KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KARYA TULIS ILMIAH Analisis Sosial Ekonomi Pengembangan Infrastruktur Jalan di Kawasan Perbatasan (Studi Kasus Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat) MULKI, S.KESOS Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi dan Lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Jakarta April 2015 DAFTAR ISI DAFTAR ISI ............................................................................................................................. i DAFTAR TABEL ................................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. iv BAB 1. Pendahuluan.............................................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Permasalahan ........................................................................................... 3 1.3 Tujuan ...................................................................................................................... 3 1.4 Manfaat .................................................................................................................... 3 BAB 2. KERANGKA TEORI ............................................................................................... 4 2.1 Kawasan Perbatasan................................................................................................. 5 2.2 Infrastruktur Jalan .................................................................................................... 5 2.3 Sosial dan Ekonomi ................................................................................................. 6 2.3.1 Sosial ......................................................................................................... 6 2.3.2 Ekonomi .................................................................................................... 7 BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN .............................................................................. 8 3.1 Jenis Penelitian ........................................................................................................ 8 3.2 Teknik Pengumpulan Data ...................................................................................... 8 3.3 Teknik Analisa Data ................................................................................................ 9 4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN.................................................................................. 10 4.1 Profil Kecamatan Entikong .................................................................................... 10 4.1.1 Wilayah ................................................................................................... 10 4.1.2 Penduduk................................................................................................. 10 4.1.3 Sosial ....................................................................................................... 11 4.1.4 Ekonomi .................................................................................................. 12 4.1.5 Infrastruktur Jalan ................................................................................... 14 4.2 Pengembangan Infrastruktur Jalan ........................................................................ 16 5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................ 19 i Puslitbang Sosekling Kementerian PUPR RI 5.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 19 5.2 Saran ...................................................................................................................... 19 DAFTAR REFERENSI ......................................................................................................... 20 ii Puslitbang Sosekling Kementerian PUPR RI 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan bangsa Indonesia dalam era globalisasi dilaksanakan secara terpadu dan terencana di segala sektor kehidupan. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan berkesinambungan secara bertahap guna meneruskan cita-cita bangsa Indonesia untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam rangka mencapai tujuan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, maka pembangunan nasional dilakukan secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap dan berlanjut untuk memacu peningkatan kemampuan nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang lebih maju. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan 18.110 pulau, luas wilayah teritorialnya 3,1 juta km² dan wilayah perairannya 5,8 juta km². Geografi yang luas ini membuat Indonesia memiliki wilayah yang bersinggungan dengan banyak negara. Indonesia memiliki perbatasan darat dengan Malaysia, Timor Leste, dan Papua Nugini sepanjang 3092,8 km. Sementara itu, wilayah lautnya berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Australia, Timor Leste, Palau, dan Papua Nugini. Kawasan perbatasan suatu negara memiliki peran penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, menjaga keamanan dan keutuhan wilayah. Pembangunan wilayah perbatasan pada dasarnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Kawasan perbatasan mempunyai nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional, hal tersebut ditunjukkan oleh karakteristik kegiatan yang mempunyai dampak penting bagi kedaulatan negara, menjadi faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya, memiliki keterkaitan yang saling mempengaruhi dengan kegiatan yang dilaksanakan di wilayah lainnya yang berbatasan dengan wilayah maupun antar negara, serta mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan, baik skala regional maupun nasional. Kawasan perbatasan antar negara memiliki potensi strategis bagi berkembangnya kegiatan perdagangan internasional yang saling menguntungkan. Kawasan ini juga berpotensi Puslitbang Sosekling Kementerian PUPR RI 2 besar menjadi pusat pertumbuhan wilayah, terutama dalam hal pengembangan industri, perdagangan dan pariwisata. Hal ini akan memberikan peluang bagi peningkatan kegiatan produksi yang selanjutnya akan menimbulkan berbagai efek pengganda (multiplier effects). (Mukti, 2001). Dengan jumlah kawasan perbatasan yang banyak, Indonesia berkepentingan untuk menjaga kedaulatan dari ancaman negara lain dan menyejahterakan kehidupan masyarakatnya di perbatasan. Sebagai beranda depan, wajah perbatasan Indonesia seharusnya mencerminkan kondisi yang aman dan sejahtera. Namun, paradigma masa lalu yang memandang kawasan perbatasan sebagai halaman belakang dan daerah terluar membuat pembangunannya kurang diperhatikan oleh pemerintah dan masyarakat. Indonesia yang sentralistis saat itu lebih mementingkan pembangunan kawasan pusat. Akibatnya, pembangunan kawasan perbatasan secara umum tertinggal dibandingkan daerah Indonesia lainnya. Kondisi kawasan perbatasan Indonesia yang memprihatinkan akan lebih jelas terlihat jika dibandingkan dengan kawasan perbatasan negara lain yang lebih maju. Dari tiga negara yang berbatasan darat dengan Indonesia, Malaysia dianggap lebih maju dalam mengelola kawasan perbatasannya. Perbatasan darat Indonesia-Malaysia membentang sepanjang 2.004 km yang berada di 16 kecamatan di Kalimantan Barat dan 14 kecamatan di Kalimantan Timur. Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, dibutuhkan kebijakan pemerintah Indonesia dalam mengelola kawasan perbatasan darat dengan Malaysia. Kunci pergeseran paradigma mengenai kawasan perbatasan ini berawal dari adanya kesadaran akan peran kawasan perbatasan. Kondisi yang semula hanya berupa garis dalam sebuah peta, atau tanda batas politik (security check points, passport control, transit points) mengalami perkembangan ke arah dimensi yang lebih luas, sehingga nuansa borderless semakin terlihat (seperti Uni Eropa). Perkembangan paradigma tersebut mendorong pada berkembangnya aspek prosperity/kesejahteraan, sehingga fungsi wilayah perbatasan menjadi penting sebagai salah satu motor pertumbuhan ekonomi (kawasan strategis) meskipun seringkali terletak di wilayah pinggiran/periphery (Dendy, 2009). Saat ini di Era Reformasi, pemerintah memiliki isu strategis baru yang tertuang dalam Nawacita, salah satu isinya menyebutkan “Membangun Indonesia dari pinggiran”. Salah satu bukti kesriusan pemerintah, tahun ini dianggarkan 1 Triliun rupiah untuk membangun jalan di kawasan perbatasan (finance.detik.com, Januari 2015) Puslitbang Sosekling Kementerian PUPR RI 3 1.2 Rumusan Permasalahan Dari 30 kecamatan yang berada di kawasan perbatasan darat Indonesia-Malaysia, lokasi kajian yag dipilih, yaitu Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, sebagai daerah penelitian. Entikong dipilih karena beberapa alasan. Pertama, kecamatan ini berbatasan langsung dengan Tebedu yang berada di negara bagian Serawak, Malaysia. Kedua, hingga akhir tahun 2012, di Entikong terdapat satu-satunya Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) resmi di sepanjang perbatasan darat Indonesia-Malaysia. Ketiga, kecamatan ini termasuk salah satu dari 26 kawasan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) yang ditetapkan melalui PP No. 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang dan Kawasan Nasional. Fakta mengenai PPLB dan status PKSN di Entikong ini kemudian menyiratkan perhatian pemerintah yang besar terhadap kecamatan ini. Dengan demikian, penulis akan lebih mudah menemukan kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia terhadap pengelolaan kawasan perbatasan darat dan implementasinya di kecamatan Entikong ini. Selain itu, diharapkan hasil kajian ini setidaknya bisa memberikan gambaran umum sosial ekonomi masyarakat dan infrastruktur jalan di kawasan perbatasan darat Indonesia-Malaysia. 1.3 Tujuan Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan kajian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka kajian ini bertujuan untuk: 1. Menggambarkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan infrastruktur jalan kawasan perbatasan di Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. 2. Memberikan masukan terhadap kebijakan pengembangan infrastruktur jalan kawasan perbatasan di Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. 1.4 Manfaat Sesuai dengan tujuan kajian, maka manfaat hasil kajian ini, yaitu manfaat praktis. Kajian ini berguna bagi pemerintah pusat maupun daerah karena memberikan gambaran konkrit mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat dan pengembangan infrastruktur jalan kawasan perbatasan di Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. Puslitbang Sosekling Kementerian PUPR RI 4 BAB 2 KERANGKA TEORI 2.1 Kawasan Perbatasan Wilayah negara didefinisikan sebagai salah satu unsur negara yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan, dan laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya. Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, kawasan perbatasan adalah bagian dari wilayah negara yang terletak di sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal batas wilayah negara di darat, kawasan perbatasan berada di kecamatan. Perbatasan merupakan konsep yang merujuk pada suatu area yang dibatasi secara geografis, politik, budaya yang memisahkan kedaulatan suatu negara dengan negara lain. Dari konsep ini, negara menjadi aktor yang dominan dalam mengelola perbatasan yag menjadi teritorinya, baik dalam unsur wilayah, orang, maupun pemerintahan yang efektif. (Kristof dalam Raharjo, 2013) Komornicki (2005) dalam Laporan Akhir Penyusunan Naskah Ilmiah Sistem Jaringan Jalan Kawasan Perbatasan Puslitbang Jalan dan Jembatan-Kementerian PU Tahun 2012 menyampaikan bahwa kawasan perbatasan (border area) melayani tiga fungsi fundamental, disamping peran dasar mereka sebagai batas atas kedaulatan suatu Negara. Fungsi yang dimaksud tersebut, yaitu: militer (menyediakan penghalang bagi agresi militer dari luar), ekonomi (membangun batas – batas bagi arus barang secara bebas), dan sosial (yaitu sebagai pembatas bagi pergerakan orang). Dalam PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) tersebut dijelaskan bahwa untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara maka ditetapkan kawasan perkotaan yang disebut Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN). Keberadaan PKSN ini melengkapi sistem perkotaan di Indonesia yang terdiri dari Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Kriteria penetapan PKSN adalah sebagai berikut: 1. Pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara tetangga; 2. Pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga; Puslitbang Sosekling Kementerian PUPR RI 5 3. Pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya; 4. Pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya. 2.2 Infrastruktur Jalan Peran jalan sangat vital dalam kehidupan masyarakat seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 5 Ayat 1 dan 2 UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dan jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Definisi jalan sendiri adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel (Pasal 1 UU 38 Tahun 2004). Jalan yang akan dibahas dalam kajian ini meliputi jalan umum (nasional, provinsi, kabupaten dan desa). Menurut statusnya berdasarkan pasal 9 UU 38 Tahun 2004: Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. (ayat 2) Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi. (ayat 3) Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk pada ayat (2) dan ayat (3), yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten. (ayat 4) Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan. (ayat 6) Puslitbang Sosekling Kementerian PUPR RI 6 2.3 Sosial dan Ekonomi 2.3.1 Sosial Dalam teori sosial, secara umum digunakan sebuah pendekatan perbatasan dengan konteks ide jaringan yang terdiri atas beberapa komponen penting, yaitu: mobilitas, pergerakan, kondisi yang berubah-ubah, dan karakter fisiknya. Beberapa komponen tersebut merupakan kunci penting dalam memahami konteks wilayah perbatasan (Rumford, 2006). Wilayah perbatasan memiliki dimensi manusia dan pengalaman di dalamnya, hal tersebut menandakan dimensi penting tentang identitas komunitas yang berujung pada manajemen dan regulasi khusus masyarakat yang berada di kawasan perbatasan. Mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh negara seharusnya lebih intensif pada kawasan perbatasan, meskipun mungkin secara geografis berada pada wilayah yang terpencil (remote area) dan berada di tapal batas kewenangan teritorial. Secara tradisional, perbatasan memiliki aspek dinamis dari sebuah negara, termasuk manusia dan pengalamannya, serta sebagai indikator dalam mengukur kekuatan sebuah negara (Giddens, 1985). Meningkatnya pergerakan manusia di kawasan perbatasan menyebabkan implikasi di berbagai bidang, antara lain: 1) mengubah sifat/nature dari hubungan internasional yang terbentuk (terjadinya pergerakan manusia di kawasan perbatasan dapat mendorong pembangunan regional diantara negara yang relatif lebih maju dan membentuk kesempatan kerjasama), 2) adanya kecenderungan pemerintah lokal tidak mampu membentuk kerjasama internasional dalam menangani permasalahannya, sehingga potensi konflik cenderung terjadi akibat perbedaan perspektif dan interest (Akaha dan Vassilieva, 2005). Kedua kemungkinan tersebut dapat terjadi seiring dengan kebijakan yang melandasi hubungan kedua wilayah yang berbatasan. Perubahan kondisi hubungan di perbatasan menyebabkan terjadinya pergerakan arus manusia antarnegara. Hal ini menjadi perhatian penting dalam hubungan internasional, karena terjadinya migrasi di wilayah perbatasan disebabkan oleh motif peningkatan kesempatan ekonomi antara perusahaan dan individual. Kondisi tersebut berdampak pada perluasan jaringan sosial antara negara yang berbeda, sehingga membentuk komunitas transnasional dengan ciri etnis dan warisan budaya yang sama, namun hidup dalam negara yang berbeda (Akaha dan Vassilieva, 2005). Puslitbang Sosekling Kementerian PUPR RI 7 2.3.2 Ekonomi Menurut Hamid (2003), kawasan perbatasan antarnegara merupakan kawasan yang strategis karena merupakan titik tumbuh bagi perekonomian regional maupun nasional. Melalui kawasan ini, kegiatan perdagangan antarnegara dapat dilakukan dengan mudah, cepat dan murah yang pada gilirannya akan mendorong naiknya aktivitas produksi masyarakat, pendapatan masyarakat, dan berujung pada kesejahteraan masyarakat. Konsep pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (value added) yang terjadi di wilayah tersebut, pertumbuhan yang terjadi diukur dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga yang konstan (Tarigan, 2006). Kemakmuran suatu wilayah, selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah, ditentukan pula oleh transfer–payment, yaitu bagian pendapatan yang mengalir keluar wilayah atau masuk ke dalam wilayah tersebut. Teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan pendangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut (Tarigan, 2006). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi di suatu daerah terkait dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Pengembangan wilayah di perbatasan erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi wilayah, dilihat dari sudut pandang ekonomi, perkembangan wilayah terkait dengan peningkatan taraf hidup masyarakat, yang dapat dilihat dari meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat. Sedangkan untuk melihat pendapatan wilayah, dapat digambarkan dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), sehingga dapat dikatakan bahwa perkembangan wilayah tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan ekonomi wilayah. Puslitbang Sosekling Kementerian PUPR RI 8 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Kajian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat dan infrastruktur jalan kawasan perbatasan di Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. Selain itu, memberikan masukan terhadap kebijakan pengembangan infrastruktur jalan di kawasan perbatasan tersebut. Dalam mencapai tujuan kajian ini, kajian dilakukan melalui metodologi sebagai berikut. 3.1 Jenis Penelitian Sesuai dengan tujuan dari kajian ini, yaitu untuk menggambarkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan infrastruktur jalan kawasan perbatasan, maka jenis kajian ini bersifat deskriptif. Menurut Neuman (2007), tujuan penelitian deskriptif, yaitu menggambarkan secara lengkap sehingga didapatkan gambaran yang akurat, menemukan data baru yang berbeda dengan data-data yang telah ada, membentuk sebuah kategori atau klasifikasi, mengklarifikasi suatu masalah secara bertahap atau bertingkat. Selain itu, penelitian deskriptif disajikan dalam bentuk data grafik yang berguna untuk (Nasution, 2007): a. Mengetahui karakteristik dari objek penelitian. b. Menggambarkan aspek pada kondisi tertentu. c. Dapat memberikan ide bagi penelitian selanjutnya. d. Digunakan untuk mengambil keputusan sederhana. Kajian ini membahas gambaran kondisi sosial ekonomi masyarakat dan infrasruktur jalan kawasan perbatasan di Kecamatan Entikong. Hal inilah yang ingin dilihat bagaimana pengaruh pengembangan infrastruktur jalan terhadap kegiatan sosial ekonomi masyarakat kawasan perbatasan di Kecamatan Entikong. 3.2 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan pada kajian ini, yaitu data sekunder. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh pihak lain yang dapat digunakan oleh peneliti Puslitbang Sosekling Kementerian PUPR RI 9 sebagai data awal (Nasution, 2007). Pada kajian ini, data sekunder yang digunakan berasal dari laporan penelitian yang menunjang tema kajian ini serta dokumen pemerintahan terkait kondisi objek dan lokasi penelitian. 3.3 Teknik Analisa Data Setelah dilakukan pengumpulan data, kemudian dilakukan analisis dan pembahasan dari data sekunder yang telah didapat. Hal ini untuk memberikan gambaran kondisi sosial ekonomi masyarakat dan infrastruktur jalan kawasan perbatasan di Kecamatan Entikong. Selain itu, melalui gambaran kondisi sosial ekonomi masyarakat dapat memberikan masukan terhadap kebijakan pengembagan infrastruktur jalan kawasan perbatasan di Kecamatan Entikong. Dan dari hasil analisis data tersebut serta mengaitkannya dengan kerangka teori maka akan didapatkan suatu kesimpulan. Pengumpulan Data Sekunder Analisis dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran Gambar 3.1 Metodologi Penelitian Puslitbang Sosekling Kementerian PUPR RI 10 BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Kecamatan Entikong 4.1.1 Wilayah Kecamatan Entikong secara administratif terdiri dari 5 desa dan 18 dusun merupakan salah satu dari 22 kecamatan yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Sanggau dengan batas-batas sebagai berikut - Sebelah Utara berbatasan dengan Sarawak (Malaysia Timur) - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Landak - Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sekayam - Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Seluas Kabupaten Bengkayang Sumber: Bappeda Kabupaten Sanggau, 2009 Gambar 4.1 Wilayah Kabupaten Sanggau 4.1.2 Penduduk Penduduk Kecamatan Entikong pada tahun 2013 berjumlah 15.047 jiwa dan tersebar di lima desa yaitu Desa Entikong, Semanget, Nekan, Pala Pasang, dan Desa Suruh Puslitbang Sosekling Kementerian PUPR RI 11 Tembawang. Distribusi penduduk terbesar di Kecamatan Entikong yaitu sebesar 6.782 dari total jumlah penduduk berada di Desa Entikong, sedangkan yang terendah adalah Desa Pala Pasang yaitu sebesar 1.014 jiwa. 2.268 2.188 6.782 Rumah Tangga 599 567 1.445 Rata-rata Anggota 4 4 5 2.795 589 5 1.014 15.047 248 3.448 4 4 Desa Penduduk Nekan Semanget Entikong Suruh Tembawang Pala Pasang Jumlah Sumber: Kecamatan Entikong dalam Angka 2013 Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Entikong 4.1.3 Sosial Penduduk Kecamatan Entikong sebagian merupakan suku dayak, sementara di Desa Entikong telah berbaur berbagai macam suku, baik suku Dayak, Melayu, Jawa dan sebagainya. Masyarakat di Desa Entikong kekerabatannya cukup kuat, ditunjukkan oleh adanya kegiatan pertandingan olah raga dengan negara tetangga dan pentas budaya yang memperlihatkan berbagai budaya dan tarian dari suku-suku yang ada di Kecamatan Entikong. Potensi ini perlu dilestarikan, namun sampai saat ini ketersediaan fasilitas penunjang kegiatan sosial budaya tersebut belum ada, sementara di negara tetangga (Malaysia) telah tersedia gedung untuk pelaksanaan pertukaran budaya antar dua wilayah perbatasan tersebut. Dari segi pendidikan, terdapat 78 SD yang tersebar di semua desa di Kecamatan Entikong; 5 SMP yang terdapat di Desa Entikong, Semanget dan Suruh Tembayang; Serta 2 SMK di Desa Entikong (EDA, 2013). Selain itu, di Kecamatan Entikong banyak anak putus sekolah. Salah satu alasannya adalah akses anak-anak tersebut untuk pergi ke sekolah. Alasan lain adalah kemiskinan orang tua sehingga tidak mampu menyekolahkan anaknya ke jenjang lebih tinggi (Raharjo, 2013). Permasalahan sosial lainnya, terdapat kerawanan perpindahan kewarganegaraan, peredaran minuman keras dari Malaysia, dan transit Tenaga Kerja Indonesia legal ataupun tidak berdokumen (Raharjo, 2013). Puslitbang Sosekling Kementerian PUPR RI 12 4.1.4 Ekonomi Sumber: BNPP Gambar 4.2 Patok Batas Indonesia-Malaysia Aktivitas perekonomian yang cukup dinamis dan dalam jumlah besar juga terjadi di kawasan perbatasan Sanggau dan Malaysia Timur (Entikong – Sarawak). Faktor geografis Kabupaten Sanggau - Sarawak yang berbatasan darat dan tapal batas wilayahnya saling melekat merupakan penyebab utama timbulnya aktivitas perekonomian antara masyarakat kedua kawasan perbatasan tersebut. Entikong merupakan salah satu kecamatan perbatasan di Kabupaten Sanggau yang memiliki aktivitas perekonomian terbesar dibandingkan dengan beberapa kawasan perbatasan lainnya di Kalimantan Barat (Kompas, 2003). Sebagian besar aktivitas perekonomian tersebut bersumber dari sektor perdagangan lintas batas yang tumbuh pesat sejak dibukanya Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Entikong pada tahun 1991, sebagai pintu resmi pertama di Indonesia untuk keluar masuk orang dan barang antar negara melalui jalur darat. Pada awal beroperasionalnya PPLB Entikong, diharapkan Entikong sebagai pintu gerbang internasional mampu berperan sebagai pusat pertumbuhan kawasan perbatasan dan motor penggerak perekonomian wilayah sekitarnya, namun harapan tersebut sampai saat ini belum mampu diwujudkan. Meskipun volume dan nilai perdagangan lintas batas melalui PPLB Entikong tergolong tinggi, namun pada umumnya peningkatan kondisi perekonomian di kecamatan-kecamatan yang merupakan Puslitbang Sosekling Kementerian PUPR RI 13 kawasan perbatasan masih sangat lambat bahkan cenderung tidak lebih baik dibandingkan kecamatan-kecamatan yang bukan merupakan kawasan perbatasan. Meskipun aktivitas perdagangan lintas batas melalui PPLB Entikong telah berlangsung lebih dari 20 tahun yang lalu dengan volume dan nilai perdagangan yang tergolong tinggi, namun perkembangan perekonomian dan pembangunan di kawasan perbatasan Kabupaten Sanggau dirasakan masih sangat lambat bahkan cenderung tidak lebih baik dibandingkan daerah-daerah yang bukan merupakan kawasan perbatasan. Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Entikong yang dibuka sejak tahun 1991 merupakan pintu resmi pertama di Indonesia untuk keluar masuk orang dan barang antar negara melalui jalur darat. Perdagangan lintas batas melalui PPLB Entikong tidak hanya memperdagangkan atau mengekspor produk dari kawasan perbatasan di Kabupaten Sanggau saja, tetapi juga berbagai produk dari daerah-daerah lainnya di Provinsi Kalimantan Barat dan daerah-daerah seluruh wilayah Indonesia. Mayoritas penduduk Entikong adalah petani. Produk dari kawasan perbatasan Kabupaten Sanggau berupa hasil-hasil pertanian yang masih dalam bentuk bahan mentah atau belum melalui proses pengolahan sama sekali seperti lada, kakao, kacang tanah, karet, jagung, sayur-sayuran dan buah-buahan. Produk dari daerah lainnya di Provinsi Kalimantan Barat berupa ikan, udang, lidah buaya dan bubur kayu/pulp sedangkan produk dari luar Provinsi Kalimantan Barat antara lain pakaian, rokok, perabotan dan penerangan rumah, kertas, makanan dan minuman olahan, berbagai produk kimia, dan kosmetik. Barang-barang yang diimpor atau masuk ke Indonesia melalui PPLB Entikong antara lain berasal dari negara Malaysia, Singapura, China, Thailand, Vietnam, Italia, Switzerland, Amerika Serikat dan Hong Kong. Barang-barang tersebut antara lain berupa barang-barang dari besi dan baja, mesin-mesin, kendaraan dan bagiannya, berbagai produk kimia, plastik dan barang dari plastik, berbagai barang buatan pabrik dan mainan. Sementara sebagian besar komoditas ekspor Malaysia ke Kalimantan Barat adalah gula, berbagai produk makanan dan minuman, gas, minyak goreng, susu bubuk, pupuk dan berbagai mesin-mesin untuk pabrik (Pontianak.tribunenews.com, 17/1/2012). Meskipun aktivitas perdagangan lintas batas melalui PPLB Entikong tergolong cukup tinggi dan telah berlangsung selama puluhan tahun, namun perkembangan perekonomian masyarakat kawasan perbatasan di Kabupaten Sanggau dirasakan masih lambat bahkan Puslitbang Sosekling Kementerian PUPR RI 14 cenderung tidak lebih baik dibandingkan daerah-daerah yang bukan merupakan kawasan perbatasan. Kondisi ini disebabkan karena komoditi dari kawasan perbatasan Kabupaten Sanggau yang diekspor ke Sarawak merupakan hasil-hasil pertanian yang masih dalam bentuk bahan mentah seperti lada, kakao, kacang tanah, karet, jagung, sayur-sayuran dan buah-buahan. Karena komoditi-komoditi tersebut dijual ke Sarawak masih dalam bentuk mentah menyebabkan komoditi-komoditi tersebut tidak memiliki nilai tambah dan harga jualnya menjadi rendah sehingga pada akhirnya kurang memberikan kontribusi terhadap peningkatan perekonomian masyarakat kawasan perbatasan. Selain itu, komoditas potensial yang dapat dikembangkan kelapa sawit dan durian. Akan tetapi, petani lebih menyukai menjual hasil pertaniannya ke Malaysia karena jarak yang lebih dekat dan harga kompetitif. Hal ini juga menimbulkan kerawanan ekonomi (BNPP) Gambar 4.4 Komoditas durian yang akan di ekspor ke Malaysia Pariwisata di Kecamatan Entikong juga belum tergali potensinya, mengingat sebagian besar wilayahnya merupakan hutan lindung, namun potensi hutan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai hutan wisata, sekaligus desa wisata. 4.1.5 Infrastruktur Jalan Secara geografis, dari 5 desa di Kecamatan Entikong, hampir seluruh desa berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia, kecuali Desa Nekan. Dari 4 desa atau 9 dusun yang berbatasan langsung, pada umumnya mudah diakses oleh warga setempat untuk berinteraksi dengan masyarakat di kawasan Sarawak Malaysia. Hal ini disebabkan karena di desa/dusun diatas sudah sejak lama terbina hubungan baik (ikatan sosial) antarkampung di Puslitbang Sosekling Kementerian PUPR RI 15 Sarawak yang terhubungkan melalui jalan setapak dan ojek. Kondisi demikian berperan bagi terjadinya aliran perekonomian dari Indonesia-Malaysia melalui pintu non resmi, dan resiko kebocoran terhadap pemanfaatan sumberdaya menjadi isu yang kental di kawasan tersebut No Nama Desa Jarak Tempuh ke Ibukota (km2) Kecamatan Kabupaten Provinsi 1 Entikong 0 145 317 2 Semanget 6 139 311 3 Nekan 135 158.5 330,5 4 Pala Pasang 30 175 347 5 Suruh Tembawang 42 187 359 Sumber: BP2KPP, 2006 Tabel 4.2 Jarak dari Desa di Kota Entikong ke Ibukota Kecamatan, Kabupaten, Provinsi Kondisi jalan di Kecamatan Entikong pada tahun 2013 masih dalam keadaan buruk. Hal ini terlihat dari total panjang jalan 132,87 km, jenis permukaan didominasi tanah sepanjang 111,17 km dan 82,07 km jalan dalam kondisi rusak berat. Kecamatan Entikong dilintasi Jalan Nasional sekaligus Jalan Provinsi untuk menuju ke Pos Pemeriksaan Lintas Batas, mayoritas jalan di Entikong adalah jalan desa untuk menuju jalan utama tersebut. Keadaan Jalan Diaspal Kerikil Jenis Tanah Permukaan Lainnya (rigid) Baik Sedang Kondisi Jalan Rusak Rusak Berat Sumber: Kecamatan Entikong dalam Angka 2013 Panjang Jalan 16,8 4 111,17 Total 132,87 0,9 7 28,5 15,3 82,07 132,87 Tabel 4.3 Kondisi Jalan Kecamatan Entikong Perbedaan signifikan terlihat ketika melihat jalan perbatasan di Entikong dan Di Tebedu, Malaysia. Jalan di Entikong secara umum baik namun masih terlihat lubang menganga di sepanjang jalan, sedangkan di Tebedu sepanjang mata memandang permukaannya dalam kondisi baik dilengkapi marka dan penanda arah. Puslitbang Sosekling Kementerian PUPR RI 16 Jalan Entikong-Balai Karangan Jalan Di Tebedu, Malaysia Sumber: pustaka.pu.go.id Sumber: travel.detik.com Gambar 4.3 Jalan perbatasan di Entikong dan Tebedu 4.2 Pengembangan Infrastruktur Jalan Kawasan perbatasan memiliki potensi besar untuk menjadi pusat pertumbuhan wilayah dan terciptanya pertumbuhan ekonomi yang disebabkan perdagangan pesat yang terjadi di perbatasan. Beberapa hasil penelitian di kawasan perbatasan membuktikan hal tersebut antara lain kawasan perbatasan Jerman – Polandia dan China – Vietnam (Wu, 2001). Kawasan perbatasan di Polandia mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi akibat warga negara Jerman lebih memilih berbelanja di kawasan perbatasan Polandia karena harga yang lebih murah dan sebaliknya Jerman memanfaatkan tenaga kerja dari Polandia dengan tingkat upah yang lebih rendah untuk mengembangkan industri manufaktur di negaranya. Demikian juga di kawasan perbatasan China dan Vietnam (Guang Xi – Quan Ninh). Pembangunan zona industri khusus di China telah berhasil menarik investasi dan meningkatkan arus perdagangan, sebaliknya Vietnam memanfaatkan peningkatan kondisi perekonomian di China dengan mengembangkan sektor pariwisata sehingga meningkatkan arus masuk wisatawan. Warga perbatasan di Entikong menghadapi dua kendala utama dalam sektor ini. Pertama, infrastruktur jalan masih belum baik dan merata. Kualitas jalan raya MalaysiaIndonesia (Malindo) dari Balai Karangan hingga PPLB Entikong secara umum memang baik, Puslitbang Sosekling Kementerian PUPR RI 17 tetapi jalan-jalan desa masih belum tertangani. Di Desa Nekan, akses masuk dari jalan raya Malindo menuju desa masih berupa tanah liat dan hanya bisa dilalui ojek motor. Jika hujan turun, jalanan menjadi licin dan hanya beberapa tukang ojek asli Nekan yang berani melewatinya. Sementara untuk Desa Pala Pasang dan Suruh Tembawang, tidak ada jalan darat dari kota kecamatan. Warga hanya bisa menggunakan transportasi air Sungai Sekayam. Untuk sekali perjalanan pulang-pergi, biaya sewa perahu antara Rp. 1 juta hingga Rp. 1,4 juta. Sumber: Musrenbang Regional Kalimantan 2015 Gambar 4.5 Rencana Pengembangan Infrastruktur Jalan Kalimantan 2015 Pada tahun 2015 ini pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat merencanakan pengembangan infrastruktur wilayah Pulau Kalimantan, salah satunya Peningkatan Jalan lingkungan dan Drainase di Provinsi Kalimantan Barat: Akses menuju perbatasan (Balai Karangan-Entikong-Batas Serawak 4,7 km) Paralel perbatasan (Aruk-Entikong-Rasau 116,8 km) Dengan total anggaran bidang Bina Marga TA. 2015 untuk Kalimantan Barat 1,47 T (Musrenbang regional Kalimantan 2015) Penguatan substansi perencanaan tata ruang diperlukan agar pembanguan yang dilakukan terpadu dengan berbagai stakeholder. Pengembangan infrastruktur jalan sebaiknya di prioritaskan untuk pembangunan akses jalan desa menuju jalan utama hal ini diutamakan untuk mendorong kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Pemerintah juga dapat meningkatkan keberpihakan anggaran bagi pembangunan kawasan perbatasan sebagai ‘halaman depan’ Indonesia Puslitbang Sosekling Kementerian PUPR RI 18 Sumber: http://sttnas.ac.id/wp-content/uploads/2011/07/entikong.jpg Gambar 4.6 Pusat Kota Pontianak, Sanggau, Entikong dan Sarawak Puslitbang Sosekling Kementerian PUPR RI 19 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari kajian ini, adalah Kondisi sosial ekonomi masyarakat kawasan perbatasan masih dalam keadaan tertinggal hal ini dapat dilihat dari kondisi pendidikan dan berbagai pemasalahan sosial yang terjadi di Kecamatan Entikong. Kondisi infrastruktur jalan mayoritas masih dalam kondisi buruk. Secara umum, jalan utama masih relatif baik, akan tetapi akses jalan-jalan desa menuju jalan utama (nasional maupun provinsi) dalam kondisi buruk dan mayoritas jenis permukaannya masih berupa tanah. Pemerintah pada tahun 2015 memiliki program pengembangan infrastruktur jalan untuk wilayah Kalimantan termasuk kawasan perbatasan yang didalamnya termasuk Jalan Nasional, Jalan Provinsi dan Jalan Desa. Pemerintah sebaiknya memprioritaskan pembangunan jalan-jalan desa menuju jalan utama untuk mendorong kegiatan sosial ekonomi masyarakat meningkat. 5.2 Saran Saran yang dapat diberikan dari kajian ini, yaitu Dari hasil kajian kondisi sosial ekonomi masyarakat dan infrastruktur jalan kawasan perbatasan di Kecamatan Entikong dapat memberikan rekomendasi terhadap kebijakan pemerintah dalam membangun kawasan perbatasan. Kajian ini bersifat melengkapi kebijakan yang sudah ada, tidak untuk mengganti kebijakan yang telah berjalan. Diperlukan penelitian lanjutan, agar validitas kondisi sosial ekonomi masyarakat dan pengembangan infrastruktur jalan kawsan perbatasan terukur dengan baik. Puslitbang Sosekling Kementerian PUPR RI 20 DAFTAR REFERENSI Finance.detik.com diakses tanggal 6 Mei 2015 Husnadi. (2006). Menuju Model Pengembangan Kawasan Perbatasan Daratan Antarnegara (Studi Kasus: Kecamatan Paloh dan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat). Semarang: Universitas Diponegoro. Kecamatan Entikong dalam Angka 2013 Kurniadi, Dendy. (2009). Strategi Pengembangan Wilayah Perbatasan Antarnegara: Memacu Pertumbuhan Ekonomi Entikong Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat. Semarang: Universitas Diponegoro. Hamid. et.al. (eds). 2001. Kawasan Perbatasan Kalimantan : Permasalahan dan Konsep Pengembangan. Jakarta :Pusat Pengembangan Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah-BPPT Press Pengembangan Wilayah Infrastruktur PUPR di Kalimantan Tahun 2015 (Butir-Butir Bahasan Musrenbang Regional Kalimantan Tahun 2015). Jakarta 24 Februari 2015. Kementerian PUPR RI. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang dan Kawasan Nasional Profil Potensi Kawasan Perbatasan Kecamatan Entikong. Jakarta: BNPP. Puslitbang Sosekling Jalan dan Jembatan. (2013). Pemetaan Sosial Ekonomi Lingkungan mendukung Pengembangan Sistem Jaringan Jalan di Kawasan Perbatasan. Surabaya: Balitbang Kementerian PU RI . Mukti, Sri Handoyo. 2003. “Konsep Pengembangan Kawasan Perbatasan Kalimantan Indo Malay Techno Agropolitan Corridor (IMTAC)”. Bulletin Tata Ruang, hal. 8-9. SeptemberOktober. Naskah Kebijakan Pengelolaan Perbatasan Secara Terpadu Desentralization Support Facility Indonesia Tahun 2011 Neuman, W. Lawrence. (2007). Basic of Social Research Qualitative and Quantitative Approaches Second Edition. Boston: Pearson Education, Inc. Puslitbang Sosekling Kementerian PUPR RI 21 Nasution, Dr. Mustafa Edwin dan Usman Hardius. (2007). Proses Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Univesitas Indonesia. Raharjo, Sandy Nur Ikfal. (2013). Kebijakan Pengelolaan Kawasan Perbatasan Darat Indonesia-Malaysia (Studi Evaluatif di Kecamatan Entikong). Jakarta: Widyariset Vol. 16 No.1 April 2013 Rumford, C. 2006. ‘Borders and bordering’, in G. Delanty (ed.) Europe and Asia Beyond East and West: Towards a New Cosmopolitanism. London: Routledge. Tarigan, Robinson, (2004a). Ekonomi Regional : Teori dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara Wu, Chung- Tong. (2001). Cross-Border Development in a Changing World : Redefining Regional Development Policies. In Edgington, David W. et.al.(eds). New Regional Development Paradigms, Vol. 2, p.21-36. London : Greenwood press. Puslitbang Sosekling Kementerian PUPR RI