tipologi sintaksis bahasa karo

advertisement
Telangkai Bahasa dan Sastra, Januari 2012, 55-73
Copyright@2012, Program Studi Linguistik S.Ps USU, ISSN 1978-8266
Tahun ke-6 N0.1
TIPOLOGI SINTAKSIS BAHASA KARO
Ernawati Br Surbakti
Politeknik Negeri Lhokseumawe
ABSTRAC
Based on classification word order of syntactic typology of Karo Language,
VSO/PSO type is dominantly appears because generally is Karo Language is passive
which Predicate is in the beginning of the sentence and the subject is noun. Then it is
followed by SVO/SPO. The classification is based on Mode: (1) declarative consist
od two parts, they are positive declarative and negative declarative, in which the
dominant pattern is VS/PS type. (2) Interrogative. Basic sentence type can be change
into interrogative sentence yes/no. Classification based on clause: (1) Simple
sentence which dominantly appears is the sentence with V-S-O or P-S-O type. (2)
Compound complex sentence which dominantly found is subordinate clause with adi
marker‘if’ when the marker attribute is adverb, and if it is in the beginning of the
sentence so it will. Generally, the basic pattern of be elaborated adverbial
subordinate clause by using adjective is K-V/P dan K-V/P-S. (3) Compound sentence
relates with two clauses which has two patterns. Basic pattern of compound sentence
of Karo language is S-V. (4) In density compound sentence, S is related to
coordinate marker ras
Key word : Karo Language, syntactic
ABSTRAK
Tipologi Sintaksis Bahasa Karo berdasarkan klasifikasi word order yang dominan
muncul adalah tipe VSO/PSO karena bahasa Karo umumnya kalimat pasif yang P
berada di awal kalimat dan subjeknya adalah kata benda. Diikuti oleh SVO/SPO.
Klasifikasi berdasarkan Modus: (1) deklaratif terdiri atas dua bagian yaitu deklaratif
positif dan deklaratif negatif, dimana pola yang dominan muncul adalah pola/tipe
VS/PS. (2) Interogatif Jenis kalimat dasar dapat diubah menjadi kalimat pertanyaan
“ya/tidak”. Klasifikasi berdasarkan Klausa: (1) Kalimat Tunggal yang dominan
muncul adalah kalimat tunggal dengan tipe V-S-O atau P-S-O. (2) Kalimat Majemuk
Bertingkat yang dominan ditemukan adalah anak kalimat dengan penanda adi ‘kalau’
adalah ciri penanda keterangan, dan jika diletak di awal kalimat maka dia akan
menjadi anak kalimat perluasan keterangan. Pola dasar kalimat majemuk perluasan
keterangan dengan menggunakan kata adi umumnya adalah pola dasar K-V/P dan KV/P-S. (3) Kalimat Majemuk Setara menghubungkan dua klausa yang memiliki dua
pola. Pola dasar kalimat majemuk setara bahasa Karo adalah S-P. (4) Kalimat
Majemuk Setara Rapatan S yang dihubungkan dengan penanda koordinatif ras
Kata Kunci: Bahasa Karo, sintaksis
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa juga merupakan alat ekspresi diri sekaligus pula
merupakan alat untuk menunjukkan identitas diri. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar
dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus menguasai bahasanya. Mereka menunjukkan
bahwa dua orang atau pihak yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu
yang telah disepakati bersama. Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan
sebagainya. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua
alat komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah.
Dengan komunikasi, kita dapat mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh
nenek moyang kita dan apa yang telah dicapai oleh orang-orang sejaman kita. Bahasa adalah alat
untuk berkomunikasi melalui lisan (bahasa primer) dan tulisan (bahasa sekunder). Berkomunikasi
melalui lisan (dihasilkan oleh alat ucap manusia), yaitu dalam bentuk symbol bunyi, dimana setiap
simbol bunyi memiliki cirri khas tersendiri. Suatu simbol bisa terdengar sama di telinga tapi memiliki
makna yang sangat jauh berbeda. Berkaitan dengan hal tersebut, bahasa merupakan bagian dari
budaya masyarakat ilmu yang mempelajari bahasa sebagai bagian kebudayaan yang berdasarkan
struktur bahasa tersebut.
Mengingat pentingnya bahasa sebagai bagian dari kebudayaan dan bahasa digunakan oleh
kelompok penuturnya sebagai alat untuk berkomunikasi. Bahasa Karo adalah salah satu bahasa yang
digunakan oleh masyarakat di lingkungannya. Sebagai objek ilmu bahasa, bahasa Karo telah banyak
diteliti oleh para ahli bahasa. beberapa penelitian yang telah dilakukan berhubungan dengan masalah
tipologi bahasa adalah Klausa Intransitif Bahasa Karo Sebuah Kajian Tipologi Bahasa (Nofianna,
2001), Morfologi dan Sintaksis bahasa Karo (Sitepu et, al, 1988), Sintaksis Bahasa Karo (Tarigan,
1977), Tata Bahasa Karo (Woollams, 2004), Fenomena Tipologi Gramatikal Bahasa Minangkabau:
Akusatif, Ergatif, atau Campur (Jufrizal: 2008).
Jika dilihat dari penelitian-penelitian sintaksis yang telah dilakukan, ke empat penelitian di
atas semua penelitian tataran sintaksis yang meliputi frase, klausa, dan kalimat bahasa Karo sudah
dibicarakan. Akan tetapi dalam penelitian itu, salah satu aspek tipologi bahasa belum dibicarakan
secara mendalam.
Tipologi yaitu pengelompokan bahasa berdasarkan ciri khas tata kata dan tata kalimatnya
(Mallinson dan Blake 1981:1-3). Lebih jauh Mallinson mengemukakan bahwa bahasa-bahasa dapat
dikelompokan berdasarkan batasan-batasan cirri khas strukturalnya. Kajian tipologi bahasa berusaha
menetapkan pengelompokan secara luas berdasarkan sejumlah fitur gramatikal yang saling
berhubungan. Tipologi bahasa, sebagai cabang dari linguistik bandingan bahasa, mengembangkan
metode-metode khusus yang menghasilkan klasifikasi bahasa berdasarkan tipe-tipenya. Klasifikasi
bahasa berdasarkan tipologinya didasarkan pada kriteria leksikal dan kriteria struktural.
Kriteria leksikal yang merupakan dasar dari tipologi geneologis, menyorot persamaanpersamaan bunyi (korespondensi fonologis) yang terdapat pada sebuah kata yang mempunyai makna
yang sama dengan kata dalam berbagai bahasa lain. Kriteria lain yang menjadi dasar dalam tipologi
bahasa adalah kriteria struktural dan sistematis. Kriteria ini menyoroti fonologi, morfologi, sintaksis,
dan semantik berbagai bahasa. Kriteria struktural dan sistemis ini mempunyai tiga ciri, yakni arbitrer,
tuntas dan unik. Perkembangan tipologi bahasa yang mutakhir menggunakan kriteria struktural dan
sistemis segala dasar klasifikasi bahasa. Dari uraian di atas penulis merasa tertarik untuk menganalisis
“Tipologi Sintaksis bahasa Karo”
Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah bentuk sintaksis bahasa Karo?
2. Bagaimanakah klasifikasi struktur sintaksis bahasa Karo?
3. Apakah tipologi sintaksis bahasa Karo?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk
1. Mendeskrifsikan bentuk sintaksis dalam bahasa Karo.
2. Mendeskrifsikan klasifikasi struktur sintaksis bahasa Karo.
3. Mengajukan bentuk tipologi sintaksis bahasa Karo.
Batasan Penelitian
Agar penelitian ini lebih terarah maka penelitian “Tipologi Sintaksis Bahasa Karo” ini di batasi pada
urutan kata, kalimat berdasarkan modus, dan kalimat berdasarkan klausa.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:
Manfaat Teoretis
1. Penelitian ini diharapkan sebagai salah satu bahan informasi dalam hal penelitian tentang Tipologi
Sintaksis Bahasa Karo
2. Penelitian ini diharapkan pula sebagai bahan masukan bagi penelitian yang relevan, khususnya
dalam hal kajian Tipologi Bahasa.
Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi para penutur bahasa Karo agar tetap
menggunakan dan melestarikan bahasa Karo. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan
dalam pengelompokan bahasa berdasarkan ciri khas Tipologi Bahasa. Kajian tipologi bahasa ini dapat
menetapkan pengelompokan berdasarkan sejumlah fitur gramatikal yang saling berhubungan.
TINJAUAN PUSTAKA
Tipologi
Tipologi yaitu pengelompokan bahasa berdasarkan ciri khas tata kata dan tata kalimatnya
(Mallinson dan Blake 1981:1-3). Lebih jauh Mallinson mengemukakan bahwa bahasa-bahasa dapat
dikelompokan berdasarkan batasan-batasan cirri khas strukturalnya. Kajian tipologi bahasa berusaha
menetapkan pengelompokan secara luas berdasarkan sejumlah fitur gramatikal yang saling
berhubungan.
Bahasa-bahasa yang ada di dunia pada dasarnya dapat dikelompokan berdasarkan tipologinya.
Secara garis besar, tipologi bahasa terbagi atas tiga macam, yaitu (1) tipologi struktural (2) tipologi
geografis, dan (3) tipologi geneaologi.
Tipologi Struktural
Tipologi struktural adalah pengelompokan bahasa berdasarkan karakteristik dan ciri-ciri
struktur bahasa. Berdasarkan tipologi struktural dikenal tipe-tipe bahasa sebagai berikut.
a. Tipe Bahasa Aglutinatif
Tipe aglutinatif, yaitu tipe bahasa yang hubungan gramatikalnya dah struktur katanya
dinyatakan dengan kombinasi unsur-unsur bahasa secara bebas. Dalam tipe ini, pembentukan kata
dapat dilakukan dengan afiksasi (pembentukan kata melalui pengimbuhan), komposisi (pembentukan
kata melalui pemajemukan), dan reduplikasi (pembentukan kata melalui pengulangan).
Bahasa-bahasa yang tergolong tipe ini, antara lain: bahasa Jawa, bahasa Melayu, bahasa
Gorontalo, bahasa Sunda, bahasa Dayak, bahasa Makasar, bahasa Malagasi, bahasa Tapalog, dan
bahasa-bahasa Austronesia pada umumnya.
b. Tipe Bahasa Fleksi (Infleksi)
Tipe bahasa fleksi, yaitu tipe bahasa yang hubungan gramatikalnya tidak dinyatakan dengan
urutan kata, tetapi dinyatakan dengan infleksi. Bahasa yang bertipe fleksi struktur katanya terbentuk
oleh perubahan bentuk kata. Ada dua macam perubahan bentuk kata dalam bahasa tipe ini, yaitu
dengan deklinasi dan konjugasi. Deklinasi adalah perubahan bentuk kata yang disebabkan oleh jenis,
jumlah, dan kasus. Konjugasi adalah perubahan bentuk kata yang disebabkan oleh perubahan persona,
jumlah, dan kala. Bahasa-bahasa yang secara murni bertipe fleksi adalah bahasa Arab, Sanskerta, dan
bahasa Latin.
c. Tipe Bahasa Fleksi-aglutinatif
Tipe ini merupakan perpaduan tipe bahasa fleksi dan tipe bahasa aglutinatif. Bahasa tipe ini
sebagian struktur morfologisnya mengikuti corak tipe bahasa fleksi dan sebagian lagi mengikuti tipe
bahasa aglutinatif. Bahasa Inggris menjadi salah satu contoh bahasa yang memiliki tipe
fleksiaglutinatif.
d. Tipe Bahasa Isolatif
Tipe bahasa isolatif, yaitu tipe bahasa yang dalam menyatakan hubungan gramatikalnya
dinyatakan dan bergantung pada urutan kata, sedangkan bentuk katanya tidak mengalami perubahan
bentuk kata secara morfologis melainkan perubahan yang ada hanya karena perbedaan nada. Tipe
bahasa ini disebut juga bahasa Tonis. Bahasa-bahasa yang tergolong tipe ini, antara lain: bahasa Thai,
bahasa Vietnam, dan kelompok bahasa Cina, seperti Mandarin, Shanghai, Ningpo, Kantong, dan
sebagainya.
e. Tipe Bahasa Polisintesis
Tipe bahasa polisintesis ialah tipe bahasa yang untuk menyatakan hubungan gramatikalnya
dinyatakan dengan cara melekatkan beberapa morfem yang diimbuhkan secara berturut-turut kepada
bentuk dasarnya. Secara morfologis, bahasa tipe ini lebih kompleks dari tipe aglutinatif. Misalnya,
dalam bahasa Indonesia, memper-kan dalam mempersatukan, diper-i dalam dipersenjatai.
f. Tipe Bahasa Akusatif
Tipe bahasa akusatif ialah tipe bahasa yang mempunyai penanda eksplisit untuk menyatakan
objek langsung; misalnya dalam bahasa Inggris ‘they killed him’, kata him adalah bentuk akusatif dari
kata he.
g. Tipe Bahasa Inkoperatif
Tipe bahasa inkoperatif ialah tipe bahasa yang dalam menyatakan hubungan gramatikal dan
struktur katanya dengan cara menderetkan morfem-morfem terikat menjadi kata tunggal, misalnya
dalam bahasa eskimo.
h. Tipe Bahasa Vokalis
Tipe bahasa vokalis, yaitu tipe bahasa yang dalam fonotaktiknya mengharuskan kata-katanya
berakhir dengan vokal; misalnya bahasa Jepang.
Tipologi Geografis (Tipologi Areal)
Tipologi geografis, yaitu pengelompokan bahasa berdasarkan rumpun asal-usul geografis atau
area. Tipe ini disebut juga tipe tipologi area. Hal ini didasari asumsi bahwa bahasa yang sama, tetapi
dipergunakan di daerah yang berbeda dapat melahirkan corak bahasa yang berbeda-beda. Sebagai
contoh, bahasa Melayu yang digunakan di Jakarta berbeda dengan corak bahasa Melayu yang
dipergunakan di Batak, Minang, Ambon, Riau, Banjar, Manado, dan sebagainya.
Tipologi Geneaologi (Tipologi Genetis)
Tipologi geneaologi sering disebut juga tipologi genetis. Tipologi ini didasarkan pada garis
keturunan dengan asumsi bahwa bahasa yang bermacam-macam di dunia ini berasal dari satu induk
bahasa, meskipun pada kenyataannya ada bahasa-bahasa tertentu yang tidak dapat ditelusuri
berdasarkan karakteristik keturunan atau disebut kelompok independen.
Tipologi Sintaksis
Bahasa inggris dan beberapa bahasa lain dapat diklasifikasi berdasarkan urutan kata sebagai
unsur sintaksis utama. Dalam linguistik, bahasa seperti itu dikenal sebagai bahasa konfiguratif.
Barangkali klasifikasi bahasa atas urutan kata sebagai ciri tipologisnya banyak sekali peminatnya.
Pada umumnya klasifikasi ini dikenal dari pemakaian istilah subjek, verba, dan objek, yang
disingkat dengan huruf S, V, dan O. Secara teoretis, ada enam kemungkinan klasifikasi bahasa
berdasarkan urutan yakni:
Subjek di awal
SOV
SVO
Verba di awal
Objek di awal
VSO
VOS
OVS
OSV
Klasifikasi yang lazim dijumpai adalah klasifikasi bahasa dengan subjek di awal kalimat,
klasifikasi yang ke dua adalah bahasa yang menempatkan verba di awal kalimat. Klasifikasi bahasa
yang mengurutkan objek di awal kalimat. Klasifikasi bahasa yang mengurutkan objek diawal kalimat
jarang dijumpai (Aitchison 1981). Contoh-contoh berikut adalah bahasa yang tergolong dalam tiap
tipe klasifikasi bahasa berdasarkan urutan kata (contoh kalimat dituliskan secara harfiah).
SOV
SVO
VSO
VOS
OVS
OSV
Petani pohon menebang (bahasa Turki)
Petani menebang pohon (bahasa Indonesia)
Menebang petani pohon (bahasa Welsh)
Menebang pohon petani (bahasa Malagasi)
Pohon menebang petani (bahasa Hixkaryana)
Pohon petani menebang (bahasa Apurina)
Tujuan Tipologi
Tipologi bertujuan untuk menentukan pola-pola lintas bahasa dan hubungan diantara pola-pola
tersebut. Dengan demikian metodologi dan hasil-hasil penelitian tipologis pada dasarnya bersesuaian
dengan teori tata bahasa apa saja.
Comrie (dalam newmeyer (ed.) 1988) menyatakan bahwa tujuan tipologi bahasa adalah untuk
mengelompokan bahasa berdasarkan sifat perilaku struktural bahasa-bahasa tersebut. Menurutnya ada
dua asumsi pokok tipologi yaitu: (a) semua bahasa dapat dibandingkan berdasarkan strukturnya, (b)
ada perbedaan diantara bahasa-bahasa yang ada.
Ada tiga preposisi penting yang terkemas dalam pengertian tipologi yaitu; (a) tipologi
memanfaatkan perbandingan lintas bahasa, (b) tipologi mengelompokan bahasa-bahasa atau aspek
bahasa tersebut, (c) tipologi mencermati fitur-fitur lahiriah bahasa. Bahasa-bahasa dapat
dikelompokan menjadi beberapa kelompok (tipologi) seperti tipologi akusatif, tipologi ergative,
tipologi aktif, dll.
Landasan Teori
Tipologi Greenberg (dalam Keraf, Gorys. 1990)
Tipologi Greenberg sebenarnya bukanlah sebuah tipologi yang baru. Ia sekadar
mengembangkan apa yang telah dikemukakan oleh Lepsius dan Schmidt dan ahli-ahli lain yang
menerima pendapat kedua ahli tadi. Greenberg mencoba mengembangkan suatu sistemik baru dengan
memperhitungkan tiga unsur (tipe dan system) secara bersama-sama, yang disebutnya dengan istilah
urutan dasar (basic order) yang menyangkut: urutan relative antara subyek, verb, dan obyek, adposisi,
dan posisi adjektif atributif terhadap nomina).
Dalam tulisannya yang berjudul “some universals of grammar with particular reference to the
order of meaningful elements” (dalam Universals of Language 1966), J.H. Greenberg mengusulkan
suatu tipologi yang disebutnya sebagai tipologi urutan dasar (basic order). Tipologi urutan dasar ini
ditentukan oleh tiga kriteria, yaitu: 1. Urutan relative antara subyek-verba-obyek dalam sebuah
kalimat berita, yang dilambangkan dengan S (subjek), V (verb), O (objek); 2. Adanya adposisi, yaitu
preposisi lawan posposisi dalam suatu bahasa, yang dilambangkan dengan pr/po
(preposition/postposition); 3. Posisi adjektif atributif terhadap nomina. Bila adjektif mendahului
nomina maka urutan ini dilambangkan dengan A, dan bila nomina mendahului adjektif maka urutan
ini dilambangkan dengan N.
Berdasarkan hasil penalaran atas kriteria yang pertama, maka secara potensial dapat diperoleh
enam pola kalimat, yaitu: SVO,SOV,VSO,VOS,OSV, dan OVS. Bahasa latin dan bahasa Rusia
misalnya dapat mempergunakan keenam pola tersebut. Bahasa-bahasa lain lebih terbatas pola
urutannya, ada yang hanya memiliki satu pola dominan, ada yang memiliki dua pola dominan, dan
sebagainya. Bahasa Indonesia, misalnya hanya memiliki satu pola dominan yaitu SVO, bahasa inggris
memiliki dua pola dominan yaitu: SVO dan VSO masing-masing untuk kalimat informative dan
kalimat Tanya. Bahasa latin mempergunakan keenam pola tersebut; hal ini dapat dilihat dalam contoh
kalimat Ayah mencintai puteranya yang dapat diterjemahkan menjadi:
SVO: Pater diligit filium suum
SOV: Pater filium suum diligit
VSO: Diligit pater filium suum
VOS: Diligit filium suum pater
OSV:Filium suum pater diligit
OVS: Filium suum diligit pater
Dalam bahasa Indonesia kata ayah menduduki fungsi subyek karena posisi atau tempatnya
mendahului predikat: sebaliknya, puteranya menjadi obyek kalimat justru karena tempatnya sesudah
predikat. Bila tempat ayah dan puteranya dipertukarkan, maka fungsi-fungsi kedua kata itu juga
berubah. Dalam bahasa latin fungsi subjek dan predikat tidak ditentukan oleh posisi atau tempatnya
dalam kalimat, melainkan ditentukan oleh subyek yang mengambil kasus nominatif, dan konkordansi
antara subyek dan predikat berupa bentuk persona (I,II,III tunggal atau jamak) sesuai dengan
subyeknya. Dengan demikian, sebuah kata dengan kasus tertentu akan tetap menduduki fungsi
tertentu, walaupun ia ditempatkan dimana saja. Kata pater yang mengandung kasus nominative
menduduki fungsi subyek sementara filium (dari filius) yang berkasus akusatif menduduki fungsi
obyek, walaupun tempatnya digeser ke mana saja.
Dari keenam peluang pola urutan dasar sebagai dikemukakan di atas, ada tiga pola urutan
dasar yang dominan, yaitu SVO, SOV, dan VSO. Agar lebih mudah diingat, Greenberg menyebutkan
pola itu berturut-turut menurut posisi unsure V, yaitu:
Tipe
I: VSO (V menduduki posisi awal kalimat)
Tipe II: SVO (V menduduki posisi kedua)
Tipe III : SOV (V menduduki posisi ketiga).
Dari ketiga kriteria di atas, yaitu:pola urutan dasar (VSO/ SVO/SOV), adanya adposisi
(Pr/Po), dan posisi adjektif peluang kelas bahasa (= 3 x 2 x 2). Untuk menguji hipotesanya,
Greenberg melakukan penelitian atas 30 bahasa. dari ketiga puluh bahasa tersebut, Greenberg
memperoleh kelas-kelas bahasa, dengan jumlah anggota yang berbeda-beda bagi tiap kelas bahasa,
sebagai diperlihatkan dalam tabel di bawah ini:
Pr/Po
Po
Po
Pr
Pr
A/N
-A
N
-A
N
Tipe  I
0
0
0
6
6
II III
1
6
2
5
4
0
6
0
13 11
Dari kedua belas bahasa sebagai tampak dalam tabel di atas, Tipe I dan Tipe III merupakan
tipe kutub. Tipe I sangat erat berkorelasi dengan Pr-N, sedangkan Tipe III sangat erat bertalian dengan
Po-A. Tipe II lebih banyak berkorelasi dengan Pr-N, bila dibandingkan dengan korelasinya dengan
Pr-A. tampak juga dari tabel di atas, bahwa posisi adjektif kurang berkorelasi dengan tipe I, II, atau III
bila dibandingkan dengan Pr dan Po. Sebaliknya, tipe II lebih sering dijumpai. Tipe III cukup sering,
sedangkan tipe I sangat kurang. Hal ini menunjukkan bahwa pada banyak bahasa di dunia, subyek
nominal biasanya mendahului kata kerja (Tipe II dan III). Disamping mengadakan klasifikasi
tipologis sintaksis, Greenberg juga berusaha menunjukkan kesemestaan bahasaberdasarkan cirri-ciri
di atas.
METODE PENELITIAN
Metode Penelitian
Metode yang akan digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif. Metode kualitatif
merupakan metode yang mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda. Metode ini menyajikan
hakikat hubungan antara informan dan peneliti secara langsung (Moleong: 2004). Pendekatan yang
digunanakan terhadap subjek penelitian ini adalah pendekatan tipologi bahasa karena yang menjadi
objek penelitian adalah penutur bahasa Karo. Sementara itu teknik yang digunakan dalam penelitian
adalah wawancara dengan cara merekam dan mencatat langsung.
Teknik ini ditujukan untuk memperoleh data secara naturalis, tanpa ada pengkondisian sama
sekali dari peneliti.
Tempat Penelitian/Wawancara
Bahasa Karo adalah bentuk bahasa Austronesia Barat yang digunakan di daerah Pulau
Sumatera sebelah utara pada wilayah Kepulauan Indonesia (Dyen 1965:26 dalam Woollams, G. 2004:
1). Masyarakat Batak Karo bermukim di wilayah sebelah barat laut Danau Toba yang mencakup luas
wilayah sekitar 5.000 kilometer persegi yang secara astronomis terletak sekitar antara 3 dan
330' lintang utara serta 98 dan 9830' bujur timur. Wilayah Tanah Karo tersusun atas dua wilayah
utama sebagai berikut:
Dataran tinggi Tanah Karo, yang mencakup seluruh wilayah Kabupaten Karo dengan pusat
administrasinya di Kota Kabanjahe. Wilayah dataran tinggi Tanah Karo ini menjorok ke selatan
hingga masuk ke wilayah Kabupaten Dairi (khususnya Kecamatan Taneh Pinem dan Tiga Lingga),
serta ke arah timur masuk ke bagian wilayah Kecamatan Silima Kuta yang terletak di Kabupaten
Simalungun. Masyarakat Karo menyebut wilayah permukiman dataran tinggi ini dengan nama Karo
Gugung.
Dataran rendah Taneh Karo, yang mencakup wilayah-wilayah Kecamatan dari Kabupaten
Langkat dan Kabupaten Deli Serdang yang terletak pada bagian ujung selatan secara geografis
(namun tertinggi secara topografis). Wilayah ini dimulai dari plato Taneh Karo yang membentang ke
bawah hingga mencapai sekitar kampung-kampung Bahorok, Bukit Lawang, Kecamatan Sei Bingai
(Kabupaten Langkat), Pancur Batu (Deli Serdang), dan Namo Rambe yang ada di sebelah Utara, serta
Bangun Purba, Tiga Juhar dan gunung meriah disisi timur. Masyarakat Karo menyebut daerah ini
dengan nama Karo Jahe (Karo Hilir). Bahasa Karo yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Bahasa Karo Jahe (Karo Hilir).
Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen utama adalah peneliti sendiri yang akan
melakukan wawancara, merekam, mencatat, dan menyimak secara langsung ke lapangan.
Sampel Sumber Data
Penentuan sampel sumber data penelitian ini adalah penutur bahasa Karo Jahe (Karo Hilir).
Teknik Pengumpulan Data
Penetapan sampel dalam penelitian ini adalah dengan cara menyeleksi sampel (dalam hal ini
informan yang diwawancarai adalah penutur bahasa Karo. Korpus yang dimaksudkan dalam
penelitian ini adalah kumpulan ujaran yang terekam dan tertulis yang di ucapkan oleh informan,
khususnya bahasa yang sering digunakan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
a. Rekaman
Rekaman digunakan untuk mendapatkan data yang natural dan akurat ketika subjek penelitian
melakukan percakapan baik dengan peneliti ataupun dengan orang-orang lain yang ada
disekitarnya. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini tape recorder untuk merekam
selama terjadinya komunikasi.
b. Bercerita
Bercerita untuk mendengardengan secara seksama kalimat atau frase yang sering diucapkan
oleh informan.
c. Catatan Lapangan
Catatan lapangan dibutuhkan karena bisa saja ketika tidak terjadi perekaman ada ujaran atau
ucapan informan yang dapat digunakan sebagai data tambahan untuk melengkapi data
rekaman yang telah di ambil.
Metode dan Teknik Analisis Data
Data secara keseluruhan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif.
Langkah yang dilakukan adalah data rekaman ditranskripsikan kedalam bentuk tulisan untuk
menjawab pertanyaan yang telah ditetapkan dalam rumusan masalah. Data dianalisis adalah (1)
mengidentifikasi sintaksis; (2) mengelompokkannya berdasarkan jenis karakteristik konstruksi
sintaksis; (3) mengidentifikasi makna yang terkandung pada setiap konstruksi sintaksis berdasarkan
karakteristiknya; (4) mengidentifikasi karakteristik strukturnya yang dimiliki oleh sintaksis bahasa
Karo untuk mengetahui jumlah dan peran partisipan yang dinyatakan oleh sintaksis bahasa Karo
tersebut; (5) menginterpretasikan tipologi bahasa Karo berdasarkan sintaksis dengan menerapkan
pemilahan sintaksis bahasa Karo.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Tipologi Sintaksis Bahasa Karo
Tipologi Berdasarkan Word Order
a. Tipe SVO/SPO
1. Ennda kujujurken isapku (SVO/SPO)
‘ini kusodorkan rokokku’
2. Jenge kap bene na adat.(SVO/SPO)
‘disinilah membuat hilangnya adat’
3. Emkap nina bahan isapntah pe belo.(SVO/SPO)
‘ katanya dibuat isap ataupun sirih’
Penjelasan:
Tipe ini juga ditemukan dalam rekaman wawancara ini akan tetapi tidak sebanyak V-S/P-S.
b. Tipe VSO/PSO
1. Enggom bene sie kerina.(VSO/PSO)
‘sudah hilang ini semua’
2. Tersinget-singet rulih niding enda. (VSO/PSO)
‘teringat-ingat berhasil niding ini’
3. Reh nina temanku ndai (VSO/PSO)
‘datang kata kawanku ini’
Penjelasan:
Tipologi sintaksis bahasa Karo berdasarkan word ordernya banyak ditemukan dari semua kalimat
yang direkam adalah dengan tipe V-S/PS atau V-S-O/PSO.
c. Tipe OSV/OSP
1.Waja melala perbalok gajah kuning nge teman.(OSV/OSP)
‘Umpan banyak namanya juga perbalok si gajah kuning nge teman’
Tipe OSV/OSP ini ditemukan satu kalimat pada wawancara yang dilakukan, dan penulis
menambahkan dua kalimat dibawah ini. Dan setelah diujikan ke informan. Informan memahami
kalimat ini akan tetapi kalimat ini diujikan dengan konteks yang sesuai. Jika kalimat ini tidak sesuai
dengan konteksnya maka kalimat ini jarang ditemukan.
2. Gulen mbue ate gia penggalas gulen erkerja (OSV/OSP)
‘sayur banyak pemborong sayur berpesta’
3. Nakan melala Mama ula mbiar man (OSV/OSP)
‘Nasi banyak Paman jangan takut makan’
Maksudnya: seorang menantu laki-laki yang mengatakan kepada paman untuk menambah nasinya
tanpa ragu-ragu (konteks situasi pada saat makan bersama).
Dari kedua contoh tambahan di atas penulis selalu mendengar kalimat tersebut pada saat
seorang menantu baik laki-laki maupun perempuan berbicara dengan mertua, sering menggunakan
kalimat tersebut dengan menggunakan pola dasar atau tipe VSO/PSO karena si pembicara tidak
berbicara langsung akan tetapi melalui perantara. Atau pembicara berbicara dengan penuh kesopanan
karena segan atau menghormati.
Tipologi Berdasarkan Modus
Dari hasil analisis kalimat tipe sintaksis bahasa Karo berdasarkan modus adalah sebagai berikut:
a. Deklaratif:
Dari uraian analisis kalimat deklaratif, kalimat deklaratif terdiri atas dua bagian yaitu deklaratif positif
dan deklaratif negative, dimana pola yang dominan muncul adalah pola/tipe VS/PS dan diikuti oleh
SP/SV. Deklaratif negative umumnya berpola PS/VS.
b. Interogatif :
Jenis kalimat dasar dapat diubah menjadi kalimat pertanyaan “ya/tidak”. Pada bentuk pertanyaan
“ya/tidak” predikatnya selalu terletak sebelum subjek.
Contoh: Labo nen wari niding enda? (V-S/P-S)
‘tidak harus lihat hari niding?
Dalam bentuk paling dasar, kalimat interogatif bahasa Karo untuk pertanyaan “ya/tidak”
strukturnya serupa dengan kalimat deklaratif dan hanya berbeda dalam hal kontur intonasinya. Secara
umum, pertanyaan “ya/tidak” bercirikan intonasi akhir meningkat, sedangkan pada kalimat deklaratif,
kontur intonasinya menurun. Dalam kalimat interogatif lazim dijumpai suatu partikel interogatif yang
terletak tepat sesudah predikat. Partikel interogatif ini menimbulkan perbedaan halus namun bersifat
penting terhadap pengharapan si pembicaranya.
Contoh: Beltu-beltu kai kin e? (S-V/S-P)
‘beltu-beltu bagaimana kin ini?’
Kin , yaitu partikel yang mengindikasikan bahwa si pembicara mengaharapkan pertanyaanya untuk
cenderung berjawab positif.
Simpulan Interogatif: Kalimat Tanya “ya/tidak” hampir semuanya memiliki susunan V-S/P-S pada
kalimat Tanya isi, kata Tanya yang digunakan umumnya muncul pada posisi sedekat mungkin pada
awal kalimat, sedangkan kalimat intransitif yang megandung kata Tanya yang mengalami
pengedepanan hampir semuanya memiliki susunan S-V/S-V.
c. Imperatif:
Imperatif dalam bahasa karo khususnya konteks kalimat rekaman ini ditujukan kepada lawan
bicara orang kedua yang sudah dipahami dari konteksnya tersebut, biasanya tidak diekspresikan
dalam kalimat. Contoh:
(1) Uat kalender nen wari, piga berngi bulan!
‘Ambil kalender lihat hari, berapa malam bulan’
(2) tama ku para tuhur!
‘letak ke para tuhur (para bertingkat-tingkat di atas tungku)’
Imperatif dalam bahasa Karo juga ditandai dengan kata ‘enda’ penanda imperatif permohonan atau
permintaan.
Contoh: Ennda kujujurken isapku nini!
‘ini kusodorkan rokok ku nini (leluhur)’
Imperatif dalam rekaman ini juga terdapat akhiran –lah penanda untuk mengekspresikan desakan atau
harapan terhadap suatu keinginan.
Contoh: Cabur bintang bas langit caburen lah pencarinku!
‘bertabur bintang di langit, lebih bertaburlah rejekiku’
Tipologi Berdasarkan Klausa
a. Tipe Kalimat Berdasarkan Klausa
(1) Kalimat Tunggal
1. Tersinget-singet rulih niding enda. (PSO)
P
S
O
‘teringat-ingat berhasil niding ini’
2. Labo nen wari niding enda? (PSO)
P
S
O
‘tidak harus lihat hari niding ini?’
3. Waja melala atendu perbalok gajah kuning nge teman.(OSP)
O
S
P
‘Umpan banyak, namanya juga perbalok si gajah kuning teman’
Penjelasan:
Dari uraian kalimat tunggal di atas maka pola kalimat yang dominan muncul adalah V-S/P-S atau
yang diikuti oleh S-V/S-P.
(2) Kalimat Majemuk
a. Kalimat Majemuk Bertingkat
1. Adi lit kalender nen adi lalit lang. (
P
)
K
P
K
S-P
S-P
‘Kalau ada kalender lihat kalau tidak ada tidak usah’
2. Adi niding enda la man bahanen upah niding? (
PO)
K
P
O
S-P
‘Kalau niding ini tidak buat upah niding?’
Dari kedua kalimat majemuk bertingkat di atas adi adalah ciri penanda keterangan syarat.
3. Bangku kerina wajana ndai, sebab aku dahinku ersiding-siding ia erbalok
(
S
S-K-O
+
)
P
S-P-S-P
‘Untukku semua umpannya tadi, sebab aku kerjaku residing-siding (buat ranjau) dia
berbalok’
4. Adi alokenndu kin nini, bereken man bangku asap isap e ndai nini.
K
P
O
(
+P+ )
‘kalau diterima nini berikan untukku asap rokok ini tadi nini’
Dari kalimat-kalimat di atas adi ‘kalau’ adalah ciri penanda keterangan, dan jika diletak di awal
kalimat maka dia akan menjadi anak kalimat perluasan keterangan. Pola dasar kalimat majemuk
perluasan keterangan dengan menggunakan kata adi umumnya adalah pola dasar K-P dan K-P-S.
5. Si kitikna pe labo dalih gelah mbelang tapakna ( +
)
S
P
S-P
P-S-O
‘yang paling kecil pun tidak mengapa asal lebar tapak kakinya’
6. Si kertang-kertangna pe labo dalih gelah mbue tabeh-tabehna
(
+
)
S
P
S-P
P-S-O
‘yang paling kurus pun tidak mengapa asal banyak lemaknya’
Dari kedua contoh di atas terlihat bahwa penanda kalimat majemuk bertingkat, anak kalimat
dibedakan secara khas dari penggunaan si ‘yang’. Secara internal, anak kalimat ini memiliki struktur
anak kalimat dasar kecuali jika posisi subjek awalan pada anak kalimat ini digantikan oleh penciri
relatif si yang menghubungkan subjek anak kalimat yang digantikan tersebut dengan kata pokok frase
kata benda koreferen yang diterangkan oleh anak kalimat tersebut.
b. Kalimat Majemuk Setara
1. Soalna sangket ia je enggoh, saja ola nen. (
+
S
P
P-S-K
K-P
‘Soalnya terjebak dia disitu sudah, tapi jangan sering lihat’
2. Berarti niding enda ras njala enggo seri kap warina e?
S
P
S-P
S-P
‘Berarti niding ini dan njala sama harinya?’
3. Cabur bintang bas langit, caburen lah pencarinku
+
+
S
P
P-S-K
P-S-O
‘bertabur bintang di langit, lebih bertaburlah rejekiku’
Dari kalimat di atas kalimat majemuk setara menghubungkan dua klausa yang memiliki dua pola.
Pola dasar kalimat majemuk setara bahasa Karo adalah S-P.
c. Kalimat Majemuk Setara Rapatan
1. Niding enda ras njala enggo seri kap warina e?
+P+O
S
P
O
S-S
‘Niding ini dan njala sudah sama harinya?’
Dari kalimat di atas terdapat kalimat majemuk setara rapatan S yang dihubungkan dengan penanda
koordinatif ras ‘dan’
Tipologi Berdasarkan Kalimat Aktif-Pasif
a. Kalimat Aktif
1.Uat kalender (PS)
P
S
2. nen wari! (PS)
P
S
‘Ambil kalender lihat hari’
3.buat kari galuh setabar ena (PS)
P
S
‘ambil nanti pisang setabar itu’
Penjelasan:
Dari rekaman bahasa Karo kalimat aktif yang dominan muncul adalah kalimat aktif yang
berpola S-P atau S-P contoh seperti kalimat aktif di atas. Di dalam kalimat aktif bahasa Karo terdapat
minimal sebanyak dua konstituen inti biasanya dengan susunan S, dan P, konstituen inti lain S,P, dan
O. Konstituen lain dapat dimunculkan diantara konstituen inti ini. Misalnya keterangan yang
mengekspresikan frekuensi atau cara melakukan, keterangan tambahan diantara subjek dan predikat.
Enda kududurken bandu isapku (SPOO)
S
P
O
O
‘ini kupersembahkan/kusodorkan untukndu rokokku’
Ditemukannya contoh di atas dapat dilihat bahwa tipe kalimat aktif juga terdapat pola S-P-OO yaitu dua kalimat yang memiliki pola yang sama namun jenis Objek yang berbeda. Kalimat aktif
(5) S-V-O penderita-O penyerta dan Kalimat aktif ‘6’ S-V-O penyerta- O penderita. Pola kalimat ‘5’
terjadi karena kalimat ini adalah kalimat imperatif berupa permohonan yang sangat diharapkan dan
biasanya kata kujujurken adalah untuk sang pencipta atau kalimbubu (dibata ni idah (Tuhan yang
tampak) di adat istiadat Karo. Sedangkan pada kalimat ‘6’ imperatif yang susunan katanya seperti
deklaratif yang sewaktu-waktu jika dilihat dari konteks yang berbeda kalimat ‘6’ juga dapat disebut
kalimat deklaratif positif.
b. Kalimat Pasif
Kalimat dalam bahasa Karo hasil rekaman ini terbagi menjadi bentuk pasif biasa dan pasif
takbersubjek, yang mana kedua bentuk ini dapat muncul dalam bentuk pasif dinamis maupun pasif tak
sengaja. Kalimat pasif bahasa Karo minimal mengandung dua macam konstituen umumnya secara
berurutan yaitu P-S atau V-S. Subjek kalimat pasif umumnya secara khas diperankan oleh suatu frase
kata benda dan memiliki peran semantik sebagai penderita. Sedangkan predikat umumnya berupa
frase yang mengandung suatu unsur pusat wajib yang diperankan oleh sebuah kata kerja pasif
ditambah dengan pelengkap pelaku yang bersifat tak wajib yang diperankan oleh beberapa jenis frase
kata benda tertentu yang memiliki peran semantik sebagai pelaku.
Contoh:
1. Tersinget-singet rulih niding enda. (PSO)
P
S
O
‘teringat-ingat berhasil niding ini’
2. La mbue bas ia tabas.(KSP)
K
S
P
‘Tidak banyak sama dia mantra’
3. Enggom bene sie kerina.(PSO)
P
S O
‘sudah hilang ini semua’
Umumnya tipe VSO atau PSO bahasa Karo dalam rekaman proses ‘niding’ ini adalah kalimat pasif
tapi tidak mutlak, baik dalam kalimat interogatif maupun kalimat deklaratif. Subjek pada kalimat di
atas umumnya adalah kata benda.
Temuan Penelitian
Dari hasil analisis dan pembahasan klasifikasi di atas ditemukan tipe-tipe tipologi sintaksis bahasa
Karo antara lain:
1. Klasifikasi berdasarkan word order yang dominan muncul adalah tipe VSO/PSO karena
bahasa Karo umumnya kalimat pasif yang P berada di awal kalimat dan subjeknya adalah
kata benda.
Contoh: Reh nina temanku ndai (PSO)
P
S
O
‘datang kata kawanku ini’
Diikuti oleh SVO/SPO.
Contoh: Ennda kujujurken isapku (SVO/SPO)
‘ini kusodorkan rokokku’
Ditemukan satu tipe baru yaitu: Nakan melala Mama ula mbiar man (OSV/OSP)
‘Nasi banyak Paman jangan takut makan’
Maksudnya: seorang menantu laki-laki yang mengatakan kepada paman untuk menambah nasinya
tanpa ragu-ragu (konteks situasi pada saat makan bersama).
2. Klasifikasi berdasarkan Modus:
a. Deklaratif:
Dari uraian analisis kalimat deklaratif diatas, kalimat deklaratif terdiri atas dua bagian yaitu deklaratif
positif dan deklaratif negative, dimana pola yang dominan muncul adalah pola/tipe VS/PS dan diikuti
oleh SP/SV. Deklaratif negative umumnya berpola PS/VS.
b. Interogatif :
Jenis kalimat dasar dapat diubah menjadi kalimat pertanyaan “ya/tidak”. Pada bentuk pertanyaan
“ya/tidak” predikatnya selalu terletak sebelum subjek.
Contoh: Labo nen wari niding enda? (V-S/P-S)
‘tidak harus lihat hari niding?
Dalam bentuk paling dasar, kalimat interogatif bahasa Karo untuk pertanyaan “ya/tidak” strukturnya
serupa dengan kalimat deklaratif dan hanya berbeda dalam hal kontur intonasinya. Secara umum,
pertanyaan “ya/tidak” bercirikan intonasi akhir meningkat, sedangkan pada kalimat deklaratif, kontur
intonasinya menurun.Dalam kalimat interogatif lazim dijumpai suatu partikel interogatif yang terletak
tepat sesudah predikat. Partikel interogatif ini menimbulkan perbedaan halus namun bersifat penting
terhadap pengharapan si pembicaranya.
Contoh: Beltu-beltu kai kin e? (S-V/S-P)
‘beltu-beltu bagaimana kin ini?’
Kin , yaitu partikel yang mengindikasikan bahwa si pembicara mengaharapkan pertanyaanya untuk
cenderung berjawab positif.
Simpulan Interogatif:
Kalimat Tanya “ya/tidak” hampir semuanya memiliki susunan V-S/P-S pada kalimat Tanya isi, kata
Tanya yang digunakan umumnya muncul pada posisi sedekat mungkin pada awal kalimat, sedangkan
kalimat intransitif yang megandung kata Tanya yang mengalami pengedepanan hampir semuanya
memiliki susunan S-V/S-V.
c. Imperatif:
Imperatif dalam bahasa karo khususnya konteks kalimat rekaman ini ditujukan kepada lawan bicara
orang kedua yang sudah dipahami dari konteksnya tersebut, biasanya tidak diekspresikan dalam
kalimat.
Contoh: Uat kalender nen wari, piga berngi bulan!
‘Ambil kalender lihat hari, berapa malam bulan’
tama ku para tuhur!
‘letak ke para tuhur (para bertingkat-tingkat di atas tungku)’
Imperatif dalam bahasa Karo juga ditandai dengan kata ‘enda’ penanda imperati permohonan atau
permintaan.
Contoh: Ennda kujujurken isapku nini!
‘ini kusodorkan rokok ku nini (leluhur)’
Imperatif dalam rekaman ini juga terdapat akhiran –lah penanda untuk mengekspresikan desakan atau
harapan terhadap suatu keinginan.
Contoh: Cabur bintang bas langit caburen lah pencarinku!
‘bertabur bintang di langit, lebih bertaburlah rejekiku
3. Klasifikasi berdasarkan Klausa:
a. Kalimat Tunggal:
Dari rekaman bahasa Karo kalimat tunggal yang dominan muncul adalah kalimat tunggal dengan tipe
V-S-O atau P-S-O.
contoh: Tersinget-singet rulih niding enda. (PSO)
P
S
O
‘teringat-ingat hasil niding ini’
b. Kalimat Majemuk Bertingkat:
Dari kalimat bahasa Karo yang ditemukan di atas kalimat majemuk yang dominan ditemukan adalah
anak kalimat dengan penanda adi ‘kalau’ adalah ciri penanda keterangan, dan jika diletak di awal
kalimat maka dia akan menjadi anak kalimat perluasan keterangan. Pola dasar kalimat majemuk
perluasan keterangan dengan menggunakan kata adi umumnya adalah pola dasar K-P dan K-P-S.
Contoh: Adi la gia tutu gilingi ban cibalen (K+ )
K
P
P-S
‘kalau pun tidak tumbuk, gilingi buat sesajen’
Juga terdapat pola atau tipe lain seperti:
Contoh: Si kertang-kertangna pe labo dalih gelah mbue tabeh-tabehna
(
+
)
S
P
S-P
P-S-O
‘yang paling kurus pun tidak mengapa asal banyak lemaknya’
Dari kedua contoh di atas terlihat bahwa penanda kalimat majemuk bertingkat, anak kalimat
dibedakan secara khas dari penggunaan si ‘yang’. Secara internal, anak kalimat ini memiliki struktur
anak kalimat dasar kecuali jika posisi subjek awalan pada anak kalimat ini digantikan oleh penciri
relatif si yang menghubungkan subjek anak kalimat yang digantikan tersebut dengan kata pokok frase
kata benda koreferen yang diterangkan oleh anak kalimat tersebut.
c. Kalimat Majemuk Setara:
Sehat aku gundari gelah sehat aku ku pudi wari
+
S
P
S-K
S-K
‘sehat aku saat ini, supaya sehat juga lah aku ke belakang hari’
Dari kalimat di atas kalimat majemuk setara menghubungkan dua klausa yang memiliki dua pola.
Pola dasar kalimat majemuk setara bahasa Karo adalah S-P.
d. Kalimat Majemuk Setara Rapatan:
Niding enda ras njala enggo seri kap warina e?
+P+O
S
P
O
S-S
‘Niding ini dan njala sudah sama harinya?’
Dari kalimat di atas terdapat kalimat majemuk setara rapatan S yang dihubungkan dengan penanda
koordinatif ras ‘dan’
4. Klasifikasi Berdasarkan Kalimat Aktif-Pasif:
a. Kalimat aktif:
Dari rekaman bahasa Karo kalimat aktif yang dominan muncul adalah kalimat aktif yang berpola S-P
atau S-P contoh seperti kalimat aktif di atas. Di dalam kalimat aktif bahasa Karo terdapat minimal
sebanyak dua konstituen inti biasanya dengan susunan S, dan P, konstituen inti lain S,P, dan O.
Konstituen lain dapat dimunculkan diantara konstituen inti ini. Misalnya keterangan yang
mengekspresikan frekuensi atau cara melakukan, keterangan tambahan diantara subjek dan predikat.
Contoh: Ennda kujujurken isapku nini (SPOO)
S
P
O
O
‘ini kusodorkan rokok ku nini (leluhur)’
b. Kalimat pasif:
Kalimat dalam bahasa Karo hasil rekaman ini terbagi menjadi bentuk pasif biasa dan pasif
takbersubjek, yang mana kedua bentuk ini dapat muncul dalam bentuk pasif dinamis maupun pasif tak
sengaja. Kalimat pasif bahasa Karo minimal mengandung dua macam konstituen umumnya secara
berurutan yaitu P-S atau V-S. Subjek kalimat pasif umumnya secara khas diperankan oleh suatu frase
kata benda dan memiliki peran semantik sebagai penderita. Sedangkan predikat umumnya berupa
frase yang mengandung suatu unsur pusat wajib yang diperankan oleh sebuah kata kerja pasif
ditambah dengan pelengkap pelaku yang bersifat tak wajib yang diperankan oleh beberapa jenis frase
kata benda tertentu yang memiliki peran semantik sebagai pelaku.
Contoh: Tersinget-singet rulih niding enda. (PSO)
P
S
O
‘teringat-ingat berhasil niding ini’
PENUTUP
Dari uraian analisis dan pembahasan serta temuan penelitian maka dapat ditarik simpulan bahwa
“Tipologi Sintaksis Bahasa Karo” yang diteliti berdasarkan klasifikasi word order yang dominan
muncul adalah tipe VSO/PSO karena bahasa Karo umumnya kalimat pasif yang P berada di awal
kalimat dan subjeknya adalah kata benda. Diikuti oleh SVO/SPO.
Klasifikasi berdasarkan Modus: (1) deklaratif terdiri atas dua bagian yaitu deklaratif positif
dan deklaratif negatif, dimana pola yang dominan muncul adalah pola/tipe VS/PS. (2) Interogatif
Jenis kalimat dasar dapat diubah menjadi kalimat pertanyaan “ya/tidak”. Pada bentuk pertanyaan
“ya/tidak” predikatnya selalu terletak sebelum subjek. Dalam bentuk paling dasar, kalimat interogatif
bahasa Karo untuk pertanyaan “ya/tidak” strukturnya serupa dengan kalimat deklaratif dan hanya
berbeda dalam hal kontur intonasinya. Secara umum, pertanyaan “ya/tidak” bercirikan intonasi akhir
meningkat, sedangkan pada kalimat deklaratif, kontur intonasinya menurun. Dalam kalimat interogatif
lazim dijumpai suatu partikel interogatif yang terletak tepat sesudah predikat. Partikel interogatif ini
menimbulkan perbedaan halus namun bersifat penting terhadap pengharapan si pembicaranya.
Interogatif kalimat tanya “ya/tidak” hampir semuanya memiliki susunan V-S/P-S pada kalimat tanya
isi, kata tanya yang digunakan umumnya muncul pada posisi sedekat mungkin pada awal kalimat,
sedangkan kalimat intransitif yang megandung kata Tanya yang mengalami pengedepanan hampir
semuanya memiliki susunan S-V/S-V. (3) Imperatif: Imperatif dalam bahasa karo khususnya konteks
kalimat rekaman ini ditujukan kepada lawan bicara orang kedua yang sudah dipahami dari konteksnya
tersebut, biasanya tidak diekspresikan dalam kalimat. Imperatif dalam bahasa Karo juga ditandai
dengan kata ‘enda’ penanda imperatif permohonan atau permintaan. Imperatif dalam rekaman ini juga
terdapat akhiran –lah penanda untuk mengekspresikan desakan atau harapan terhadap suatu
keinginan.
Klasifikasi berdasarkan Klausa: (1) Kalimat Tunggal yang dominan muncul adalah kalimat
tunggal dengan tipe V-S-O atau P-S-O. (2) Kalimat Majemuk Bertingkat yang dominan ditemukan
adalah anak kalimat dengan penanda adi ‘kalau’ adalah ciri penanda keterangan, dan jika diletak di
awal kalimat maka dia akan menjadi anak kalimat perluasan keterangan. Pola dasar kalimat majemuk
perluasan keterangan dengan menggunakan kata adi umumnya adalah pola dasar K-P dan K-P-S.
Penanda kalimat majemuk bertingkat, anak kalimat dibedakan secara khas dari penggunaan si
‘yang’. Secara internal, anak kalimat ini memiliki struktur anak kalimat dasar kecuali jika posisi
subjek awalan pada anak kalimat ini digantikan oleh penciri relatif si yang menghubungkan subjek
anak kalimat yang digantikan tersebut dengan kata pokok frase kata benda koreferen yang diterangkan
oleh anak kalimat tersebut. (3) Kalimat Majemuk Setara menghubungkan dua klausa yang memiliki
dua pola. Pola dasar kalimat majemuk setara bahasa Karo adalah S-P. (4) Kalimat Majemuk Setara
Rapatan S yang dihubungkan dengan penanda koordinatif ras ‘dan’.
Klasifikasi Berdasarkan Kalimat Aktif-Pasif: (1) Kalimat aktif yang dominan muncul adalah
kalimat aktif yang berpola S-P. Di dalam kalimat aktif bahasa Karo terdapat minimal sebanyak dua
konstituen inti biasanya dengan susunan S, dan P, konstituen inti lain S,P,O. Konstituen lain dapat
dimunculkan diantara konstituen inti ini. Misalnya keterangan yang mengekspresikan frekuensi atau
cara melakukan, keterangan tambahan diantara subjek dan predikat. (2) Kalimat pasif terbagi menjadi
bentuk pasif biasa dan pasif takbersubjek, yang mana kedua bentuk ini dapat muncul dalam bentuk
pasif dinamis maupun pasif tak sengaja. Kalimat pasif bahasa Karo minimal mengandung dua macam
konstituen umumnya secara berurutan yaitu P-S atau V-S. Subjek kalimat pasif umumnya secara khas
diperankan oleh suatu frase kata benda dan memiliki peran semantik sebagai penderita. Sedangkan
predikat umumnya berupa frase yang mengandung suatu unsur pusat wajib yang diperankan oleh
sebuah kata kerja pasif ditambah dengan pelengkap pelaku yang bersifat tak wajib yang diperankan
oleh beberapa jenis frase kata benda tertentu yang memiliki peran semantik sebagai pelaku.
Berdasarkan karakteristik dan ciri-ciri struktur bahasa tipologi sintaksis bahasa karo jahe
adalah tipologi struktural tipe aglutinatif.
DAFTAR PUSTAKA
Comrie, Bernard. 1988. Linguistik Tipology dalam F.J. Newmeyer (ed) Linguistic: The Cambridge
Survey. Vol. 1 Hal 447-467. Cambridge: Cambridge University Press.
Comrie, Bernard. 1983, 1989. Language Universals and Linguistik Tipology. Oxford: Basil Blackwell
Publisher Limited.
Juprizal. 2008. Fenomena Tipologi Gramatikal Bahasa Minangkabau: Akusatif, Ergatif, atau
Campur. Universitas Udayana Bali: Jurnal Linguistika Vol 15, No. 28, Maret 2008.
Keraf, Gorys. 1990. Linguistik Bandingan Tipologis. Jakarta: PT Gramedia.
Mallinson, Graham dan Barry J. Blake, 1981. Language Typology: Cross-Linguistik Studies In
Syntax. Amsterdam: North-Holland Publishing Company.
Moleong. 2004. Metode Kualitatif. Bandung: Rosdakarya.
Nofianna, Siti Asnida. 2001. Klausa Intransitif Bahasa Karo Sebuah Kajian Tipologi Bahasa. Medan:
USU Repository.
Woollams, Geoff. 2004. Tata Bahasa Karo. Medan: Bina Media Perintis.
Download