BAB 2 _aris+fahmi_jilid

advertisement
BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1 TINJAUAN UMUM
Secara alami pantai berfungsi sebagai pertahanan alami untuk daratan
terhadap
hempasan
gelombang.
Akumulasi
sedimen
di
pantai
menyerap/memantulkan energi yang berasal dari gelombang. Apabila seluruh
energi terserap maka pantai dalam kondisi seimbang, sebaliknya pantai tidak
seimbang bila muncul erosi maupun akresi yang menyebabkan perubahan garis
pantai. (DKP, 2007)
2.2 DEFINISI PANTAI
Definisi yang tegas dan jelas mengenai daerah pantai sangat penting dalam
upaya pengelolaan daerah pantai tersebut, agar batas-batas pengelolaan dapat
ditentukan dengan pasti.
Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang
tertinggi dan air surut terendah. (Triatmodjo, 1999). Daerah di sekitar pantai
dibagi dalam beberapa bagian seperti berikut:
1. Backshore merupakan bagian dari pantai yang tidak terendam air laut kecuali
bila terjadi gelombang badai.
2. Foreshore merupakan bagian pantai yang dibatasi oleh beach face atau muka
pantai pada saat surut terendah hingga uprush pada saat air pasang tinggi.
3. Inshore merupakan daerah dimana terjadinya gelombang pecah, memanjang
dari surut terrendah sampai ke garis gelombang pecah.
4. Offshore yaitu bagian laut yang terjauh dari pantai (lepas pantai), yaitu daerah
dari garis gelombang pecah ke arah laut.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari Gambar 2.1 berikut :
7
Gambar 2.1 Batas Daerah Pantai (Triatmojo,1999).
2.3
KERUSAKAN PANTAI
Proses kerusakan pantai yang berupa abrasi pantai atau erosi pantai dapat
terjadi karena sebab alamiah dan juga sebab buatan. Pemahaman akan sebab
abrasi/erosi merupakan dasar yang penting didalam perlindungan pantai.
Perlindungan yang baik seharusnya bersifat komprehensif, yaitu mencakup
pengembangan wilayah secara terpadu, aspek tata guna lahan, aspek
lingkungan dsb. Selain itu diharapkan perlindungan tersebut efektif untuk
menanggulangi permasalahan kerusakan yang ada. Hal itu akan dapat
tercapai apabila penyebab kerusakan di pantai dapat diketahui.
Abrasi pantai terjadi karena ketidakseimbangan transportasi sedimen.
Ketidakseimbangan tersebut terjadi karena berbagai hal, baik alami maupun
buatan. Sebab-sebab alami erosi pantai antara lain karena :
Sifat dataran pantai yang masih muda dan belum berimbang, dimana
sumber sedimen (source) lebih kecil dari kehilangan sedimen (sink).
Perubahan iklim gelombang.
Hilangnya perlindungan pantai seperti bakau, terumbu karang dan
sand dune (lihat Gambar 2.2).
Naiknya paras air.
8
Gambar 2.2 perubahan garis pantai pantai akibat kerusakan mangrove & karang
(DKP, 2007).
Selain sebab alamiah, pada daerah pantai yang dikembangkan, seringkali
sebab erosi pantai adalah karena sebab buatan. Penyebab itu antara lain :
Perusakan perlindungan pantai alami, seperti kegiatan penebangan
bakau, perusakan terumbu karang, pengambilan pasir, dan lain-lain.
Perubahan imbangan transportasi sedimen sejajar pantai akibat
pembuatan bangunan pantai, seperti : jetty, pemecah gelombang,
pelabuhan, dan lain-lain.
Perubahan suplai sedimen dari daratan, contohnya : perubahan aliran
sungai/sudetan sungai, pembuatan bendungan di hulu sungai, dan
laini-lain (lihat Gambar 2.3).
Perubahan gaya gelombang yang mengenai pantai.
Pengembangan pantai yang tidak sesuai dengan proses pantai.
9
Gambar 2.3 Perubahan garis pantai pantai akibat adanya Jetty dan Breakwater
(DKP, 2007).
Pada umumnya sebab-sebab kerusakan pantai merupakan gabungan dari
beberapa faktor diatas. Agar penanganan masalah abrasi/erosi pantai dapat
dilakukan dengan baik, maka penyebabnya harus diidentifikasi terlebih
dahulu. Setidaknya ada 4 (empat) gaya yang menyebabkan terjadinya
erosi/kerusakan pantai, yaitu :
1.
Gelombang angin (ombak)
Gelombang angin (ombak) yang merupakan faktor paling dominan
dalam proses pantai khususnya arah gelombang. Karena gelombang
selalu berusaha tegak lurus garis pantai. Gerakan osilasi partikel air
berperan penting dalam transportasi sedimen pantai. Pada zona surf
zone turbulensi yang dibangkitkan oleh gelombang pecah mendominasi
proses pantai. Selain ombak di surf zone menimbulkan kemungkinan
arus sejajar pantai (longshore current) dan arus tegak lurus pantai (ripp
current) serta arus sirkulasi yang sangat berperan dalam membentuk
garis pantai.
2.
Arus oleh gelombang panjang
Periode gelombang ini relatif panjang, sehingga arus yang terjadi akan
signifikan dalam transportasi sedimen pantai.
10
3.
Arus pasang surut
Arus pasang surut juga sangat berpengaruh dalam proses pantai.
4.
Angin
Angin dapat berpengaruh pada proses pantai, antara lain yang
berhembus di atas permukaan air pada suatu arah dalam waktu yang
cukup lama dapat menimbulkan arus.
Selain faktor-faktor yang melakukan proses transport sedimen diatas, faktorfaktor lain yang sangat berperan dalam proses pantai adalah proses
pelapukan, baik karena cuaca/klimatologi maupun secara vegetasi, serta
keadaan morfologi dan struktur batuan, laju pelapukan dan derajat
sedimentasi. Dengan adanya pengembangan pantai untuk berbagai
kepentingan, maka perimbangan dan perlindungan alami pantai yang ada
dapat terusik ataupun rusak. Akibatnya pantai menjadi terbuka dan rentan
terhadap erosi/abrasi. Maka dalam hal ini perlu dilakukan penanganan
terhadap masalah tersebut.
2.4
GAMBARAN UMUM PENANGANAN KERUSAKAN PANTAI
Pemecahan masalah erosi/abrasi dan sedimentasi (akresi) diwilayah
pantai merupakan dua hal yang harus dicarikan permasalahannya. Erosi
pantai dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar dengan rusaknya
kawasan pemukiman dan fasilitas-fasilitas yang ada pada daerah tersebut.
Untuk menanggulangi erosi pantai, langkah pertama yang harus dilakukan
adalah mencari penyebab terjadinya erosi/abrasi pantai. Dengan mengetahui
penyebabnya, selanjutnya dapat ditentukan cara penanggulangannya, yang
biasanya dengan membuat bangunan pelindung pantai atau menambah suplai
sedimen. Gambar 2.4. menunjukkan kerangka penanggulangan erosi/abrasi
pantai beserta jenis-jenis bangunan pelindung pantai.
11
Sand
Nourishment
Perlindungan
alami
Hutan bakau
Revetment
Dinding
pantai
Perlindungan
pantai
Perlindungan
buatan
Perkuatan
pantai
Grout mattres
Menahan
transport
sedimen
sepanjang
pantai
Groin
Mengurangi
energi
gelombang
Pemecah gelombang
- Batu
- Buis beton
- Blok beton
Gambar 2.4. Kerangka penanggulangan kerusakan pantai beserta jenis-jenis
bangunan pelindung pantai.
Bangunan digunakan untuk melindungi pantai terhadap kerusakan karena
serangan terhadap gelombang dan arus. Ada beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk melindungi pantai yaitu :
Memperkuat/melindungi
pantai
agar
mampu
menahan
serangan
gelombang
Membangun laju transpor sedimen sepanjang pantai
Mengurangi energi gelombang yang sampai ke pantai
Reklamasi dengan menambah suplai sedimen ke pantai atau dengan cara
lain.
Untuk menentukan jenis-jenis bangunan yang dipakai bergantung pada
beberapa faktor, antara lain :
12
a. Adanya konstruksi vital yang di belakang garis pantai yang harus
dilindungi.
b. Laju sedimen sepanjang pantai yang menyebabkan erosi.
c. Energi gelombang yang besar di lepas pantai.
Sesuai dengan fungsinya seperti tersebut diatas, bangunan pantai dapat
diklasifikasikan dalam 3 kelompok, yaitu disajikan dalam sub-bab berikut.
2.4.1. Konstruksi di Pantai Sejajar Garis Pantai
Konstruksi yang dibangun di pantai dan sejajar dengan garis pantai
antara lain Seawall, Bulkhead dan Revetment. Perbedaan diantara
ketiganya terutama pada perkara tujuan pembuatannya. Umumnya
seawalls lebih massive karena tahan terhadap tenaga gelombang
penuh. Bulkhead berukuran besar, fungsi utamanya untuk pertahanan
dari gelombang keras. Dibutuhkan untuk menahan erosi yang
diakibatkan cuaca di suatu tempat. Revetment lebih kecil karena
didesain untuk melindungi garis pantai dari erosi oleh gelombang
kecil. (SPM, 1984)
2.4.1.1. Tipe
A Jenis seawall
a. Concrete curve-face seawall
Digunakan untuk menahan gelombang tinggi dan
mengurangi energi gelombang.
b. Concrete combination curve-stepped seawall
Digunakan untuk menahan gelombang tinggi dan
mengurangi energi gelombang.
c. Concrete stepped seawall
Untuk pertahanan dari gempuran gelombang sedang.
d. Ruble mound seawall
Untuk pertahanan pantai dari gelombang keras.
13
Gambar 2.5 concrete curve-face seawall
B. Jenis Bulkheads
Ada beberapa jenis yang digolongkan berdasar bahan atau
material yang digunakan yakni Concrete Bulkheads, Steel
Bulkheads dan Timber Bulkheads.
Gambar 2.6 concrete slab dan king pile bulkhead
14
C. Jenis revetment
a. Rigid
termasuk didalamnya adalah concrete revetments. Dalam
pelaksanaannya membutuhkan proses dewatering.
b. Flexible
Jenis-jenisnya
yaitu
Quarystone
interlocking concrete block.
revetments
dan
Bangunan tipe ini dapat
menoleransi terhadap penurunan tanah ringan dan biaya
pembuatanyya lebih murah. Namun juga mepunyai
kekurangan dapat mengalami uplift dari gelombang.
Gambar 2.7 interlocking concrete-block revetment
2.4.2. Konstruksi di Pantai Tegak Lurus Garis Pantai
Konstruksi yang dibangun kira-kira tegak lurus garis pantai dan
bersambung dengan garis pantai antara lain adalah groin dan jetty.
Jetty digunakan pada daerah muara sungai yang fungsi utamanya
adalah untuk menahan transpor sedimen pada muara sungai.
15
2.4.2.1. Groin
2.4.2.1.1. Tipe
Groin diklasifikasikan berdasarkan permeabilitas tinggi dan
panjang bangunan. Groin dibuat dari material konstruksi yang
dapat dibuat permeable/impermeable tinggi/rendah. Material
yang digunakan adalah batu, beton, kayu dan baja. Aspal dan
nilon juga telah digunakan pada kondisi tertentu.
A Timber groin
Tipe ini impermeable. Semua kayu yang dipakai harus
ditreatmen dengan tekanan maximum.
B. Steel groin
Ada 3 jenis yaitu:
a. Timber-steel sheet-pile groin
b. Cantilever-steel sheet-pile groin
untuk gelombang dan daya dukung tanah sedang.
c. Celullar-steel sheet pile groin
dimana penetrasi dimungkinkan untuk memperoleh
kestabilan struktur.
C. Concrete Groin
Penggunaan beton pada umumnya dibatasi untuk jenis
struktur permeable sehingga pasir dapat menembus
struktur.
D. Rubble – Mound Groin
Dibangun dengan material batu pengisi dan ditutup dengan
lapisan batu besar. Batu ini harus cukup berat untuk
menyetabilkan struktur dari gelombang. Rongga antar batu
bisa diisi dengan beton atau aspal untuk meningkatkan
stabiltas.
E. Asphalt Groin
Lihat Asphalt institute ( 1964, 1965, 1969 dan 1976 ) yang
membahas penggunaan asphalt pada struktur hidro.
16
Gambar 2.8 timber-sheet pile groin
2.4.2.1.2 Desain
Perencanaan groin berarti menentukan panjang groin, jarak
groin
dan
tinggi
groin
disamping
penentuan
tipe
groin.(Yuwono, 1992)
1.Panjang groin (L)
Untuk pantai kerikil panjang groin (L) direncanakan
dibangun sampai dasar pasir atau sampai ketinggian
air terendah. Tidak perlu diperpanjang terlalu jauh
dari titik pertemuan pasir dan kerikil (gambar 2.9)
17
Gambar 2.9 Panjang groin pada pantai kerikil
Untuk
pantai
pasir
groin
dibangun
sampai
LWNT(Low Water Neap Tide /surut terendah dalam
permukaan air terendah). (gambar 2.10)
Gambar 2.10 Panjang groin pada pantai pasir
2. Tinggi groin
Menurut Thorn & Roberts berkisar antara 50-60 cm diatas
elevasi rencana. Sedang menurut Muir & Fleming antara
0.5-1 m.
3. Jarak groin (B)
merupakan fungsi dari panjang groin, sudut datang
gelombang, selisih pasut, material dan landai pantai. Bila
terlalu dekat akan mahal sedangkan terlalu jauh akn tidak
efektif.
- Jarak groin pada Single beach bisanya diambil
B = (1- 2) L
- Jarak groin pada Sand beach
B = (2 – 4) L
18
Gambar 2.11 Sket penentuan jarak groin (Yuwono,1992)
Berikut adalah kriteria perencanaan groin (Triatmodjo, 1999):
1. Panjang groin
Groin dibuat sepanjang 40% sampai dengan 60% dari lebar surf
zone
2. Tinggi groin
Tinggi groin menurut Thorn dan Robert antara 50-60 cm di atas
elevasi rencana, sedangkan berdasarkan Muir Wood dan
Fleming antara 0,5-1,0 m di atas elevasi rencana.
3. Jarak Groin
Jarak groin pada pantai kerikil biasanya diambil 1-3 L
4. Elevasi groin
Elevasi puncak groin dapat diambil di bawah HWL.
2.4.2.2. Jetty
Material dasar untuk jetty adalah batu, beton, baja dan kayu. Aspal
kadang digunakan sebagai pengikat. Adapun tipe Jetty yaitu (SPM,
1984) :
19
A. Rubble Mound Jetty
Adalah gundukan dari batu dengan ukuran dan jenis yang
berbeda sehingga terjadi ikatan yang saling mengisi.
Keuntungan :
- Bisa disesuaikan dengan berbagai kedalaman dan kondisi
tanah dasar.
- Penempatan campuran batu dapat meningkatkan stabilitas
- Kerusakan mudah diperbaiki
-
Lebih dapat menyerap dari pada memantulkan energi
gelombang
Gambar 2.12 Rubble Mound Jetty
B. Sheetpile Jetty
Kayu dan baja digunakan untuk jetty dimana gelombang
tidak keras. Untuk cellular Steel Sheetpile perawatan lebih
ringan, kedalaman sampai dengan 12 m, lebih ekonomis dan
lebih cepat. Usia rencana antara 10- 35 tahun
Mengingat fungsinya, jetty dibagi menjadi tiga jenis (Triatmodjo, 1999):
• Jetty panjang
Jetty ini ujungnya berada di luar gelombang pecah. Tipe ini efektif untuk
menghalangi masuknya sedimen ke arah muara tetapi biaya konstruksinya
sangat mahal. Jetty ini dibangun jika daerah yang dilindunginya sangat
penting.
20
•
Jetty sedang
Jetty sedang ujungnya berada di antara muka air surut dan lokasi
gelombang pecah dan dapat menahan transpor sedimen sepanjang pantai.
•
Jetty pendek
Jetty pendek ujungnya berada pada muka air surut. Fungsinya untuk
menahan berbeloknya muara sungai dan mengkonsentrasikan aliran pada
alur yang telah ditetapkan untuk bisa mengerosi endapan.
Gambar 2.13 Jenis-jenis Jetty (Triatmodjo, 1999)
2.4.3. Konstruksi di Lepas Pantai Sejajar Garis Pantai
Konstruksi yang dibangun di lepas pantai dan sejajar dengan garis
pantai, yaitu pemecah gelombang lepas pantai sejajar garis pantai
sehingga nantinya terbentuk sedimentasi dibelakang bangunan lepas
pantai atau sering disebut sebagai salient/cuspiet/tombolo).
2.4.3.1 Offshore Breakwater
Offshore Breakwater adalah struktur sejajar garis pantai berada
di kedalaman 1,5 – 8 meter. Fungsi utamanya untuk
perlindungan pelabuhan, garis pantai, pembatas daratan maupun
kombinasi dari berbagai fungsi (SPM, 1984).
Umumnya berupa rubble mound dan celullar steel sheet-pile. Di
beberapa tempat juga ada yang menggunakan kayu, beton
caisson dan perahu sunken. Variasi nya antara lain breakwater
mengambang struktur ini didesain untuk melindungi pelabuhan
21
kecil dengan perairan terlindung. Seleksi jenis offshore
breakwater pertama bergantung kebutuhan fungsional dan
kemudian pada material dan biaya konstruksi. Untuk perairan
terbuka rubble mound biasanya digunakan. Untuk perairan yang
sedikit lebih tertutup cellular-steel sheet-pile lebih ekonomis.
2.4.3.2 Segmented offshore breakwater
Berdasr fungsi offshore breakwater kadang menguntungkan
untuk mendesain struktur secara bersegmen namun berupa
kesatuan
breakwater
yang
menerus.
Segmented
offshore
breakwater dapat digunakan untuk melindungi garis pantai yang
lebih
panjang.
Energi
yang
dibiarkan
masuk
wilayah
perlindungan membentuk formasi tombolo, sehingga segmenteds
offshore breakwater dapat lebih masuk akal dan murah untuk
melindungi pantai.
Gambar 2.14 contoh segmented offshore breakwater
Gambar 2.15 Sket desain segmented breakwater
22
Hubungan empiris antara ukuran-ukuran dalam desain segmented
breakwater diperlukan sebagai patokan untuk mengoptimalkan
fungsi breakwater sesuai tujuan pembuatannya. Beberapa rumus
empiris antara lain (Herbich, 1999) :
Panjang segmen breakwater :
-
Ls
>1,5
X
(agar timbulnya formasi tombolo)
-
Ls
= 0,5 - 1,5
X
(agar timbul cuspite)
-
Ls
< 0,2
X
(tidak mengubah garis pantai)
Panjang gap breakwater :
-
Lg
< 0,8
X
(tidak terjadi erosi)
2.5. MATERIAL KONSTRUKSI
Pemilihan material pada desain struktur pengaman pantai bergantung pada
aspek ekonomi dan lingkungan dari area pantai. (SPM, 1984)
2.5.1. Beton
Beton
mempunyai
permeabilitas
rendah
disesuaikan
FAS
yang
direkomendasikan untuk kondisi lapangan, kuat, pori udara yang
dibutuhkan pada musim dingin, dan tipe PC sesuai kondisi.
Panduan penggunaan beton :
a. Aditif digunakan untuk FAS rendah dan menurunkan pori udara yang
menyebabkan beton lebih tahan di air laut.
b. Batu kuarsa dan agregat harus diseleksi dengan baik untuk
memastikan setiap gradasi tercampur secara bersama-sama.
23
c. Komposisi mineral agregat harus bisa teranalisa untuk kemungkinan
terjadinya reaksi kimia antara semen dan air laut.
d. Perawatan beton penutup tebing selama pengecoran sangat penting.
e. Pada setiap bagian ujung/tepi dibuat tak bersudut akan meningkatkan
daya tahan struktur.
2.5.2 Baja
Dimana baja yang bersentuhan langsung dengan perubahan cuaca, air laut
dan tegangan kerja harus dapat menurnkan resiko korosi dan abrasi.
penggunaan formula nimia baja menyediakan penanganan korosi yang
lebih besar pada splash zone.
Perlindungan bisa berupa penutup beton, logam tahan korosi atau
mengunakan cat organik maupun anorganik.
2.5.3 Kayu
Kayu yang digunakan harus tahan untuk terus basah. Panduan penggunaan
kayu berdasakan pengalaman :
a. Pile kayu tidak digunakan tanpa pelindung dari hewan laut.
b. Injeksi yang paling efektif untuk kayu di air laut adalah creasate oil
dengan high penolic content, penetrasi maksimum dan retensi.
Creasate dengan coal-ter, pelindungan berlangsung lebih cepat
dengan dual treatment creasate dan water born salt.
c. Pengeboran dan pemotongan setelah treatment tidak perlu dilakukan.
d. Kayu yang tidak terendam tidak perlu ditutup sehingga akan
memberikan keuntungan ekonomi.
2.5.4 Batu
Batu yang digunakan harus baik, awet, keras bebas dari kerak, retak dan
tahan terhadap cuaca. Tidak pecah akibat angin, air laut atau pemindahan
dan benturan.
2.5.5 Geotextile
Sering digunakan sebagai pengganti untuk semua bagian mineral dimana
tanah berada dibelakang permukaan yang dilindungi.
Kriteria :
24
1. Penyaring
harus
berukuran
sedemikian
rupa
sehingga
tidak
terpengaruh uplift.
2. Geotexstile dan tanah harus dievaluasi perubahannya.
Keawatan dievaluasi daya taan benturan, ultraviolet, kelenturan dan
kekuatan.
2.6 DESAIN BANGUNAN PENGAMAN PANTAI
Berikut ini beberapa rumus yang digunakan dalam mendesign bangunan
pantai. Dalam tinjauan ini hanya diuraiakan rumus untuk perhitungan
struktur bangunan yang menggunakan Rubble Mound (SPM, 1984).
a. Berat lapis pelindung
W=
γ rH3
K D ( S r - 1) Cot θ
W
= berat batu pada lapis pelindung pertama (N, kg)
γr
= berat volume (SSD) batu pecah (N/m 3 )
H
= tinggi gelombang rencana pada struktur (m)
Sr
= berat jenis batu terhadap air di sekitar struktur ( S r =γ r / γ w )
γw
= berat volume air laut = 1,03 ton/m 3
θ
= sudut kemiringan struktur
K D = koefisien stabilitas berdasar permukaan batu
b. lebar mercu
W 
B = nk∆  
 wr 
1/ 3
B = lebar puncak
N = jumlah butir batu (nminimum=3)
k∆ = koefisien lapis
W = berat butir batu pelindung
γr = berat jenis batu pelindung
25
c. tebal lapis pelindung dan jumlah batu pelindung tiap satuan luas
W 
r = nk∆  
γ r 
1/ 3
2
P γ r  3

N r = Ank∆ 1 −
 
 100   W 
r
= tebal lapis pelindung
n
= jumlah lapis batu dalam lapis pelindung
k∆ = koefisien lapis
A = luas permukaan
P = porositas rerata dari lapis pelindung
Nr = jumlah butir batu untuk satu satuan luas permukaan A
γr = berat jenis batu pelindung
d. Pondasi rubble dan toe protection
W=
γrH 3
N s ( S r − 1)
3
W = berat rerata butir batu (ton)
γr = berat jenis batu (ton/m3)
Sr = perbandingan antara berat jenis batu dan berat jenis air laut
= γr/γa
γa = berat jenis air laut (1,024-1,03 ton/m3)
Ns = angka stabilitas rencana untuk pondasi dan pelindung kaki
bangunan seperti diberikan dalam gambar 2.10
2.7
HIDRO-OCEANOGRAFI
2.7.1
Angin
Posisi bumi terhadap matahari selalu berubah sepanjang tahun, maka pada
beberapa bagian bumi timbul perbedaan temperatur udara. Hal ini menjadikan
perbedaan tekanan udara di bagian-bagian tersebut. Akibat adanya perbedaan
tekanan udara inilah terjadi gerakan udara yaitu dari tekanan tinggi menuju ke
26
tekanan rendah, gerakan udara ini yang kita sebut angin. Angin juga dapat
didefinisikan sebagai sirkulasi udara yang kurang lebih sejajar dengan permukaan
bumi (Triatmodjo, 1999).
Data angin digunakan untuk menentukan arah gelombang dan tinggi
gelombang secara empiris. Data yang diperlukan adalah data arah dan kecepatan
angin. Pada umumnya pengukuran angin dilakukan di darat, sedangkan di dalam
rumus – rumus pembangkitan gelombang, data angin yang digunakan adalah data
angin yang ada diatas permukaan laut. Oleh karena itu diperlukan transformasi
data angin diatas daratan yang terdekat dengan lokasi studi ke data angin di atas
permukaan laut. Hubungan antara angin di atas laut dan angin diatas daratan yang
terdekat diberikan oleh persamaan berikut (Triatmodjo, 1999) :
RL =
Dimana :
Uw
UL
UL = Kecepatan angin yang diukur di darat (m/d)
Uw = Kecepatan angin di laut (m/d)
RL = Tabel koreksi hubungan kecepatan angin di darat dan di laut.
Gambar 2.16 Grafik Hubungan Antara Kecepatan Angin di Laut dan di Darat
(Triatmodjo,1999).
27
Dari kecepatan angin yang didapat, dicari faktor tegangan angin (wind
stress) dengan persamaan (Triatmodjo,1999) :
UA = 0,71 U1,23
Dimana U adalah kecepatan angin dalam m/d.
2.7.2 Fetch
Fetch adalah panjang daerah dimana angin berhembus dengan kecepatan
dan arah yang konstan. Di dalam peninjauan pembangkitan gelombang di laut,
fetch dibatasi oleh daratan yang mengelilingi. Di daerah pembangkitan
gelombang, gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan
arah angin, tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap arah angin. Cara
menghitung fetch efektif adalah sebagai berikut (Triatmodjo,1999):
Feff =
∑ Xi cos α
∑ cos α
Dimana :
Feff = Fetch rata – rata efektif
Xi
= Panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi
gelombang ke ujung akhir fetch.
α
= Deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan menggunakan
pertambahan 60 sampai sudut sebesar 420 pada kedua sisi dari
arah angin.
Besarnya Fetch Efektif dibatasi oleh fetch limited dan duration limited.
Proses penentuan besarnya fetch efektif disajikan dalam Gambar 2.15 berikut.
2.7.3 Peramalan Gelombang
Dari hasil perhitungan wind stress factor pada Sub Bab 2.3.1 dan panjang
fetch effektif pada Sub Bab 2.3.2, bisa dibuat peramalan gelombang di laut dalam
dengan menggunakan bantuan flowchart peramalan gelombang yang disarikan
dari SPM 1984 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.17. Dari rumus tersebut
akan diperoleh tinggi, durasi, dan periode gelombang.
28
Start
15m<d<90m
Tidak
Deep water wave
Ya
(Non Fully
Developed)
2
 gF  3 U A
 .
68.8
≤t

g
 UA 
2
Tidak
(Duration Limited)
Ya
(Fetch
Limited)
2
 gF  3


68.8
≤ 7.15 ×104

2
 UA 
 gt
Fmin = 
 68.8.U A
3



Tidak
(Fully
Developed)
1
H mo
U
= 0.0016. A
g
2
 gF

U 2
 A
2



F = Fmin
H mo = 0.2433.
1


U  gF  3
Tm = 0.2857. A 
g  U 2 
 A 
Keterangan:
Hmo= Tinggi gelombang (m)
Tm = Periode gelombang (s)
F = Fetch efektif (km)
UA = Tekanan angin (m/s)
t = Durasi angin (jam)
d = Kedalaman laut di lokasi
peramalan (m)
g = percepatan gravitasi (m/s 2 )
Tm = 0.8134.
Ya
Shallow water
wave
UA
g
UA
g


 0,00565 gF  
4
2


gd



U A  
H = 0, 283x tanh 0,53 2  x tanh 
3 
 U A 


 gd  4 

 tanh 0,53 U 2 A  

 

1

3
 0,00379 gF 
3
2
8


U A
 gd 

T = 7,54 x tanh 0,833 2  x tanh 
3
 U A 


 gd   8

 tanh 0,833 U 2 A  



1
2
3
Finish
Gambar 2.17 Diagram alir proses peramalan gelombang (SPM, 1984)
2.7.4 Gelombang
Secara umum dapat dikatakan bahwa gelombang laut ditimbulkan karena
angin, meskipun gelombang dapat pula disebabkan oleh macam-macam seperti
gempa di dasar laut, tsunami, gerakan kapal, pasang surut dan sebagainya.
Gelombang yang sangat sering terjadi di laut dan yang cukup penting adalah
gelombang yang dibangkitkan oleh angin. Selain itu ada juga gelombang pasang
29
x
U 2A
g


 U 2A
x g



surut, gelombang tsunami, dan lain – lain. Pada umumnya bentuk gelombang
sangat kompleks dan sulit digambarkan secara matematis karena tidak linier, tiga
dimensi, dan bentuknya yang acak. Untuk dapat menggambarkan bentuk
gelombang secara sederhana, ada beberapa teori sederhana yang merupakan
pendekatan dari alam. Teori yang paling sederhana adalah teori gelombang linier.
Menurut teori gelombang linier, gelombang berdasarkan kedalaman relatifnya
dibagi menjadi tiga, yaitu deep water, transitional, dan shallow water. Klasifikasi
dari gelombang tersebut ditunjukkan pada tabel berikut :
Tabel 2.1 Klasifikasi Gelombang Menurut Teori Gelombang Linear
(Yuwono,1982).
KLASIFIKASI
d/L
2πd/L
Tan h (2πd/L)
>1/2
>π
≈1
Laut transisi
1/25 s/d ½
1/4 s/d π
Tan h (2πd/L)
Laut dangkal
<1/25
<1/4
≈ 2πd/L
Laut dalam
Gambar 2.18 Gerak Orbit Partikel Air di Laut Dangkal, Transisi dan Dalam
(Triatmodjo, 1999).
2.7.5 Deformasi Gelombang
Gelombang merambat dari laut dalam ke laut dangkal. Selama perjalanan
tersebut, gelombang mengalami perubahan – perubahan atau disebut deformasi
gelombang. Deformasi gelombang bisa disebabkan karena variasi kedalaman di
perairan dangkal atau karena terdapatnya penghalang atau rintangan seperti
struktur di perairan.
30
2.7.6
Gelombang Laut Dalam Ekivalen
Analisis transformasi gelombang sering dilakukan dengan konsep
gelombang laut dalam ekivalen, yaitu tinggi gelombang di laut dalam jika tidak
mengalami refraksi. Tinggi gelombang laut dalam ekivalen diberikan dalam
persamaan berikut ini (Triatmodjo, 1999):
H’o = K’ Kr Ho
Dengan:
H’o : Tinggi gelombang laut dalam ekivalen
Ho : Tinggi gelombang laut dalam
K’ : Koefisien difraksi
Kr
2.7.7
: Koefisien refraksi
Wave Shoaling dan Refraksi
Akibat dari pendangkalan (wave shoaling) dan refraksi (berbeloknya
gelombang akibat perubahan kedalaman) persamaan gelombang laut dalam
menjadi (Triatmodjo, 1999) :
H = Ks Kr Ho
Ks =
H
H' o
H
H
=
Kr
H o H' o
H 'o
= Kr
sehingga H’o = Kr Ho
Ho
Keterangan:
Ks = Koefisien pendangkalan (Ks bisa didapat langsung dari tabel fungsi
d/L untuk pertambahan nilai d/Lo).
Kr = Koefisien Refraksi
=
cos α o
cos α
αo = Sudut antara garis puncak gelombang dengan dasar dimana
gelombang melintas.
31
α = Sudut yang sama yang diukur saat garis puncak gelombang melintas
kontur dasar berikutnya.
2.7.8
Gelombang Pecah
Gelombang yang merambat dari dasar laut menuju pantai mengalami
perubahan bentuk karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Perubahan
tersebut ditandai dengan puncak gelombang semakin tajam sampai akhirnya pecah
pada kedalaman tertentu.
Gelombang pecah dipengaruhi oleh kemiringan, yaitu perbandingan antara
tinggi dan panjang gelombang. Di laut dalam kemiringan gelombang maksimum
dimana gelombang mulai tidak stabil diberikan oleh bentuk persamaan berikut ini
(Triatmodjo, 1999):
Ho 1
= = 0,142
Lo
7
Kedalaman gelombang pecah diberi notasi db dan tinggi gelombang pecah
Hb. Rumus untuk menentukan tinggi dan kedalaman gelombang pecah diberikan
dalam persamaan berikut ini (Triatmodjo, 1999):
Hb
=
Ho '
1
H '
3,3( o )1 / 3
Lo
db
= 1,28
Hb
Parameter Hb/Ho disebut dengan indeks tinggi gelombang pecah.
Pada Gambar 2.5 menunjukkan hubungan antara Hb/Ho’ dan Ho’/gT2 untuk
berbagai kemiringan dasar laut. Sedangkan Gambar 2.6 menunjukkan hubungan
antara db/Hb dan Hb/gT2 untuk berbagai kemiringan dasar. Grafik dari gambar 2.6
dapat ditulis dalam bentuk rumus sebagai berikut (Triatmodjo, 1999):
db
=
Hb
1
 aHb 

b − 
 gT 2 
Dimana a dan b merupakan fungsi kemiringan pantai m dan diberikan oleh
persamaan berikut (Triatmodjo, 1999):
32
(
a = 43,75 1 - e -19m
b=
1,56
1 + e -19,5m
(
)
)
Gambar 2.19 Penentuan Tinggi Gelombang Pecah (Hb) (Triatmodjo, 1999).
Gambar 2.20 Penentuan Kedalaman Gelombang Pecah (db) (Triatmodjo, 1999).
33
2.7.9
Fluktuasi Muka Air Laut
Fluktuasi muka air laut dapat disebabkan oleh pasang surut, wave set-up
dan wind set-up.
2.7.9.1 Pasang Surut
Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik
benda-benda langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi.
Elevasi muka air tertinggi (pasang) dan muka air terendah (surut) sangat penting
untuk perencanaan bangunan pantai (Triatmodjo,1999).
Data pasang surut didapatkan dari pengukuran selama minimal 15 hari.
Dari data tersebut dibuat grafik sehingga didapat HHWL (Highest High Water
Level), MHWL (Mean High Water Level), LLWL (Lowest Low Water Level),
MLWL (Mean Low Water Level) dan MSL (Mean Sea Level). Dalam pengamatan
selama 15 hari tersebut telah tercakup satu siklus pasang surut yang meliputi
pasang purnama dan perbani. Pengamatan yang lebih lama akan memberikan data
yang lebih lengkap.
2.7.9.2 Wave set-up
Gelombang yang datang dari laut menuju pantai menyebabkan fluktuasi
muka air di daerah pantai terhadap muka air diam. Turunnya muka air dikenal
dikenal dengan wave set-down, sedangkan naiknya muka air laut disebut wave set-
up.
Besar wave set-down di daerah gelombang pecah diberikan oleh
persamaan (Triatmodjo, 1999) :
Sb = −
0 ,536 H b 2 / 3
g 1/ 2T
Dimana :
Sb
= Set-down di daerah gelombang pecah
T
= Periode gelombang
Hb
= Tinggi gelombang laut dalam ekivalen
Db
= Kedalaman gelombang pecah
g
= Percepatan gravitasi
34
Wave set-up di pantai dapat dihitung dengan rumus (Triatmodjo, 1999):
Sw = ∆S - Sb
Jika ∆S = 0,15 db dan dianggap bahwa db = 1,28 H maka (Triatmodjo, 1999):

Hb 
Sw = 0,19 1 - 2,82
Hb
2 
gT


2.7.9.3 Wind set-up
Angin dengan kecepatan besar (badai) yang terjadi di atas permukaan laut
bisa membangkitkan fluktuasi muka air laut yang besar di sepanjang pantai jika
badai tersebut cukup kuat dan daerah pantai dangkal dan luas. Kenaikan elevasi
muka
air
karena
badai
dapat
dihitung
dengan
persamaan
berikut
(Triatmodjo,1999):
∆h =
Fi
2
∆h = Fc
V2
2 gd
Keterangan :
∆h = Kenaikan elevasi muka air karena badai (m)
F = Panjang fetch (m)
i
= Kemiringan muka air
c
= Konstanta = 3,5x10-6
V = Kecepatan angin (m/d)
D = Kedalaman air (m)
g
= Percepatan gravitasi (m/d2)
2.7.10 Design Water Level (DWL)
Untuk menentukan kedalaman rencana bangunan (ds) maka perlu dipilih
suatu kondisi muka air yang memberikan gelombang besar, atau run-up tertinggi.
ds dapat dihitung dengan persamaan (Yuwono, 1992):
ds = (HHWL – BL) + stormsurge / wind set-up + SLR
35
Keterangan:
ds
= kedalaman kaki bangunan pantai
HHWL = highest high water level (muka air pasang tertinggi)
BL
= bottom level (elevasi dasar pantai di depan bangunan)
SLR
= sea level rise (kenaikan muka air laut)
Yang dimaksud dengan sea level rise disini adalah kenaikan muka air
yang disebabkan oleh perubahan cuaca, misal efek rumah kaca. Pada persamaan
ini kenaikan tersebut tidak diperhitungkan.
2.7.11 Run-up Gelombang
Run-up sangat penting untuk perencanaan bangunan pantai. Nilai run-up
dapat diketahui dari grafik setelah terlebih dahulu menentukan bilangan Irribaren
dengan rumus sebagai berikut (Triatmodjo, 1999) :
Ir =
tgθ
(H/Lo )0.5
Dimana:
Ir
= Bilangan Irribaren
θ
= Sudut kemiringan sisi pemecah gelombang
H
= Tinggi gelombang di lokasi bangunan
Lo = Panjang gelombang di laut dalam
Grafik tersebut juga dapat digunakan untuk menentukan run-down (Rd).
36
Gambar 2.21 Grafik Run-up Gelombang (Triatmodjo,1999).
Run-up digunakan untuk menetukan elevasi mercu bangunan pantai,
sedangkan run-down digunakan untuk menghitung stabilitas rip-rap atau
revetmen. Besarnya elevasi mercu dapat dihitung dengan persamaan (Triatmodjo,
1999):
Elmercu = DWL + Ru + Fb
Dimana:
Elmercu
= elevasi mercu bangunan pantai
Ru
= run-up gelombang
Fb
= tinggi jagaan
DWL
= design water level
2.7.12 SEDIMEN PANTAI
Sedimen pantai bisa berasal dari erosi garis pantai itu sendiri, dari daratan
yang dibawa oleh sungai, dan dari laut dalam yang terbawa arus ke daerah pantai.
(Triatmodjo, 1999)
37
Angkutan sedimen sepanjang pantai dapat dihitung dengan rumus berikut
(Triatmodjo, 1999):
Qs = K P1n
P1 =
ρg
8
Hb Cb sin α b cos α b
2
Keterangan:
Qs
= Angkutan sedimen sepanjang pantai (m3/hari)
P1
= Komponen fluks energi gelombang sepanjang pantai pada saat
pecah (Nm/d/m)
ρ
= Rapat massa air laut (kg/m3)
Hb
= Tinggi gelombang pecah (m)
Cb
= Cepat rambat gelombang pecah (m/d) =
αb
= Sudut datang gelombang pecah
K, n
= Konstanta
gd b
38
Download