pengertian tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan
kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat
menangkap
berbagai
rangsangan,
terutama
melalui
indera
pendengarannya.
1. Karakteristik Tunarungu Wicara
Bentuk mimik peserta didik tuna rungu wicara berbeda
dengan anak-anak lain, karena mereka mereka tidak pernah
mendengar atau mempergunakan salah satu panca inderanya
terutama telinga dan mulut. Oleh sebab itu mereka tidak terlalu
paham dengan apa yang dimaksud dan dikatakan oleh orang lain.
37
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Direktorat Rehabilitasi sosial Orang Dengan
Kecacatan Kementerian Sosial Republik Indonesia, Panduan Pelaksanaan Komunikasi Total
BagiOrang Dengan Kecacatan Rungu Wicara, (Jakarta: Kementerian Sosial Republik
Indonesia), h.1.
38
Ibid,h. 9.
62
Menurut Gregory, S Perilaku yang dominan yang muncul
terhadap peserta didik dengan kelainan tunarungu wicara disekolah
secara dominan berkaitan dengan hambatan dalam perkembangan
bahasa dan komunikasi. Ciri-ciri umumnya antara lain :
a. Kurang memperhatikan saat guru memberikan pelajaran di
kelas.
b. Selalu memiringkan kepalanya, sebagai upaya untuk
berganti posisi telinga terhadap sumber bunyi, sering kali ia
meminta pengulangan penjelasan guru saat di kelas.
c. Mempunyai kesulitan untuk megikuti petunjuk secra lisan.
d. Keengganan untuk berpartisipasi secara oral, mereka
mendapatkkan kesulitan untuk berpartisipai secara oral dan
dimungkinkan karena hambatan pendengarannya.
e. Adanya ketergantungan terhadap petunjuk atau intruksi saat
dikelas.
f. Mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa dan
bicara.
g. Perkembangan intelektual peserta didik tunarungu wicara
terganggu
h. Mempunyai kemampuanakademik yang rendah, khususnya
dalam membaca.39
39
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian 2 Ilmu
Pendidikan Praktis, (Jakarta: PT Imperal bhakti Utama, 2007), h. 50.
63
2. Klasifikasi Tunarungu
a. Klasifikasi secara etimologis, yaitu pembagian berdasarkan
sebab-sebab, dalam hal ini penyebab
ketunarunguan
ada
beberapa faktor, yaitu: Pada saat sebelum dilahirkan
a) Salah satu atau kedua orang tua anak menderita tunarungu
atau mempunyai gen sel pembawa sifat abnormal, misalnya
dominat genes, recesive gen, dan lain-lain.Karena penyakit;
sewaktu ibu mengandung terserang suatu penyakit, terutama
penyakit-penyakit yang diderita pada saat kehamilan tri
semester pertama yaitu pada saat pembentukan ruang telinga.
Penyakit itu ialah rubella, moribili dan lain-lain.
b) Karena keracunan obat-obatan; pada suatu kehamilan, ibu
meminum obat-obatan terlalu banyak, ibu seorang pecandu
alkohol, atau ibu tidak menghendaki kehadiran anaknya
sehingga ia meminum obat penggugur kandungan, hal ini
dapat
menyebabkan
ketunarunguan
pada
anak
yang
dilahirkan.
Pada saat kelahiran :
a. Sewaktu melahirkan, ibu mengalami kesulitan sehingga
persalinan dibantu dengan penyedotan (tang).
b. Prematuritas, yakni bayi yang lahir sebelum waktunya.
Pada saat setelah kelahiran (post natal)
64
a. Ketulian yang terjadi karena infeksi, misalnya infeksi
pada otak meninggitis) atau infeksi umum seperti difteri,
morbili, dan lain-lain.
b. Pemakaian obat-obatan otoksi pada anak-anak, karena
kecelakaan
yang
mengakibatkan
kerusakan
alat
pendengaran bagian dalam, misalnya jatuh.
Klasifikasi menurut tarafnya dapat diketahui dengan
tes audiometris:
Andreas Dwidjosumarto mengemukakan :
a. Tingkat I, kehilangan kemampuan mendengar antara 3554
dB, penderita hanya memerlukan latihan berbicara
dan
bantuan mendengar secara khusus.
b. Tingkat II, kehilangan kemampuan mendengar
antara
55 sampai 69 dB, penderita kadang-kadang memerlukan
penempatan sekolah secara khusus, dalam kebiasaan
sehari-hari memerlukan latihan berbicara dan bantuan
latihan berbahasa secara khusus.
c. Tingkat III, kehilangan kemampuan mendengar antara 7089 dB.
d. Tingkat IV, kehilangan kemampuan mendengar 90 dB
keatas.
Penderita dari tingkat I dan II dikatakan mengalami
ketulian. Dalam kebiasaan sehari-hari mereka sesekali latihan
berbicara, mendengar berbahasa, dan memerlukan pelayanan
65
pendidikan secara khusus. Anak yang kehilangan kemampuan
mendengar dari tingkat
III sampai IV pada hakekatnya
memerlukan pendidikan
khusus. Pengaruh pendengaran pada
perkembangan bicara dan bahasa. Perkembangan bahasa dan
bicara berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran, akibat
terbatasnya ketajaman pendengaran, anak tunarungu tidak mampu
mendengar dengan baik. Dengan demikian pada anak tunarungu
tidak terjadi proses peniruan suara setelah masa merabaan, proses
peniruannya hanya terbatas pada peniruan visual.
Adapun berbagai media komunikasi yang dapat digunakan
sebagai berikut:
1. Bagi anak tunarungu yang mampu bicara, tetap mengunakan
bicara sebagai media dan membaca ujaran sebagai sarana
penerimaan dari pihak tunarungu.
2. Menggunakan media tulisan dan membaca sebagai sarana
penerimaannya.
3. Mengunakan isyarat sebagai media.40
40
T.Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, h.93-101.
BAB III
GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA
“MELATI” JAKARTA TIMUR
A. Kelembagaan Panti
1.
Latar Belakang
Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” sebagai Unit
Pelaksana
Tekhnis
(UPT)
Kementerian
Sosial
RI,
dibentuk
berdasarkan Surat keputusan Menteri Sosial RI nomor 6/HUK/1994
tentang dasar pendirian panti sosial yang dijabarkan dalam
PERMENSOS RI nomor 106/HUK/2009 tentang organisasi dan tata
kerja panti sosial di lingkungan Kementerian Sosial dengan tugas
pokok : memberikan bimbingan pelayanan rehabilitasi sosial dalam
bentuk bimbingan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan,
praktek belajar kerja resosialisasi, bimbingan lanjut dan penjangkauan
luar panti. Selain itu melaksanakan juga proses pengkajian dan
penyiapan standar pelayanan, pemberian dan penyebaran informasi
serta rujukan dengan tujuan agar penyandang disabilitas rungu wicara
dapat hidup mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan di
masyarakat.1
1
Data Diambil Dari File Yang Diberikan Oleh Pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara
Melati Pada Tanggal 12 Mei 2014.
66
67
2.
Visi Misi
Visi :
Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” siap memfasilitasi
penyandang disabilitas rungu wicara menjadi manusia yang mandiri.
Misi :
a) Melaksanakan pelayanan rehabilitasi sosial bagi penerima manfaat
dengan standar pelayanan.
b) Melaksanakan program dan advokasi pelayanan rehabilitasi sosial
bagi penerima manfaat secara efisien dan efectif.
c) Melaksanakan dukungan, sumber daya manusia serta manajemen
pelayanan rehabilitasi sosial yang akuntabel, transparan, dan
efisien.2
3.
Moto dan Maklumat
Moto
: Anda siap mandiri kami siap memfasilitasi.
Maklumat
: Kami pegawai Panti Sosial Bina Rungu Wicara
Melati siap bekerja sama dalam mewujudkan
kemandirian peyandang disabilitas rungu wicara.3
4.
Tugas
Memberikan pelayanan rehabilitasi sosial bagi penyandang
disabilitas
rungu
wicara
dalam
mengembangkan
bakat
dan
keterampilan untuk hidup mandiri.4
2
Data Diambil Dari File Yang Diberikan Oleh Pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara
Melati Pada Tanggal 12 Mei 2014.
3
Data Diambil dari File Yang Diberikan oleh Pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara
Melati Pada Tanggal 12 Mei 2014.
68
5.
Fungsi
a) Sebagai
pusat
pengembangan,
penyebaran,
dan
pelayanan
kesejahteraan sosial.
b) Sebagai pusat pemberdayaan dan pengembangan kesempatan kerja
penerima manfaat.
c) Sebagai pusat pelatihan keterampilan.
d) Sebagai pusat advokasi dan informasi kesejahteraan sosial.
e) Sebagai pusat rujukan bagi pelayanan rehabilitas dari lembaga
lainnya.
f) Sebagai pusat laboratorium rehabilitasi sosial.5
6.
Struktur Organisasi6
Ke Kepala PSBRW Melati
Tri Sukreni
Kepala Bag Sub Tata
Usaha
Bb Bambang Wibowo
t
Tr
Ke Kepala
Seksi
Program
Advokasi
Sosial
Nurul Arafiah
Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial
Dewi Isnaeni
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
INSTALANSI PRODUKSI (WORKSHOP)
pp
pe
4
Data Diambil dari File Yang Diberikan oleh Pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara
Melati Pada Tanggal 12 Mei 2014.
5
Data Diambil dari File Yang diberikan oleh Pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara
Melati Pada Tanggal 12 Mei 2014.
6
Data Diambil dari File Yang diberikan oleh Pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara
Melati Pada Tanggal 13 Mei 2014.
69
7.
Sasaran Garapan
1. Penyandang disabilitas rungu wicara usia produktif (15-30 tahun)
dengan kriteria sebagai berikut :
a) Memiliki gangguan bicara dan pendengaran
b) Memiliki hambatan komunikasi dalam kegiatan sehari-hari
c) Membutuhkan keterampilan kerja produktif
d) Memiliki hambatan atau kecanggungan mental psikologis
yang ditandai dengan rasa rendah diri, isolatif, dan kurang
percaya diri
e) Memiliki hambatan dalam melaksanakan fungsi sosialnya
secara umum
2. Keluarga dan lingkungan sosial penyandang disabilitas rungu
wicara.
3. Organisasi sosial, perusahaan dan lembaga ekonomi lainnya
4. Sistem sumber lain yang mendukung terwujudnya kemandirian dan
keberfungsian sosial penyandang disabilitas rungu wicara.7
8.
Kapasitas Tampung
Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” mempunyai
kapasitas
tampung
sebanyak
125
orang
penerima
manfaat.
Berdasarkan pada Keputusan Menteri Sosial RI : 40/HUK/2004
7
Data Diambil dari File Yang diberikan oleh Pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara
Melati Pada Tanggal 12 Mei 2014.
70
tentang prosedur kerja panti sosial dilingkungan Departemen Sosial
RI.8
9.
Syarat Penerimaan
Program rehabilitasi sosial yang diberikan dalam panti
dengan mengasramakan penyandang disabilitas rungu wicara dengan
menerima pelayanan maksimal 1 s/d 3 tahun (sesuai hasil assesment),
tanpa dipungut biaya/gratis. Bagi keluarga atau wali penyandang
disabilitas rungu wicara yang berminat untuk mengikut sertakan
anak/anggota keluarganya pada program bimbingan rehabilitasi sosial
pada Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati”, persyaratan yang
harus dipenuhi calon penerima manfaat adalah sebagai berikut:
1. Calon penerima manfaat
a)
Disabilitas rungu wicara.
b)
Tidak cacat ganda (tuna netra, tuna grahita, dan tuna daksa).
c)
Umur 15 s/d 30 tahun.
d)
Bersedia diasramakan.
e)
Belum pernah menikah atau melahirkan.
2. Administrasi
a) Surat permohonan orang tua/wali.
b) Surat pernyataan orang tua/wali anak belum menikah dan tidak
nikah selama mengikuti pendidikan dalam panti.
c) Surat pernyataan orangtua/wali dan calon penerima manfaat
setuju, bersedia mematuhi peraturan panti dan menerima
8
Data Diambil dari File Yang diberikan oleh Pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara
Melati Pada Tanggal 12 Mei 2014.
71
kembali anak setelah menerima bimbingan dari panti, dibuat di
atas materai 6000.
d) Fotocopy KTP calon penerima manfaat dan orang tua /wali
serta foto copy Katu Keluarga (KK).
e) Surat keterangan domisili dari RT/RW setempat.
f)
Surat keterangan Dokter.
g) Fotocopy Ijazah/STTB atau surat kerangan pernah sekolah.
h) Pas foto ukuran 2x3 (4 lmbar) dan 4x6 (4 lembar) berwarna.
i)
Rujukan
dan
Dinas/Instalansi
Sosial
Provinsi
/Kabupaten/Kota.9
10. Fasilitas Panti
a. Sarana Panti
9
1) Tanah Panti, luas
: 9.740 m
2) Kantor panti, luas
: 400 m
3) Asrama putra putri (7unit), luas
:1.566 m
4) Aula Gedung serbaguna, luas
: 250 m
5) Ruang Kelas (3 unit), luas
:180 m
6) Ruang Assesment, luas
: 37 m
7) Ruang Bina Suara/Kedap Suara, luas
: 425 m
8) Ruang Bimbingan Fisik, luas
: 86 m
9) Ruang Makan dan Dapur, luas
: 270 m
10) Gedung Keterampilan (8 unit), luas
: 625 m
11) Mushollah, luas
: 100 m
Data Diambil dari File Yang diberikan oleh Pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara
Melati Pada Tanggal 12 Mei 2014.
72
12) Ruang Bina Wicara, luas (3 unit), luas
: 21 m
13) Ruang Instalasi Produksi, luas
: 80 m
14) Ruang Poliklinik, luas
: 12 m
15) Ruang Perpustakaan, luas
: 18 m
16) Ruang Rapat, luas
: 30 m
17) Ruang Dinas Pegawai (6 unit), luas
: 306 m
18) Ruang Koperasi, luas
: 18 m
19) Guesh House, luas
: 66 m
20) Gudang dan Garasai, luas
: 120 m
21) Bangunan Air Sumur Sintesis, luas
: 20 m
22) Pos Satpam, luas
:6m
b. Sarana Transportasi
1) Kendaraan Dinas Operasional Roda Empat
: 2 Unit
2) Kendaraan Unit Pelayanan Sosial Keliling
: 1 Unit
3) Kendaraan Bis Operasional
: 1 Unit
4) Kendaraan Sepeda Motor Operasional
: 8 Unit
c. Sarana Bimbingan
1) Sarana bimbingan sosial
a. meja dan kursi belajar.
b. Papan tulis.
c. Alat peraga.
d. Alat tulis menulis.
e. Buku-buku bacaan.
73
2) Sarana bimbingan keterampilan
a. Peralatan keterampilan menjahit putra
b. Peralatan keterampilan kerajinan tangan
c. Peralatan keterampilan tata boga
d. Peralatan keterampilan pertukangan kayu
e. Peralatan keterampilan salon/tatarias
f. Peralatan keterampilan las listrik
g. Peralatan keterampilan komputer
h. Peralatan keterampilan percetakan sablon
i. Peralatan menjahit putri
3) Fasilitas Penerima Manfaat
a. Asrama/tempat tinggal
b. Pakaian seragam
c. Permakanan penerima manfaat
d. Pelayanan Kesehatan10
B. Kegiatan Panti
1. Pelaksanaan Tahapan Proses Pelayanan
Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati ini memilki
beberapa tahapan dalam program kerjanya, di antaranya adalah :
1) Tahap Rehabilitasi Sosial
Tahap rehabilitasi sosial merupakan suatu kegiatan
pelayanan yang ditunjukan pada anak asuh dalam panti guna
10
Data Diambil dari File Yang Diberikan oleh Pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara
Melati Pada Tanggal 12 Mei 2014.
74
memulihkan kembali rasa harga diri, kecintaan kerja serta rasa
tanggung
jawab
terhadap
dirinya
sendiri
mereka
dapat
melaksanakan fungsi sosialnya dengan wajar, rangkaian kegiatan
tahap pelayanan di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati”.
a. Pendekatan awal
Pada tahap pendekatan awal calon penerima manfaat yang
akan menjadi penerima manfaat di PSBW “Melati” mereka
mendapatkan informasi dari penyebaran yang didatangkan dari
pihak
PSBRW
“Melati”
ke
Sekolah
Luar
Biasa
dan
kemasyarakatan. Pihak panti PSBRW “Melati” menyampaikan
beberapa program yang sudah ada di PSBRW “Melati”,
kemudian calon penerima manfaat mendatangi panti dan mereka
tertarik berkeinginan untuk belajar di PSBRW “Melati”. Tahap
pendekatan awal ini merupakan tahapan untuk memperoleh
gambaran tentang permasalahan penyandang cacat, sekaligus
pemberian motivasi dan seleksi.
a) Orientasi dan konsultasi.
Dalam tahap orientasi dan konsultasi para orang tua
mendatangi panti dan melihat-lihat lingkungan panti,
lingkungan kegiatan yang ada di panti. Calon penerima
manfaat
(anaknya) ikut melihat keadaan panti beserta
kegiatan yang sedang bejalan calon penerima manfaat pun
tertarik dan anak menyetujui mengikuti pembelajaran yang
diajarkan di PSBRW “Melati”.
75
b) Identifikasi.
Pada tahapan identifikasi, calon penerima manfaat
mengisi persyaratan-persyaratan yang sudah ada di PSBRW
“Melati”. tahapan ini merupakan registrasi bagi calon
penerima manfaat atau anak asuh guna mendapatkan data
objektif dan menyeluruh tentang permasalahan, tingkat
kecacatan.
c) Seleksi dan penerimaan penerima manfaat.
Pada tahapan seleksi dan penerimaan manfaat, calon
penerima manfaat dilihat terlebih dahulu apakah calon
penerima manfaat hanya cacat rungu wicara saja atau cacat
ganda, yang diutamakan di PSBRW “Melati” adalah
mereka-mereka yang cacat rungu wicara saja, setelah proses
seleksi diterima calon penerima manfaat dapat diterima di
PSRBW “Melati”.
b. Penelaahan dan Pengungkapan Masalah
a) Diagnosa psikologis.
Pada tahapan diagnosa psikologis psikolog yang
berperan aktif dalam tahapan ini, dalam tahapan diagnosa
ini psikolog yang menentukan bagaimana kepribadian anak
apakah ia termasuk dalam kepribadian terbuka atau tertutup,
sifat dasar apa yang dimiliki anak serta keadaan jiwa anak.
76
b) Assesment
Pada tahapan assesment ada tim assesment yang
melakukan kepada anak, pada tahapan ini biasanya
dikenal dengan intake proses, pada saat pertama anak
berada di panti. Peran pekerja sosial yang berperan aktif
dalam tahapan ini.
c) Case Conference.
Pada tahapan case conference setelah semua aspek
dilakukan, semuanya disimpulkan dan dibuatlah case
conference, di dalam tahapan case conference terdapat
rekomendasi-rekomendasi yang diberikan oleh pihakpihak yang terkait di dalamnya. Di dalam tahapan case
coference ada pekerja sosial yang ditunjuk untuk
memegang anak tersebut dan menjadi anak bimbing
peksos tersebut. Kemudian pekerja sosial tersebut
membuat rencana intervensi untuk penerima manfaat
tersebut.
d) Home visit.
Pada tahapan home visit, setelah penerima manfaat
sudah ditentukan ia dengan pekerja sosial dan peksos
sudah membuat rencana intervensi, pekerja sosial
membutuhkan tahapan home visit, karena tahapan home
visit digunakan untuk mengkaitkan anatara penerima
77
manfaat dengan sistem sumber yang terkait yaitu
lingkungan keluarga dan lingkungan sosial penerima
manfat.
c. Perencanaan Pelayanan Rehabilitasi Sosial
a) Penentuan jenis pelayanan yang diikuti oleh penerima manfaat.
Dalam tahapan penentuan jenis pelayanan yang
ikuti oleh penerima manfaat, tahapan ini berupa anak dilihat
dari bakat dan minat yang ia miliki serta kemampuan yang
dimiliki oleh penerima manfaat. Apabila penerima manfaat
tidak dapat mengikutinya akibat keterbatasan kemampuan
yang ia miliki, pihak panti tidak dapat memaksakan, karena
setiap anak disabilitas memiliki perbedaan dalam penangkapan
kemampuan.
b) Penetapan penerima manfaat dalam program pelayanan.
Dalam tahapan penetapan penerima manfaat dalam
program pelayanan, penerima manfaat ditetapkan untuk
mengikuti program yang sudah ditetapkan oleh pihak panti.
d. Pelaksanaan pelayanan Rehabilitasi Sosial
a) Bimbingan fisik olahraga (voli, tenis meja, mahatma, bela diri,
senam, berenang, futsal, karate dan outbond). Pada tahapan
fisik penerima manfaat akan diukur tinggi badannya, berat
badan, lalu dilihat andalan tangan yang mereka miliki apakah
tangan kanan atau tangan kiri karena akan berpengaruh dan
sebagai penunjang di bidang keterampilan penerima manfaat,
78
kesehatan penerima manfaat, sisa-sisa disabelnya atau sisa-sisa
pendengaran agar dapat direkomendasikan alat bantu apabila ia
masih bisa mendengar dengan sisa-sisa pendengarannya
tersebut.
b) Bimbingan mental, pada tahapan bimbingan mental, dalam
bentuk : (agama, budi pekerti, kecerdasan, kedisplinan). Pada
pembelajaran mental kedisiplinan biasanya tenaga pengajar
yang digunakan adalah tnaga pengajar dari pihak luar panti
seperti misalnya dari dari BABINSA materi pembelajaran
yang diajarkan dimulai dari pukul 08.00-10.00 WIB pada hari
sabtu, sedangkan untuk bimbingan-bimbingan mental yang
lainnya tenaga pengajar bersumber dari panti seperti pihakpihak yang terkait (pekerja sosial, guru agama islam dan
kristen).
c) Bimbingan sosial, pada tahapan bimbingan sosial penerima
manfaat dilihat bagaimana ia dapat beradaptasi dengan
lingkungannya, kemudian dilihat dari ADL (actifity daily
living) penerima manfaat. (Pramuka, dinamika kelompok,
kesenian/nyanyian isyarat, rekreasi, kerja bakti lingkungan,
koperasi. Bimbingan kepercayaan diri, actualisasi diri).
d) Bimbingan keterampilan, bimbingan keterampilan (menjahit
putra dan putri, salon/tata rias wajah, kerajian tangan,
komputer, tataboga, las listrik, pertukangan kayu). Pada
tahapan bimbingan keterampilan penerima manfaat yang
79
paling awal dilihat dari tahapan ini adalah bagaimana ia
melakukan perawatan diri kemudian menyusun barang milik
pribadinya dengan baik dan benar, karena pada saat bimbingan
fisik sudah ditest pada tangan andalan yang penerima manfaat,
pada tahapan bimbingan keterampilan tangan andalan yang
mereka miliki bisa mereka pergunakan pada tahapan
bimbingan
keterampilan
karena
dapat
menunjang
dan
berpengaruh pada saat dia mengikuti tahapan bimbingan
keterampilan. Dari semua rangkaian test yang diikutkan amak,
pada tahapan keterampilan ini penerima manfaat akan terlihat
ia lebih cenderung pada keterampilan yang mana, tahapan
keterampilan ini dilihat berdasarkan bakat dan minat yang
dimiliki penerima manfaat.
e) Bimbingan wicara dan bimbingan kesehatan, Pada tahapan
bimbingan wicara dan bimbingan kesehatan, panti PSBRW
“Melati” memiliki tenaga pengajar bahasa isyarat/SIBI. Panti
PSBRW “Melati” juga melakukan kerja sama dengan tenaga
pengajar dari luar panti, yaitu tenaga pengajar dari Sekolah
Luar Biasa (SLB) Santi Rama. Bimbingan wicara itu
berbentuk : (bahasa isyarat/SIBI dan speech terapy). Pada
tahapan bimbingan bahasa isyarat/SIBI penerima manfaat
diajarkan bagaimana berisyarat yang baik daan benar serta
diajarkan ujaran agar anak mengeluarkan ujaran. Lalu pada
bimbingan kesehatan Setiap dua minggu sekali Puskesmas dan
80
Dokter THT (telinga, hidung tenggorokan) mendatangi panti
PSBRW “Melati”, terkadang mereka memberikan penyuluhan
kesehatan kepada anak-anak di panti PSBRW “Melati”.
e. Evaluasi kegiatan bimbingan rehabilitasi sosial setiap 1 (Semester).
Pada tahapan evaluasi kegiatan bimbingan rehabilitasi
sosial setiap 1 semeter, tahapan ini mengukur sejauh mana
kemampuan anak dalam memahami materi yang diberikan, para
instrukturnya, wali asuh, mereka membuatkan soal pertanyaan dan
para penerima manfaat yang menjawabnya. Instruktur mempunyai
catatan atau laporan perkembangan anak, dibuat setiap bulannya.
Dan dalam satu semeter catatan atau laporan direkapitulasi dan
dilaporkan pada saat acara pertemuan orang tua.
f. Pembinaan orang tua (POT) penerima manfaat secara berkala
Kegiatan pertemuan dengan orang tua dilakukan setiap
sekali satu semester atau setahun sebanyak dua kali. Kegiatan
penunjang POT ini dilakukan agar orang tua mengetahui hasil
belajar anak selama mereka mengikuti pembelajaran di PSBRW
“Melati”, kegiatan tersebut sebagai wadah pertemuan sekaligus
jembatan antara orang tua penerima manfaat atau wali dengan
pihak PSBRW “Melati”, kegiatan tersebut berisikan sharing
tentang perkembangan dan permasalahan anak. Pertemuan tersebut
81
biasa dilaksanakan pada bulan Juni atau November tepatnya di aula
serbaguna PSBRW “Melati”.11
2. Tahap Resosialisasi
Tahap resosialisasi merupakan suatu proses aktualisasi diri
kelayan atau anak asuh yang telah menjalani proses rehabilitasi, yang
diarahkan untuk mempersiapkan kelayan atau anak asuh agar dapat
berintegrasi dalam kehidupan di tengah-tengah masyarakat. Tahap
resosialisasi terdiri dari :
1. Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat, jenis
kegiatan antara lain :
a) Melaksanakan evaluasi perkembangan penerima manfaat atau
anak asuh.
b) Melaksanakan bimbingan dan motivasi kepada penerima
manfaat atau anak asuh.
c) Melaksanakan penyuluhan sosial kepada keluarga penerima
manfaat atau anak asuh.
d) Pertemuan orangtua penerima manfaat anak asuh secara
berkala.
2. Bimbingan sosial hidup bermasyarakat, jenis kegiatan
antara lain :
a) Mengadakan seleksi penerima manfaat baik secara individu
maupun kelompok dalam penyesuaian diri dengan masyarakat.
11
Wawancara Pribadi Dengan Ibu DI Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Panti Sosial Bina
Rungu Wicara “Melati”, 13 Mei 2014.
82
b) Melaksanakan konsultasi dengan keluarga penerima manfaat
atau anak asuh tentang perkembangan penerima manfaat dalam
rangka mempersiapkan penerima manfaat untuk disalurkan.
c) Mempersiapkan pelaksanaan praktek belajara kerja (PBK) bagi
penerima manfaat berdasarkan hasil sidang.
3. Bimbingan pembinaan bantuan stimulan usaha
produktif, jenis kegiatan antara lain :
a) Mengadakan seleksi penerima manfaat atau anak asuh yang
mendapat
saluran bantuan permodalan
stimulan
usaha
produktif sesuai dengan kemampuan keterampilan yang
dikuasai penerima manfaat.
b) Melaksanakan bimbingan motivasi kepada penerima manfaat
dan keluarga dalam pengembangan usaha.
c) Melaksanakan
bimbingan
latihan
kerja
yang
bersifat
pemantapan kelompok.
d) Pemberian bantuan stimulan kepada penerima manfaat atau
anak asuh.
4. Bimbingan usaha atau kerja produktif, jenis kegiatan :
a) Pelaksanaan seleksi kelayan atau anak asuh yang mendapat
bantuan permodalan stimulan usaha produktif sesuai dengan
kemampuan keterampilan yang dikuasai penerima manfaat
atau anak asuh.
b) Melaksanakan bimbingan motivasi kepada penerima manfaat
atau anak asuh dan keluarga dalam pengembangan usaha.
83
c) Melaksanakan bimbingan pendirian kelompok usaha produktif
dalam rangka membuka usaha secara kelompok.
5. Penyaluran, jenis kegiatan :
a) Melaksanakan kegiatan Praktek belajar kerja (PBK) bagi
kelayan atau anak asuh yang telah memenuhi syarat.
b) Melaksanakan pendekatan kepada pihak penguasa.
c) Melaksanakan penyuluhan dan bimbingan kepada ang tua anak
asuh untuk menyalurkan.12
3. Pembinaan lanjut
Kegiatan ini dilaksanakan untuk memonitoring penerima
manfaat
dilingkungan
keluarga
dan
masyarakat,
untuk
mengembangkan kemampuan atau keterampilan proses ini merupakan
tahap bimbingan pada penerima manfaat atau anak asuh yang sudah
mendapatkan rehabilitasi di panti. Agar meningkatkan kehidupan di
tengah-tengah masyarakat, perusahaan tempat ia bekerja maupun
berwiraswasta. Tahap pembinaan lanjut juga dapat diberikan proses
motivasi pada anak agar motivasi yang sudah kurang dapat
dikembangkan kembali.
Tahap bimbingan lanjut terdiri dari :
1. Bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat dan
peran serta dalam pembangunan, jenis kegiatannya :
12
Wawancara Pribadi Dengan Ibu DI Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Panti Sosial Bina
Rungu Wicara “Melati”, 13 Mei 2014.
84
2. Melaksanakan bimbingan sosial dan motivasi kepada
penyandang cacat rungu wicara dalam kehidupan
bermasyarakat.
3. Memberikan konsultasi kepada penyandang cacat rungu
wicara jika mengalami hambatan dalam peningkatan kerja
maupun usaha.
4. Bantuan pengembangan usaha atau bimbingan peningkatan
keterampilan, jenis kegiatannya :
a) Bimbingan bidang produksi
b) Bimbingan bidang pemasaran
c) Bimbingan bidang administrasi
d) Bimbingan bidang pengembangan usaha
5. Bimbingan pemantapan atau pengembangan usaha, jenis
kegiatan :
a) Bimbingan pengorganisasian
b) Bimbingan pemasaran
c) Bimbingan pengolahan usaha
d) Bimbingan cara-cara pembentukan produksi
e) Bimbingan
penggalian
dan
pemanfaatan
system
sumber.13
4. Pelaksanaan Program Rehabilitasi Sosial
Identitas penerima manfaat
a) Jenis kelamin :
13
Wawancara Pribadi Dengan Ibu DI kepala Seksi Rehabilitasi Sosial PSBRW “Melati”
Jakarta, 13 Mei 2014.
85
Laki-laki dan perempuan : 125 orang
b) Usia :
1. Umur 15-20 tahun : 90
2. Umur 21-25 tahun : 31
3. Umur 26-35 tahun : 4
c) Pendidikan C
1. SLB/SDLB
: 54
2. SMPLB
:23
3. SMALB
:34
4. Tidak/Putus Sekolah
:14
BAB IV
PERAN PEKERJA SOSIAL TERHADAP BIOPSIKOSOSIAL
SPIRITUAL ANAK TUNA RUNGU WICARA DI PANTI SOSIAL
BINA RUNGU WICARA “MELATI” BAMBU APUS
JAKARTA TIMUR
Pada bab ini peneliti akan membahas analisis hasil penelitian di
mana suatu analisa dilakukan mengacu pada hasil dari penelitian yang
akan dipaparkan oleh peneliti melalui teori yang digunakan di bab II yang
mengambarkan tentang pekerja sosial di Panti Sosial Bina Rungu Wicara
Melati Bambu Apus Jakarta Timur.
A. Identitas Informan
1.
Informan Penerima Manfaat “N” :
“N” merupakan anak kedua dari dua bersaudara, ia berasal
dari Depok, “N” merupakan gadis yang cantik dan ceria, keadaan
fisik “N” juga sama dengan anak normal yang lainnya ia memiliki
tinggi dan berat badan yang sama seperti anak-anak normal
seusianya.
Ia mempunyai kulit berwarna kuning langsat, bola mata
berwarna hitam dan bulat, ia memiliki hidung yang mancung, dan
bibir yang berwarna merah. Keadaan fisik “N” memang sama
dengan anak normal lainnya hanya saja ia memiliki kelainan pada
telinganya yang menyebabkan ia menderita tunarungu. Karena ada
sesuatu yang bermasalah pada indera pendengaran. maka itu pun
86
87
berpengaruh juga kepada indera pengecapannya, ia pun tidak dapat
mengeluarkan kata-kata yang terdapat pada bibirnya, karena tidak
ada pemantulan suara yang ia terima.
“N” menderita tunarungu wicara sejak ia kecil, ia menderita
tunarungu wicara karena kecelakaan yang menimpa dirinya pada
usia 6 bulan, dan pada usia 2 tahun belum bisa bicara. Saat itu
orang tua “N” tidak menyangka bahwa “N” menderita tunarungu
wicara karena riwayat keluarga pun tidak ada yang menderita
tunarungu wicara. Karena keterbatasan biaya hal tersebut yang
menyebabkan “N” tidak dibawa ke Dokter dan hanya dibawa ke
pengobatan tradisional, padahal seharusnya “N” harus dirujuk ke
Dokter syaraf. “N” masih terdapat sisa-sisa pendengaran walau
tidak signifikan, kelebihannya ia masih bisa membaca gerak bibir
seseorang yang diucapkan. Tingkat disabilitas “N” berada pada
tingkat berat, tetapi ada perbedaan pada telinga kanan dan kirinya,
Tingkat disabilitas “N” 102,5 DB pada telinga kanannya dan
telinga kiri 95,0 DB.
Selama “N” berada di rumah dan belum dititipkan di panti,
“N” sempat belajar di Sekolah Luar Biasa yang letaknya tidak jauh
dari kediaman “N”, setiap kali “N” diajarkan oleh orang tua dan
sanak saudara “N” selalu saja malas dan tidak mau belajar, hal
tersebut yang membuat prestasi belajar “N” menjadi terhambat.
Maka dari itu orang tua “N” memutuskan untuk menitipkan anak
mereka ke PSBRW “Melati” mereka berharap “N” agar dibimbing
88
oleh orang-orang yang berkompenten di bidangnya dan dapat
berguna dan mandiri di masa depannya nanti.
Lingkungan keluarga “N” menerima keadaan “N” apa
adanya, begitu juga dengan tetangga “N” mereka semua dapat
mengerti keadaan “N”, dalam segi emosional, “N” cenderung keras
kepala apabila ia meminta sesuatu, cenderung harus dituruti.
Pergaulannya dengannya rekan-rekan teman di panti berjalan baik
dan harmonis, tetapi hanya ada satu kawan “N” yang dirasa
mengganggu kehidupan “N”, ia sering membuat “N” menangis
karena perilakunya, ia pun sering mengadukan hal tersebut kepada
pengasuh yang juga pekerja sosialnya karena ia merasa diusik oleh
kawannya tersebut.
“N” termasuk anak yang pemalu dan pendiam apabila ia
dihadapkan pada orang baru yang berada disekitarnya, ia
cenderung akan menarik diri, dan menyibukan diri agar orang
tersebut tidak terlalu berinteraksi dengannya, tetapi kalau “N”
sudah mengenalnya, “N” akan merasa nyaman dan merasa ingin
diperhatikan. Ia cenderung sudah tidak pemalu dan mau menyapa.
Keadaan spiritualnya pun karena memang sudah sejak kecil ia
sudah mengenal Tuhannya ia pun sudah mengetahui tata cara
berwudhu, sholat, dan memahami larangan dan perintah yang
diajarkan agamanya.
89
2.
Informan penerima manfaat“Y” :
“Y” adalah penerima manfaat yang berasal dari Bangka
Belitung, ia mempunyai wajah yang cantik dan juga ceria, ia
memiliki kulit berwarna sawo matang dengan bola mata berwarna
hitam dan bulat, badannyapun berisi, dan bibirnya berwarna merah.
“Y” secara fisik terlihat seperti anak normal tinggi badan dan berat
badannya pun sama seperti anak normal seusianya. Hanya saja ia
memiliki kelainan pada telinganya yang menyebabkan ia menderita
tunarungu, karena ada sesuatu yang bermasalah pada indera
pendengaran, maka itu pun berpengaruh juga kepada indera
pengecapannya, ia pun tidak dapat mengeluarkan kata-kata yang
terdapat pada bibirnya, karena tidak ada pemantulan suara yang ia
terima.
Tingkat disabilitas “Y” berada pada tingkat berat, tetapi
pada telinga kanan dan kirinya terdapat perbedaan, Tingkat
disabilitas “Y” 120,0 DB pada telinga kanannya dan 73,75 DB.
“Y” juga sulit membaca gerak bibir seseorang, karena memang “Y”
sejak dahulu tidak pernah mengenyam bangku sekolah, “Y” hidup
dan dirawat dengan orang tua angkatnya, status sosial orang tua
angkatnya terbilang kurang mampu, maka dari itu “Y” dibawa ke
PSBRW “Melati” oleh pihak Dinas Sosial Bangka Belitung untuk
diberikan bimbingan agar kelak ia mandiri di masa depannya nanti.
Ia pun tidak pernah mendapatkan kasih sayang dan peran orangtua
layaknya orang tua kandung, pada saat ia datang ke panti
90
penampilannya sangatlah berbeda dengan yang terjadi sekarang,
karena “Y” terlihat seperti anak yang kurang terurus dengan baik,
cara perawatan diri, serta nilai dan norma juga tidak ia dapatkan
dengan baik.
Tingkat emosional “Y” sama seperti anak-anak tunarungu
wicara yang lainnya, keras kepala, ingin dituruti, dan mengambek,
ingin diakui. Kepercayaannya yang tinggi membuat “N” merasa
dirinya dekat dengan siapa saja, ia termasuk anak yang supel dan
gampang bergaul dengan siapa pun termasuk kepada teman sebaya,
orang yang lebih dewasa dibandingnya ataupun yang lebih muda, ia
mampu melakukan apa saja tanpa hambatan rasa malu. “Y” juga
termasuk anak yang mudah berinteraksi dengan orang baru yang
dikenalnya, ia cenderung terbuka dan tidak pemalu. Hubungan
sosial dengan rekan-rekannya juga terlihat baik, ia menganggap
semua adalah temannya ia dekat dengan siapa saja di lingkungan
panti, maupun dengan orang baru yang berada di sekitarnya.
Keadaan spiritualnya “Y” karena memang ia tidak terlalu
mendapatkan arahan bimbingan pada saat ia berada di rumah, ia
belum terlalu bisa dalam hal pengajaran spritual, tetapi sekarang
selama ia sudah berada di PSBRW “Melati” ia sudah dapat
mengenal larangan dan perintah apa yang tidak diperbolehkan
ajaran agamanya, ia juga sudah mampu melakukan tata cara
berwudhu dengan baik tetapi terkadang masih kurang signifikan
karena ia sering lupa, ia juga sudah mulai bisa membaca iqra tetapi
91
masih butuh bimbingan serta arahan agar dapat mencapai ke
tingkat yang lebih baik.
3.
Informan Orang Tua Penerima Manfaat “NM” :
“NM” adalah orang tua dari penerima manfaat “N”, ia
mempunyai suami yang juga bapak “N” bernama inisial “A”, orang
tua “N” bekerja sebagai wiraswasta, ia mempunyai warung yang
juga milik usaha pribadinya, kehidupan sosial ekonomi keluarga
“N” juga termasuk terbilang cukup, ibu “NM” dan bapak “A”
sangat menyayangi putrinya yang bernama “N”, ia tidak pernah
merasa mempunyai anak yang menderita tunarungu wicara adalah
sebuah aib bagi keluarga, bahkan sebaliknya, ia sangat mencintai
“N”, dan selalu bersyukur kepada Tuhan bahwa ia mempunyai
anak seperti “N”
dan menyadarinya bahwa ia harus merawat
dengan baik sebagaimana mestinya.
Ibu “NM” berasal dari budaya Betawi, seperti pada budaya
Betawi pada umumnya, lingkungan kediaman “N” juga berdekatan
dengan kakek, nenek, tante, om, serta sepupu “N”, hubungan “N”
dengan sanak saudara terjalin harmonis dan dekat, ia menerima
keadaan kekurangan “N” apa adanya. Orang tua “N” sempat
menyekolahkan “N” ke Sekolah Luar Biasa yang berada di sekitar
kediaman “N”, karena “N” terlihat malas setiap kali diajarkan
untuk belajar, maka dari itu orang tua “N” memutuskan untuk
menitipkan “N” ke panti karena mereka berharap anaknya
92
mendapatkan pendidikan baik pendidikan yang berbasis pengajaran
seperti sekolah dan juga pendidikan keterampilan.
Ia berharap anaknya dapat mandiri menuju masa depannya
yang lebih baik. Kepercayaan yang dianut keluarga “N” adalah
islam sejak ia lahir, keluarga “N” memberikan pemahaman agama
sejak “N” masih kecil, maka dari itu tidak heran bahwa
pengetahuan agama “N” terbilang cukup signifikan dan hanya perlu
penambahan pengetahuan mengenai pengetahuan agama agar
pengetahuan agama “N” semakin bertambah.
B. Peran Pekerja Sosial Terhadap Biopsikososial Spiritual
Setiap individu di dalam kehidupannya mempunyai peran
yang harus dijalankan begitu juga dengan pekerja sosial mereka
mempunyai peran karena orang tersebut mempunyai status dalam
masyarakat, walaupun keduanya itu berbeda antara satu dengan orang
lain. Akan tetapi masing-masing darinya berperan sesuai dengan
statusnya.1 Pengertian pekerja sosial seperti yang telah dijelaskan pada
Bab II. mempunyai peranan dan tugas yang harus dijalankan.2 Menjadi
seorang pekerja sosial tidak semata-mata tanpa mempunyai modal
keterampilan begitu juga dengan para pekerja sosial di Panti Sosial
Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur, mereka
mempunyai tugas-tugas atau peran-peran yang dilakukan untuk
1
Bab II, h. 24.
Bab II, h. 26.
2
93
biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara. Dalam bab ini peneliti
akan menjelaskan hasil temuan lapangan dengan teori dalam Bab II.
1. Peran Pekerja Sosial Terhadap Biologis Anak Tunarungu
wicara
Pekerja
sosial
menjelaskan
pemahaman
penyandang
disabilitas tunarungu wicara menurut versinya adalah penyandang
disabilitas tunarungu wicara yang juga di dalamnya terdapat dalam
kategori anak adalah mereka-mereka yang terlihat sehat hanya saja
mereka memiliki keterbatasan dalam hal berbicara dan mendengar,
yang menjadi ciri khas dia adalah konteks dari bahasa yang minim
atau miskin sekali bahasa, apa yang kami inginkan itu belum tentu ia
tangkap atau ia mengerti.3 Lalu ia juga menjelaskan peranan pekerja
sosial yaitu peranan sebagai pendidik (educational) dan tenaga ahli
(Expert) yang terdapat pada peranan peksos.4 Seperti yang
diungkapkan Pekerja sosial:
“seperti pemberian materi mengenai seks education, seperti
misalnya kita ada pendidikan seks education kita mau tanyangkan
malah berbalik arah yang seharusnya begini tapi malah berbalik arah
bagi dia malah dia malah melakukan. Kita masih mencari konsep
yang benar bagaimana kita menyampaikan ke tuna rungu
tersampaikan itu dengan bahasa yang ringan.” 5
Apapun keadaan fisik penerima manfaat seorang pekerja
sosial harus bisa menerima apa adanya keadaan fisik mereka. Kode
etik pekerja sosial juga mengemukakan bahwa pekerja sosial tidak
3
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 02 Juni 2014.
4
Bab II, h. 34.
5
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 02 Juni 2014.
94
membeda-bedakan latar belakang penerima manfaat.6 Tidak
membeda-bedakan juga termasuk kedalam prinsip-prinsip pekerja
sosial yang harus dijalankan yaitu prinsip khusus pekerja sosial
prinsip penerimaan (The Principlle of Acceptence)7 Lalu menghargai
martabat manusia (Human Wart and Dignity) seperti yang tertera
pada prinsip dasar pekerja sosial.8 Seperti yang diungkapkan pekerja
sosial berikut ini :
“kode etik pekerja sosial harus dijunjung tinggi, prinsip
khusus yang dijalankan pekerja sosial yaitu penerimaan kita harus
menerima apa adanya kondisi PM, seperti contoh pekerja sosial tidak
boleh menutup hidungnya apabila ketahuan klien tersebut
pakaiannya tercium bau tidak sedap, kita harus menerima keadaan
PM sehingga penerima manfaat akan merasa bahwa pekerja sosial
menerima dirinya apa adanya karena diperlakukan sebagaimana
mestinya. Begitu juga dengan prinsip menghargai martabat manusia
setiap manusia dilahirkan itu mempunyai martabat yang harus
dihargai, kita tidak boleh semena-mena, tidak boleh melihat dari
status sosialnya.”9
Pertumbuhan dan perkembangan fisik anak tunarungu
wicara, sangatlah sama dengan anak-anak normal lainnya. Seperti
yang diungkapkan Koordinator Pekerja Sosial berikut ini :
“seperti yang terlihat anak-anak istimewa Tuhan yang
dititipkan oleh kami disini mereka luar biasa cantik, tampan rata-rata
memiliki bentuk tubuh yang tinggi dan berat badan yang sesuai
dengan anak-anak normal di luar sana bahkan tidak kalah dengan
anak normal di luar sana.”10
Fisik yang sehat juga menunjang aktifitas yang ada, tidak
ada penghalang bagi anak-anak ini mengeluarkan bakatnya dengan
6
Bab II, h. 46.
Bab II, h. 37.
8
Bab II, h. 35.
9
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 02 Juni 2014.
10
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Kepala Koordinator Pekerja Sosial “YS” Di
Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 19 Mei 2014.
7
95
memanfaatkan fisik yang sehat dan kuat, di panti juga terdapat
bimbingan fisik, yang memang di dalamnya peranan pekerja sosial
diperankan. Bimbingan itu berupa olahraga senam yang biasa kami
lakukan setiap jumat pagi bersama dengan para pegawai, berenang
yang dilakukan di luar panti, futsal yang dilakukan di luar panti,
bimbingan fisik malam hari seperti olahraga bela diri mahatma dan
karate, lalu kegiatan olahraga yang di lakukan terkadang malam atau
pun sore harinya seperti batminton, tenis meja, bulu tangkis, sepak
bola, bola volly.
Seperti halnya kegiatan olahraga, menurut pekerja sosial,
pekerja sosial mengungkapkan bahwa anak-anak yang mengalami
tunarungu wicara secara fisik memang sama dan sehat seperti anakanak normal, tidak jarang dari mereka terbilang berbakat pada
bidang olahraga dan seni (tarian daerah, angklung).
Kebanyakan
dari mereka adalah anak-anak yang gemar berolahraga mereka
merupakan anak-anak yang berprestasi dan selalu meraih piala
penghargaan di acara perlombaan. Tinggi badan anak-anak disini
juga normal begitu juga dengan berat badannya. Berkaitan dengan
pertumbuhan dan pemenuhan gizi dan nutrisi, tumbuh kembang anak
dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi oleh anak. Jadi makanan
yang dikonsumsi “N” dan “Y” sangat mempengaruhi pertumbuhan.
Oleh sebab itu Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati”
memberikan makanan yang sehat.
96
Dalam pelayanannya pekerja sosial menjalankan metode
pekerja sosial, ada tiga metode yaitu case work, group work, dan
community organization. Metode case work di mana di dalam
bentuk-bentuknya berupa konseling dengan pekerja sosial, psikolog
pemberian motivasi Metode case work adalah pemberian metode
penanganan pekerja sosial kepada individu individu.11 Seperti yang
diungkapkan pekerja sosial :
“insyallah bergizi makannya anak-anak diberikan makan
sebanyak 3 kali sehari kami juga sedih jika ada yang mendengar
bahwa ada anak yang tidak sarapan, kami selalu menanyakan
kenapanya kamu tidak makan ? makanlah nanti kamu sakit.
Disitulah peran kami dimainkan kami menjadi konselor, konseling
kan bisa digunakan kapan saja kepada individu, walau hanya
menanyakan kepada anak akan hal itu, itu sudah bisa dikatakan
konseling, nantinya mereka akan bercerita dengan sendirinya, “Y”
juga termasuk anak yang disiplin dalam makan. Untuk bimbingan
fisik sendiri “Y” senang ketika mengikuti senam ia kan pedenya
tinggi sekali jadi senang gerak sana-sini, kalau “N” dia itu ikut
bimbingan fisik berenang dia suka sekali berenang, lalu dahulu dia
ikut bimbingan olahraga malam karate tetapi sekarang setau saya
sudah tidak, katanya si “saya malas”, “malas tidak mau malas
capek.”12
Dalam melakukan pelayanan terhadap penerima manfaat
pekerja sosial menjalankan prinsip-prinsip pekerja sosial
seperti
prinsip memberikan kesempatan yang sama (equal apportunity.)13
Mereka juga dapat berpartisipasi sesuai prinsip pekerja sosial prinsip
partisipasi (the principlle of participation) dengan lingkungan luar
mereka.14 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial sebagai berikut :
11
Bab II, h.41.
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 27 Mei 2014.
13
Bab II, h.36.
14
Bab II, h.39.
12
97
“seperti prinsip mempunyai kesempatan yang sama kami
berkenyakinan mereka memiliki kesempatan yang sama mereka juga
miliki hak yang sama dengan manusia normal yang lainnya, dalam
hal fisik mereka dapat mengikuti bimbingan fisik semuanya dapat
mereka lakukan karena memang secara fisiknya mereka sama seperti
anak normal, bahkan tidak jarang dari mereka meraih piala dan
piagam penghargaan karena bakat yang ia miliki.”15
Dengan mendapatkan pola makanan bergizi seimbang akan
mendapatkan tubuh yang sehat dan tumbuh dengan sempurna,
kepedulian Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” terhadap
kesehatan anak-anaknya terbukti pada saat peneliti melakukan
penelitian, peneliti melihat ada beberapa anak yang sakit dan para
pekerja sosial sendiri langsung tanggap dan sigap dalam memberikan
pertolongan pertama mereka.
Para pekerja sosial menemani anak tersebut dan kalau
memang penyakitnya bisa disembuhkan dengan beberapa obat yang
ada di panti, pekerja sosial pun segera memberikan obat tersebut.
Apabila penyakitnya terbilang cukup parah panti segera memanggil
dokter yang memang sudah biasa menangani anak-anak disini dan
segera memeriksa dan memberikan obat Pekerja sosial berperan
sebagai negosiator dalam pelayanan kesehatan.16 Pekerja sosial
menggungkapkan terkait dengan kesehatan penerima manfaat
sebagai berikut :
“memberikan informasi kepada anak bahwa menjaga
kesehatan itu baik, sakit itu tidak enak, pelayananya kalau anak sakit
kami sebagai peksos harus sigap menangani anak, anak kita temani
kalau memang di sakit kita tanyakan kepadanya “adek kenapa? sakit
15
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 02 Mei 2014.
16
Bab II, h.32.
98
apa?” kalau memang masih bisa diberikan obat yang ada di panti ya
kami berikan, kalau memang butuh penanganan Dokter ya biasanya
kami memanggil Dokter.” 17
2. Peran Pekerja Sosial Terhadap Psikososial Anak Tunarungu
Wicara
Pada perkembangan emosi anak tunarungu, biasanya
kurangnya pemahaman bahasa lisan dan tulisan sering kali
menyebabkan anak tunarungu menafsirkan sesuatu secara negatif
atau salah dan ini sering menjadi tekanan bagi emosinya.18 Anak
tunarungu wicara juga memiliki karakteristik cepat marah, mudah
tersinggung dalam memahami pembicaraan orang lain.19 Seperti
yang diungkapkan pekerja sosial :
“Coba kalau marah seperti yang pacaran kita larang terus kita
ngomong sama pegawai yang lain seakan-akan kita ngomonginnya
dia hanya melihat kita saja seakan-akan kami membicarai dia, karna
dia tidak mendengar tetapi dia melihat, anak itu dari gerakan kita
menjadi dia emosi, mereka melihat apa yang dilihat tapi tidak
mengerti.”20
Pekerja sosial dalam prakteknya juga menggunakan teori
pekerja sosial yaitu teori psikodinamik, disebut psikodinamik karena
teori ini memiliki asumsi bahwa tingkah laku berasal dari gerakan
dan interaksi yang terjadi dalam pikiran manusia.21 Teori ini
menekankan bahwa pikiran mempengaruhi perilaku seseorang.
Seperti yang diungkapkan pekerja sosial sebagai berikut :
17
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 27 Mei 2014.
18
Bab II, h.53.
19
Bab II, h.54.
20
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014.
21
Bab II, h.43.
99
“misalnya ada kasus masalahnya sepele saja berebut
makanan, respon dari permasalahan anak suka salah paham dengan
situasi yang ada karena mereka hanya melihat. Seperti yang
dijelaskan teori pekerja sosial psikodinamik, bahwa pikiran
mempengaruhi perilaku.”22
Perkembangan emosi anak tunarungu juga bergejolak
karena kemiskinan bahasa dan di pihak lain karena pengaruh dari
luar yang diterimanya.23 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial :
“PM ”N” itu kalau beberapa minggu tidak dijeguk mamahnya
dia bawaannya uring-uringan di kelas bimbingan sosial maupun
keterampilan, Kondisi emosi “N” belum stabil belum bisa
mengendalikan emosi, seperti ngambek, egois, kanak kanak masa
peralihan kanak-kanan ke remaja awal. Kalau nangis ya nangisnya
kenceng seperti anak kecil.”24
Psikolog Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” ibu
“TWH” pun juga berpendapat bahwa anak-anak tunarungu wicara
yang ada di panti sini, selama ia melakukan pengamatan, dan
berinteraksi dengan anak-anak disini, ia mengemukakan bahwa
mereka sama memiliki emosi seperti layaknya orang normal namun
cenderung emosi mereka lebih besar karena itu minimnya bahasa
informasi bahasa yang mereka dapatkan sehingga sulit bagi mereka
untuk bisa memahami dan mengerti keadaan. Sifat ego sentrisnya
juga terlihat sehingga kalau ada keinginan harus dituruti.25 Seperti
yang diungkapkan psikolog :
“Cuma ya kalau si “N” kalau keinginannya nggak dituruti dia
akan meledak-meledak bisa digebukin kita, biasanya si keinginannya
22
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014.
23
Bab II, h.53.
24
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 28 Juni 2014.
25
Bab II, h.53.
100
lebih kedirinya sendiri, dan nggak nyusahin orang. Dalam hal emosi
mereka itu belum stabil, menggebu gebu, pengen tahu. Sedangkan
“Y” berbeda lagi, dia itu anaknya pengen menonjol pengen diakui
lah ya, percaya dirinya besar sekali, tidak malu, kalau memang ada
keinginannya tetapi dilarang dia pasti kecewa, marah dan
mengamuk.” 26
Tidak jarang dari mereka juga merasakan terpuruk, tidak
adanya motivasi, mereka berdiam diri, menutup diri, murung dan
terlihat sedih.27 Seperti yang diungkapkan pada peranan pekerja
sosial juga terdapat peran sebagai pemberi motivasi atau tenaga ahli
(expert).28 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial : “Peranan
pemberian motivasi kita berikan reward kepada mereka yang
membangun mereka, memberikan motivasi kepada mereka bahwa
mereka bisa, “terus belajar,” “kamu pasti bisa.”29
Anak tunarungu bila ditegur oleh orang yang tidak
dikenalnya akan tampak resah dan gelisah.30 Pergaulannya juga
terbatas
hanya
kepada
komunitasnya
saja.31
Seperti
yang
diungkapkan pekerja sosial :
“Mereka lebih banyak menarik diri dari orang normal,
Terlihat dari pola pikir mereka, motivasinya hanya kepada
komunitasnya baru nyambung, dia merasa orang normal itu belum
tentu baik, mereka tidak gampang percaya, mereka selalu
berkelompok, padahal kita sudah upayakan bahwa mereka harus
bergaul dengan orang orang normal, mereka lebih kepada
26
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014.
27
Bab II, h. 53.
28
Bab II, h. 34.
29
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014.
30
Bab II, h.53.
31
Bab II, h.53.
101
kelompoknya, padahal orang orang normal itu care mau perduli
dengan mereka. Mereka takut dibohongi, takut di bodohi”32
Dalam penangananya terhadap anak tunarungu wicara kami
para pekerja sosial dalam prakteknya juga menjalankan prinsip
kerahasiaan, tidak mudah baginya untuk dapat menceritakan hal-hal
yang mereka alami, mereka harus tahu dahulu orang tersebut apakah
pantas untuk dipercaya atau tidak, karena mereka tidak mudah begitu
saja mempercayai orang lain, jadi kami sebagai pekerja sosial dalam
prakteknya harus menjaga baik rahasia penerima manfaat, dan hanya
karena situasi dan kondisi saja seorang pekerja sosial boleh
memberitahu masalah penerima manfaat kepada pekerja sosial
lainnya.33 Lalu dalam prakteknya para pekerja sosial melakukan
interaksi dengan para penerima manfaat dengan komunikasi seperti
yang kita tahu para penerima manfaat disini adalah mereka-mereka
yang menderita rungu wicara, sebagai seorang pekerja sosial apabila
penerima manfaatnya melakukan komunikasi dengan bahasa
Indonesia ia harus dengan bahasa Indonesia begitu juga dengan
tunarungu wicara, karena mereka tidak dapat berkomunikasi dengan
baik maka dari itu pekerja sosial juga harus berkomunikasi dengan
isyarat dan bahasa yang mudah dimengerti olehnya.34 Seperti yang
diungkapkan oleh pekerja sosial sebagai berikut :
“Prinsip kerahasiaan merupakan prinsip pokok pertama
yang dijalankan, menjaga kerahasiaan yang penerima manfaat miliki,
32
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “BS” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 10 Juni 2014.
33
Bab II, h.38.
34
Bab II, h.37.
102
lalu komunikasi dalam hal bertatap muka dengan penerima manfaat
kita harus memahami komunikasi yang mereka mengerti kami pun
harus mengunakan bahasa isyarat atau konsonan kata yang mereka
lihat dari gerakan bibir kita. Bahkan tidak jarang dari kami harus
menggunakan bahasa yang ringan agar anak mengerti tentang apa
yang tersampaikan dan apa yang kami maksud hal itu dikarenakan
minimnya bahasa yang yang mereka dapatkan.”35
Kebutuhan psikososial mencangkup cara seseorang berfikir
dan merasa mengenal dirinya dengan orang lain, keamanan dirinya
dan orang lain, keamanan dirinya dengan orang-orang yang
bermakna baginya, hubungan dengan orang lain lingkungan
sekitarnya serta pemahaman dan reaksinya terhadap kejadiankejadian dan sekitarnya.36 Pada karakteritik anak tunarungu wicara
memiliki sifat polos, serta perasaan umumnya suka terlihat ekstrim
tanpa banyak nuansa.37 Seperti yang diungkapkan psikolog berikut
ini:
“Anak anak ini bisa melihat kelebihan dan kekurangan dari
orang lain, dia itu ngga bisa percaya dengan yang lain, misalnya
dengan mahasiswa dia itu ada yg merasa ngga nyaman atau nyaman,
dia akan menceritakan permukaannya saja kalau yang tidak nyaman,
mereka itu akan santai parasnya, bahkan kalau memang dia percaya
dia akan sampai nangis menceritakan kepada orang baru yang baru
ia kenalnya tetapi itu pun kalau dia nyaman.”38
Dalam hal memecahkan masalah yang terjadi dengan anakanak di sini biasanya pekerja sosial juga menggunakan metode
pekerja sosial secara group work, karena dalam pemecahan dengan
metode group biasanya dapat terlihat dan terpecahkan, dan
35
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014.
36
Bab II, h.48.
37
Bab II, h. 54.
38
Wawancara Pribadi dengan Psikolog “TWH” Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati
Pada tanggal 17 Mei 2014.
103
bimbingan sosial kelompok dilaksanakan untuk menolong individu
yang terikat di dalam kelompok.39 Bimbingan tersebut diberikan oleh
pekerja sosial dalam mengikuti kegiatan kelompok (Pramuka
(dinamika kelompok), terapi permainan. Seperti yang diungkapkan
pekerja sosial berikut ini :
“terapi kelompoknya diberikan seperti permainanpermainan, pada saat pramuka ada dinamika kelompok. Semua
metode dilakukan oleh pekerja sosial, metode tersebut dilakukan
sesuai dengan kebutuhannya. Kami dalam menyelesaikan masalah
anak-anak biasanya kami lebih seringnya di selesaikan dengan group
work, biasanya kalau tidak dilakukan dengan case work susah sekali
untuk di buka karena anak-anak tersebut pintar sekali
menyembunyikan masalah, memutar balikan kata-kata, pandai
bersandiwara.”40
Pada
tahapan
delapan
tahapan
psikososial
yang
dikemukakan Erik H Erikson yaitu pada tahapan identitas versus
kegamangan perang (Masa Remaja). Erikson memandang tahapan
ini sebagai tahapan yang sangat penting dalam pembentukan dasar
kedewasaan.41 Pekerja sosial mengungkapkan :
“anak-anak disini juga sudah banyak yang menginjak masa
remaja, yang kami inginkan di sini kan anak-anak dapat mandiri,
dapat terlepas dari ketergantungan orang tuanya, mereka itu juga
nantinya akan hidup mandiri kan.”42
Menurut
Pekerja
Sosial
PSBRW
“Melati’
untuk
penanganan tunarungu wicara ada beberapa cara yang dapat
dilakukan dalam pemberian terapi dalam hal terhadap psikososial
para penerima manfaat disini. Teori pekerja sosial juga di peranan
39
Bab II, h. 42.
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 28 Mei 2014.
41
Bab II, h.51.
42
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 28 Mei 2014.
40
104
dalam pemberian terapi kepada penerima manfaat, seperti halnya
terapi kognitif perilaku pada prinsipnya terapi kognitif perilaku
adalah mengidentifikasikan kandungan pemikiran yang meliputi
asumsi, keyakinan, harapan, pesan kepada diri sendiri (self talk) atau
kelengkapan (atributions). Bahwa manusia dihadapkan untuk
beradaptasi dengan lingkungan yang selalu berubah.43
Seperti yang diungkapkan oleh pekerja sosial sebagai berikut :
“kami para pekerja sosial disini juga memberikan terapi
psikososial kepada para PM, seperti terapi-terapi seperti emotional
freedom therapy (EFT), terapi ini sih memang ada tenaga ahlinya
biasanya juga kami mengundang tenaga ahlinya, terapi ini digunakan
di saat emosi baru deh kita menggunakan terapi emotional. Lalu ada
terapi senam otak kanan dan senam otak kiri. Kita lakukan agar ada
konsentrasi antara otak kanan dan otak kiri mereka. Lalu pada
psikososial juga kami berikan terapi kognitif dimana terapi ini kita
berikan mereka tontonan atau film yang mana di dalamnya juga
terdapat motivasi.”44
Pada pemberian penanganan terapi seorang pekerja sosial
juga menjalankan Prinsip tidak menghakimi (The Principle Of Non
Judgment).45 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial :
“dalam hal pemberian terapi kami juga tidak bisa
memaksakan apakah PM tersebut diikutsertakan dalam terapi atau
tidak, tidak boleh dihakimi untuk ikut mereka tidak boleh
dipaksakan kalau memang sikonnya mereka tidak mampu.”46
43
Bab II, h. 44.
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014.
45
Bab II, h. 40.
46
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014.
44
105
Prinsip pekerja sosial seperti sadar diri (self a warness)
juga diberikan dalam penangananya.47 Seperti yang diungkapkan
pekerja sosial berikut ini :
“kami juga sadar akan kemampuan yang kami miliki,
apabila kami tidak dapat melakukannya ya kami tidak
melakukannya. Misalnya saja jikalau pekerja sosial tidak sanggup
menangani masalah klien maka jangan dipaksakan. Pekerja sosial
sadar akan potensi dan kemampuannya.”48
Mengenai karakter yang dimiliki anak-anak disini, anakanak di sini juga masih belum mengetahui apa itu konsep diri.49
Seperti yang dijelaskan oleh pekerja sosial sebagai berikut :
“Seperti halnya kalau disini kami ajarkan konsep diri saja
mereka belum jelas harus terus diulangi-ulangi karena kalau hari ini
sudah tahu besoknya mereka lupa dan harus sering diulangi. Harus
sabar kuncinya kita harus mengajarkan kepada mereka “apa itu
konsep diri, siapa diri kamu ? minimnya bahasa miskinnya kata yang
dapat membuat mereka tidak mengetahuinya, kami disini berperan
sebagai educator yang biasanya kami lakukan di dalam bimbingan
sosial.”50
a) Hubungan Anak Dengan Orang Lain dan Lingkungan
Sekitar
Kebanyakan
anak-anak
yang
mengalami
tunarungu wicara memang apabila dihadapkan pada situasi
ia dipertemukan dengan orang lain orang yang baru
dikenalnya ia akan merasakan resah dan gelisah.51 Keadaan
emosi yang seperti itu terdapat pada diri “N”. Lain halnya
dengan “Y” ia termasuk anak yang terbuka dan supel
47
Bab II, h. 40.
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Kepala Koordinator Pekerja Sosial “YS” Di
Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 20 Mei 2014.
49
Bab II, h. 48.
50
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014.
51
Bab II, h. 53.
48
106
terhadap orang baru yang ia kenal, hubungan dengan orang
lain dilingkungan sekitarnya terjalin baik. Jika tamu itu
ingin berkenalan dan melakukan interaksi dengan “Y”, “Y”
akan menanggapi dengan baik dan ada hubungan timbal
balik yang berjalan dengan erat.
Hubungan “N” maupun “Y” dengan orang lain
di lingkungan panti memang terjalin sangat erat dan
harmonis, hal ini dibuktikan pada saat peneliti melakukan
penelitian di PSBRW “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur.
Peneliti melihat hubungannya sangat baik dengan temantemannya baik pada saat kegiatan bimbingan keterampilan
maupun bimbingan sosial yang ada di kelas, ia begitu akrab
dengan para instruktur, pekerja sosial, pengasuh, dan staff
yang bekerja di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati”,
terlihat ada interaksi yang baik mengobrol dengan
isyaratnya, bercanda maupun bermain.
“N” dan “Y” merupakan anak yang mandiri
terlihat pada saat ia sudah bisa melakukan perawatan diri
dengan baik seperti mandi, mengepel, menyapu, mencuci
piring, pakaian dan membersihkan kamar tidur. Kalau “N”
memang sudah terbiasa melakukannya di rumah, ia sudah
diajarkan oleh kedua orang tua namun tidak signifikan
seperti yang diajarkan di panti karena di rumah masih sering
dibantu oleh orang tuanya. Tetapi selama di panti semua
107
sudah bisa ia kerjakan dengan sendiri dan dapat dikatakan
mandiri dalam hal ini. Berbeda dengan “Y’ yang memang
kurang mengenal kata mandiri pada saat ia belum berada di
panti. Ia tadinya kurang bisa melakukan perawatan diri
dengan baik, tetapi selama ia di Panti Sosial Bina Rungu
Wicara “Melati’ ia sudah ia melakukan perawatan diri
dengan baik seperti yang dilakukan semua anak panti.
Bahkan “Y” sering membantu pekerjaan pengasuh di
asrama karena memang ia termasuk anak yang rajin. Seperti
yang diungkapkan pengasuh sebagai berikut :
“misalnya aja dia emang lagi kebangian jadwal piket
bersihin asrama kayak nyuci piring gitu ya neng, nah dia liat
cucian piring ibu banyak, dia itu enggak segan-segan nyuciin
piring ibu yang banyaknya beda sama banyaknya dia ya neng,
ibu langsung aja bilangin “jangan di cuciin ya “Y”, cucian ibu
banyak, kasian “Y”, kamu nyuci punya kamu aja ya jangan
punya ibu ya.”52
Dalam memberikan pelayanan kepada penerima
manfaat pekerja sosial juga menggunakan metode bimbingan
kemasyarakatan (metode community organization).53 Seperti
yang diungkapkan pekerja sosial sebagai berikut :
“Kalau metode yang digunakan ke masyarakat
biasanya seperti kegiatan ketika ada PBK karena berhubungan
dengan dunia luar, kan biasanya kita kerja sama dengan
perusahaan-perusahaan di luar sana, kita bisa lihat bagaimana
PM dengan bila berada di lingkungan masyarakat luar, lalu
kalau untuk kemasyarakatnya seperti perayaan apa tentunya kita
52
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pengasuh “JI” Di Panti Sosial Bina Rungu
Wicara Melati Pada Tanggal 12 Juni 2014.
53
Bab II, h. 43.
108
menyangkut dengan masyarakat luar, biasanya PM harus bisa
bersosialisasi dan berorgaisasi dengan masyarakat luar.”54
Kesulitan berkomunikasi merupakan hambatan yang
dirasakan oleh mereka, peranan pekerja sosial juga sangat
berpengaruh dan menjadi penolong mereka apabila mereka sulit
berinteraksi dengan orang baru yang belum terlalu paham
dengan kekurangan yang mereka alami. Peranan mediator.55
Serta fungsi peksos dijalankan yaitu mengkaitkan dengan sistem
sumber.56 Seperti yang diungkapkan pekerja sosial SN sebagai
berikut :
“Ketika PM merasakan ada hal yang tidak bisa ia
sampaikan kepada sumber-sumber yang dianggap penerima
manfaat butuhkan pekerja sosial berperan menjadi mediator
antara penerima manfaat dengan sistem sumber yang terkait.” 57
Perubahan yang besar yang terjadi pada diri “Y”
dalam hal perawatan diri yang sudah mulai mandiri juga
merupakan peran dari para pekerja sosial di dalamnya,
menjalankan peranan sebagai pemberi informasi yaitu tenaga
ahli (expert) dan pendidik (educational).58 Yang digunakan para
pekerja sosial ia memberikan informasi serta dalam
hal
pengajaran terkait perawatan diri yang baik kepada semua
penerima manfaatnya, bagaimana cara menjaga kebersihan diri
yang baik dan benar, bagaimana menjaga kesehatan, bagaimana
54
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 28 Mei 2014.
55
Bab II, h. 30.
56
Bab II, h. 28.
57
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014.
58
Bab II, h. 33-34.
109
bergosok gigi dengan baik dan benar, serta pentingnya menjaga
kebersihan tubuh. Peran pekerja sosial yang memang merupakan
peranan utama dalam merubah penerima manfaat yang tadinya
disfungsional menjadi fungsional. Dalam hal ini prosesnya tidak
belajalan sebentar melainkan butuh proses lama baru dapat
terlihat hasilnya sekarang.
b) Pemahaman-Pemahaman
dan
Reaksi
Terhadap
Kejadian Di Sekitar
Pemahaman “N’ dan “Y” terhadap reaksi
kejadian dengan lingkungan di sekitarnya memang terlihat
jelas, peneliti melihat berdasarkan pengamatan yang
dilakukan oleh peneliti pada saat kondisi bahwa ketua kelas
di kelas bimbingan sosial tidak masuk, PM “N” segera
mengambil alih peranan
ketua kelas tersebut dan ia
menggantikannya mengabsen para siswa yang lainnya dia
menunjukan sikap sigap terhadap lingkungan sekitarnya.
sedangkan
“Y”
merupakan
anak
yang
mempunyai
kepercayaan diri yang besar peneliti melihat pengamatan
yang dilakukan oleh “Y” seperti halnya ketika akan
melakukan materi belajar dikelas biasanya alangkah
baiknya dimulai dengan membaca doa terlebih dahulu, “Y”
biasanya selalu memimpin pembacaan doa di depan kelas
tanpa atau disuruh oleh Guru ia dengan sigap menanggapi
110
reaksi yang terjadi di lingkungan sekitarnya di kala anakanak lain tidak ada yang mau memimpin doa saat itu.
“N” dan “Y” merupakan anak yang dalam
perkembangan intelezensinya agak lambat jika dilihat
dengan anak-anak tunarungu wicara yang lainnya dalam
menangkap pelajaran, itu dikarenakan mereka minim
bahasa “N” sempat bersekolah hanya saja ia malas dalam
belajar pada saat itu sebelum ia masuk ke dalam panti,
sedangkan “Y” memang belum pernah mengenyam bangku
sekolah sebelum ia berada di panti, Tetapi ia aktif dalam
peduli
terhadap
lingkungan
sekitarnya.
Begitu
pula
dijelaskan oleh pekerja sosial sebagai berikut :
“N” pada dasarnya mau belajar dia ikutin aturan aja
disiplin kalau dikelas ya di kelas kecuali kalau dia lagi sakit atau
dia lagi tidak mood atau sedang bermasalah dengan temannya.
Reaksi yang terjadi di sekitar “N” terlihat pada kegiatan
bimbingan sosial “N” sering terlihat mengabsen teman-teman
“N’ dikelas, menghapus papan tulis apabila masih ada coretan
tinta di papan tulis. Lalu kalau “Y” ya itu pedenya besar mbak
dia kalau tanpa disuruh untuk mimpin doa ya dia langsung maju
juga untuk mimpin doa buat teman-temannya, bagus memang
pedenya positif.” 59
Para penerima manfaat di sini juga tanggap dalam
reaksi yang terjadi disekitarnya.60 Seperti halnya rasa solidaritas
terhadap kelompoknya antar penerima manfaat mereka itu
mempunyai rasa solidaritas yang tinggi terhadap kelompoknya
karena mereka lebih memusatkan pergaulannya dengan sesama
59
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 28 Mei 2014.
60
Bab II, h. 48.
111
kelompoknya.61 Seperti halnya contoh yang diceritakan oleh
pekerja sosial sebagai berikut :
“anak-anak atau PM mereka itu memilki rasa setia
kawan solidaritas yang begitu besar dengan komunitasnya,
misalnya terlihat pada dinamika kelompok seperti persami,
outbound mereka akan terlihat menolong mereka rata-rata
digandeng, ditungguin. Tetapi kadang kadang rasa solisaritasnya
dia tidak pas, karena kasus mereka miss communication dengan
lingkungan sekitar anak-anak tunarungu segera membela
temannya karena solidaritasnya.”62
Pemahaman mereka terkait dengan reaksi yang
berada di lingkungan sekitarnya merupakan hal yang harus
diperhatikan seorang pekerja sosial, terkadang tidak semua
dapat memahami reaksi-reaksi yang terjadi di sekitarnya,
terlebih lagi jika mereka sudah memasuki kegiatan Praktek
Belajar Kerja yang diadakan panti dengan pihak luar seperti
perusahaan. Pekerja sosial berperan menjadi pembela.63 Kalau
memang penerima manfaat tidak diberlakukan secara sama
dengan manusia normal lainnya, Seperti yang diungkapkan
pekerja sosial sebagai berikut :
“Kita harus berani membela anak anak kita kalau
memang mereka punya hak yang sama tetapi diperlakukan
berbeda kita harus bisa membela mereka. Kalau memang
mereka itu benar.”64
61
Bab II, h. 53.
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Juni 2014.
63
Bab II, h. 30.
64
Wawancaara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 28 Mei 2014.
62
112
c) Motivasi Belajar Anak
Motivasi belajar “N” dan “Y” dalam mempelajari
sesuatu sedikit lambat dan kurang, ia akan bisa apabila terus
dilatih dan diajarkan secara berulang-ulang, tingkat intelezensi
anak-anak tunarungu wicara memang berbeda dengan anak
normal lainnya, tetapi tidak dipungkiri bahwa tidak semua anakanak tunarungu wicara kurang dalam hal penangkapan materi.
Banyak juga di antara mereka yang memang sudah
pintar karena memang mereka sudah diajarkan dan sudah
bersekolah sehingga ia pandai dan menguasai kata-kata dan
bahasa yang lebih banyak dari anak-anak yang memang tidak
mengenal atau kurang mengenal peranan sekolah. Dalam hal
belajar “N” dan “Y” mereka anak yang disiplin dalam belajar, ia
jarang sekali tidak masuk kelas, kalau memang ia tidak dalam
keadaan yang membuatnya tidak dapat masuk ke kelas. Mereka
selalu mengerjakan tugas yang diberikan oleh pekerja sosial
yang
juga
memberikan
peranannya
sebagai
pendidik
(educational) di dalam kelas.65 Hampir rata-rata dari mereka
selalu
memperhatikan
apabila
materi
pelajaran
sedang
berlangsung. Pekerja sosial mengungkakan sebagai berikut :
“PM “N dan “Y” ini masuknya ke kelas persiapan
kelas persiapan merupakan kelas dimana anak-anak belum dapat
atau belum mampu menulis dan membaca dengan baik.”66
65
Bab II, h. 34.
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SN” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 03 Mei 2014.
66
113
Kurangnya pengetahuan dan minimnya bahasanya
yang mereka rasakan juga berpengaruh sangat besar terhadap
tumbuh kembang intelezensi mereka, yang jelas mereka belum
memiliki konsep bahasa. Para pekerja sosial dan semua pihak
yag terkait sudah memberikan pelayanan semaksimal mungkin,
motivasi belajar kepada anak-anak tunarungu wicara dapat
ditumbuhkan sejak dini.67 Semua peranan pekerja sosial juga
diperankan seperti memberikan pengajaran yang baik, ikhlas
dan terus memberikan
informasi baru sehinga menambah
pengetahuan bahasa yang ia punya.
Motivasi belajar juga sudah dijalankan oleh panti
seperti halnya menciptakan lingkungan yang kondusif untuk
belajar terlihat bahwa panti jauh dari keramaian, pada saat
belajar juga berjalan dengan baik, letak gedung bimbingan sosial
yang menjadi ruangan untuk belajar penerima manfaat juga
berada didalam panti dengan segala sarana dan prasarannya
yang dapat mendukung proses belajar.
d) Ganjaran atau Hukuman Untuk Anak
Ganjaran
atau
hukuman
akan
menimbulkan
motivasi belajar yang kuat bagi si anak untuk tidak mengulangi
perbuatan jera agar ia bertingkah lakunya yang baik.68 Kalau
anak berbuat benar, maka wajib kita memberikan ganjaran
seperti yang diungkapkan pekerja sosial berikut ini:
67
Bab II, h. 56.
Bab II, h. 56.
68
114
“anak-anak di sini kalau memang mereka
melakukan sesuatu yang bagus, pintar kita jangan segan-segan
memberikan ganjaran seperti pujian, smile, kasih reward kepada
mereka, tapi reward nya yang membangun motivasinya ya,
biasanya kami juga memberikan pelukan, merangkulnya “bagus,
cantik, kamu pintar besok tingkatkan terus ya.”69
Sedangkan pemberian hukuman kepada anak, harus
diberikan secara wajar, kalau anak tersebut melakukan
kesalahan. Harus diberikan pengertian dan maksud mengapa
mereka dihukum agar mereka tahu mana perbuatan yang salah
mana yang benar dan nantinya akan memberikan efek jera
kedepannya. Seperti yang diungkapkan pekerja sosial sebagai
berikut :
“anak-anak di sini kalau memang mereka salah kami
harus membicarakkannya kepada pihak terkait misalnya
pengasuhnya, psikolognya, para pekerja sosial lainnya kalau
memang sikonnya harus di case conference kan ya kita harus
melakukan CC kalau memang situasinya bisa diselesaikan
sekarangya tidak usah di CC kan.”70
e) Stress
Para penerima manfaat disini sering juga pernah
mengalami stress akibat para penerima manfaat mengalami
miskin dalam bahasanya, dalam keadaan emosinya ia sering
mengalami seperti halnya stress. Seperti menarik diri apabila ia
dihadapkan dalam masalah, tidak mau ikut bergabung dengan
kegiatan di panti, bertemu dengan orang baru yang dikenalnya,
atau dihadapkan pada orang-orang normal yang berada di luar
69
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “BS” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 10 Juni 2014.
70
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial “DI” Di
Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 13 Mei 2014.
115
sana, banyak dari mereka juga mengalami hal seperti rendah
diri, mereka takut kalau disamakan dengan orang normal mereka
tidak percaya diri akan kemampuan yang ia miliki. Strees juga
membuat mereka turunnya nafsu
makan itu dikarenakan ia
terlalu memikirkan keadaan yang sedang berlangsung.71 Seperti
yang diungkapkan pekerja sosial sebagai berikut :
“Stressnya ya hanya depresi yang biasa saja Ia
pernah mengalami depresi ketika temen dekatnya mau lulus dia
pengen ikutan berenti maunya dirumah saja, akhirnya ia pulang
kerumah sebulan. Lama-lama ia lupa kan ada teman pengganti
amel lagi. Sering marah murung dan sensitif. Masalah itu
menjadi berpengaruh keteman temannya.”72
Dalam hal rendah diri, kurang percaya diri. Ada saja
seorang anak yang merasa rendah diri seperti halnya dihadapkan
dengan orang-orang normal di luar sana.73 Seperti yang
diungkapkan pekerja sosial :
“biasanya ketika mereka dihadapkan pada dunia
kerja mereka-mereka kan harus bergabung dengan orang normal
yang ada di luar sana, mereka merasa rendah diri ketika
digabungkan dengan orang normal di luar sana. Mereka merasa
orang normal lebih baik darinya, padahal kan belum tentu.”74
71
Bab II, h. 57.
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 28 Mei 2014.
73
Bab II, h. 53.
74
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “BS” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 10 Juni 2014.
72
116
3. Peran Pekerja Sosial Terhadap Perkembangan Spiritualitas
Anak Tunarungu Wicara
Spiritualitas adalah keyakinan dalam
hubungan dengan
Yang Maha Kuasa dan Maha Penciptanya.75 Pada usia anak, tahap
perkembangan kepercayaan berdasarkan pengalaman. Perilaku
didapat berdasarkan pengalaman. Perilaku yang didapat antara lain
adanya pengalaman dari interaksi dengan orang lain keyakinan dan
kepercayaan yang dianut.76 Peran orang tua sangat menentukan
dalam perkembangan spiritual anak.77 Para pekerja sosial dan pihak
yang terkait
dalam
menangani
penerima
manfaat
terhadap
perkembangan spiritual anak biasanya mereka dihadapkan pada
masalah anak belum tahu apa saja perintah yang diajarkan untuk
mendekatkan diri dengan Tuhannya, karena pada saat mereka berada
dirumah dan belum mendapatkan bimbingan di panti, orang tua
mereka tidak mengajarkan mereka tentang bagaimana dan apa saja
perintah yang wajibkan agar kita mendekatkan diri kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Seperti yang diungkapkan oleh pekerja sosial
berikut ini :
“Kita di sini mengajarkannya dari awal hingga sekarang
alhamdulillah dia sudah bisa sedikit demi sedikit bacaannya sudah
mulai ia pahami dan hafal. Memberikan pelayanan semaksimal
mungkin kami mengajarkan sebaik mungkin agar anak tau minimal
“siapa tuhannya, siapa yang menciptakannya?” baru setelah itu kami
ajarkan materi yang baru lainnya.”78
75
Bab II, h. 59.
Bab II, h. 59.
77
Bab II, h. 60.
78
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “BS” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 11 Juni 2014.
76
117
Tetapi tidak semua anak-anak di sini tidak mengetahui
mengenai pendidikan agama tersebut, banyak dari mereka juga
sudah mengetahuinya karena memang sudah dari kecil orang tua
mereka mengajarkannya sehingga ketika berada di panti hanya
tinggal memberikan informasi yang baru lagi terkait bimbingan
agama tersebut, peran
pemberi informasi (tenaga ahli)79 Seperti
yang diungkapkan pekerja sosial yang manangani “N” sebagai
berikut :
“kami menyelipkan pemahaman agama di mana saja bisa
pada saat apel bisa pada saat bimsos, tetapi bimbingan agama
biasanya di berikan pada hari Senin di siang hari. Doa pendek atau
surat pendek suruh hafalin dan biasanya suka ditempel ditembok
agar ia membaca. Untuk hal hal yang sifatnya yang memang dia
tidak paham atau belum pernah dengar ia tidak bisa seperti kata-kata
najis lalu kami menjelaskannya.”80
Dalam perkembangan spiritual pada diri “Y”, ia terlihat
sering melakukan sholat berjamaah yang dilakukan di panti, “Y”
belajar mendekatkan diri kepada Tuhannya, seperti yang
diungkapan pembimbing Guru agama islam sebagai berikut :
“ia terlihat rajin pada saat jam sholat zuhur dan ashar yang
dilakukan di mushola panti “N” dan “Y” selalu ada di mushola dan
melaksanakan sholat tepat waktu cenderung mereka sering terlihat
melakukan sholat berjamaah degan penerima manfaat dan staff
lainnya. ibu juga mengajarkan agar “N” dan “Y” “selalu bersyukur
ya nak, jangan lupa berdoa sama Allah agar selalu diberikan
kesehatan, kepintaran.”81
79
Bab II, h. 34.
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 28 Mei 2014.
81
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SY” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 19 Mei 2014.
80
118
Anak-anak juga sudah paham terkait hari-hari besar
agamanya, seperti yang diungkapkan pembimbing guru agama islam
sebagai berikut :
“kalau hari-hari besar agamanya selaku pembimbing agama
islamnya juga sudah memberikan informasi terkait hari-hari besar
agama Islam, lagi juga suka diadakan perayaan hari besar agama
islam ko mbak di ini, anak-anak pun sudah paham.”82
Agama juga menjadi penghambat dan pendukung bagi
penerima manfaat, seperti yang diungkapkan pembimbing guru
agama islam sebagai berikut :
“kami sebagai guru pembimbing agama memberikan motivasi
kepada mereka, sebagai contoh anak ada yang bertengkar hanya
karena mereka salah paham dengan apa yang dimaksud kawannya,
anak tersebut saya berikan motivasi “kamu jangan membalasnya
biarlah Allah SWT saja yang membalasanya, kamu sebagai hamba
hanya bisa berdoa saja dan terus beribadah kepada Allah SWT.”83
Dalam perananan pekerja sosial memberikan pemahaman
terkait
spiritual
kepada
para
penerima
manfaat,
biasanya
peranananya itu berupa sebagai tenaga pendidik (educational).84 Dan
diberikan pada saat apa saja dan kapan saja seperti yang
diungkapkan pekerja sosial sebagai berikut :
“Materi agama yang diberikan oleh pekerja sosial bisa
diselipkan pada saat kapan saja tetapi yang sudah terjadwal ada pada
hari Senin, Mereka paham kalau memang itu bersifat umum dan
jelas-jelas kelihatan.”85
82
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SY” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 19 Mei 2014.
83
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SY” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 19 Mei 2014.
84
Bab II, h. 34.
85
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 29 Mei 2014.
119
Anak-anak
Tunarungu
Wicara
berhak
mendapatkan
pendidikan agama seperti halnya anak-anak normal lainnya, anakanak yang terbina kehidupan rohani dan spiritual yang baik
cenderung akan berkembang menjadi orang taat kepada Tuhan Yang
Maha Esa sebaliknya anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan
agama, yang baik cenderung akan tumbuh menjadi anak yang tidak
terbina spiritualnya, mudah terpengaruh dari hal-hal negatif yang
dapat meracuni kehidupan ke masa depannya, dan akibatnya mereka
menjadi generasi yang rusak akan moralitasnya.86
86
Wawancara Pribadi Yang Dilakukan Oleh Pekerja Sosial “SM” Di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Pada Tanggal 29 Mei 2014.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Kesimpulan penulis pada penelitian skripsi ini mengacu pada
pertanyaan perumusan masalah, “Bagaimana Peran Pekerja Sosial
Terhadap Biopsikososial Spiritual Anak Tunarungu Wicara di Panti Sosial
Bina Rungu Wicara “Melati” Dalam peranan pekerja sosial terhadap
biopsikososial
spiritual
anak
tunarungu
wicara,
pekerja
sosial
menggunakan prinsip-prinsip pekerja sosial, metode pekerja sosial, kode
etik pekerja sosial, fungsi pekerja sosial, dan teori pekerja sosial. Terdapat
beberapa hasil yang menjelaskan lebih rinci terhadap peran dari pekerja
sosial di PSBRW “Melati” sebagai berikut :
1. Terhadap sisi biologis anak tumbuh dengan
normal dan sehat
secara jasmani sesuai dengan usianya. Peran pekerja sosial
terhadap biologis anak terlihat dari peranannya sebagai tenaga ahli
(Expert) seperti pemberian informasi dan pemberian dorongan atau
dukungan. Dalam memberikan informasi terkait dengan perawatan
diri dan kemandirian penerima manfaat. Lalu peran pekerja sosial
juga terlihat dalam bimbingan fisik anak tunarungu wicara, pekerja
sosial menjalankan prinsip pekerja sosial yaitu kesempatan yang
sama dan menentukan diri sendiri, seperti penerima manfaat dapat
dikutsertakan dalam kegiatan bimbingan fisik yang mana kegiatan
tersebut dapat menunjang bakat dan minat anak menjaga
120
121
kebugaran dan kesehatannya. Peran pekerja sosial sebagai
negosiator dalam pelayanan kesehatan kepada penerima manfaat
yang juga bekerja sama dengan panti yang berperan sebagai
fasilitator dalam pemenuhan gizi. Anak-anak diberikan makanan
yang bergizi seimbang agar dapat mencapai perkembangan dan
pertumbuhan yang sehat.
2. Dari sisi psikososial peranan pekerja sosial sebagai pemberi terapi
dalam hal emosionalnya, penerima manfaat diberikan terapi
psikososial Emotional Fredom Therapy (EFT) agar emosi yang
terjadi pada anak dapat tersalurkan dengan baik, dan memimalkan
emosi yang terjadi pada anak. Pekerja sosial juga menerapkan
prinsip tidak menghakimi dalam hal pemberian terapi. Pekerja
sosial memberikan peranan tenaga ahli, seperti memberikan
penjelasan kepada mereka bahwa orang normal lainnya juga peduli
dengan mereka dan jangan merasa takut. Dalam hal psikososial
yang terjadi pada anak-anak yang sudah memasuki Praktek Belajar
Kerja (PBK) atau kegiatan yang berhubungan masyarakat, pekerja
sosial berperan sebagai mediator yang mana ia menjadi perantara
antara si anak dengan sistem sumber yang dikaitkan. Menjadi
pembela dan pelindung di mana terlihat hak anak tidak berjalan
sesuai keadaan. pekerja sosial juga berperan menerapkan prinsip
tidak menghakimi penerima manfaat ia tidak bisa langsung
menerapkan bahwa anak ini salah atau benar, agar menemukan
solusinya biasanya dengan Case Conference atau dengan metode
122
pekerja sosial group work agar bisa terlihat masalah yang terjadi.
Dalam hal memotivasi belajar anak pekerja sosial juga terlihat
dalam hal memberikan pengajaran kepada anak dengan peranannya
sebagai pendidik (educational) di kelas bimbingan sosial. Dalam
memberikan pengajaran dan berinteraksi pekerja sosial juga
menerapkan prinsip komunikasi kalau memang penerima manfaat
menggunakan
bahasa
isyarat
pekerja
sosial
juga
harus
menggunakan bahasa isyarat.
3. Dan dari sisi spiritual, peran pekerja sosial dalam memberikan
peranannya terkait spiritual penerima manfaat terlihat pada
pemberian materi yang diberikan oleh pekerja sosial terkait materi
agama peran pendidik (educational), karena biasanya tidak semua
anak sudah mengerti mengenai pendidikan agama yang mereka
anut terlebih lagi yang kita lihat di mana anak-anak di sini
mengalami miskin terhadap bahasa, kata dan konsep bahasa. Peran
sebagai pemberi dukungan atau tenaga ahli (Expert) juga
dijalankan seperti halnya pemberian nasehat terkait mengenai
agama dan berhubungan dengan Tuhan.
Berdasarkan hal yang dijabarkan di atas, penulis berkesimpulan hal
ini efektif dalam pemberian pelayanan biopsikososial spiritual yang
berlangsung kepada penerima manfaat di PSBRW “Melati”. Pekerja sosial
sudah optimal dan semaksimal mungkin memberikan pelayanan terhadap
biopsikososial spiritual sesuai dengan kebutuhan klien, peran yang sering
123
digunakan adalah peranan sebagai pendidik (educational) dan tenaga ahli
(expert).
Hal ini dapat dilihat dari perkembangan penerima manfaat ketika ia
baru datang di panti sampai sekarang ia berada di panti. “N” yang dilihat
pada saat awal pemalu dan selalu menunduk sekarang ia sudah tidak
pemalu dan tidak berjalan menunduk. Penampilan fisik pada saat dahulu
sebelum kepanti terlihat cuek dan kurang peduli terhadap penampilan,
sekarang “N” sudah mulai memperhatikannya dengan baik. Dalam hal
emosinya “N” dahulu terlihat sering menangis sekarang sudah dapat
mengendalikannya. Dalam hal spiritual “N” juga sudah bisa membaca
Iqra, mengerjakan sholat tepat waktu, walau terkadang masih ada yg
terlewat tetapi sudah terlihat signifikan, mengerti pemahaman seperti
larangan dan perintah Allah SWT (seperti berpuasa, apa itu najis dan nabinabi Allah SWT).
Sedangkan “Y” terlihat pada saat awal datang secara fisik kurang
terawat dengan baik dan kurang bisa merawat diri. Sekarang “Y” sudah
dapat melakukan perawatan dirinya dengan baik (cara berpakaian,
membersihkan asrama). Terlihat dalam segi emosinya dahulu “Y” senang
berteriak-teriak dan menangis, over acting sering pingsan sekarang iya
sudah bisa mengendalikan emosinya dengan baik karena sudah tidak
terlihat “Y” melakukan hal tersebut. Dalam hal bergaul dengan temantemannya “Y” terlihat mempunyai kepercayaan diri yang tinggi, itu pun
masih terlihat sampai sekarang. Bagaimana dia bergaul dengan yang lebih
muda dan tua ia memberlakukannya sama. Terdapat perubahan ia sudah
124
terlihat sopan kepada yang lebih tua dan dapat bersikap hormat.
Pemahaman spiritual juga sudah mulai ia terapkan dengan baik sudah bisa
membaca iqra walau belum signifikan, berwudhu dengan tata cara urutan
yang tertib dan mengerjakan sholat serta paham terhadap pendidikan
agama yang lain terkait puasa, larangan dan perintah Allah SWT.
Peran pekerja sosial menunjukan peran penting dalam proses
pelayanannya terhadap biopsikososial spiritual sehingga penerima manfaat
mendapatkan perubahan yang cukup baik dari hasil observasi yang
didapat.
B. SARAN-SARAN
Berdasarkan dari hasil penelitian beserta kesimpulan yang telah
dijelaskan dalam skripsi ini, peneliti memiliki beberapa saran-saran yang
akan disampaikan kepada para pembaca dan pihak Panti Sosial Bina
Rungu Wicara “Melati” (PSBRW “Melati”) Bambu Apus Jakarta Timur
dan. Saran-saran tersebut antara lain :
1. Untuk peneliti yang ingin melakukan penelitian dengan kasus
yang sama maka peneliti tersebut harus meneliti dengan jumlah
responden yang lebih banyak dari penelitian sebelumnya agar
peneliti dapat menghasilkan hasil yang lebih maksimal, real
dan rinci.
2. Kepada pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati”
(PSBRW “Melati) Bambu Apus Jakarta Timur disarankan agar
terus melakukan terapi EFT (emotional freedom therapy) agar
125
emosi yang terjadi pada penerima manfaat dapat teratasi
dengan baik dan tersalurkan dengan baik terlebih lagi terlihat
bahwa kejolakan emosi yang di alami anak-anak tuna rungu
wicara lebih tinggi dibanding anak-anak normal.
3. Kepada pihak Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati,
disarankan melengkapi alat ukur dalam penilaian spiritual, agar
dalam penilaian biopsikososial spiritual berjalan dengan
optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Isbandi Rukminto. Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial Depok:
Fisip UI Press, 2005
Akbar, Fredi. “Prinsip-prinsip etik pekerjaan social”, Artikel Diakses Pada
Tanggal 02 Maret
2014,
dari:
http://kesejahteraansosialunpas.wordpress.com/2010/12/05/prinsipprinsip-etik-pekerjaan-sosial/
Ariefuzzaman, Siti Napsiyah dan Fuaida, Lisma Diawati. Belajar Teori Pekerja
Sosial, Jakarta:Lembaga Penelitian UIN syarif Hidayatullah Jakarta,
2011.Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 1990.
Asmadi. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2008.
Barnes, Colin dan Mercer, Geof. Disabilitas Sebuah Pengantar. Penerjemah Siti
Napsiyah
dkk,
Jakarta: PIC UIN Jakarta,2007.
Data Program Perlindungan Sosial PPLS Bappenas 2012.
Chayoo, Wawa. “Pengertian, Fungsi dan Peran Pekerja Sosial”, Artikel diakes
pada Tanggal 12 Februari 2014,
dari:
http://wawachayoo.blogspot.com/2012/07/pengertianfungsi-danperan-pekerja.html
Departemen Sosial, Standar Rehabilitasi Psikososial Pekerja Migran, Jakarta:
2004.\
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Kamus Pusat Pembinaan
dan
Pengembangan
Bahasa Balai Pustaka,1998.
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Direktorat Rehabilitasi sosial Orang
Dengan
Kecacatan
Kementerian Sosial Republik Indonesia,
Panduan Pelaksanaan Komunikasi
Total
Bagi
Orang
Dengan
Kecacatan Rungu Wicara, Jakarta: Kementerian
Sosial
Republik
Indonesia.
Elly, M. Setiadi dan Kolip, Usman. Pengantar Sosiologi, (Pemahaman Fakta dan
Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya)
Jakarta: Kencana 2011.
126
Fahrudin, Adi. Pengantar Kesejahteraan Sosial, Bandung: PT Refika Aditama,
2012.
Ghoniy, M. Djunaidi & Almansyur, Fauzan. Metodelogi Penelitian Kualitatif,
Depok: Ar-Ruz
Media,
2012.
Hasan, HM.Cholis dan Malik, Abdul. Keputusan Menteri Sosial Republik
Indonesia Nomor 10/HUK/2007/Tentang Pembinaan Tekhnis Jabatan
Fungional Pekerja Sosial
Nomor43/HUK/2007 Tentang Pedoman
Pendidikan & Pelatihan Jabatan Fungsional Pekerja Sosial, Biro
organisasi & Kepegawaian Departemen Sosial, 2007.
Hermawati, Istiana. Metode dan Praktek Dalam Praktik Pekerjaan Sosial,
Jogjakarta: Adi Cipta Karya Nusa, 2001.
Moloeng, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif , Bandung: PT. Remaja Rosyda
Karya, 1993.
Nahli Nahla, “BioPsikoSosial” artikel diakses pada 7 Maret 2013, dari
http://nahlanahli.blogspot.com/2012/10/biopsikososial.html
Psikology Dunia, “Pengertian Anak” artikel diakses pada 18 Februari 2014 dari
http://www.duniapsikology.com/pegertian-anak-sebagai-makhluk-sosial/.html
Rumah Tunarungu wicara, “Special Education For Change to be Better”, Artikel
Diakses pada Tanggal 15 Februari 2014, dari: http//arozi-k5113006plbuns13.blogspot.com/2013/10/karakteristik-anak-tunarunguwicara_28.html?m=1.
Rusmiyati, Chatarina, dkk. Efektifitas Peran Pekerja Sosial Studi Kasus Panti
Sosial Petirahan Anak Satria Baturaden, Yogyakarta: Balai
Pendidikan
dan Penlitian Kesejahteraan Sosial, Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, 2013.
Situmorang, Chazali H. Mutu Pekerja Sosial Di Era Otonomi Daerah, Jawa
Barat: Cinta Indonesia,
2013.
Suharto, Edi, ed. Pekerja Sosial Klinis, Jakarta: Pustaka Societa, 2008.
Sulistiyanto, Anggara Dwi, dkk. Kebutuhan Dasar Manusia, Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2013.
Soetarjo. Praktek Pekerja Sosial, Bandung: Kopma STKS, 1993.
Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak, Surabaya: Laboratorium Ilmu Kesehatan
Anak Universitas Airlangga, 1998.
127
Sumber Pedoman Pekerja Sosial (Dinas Sosial Provinsi Tuban) Artikel Ini Diakes
13 Maret
2014
dari
http://pekerjasosialtuban.wordpress.com/pekerjaan-sosial/
Somantri, T. Sutjihati. Psikology Anak Luar Biasa, PT Refika Aditama, Bandung,
2006.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian 2 Ilmu
Pendidikan
Praktis,
Jakarta: PT Imperal bhakti Utama, 2007.
Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat Pasal 1
BAB 1
Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat Pasal 5
BAB 3
Uripni, Chistina Lia, dkk. Komunikasi Kebidanan, Jakarta: Buku Kedokteran
EGC, 2003.
Yuniati, Minarni Vila. Kebutuhan Dasar Manusia, Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC,
2013.
Yusuf, Syamsu. Psikology Perkembangan Anak dan Remaja Bandung: Penerbit
PT Remaja
Rosdakarya, Januari 2011.
128
Pedoman Wawancara ( Koordinator Pekerja Sosial)
Nama Lengkap
:
Nama Inisial
:
Jenis Kelamin
:
Jabatan di Panti
:
Tempat dan Tanggal Wawancara
:
Peran Pekerja Sosial Terhadap Perkembangan Bio :
1. Bagaimana pemahaman anda mengenai tunarungu wicara ?
2. Apakah Tinggi dan berat badan anak-anak tunarungu wicara sama
dengan anak normal lainnya ?
3. Apakah penerima manfaat sering mengalami sakit ?
4. Apa saja peranan pekerja sosial yang digunakan dalam penanganan
penerima manfaat terkait perkembangan bio ?
5. Apa saja peranan pekerja sosial terkait pelayanan kesehatan ?
6. Apa saja prinsip-prinsip pekerja sosial yang digunakan dalam
penangan peneriama manfaat terkait perkembangan bio ?
7. Metode apa saja yang biasa digunakan dalam penanganan penerima
manfaat terkait perkembangan bio ?
8. Siapa saja yang terlibat dalam bimbingan fisik yang diberikan ?
Peran Pekerja Sosial Terhadap Perkembangan Psikososial :
1. Bagaimana dengan motivasi belajar anak-anak di panti ?
2. Pamahaman terkait apa saja yang diberikan pekerja sosial di kelas
bimbingan sosial ?
3. Bagaimana rasa ingin tahu anak ?
4. Bagaimana kondisi emosional anak ?
5. Bagaimana anda menilai emosi anak ini stabil atau tidak (cara bicara,
berpikir, respon dari permasalahan anak) ?
6. Bagaimana keterikatan anak-anak tunarungu wicara dengan
lingkungan (apakah bisa menerima penerima manfaat)
7. Apa saja peranan pekerja sosial yang diberikan terhadap psikososial ?
8. Dalam memberikan peranannya kepada anak, teori pekerja sosial apa
saja yang digunakan ?
9. Bagaimana anak-anak dengan relasi rekan-rekannya di panti atau
kepada orang yang lebih tua darinya ?
10. Apa saja prinsip pekerja sosial yang diberikan terhadap psikososial ?
11. Metode apa saja yang diberikan pekerja sosial terhadap anak ?
12. Apakah ganjaran atau imbalan yang diberikan pekerja sosial kepada
anak jika berbuat benar dan baik ?
13. Apakah hukuman yang diberikan pekerja sosial kepada anak jika
berbuat salah ?
14. Apakah anak pernah memperhatikan rasa setia kawannya ?
Peran Pekerja Sosial Terhadap Perkembangan Spiritual :
1.
2.
Apa sajakah peranan pekerja sosial dalam memberikan pemahaman
terkait kepercayaan yang dianut ?
Bagaimana cara pekerja sosial mengkomunikasikan pandangan agama
kepada anak ?
Pedoman Wawancara (Pekerja Sosial)
Nama Lengkap
:
Nama Inisial
:
Jenis Kelamin
:
Jabatan di Panti
:
Tempat dan Tanggal Wawancara
:
Peran Pekerja Sosial Terhadap Perkembangan Bio :
1. Bagaimana pemahaman anda mengenai tunarungu wicara ?
2. Berapa tinggi dan berat badan “N” ?
3. Berapakah umur “N” ?
4. Apakah orang tua “N” atau saudara kandung “N” memiliki riwayat
kelainan yang sama dengan yang “N” derita ?
5. Bagaimana kebutuhan gizi “N” ?
6. Dari manakah “N” berasal ?
7. Bagaimana status sosial ekonomi keluarga “N” ?
8. Apakah “N” pernah mengalami sakit ?
9. Bagaimana catatan kesehatan “N” ?
10. Sudah pada tingkat berapa tingkat disabilitas “N” ?
11. Sejak umur berapa “N” menderita tunarungu wicara ?
12. Apa saja peranan pekerja sosial terkait pelayanan kesehatan “N” ?
13. Apa saja peranan pekerja sosial yang digunakan dalam penanganan
penerima manfaat terkait perkembangan bio ?
14. Apa saja prinsip-prinsip pekerja sosial yang digunakan dalam
penangan peneriama manfaat terkait perkembangan bio ?
15. Apa saja fungsi Pekerja sosial yang digunakan dalam penanganan
penerima manfaat terkait perkembangan bio ?
16. Metode apa saja yang biasa digunakan dalam penanganan penerima
manfaat terkait perkembangan bio ?
17. Siapa saja yang terlibat dalam bimbingan fisik yang diberikan ?
18. Bimbingan fisik apa yang sedang penerima manfaat jalankan ?
19. Apakah penerima manfaat sering melakukan konseling ?
20. Ekspresi tubuh seperti apa yang sering pekerja sosial lihat pada saat
melakukan konseling ?
Peran Pekerja Sosial Terhadap Perkembangan Psikososial :
1. Apakah “N” termasuk anak yang disiplin ?
2. Apakah “N” termasuk anak yang mandiri ?
3. Apakah “N” selalu hadir dalam setiap kegiatan ?
4. Biasanya apa yang membuat “N” tidak menghadiri kegiatan ?
5. Bagaimana dengan motivasi belajar “N” ?
6. Pamahaman terkait apa saja yang diberikan pekerja sosial di kelas
bimbingan sosial ?
7. Bagaimana tingkat kecerdasan atau prestasi “N” ?
8. Apakah minat dan bakat yang dimilki “N” ?
9. Apakah “N” anak yang pemalu atau percaya diri ?
10. Apakah “N” mengalami kepercayaan yang tinggi ?
11. Apakah “N” pernah merasakan stress atau kesehatan kejiwaan yang
mengakibatkan penghambatan dalam tumbuh kembangnya ?
12. Apakah “N” termasuk ke dalam anak yang manja,pemboros, dan
sombong ?
13. Apakah “N” pernah mengalami trauma ?
14. Bagaimana kondisi emosional anak ?
15. Bagaimana anda menilai emosi anak ini stabil atau tidak (cara bicara,
berpikir, respon dari permasalahan anak) ?
16. Apakah ia pernah pindah ?
17. Bagaimana keterikatan “N” dengan lingkungan (apakah bisa menerima
penerima manfaat)
18. Seberapa sering penerima manfaat pulang kerumah serta mengunjungi
keluarganya ?
19. Siapa yang mengambil keputusan penerima manfaat berada dipanti ?
siapa yang mengantar ?
20. Apa saja peranan pekerja sosial yang diberikan terhadap psikososial
“N” ?
21. Dalam memberikan peranannya kepada anak, teori pekerja sosial apa
saja yang digunakan ?
22. Apa saja prinsip pekerja sosial yang diberikan terhadap psikososial
“N” ?
23. Metode apa saja yang diberikan pekerja sosial terhadap anak ?
24. Terapi psikososial apa saja yang diberikan terhadap anak ?
25. Apakah ganjaran atau imbalan yang diberikan pekerja sosial kepada
“N”
jika “N” berbuat benar dan baik ?
26. Apakah hukuman yang diberikan pekerja sosial kepada “N” jika “N”
berbuat
salah ?
27. Bagaimana “N” dengan orang lain dilingkungan sekitarnya ?
28. Bagaimana “N” menanggapi reaksi yang terjadi dilingkungan
sekitarnya ?
29. Bagaimana “N” dengan relasi rekan-rekannya di panti ataupun kepada
orang yang lebih tua darinya ?
30. Apakah anak pernah memperhatikan rasa setia kawannya ?
31. Bagaimana hubungan “N” dengan orang-orang di panti ?
32. Bagaimana hubungan “N” dengan anda ?
Peran Pekerja Sosial Terhadap Perkembangan Spiritual :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Apakah kepercayaan yang dianut “N” ?
Dari manakah “N” belajar mengenal Tuhannya ?
Bagaimana cara “N” mendekatkan diri kepada tuhannya ?
Bagaimana sikap “N’ terhadap hari-hari besar agamanya ?
Apa sajakah peranan pekerja sosial dalam memberikan pemahaman
terkait kepercayaan yang dianut ?
Bagaimana cara pekerja sosial mengkomunikasikan pandangan agama
kepada anak ?
Pedoman Wawancara (Pembimbing Agama Islam)
Nama Lengkap
:
Nama Inisial
:
Jenis Kelamin
:
Jabatan di Panti
:
Tempat dan Tanggal Wawancara
:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Apakah kepercayaan yang dianut “N” dan “Y” ?
Bagaimana cara “N” dan “Y” mendekatkan diri kepada tuhannya ?
Bagaimana sikap “N” dan “Y” terhadap hari-hari besar agamanya ?
Pemahaman apa saja yang diajarkan ke anak ?
Respon mereka terhadap pemahaman agama bagaimana ?
Siapa saja yang ikut terlibat ?
TranskripWawancara ( Koordinator Pekerja Sosial)
Nama Lengkap
Nama Inisial
Jenis Kelamin
Jabatan di Panti
Tempat Wawancara
: Yuyun Susilawati
: YS
: Perempuan
:Koordinator Pekerja Sosial
: PSBRW “Melati”
Peran Pekerja Sosial Terhadap Perkembangan Bio :
Wawancara Pada Tanggal 19 Mei 2014
1. Bagaimana pemahaman anda mengenai tunarungu wicara ?
“secara fisik mereka sehat hanya saja mereka memiliki
keterbatasan dalam hal berbicara dan mendengar, yang
menjadi ciri khasnya adalah bahasa yang minim, ciri lain
yang dapat terlihat mereka menggunakan bahasa isyarat”
2. Apakah Tinggi dan berat badan anak-anak tunarungu
wicara sama dengan anak normal lainnya ?
“mereka anak-anak istimewa Tuhan, mereka luar biasa
cantik, tampan rata-rata memiliki bentuk tubuh yang tinggi
dan berat badan yang sesuai dengan anak-anak normal
bahkan tidak kalah dengan anak normal di luar sana.”
3. Apakah penerima manfaat sering mengalami sakit ?
“palingan hanya sakit biasa (pilek, batuk) Di panti juga
menyediakan dokter yang datang sebulan sekali, kan anakanak setiap bulannya dicek tingkat disabilitasnya berapa
DB.”
4. Apa saja peranan pekerja sosial yang digunakan dalam
penanganan penerima manfaat terkait perkembangan bio ?
“bio itu kan terkait fisik, seperti senam bersama semua
peksos dan pegawai terjun langsung ikut berpartisipasi, dan
olahraga yang lainnya anak-anak di sini ya boleh ikut apa
saja tujuannya kan agar menambah kebugaran mereka,
mengeluarkan bakat dan minat mereka, tidak jarang dari
mereka juga meraih piagam penghargaan, karena banyak
yang berprestasi.”
5. Apa saja peranan pekerja sosial terkait pelayanan kesehatan
?
“menemani mereka dan memberikan obat apabila masih bia
disembuhkan dengan obat yang ada di klinik panti, kalau
tidak ada ya biasanya kami panggil dokter yang memang
udah biasa menangani anak kami di sini ya ika.”
6. Apa saja prinsip-prinsip pekerja sosial yang digunakan
dalam penangan penerima manfaat terkait perkembangan
bio ?
“menghargai martabat manusia bahwa kita tidak boleh
melihat klien dengan latar belakang sosial mereka,
penerimaan menerima apa adanya, kesempatan yang sama,
bahwa mereka layak mendapatkan bimbingan fisik seperti
anak normal. menentukan diri sendiri mereka berhak
menentukan ingin ikuti, sesuai dengan bakatnya peksos
hanya memberikan arahan yang terbaik.”
7. Metode apa saja yang biasa digunakan dalam penanganan
penerima manfaat terkait perkembangan bio ?
“bimbingan individu (case work) konseling di mana saja,
anak-anak itu jarang mendatangi kami, dia taunya curhat.
kami rangkulah mereka kami tanyakan “kenapa kamu tidak
makan?” Atau “kenapa kamu tidak mengikuti kegiatan ?,
bimbingan kelompok (group work) bimbingan fisik yang
dilaksanakannya dengan berkelompok, tujuannya dapat
bergaul dengan sesama anggota kelompok secara baik. Dan
Social community organization yang berhubungan dengan
berhubungan dengan masyarakat luar.”
8. Siapa saja yang terlibat dalam bimbingan fisik yang
diberikan ?
“Semua pekerja sosial ikut terlibat dan para instruktur.”
Peran Pekerja Sosial Terhadap Perkembangan Psikososial :
Wawancara Pada Tanggal 20 Mei 2014
1. Bagaimana dengan motivasi belajar anak-anak di panti ?
“PM ya ada yang disiplin, ada yang tidak, namanya juga
anak-anak ya masih suka ada yang sukanya bermain-main.”
2. Pamahaman terkait apa saja yang diberikan pekerja sosial di
kelas bimbingan sosial ?
”konsep diri, actualisasi diri, mereka harus mengetahui apa
itu konsep diri terus bagaimana mereka mengaktualisasikan
diri mereka di depan orang banyak.”
3. Bagaimana rasa ingin tahu anak ?
“kalau anak-anak tunarungu wicara, rasa keingin tahuannya
menggebu-gebu, mereka ingin tahu apa si itu, miskin
bahasa membuat mereka minim terhadap informasi.”
4. Bagaimana kondisi emosional anak ?
“cenderung lebih besar dibanding anak normal, masalah
kecil menjadi besar hanya karena salah paham misalnya.”
5. Bagaimana anda menilai emosi anak ini stabil atau tidak
(cara bicara, berpikir, respon dari permasalahan anak) ?
“dilihat saat berinteraksi apakah ia seperti meledak-ledak,
ketakutan terbata-bata, atau ceria tidak murung cara
berinteraksinya santai tidak terburu-buru.”
6. Bagaimana keterikatan anak-anak tunarungu wicara dengan
lingkungan (apakah bisa menerima penerima manfaat)
“ada mungkin yang diperlakukan seperti berlebihan, ada
juga yang menerima, ada juga yang menganggap itu aib
mereka dibawa ke panti dan tidak pernah dijenguk,
melepaskan semua tanggung jawabnya ke panti.”
7. Apa saja peranan pekerja sosial yang diberikan terhadap
psikososial ?
“peranan sebagai mediator mengkaitkan PM dengan sumber
terkait orang baru yang ingin berinteraksi dengan PM yang
belum bisa menggunakan isyarat, motivator dalam
membangun motivasi anak, membangun jiwa mereka.”
8. Dalam memberikan peranannya kepada anak, teori pekerja
sosial apa saja yang digunakan ?
“seperti teori psikodinamik bahwa tingkah laku berasal dari
gerakan dan interaksi yang terjadi, anak-anak di sini kan
biasanya hanya melihat saja terkadang ia belum tentu dapat
menangkap apa yang kita maksud padahal apa yang mereka
lihat belum tentu seperti itu, pikiran yang mereka pikirkan
mempengaruhi tingkah laku mereka.”
9. Bagaimana anak-anak dengan relasi rekan-rekannya di
panti ataupun kepada orang yang lebih tua darinya ?
“kalau mereka sudah diajarkan dari kecil dan di berikan
informasi, pastinya mereka akan bersikap sopan.”
10. Apa saja prinsip pekerja sosial yang diberikan terhadap
psikososial ?
“prinsip komunikasi mereka menggunakan bahasa isyarat
ya kami juga harus bisa menggunakan isyarat. Kerahasian
menjaga
identitas
klien,
tapi
kalau
memang
permasalahannya harus di selesaikan secara bersama-sama
peksos juga boleh memberitahu kepada peksos lainnya.
individualisasi bahwa dalam menangani masalah anak tidak
boleh menyamaratakan dalam pemecahan masalahnnya.
Sadar diri, Misalnya saja jikalau pekerja sosial tidak
sanggup menangani masalah klien maka jangan dipaksakan.
Pekerja sosial sadar akan potensi dan kemampuannya.”
11. Metode apa saja yang diberikan pekerja sosial terhadap
anak ?
“metode bimbingan individu, seperti konseling “kami
tanyakan kenapa kamu sedih?” konseling kan bisa
dilakukan dimana saja, metode group work seperti kegiatan
pramuka (dinamika kelompok, terapi yang dilakukan secara
kelompok terapi EFT Emotional Freedom Terapy dilakukan
untuk kejolakan emosi, pemberian terapi kognitif yang
dilakukan dengan menyetelkan video, terapi senam otak kiri
dan kanan. Dari metode group work kita dapat melihat
bagaimana keterikatan
PM dengan lingkungan
kelompoknya. kalau metode bimbingan kemasyarakatan
saat praktek belajar kerja karena berhubungan dengan
masyarakat luar.”
12. Apakah ganjaran atau imbalan yang diberikan pekerja
sosial kepada anak jika berbuat benar dan baik ?
“jangan segan-segan berikan pujian, tapi pujiannya
membangun, mereka senang apabila diperhatikan.”
13. Apakah hukuman yang diberikan pekerja sosial kepada
anak jika berbuat salah ?
“setiap masalah itu kalau memang tidak bisa diselesaikan
karena sikonnya biasanya kami CC kan dengan pihak
terkait untuk menyelesaikannya.”
14. Apakah anak pernah memperhatikan rasa setia kawannya ?
“solidaritanya tinggi terhadap teman sekelompoknya,
kepada komunitasnya, mereka akan menunjukan sikap
setia kawan, terlihat pada saat permainan atau kegiatan
yang berkaitan dengan kelompok.”
Peran Pekerja Sosial Terhadap Perkembangan Spiritual :
Wawancara Pada Tanggal 22 Mei 2014
1. Apa sajakah peranan pekerja sosial dalam memberikan
pemahaman terkait kepercayaan yang dianut ?
“pekerja sosial dapat menyelipkan materi agama misalnya
di apel pagi, peranan sebagai informator misalnya bahwa
apa aja yang tidak diperbolehkan dan tidak oleh agama,
atau kegiatan bimsos, ada guru agama yang memberikan
pengajaran setiap hari senin.”
2. Bagaimana cara pekerja sosial mengkomunikasikan
pandangan agama kepada anak ?
“anak-anak harus tahu siapa Tuhannya, untuk apa mereka
sholat, kalau sudah berwudhu jangan sampai tercolek
dengan laki-laki, atau laki-laki sebaliknya jangan sampai
tercolek dengan perempuan. Misalnya seperti itu, kita
komunikasikan seringan mungkin bahasanya, agar apa
yang maksud tersampaikan kepada mereka.”
Transkip Wawancara (Pekerja Sosial)
Nama Lengkap
: Suminah
Nama Inisial
: SM
Jenis Kelamin
: Perempuan
Jabatan di Panti
: Pekerja sosial
Tempat Wawancara
: PSBRW “Melati”
Peran Pekerja Sosial Terhadap Perkembangan Bio :
Wawancara Pada Tanggal 27 Mei 2014
1. Bagaimana pemahaman anda mengenai tunarungu wicara ?
“secara fisik sehat, mereka terdapat kelainan pada indera pendengaran
dan pengecapannya sehingga mereka tidak dapat mendengar dan
mengucapkan kata dengan baik, di karenakan mereka memang tidak
bisa menangkap komunikasi dengan baik.”
2. Berapa tinggi dan berat badan “N” ?
“Tinggi bandan “N” 143 cm dan 33 kg mbak.”
3. Berapakah umur “N” ?
“Umur N sekarang 16 tahun.”
4. Apakah orang tua “N” atau saudara kandung “N” memiliki riwayat
kelainan yang sama dengan yang “N” derita ?
“tidak ada yang menderita cacat ataupun tunarungu wicara.”
5. Bagaimana kebutuhan gizi “N” ?
“kan di sini diberikan makan tiga kali sehari ya mbak. Insyaallah menu
makanannya sehat dan bergizi, kami juga sedih jika ada yang mendengar
bahwa ada anak yang tidak sarapan. Makanlah nanti kamu sakit.
Disitulah peran kami dimainkan kami menjadi konselor “N” juga selalu
disiplin dalam makan. Kalau untuk “Y” ia juga termasuk anak yang
disiplin dalam makan.”
6. Dari manakah “N” berasal ?
“N” itu kediamannya di Depok Beji itu lho mbak.”
7. Bagaimana status sosial ekonomi keluarga “N” ?
“baik, orang tua “N” mempunyai usaha warung milik usaha pribadinya.”
8. Apakah “N” pernah mengalami sakit ?
“N” itu jarang sakit, dia itu kan anaknya disiplin ya mengenai makan,
dia juga tau kalo dia tidak makan dia akan sakit, dia itu ya kalo malam
sering minum susu, kan orang tuanya kalau menjenguk selalu
membawakan susu “N” kalau sakit juga hanya batuk,pilek sakit perut.”
9. Bagaimana catatan kesehatan “N” ?
“tidak punya riwayat kesehatan yang serius atau parah mbak.”
10. Sudah pada tingkat berapa tingkat disabilitas “N” ?
“pada tingkat yang berat 102,5 dB telinga kanan dan pada telinga
kirinya 95,0 dB. kelebihannya masih bisa menangkap bahasa bibir dan
masih terdapat sisa suaranya masih samar-samar terdengar.”
11. Sejak umur berapa “N” menderita tunarungu wicara ?
“N” itu menderita tunarungu wicara sejak kecil.“N” karena kecelakaan
yang menimpa dirinya.”
12. Apa saja peranan pekerja sosial terkait pelayanan kesehatan “N” ?
“memberikan informasi kepada anak bahwa menjaga kesehatan itu baik,
sakit itu tidak enak, kami sebagai peksos harus sigap, kita temani kita
tanyakan “adek kenapa? sakit apa?” kalau memang masih bisa diberikan
obat yang ada di panti ya kami berikan, kalau memang butuh
penanganan Dokter ya biasanya kami memanggil Dokter.”
13. Apa saja peranan pekerja sosial yang digunakan dalam penanganan
penerima manfaat terkait perkembangan bio ?
“memberikan informasi mengenai alat reproduksinya.”
14. Apa saja prinsip-prinsip pekerja sosial yang digunakan dalam
penanganan penerima manfaat terkait perkembangan bio ?
“memberikan kesempatan yang sama bahwa boleh diikutkan bimbingan
fisik renang. Self determination, dalam mereka dapat memilih sendiri
sesuai dengan kemampuannya kita di sini hanya mengarahkan yang
terbaik untuknya.”
15. Apa saja fungsi Pekerja sosial yang digunakan dalam penanganan
penerima manfaat terkait perkembangan bio ?
“mempermudah interaksi kan terkadang PM harus dihadapkan dengan
orang di sekitarnya yang belum mengerti bahasanya mereka.”
16. metode apa saja yang biasa digunakan dalam penanganan penerima
manfaat terkait perkembangan bio ?
“case worknya itu ya konseling dengan PM, apabila PM tidak bisa hadir
di kegiatan bimbingan fisik kita bisa tanyakan “kamu kenapa tidak ikut ?
kami selalu menanyakan kenapanya kamu tidak makan ? makanlah nanti
kamu sakit. Disitulah peran kami dimainkan kami menjadi konselor
nantinya mereka akan bercerita dengan sendirinya.”
17. Siapa saja yang terlibat dalam bimbingan fisik yang diberikan ?
“semua peksos terlibat ko mbak, ada instrukturnya juga.”
18. Bimbingan fisik apa yang sedang penerima manfaat jalankan ?
“ya itu yang saya ketahui dia ikut karate, sama ikut berenang,
bimbingan karate tergantung moodnya, kadang dia bilang malas kadang
bilang capek. Dan “Y” senang ketika mengikuti senam ia kan pedenya
tinggi sekali jadi senang gerak sana-sini.”
19. Apakah penerima manfaat sering melakukan konseling ?
“konselingnya itu kapan saja mbak seenaknya dia aja gitu, saya itu kan
tinggalnya di dalam sebagai pengasuhnya juga dia kalau lagi ada
masalah dengan teman di asrama dia kerumah ngadu sampe nangis.”
20. Ekspresi tubuh seperti apa yang sering pekerja sosial lihat pada saat
melakukan konseling ?
“ya tadi kalau memang sampai dia harus nangis ya nangis nanti teriakteriak atau sedih murung ya seperti itu lah mbak.”
Peran Pekerja Sosial Terhadap Psikososial :
Wawancara Pada Tanggal 28 Mei 2014
1. Apakah “N” termasuk anak yang disiplin ?
“dia ikutin aturan aja disiplin, aktif kecuali kalau dia lagi sakit atau dia
lagi tidak mood/sedang bermasalah dengan temannya, suka cari-cari
alasan, nanti dia tiba-tiba nangis.”
2. Apakah “N” termasuk anak yang mandiri ?
“dahulunya si dia juga pasti berpikir, kenapa di sini harus mengerjakan
sendiri, dulunya tuh sering nangis pengen pulang terus, lama kelamaan
kemandirian itu timbul, oh ternyata saya di sini saya harus bisa ternyata
temen-temen saya bisa semua.”
3. Apakah “N” selalu hadir dalam setiap kegiatan ?
“mau ikut serta untuk tampil, tidak mau kalah dengan yang lainnya.”
4. Biasanya apa yang membuat “N” tidak menghadiri kegiatan ?
“kalau dia sedang ada masalah dengan teman dikelasnya, atau kalau
beberapa minggu tidak dijemput mamahnya iya akibatnya ia menjadi
uring-uringan.”
5. Bagaimana dengan motivasi belajar “N” ?
“disiplin, aktif, mau terus belajar ya, dia juga selalu memperhatikan
pelajaran, responnya baik semua tugasnya dikerjakan,”
6. Pamahaman terkait apa saja yang diberikan pekerja sosial di kelas
bimbingan sosial ?
“seperti materi pelajaran konsep diri, aktualisasi diri, kewirausahaan,
matematika, bahasa indonesia, pendidikan agama, SIBI.”
7. Bagaimana tingkat kecerdasan atau prestasi “N” ?
“dulunya kan “N” juga pernah mengenyam bangku sekolah, namun
karena pada waktu sekolah di luar panti ia kalau di ajarinnya malas,
maka dari itu dia jadi sedikit terlambat dalam menerima pelajaran.”
8. Apakah minat dan bakat yang dimilki “N” ?
“terlihat pada seni musik angklung ia bisa memainkan alunan musik
angklung tari daerah bisa lah sedikit-sedikit.”
9. Apakah “N” anak yang pemalu atau percaya diri ?
“pemalu, dengan orang baru yang berada di sekitarnya belum bisa
terbuka kalau memang ia belum nyaman.”
10. Apakah “N” pernah merasakan stress atau kesehatan kejiwaan yang
mengakibatkan penghambatan dalam tumbuh kembangnya ?
“pernah mengalami depresi ketika temen dekatnya mau lulus dia pengen
ikutan berenti, akhirnya ia pulang kerumah sebulan. Sering marah
murung dan sensitif. Masalah itu menjadi berpengaruh ke teman
temannya.”
11. Apakah “N” termasuk ke dalam anak yang manja, pemboros, dan
sombong ?
“manja kalau minta apa-apa harus dituruti. Kalau enggak ya dia
ngambek marah. Emosinya juga cenderung lebih besar dibanding anak
normal. Borosnya si engak dan bukan termasuk anak yang sombong.”
12. Apakah “N” pernah mengalami trauma ?
“N” tidak pernah mengalami trauma.”
13. Bagaimana kondisi emosional anak ?
“belum stabil seperti ngambek, egois, masa peralihan kanak-kanak ke
remaja awal. Kalau nangis ya nangisnya kenceng seperti anak kecil.”
14. Bagaimana anda menilai emosi anak ini stabil atau tidak (cara bicara,
berpikir, respon dari permasalahan anak) ?
“ia marah, kecewa, senang atau menyembunyikan sesuatau itu terlihat.”
15. Apakah ia pernah pindah rumah ?
“sejak kecil “N” sudah tinggal di Depok dengan keluarganya.”
16. Bagaimana keterikatan “N” dengan lingkungan (apakah bisa menerima
penerima manfaat) ?
“baik, harmonis, mereka dapat menerima “N” apa adanya.”
17. Seberapa sering penerima manfaat pulang kerumah serta mengunjungi
keluarganya ?
“dahulunya si dia itu sering pulang seminggu sekali, sekarang kalau
pulang kerumah ya sebulan sekali.”
18. Siapa yang mengambil keputusan penerima manfaat berada dipanti ?
siapa yang mengantar ?
“orang tua “N” dan mereka berharap “N” dapat mandiri dan mempunyai
keterampilan nanti menuju masa depannya.”
19. Apa saja peranan pekerja sosial yang diberikan terhadap psikososial “N”
?
“Anak-anak di sini juga sudah banyak yang menginjak masa remaja,
yang kami inginkan disini kan anak-anak dapat mandiri, dapat terlepas
dari ketergantungan orang tuanya. Saya yang mencarikan jaringan
perusahaan itu sudah merupakan peranan sebagai fasilitator. Kita harus
berani membela anak anak kita kalau memang mereka punya mereka itu
benar.”
20. Dalam memberikan peranannya kepada anak, teori pekerja sosial apa
saja yang digunakan ?
“teori psikodinamik dalam memecahkan ketakutan biasanya kan
perilaku dan pikiran berpengaruh dengan lingkungan sosialnya.”
21. Apa saja prinsip pekerja sosial yang diberikan terhadap psikososial “N”
?
“anak itu tidak boleh dibeda-bedakan prinsip penerimaan dan
menghargai martabat manusia. Kerasiaan dijunjung tinggi, tetapi kalau
sama peksos kami saling terbuka. Prinsip tidak menghakimi dalam
menyatakan salah dan benar, kami juga harus tau permasalahannya.”
22. Metode apa saja yang diberikan pekerja sosial terhadap anak ?
“group worknya dalam memberikan terapy yang dilakukan secara
kelompok, metode tersebut dilakukan sesuai dengan kebutuhannya.
Kami lebih seringnya diselesaikan group work, susah untuk anak-anak
dibuka permasalahannya karena mereka pintar menyembunyikan
masalah. Metode ke masyarakat seperti PBK.”
23. Terapi psikososial apa saja yang diberikan terhadap anak ?
“terapi permainan-permainan pada kegiatan pramuka.”
24. Apakah ganjaran atau imbalan yang diberikan pekerja sosial kepada “N”
jika “N” berbuat benar dan baik ?
“imbalan reward senyuman, rangkulan, pujian yang membangun.”
25. Apakah hukuman yang diberikan pekerja sosial kepada “N” jika “N”
berbuat salah ?
“biasanya peksos melakukan Case Conference dalam menyelesaikan
masalah agar menemukan rekomendasi pemecahannya, tetapi ada juga
permasalahan yang tidak melibatkan proses CC.”
26. Bagaimana “N” dengan orang lain dilingkungan sekitarnya ?
“pemalu,cenderung tertutup kalau memang dia belum merasa nyaman.”
27. Bagaimana “N” menanggapi reaksi yang terjadi di lingkungan sekitarnya
?
“mengabsen teman-teman di kelas, menghapus papan tulis kalau “Y”
mimpin doa ya dia langsung memimpin bagus memang pedenya positif.”
28. Bagaimana “N” dengan relasi rekan-rekannya di panti ataupun kepada
orang yang lebih tua darinya ?
“terjalin harmonis, ia sadar akan kemampuannya, ia tidak marah apabila
teman-temannya menjauhi dia karena kemampuannya kurang. Namun
ada salah satu teman yang selalu menggangu “N” mungkin maksudnya
bukan menggangu tapi caranya salah, tetapi “N” tidak pernah
menggangap bahwa ia musuhnya.”
29. Apakah anak pernah memperhatikan rasa setia kawannya ?
“pada kegiatan outbond atau dalam menyembunyikan masalahnya
cenderung mereka menutup-nutupi masalah temannya karena tidak enak
dan takut dimarahi.”
30. Bagaimana hubungan “N” dengan orang-orang di panti ?
“terjalin interaksi yang baik.”
31. Bagaimana hubungan “N” dengan anda ?
“N” dekat dengan saya bahkan “N” memanggil saya dengan sebutan
“mama.”
Peran Pekerja Sosial Terhadap Perkembangan Spiritual :
Wawancara Pada Tanggal 29 Mei 2014
1. Apakah kepercayaan yang dianut “N” ?
“agama yang dianut “N” sejak ia dilahirkan adalah agama islam.”
2. Dari manakah “N” belajar mengenal Tuhannya ?
“orang tua “N” sudah banyak mengajarkan mengenal tuhannya sejak ia
masih kecil.”
3. Bagaimana cara “N” mendekatkan diri kepada tuhannya ?
“caranya dengan beribadah dan berdoa, ia juga sudah paham sholat 5
waktu. Disiplin sholat sesuai dengan jadwalnya. “N” sudah paham tata
urutan sholat, tetapi untuk bacaan belum hafal.”
4. Bagaimana sikap “N’ terhadap hari-hari besar agamanya ?
“N” sudah mengetahuinya, karna di sini terkadang ada peringatan
perayaan hari besar.”
5. Apa sajakah peranan pekerja sosial dalam memberikan pemahaman
terkait kepercayaan yang dianut ?
“kami menyelipkan pemahaman agama pada saat apel dan bimsos, tetapi
bimbingan agama biasanya di berikan pada hari Senin di siang hari. Doa
pendek atau surat pendek suruh hafalin dan biasanya suka ditempel
ditembok agar ia membaca. Untuk hal hal yang sifatnya yang memang
dia tidak paham atau belum pernah dengar ia tidak bisa seperti kata-kata
najis lalu kami menjelaskannya.”
6. Bagaimana cara pekerja sosial mengkomunikasikan pandangan agama
kepada anak ?
“Mereka paham kalau memang itu bersifat umum dan nyata dan jelasjelas kelihatan. Biasanya kami memberikan contoh secara klasikal.”
Transkip Wawancara (Pembimbing Agama Islam)
Nama Lengkap
Nama Inisial
Jenis Kelamin
Jabatan di Panti
Tempat dan Tanggal Wawancara
: Syerli Natalia
: SY
: Perempuan
:Pembimbing Agama Islam
: PSBRW “Melati”
Wawancara Pada Tanggal : 19 Juni 2014
1. Apakah kepercayaan yang dianut “N” dan “Y” ?
“agama yang dianut mereka adalah islam.”
2. Bagaimana cara “N” dan “Y” mendekatkan diri kepada tuhannya ?
“terlihat pada saat “N” dan “Y” melakukan ibadah, ia terlihat rajin “N” dan
“Y” selalu ada di mushola dan melaksanakan sholat zuhur ashar tepat
waktu mereka sering terlihat sholat berjamaah degan penerima manfaat dan
staff lainnya. ibu juga mengajarkan agar “N” dan “Y” selalu bersyukur ya
nak, jangan lupa berdoa sama Allah agar selalu diberikan kesehatan,
kepintaran.”
3. Bagaimana sikap “N” dan “Y” terhadap hari-hari besar agamanya ?
“memberikan informasi terkait hari-hari besar agama Islam, dipanti juga
mengadakan perayaan perayaan hari besar agama islam ko mbak di ini.”
4. Pemahaman apa saja yang diajarkan ke anak ?
“bacaan dan doa-doa surat pendek, bacaan sholat, akidah, larangan dan
perintah Allah SWT, macam-macam najis, pemahaman yang diberikan
kepada PM harus sesederhana mungkin agar mereka tahu apa yang kami
ingin sampaikan tersebut bisa tersampaikan kepada mereka. Bimbingan
agama bukan hanya ada pada siang hari melainkan ada pada malam hari
juga seperti ceramah. Kita juga tahu, harus maklum dan mengerti
keterbatasan yang mereka alami, IQ setiap anak pun berbeda.
5. Respon mereka terhadap pemahaman agama bagaimana
“mereka merespon baik, mereka dalam menjadikan pemahaman agamanya
sebagai acuan hidupnya, bahwa kalau melakukan yang di larang Allah
SWT nanti dimarahi sama Allah SWT, Allah tidak suka, itu jelek, jangan
di ulangi ya nak.”
6. Siapa saja yang ikut terlibat ?
“kegiatan di kelas guru pembimbing agama, dan pekerja sosial.”
Transkip Pengamatan
Nama Inisial
Asal
Jenis Kelamin
Umur
Agama
Tanggal Masuk PSBRW “Melati”
Tanggal Pengamatan
:N
: Depok
: Perempuan
: 16 Tahun
: Islam
: 26 Juni 2013
: Awal penelitian
hingga akhir
penelitian
Mengamati Perkembangan Gambaran Fisik Anak
Bila dilihat dari gambaran fisik PM, “N” memiliki postur tubuh
yang normal seperti anak-anak pada umumnya, karena memang
secara fisik ia memiliki badan yang sehat secara jasmani. “N”
memiliki paras wajah yang cantik dengan warna kulit kuning
langsat. Ia memiliki bola mata yang indah dan besar berwarna
hitam, bulu mata yang indah dan alis yang berwarna hitam, ia
memiliki hidung yang mancung serta memiliki pipi yang kurus,
bibirnya berwarna merah. PM “N” memakai jilbab untuk menutupi
kepalanya. “N” mempunyai tinggi badan 143 cm dan berat badan
33 kg, golongan darah B.
Mengamati Penampilan Anak
Pada saat peneliti bertemu dengan “N” pada kali awalnya kami
melakukan pendekatan, kami berdua bersalaman dan
memperkenalkan diri kami masing-masing. “N” terlihat malu-malu
saat peneliti mendekatinya dan mengajaknya untuk saling
mengenal, karena peneliti merupakan orang baru yang ia kenal. Ia
pun terlihat malu-malu saat peneliti memberikan senyum dan
sapaan kepadanya ketika kami berdua bertemu, ia selalu
memberikan senyuman hangatnya kepada peneliti sambil berlari
dan tertunduk malu. Setelah sudah lama kami dekat beberapa hari
kemudian “N” menjadi terbuka dan menyapa peneliti terlebih
dahulu ketika “N” melihat peneliti berada disekitar “N”. Ia
termasuk anak yang ceria. Karena peneliti melakukan penelitian di
saat jam pelajaran “N” yang berlangsung dari pagi hingga sore hari
menjelang, “N” selalu berpakaian rapi lengkap dengan seragam
dan sepatu yang ia ikat dengan rapi yang diberikan oleh pihak panti
untuk anak-anak asuhnya.
Mengamati Status Kesehatan
Seperti yang terlihat dari kasat mata orang baru yang melihatnya
dari kejauhan akan berpikir bahwa ia merupakan anak normal yang
sama dengan anak-anak lainnya, karena secara fisik “N” terlihat
sehat, tetapi jikalau diperhatikan dengan seksama “N” mengalami
ketunarungungan wicara yang menyebabkan “N” tidak bisa
mengeluarkan kata-kata dan mendengar dari indera pendengaran
dan pengecapannya. Tingkat ketunarunguan “N” berbeda dengan
telinga kanan dan kirinya, ia pun masih bisa membaca gerak bibir
seseorang. “N” termasuk kedalam disabilitas tunarungu wicara
berat. Ada pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter THT setiap
bulannya, dokter dan perawat yang akan mengecek keadaan tingkat
disabilitas PM. Kelebihan yang dimilki “N” ia masih bisa
membaca gerak bibir dan pada telinga sebelah kiri penerima
manfaat masih terdapat sisa pendengaran sehingga ia bisa
mempergunakanannya untuk mendengar dan berkomunikasi
dengan orang normal lainnya. Selama “N” berada di PSBRW
“Melati” ia tidak pernah mengalami penyakit serius Yang ia alami
hanya penyakit ringan yang pada umumnya orang lain rasakan
seperti batuk, pilek, demam. PM termasuk anak yang disiplin
dalam hal makan dan istirahat.
Mengamati Psiko Anak
 Mengamati Gambaran Tentang Emosi Anak
“N” mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang sama seperti
anak-anak panti yang lainnya. “N” adalah anak yang ceria dan aktif
ketika sedang berada di dalam kelas bimbingan sosial yang
diadakan pada siang hari. Tetapi sebaliknya apabila ia baru
menemukan orang yang baru ia kenal ia cenderung akan bersikap
malu-malu dan pendiam sampai ia merasakan bahwa orang yang
baru ia kenal dapat menerima keadaannya dan merasakan nyaman.
“N” akan bersikap marah dan menangis apabila ia merasakan hal
yang tidak mengenakan pada dirinya. Ia cenderung akan
mengadukan hal tersebut kepada pengasuh yang juga kebetulan
pekerja sosial yang menanganinya. Jika ia merasa kesal ia akan
marah, apalagi diketahui keadaan emosional anak-anak disabilitas
tunarungu wicara lebih sensitif dibanding anak normal pada
umumnya. “N” sering berteriak–teriak kepada lawan jenisnya dan
cenderung dikatakan berani apabila ia merasakan kesal dan hal
yang tidak mengenakan hatinya. “N” juga mempunyai sikap keras
kepala akan hal yang ia ingikan apapun yang ia ingin selalu minta
untuk dituruti. Apabila “N” menangis maka pengasuh dan pekerja
sosial akan mendiamkannya terlebih dahulu dan selalu
memberikan nasehat seperti kata-kata sabar dan terus berdoa sama
Allah SWT.
Mengamati Sosial Anak
 Mengamati Hubungan Dengan Teman Sebaya
Hubungan “N” dengan teman sebayanya sangat baik karena “N”
terbilang anak yang ceria dan begitu akrab. Tetapi hanya ada satu
teman “N” yang membuat “N” merasa tidak nyaman apabila
teman “N” tersebut bermaksud mendekatinya karena perilaku
yang ditunjukan teman “N” tersebut terlalu berlebihan ia ingin
dekat dengan “N” tetapi malah membuat “N” merasa risih
apabila ia didekatinya. Kerap kali terdengar pengaduan yang
diadukan “N” akibat perilaku teman “N” tersebut pengaduan
yang diadukan kepada ibu pengasuh yang juga pekerja sosial “N”
ia sering terlihat menangis saat mengadukan perilaku yang ia
alami. Bukan hanya pada saat di asrama yang memang kebetulan
ia didapati satu asrama, tetapi pada saat bimbingan sosial yang
diadakan dikelas ataupun bimbingan keterampilan yang diadakan
di kelas keterampilan, kerap kali terlihat teman “N” selalu
mendekati “N” sehingga membuat “N” merasa risih dan
terganggu yang dibuat olehnya. “N” termasuk anak yang baik ia
tidak ingin mengalami perdebatan maupun permusuhan oleh
teman lainnya, hanya saja satu teman yang membuatnya merasa
terganggu. Tetapi ia tidak merasa teman yang mengganggunya
adalah musuhnya. Sikap “N” dengan teman-teman lainnya
berjalan harmonis dan terlihat akrab sehingga itu membuat
teman-teman lainnya merasa gembira dan senang berada dan
bermain bersama dengan “N”.
 Mengamati Hubungan Anak Dengan Pekerja Sosial Dan
Pengasuh
Hubungan “N” dengan pekerja sosial dan pengasuh sangat baik
dan terjalin begitu erat, bukan hanya kepada pekerja sosial dan
pengasuh yang khusus megasuh “N” tetapi kepada pengasuh
lainnya juga begitu. “N” sering berinteraksi dengan para
pengasuh terlebih lagi dengan pengasuh yang khusus
menanganinya, ia merupakan pekerja sosial yang juga sekaligus
menjadi ibu asuh PM di panti sebut saja ia dengan nama inisial
ibu “SM”. “N” menyapa dan memanggil sebutan “mama”
kepadanya. Ia tidak segan-segan melakukan curhat atau konseling
kepada pengasuhnya karena memang ia dekat dan begitu juga
dengan orang tua “N” mereka juga sudah dekat dengan pengasuh
yang sekaligus pekerja sosial “N’ dipanti.
 Mengamati Hubungan Dengan Pihak Lain
Hubungan “N” dengan pihak lain kurang terjalin erat karena sifat
pemalu yang dimilki oleh “N”. Terlihat bila ada tamu yang
datang ke PSBRW “Melati” untuk melihat kondisi anak-anak di
panti, “N” menjadi pemalu dan pendiam dengan orang baru yang
ia temui. Terlihat apabila ia sering diajak interaksi “N” sering
berjalan dan menyibukan dirinya agar tamu tersebut tidak terlalu
berinteraksi dengannya. Hal tersebut sangatlah berbeda dengan
anak-anak panti lainnya yang jika ada tamu datang maka mereka
merasa senang karena banyak temannya. namun jika sudah akrab
dengan “N” maka “N” akan merasa nyaman, percaya dan dapat
beradaptasi dengan teman barunya.
 Mengamati Spiritual Anak
Agama yang dianut “N” adalah islam sejak ia dilahirkan.
Pengetahuan agama yang sudah diajarkan keluarga “N” tetang
pendidikan agama dasarpun sudah didapatkannya selama ia masih
berada di rumah bersama keluarga “N”. Ia termasuk anak yang rajin
beribadah terlihat pada saat jadwal sholat berjamaah yang dilakukan
di mushola yang berada di panti “N” selalu terlihat ada, dan
mengikuti sholat berjamaah. Dalam pemahaman agamanya selain
tata cara sholat, ia juga bisa menjalankan tata cara berwudhu sesuai
dengan yang diajarkan dengan tertib, lalu pemahamannya mengenai
apa itu puasa, larangan yang membatalkannya ia sudah pahami, ia
juga mengerti hujuf hijaiyah ia juga pandai dalam membaca Iqra.
Pada saat membaca masih terdengar sisa-sisa kata-kata yang yang
diucapkan sama dengan bacaannya. Dalam pemberian materi suratsurat pendek “N” sedikit lambat dalam menerima pemahamannya
dan butuh usaha yang keras serta kesabaran dalam mengajarkan
karena butuh waktu lama. “N” akan lupa jikalau ia ditanyakan
dikemudian harinya, pekerja sosial, pengasuh, guru agama, dan
pihak terkait lainnya sudah berusaha semaksimal mungkin agar “N”
dapat menghafalkannya dan terus mengingatnya. Apapun caranya
sudah dilakukan seperti halnya sering menanyakan kepada “N” dan
menyuruhnya menulis mengenai materi tersebut serta tak segansegan menempelkannya di tempat yang biasa “N” sering lihat agar ia
terus mengingatnya.
Kegiatan Yang Terkait Dengan Fisik :
Anak-anak penyandang disabilitas rungu wicara mengikuti perlombaan bola voli
tunarungu Provinsi DKI Jakarta bertempat di gelanggang Jakarta Timur yang
dilaksanakan oleh Dinas Olah Raga dan Pemuda Pemerintah Provinsi Daerah
Khusus Ibu Kota Jakarta. Dalam perlombaan tersebut Anak-anak mendapatkan
juara 1 putra.
Pada Hakekatnya manusia memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk
mengatasi hambatan agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Penerima manfaat
PSBRW “Melati”Bambu Apus telah memperoleh tinta emas dengan menjuarai
renang dan bola voli pelajar berkebutuhan khusus Se-DKI Jakarta
diselenggarakan oleh Dinas Olahraga dan Pemuda Pemerintah Provinsi Daerah
Khusus Ibu Kota Jakarta.
Outbond sebuah kegiatan yang dilakukan di alam terbuka dengan melakukan
beberapa simulasi baik secara individu maupun kelompok. Peranan fisik juga
diperlukan dalam kegiatan outbond. Adapun tujuan utamanya sebagai kegiatan
meningkatkan kebersamaan, kekompakan, mengembangkan karakter yang
diharapkan muncul dalam proses outbond, kreatif yaitu berani, jeli, dalam
mengambil keputusan tidak mudah menyerah dan gembira.
Kegiatan yang berkaitan dengan Psikososial :
Kegiatan kepramukaan merupakan kegiatan penyandang disabilitas rungu
wicara PSBRW “Melati”, tujuan kegiatan ini untuk memupuk rasa tanggung
jawab, kemandirian, kedisiplinan, kepemimpinan dan keterampilan. Persami
juga mnjadi wahana sosialisasi dan bimbingan, fisik, mental dan sosial serta
penerapan terapi kelompok bagi anak-anak penyandang disabilitas.
Kegiatan bimbingan sosial yang dilakukan di ruangan kelas yang terbagi
atas empat kelas (kelas observasi, persiapan, potensi, dan aktualisasi).
Bimbingan sosial dilakukan dari jam 13.00-16.00 WIB. Anak-anak
memiliki kemauan dan respon yang baik dalam mengikuti materi yang
diberikan oleh pekerja sosial dan guru yang terkait.
Kegiatan Yang Berkaitan Dengan Spiritual :
Bimbingan mental dan rohani merupakan salah satu program di PSBRW
“Melati”. Dalam memperingati hari besar umat muslim, PSBRW “Melati”
memperingati maulid Nabi Muhammad SAW. Inti dari tausiyah yang
disampaikan Ustad Drs. H.M Solehudin, agar kita sebagai hambanya harus
selalu bersyukur, kasih sayang, rajin mencari rahmat, dalam pelaksanaan
ibadah bukan hanya ritual sematatetapi juga diaplikasikan sehari-hari.
Tampak depan dan ruangan di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati :
Tampak depan PSBR “Melati”, dan di sebelah kanan merupakan ruangan yang
berada di PSBRW “Melati” seperti (ruangan yang di dalamnya terdapat ruangan
aula, instalasi produksi, terapi wicara, komputer, dan perpustakaan PSBRW
“Melati”) dan pada gambar baris kedua adalah tampak depan asrama.
Bersama Dengan Para Pekerja Sosial dan Pegawai :
Ketika peneliti melakukan terminasi, terkait penelitian yang dilakukan sudah
selesai dengan para pekerja sosial yang ada di PSBRW “Melati” dan beberapa
profesi lainnya seperti, Kasi Rehsos, Psikolog, Pengasuh dan Guru
pembimbing agama Islam.
Download