BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Periodontal
Penyakit periodontal adalah infeksi yang telah mengenai jaringan pendukung
gigi. Penyakit periodontal terjadi bila racun bakteri dan enzim merusak jaringan
pendukung gigi dan tulang.2,8 Plak yang melekat pada gigi jika tidak dibersihkan
dalam waktu 48 jam akan menjadi suatu deposit keras yang disebut kalkulus.
Kalkulus yang berada di bawah gusi akan menyebabkan infeksi dan inflamasi, proses
ini tidak menimbulkan rasa sakit sehingga seringkali seseorang tidak sadar jika dia
sudah terjangkit penyakit periodontal.8 Penyakit yang paling sering mengenai
jaringan periodontal adalah gingivitis dan periodontitis. 2,4,6
2.1.1 Gingivitis
Gingivitis merupakan peradangan pada gusi yang disebabkan oleh bakteri.
Gingivitis bersifat reversible yaitu jaringan gusi dapat kembali normal apabila
dilakukan pembersihan plak dengan sikat gigi secara teratur. Tanda klinis terjadinya
gingivitis adalah adanya perubahan warna lebih merah dari normal, gusi bengkak dan
berdarah pada tekanan ringan. Keparahan pendarahan dan mudahnya terjadi
pendarahan tergantung pada intensitas inflamasi. 2,4,8
Etiologi utama terjadinya gingivitis adalah plak dental. Plak dental adalah
deposit lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak dan
melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Komposisi utama plak
dental adalah mikroorganisme, yang mana 1 gram plak mengandung 2x10~ bakteri.
Dua bakteri yang mendominasi awal pembentukan plak adalah keluarga
Streptococcus dan Actinomyces. Kemampuannya untuk berikatan dengan bakteri lain
dan juga terhadap molekul pejamu menunjukkan bahwa Streptococcus memiliki
peranan penting dalam pembentukan plak gigi pada tahap awal. Meningkatnya
keragaman bakteri dan terdapatnya dominasi spesies tertentu dalam plak berkaitan
Universitas Sumatera Utara
erat dengan peradangan gingiva.6,15 Bakteri yang paling awal dijumpai dalam proses
perkembangan gingivitis adalah bakteri batang gram positif, kokus gram positif dan
kokus gram negatif. Spesies gram positif terutama Streptococcus sanguis,
Streptococcus
mitis,
Peptostreptococcus
Actinomyces
micros.
viscosus,
Mikroorganisme
Actinomyces
gram
naeslundii,
negatifnya
dan
didominasi
Fusobacterium nucleatum, Prevotella intermedia, Veillonella parvula dan spesies
Haemophilus dan Champylobacter.6
Daerah penumpukan plak tersebut berkaitan sekali dengan berbagai proses
penyakit pada gigi dan periodonsium. Sebagai contoh, plak marginal berperan
penting dalam perkembangan gingivitis. Plak supragingiva dan subgingiva yang
berkaitan dengan gigi berperan dalam pembentukan kalkulus dan karies akar,
sedangkan plak subgingiva yang berkaitan dengan jaringan berperan dalam
penghancuran jaringan lunak pada berbagai bentuk periodontitis.6
2.1.2 Periodontitis
Periodontitis merupakan peradangan yang sudah sampai ke jaringan
pendukung gigi yang lebih dalam. Penyakit ini bersifat progresif dan irreversible.
Apabila tidak dirawat dapat menyebabkan kehilangan gigi.2,4,8 Periodontitis
merupakan kelanjutan dari gingivitis yang tidak dirawat, dimana plak yang menjadi
penyebab utama sudah terdapat dibagian subgingiva yang berkaitan dengan jaringan.
Pengamatan mikroskopis terhadap plak periodontitis menunjukkan persentase yang
tinggi dari spesies anaerob gram negatif.6
Bakteri yang terkultur dari lesi periodontitis dalam jumlah yang tinggi adalah
Porphyromonas
gingivalis,
Bacteroides
forchytus,
Prevotella
intermedia,
Fusobacterium nucleatum, Actinomyces actinomycetemcomitans, dan spesies
Treponema dan Eubacterium.6
2.1.3 Faktor Risiko Penyakit Periodontal
Selain plak gigi sebagai penyebab utama penyakit periodontal, ada beberapa
faktor yang menjadi faktor risiko penyakit periodontal. Secara umum, faktor risiko
Universitas Sumatera Utara
penyakit periodontal adalah umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, oral higiene
dan penyakit sistemik.5,6
1. Umur
Banyak penelitian yang menyatakan bahwa keparahan penyakit periodontal
akan meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Penyakit periodontal lebih
banyak dijumpai pada orang tua daripada kelompok yang muda.3,4,5 Menurut
penelitian Situmorang, prevalensi penyakit periodontal tertinggi dan terparah adalah
pada usia 45-65 tahun yakni sekitar 18,75%, sedangkan prevalensi penyakit
periodontal yang paling rendah adalah usia 25-34 tahun sebesar 6,12%.3
2. Jenis Kelamin
Faktor jenis kelamin masih diragukan, ada yang mengatakan kondisi
periodontal wanita lebih baik daripada pria dan sebaliknya. Walaupun demikian, bila
dibandingkan status kebersihan mulut pria dan wanita, maka dijumpai kebersihan
mulut wanita yang lebih baik daripada pria.5,25
3. Kebiasaan Merokok
Beberapa survei menunjukkan bahwa rerata oral higiene pada perokok lebih
buruk daripada yang tidak merokok. Oleh karena itu, tidak heran bila penyakit
periodontal lebih parah pada perokok daripada yang tidak merokok. Seorang perokok
mempunyai risiko menderita periodontitis 2-7 kali lebih besar daripada bukan
perokok.5,6,25,26
4. Oral Higiene
Beberapa ahli menyatakan bahwa penyakit periodontal dihubungkan dengan
kondisi oral higiene yang buruk. Loe et al. melaporkan bahwa pada individu yang
memiliki gingiva sehat akan segera mengalami gingivitis bila tidak melakukan
pembersihan rongga mulut selama 2-3 minggu. Sebaliknya, bila dilakukan
pemeliharaan kebersihan mulut maka peradangan akan hilang dalam waktu 1
minggu.5,6,27
5. Penyakit Sistemik
Selain kondisi rongga mulut, penyakit sistemik juga menjadi faktor risiko
seseorang menderita penyakit periodontal. Misalnya, pada seseorang yang menderita
Universitas Sumatera Utara
Diabetes Melitus (DM). Penderita DM lebih rentan terhadap infeksi terutama pada
penderita diabetes yang tidak terkontrol.5,25
2.2. Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveolus serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.11,16,28
Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut,
sedangkan istilah pneumonitis sering dipakai untuk proses non infeksi. Bila proses
infeksi teratasi, terjadi resolusi dan biasanya struktur paru normal kembali.11
Dulu, pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia tipikal yang disebabkan
oleh Streptococcus pneumoniae dan atipikal yang disebabkan kuman atipik seperti
halnya M. pneumoniae. Ternyata manifestasi dari patogen lain seperti S. aureus dan
bakteri gram negatif memberikan sindrom klinik yang identik dengan pneumonia
oleh Streptococcus pneumoniae dan bakteri lain dapat menimbulkan gambaran yang
sama dengan pneumonia oleh M. pneumoniae.11,19,21,28 Pneumonia ada yang didapat
secara umum (community-acquired, CAP) dan dari rumah sakit (hospital-acquired,
HAP) atau disebut juga pneumonia nosokomial.5,7,13,16,17,19 Di samping kedua bentuk
utama ini, terdapat pula pneumonia bentuk khusus yang masih sering dijumpai, yakni
Pneumonia Aspirasi.
2.2.1 Pneumonia Aspirasi
Pneumonia aspirasi disebabkan oleh proses terbawanya bahan pada saat
respirasi ke saluran nafas bawah dan dapat menimbulkan kerusakan parenkim paru.
Kerusakan yang terjadi tergantung jumlah dan jenis bahan yang teraspirasi serta daya
tahan tubuh. Di Amerika, pneumonia aspirasi yang terjadi pada komunitas adalah
sebanyak 1200 per 100.000 penduduk per tahun, sedangkan pneumonia aspirasi
nosokomial sebesar 800 pasien per 100.000 pasien rawat inap per tahun. Pneumonia
aspirasi lebih sering dijumpai pada pria daripada perempuan, terutama usia anak atau
usia lanjut.11
Universitas Sumatera Utara
2.2.1.1 Etiologi Pneumonia Aspirasi
Infeksi terjadi secara endogen oleh bakteri orofaring yang biasanya
polimikrobial namun jenisnya tergantung kepada lokasi dan tempat terjadinya.21 Pada
CAP, bakteri patogen terutama berupa bakteri anaerob obligat (41-46%) yang
terdapat di sekitar gigi dan dikeluarkan melalui ludah, misalnya Peptococcus yang
juga dapat disertai Klebsiella pneumonia dan Staphylococcus sp, atau Fusobacterium
nucleatum, Bacteroides melaninogenicus dan Peptostreptococcus. Pada HAP, bakteri
berasal dari kolonisasi bakteri anaerob fakultatif, batang gram negatif, Pseudomonas,
dan S. aureus serta dapat disertai oleh bakteri anaerob obligat di atas.11,21,28,29
2.2.1.2 Diagnosis Pneumonia Aspirasi
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan adanya
kemungkinan aspirasi yaitu pasien yang mendadak batuk dan sesak nafas sesudah
makan atau minum. Umumnya pasien datang 1-2 minggu setelah aspirasi dengan
keluhan demam menggigil, batuk, nyeri pleuritik, dan dahak purulen berbau (pada
50% kasus).11,28,30 Dapat juga ditemukan nyeri perut, anoreksia, dan penurunan berat
badan. Dengan pewarnaan gram terhadap bahan sputum saluran napas dijumpai
banyak neutrofil dan kuman campuran. Terdapat leukositosis dan Laju Endap Darah
(LED) meningkat. Pada foto toraks, terlihat gambaran infiltrat pada segmen paru
unilateral yang dependen.11,30 Lokasi tersering adalah lobus kanan tengah dan atau
lobus atas, dimana lokasi ini tergantung pada jumlah aspirat dan posisi badan pada
saat aspirasi.11 Pada beberapa kasus, perlu dilakukan pemeriksaan Blood Urea
Nitrogen (BUN) dan kreatinin, analisis gas darah, dan kultur darah.
2.2.1.3 Komplikasi dan Mortalitas Pneumonia Aspirasi.
Dapat terjadi gagal napas akut dengan atau tanpa disertai reaktif saluran
napas, empiema, abses paru dan superinfeksi paru. Angka mortalitas CAP adalah
sebesar 5% yang meningkat menjadi 20% pada HAP.11 Angka mortalitas pneumonia
yang tidak disertai komplikasi adalah sebesar 5%.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Indeks Penyakit Periodontal
Untuk dapat mengukur prevalensi penyakit periodontal, keparahannya serta
kaitannya dengan berbagai faktor yang mempengaruhi diperlukan suatu alat ukur
yang disebut dengan indeks. Ada beberapa indeks penyakit periodontal yang dapat
digunakan seperti Indeks Periodontal oleh Russel, Indeks Penyakit Periodontal oleh
Ramfjord, dan CPITN (Community Index of Periodontal Treatment Needs).22-24
Indeks Periodontal oleh Russel menunjukkan keadaan gingivitis, saku
periodontal, dan mobiliti gigi. Pengukuran dilakukan pada seluruh gigi dalam rongga
mulut sehingga membutuhkan waktu dalam melakukan pengukuran. Selain itu,
gambaran radiografi diperlukan untuk melakukan penilaian.22-24 Indeks Penyakit
Periodontal oleh Ramfjord merupakan modifikasi Indeks Periodontal oleh Russel.
Indeks ini digunakan sebagai ukuran keadaan serta keparahan penyakit periodontal.
Indeks ini mengukur derajat inflamasi gingiva dan pembentukan saku periodontal
akibat adanya kerusakan pada jaringan periodontal. Pengukuran hanya dilakukan
pada enam gigi indeks yaitu 16, 21, 24, 36, 41, dan 44.5,22,23 CPITN merupakan
indeks periodontal yang menunjukkan kebutuhan perawatan periodontal pada suatu
populasi. Indeks ini sangat berguna bila digunakan untuk survei epidemiologis karena
memungkinkan untuk melakukan pemeriksaan yang cepat pada suatu populasi dalam
menentukan kebutuhan perawatannya. Namun, kerugiannya adalah metode ini
membutuhkan alat khusus dan gigi yang diperiksa hanya 6-10 gigi.5,8,22-24
2.4. Landasan Teori
Pneumonia merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveolus serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.11,16,28
Pneumonia dapat terjadi akibat aspirasi bahan-bahan yang terdapat di nasofaring dan
orofaring ke saluran nafas bawah. Gigi dan jaringan periodontal dapat berperan
sebagai tempat bermulanya infeksi pernafasan. Hal ini disebabkan bakteri anaerob
yang menjadi penyebab pneumonia banyak ditemukan pada plak dental, khususnya
pada pasien dengan penyakit periodontal. Beberapa bakteri periodontal yang dapat
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan
Actinomyces
pneumonia
israelii,
antara
lain
Capnocytophaga
Actinomyces
sp,
Eikenella
actinomycetemcomitans,
corrodens,
Prevotella
9,11,14,15,17
intermedia, Porphyromonas gingivalis dan Streptococcus constellatus.
Ada beberapa indeks yang digunakan untuk mengukur status periodontal,
yakni Indeks Periodontal oleh Russel, Indeks Penyakit Periodontal oleh Ramfjord,
dan CPITN. Untuk mengukur skor periodontal pada penelitian ini digunakan Indeks
Penyakit Periodontal oleh Ramfjord tahun 1959. Pengukuran indeks dilakukan pada 6
gigi yakni gigi 16, 21, 24, 36, 41, dan 44. Apabila salah satu gigi hilang maka gigi
disampingnya dapat dipakai sebagai pengganti yakni gigi 17, 11, 25, 37, 42, dan
45.5,8,22-24 Indeks ini dipilih karena:
1. Dapat digunakan sebagai ukuran keadaan serta keparahan penyakit
periodontal.
2. Pengukuran hanya dilakukan pada 6 gigi indeks saja sehingga waktu
yang dibutuhkan lebih sedikit.
3. Hasil yang diperoleh dapat digunakan untuk merumuskan penilaian
terhadap status periodontal secara umum.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Kerangka konsep
Pasien
di
RSUD
dr.Pirngadi, RSUP H.Adam
Malik
dan
RS
Martha
Friska
Retrospektif
Pneumonia (kasus)
Retrospektif
Tidak menderita pneumonia
(kontrol)
Skor periodontal:
Indeks Periodontal
Universitas Sumatera Utara
Download