BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aset Aset digunakan oleh individu atau perusahaan yang memilikinya untuk mencapai tujuan. Aset harus dijaga dan dikelola dengan baik agar nilai yang dimilikinya tetap bertahan sesuai rencana dan harapan. Aset biasa disebut sebagai harta atau aktiva. Seiring dengan bertambahnya waktu, pemahaman mengenai aset pun mengalami perkembangan. 2.1.1 Pengertian Aset An asset is something to which a party assigns value and hence for which the party requires Pengertian aset secara umum menurut Siregar (2004) adalah barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value), nilai komersil (commercial value) atau nilai tukar (exchange value) yang dimiliki oleh badan usaha, instansi atau individu. Sedangkan menurut Sutrisno (2004), aset adalah suatu potensi yang dimiliki oleh suatu organisasi untuk mencapai tujuan dari organisasi. ! Berdasarkan ketiga pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa aset merupakan barang atau sesuatu barang yang mempunyai nilai ekonomi, nilai komersil atau nilai tukar yang dimiliki oleh organisasi individu dimana aset tersebut mempunyai peran untuk mencapai tujuan sehingga membutuhkan perlindungan. 2.1.2 Klasifikasi Aset Aset perlu diklasifikasikan untuk memudahkan pengelolaan. Aset dapat dikasifikasikan berdasarkan wujud, sumber perolehan dana, dan perspektif akuntansi. 8 a. Klasifikasi Aset Berdasarkan Wujud Aset berdasarkan wujudnya dibagi menjadi 2 jenis, yaitu aset berwujud (tangible) dan aset tidak berwujud (intangible) (Hermanto, 2009). Aset berwujud adalah aktiva atau harta atau sumber daya berwujud yang dimiliki dan diharapkan akan diperoleh suatu manfaat ekonomi. Aset berwujud terbagi menjadi dua, yaitu aset tidak bergerak berwujud dan aset bergerak berwujud. Contoh aset tidak bergerak berwujud adalah real estate (tanah bangunan/benda yang ada di atas tanah). Sedangkan contoh aset bergerak berwujud adalah kendaraan. Hariyono (2007) mendefinisikan aset tidak berwujud sebagai properti yang mempunyai nilai ekonomis, tidak memiliki bentuk fisik, memberikan hak istimewa dan biasanya memberikan pendapatan bagi pemiliknya. Aset tidak berwujud dapat diakui dan dilindungi keberadaanya secara hukum, hak kepemilikannya dapat dialihkan dan dapat dipisahkan dari usahanya. Bentuk aset tidak berwujud diantaranya adalah sistem organisasi (tujuan, visi, dan misi), patent (hak cipta), quality (kualitas), goodwill (nama baik/citra), culture (budaya), capacity (sikap, hukum, pengetahuan, keahlian), contract (perjanjian) dan motivation (motivasi). Tabel 2.1 merupakan klasifikasi aset berdasarkan wujud. 9 No 1 2 Tabel 2.1 Klasifikasi Aset Berdasarkan Wujud Wujud Aset Contoh Aset aset tidak real estate (tanah bergerak bangunan/benda yang ada berwujud di atas tanah) Berwujud (Tangible) aset Kendaraan bergerak berwujud Sistem Organisasi (Tujuan, Visi, dan Misi) Patent (Hak Cipta) Quality (Kualitas) Tidak Goodwill (Nama Berwujud Baik/Citra) (Intangible) Culture (Budaya) Capacity (Sikap, Hukum, Pengetahuan, Keahlian) Contract (Perjanjian) Motivation (Motivasi) Sumber: Hermanto, 2009 b. Klasifikasi Aset Berdasarkan Sumber Perolehan Dana Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN)/Daerah (BMD). mengklasifikasikan aset berdasarkan sumber perolehan dananya, yaitu aset negara dan aset daerah. 1) Aset Negara Aset negara disebut sebagai Barang Milik Negara (BMN), yaitu semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor KEP.225/MK/V/4/1971 tentang Pedoman Pelaksanaan tentang Inventarisasi Barang-barang Milik Negara/Kekayaan Negara, aset negara berada dibawah pengurusan atau penguasaan departemen-departemen, lembaga-lembaga negara, lembaga-lembaga pemerintah nondepartemen serta unit-unit dalam lingkunganya yang terdapat baik di dalam negeri maupun di luar negeri, namun kekayaan negara yang telah dipisahkan seperti 10 kekayaan perum, kekayaan persero, dan kekayaan daerah otonom tidak termasuk BMN. 2) Aset Daerah Aset daerah atau Barang Milik Daerah (BMD) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. c. Klasifikasi Aset Berdasarkan Perpektif Akuntansi Dalam perspektif akuntasi, aset terbagi menjadi beberapa kategori berikut: current assets (aset lancar), long-term assets (aset jangka panjang), prepaid and deferred assets (aset dibayar dimuka), dan intangible assets (aset tidak berwujud). Current aset merupakan kategori aset yang mudah ditukar dalam bentuk uang. Yang termasuk dalam kategori ini diantaranya kas, piutang, persediaan, beban dibayar dimuka, dan surat saham. Long term asset merupakan kategori aset yang dapat digunakan secara terus menerus dalam jangka lebih dari satu tahun dan terikat pada umur aset yang dapat dikurangi depresiasi. Contoh long term asset adalah real estate, pabrik, dan peralatan. Deffered asset merupakan kategori aset yang merupakan biaya untuk masa depan. Contoh deffered asset diantaranya adalah asuransi, sewa, dan bunga. Intangible asset merupakan kategori aset yang tidak berwujud, contohnya adalah trademarks, patents, copyrights, dan goodwill. Tabel 2.2 menjelaskan klasifikasi aset berdasarkan perspektif akuntansi. 11 No 1 2 3 4 Tabel 2.2 Klasifikasi Aset Berdasarkan Perspektif Akuntasi Kategori Aset Aset Kas, Piutang, Current assets Persediaan, Beban dibayar dimuka, Surat saham Real estate, Long-term assets Pabrik, Peralatan Asuransi, Prepaid and deferred Sewa, assets Bunga Trademarks, Patents, Intangible assets Copyrights, Goodwill Sumber: Investorwords, 2011 2.1.3 Bangunan Cagar Budaya Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yang dimaksud dengan cagar budaya adalah: Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau Bangunan cagar budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap. Bangunan cagar budaya dapat berunsur tunggal atau banyak, dan/atau berdiri bebas atau menyatu dengan formasi alam. Bangunan dapat diusulkan sebagai bangunan cagar budaya apabila memenuhi kriteria berikut ini: 1) berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih; 2) mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun; 12 3) memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan 4) memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. 2.1.4 Pencahayaan Panggung Pencahayaan panggung bekerja dengan unsur-unsur lain dalam produksi untuk memungkinkan pencipta dan aktor berkomunikasi dengan penonton. Pencahayaan yang dihasilkan biasanya akan menjadi kombinasi tertentu sehingga berperan dalam sebuah produksi. Menurut Reid (2001), ada 6 (enam) menggambarkan peran pencahayaan bentuk, pemilihan panggung area, yaitu suasana, penerangan, interkasi, dan ketidakstabilan. 1) Penerangan Komunikasi antara aktor dan penonton tergantung pada suara dan penglihatan. Tubuh lengkap aktor, terutama mata dan mulut, adalah sarana komunikasi mereka dan harus jelas terlihat jika karakter ingin diproyeksikan. Segala sesuatu di teater berinteraksi dan cahaya berkaitan erat dengan suara aktor yang sulit dilihat biasanya akan sulit untuk didengar. 2) Menggambarkan Bentuk Di bawah pencahayaan datar, hidung aktor tidak akan tampak keluar dan mata mereka tidak akan terlihat surut. Tetapi, dengan peran lampu sudut, aktor dapat dilihat sebagai bentuk tiga dimensi manusia bukan sebagai bentuk dua dimensi. 3) Pemilihan Area Dalam teater, penonton biasanya melihat seluruh panggung dalam sudut penglihatan mereka sepanjang waktu, agar perhatian terfokus sutradara dapat menggunakan cahaya. Teknik yang digunakan biasanya dengan menerangi area yang dipilih dari panggung sementara sisanya digelapkan. 13 4) Suasana Mungkin penggunaan paling menarik dan bermanfaat dari cahaya adalah kemungkinan mempengaruhi keadaan mental penonton. Salah satu cara utama mengendalikan suasana tersebut adalah dengan mencampur cahaya hangat dan sejuk. Hangat, emas, cerah, bahagia dan nyaman di salah satu ujung; dingin, baja, sedih, suram dan menyedihkan di ujung lainnya, tetapi dengan berbagai macam tingkat cahaya mendukung berbagai respon emosional. Kemungkinan lainnya termasuk keseimbangan cahaya dan bayangan, kontras berlebihan dapat menimbulkan perasaan klaustrofobia, ketakutan, bahkan teror. 5) Interaksi Tujuan pencahayaan iluminasi, menggambarkan bentuk, pemilihan area dan penciptaan suasana berinteraksi satu sama lain. Suasana sering dicapai oleh kurangnya sebagian pencahayaan. Pemilihan daerah yang paling sederhana adalah dengan sorotan tunggal, namun penggambaran bentuk memerlukan serangkaian cahaya dari beberapa sudut. Pencahayaan untuk meningkatkan dimensi ketiga juga dapat menyebabkan beberapa kemungkinan kerugian kecuali keseimbangan sangat dikendalikan hati-hati. 6) Ketidakstabilan Selama rentang waktu pertunjukan, pencahayaan untuk pemilihan area dan menggambarkan suasana adalah tidak stabil dengan perubahan dari dua jenis dasar, yaitu sadar dan bawah sadar. Perubahan sadar adalah cahaya memudar dengan cepat. Penonton mengetahui adanya perubahan tersebut. Perubahan bawah sadar adalah penonton tidak mengetahui adanya perubahan tersebut, tetapi yang demikian mempengaruhi keterlibatan orang produksi. Contoh dari perubahan bawah sadar adalah pergeseran halus dalam keseimbangan intensitas yang naik beberapa poin pada satu bidang tertentu dan turun sedikit pada sisa panggung perhatian akan terkonsentrasi pada area terang tanpa disadari penonton. 14 Menurut Reid (2001), seni pencahayaan merupakan palet cahaya yang terfokus dan berwarna yang akan tergabung dalam serangkaian permutasi untuk memberikan gambaran pencahayaan yang dibutuhkan. Ada 5 (lima) hal yang dapat dikendalikan oleh pencahayaan, yaitu: 1) Intensitas Sistem kontrol pencahayaan sering disebut sebagai papan hubung atau lebih tepatnya dimmerboard karena tidak hanya memungkinkan untuk memilih lampu menyala, tetapi juga untuk mengontrol kecerahan masing-masing lampu. 2) Warna Di bagian depan setiap instrumen pencahayaan panggung ada tempat untuk filter berbingkai yang dipilih dari berbagai pilihan warna yang tersedia. 3) Arah Pilihan posisi pemasangan sesuai fisik di teater menentukan sudut di mana sinar akan mengenai aktor dan/atau adegan. 4) Ukuran, Bentuk, dan Kualitas Sorotan Berbagai jenis instrumen pencahayaan memungkinkan berbagai penyesuaian dari berkas cahaya. Pilihan jenis yang tepat dari instrumen akan memberikan kontrol sorotan sesuai yang dibutuhkan pada setiap titik tertentu di atas panggung. 5) Aliran Pertunjukan memungkinkan pemilihan sorotan berwarna yang menggambarkan cahaya pada suatu waktu tertentu. Dengan memvariasikan pemilihan ini selama rentang waktu produksi, maka dapat menghasilkan aliran pencahayaan sesuai tujuan. Secara umum, menurut Reid (2001) pencahayaan panggung terdiri dari 3 (tiga) instrumen, yaitu: 1) Floods Instrumen yang paling sederhana adalah floods, yaitu lampu dan reflektor dalam kotak yang dapat menyorot dari sisi ke sisi, dan berayun 15 ke atas dan bawah untuk mengendalikan arah cahaya. Tidak ada sarana untuk memfokuskan cahaya atau untuk mengontrol ukuran sorotan dan tidak ada perangkat shuttering untuk mengontrol bentuk sorotan. Penyebaran cahaya dan daerah tertutup tergantung pada jarak antara floods dan objek. Contoh instrumen floods adalah strand pattern 60, strand mini-flood, dan strand coda 4. 2) Spots Untuk mengontrol ukuran dan bentuk berkas cahaya diperlukan lampu sorot (spotlight). Spots memiliki fasilitas yang sama seperti floods, tetapi ada kemungkinan pengendalian yang tepat dari sudut sehingga muncul cahaya berbentuk kerucut dan akibatnya daerah tersebut tertutup. Hal ini mudah untuk sekelompok lampu sorot sesuai dengan jenis kontrol sorotan yang ditawarkan. Contoh instrumen spots adalah plano convex, fresnel, parcans, dan profile spot. 3) Focus Ketika instrumen pencahayaan telah ditempatkan pada posisi yang dipilih, mereka harus disesuaikan. Proses memancing sorotan dan menyesuaikan sorotan tersebut disebut focus. Ketika fokus cahaya pada posisi aktor, perhatian utama adalah memeriksa bahwa cahaya mencakup semua daerah di mana aktor akan diterangi instument tertentu. 2.1.5 Siklus Hidup Aset Siklus hidup aset merupakan tahapan dimana aset dirancang, diakuisisi, dan dipergunakan untuk memenuhi fungsi yang diharapkan, termasuk masa habis pakai dan pembuangan (Mitchell, 2006:12). Gambar 2.1 menjelaskan tentang siklus hidup aset. 16 Sumber: EMA, 2008 Gambar 2.1 Siklus Hidup Aset Gambar 2.1 menunjukan bahwa siklus hidup aset dimulai dari identifikasi kebutuhan. Identifikasi kebutuhan menentukan aset yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Setelah dilakukan identifikasi kebutuhan maka dilakukan perencanaan. Perencanaan meliputi studi kelayakan aset, yaitu studi untuk menentukan kelayakan dari pengadaan aset. Selain itu, tahap perencanaan juga meliputi penentuan jenis aset yang akan diadakan, spesifikasi kebutuhan, cara perolehan, dan lainnya. Tahap perencanaan akan menentukan pengelolaan aset selanjutnya seperti pembelian suku cadang, kemudahan akses pemeliharaan, dan kemudahan proses bongkar pasang. Tahap selanjutnya yaitu perancangan. Pada tahap ini harus dipertimbangkan dengan matang untuk memastikan bahwa spesifikasi, rancang bangun, proses pembelian, dan atau proses konstruksi aset telah dibuat sedemikian rupa sehingga menghasilkan umur produktif yang optimal. Tahap selanjutnya adalah pengadaan/pembangunan. Ini merupakan tahap dimana aset dijadikan ada, baik secara pembangunan, maupun dengan cara pembelian. Setelah pengadaan, aset digunakan untuk menjalankan kegiatan operasi dan secara berkala dilakukan pemeliharaan untuk menjaga keandalan aset. Setelah melewati beberapa waktu aset akan mengalami penurunan kinerja. Pada saat tersebut, aset yang bersangkutan dinilai untuk 17 mengidentifikasi apakah aset tersebut masih dapat digunakan lagi atau tidak dan untuk mengidentifikasi apakah biaya perbaikan aset tersebut lebih mahal atau tidak jika dibandingkan dengan biaya pengadaan aset baru. Apabila tidak dapat digunakan lagi aset mengalami masa penghapusan. Penghapusan aset dapat dilakukan dengan cara pengangkutan atau penghancuran. 2.2 Manajemen Aset Manajemen aset merupakan suatu kajian ilmu yang baru dalam dunia pendidikan di Indonesia. Studi ini lahir lebih dikarenakan pengelolaan aset di Indonesia, termasuk di dalamnya sumber daya alam (SDA), masih belum optimal. Bahkan pengelolaan SDA cenderung merusak SDA itu sendiri dan lingkungan di sekitarnya tanpa suatu pertanggungjawaban yang pasti. Selain untuk mengelola SDA, manajemen aset juga digunakan untuk mengelola kekayaan perusahaan, terutama aset produksinya agar dapat memberikan nilai tambah produktivitas tertinggi dari aset-asetnya. 2.2.1 Pengertian Manajemen Aset Manajemen aset merupakan istilah umum yang digunakan dalam bidang keuangan, aset tetap dan fasilitas, mesin dan produksi, infrastruktur, dan teknologi informasi. Pada umumnya manajemen aset diartikan sebagai usaha untuk memaksimalkan pemanfaatan dan tingkat pengembalian aset dari sisi keuangan. Di era perkembangan teknologi ini, manajemen aset telah diadopsi oleh industri manufaktur dan industri penyedia jasa. Menurut Institute of Asset Management UK (dalam Mitchell: 2006) manajemen aset adalah: peralatan untuk mengoptimalkan dampak bisnis selama aset tersebut beroperasi, dipandang dari segi biaya, kinerja, paparan terhadap risiko (berhubungan dengan ketersediaan, efisiensi, kualitas, perpajangan umur operasional, serta kepatuhan pada peraturan/keselamatan/lingkungan) dari aset-aset fisik per. 18 Menurut Mitchell (2006), pengertian tersebut masih umum. Manajemen aset dalam dunia manufaktur secara lebih spesifik dapat disebut sebagai optim terintegrasi, diarahkan dengan aman untuk meningkatkan dan mempertahankan tingkatan terbaik dari umur produktif, pemanfaatan, produktifitas, efektifitas, nilai aset, tingkat keuntungan dan tingkat pengembalian modal dari aset produksi, operasi manufaktur dan infrastruktur lainnya. Pengertian tersebut mencakup sasaran, yaitu manajemen aset fisik dan tujuan yang ingin dicapai, yaitu optimasi pemanfaatan aset, efektifitas aset, dan kinerja aset. Publicly Available Specification (PAS) 55 yang dirilis oleh British Standard Institution (BSI) dan diajukan sebagai standard ISO the systematic and coordinated activities and practices through which an organization optimally manages its physical assets, and their associated performace, risks and expenditures over their lifecycle for the purpose of achieving its organizational strategic . Copenhagen Energy Sewerage Dapertment mendefinisikan manajemen aset sebagai proses holistik, sistematik, dan dinamis yang berkontribusi untuk alokasi sumber daya yang lebih baik dan biaya yang lebih efektif. Manajemen aset bersifat holistik karena mengintegrasikan semua jenis biaya (investasi, operasional, pemeliharaan, sosial, risiko) dan efek dari siklus hidup keseluruhan. Manajemen aset adalah pendekatan sistematis karena mengoptimalkan nilai siklus hidup aset fisik menggunakan metodologi tertentu, terstruktur dan proses bisnis yang direncanakan. Dengan demikian manajemen aset adalah strategi manajemen untuk efektivitas biaya jangka panjang. Manajemen aset dinamis karena mencakup pemantauan kinerja, umpan balik dan perbaikan berkelanjutan dari manajemen aset. 19 2.2.2 Sasaran Manajemen Aset mencapai kecocokan/kesesuaian sebaik mungkin antara aset dengan strategi pengujian kritikal dari penggunaan-penggunaan aset. Dengan demikian, suatu aset dapat diketahui apakah sesuai dengan strategi penyediaan pelayanan atau tidak karena adanya manajemen aset. Hal yang mendasari hal ini adalah bahwa aset ada untuk mendukung penyediaan layanan. 2.2.3 Tujuan Manajemen Aset Menurut Siregar (2004:198), tujuan utama manajemen aset ada 3, yaitu: 1) Efisiensi pemanfaatan dan pemilikan Pengelolaan yang baik membuat pemanfaatan aset optimal ataupun maksimal. Aset yang dikelola dapat digunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi), serta dimanfaatkan secara efektif dan efisien sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. 2) Terjaga nilai ekonomis dan potensi yang dimiliki Nilai ekonomis suatu aset akan terjaga apabila aset dikelola dengan baik. Potensi yang dimiliki oleh aset akan memberikan keuntungan baik dari segi pendapatan maupun dari pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. 3) Objektivitas dalam pengawasan dan pengendalian peruntukan, penggunaan serta alih penguasaan. Pengelolaan aset yang baik membuat pengawasan lebih terarah sehingga peruntukan, penggunaan dan alih penguasaan aset akan tepat sesuai rencana. Selain itu, pengawasan bertujuan membantu pencapaian tujuan dari aset tersebut. Menurut Mitchell (2006), tujuan manajemen aset fisik secara khusus ada 3, yaitu: 20 1) Mempertahankan kepatuhan terhadap seluruh aspek keselamatan kerja, regulasi, dan lingkungan. 2) Mendapatkan nilai pencapaian bisnis terbesar melalui tingkat ketersediaan (availability) yang optimal, integritas teknik, kinerja operasional, efektifitas penggunaan modal dan biaya terendah untuk lingkup pasar, operasi, dan kondisi bisnis tertentu. 3) Menerapkan implementasi yang sistematik, didasarkan pada prioritas yang jelas dan implementasi oportunistik dari perbaikan optimal terhadap proses, cara kerja dan teknologi yang menentukan tingkat utilisasi, keefektifan dan keandalan aset fisik. 2.3 Pemeliharaan Dahulu, pemeliharaan mendapat sedikit pengakuan atas kontribusinya untuk mempertahanan kapasitas. Hal ini cenderung dilihat hanya sebagai biaya yang diperlukan dan tidak dapat dihindari. Bahkan pada tingkat departemen, manajer biasanya tidak melihat gambaran besar, mereka fokus hanya pada isu-isu departemental mereka. Sayangnya, pemeliharaan sering dipandang hanya dalam konteks menjaga biayanya turun. Kebanyakan administrator anggaran tidak sepenuhnya memahami pemeliharaan, hanya melihat dari angka biaya sebelumnya. Ketika biaya pemeliharaan dikurangi, perbaikan akhirnya menurun. Selain itu, output biasanya berkurang, dan risiko meningkat bila tidak ada waktu atau uang yang cukup untuk melakukan pekerjaan dengan benar pada kali pertama. Tentu saja, pandangan akuntansi adalah satu dimensi karena hanya melihat historis biaya. Bila mempertimbangkan nilai yang diberikan pemeliharaan, itu menjadi jauh lebih penting. Dengan mempertahankan kapasitas produksi dan meningkatkan kualitas keandalan, aset menghasilkan lebih banyak pendapatan dan mengurangi gangguan. Hal ini memerlukan aplikasi yang tepat dari pemeliharaan dan keandalan. Tentu saja, melakukan perawatan dengan benar berarti bersikap proaktif dan menerima beberapa jumlah munculnya downtime. Metode perawatan yang efektif diperlukan 21 untuk membuat penggunaan terbaik dari downtime dan informasi yang dikumpulkan. 2.3.1 Pengertian Pemeliharaan Menurut Duffuaa, Raouf, dan Campbell (1999) pemeliharaan the combination of activities by which equipment or a system is kept in, or restored to, a state in which it can perform its designed function (hal.1). Pemeliharaan merupakan kombinasi berbagai aktivitas untuk mempertahankan suatu peralatan atau sistem bekerja sesuai dengan fungsinya. Sedangkan menurut Heizer dan Barry adalah semua aktivitas yang terlibat dalam menjaga peralatan suatu sistem Umum Nomor: 24/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung mendefinisikan pemeliharaan bangunan gedung sebagai kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung beserta prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu laik fungsi (preventive maintenance). Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemeliharaan merupakan semua aktivitas yang dilakukan untuk menjaga atau mempertahankan peralatan dalam sistem atau untuk menjaga sistem itu sendiri agar dapat bekerja sesuai dengan fungsinya. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 063/U/1995 menjelaskan bahwa pemeliharaan benda cagar budaya meliputi perawatan dan pemugaran. Perawatan dilakukan melalui 4 (empat) cara, yaitu: 1) melakukan perawatan sehari-hari dengan menjaga kebersihan atau dengan pengawetan benda cagar budaya untuk mencegah pelapukan; 2) melakukan perbaikan kerusakan kecil; 3) menyimpan benda cagar budaya pada tempat yang tidak mengakibatkan benda cagar budaya tercemar atau rusak akibat pengaruh lingkungan; 22 4) memperhatikan faktor bahan, kondisi keterawatan dan nilai yang dikandungnya, apabila menempatkan benda cagar budaya pada ruangan terbuka. Pemugaran dapat berupa restorasi atau rekonstruksi atau rehabilitasi atau konsolidasi atau konservasi, sesuai dengan tingkat kerusakannya. Restorasi benda cagar budaya adalah suatu kegiatan pemugaran yang mengarah pada pekerjaan yang bersifat membongkar bangunan asli secara menyeluruh, tetapi tidak mengadakan penggantian bahan bangunan secara menyeluruh. Rekonstruksi adalah kegiatan penyusunan kembali struktur bangunan yang rusak/runtuh yang pada umumnya bahan-bahan bangunan yang asli sudah banyak yang hilang, dalam hal ini dapat menggunakan bahan-bahan bangunan yang baru tetapi harus sesuai dengan bahan aslinya. Rehabilitasi adalah satu bentuk pemugaran yang sifat pekerjaannya hanya memperbaiki bagian-bagian bangunan yang mengalami kerusakan, hal ini berlaku pada tingkat kerusakan yang kecil. Konsolidasi adalah pemugaran yang hanya bersifat memperkuat bagian bangunan yang rusak, kegiatannya hanya dilakukan di tempat-tempat tertentu saja dan tidak membongkar bangunan keseluruhan. (Marzuki, 2008). 2.3.2 Tujuan Pemeliharaan Menurut Campbell, Jardine, dan McGlynn (2011:90), tujuan pemeliharaan berfokus pada empat hasil bisnis kunci, yaitu: 1) untuk meningkatkan kualitas output aset, 2) untuk memastikan ketersediaan peralatan maksimum atau uptime, atau sebaliknya downtime minimal, 3) untuk meningkatkan siklus hidup aset yang optimal, dan 4) untuk memastikan lingkungan operasi yang aman bagi operator/ pekerja pemeliharaan serta lingkungan. Pemeliharaan meningkatkan kapasitas produksi dan mengurangi pengeluaran modal di masa depan dengan cara: 1) Memaksimalkan uptime. 23 2) Memaksimalkan akurasi yang menghasilkan toleransi spesifik atau tingkat kualitas. 3) Meminimalkan biaya per unit yang diproduksi. 4) Mempertahankan risiko praktik terendah dan terjangkau untuk hilangnya kapasitas produksi dan kualitas. 5) Mengurangi sebanyak mungkin resiko keamanan kepada karyawan dan masyarakat umum. 6) Memastikan risiko yang merugikan lingkungan serendah mungkin. 2.3.3 Pemeliharaan Preventif Menurut Duffuaa, Raouf, dan Campbell (1999), pemeliharaan preventif merupakan strategi melakukan pemeliharaan sebelum terjadi kerusakan, yakni dilakukan dengan terencana. Pemeliharaan preventif dilakukan untuk menjaga aset tetap dalam kondisi baik. Menurut Mitchell maintenance (2006) preventive maintenance tasks including inspection, service and/or replacement conducted at regular, scheduled intervals established statistical/anticipated to avoid lifetime failure based on average berdasarkan kondisi aset (condition based) dan dapat pula berdasarkan waktu penggunaan (time or use based). a. Pemeliharaan Preventif Berdasarkan Kondisi (Condition Based) Pemeliharaan preventif berdasarkan kondisi merupakan pemeliharaan yang dilakukan sesuai kondisi aset yang telah diperkirakan sebelumnya. Kondisi aset diketahui dari kegiatan monitoring terhadap parameter yang dapat mengetahui kondisi aset. Strategi ini dapat disebut juga dengan pemeliharaan prediktif. Mitchell (2006) menyatakan dalam bukunya bahwa pemeliharaan prediktif telah terbukti merupakan cara tepat yang dapat mengoptimalkan pemeliharaan dengan biaya minimal karena pemeliharaan dilakukan berdasarkan identifikasi kondisi mesin terlebih dahulu dan berdasarkan skala prioritas. 24 b. Pemeliharaan Preventif Berdasarkan Waktu Penggunaan (Time-Used Based) Pemeliharaan preventif berdasarkan waktu penggunaan dilakukan secara berkala atau dalam jarak waktu yang konstan. Strategi pemeliharaan ini membutuhkan perencanaan yang matang. Dalam menentukan frekuensi pemeliharaan dibutuhkan pengetahuan mengenai kerusakan yang biasa terjadi dan keandalan aset. 2.3.4 Manajemen Pemeliharaan Manajemen pemeliharaan merupakan suatu proses kegiatan/aktivitas yang dilakukan oleh suatu entitas dalam mengatur sumber daya sumber daya yang dimilikinya, secara efektif dan efisien, untuk menjaga atau mempertahankan peralatan dalam sistem atau untuk menjaga sistem itu sendiri agar dapat bekerja sesuai dengan fungsinya. Dalam pemeliharaan, manajemen berarti melakukan apa yang Anda katakan ketika Anda mengatakannya, melakukan tindakan korektif sebelum terjadi gangguan utama, menjaga perkiraan, menjaga anggaran, dan biaya operasi yang rendah dimana pelanggan mendapatkan kepuasan (Levitt, 2009). Manajemen pemeliharaan dan kehandalan merupakan faktor yang penting untuk meningkatkan profit, kepuasan pelanggan, dan dapat menjadi salah satu kompetensi inti perusahaan. Hal ini dapat diperoleh karena pemeliharaan dapat meningkatkan produktivitas, meminimalkan ketidakberoperasinya pabrik, meningkatkan dan menjaga kualitas, dan memenuhi permintaan pelanggan dengan tepat waktu (Heizer, 2006). Menurut Levitt (2009), ada banyak alasan untuk mengelola pemeliharaan, diantaranya sebagai berikut. 1) Mengelola pemeliharaan dapat mengurangi biaya jangka panjang. 2) Proses pemeliharaan tepat waktu yang dikelola dapat menjamin kapasitas. 3) Pemeliharaan yang dikelola mengurangi konsumsi semua sumber daya. 25 4) Pemeliharaan yang dikelola mengurangi jumlah dan keparahan peristiwa lingkungan. 5) Pengendalian biaya. 6) Manajemen pemeliharaan akan membantu menemukan tantangan yang kompetitif. 7) Manajemen pemeliharaan akan membantu melestarikan aset fisik. 8) Manajemen pemeliharaan dapat meningkatkan tingkat pelayanan yang dirasakan pengguna. 9) Manajemen pemeliharaan mempertimbangkan faktor kebakaran, kesehatan, dan keselamatan. 10) Dalam pemeliharaan bangunan, manajemen pemeliharaan akan meningkatkan arus kas. 11) Manajemen pemeliharaan dapat meningkatkan kualitas hidup. 12) Pemeliharaan yang baik juga dapat mengurangi denda pelanggaran kode, biaya asuransi, biaya kewajiban, vandalisme, hubungan masyarakat yang buruk, dan tindakan pihak lain yang beresiko terhadap perusahaan. 2.4 Standar Operasional Prosedur (SOP) Istilah standar operasional prosedur (SOP) sering digunakan untuk menggambarkan semua jenis prosedur operasi. Namun, SOP sebenarnya merupakan standar atau template dimana prosedur operasi peralatan dan unit khusus dapat dibuat (Sutton, 2010). Menurut Marimin, Tanjung, dan Prabowo (2006), SOP merupakan pedoman operasi standar dalam mengimplementasikan keputusan dalam suatu tindakan yang terstruktur dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemudian, berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 24 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur, yang dimaksud dengan standar operasional prosedur adalah serangkaian perintah tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan pelayanan. 26 SOP tidak hanya penting untuk menyaring informasi, tetapi juga untuk memastikan bahwa aliran informasi dirutinkan dan tersedia pada waktu yang tepat dan tempat yang tepat. SOP sangat penting untuk mencapai pelatihan yang tepat serta kinerja operasi dan pemeliharaan yang efisien. Menurut Center for Chemical Process Safety (2011), memahami unsur-unsur dalam panduan dan peraturan membantu untuk menghasilkan prosedur yang efektif yang akan membantu dalam mencapai keselamatan proses, lingkungan, dan tujuan kualitas. Ada banyak alasan mengapa perlu memahami persyaratan dan rekomendasi dari berbagai inisiatif dan peraturan yang meliputi prosedur operasi dan pemeliharaan tertulis, diantaranya: 1) Membantu mempertahankan keunggulan kompetitif. 2) Membuat sudut pandang bisnis yang baik dari keselamatan proses, kualitas, dan lingkungan. 3) Mencerminkan pemikiran terbaik tentang cara aman beroperasi dan mengelola fasilitas. 4) Mungkin diperlukan untuk memenuhi satu atau lebih peraturan pemerintah membutuhkan prosedur tertulis. 5) Mungkin diperlukan untuk sertifikasi yang diinginkan. Selain itu, menurut Mobley (2004), alasan dibuat SOP diantaranya: 1) Pendapat mungkin berbeda atas tindakan yang terbaik dalam situasi yang mempengaruhi pencapaian keseluruhan misi dan tujuan. 2) Keputusan dapat memiliki konsekuensi yang signifikan melebihi tingkat lokal di mana keputusan tersebut dibuat. 3) Pemilihan tindakan dapat mengakibatkan resiko yang tidak perlu, kontraproduktivitas, inefisiensi, atau konflik. 4) Kerjasama dan tindakan timbal balik pada bagian dari satu elemen organisasi diperlukan untuk memungkinkan elemen lain berfungsi secara efektif. 27 2.4.1 Jenis Standar Operasional Prosedur Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 24 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur, SOP di lingkungan pemerintah daerah terdiri dari: a. SOP Teknis SOP Teknis adalah standar prosedur yang sangat rinci dan bersifat teknis dan setiap prosedur diuraikan dengan teliti sehingga tidak ada kemungkinan-kemungkinan variasi lain. Dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan, SOP teknis dapat diterapkan pada bidangbidang antara lain: pemeliharaan sarana dan prasarana, pemeriksaan keuangan (auditing), kearsipan, korespondensi, dokumentasi, pelayananpelayanan kepada masyarakat, kepegawaian, dan lainnya. b. SOP Administratif SOP administratif adalah standar prosedur yang diperuntukkan bagi jenis-jenis pekerjaan yang bersifat administratif. Dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan lingkup makro, SOP adminsitratif dapat digunakan untuk proses-proses perencanaan, penganggaran dan lainnya, atau secara garis besar proses-proses dalam siklus penyelenggaraan administrasi pemerintahan. Dalam lingkup mikro. SOP administratif disusun untuk proses-proses administratif dalam operasional seluruh instansi pemerintah, mulai level unit organisasi yang paling kecil sampai pada level organisasi secara utuh, dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. 2.4.2 Prinsip Penyusunan Standar Operasional Prosedur Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 24 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur, penyusunan SOP sekurangkurangnya harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut: 28 1) Kemudahan dan kejelasan Yang dimaksud dengan prinsip kemudahan dan kejelasan yaitu prosedur yang distandarkan, mudah dimengerti dan diterapkan oleh pelaksana pelayanan. 2) Efektifitas dan efisiensi Prinsip efektifitas dan efisiensi yang dimaksud merupakan prosedur yang distandarkan secara efektif dan efisien dalam proses pelasanaan tugas. 3) Keselarasan Prinsip keselarasan yang dimasud merupakan prosedur yang distandarkan dan selaras dengan prosedur-prosedur standar lain yang terkait. 4) Keterukuran Yang dimaksud dengan prinsip keterukuran yaitu output dari prosedur yang distandarkan, mengandung standar kualitas (mutu) tertentu yang dapat diukur pencapaian keberhasilannya. 5) Dinamis Prinsip dinamis yang dimaksud merupakan prosedur yang distandarkan dengan cepat dapat disesuaikan dengan kebutuhan peningkatan kualitas pelayanan yang berkembang dalam penyelenggaraan pelayanan. 6) Berorientasi pada penerima pelayanan Prinsip berorientasi pada penerima pelayanan yang dimaksud merupakan prosedur yang distandarkan dengan mempertimbangkan kebutuhan penerima pelayanan sehingga dapat memberikan kepuasan. 7) Kepastian dan kepatuhan hukum Yang dimasud dengan prinsip kepastian dan kepatuhan hukum yaitu prosedur yang distandarkan harus ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sebagai sebuah produk hukum yang ditaati, dilaksanakan dan menjadi instrumen untuk melindungi pegawai dari kemungkinan tuntutan hukum, serta memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. 29 2.4.3 Metode Penulisan Standar Operasional Prosedur Laporan prosedur dapat mencakup latar belakang, prosedur, tujuan, tanggung jawab, lingkup, tindakan, dan definisi. Sementara prosedur yang penting untuk operasi yang efektif dan efisien dapat mencakup ukuran organisasi, manajemen, dan tingkat tanggung jawab pribadi, kesadaran, serta kompleksitas operasi, tingkat kekritisan proses, gaya profesional karyawan. Sedangkan menurut Gaspersz (2007), penulisan standar operasional prosedur dapat mengikuti metode penulisan prosedur dalam ISO 9001: 2000 yang meliputi tujuan, ruang lingkup, definisi, referensi, informasi umum, prosedur dan tanggung jawab, keadaan khusus, dokumentasi, dan lampiran. 1) Tujuan Bagian ini memuat tujuan dibuatnya standar operasional prosedur yang spesifik sesuai dengan kebutuhan unit kerja. 2) Ruang Lingkup Ruang lingkup berisi informasi kegunaan dan cakupan standar operasional prosedur. 3) Definisi Bagian ini berisi definisi-definisi atau istilah-istilah khusus yang perlu diketahui. 4) Referensi Referensi merupakan acuan atau rujukan yang digunakan untuk terlaksananya standar operasional prosedur yang bersangkutan. 5) Informasi Umum Berisi informasi umum yang berkaitan dengan standar operasional prosedur. 6) Prosedur dan Tanggung Jawab Berisi rincian tugas yang harus dilaksanakan dan personel terkait yang harus bertanggungjawab terhadap implementasi standar operasional prosedur tersebut. 30 7) Keadaan Khusus Berisi informasi mengenai keadaan-keadaan khusus yang berkaitan dengan standar operasional prosedur. 8) Dokumentasi Berisi dokumen-dokumen atau laporan yang dihasilkan dari standar operasional prosedur tersebut. 9) Lampiran Memuat lampiran-lampiran yang diperlukan untuk memperjelas standar operasional prosedur. Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 24 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur, format standar operasional prosedur adalah sebagai berikut. 1) Halaman judul 2) Informasi prosedur yang akan distandarkan, berisi: a) Nomor SOP Diisi dengan nomor SOP, yaitu (Nomor Komponen, Unit Kerja, Bagian, Nomor SOP). b) Tanggal pembuatan Diisi dengan tanggal pengesahan SOP. c) Tanggal revisi Diisi dengan tanggal SOP. d) Tanggal pengesahan Diisi dengan tanggal mulai berlaku. e) Disahkan oleh Diisi dengan jabatan yang berkompeten yang mengesahkan. f) Nama SOP Diisi dengan nama prosedur yang akan distandarkan. g) Dasar hukum Diisi dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar disusunnya SOP. 31 h) Kualifikasi pelaksana Diisi dengan penjelasan mengenai kualifikasi pegawai yang dibutuhkan dalam melaksanakan perannya pada prosedur yang distandarkan. i) Keterkaitan Diisi dengan penjelasan mengenai keterkaitan prosedur yang distandarkan dengan prosedur lain yang distandarkan. j) Peralatan/perlengkapan Diisi dengan penjelasan mengenai daftar peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan. k) Peringatan Diisi dengan penjelasan mengenai kemunginan-kemungkinan risiko yang akan timbul ketika prosedur dilaksanakan. Peringatan memberikan indikasi berbagai permasalahan yang mungkin muncul dan berada di luar kendali pelaksana ketika prosedur dilaksanakan berbagai dampak yang mungkin ditimbulkan. Dalam hal ini, dijelaskan pula bagaimana cara mengatasinya. l) Pencatatan dan pendataan Diisi dengan penjelasan mengenai berbagai hal yang perlu didata, dicatat, atau diparaf oleh setiap pegawai yang berperan dalam pelaksanaan prosedur yang telah distandarkan. m) Uraian prosedur Langkah kegiatan secara rinci dan sistematis dari prosedur yang distandarkan. n) Pelaksana Diisi dengan jabatan yang melakukan suatu proses/aktivitas. o) Kelengkapan Diisi dengan penjelasan mengenai daftar peralatan dan kelengkapan yang dibutuhkan. 32 p) Waktu Diisi dengan lama waktu yang dibutuhkan dalam melakukan suatu proses/kegiatan. q) Output Diisi dengan hasil/keluaran dari suatu proses/kegiatan. r) Pengesahan Diisi dengan nama dan tanda tangan Kepala SKPD. Penyusunan Standar Operasional Prosedur pada akhirnya akan mengarah pada terbentuknya diagram alir yang menggambarkan aliran aktifitas atau kegiatan masing-masing unit organisasi. Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 24 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur, untuk menggambarkan aliran aktifitas, digunakan simbol sebagaimana dijelaskan dalam Tabel 2.3. Simbol Tabel 2.3 Simbol dalam Diagram Alir Sebutan Definisi Simbol ini digunakan untuk menggambarkan Terminator awal/mulai dan akhir suatu bagan alir. Simbol ini digunakan untuk menggambarkan Proses proses pelaksanaan kegiatan. Simbol ini digunakan untuk menggambarkan Pengambilan keputusan yang harus dibuat dalam proses keputusan pelaksanaan kegiatan. Simbol ini digunakan untuk menggambarkan Dokumen semua jenis dokumen sebagai bukti pelaksanaan kegiatan. Penggandaan Simbol ini digunakan untuk menggambarkan penggandaan dari semua jenis dokumen. Dokumen Simbol ini digunakan untuk menggunakan Arsip manual semua jenis pengarsipan dokumen dalam bentuk kertas/manual. Simbol ini digunakan untuk menggambarkan File semua jenis penyimpanan dalam bentuk data/file. Simbol ini digunakan untuk menggambarkan Konektor perpindahan aktivitas dalam satu halaman. 33 Lanjutan Tabel 2.3 Simbol Sebutan Konektor Garis alir Definisi Simbol ini digunakan untuk menggambarkan perpindahan aktivitas dalam halaman yang berbeda. Simbol ini digunakan untuk menggambarkan arah proses pelaksanaan kegiatan. Sumber: Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 24 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur 34