pembenihan ikan patin

advertisement
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
PEMBENIHAN IKAN PATIN
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
PEMBENIHAN IKAN PATIN
KATA PENGANTAR
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional
memiliki peran yang penting dan strategis. Namun demikian, UMKM masih memiliki
kendala, baik untuk mendapatkan pembiayaan maupun untuk mengembangkan
usahanya. Dari sisi pembiayaan, masih banyak pelaku UMKM yang mengalami
kesulitan untuk mendapatkan akses kredit dari bank, baik karena kendala teknis,
misalnya tidak mempunyai/tidak cukup agunan, maupun kendala non teknis,
misalnya keterbatasan akses informasi ke perbankan. Dari sisi pengembangan
usaha, pelaku UMKM masih memiliki keterbatasan informasi mengenai pola
pembiayaan untuk komoditas tertentu. Di sisi lain, ternyata perbankan juga
membutuhkan informasi tentang komoditas yang potensial untuk dibiayai.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka menyediakan rujukan bagi
perbankan untuk meningkatkan pembiayaan terhadap UMKM serta menyediakan
informasi dan pengetahuan bagi UMKM yang bermaksud mengembangkan
usahanya, maka menjadi kebutuhan untuk penyediaan informasi pola pembiayaan
untuk komoditi potensial tersebut dalam bentuk model/pola pembiayaan komoditas
(Lending Model). Sampai saat ini, Bank Indonesia telah menghasilkan 112 judul
buku pola pembiayaan komoditi pertanian, industri dan perdagangan dengan
sistem pembiayaan konvensional dan 30 judul dengan sistem syariah. Dalam
upaya menyebarluaskan lending model tersebut kepada masyarakat maka buku
pola pembiayaan ini telah dimasukkan dalam website Sistem Informasi Terpadu
Pengembangan UKM (SI-PUK) yang terintegrasi dalam Data dan Informasi Bisnis
Indonesia (DIBI) dan dapat diakses melalui internet di alamat www.bi.go.id.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah bersedia membantu dan bekerjasama serta memberikan masukan selama
penyusunan buku lending model. Bagi pembaca yang ingin memberikan kritik,
saran dan masukan bagi kesempurnaan buku ini atau ingin mengajukan pertanyaan
terkait dengan buku ini dapat menghubungi:
i
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
Biro Pengembangan BPR dan UMKM
Tim Penelitian dan Pengembangan Perkreditan dan UMKM
Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta Pusat
Telp. (021) 381.8922 atau 381.7794
Fax. (021) 351.8951
Besar Harapan kami bahwa buku ini dapat melengkapi informasi tentang
pola pembiayaan komoditi potensial bagi perbankan dan sekaligus memperluas
replikasi pembiayaan terhadap UMKM pada komoditi tersebut.
ii
Jakarta,
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
November 2010
RINGKASAN POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
USAHA PEMBENIHAN IKAN LELE
No
UNSUR PEMBINAAN
URAIAN
1
Jenis usaha
Usaha Pembenihan Ikan Patin
2
Lokasi usaha
Kecamatan XIII Koto Kampar, Bangkinang dan
Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau
3
Dana yang digunakan
Investasi
Modal Kerja
Total 4
Sumber dana
a. Kredit (40%)
b. Modal Sendiri (60%)
5
Periode pembayaran kredit
6
Kelayakan usaha
A Periode proyek
B Produk utama
C Skala proyek
D Teknologi
E Pemasaran produk
7
Kriteria kelayakan usaha
NPV
IRR
Net B/C Ratio
Pay Back Period
BEP rata-rata
Penilaian
= Rp. 147.010.000
= Rp. 44.208.000
= Rp. 191.219.000
Rp. 94.170.400
Rp. 141.255.600
Suku Bunga per tahun = 14%
Jangka Waktu Kredit
= 3 tahun
Pengusaha melakukan angsuran pokok dan
angsuran bunga setiap bulan selama jangka
waktu kredit
4 tahun
Benih Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus)
Pendapatan per tahun : Rp. 149.600.000
Pemijahan buatan dan Pendederan
Pembudidaya/pembesaran ikan patin di lokal
kabupaten dan luar kabupaten dalam provinsi,
pedagang pengumpul untuk pasar antar
kabupaten
Rp. 54.092.039
28,94%
1,37
3,2 tahun
Rupiah
= Rp. 32.351.554
Benih Ikan Patin = 190.303 ekor
Layak dilaksanakan
iii
No
8
UNSUR PEMBINAAN
URAIAN
Analisis sensitivitas
(1)Kenaikan Biaya variabel 46%
Analisis Profitabilitas :
NPV
Rp. 39.164
IRR
14,11%
Net B/C Ratio
1,00
Pay Back Period
47,9 bulan (<4 tahun)
Penilaian
Layak
(2)Kenaikan Biaya variabel 47%
Analisis Profitabilitas :
NPV
(-) Rp. 786.422
IRR
13,78%
Net B/C Ratio
0,99
Pay Back Period
> 4 tahun
Penilaian
Tidak Layak
(3)Penurunan Pendapatan 12%
Analisis Profitabilitas :
NPV
Rp. 2.254.075
IRR
14,63%
Net B/C Ratio
1,02
Pay Back Period
47,6 bulan (< 4 tahun)
Penilaian
Layak
(4)Penurunan Pendapatan 13%
Analisis Profitabilitas :
iv
NPV
(-) Rp. 2.104.838
IRR
13,41%
Net B/C Ratio
0,99
Pay Back Period
>4 tahun
Penilaian
Tidak Layak
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
No
UNSUR PEMBINAAN
URAIAN
(5)Kombinasi Kenaikan Biaya Variabel 9% dan Penurunan Pendapatan 9%
Analisis Profitabilitas :
NPV
Rp. 4.732.363
IRR
15,32%
Net B/C Ratio
1,03
Pay Back Period
47,1 bulan (<4 tahun)
Penilaian
Layak
(6)Kombinasi Kenaikan Biaya Variabel 10% dan Penurunan Pendapatan
10%
Analisis Profitabilitas :
NPV
(-) Rp. 804.157
IRR
13,77%
Net B/C Ratio
0,99
Pay Back Period
>4 tahun
Penilaian
Tidak Layak
v
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... RINGKASAN .............................................................................................. DAFTAR ISI ................................................................................................ DAFTAR GAMBAR .................................................................................... DAFTAR FOTO .......................................................................................... DAFTAR TABEL . ........................................................................................ Hal
i
iii
vii
ix
ix
x
BAB I
PENDAHULUAN .......................................................................... 1
BAB II
PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN
2.1 Profil Pengusaha .................................................................. 2.2 Profil Usaha ......................................................................... 2.3 Pola Pembiayaan ................................................................. 9
10
12
BAB III ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
3.1 Aspek Pasar ......................................................................... 3.1.1 Permintaan ................................................................. 3.1.2 Penawaran ................................................................. 3.1.3 Analisis Persaingan dan Peluang Pasar ........................ 3.2 Aspek Pemasaran ................................................................ 3.2.1 Harga ......................................................................... 3.2.2 Jalur Pemasaran . ........................................................ 3.2.3 Kendala Pemasaran .................................................... 15
15
16
17
18
18
19
20
BAB IV ASPEK TEKNIS PRODUKSI
4.1 Lokasi Usaha ....................................................................... 4.2 Fasilitas Produksi dan Peralatan . .......................................... 4.3 Bahan Baku ......................................................................... 21
24
36
vii
4.4
4.5.
4.6
4.7
4.8
4.9
Tenaga Kerja ....................................................................... Teknologi ............................................................................ Proses Produksi . .................................................................. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi ......................................... Produksi Optimum . ............................................................. Kendala Produksi ................................................................. BAB V ASPEK KEUANGAN
5.1 Pemilihan Pola Usaha . ......................................................... 5.2 Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan................... 5.3 Komposisi dan Struktur Biaya Investasi dan
Biaya Operasional ................................................................ 5.3.1 Biaya Investasi ............................................................ 5.3.2 Biaya Operasional ....................................................... 5.4 Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja ......................... 5.5 Produksi dan Pendapatan .................................................... 5.6 Proyeksi Laba Rugi Usaha dan Break Even Point ................... 5.7 Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Usaha . ............................. 5.8 Analisis Sensitivitas .............................................................. 36
37
38
50
52
52
55
58
61
61
63
65
67
67
69
70
BAB VI ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN
6.1 Aspek Ekonomi dan Sosial .................................................. 6.2 Aspek Dampak Lingkungan ................................................. 75
75
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan ......................................................................... 7.2 Saran . ................................................................................. 77
79
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... DAFTAR ISTILAH ....................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN . ................................................................................ 81
83
91
viii
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Hal
1.1 Produksi Patin Indonesia dari Tahun 2004-2006
(Sumber: DKP, 2007) .................................................................... 2
3.1 Jalur Pemasaran Benih Patin . ........................................................ 19
4.1 Bagan Alir Proses Produksi Benih Ikan Patin . ................................. 51
DAFTAR FOTO
Foto
Hal
4.1 Model Kolam Pemeliharan Induk . ................................................. 30
4.2 Model Kolam/Bak Pengolahan Air ................................................. 31
4.3 Model Wadah Pemberokan Induk ................................................. 31
4.4 Model Bangsal (Panti Benih) . ........................................................ 32
4.5 Model Bak Penetasan dan Pemeliharaan Larva .............................. 33
4.6 Model Wadah Penetasan Artemia ................................................. 33
4.7 Sarana dan Peralatan Pembenihan Patin . ...................................... 35
4.8 Induk Patin Hasil Seleksi dan Ovaprim ........................................... 37
4.9 Ciri-ciri Induk Patin yang Matang Gonad . ..................................... 40
4.10 Proses Pemijahan Ikan Patin .......................................................... 42
4.11 Alat Bantu dan Proses Penetasan Telur . ........................................ 43
4.12 Corong Penetasan Telur . .............................................................. 43
ix
DAFTAR TABEL
Tabel
Hal
1.1 Produksi Budidaya Perikanan Berdasarkan Jenis Ikan
di Kabupaten Kampar Tahun 2008-2009 ......................................... 5
1.2 Produksi UPR/UKR Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten
Kampar Tahun 2008 dan 2009 ........................................................ 6
1.3 Produksi BBI Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten
Kampar Tahun 2008 dan 2009 ........................................................ 7
3.1 Perkembangan Harga Benih Patin Siam . .......................................... 18
4.1 Kisaran Kualitas Air untuk Pembenihan Patin Siam ........................... 22
4.2 Fasilitas Produksi dan Peralatan dalam Pembenihan Patin ................. 24
4.3 Komposisi Pakan Buatan untuk Indukan Patin .................................. 39
4.4 Jenis Pakan Berdasarkan Umur dalam Pemeliharaan
Benih Patin Siam .............................................................................. 44
5.1 Asumsi untuk Analisis Keuangan . .................................................... 59
5.2 Komposisi Biaya Investasi ................................................................. 61
5.3 Komposisi Biaya Operasional . .......................................................... 63
5.4 Komponen dan Struktur Biaya ......................................................... 66
5.5 Perhitungan Angsuran Kredit ........................................................... 66
5.6 Proyeksi Produksi dan Pendapatan ................................................... 67
5.7 Proyeksi Pendapatan dan Laba Rugi Usaha . ..................................... 68
5.8 Rata-rata Laba Rugi dan BEP Usaha . ................................................ 69
5.9 Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Patin .......................................... 70
5.10 Analisis Sensitivitas Biaya Variabel Naik ............................................ 71
5.11 Analisis Sensitivitas Pendapatan Turun ............................................. 72
5.12 Analisis Sensitivitas Kombinasi . ........................................................ 73
x
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
BAB I
PENDAHULUAN
Ikan patin (Pangasius spp.) merupakan salah satu komoditi perikanan
yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Permintaan lokal dan ekspor ikan patin
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena daging ikan
patin memiliki kandungan kalori dan protein yang cukup tinggi, rasa dagingnya
khas, enak, lezat, dan gurih. Ikan ini dinilai lebih aman untuk kesehatan karena
kadar kolesterolnya rendah dibandingkan dengan daging ternak. Keunggulan ini
menjadikan patin sebagai salah satu primadona perikanan tawar.
Ikan patin adalah ikan perairan tawar yang termasuk ke dalam famili
pangasidae dengan nama umum adalah catfish. Populasi di alam ditemukan di
sungai-sungai besar di daerah Sumatera, Kalimantan, dan sebagian di Jawa. Di
daerah penyebarannya tersebut di Indonesia, terdapat sekitar 14 jenis ikan patin,
termasuk ikan patin siam (Slembrouck et al., 2005). Selain di Indonesia, ikan patin
juga banyak ditemukan di kawasan Asia seperti di Vietnam, Thailand, dan China.
Diantara beberapa jenis patin tersebut, yang telah berhasil dibudidayakan, baik
dalam pembenihan maupun pembesaran dalam skala usaha mikro, kecil, dan
menengah adalah 2 spesies, yakni ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus;
nama latin sebelumnya adalah P. sutchi) dan patin jambal (Pangasius djambal).
Patin siam mulai berhasil dipijahkan di Indonesia pada tahun 1981, sedangkan
patin jambal pada tahun 1997. Di samping itu terdapat patin hasil persilangan
(hibrida) antara patin siam betina dengan patin jambal jantan, yang dilakukan oleh
Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar (LRPTBPAT) dan
dikenal dengan “patin pasupati” (Pangasius sp.). Ketiga jenis ikan patin tersebut
mempunyai beberapa kelebihan dan kendala tersendiri dalam budidaya, baik dari
kegiatan pembenihan maupun pembesaran. Kendala yang relatif besar dihadapi
dalam pembenihan ikan adalah terhadap ikan patin jambal.
1
PENDAHULUAN
Sebagai salah satu primadona perikanan air tawar, masyarakat mulai
melakukan budidaya pembesaran patin, karena produksinya dari alam semakin
menurun. Perkembangan pembesaran patin di beberapa wilayah di Indonesia
mulai meningkat pada tahun 1990an. Meskipun demikian, pada dekade tersebut
pembenihan ikan patin masih terkonsentrasi di daerah Jawa Barat, khususnya
Sukabumi dan Bogor. Perkembangan yang pesat untuk kegiatan pembenihan
ikan patin dimulai tahun 2000an.
Wilayah produsen ikan patin di Indonesia meliputi Sumatera (terutama
Provinsi Riau, Jambi, Lampung, dan Sumatera Selatan), seluruh wilayah provinsi
di Kalimantan, dan Jawa (terutama Provinsi Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta).
Produksi ikan patin dari wilayah tersebut dari tahun 2004-2006 disajikan pada
Gambar 1.1. Produksi yang demikian berasal dari budidaya di kolam dan karamba.
Volume produksi yang tinggi di beberapa wilayah tersebut, tentu seiring dengan
kebutuhan benih, baik yang berasal dalam wilayah provinsi sendiri maupun dari
luar provinsi.
14
12
Produksi (Ton)
10
2004
8
2005
6
2006
4
2
Sumatera
Jawa
Kalbar
Kaltim
Kalteng
Kalsel
Lainnya
Jabar
Banten
DKI
Lainnya
Lampung
Jambi
Riau
0
Kalimantan
Provinsi
Gambar 1.1. Produksi Patin Indonesia dari Tahun 2004-2006 (Sumber: DKP, 2007)
2
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
Salah satu wilayah kegiatan produksi ikan air tawar di Indonesia pada
umumnya dan ikan patin pada khususnya, yaitu Provinsi Riau. Hal ini yang
menjadi salah satu pertimbangan bahwa penyusunan buku pola pembiayaan ini
dilakukan berdasarkan hasil survei di wilayah tersebut. Disamping itu, beberapa
wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Riau sudah ditetapkan sebagai Kawasan
Minapolitan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI dengan Surat Keputusan
Nomor Kep.32/MEN/2010, tertanggal 14 Mei 2010. Wilayah minapolitan Provinsi
Riau meliputi Kabupaten Kampar, Rokan Hulu, Bengkalis, Kota Dumai, Kuantan
Sengingi, dan Indragiri Hilir. Hal ini disebabkan karena pada umumnya wilayah
kabupaten dan kota tersebut merupakan wilayah kegiatan budidaya ikan air
tawar, kecuali Kabupaten Bengkalis yang merupakan wilayah kegiatan budidaya
air tawar dan payau. Disamping itu kegiatan budidaya air tawar juga terdapat di
Kota Pekanbaru dan Kabupaten Palalawan.
Seiring dengan kondisi tersebut di atas, jumlah Rumah Tangga Perikanan
(RTP) budidaya, tenaga kerja, dan lahan budidaya juga relatif banyak di wilayah
tersebut. Jumlah RTP dan tenaga kerja budidaya tawar pada tahun 2008 masingmasing mencapai 225 RTP dan 361 tenaga kerja. Jumlah RTP dan tenaga kerja
tertinggi terdapat di Kabupaten Kampar, masing-masing mencapai 56% dan
63% dari total yang terdapat di Provinsi Riau. Selanjutnya luas lahan budidaya air
tawar di Provinsi Riau pada tahun 2008 mencapai 143.569 m2 dengan jumlah dan
nilai produksi masing-masing 152.994 ton dan Rp 14 miliar. Produksi perikanan
budidaya tawar Provinsi Riau sekitar 75% berasal dari Kabupaten Kampar.
Meskipun demikian, luas area budidaya di Kabupaten Kampar hanya 3% atau
menempati urutan ke lima di Provinsi Riau (DKP-Riau, 2009).
Pembenihan merupakan salah satu bagian dari budidaya tawar selain
pembesaran. Unit pembenihan ikan air tawar di Provinsi Riau terdiri dari Unit
Pembenihan Rakyat (UPR) yang hampir 100% adalah milik perorangan serta
Balai Benih Ikan (BBI). Luas fasilitas pembenihan (Bak, kolam induk, dan kolam
pendederan) pada tahun 2008 mencapai 25.478 m2. Benih ikan air tawar yang
diproduksi diantaranya adalah ikan lele, patin, nila, mas, gurame, baung, dan
3
PENDAHULUAN
nilem. Produksi benih tertinggi adalah benih ikan lele, patin, dan nila yang pada
umumnya berasal dari Kabupaten Kampar. Benih hasil produksi UPR dan BBI
pada umumnya (±75%) dijual ke petani pembesar (DKP-Riau, 2009). Namun
demikian kebutuhan benih ikan air tawar di Provinsi Riau masih sangat tinggi.
Hal ini tampak bahwa volume penjualan benih lebih tinggi dari hasil produksinya.
Dengan demikian terdapat benih yang berasal dari luar dan diperdagangkan di
Provinsi Riau.
Dengan perkembangan perikanan budidaya tawar yang pesat di Kabupaten
Kampar sejak akhir tahun 1990an, maka Kabupaten Kampar (terutama wilayah
Kecamatan XIII Koto Kampar dan Kecamatan Kampar) ditetapkan sebagai
Kawasan Sentra Produksi (KSP) Budidaya Ikan di Provinsi Riau berdasarkan Surat
Keputusan Gubernur Provinsi Riau No. KPTS 99/II/2000, tertanggal 28 Februari
2000. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Perikanan (P2HP) No. Kep.69/DJ-P2HP/2007 tertanggal 5 Juni 2007, Kabupaten
Kampar merupakan “Lokasi Pengembangan Sentra Pengolahan Hasil Perikanan”,
dengan komoditinya adalah “nugget, kerupuk, dan selai ikan patin”.
Produksi ikan budidaya tawar di Kabupaten Kampar pada tahun 2009
adalah 23.150,61 ton dan mayoritas adalah ikan patin (sekitar 10.000 ton atau
±46%), ikan mas sekitar 4.500 ton (±19%), dan sisanya adalah ikan nila, lemak,
lele, gurami, baung, dan lain sebagainya (Tabel 1.1). Selanjutnya, produksi ikan
budidaya tersebut berasal dari budidaya di kolam seluas sekitar 700 ha dan karamba
seluas 7.000 ha. Budidaya ikan di kolam tersebar di seluruh wilayah kecamatan,
sedangkan budidaya dalam karamba terdapat paling tidak di 16 dari 20 kecamatan
dalam wilayah Kabupaten Kampar. Produksi tahun 2009 mengalami peningkatan
sebesar 19,96% dibanding dengan produksi tahun 2008.
4
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
Tabel 1.1. Produksi Budidaya Perikanan Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten
Kampar Tahun 2008-2009 (ton)
No
Jenis ikan
Tahun 2009
1.
Mas
4.461,45
2.
Patin
10.793,00
3.
Nila
2.103,97
4.
Bawal
812,87
5.
Gurami
876,78
6.
Lele
1.655,37
7.
Lemak
1.871,26
8.
Baung
501,26
9.
Lain-lain
74,65
Total Produksi 2009
23.150,61
Total Produksi 2008
19.297,77
Peningkatan (%)
19,96
Sumber : Disper Kampar, 2009
Usaha pembenihan dan pembesaran ikan patin adalah salah satu andalan
kegiatan budidaya air tawar di Provinsi Riau pada umumnya dan Kabupaten
Kampar pada khususnya. Kegiatan pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar
pada awalnya dilakukan oleh petani untuk memenuhi kebutuhan sendiri dalam
pembesaran ikan patin. Dengan bertambahnya jumlah pembudidaya untuk
pembesaran ikan patin, maka pasokan benih terasa mulai berkurang dan harganya
menjadi mahal. Untuk itu, pada tahun 2000 dan dengan dukungan pemerintah
daerah, para pembudidaya ikan patin menjadikan kegiatan pembenihan sebagai
suatu usaha guna menghasilkan benih ikan patin yang langsung dipasarkan kepada
5
PENDAHULUAN
pembudidaya pembesaran ikan patin secara lokal (di dalam dan luar wilayah
kabupaten) dan interinsular (di luar wilayah Provinsi Riau).
Pembenihan ikan air tawar di Kabupaten Kampar tersebar di 18 dari 20
kecamatan. Berdasarkan data Dinas Perikanan Kabupaten Kampar tahun 2009,
unit pembenihan yang banyak diantaranya adalah di Kecamatan Perhentian Raja
(25 unit); XIII Koto Kampar (21 unit); Kampar (8 unit); kemudian di Kecamatan
Bangkinang, Bangkinang Barat, dan Tambang masing-masing 6 unit. Di wilayah
kecamatan lainnya hanya berkisar antara 1- 4 unit.
Dari total produksi benih ikan air tawar di Kabupaten Kampar pada tahun
2009 (Tabel 1.2), produksi benih ikan tertinggi adalah ikan patin (±46%), kemudian
diikuti oleh ikan lele (±35%) dan sisanya adalah benih ikan nila hitam, mas, nila
merah, baung, dan gurami. Sedangkan produksi benih dari BBI Kabupaten Kampar
hanya sekitar 2,3 juta ekor pada tahun 2009 dan mengalami peningkatan hampir
200% dibanding tahun 2008. Volume produksi benih dari BBI yang tertinggi
adalah ikan nila (±50%), kemudian diikuti oleh benih ikan patin (±23%), dan
sisanya adalah benih ikan bawal tawar, mas, serta lele.
Tabel 1.2. Produksi UPR/UKR Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten Kampar
Tahun 2008 dan 2009
No
Jenis ikan
Tahun 2008
Peningkatan (%)
1.
Mas
2.785.534
3.025.176
8.60
2.
Patin
30.804.585
33.060.852
7.32
3.
Nila Merah
1.261.988
1.368.532
8.44
4.
Nila Hitam
7.879.933
8.355.248
6.03
5.
Baung
805.456
864.336
7.31
6.
Lele
23.358.212
25.137.772
7.62
7.
Gurami
225.592
216.084
-4.21
Jumlah
67.121.300
72.028.000
7,31
Sumber : Disper Kampar, 2009
6
Tahun 2009
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
Tabel 1.3. Produksi BBI Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten Kampar
Tahun 2008 dan 2009
No
Jenis ikan
Tahun 2008
Tahun 2009
Peningkatan (%)
1.
Mas
101.066
197.689
95.60
2.
Patin
124.355
544.854
338.14
3.
Nila
507.290
1.149.306
126.56
6.
Lele
32.340
124.166
283.94
7.
Bawal
30.520
319.999
948.49
Jumlah
795.571
2.336.016
193.63
Gurami
225.592
216.084
-4.21
Jumlah
67.121.300
72.028.000
7,31
7.
Sumber : Disper Kampar, 2009
Dari 98 UPR di Kabupaten Kampar, sekitar 15 UPR adalah UPR ikan patin
yang tersebar di 9 kecamatan, diantaranya adalah Kecamatan XIII Koto Kampar
dan Kampar masing-masing 4 UPR, kemudian di 7 kecamatan lainnya (Kecamatan
Bangkinang, Bangkinang Barat, Bangkinang Seberang, Tapung Hulu, Salo,
Tambang, dan Kampar Kiri), masing-masing satu unit UPR patin. Beberapa UPR
di Kecamatan Kampar, Tampang, dan Kampar Kiri juga mengkombinasikan
pembenihan patin dengan baung atau patin dengan lele. Sedangkan UPR lainnya
adalah kegiatan pembenihan ikan lele, nila hitam, mas, nila merah, baung, dan
gurami yang dilakukan secara mono dan multi species.
Pada umumnya para pembudidaya ikan patin di Kabupaten Kampar
tidak mengkhususkan usahanya pada kegiatan pembenihan, namun
mengkombinasikannya dengan pembesaran dan/atau pembuatan pakan ikan.
Produksi benih patin di setiap UPR berkisar antara 100.000-500.000 ekor benih
patin per-siklus dengan 6-12 siklus per-tahun. Benih ikan patin yang dominan
7
PENDAHULUAN
diminati konsumen adalah ukuran 1 - 2 inchi atau kategori P II (A) dengan harga
berkisar antara Rp.170,- s.d. Rp. 250 per-ekor.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan kajian tentang pola pembiayaan
pembenihan ikan patin yang diharapkan berguna sebagai salah satu referensi bank
dan masyarakat yang berminat mengembangkan usaha pembenihan ikan patin.
8
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
BAB II
PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN
2.1. Profil Pengusaha
Pengusaha pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar terdapat di 9
kecamatan, yaitu di Kecamatan XIII Koto Kampar, Kampar, Bangkinang, Bangkinang
Barat, Bangkinang Seberang, Tapung Hulu, Salo, Tambang, dan Kampar Kiri.
Pengusaha tersebut tergolong pengusaha mikro dan kecil, merupakan penduduk
asli setempat, berada dalam golongan usia produktif (39 - 50 tahun) dengan
pendidikan pada umumnya adalah SLTA - Sarjana. Usaha pembenihan ikan patin
tersebut merupakan sumber penghasilan utama mereka. Usaha sampingannya
adalah pembesaran dan/atau pengolahan ikan patin atau pembuatan pakan, dan
bahkan sebagai pedagang ikan (segar atau olahan) serta sebagian kecil melakukan
usaha pembenihan patin bersamaan dengan pembenihan ikan lele dan atau
baung.
Pengusaha pembenihan ikan patin di wilayah tersebut di atas telah
menguasai teknik budidaya dengan baik dan sesuai dengan arahan dari Dinas
Perikanan Kabupaten Kampar serta dukungan dari pemerintah daerah. Teknik
budidaya diperoleh dari berbagai sumber antara lain: (1) sebagai pegawai atau
buruh BBI atau Balai Penelitian Teknologi Pertanian (BPTP); (2) sebagai buruh UPR;
(3) tukar menukar pengalaman dengan sesama pengusaha pembenih ikan patin;
dan (4) penyuluhan dari Balai Benih Ikan Air Tawar Kabupaten Kampar.
Terdapat beberapa alasan dari para pengusaha dalam menjalankan usaha
pembenihan ikan patin, antara lain karena: (1) harga benih patin relatif baik dan
stabil; (2) secara ekonomis menguntungkan; (3) pemasaran sudah terjamin dan
sudah jelas pembelinya; bahkan sebelum benih mencapai ukuran jual sudah
ada yang memesan, karena banyak petani pembesaran ikan patin di lingkungan
wilayah kabupaten dan luar Kabupaten Kampar serta bahkan di luar Provinsi Riau,
9
PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN
sehingga permintaan pasar akan benih patin tergolong tinggi; (4) pengetahuan/
keterampilan sudah dikuasai atau teknologi pembenihan ikan patin sudah dikuasai;
(5) kondisi alam/potensi sumber daya dan ekologi wilayah mendukung; dan (6)
hobby. Selain itu, ditunjang oleh SDM yang mendukung, bahan baku berupa calon
induk banyak tersedia sehingga mudah diperoleh. Ikan patin merupakan komoditi
ekspor (terutama hasil olahannya dalam bentuk fillet, nugget, selai, dan kerupuk
ikan patin) serta adanya rencana pendirian pabrik fillet ikan patin yang didukung
oleh pemerintah daerah serta pihak swasta.
2.2. Profil Usaha
Pembenihan ikan patin umumnya dilakukan oleh perorangan dengan
mengadopsi teknologi yang berkembang dalam pembenihan ikan air tawar. Usaha
pembenihan ikan patin mulai berkembang di Kabupaten Kampar sejak tahun
2000 dengan jenis yang dibenihkan adalah patin siam (Pangasius hypophthalmus).
Disamping itu usaha ini merupakan usaha pokok keluarga dan sebagian besar
belum berbentuk badan hukum, tetapi memiliki Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP).
Lahan yang digunakan untuk pembenihan patin adalah lahan milik sendiri, baik
yang berada di sekitar rumah atau lahan pekarangan atau lahan yang terpisah sama
sekali dari lahan rumah. Namun demikian, beberapa pengusaha yang menjadi
responden menyewa kolam untuk pemeliharaan induk pada awal usahanya,
sedangkan panti benih berada di lahan milik sendiri. Dalam perkembangannya,
lahan untuk kolam induk yang disewa, pada akhirnya dibeli oleh pengusaha
tersebut.
Jenis usaha budidaya patin yang dijalankan mayoritas adalah gabungan
pembenihan dengan pembesaran. Beberapa pengusaha melakukan kegiatan
pembesaran patin hanya sebagai sampingan dengan kontribusi penghasilan sekitar
50% - 80% dari pembenihan dan 20% – 50% dari pembesaran. Dalam kegiatan
pembenihan patin dan untuk memproduksi benih berukuran 1 - 2 inchi, pengusaha
menghabiskan waktu sekitar 20-25 hari per-siklus dan dapat memproduksi
10
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
sekitar 6-12 siklus per-tahun. Waktu pemeliharaan tersebut terdiri dari 12-16 hari
untuk pemeliharaan di bak larva dan 8-12 hari di bak/kolam pendederan. Bak
pendederan juga dapat menggunakan bak pemeliharaan larva atau penetasan
telur. Untuk mendapatkan benih ukuran > 2 inchi, maka lama waktu pendederan
di bak/kolam pendederan sekitar 18 - 22 hari, sehingga jumlah total waktu yang
dibutuhkan kurang dari 40 hari per-siklus. Sedangkan untuk kegiatan pembesaran
membutuhkan waktu 6-8 bulan untuk mencapai ukuran 1 kg, sebagai ukuran
yang umum dipasarkan.
Usaha mikro dan kecil pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar pada
umumnya memiliki sarana/fasilitas pembenihan berupa: (1) kolam induk; (2) bak
atau kolam pengolahan air; (3) wadah isolasi/pemberokan induk; (4) bangsal
pembenihan (panti benih) yang terbuat dari bangunan permanen atau semi
permanen; (5) bak penetasan dan pemeliharaan larva/benih; (6) wadah penetasan
artemia sebagai pakan alami, dan (7) peralatan untuk meningkatkan suhu dan
oksigen media pemeliharaan larva/benih; serta (8) sarana dan peralatan penunjang
lainnya. Selain sarana dan fasilitas tersebut, dalam pembenihan patin dibutuhkan
bahan berupa indukan patin. Di Kabupaten Kampar umumnya pengusaha
pembenihan patin memiliki Induk Pokok (Parent Stock, PS) yang terdiri dari induk
patin betina dengan jumlah 80-200 ekor dengan bobot >3 kg/ekor, sedangkan
induk patin jantan berjumlah 60-100 dengan bobot >2 kg/ekor. Calon induk ini
dibeli dari petani pembesar, kemudian di rawat sendiri atau hasil pembesaran
sendiri oleh para pengusaha.
Pengusaha pembenihan patin di Kabupaten Kampar menggunakan jasa
tenaga kerja sebanyak 3 - 8 orang karyawan per-unit usaha dan 1 – 2 orang
berasal dari anggota keluarga. Upah karyawan berkisar antara Rp 1,5 – Rp 2 juta
per bulan, selain itu karyawan memperoleh bonus produksi dan tunjangan hari
raya (THR) sebesar 1 kali gaji.
Pengusaha yang menjadi model mempunyai pembukuan sederhana yang
cukup rapi dan tertib serta terkontrol, sehingga pembagian hasil usaha dapat
dihitung dengan jelas. Kesadaran perlunya pembukuan dapat ditimbulkan karena
11
PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN
adanya budaya untuk berlaku jujur diantara pekerja dan pengusaha serta karena
adanya pembinaan dari bank pemberi pembiayaan.
Usaha pembenihan ikan patin ini juga ditunjang dengan adanya kelompok
pembenih dan penangkar ikan patin yang bernama Asosiasi Pengusaha, Pembenih,
dan Penangkar Ikan Kampar (APPIK). Kelompok ini merupakan wadah bagi para
pembenih ikan patin dan ikan air tawar lainnya untuk membahas permasalahanpermasalahan dalam bahan dan teknologi pembenihan serta untuk menetukan
kesamaan harga pasar.
2.3. Pola Pembiayaan
Pola pembiayaan usaha pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar pada
awalnya berasal dari dana pengusaha sendiri (modal sendiri), baik sebagai dana
investasi maupun modal kerja atau biaya operasional. Selanjutnya pola pembiayaan
untuk pengembangan investasi dan biaya operasional berasal dari: (1) keuntungan
hasil usaha; (2) kredit bank (Channeling); dan (3). bantuan dari Dinas Perikanan.
Bantuan dari dinas dan kredit bank mempunyai proporsi yang berbeda antar
pengusaha.
Skim bantuan dari dinas adalah bantuan stimulus dari dana sosial dan hibah
untuk pemula. Bantuan ini diberikan kepada usaha perorangan dan kelompok
dan jika bantuan untuk kelompok hanya pada 1 desa dalam 1 kecamatan dan
maksimal 4-5 kelompok dalam setahun. Khusus untuk pembenihan patin, bantuan
dari dinas berupa pengadaan induk patin dan perbaikan sarana kolam atau fasilitas
pembenihan lainnya.
Selanjutnya skim pembiayaan budidaya patin, baik pembenihan maupun
pembesaran atau keduanya yang tersedia adalah skim kredit agribisnis dengan
jenis kredit modal kerja yang berasal dari dana bergulir pemda (Kredit Channeling)
yang ditempatkan di BPR. Kredit ini juga diberikan kepada perorangan untuk
pembudidaya ikan air tawar lainnya, pedagang bakulan, industri skala rumah
tangga (home industry) pakan ikan dan lain sebagainya di bidang agribisnis.
12
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
Hal ini sesuai dengan program pemerintah daerah berupa program sosial untuk
memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan taraf hidup masyarakat serta
potensi daerah.
Plafon kredit yang disediakan oleh BPR setempat untuk pembenihan ikan
maksimal Rp 50 juta dengan grace period 3 bulan, bunga 6%, dan jangka waktu
pengembalian selama 3 tahun. Hal ini disebabkan karena kredit pembiayaan
pembenihan ikan patin selama ini mempunyai performance yang lebih baik
dibanding usaha pembenihan lainnya. Untuk usaha lainnya seperti selai patin dan
usaha budidaya ikan dalam karamba, plafon kreditnya adalah Rp 25 juta. Namun
demikian, BPR ini juga mempunyai plafon kredit modal kerja yang lebih tinggi
sebagai kredit executing di bidang perikanan (misalnya Rp 150 juta) terhadap
usaha perikanan yang terintegrasi (misalnya kombinasi usaha perdagangan ikan
segar, pembesaran patin, dan pabrik pakan ikan skala home industry). Untuk
kredit sejenis ini, bunga ditetapkan sebesar 18%, grace period selama 3 bulan dan
jangka waktu pengembalian selama 4 tahun.
Persyaratan yang dibutuhkan untuk memperoleh kredit dari dana bergulir
(Channeling) yaitu ijin usaha, agunan berupa girik/sertifikat tanah/bangunan
dan atau BPKB kendaraan serta keterangan kelayakan usaha serta analisis usaha
berdasarkan hasil orientasi lapangan (on the spot) dengan metode Rapid Rural
Appraisal (RRA). Disamping itu, mengingat sumber dana kredit adalah dana
bergulir pemda, maka persyaratan lain yang diperlukan adalah rekomendasi dari
Dinas Perikanan sebagai instansi pemda yang bertugas dalam pembinaan dan
pengelolaan teknis usaha.
Jumlah pembiayaan yang disediakan melalui BPR ini dinilai pengusaha
pembudidaya ikan patin belum mencukupi untuk menutup biaya investasi dan
operasional. Sebagai contoh, salah seorang pembenih ikan patin, menyatakan
biaya yang diajukan ke bank untuk pembenihan ikan patin selama jangka waktu
2-3 tahun sebesar Rp. 300 juta dan jumlah dana kredit yang diberikan hanya
sebesar Rp. 50 juta.
13
PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN
Jenis kredit lainnya yang tersedia di Provinsi Riau pada umumnya dan
Kabupaten Kampar pada khususnya untuk sektor perikanan adalah kredit umum
perorangan dengan skim modal kerja dan plafon < Rp. 500 juta dari Perusahaan
Modal Ventura di daerah tersebut. Sumber dana kredit ini adalah dari Pemerintah
Provinsi Riau. Performance jenis kredit umum perorangan ini masih rendah untuk
sektor perikanan, karena adanya beberapa kendala yang dihadapi bank untuk
melakukan analisis pembiayaan. Namun demikian, salah seorang pengusaha
ikan patin yang terintegrasi (pembenihan, pembesaran, pembuatan pakan) di
Kabupaten Kampar, telah mendapat kredit ini sebanyak 2 kali dalam kurun waktu
5 tahun terakhir, dengan jumlah kredit masing-masing Rp. 265 juta dan Rp. 500
juta.
Kriteria yang menjadi pertimbangan bank dalam melakukan analisis
pembiayaan kepada nasabah adalah 5C, yaitu character (watak), capacity
(kemampuan membayar dari usaha yang dijalankan), capital (permodalan),
collateral (jaminan/agunan) dan condition (kondisi usaha: lokasi usaha, pemasaran,
pengalam kerja, aspek hukum, dan ekonomi usaha). Analisis pembiayaan dengan
prinsip 5C menekankan pada aspek karakter calon debitur. Namun mengingat
karakter usaha sulit dinilai, biasanya perbankan setempat (khususnya BPR dan
Perusahaan Modal Ventura) dalam pemberian kredit kepada sektor perikanan
pada umumnya dan kegiatan pembenihan patin pada khususnya, didasarkan pada
aspek kelayakan usaha (termasuk kinerja atau performance dan prospek usaha),
usaha lain yang mendukung serta jaminan. Disamping itu prospek pemasaran dan
sistem pembayaran dalam usaha juga tetap menjadi perhatian penting karena
aspek pemasaran diakui merupakan faktor penting yang mempengaruhi kelayakan
usaha
14
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
BAB III
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
3.1. Aspek Pasar
3.1.1. Permintaan
Permintaan terhadap benih ikan patin cenderung meningkat dari tahun ke
tahun seiring dengan perkembangan budidaya ikan patin yang semakin meluas
di beberapa wilayah di Indonesia, diantaranya di Riau, Jambi, Sumatera Selatan,
Lampung, Kalimantan Selatan, Jawa, dan Sumatera Barat. Di Kabupaten Kampar,
permintaan pasar terhadap benih ikan patin yang sangat besar diindikasikan
dengan banyaknya pesanan yang datang kepada para pembenih di daerah ini.
Benih yang banyak diminati atau dipasarkan adalah benih kelas tebar kategori
P II A (ukuran 1-2 inchi). Sementara itu permintaan benih kelas tebar kategori
P I (ukuran <1 inchi) dan P II B (ukuran 2-3 inchi) relatif sedikit, sehingga relatif
sedikit juga pengusaha pembenih yang membesarkan benih ikan patin di kolam
pendederan sampai ukuran >2-3 inchi. Permintaan tersebut cenderung masih
bersifat lokal (di dalam wilayah kabupaten atau provinsi) dan sebagian kecil dari
luar provinsi. Hal ini tampak dari data penjualan benih patin oleh pengusaha
pembenihan, bahwa sekitar 75-80% benih yang dijual adalah untuk memenuhi
kebutuhan petani pembesaran ikan patin di Kabupaten Kampar, sedangkan 1020% untuk memenuhi permintaan di luar kabupaten dalam wilayah Provinsi Riau
(Rokan Hulu, Palalawan, dan Kuantan Singingi) serta kurang dari 10% adalah
untuk memenuhi permintaan petani dari Provinsi Sumatera Barat.
Dengan memperhatikan perkembangan penjualan benih patin di Provinsi
Riau pada tahun 2008 yang mencapai 173,7 juta benih, permintaan benih patin
yang terbesar adalah dari Kabupaten Indragiri Hulu (100 juta benih), kemudian
disusul dengan Kabupaten Palalawan (57 juta benih), Kabupaten Kampar, Kota
15
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
Pekanbaru dan Dumai (DKP-Riau, 2009). Berdasarkan informasi yang diperoleh di
lapangan bahwa untuk memenuhi kebutuhan benih patin di Provinsi Riau, masih
dipasok dari Jawa Barat atau Jakarta dengan benih ukuran <1 inchi (benih kelas
tebar kategori P I). Benih tersebut dibesarkan terlebih dahulu oleh pedagang
penangkar menjadi ukuran 1-2 inchi (benih kelas tebar kategori P II A).
Permintaan pasar terhadap benih ikan patin diperkirakan akan semakin
meningkat dengan drastis di masa yang akan datang. Hal ini berkaitan
dengan program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tentang akselerasi
pembangunan perikanan tahun 2010-2014, bahwa produksi perikanan budidaya
tawar Nasional akan ditingkatkan menjadi 1,8 juta ton. Dari volume yang demikian,
sekitar 13% (237 ribu ton) diproyeksikan berasal dari Kabupaten Kampar. Sementara
itu, dari Kabuapaten Kampar sendiri diproyeksikan mayoritas adalah produksi ikan
patin sebagai salah satu andalan Provinsi Riau pada umumnya dan Kabupaten
Kampar pada khususnya. Dengan asumsi bahwa 80% benih patin digunakan di
wilayah Kabupaten Kampar dan dengan proyeksi produksi patin hasil pembesaran,
maka kebutuhan benih patin akan meningkat rata-rata sekitar 35% per-tahun.
Peningkatan ini belum termasuk untuk memenuhi kebutuhan permintaan dari luar
kabupaten, baik di dalam maupun di luar wilayah Provinsi Riau.
3.1.2. Penawaran
Dengan memperhatikan perkembangan produsi dan penjualan benih patin
di Provinsi Riau maka penawaran atau pemasok benih patin yang tertinggi adalah
dari Kabupaten Kampar (± 85%), kemudian diikuti dengan Kota Pekanbaru (±
10%) dan sisanya dari Kabupaten Palalawan, Kota Dumai, dan Indragiri Hulu
(DKP-Riau, 2009). Disamping itu terdapat pasokan benih patin di Provinsi Riau
yang berasal dari Jawa Barat, terutama patin siam dan patin pasupati.
Produksi benih patin dari Kabupaten Kampar pada tahun 2009 adalah
sekitar 33 juta benih atau 46% dari total produksi benih ikan perairan tawar
Kabupaten Kampar (Diskan Kampar, 2009). Penawaran benih dari hasil produksi
16
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
yang demikian masih dibawah permintaan, terutama di luar kabupaten di dalam
provinsi dan luar Provinsi Riau.
3.1.3. Analisis Persaingan dan Peluang Pasar
Persaingan diantara para pembenih pada umumnya tidak ada, karena masingmasing pembenih sudah memiliki pelanggan. Namun demikian persaingan akan
muncul dari pemasok benih dari luar Kabupaten Kampar atau luar Provinsi Riau
(benih dari Jawa Barat atau Jakarta). Persaingan tersebut berkaitan dengan kualitas
benih dan harga. Perbedaan harga terjadi pada tingkat pengusaha pembenihan
(produsen) dengan pedagang benih (penangkar benih) atau pedagang antar
kabupaten. Sebagai contoh, harga jual benih patin siam ukuran < 1 inchi di Bogor
dan Jakarta adalah < Rp 100/ekor. Benih ini di jual di Pekanbaru oleh penangkar
benih antara Rp 120 – Rp 130/ekor, sedangkan harga pasar benih ukuran tersebut
di Kabupaten Kampar sekitar Rp 150/ekor. Dengan demikian persaingan pasar
akan semakin dirasakan oleh pengusaha pembenih. Perbedaan harga lainnya
yang mungkin terjadi adalah terhadap pelanggan tetap produser dengan yang
bukan pelanggan dengan perbedaan harga tersebut sekitar 10% di bawah harga
minimal pasar.
Dalam mengatasi persaingan usaha tersebut, pengusaha pembenihan ikan
patin lebih cenderung memasarkan benih ukuran 1-2 inchi dengan harga antara
Rp 170 - Rp 250/ekor. Benih ukuran yang demikian relatif kuat dipelihara di kolam
pembesaran. Disamping itu, para pengusaha juga cenderung memberikan service
kepada pembeli atau pembudidaya dalam bentuk konsultasi pemeliharaan awal.
Bahkan ada pula yang memberi jaminan pengganti benih yang mati selama masa
pengangkutan dan pemeliharaan awal di kolam pembesaran dengan penambahan
jumlah sekitar 10% dari yang di beli atau di tebar.
Permintaan pasar akan benih patin masih belum terpenuhi seluruhnya
oleh pengusaha pembenih patin di Kabupaten Kampar dari produksi benih patin
yang dihasilkan. Pada tahun 2009 total permintaan benih patin 40 juta ekor
17
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
benih di Kabupaten Kampar, sedangkan produksi adalah 33 juta ekor benih. Hal
ini menunjukkan bahwa permintaan lebih besar dari pada produksi, sehingga
peluang pasar benih patin masih terbuka. Peluang pasar benih patin akan semakin
besar dengan adanya program pemerintah dalam meningkatkan produksi patin
di wilayah produser patin di Indonesia pada umumnya dan Provinsi Riau pada
khususnya.
3.2. Aspek Pemasaran
3.2.1. Harga
Berdasarkan informasi dari Dinas Perikanan Kabupaten Kampar, harga pasar
benih patin relatif stabil setiap tahunnya. Kenaikan harga terjadi pada tahun 2009
untuk setiap ukuran benih sebesar Rp 5,- s.d. Rp 25,- (Tabel 3.1). Harga benih
tersebut dapat turun sekitar 10% di tingkat produser (pengusaha pembenih). Dari
ketiga kelompok ukuran benih, konsumen lebih menyukai benih ukuran 1-2 inchi.
Hal ini terkait dengan harga dan daya tahan benih.
Tabel 3.1. Perkembangan Harga Benih Patin Siam
Jenis/Mutu/
Ukuran
Tahun dan harga jual benih/ekor (Rp)
2006
2007
2008
2009
2010
1 inchi
170
175
175
180
180
2 inchi
170
180
200
225
250
3 inchi
400
400
425
450
450
Sumber: Disper-Kampar (2010)
18
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
3.2.2. Jalur Pemasaran
Benih patin umumnya langsung dijual oleh pembenih ke pembudidaya ikan
yang ada di dalam kabupaten dan penangkar atau pedagang antar kabupaten
untuk di luar Kabupaten Kampar dan Provinsi Riau. Rantai pemasaran benih patin
dapat dilihat pada Gambar 3.1. Penjualan secara langsung tersebut mencapai sekitar
70-90% (rata-rata 80%), baik dengan cara pembeli datang langsung ke lokasi
pembenihan maupun pemesanan benih melalui telpon. Dengan demikian, harga
yang diterima produsen atau pengusaha pembenih rata-rata 85-90% dari harga
yang dibayarkan konsumen (pembudidaya pembesaran). Penerimaan pembenih
yang lebih rendah dari harga yang dibayarkan konsumen disebabkan karena biaya
transportasi untuk pengiriman benih ke lokasi konsumen atau penangkar.
Pengusaha pembenihan patin melakukan pemanenan benih, penghitungan,
dan pengepakan sendiri terhadap benih yang dijual. Selanjutnya dilakukan
pengiriman dengan sarana transportasi yang dimiliki pembenih ke lokasi konsumen.
Sedangkan biaya transportasi ke lokasi konsumen di luar provinsi, ditanggung oleh
pembeli atau pedagang benih antar provinsi tersebut.
Pembenih
Penangkar
Pedagang
antar
Kabupaten
Pembudidaya
ikan
Gambar 3.1. Jalur Pemasaran Benih Patin
19
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
3.2.3. Kendala Pemasaran
Sampai saat ini relatif tidak ada kendala yang dihadapi pengusaha pembenih
ikan patin di Kabupaten Kampar dalam hal dalam pemasaran benih patin,
bahkan produksi benih patin dengan permintaan pasar belum dapat terpenuhi
seluruhnya. Namun demikian, dalam kondisi tertentu, terjadi persaingan harga
yang kurang sehat antara pembenih dan atau disebabkan oleh penangkar dan
pedagang antar kabupaten/provinsi serta pedagang benih yang benihnya berasal
dari luar Provinsi Riau (benih dari Jawa Barat atau Jakarta). Untuk itu peran Asosiasi
Pengusaha, Pembenih dan Penangkar Ikan Kampar (APPIK) sangat penting dalam
mengendalikan hal ini.
20
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
BAB IV
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
Dalam budidaya ikan pada umumnya dan ikan patin pada khususnya
terdapat 3 (tiga) sub sistem pemeliharaan, yaitu pembenihan, pendederan, dan
pembesaran. Pembenihan ikan patin pada umumnya bersamaan dengan subsistem pendederan, baik pendederan di dalam bak dan kadang dikombinasikan
dengan pendederan di dalam kolam untuk mendapatkan benih kelas tebar kategori
P II A (ukuran 1-2 inchi) maupun hanya di dalam kolam untuk mendapatkan benih
kategori P II B (ukuran 2-3 inchi). Namun demikian ada pula kegiatan pendederan
yang hanya dilakukan di dalam bak pemeliharaan larva (tanpa menggunakan
kolam). Pembenihan adalah kegiatan pemeliharaan induk untuk menghasilkan
telur sampai dengan larva. Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan benih ikan
patin hasil pembenihan untuk mencapai ukuran tertentu dan sebagai masa adaptasi
sebelum dipelihara di tempat pembesaran. Agar dapat memperoleh produk benih
sesuai dengan target kuantitas dan kualitas yang diharapkan serta tepat waktu
sesuai dengan permintaan, maka dalam proses produksi benih ikan patin terdapat
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dan akan dijelaskan dalam uraian di
bawah ini.
4.1. Lokasi Usaha
4.1.1. Tanah dan Lahan
Tanah untuk lokasi pembenihan, terutama untuk kolam induk dan pendederan
yang menggunakan kolam tanah dapat dipilih dari lahan dengan tanah liat atau
lempung berpasir dan tidak poreus, berwarna coklat atau kehitaman, tingkat
keasaman (pH tanah) >6, dengan tekstur 50-60% liat atau liat berlempung, fraksi
pasir kurang dari 20%, dan sisanya serbuk bahan organik. Lokasi tersebut berada
21
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
di atas lahan stabil dengan kemiringan <10%, dekat dengan sumber air, bebas
dari segi gangguan bencana alam, gangguan pencemaran, gangguan keamanan,
dan gangguan predator (khususnya di kolam pendederan), serta mempunyai
aksessibilitas transportasi yang baik dengan mobil atau kendaraaan roda 4-6. Lahan
tersebut dapat berada di sekitar lahan pekarangan rumah di area permukiman
yang tergolong jarang dengan jarak lebih dari 10 m dari rumah atau di sekitar
lahan perkolaman atau persawahan atau lahan kebun/ladang tradisional.
4.1.2. Sumber Air
Air merupakan salah satu komponen penting dari proses produksi benih. Air
yang digunakan untuk kegiatan pembenihan berasal dari air tanah (sumur tanah
dangkal atau sumur bor) dan atau air permukaan (aliran mata air/anak sungai yang
dibendung, air sungai, air irigasi, dan bendungan), dengan kualitas yang layak atau
baik serta kuantitas yang mencukupi. Kisaran kualitas air untuk pembenihan patin
disajikan pada Tabel 4.1. Air sebaiknya dapat dialirkan dengan sistem gravitasi
dan ditampung terlebih dahulu dalam bak atau kolam penampungan, namun jika
tidak memungkinkan digunakan bantuan pompa.
Tabel 4.1. Kisaran Kualitas Air untuk Pembenihan Patin Siam
No.
Parameter kualitas air
1.
Suhu
2.
pH
3.
Nilai
°C
28 - 31
-
6,5 - 8
Oksigen terlarut
mg/l
>3
4.
Amoniak
mg/l
< 0,2
5.
Nitrit
mg/l
< 0,01
Sumber: LRPTBPAT (2007)
22
Satuan
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
Untuk pemeliharaan induk dapat menggunakan air sungai atau air irigasi
dengan kecerahan >30 cm, karena ikan patin tidak terlalu menyukai air yang
jernih. Namun demikian, untuk pembenihan patin jenis “Pasupati” membutuhkan
air yang relatif jernih dengan kadar oksigen yang tinggi pada pemeliharaan larva/
benih, pendederan, pembesaran dan/atau pemeliharan induk.
Pada penetasan telur dan pemeliharaan larva digunakan air yang bersih dan
jernih (air sumur, aliran mata air/air sungai) dengan pH sekitar 7 dan kadar besi yang
rendah. Jika menggunakan air sumber dengan pH yang relatif rendah, diperlukan
upaya perlakukan awal dengan pengapuran. Air tanah yang mengandung kadar
besi yang tinggi, sebaiknya tidak digunakan, dan jika digunakan memerlukan
perlakukan awal. Begitu juga halnya dengan air irigasi, bahwa perlakukan dengan
pengendapan dan cara penyaringan masih diperlukan, apabila kondisi air kurang
layak. Perlakuan terhadap air dengan pH yang rendah atau kadar besi yang relatif
tinggi serta perlakuan terhadap air irigasi yang kurang layak, tentu akan menambah
biaya produksi.
Para pembenih patin siam di Kabupaten Kampar, sebagian menggunakan
sistem pendederan dalam kolam dan sebagian menggunakan bak pemeliharaan
larva sebagai sarana pendederan. Pendederan di dalam bak pemeliharaan larva
dilakukan dengan mengurangi tingkat kepadatan dalam pemeliharan benih atau
sesuai dengan tingkat kepadatan di dalam kolam pendederan. Alasan pembenih
menggunakan bak pemeliharaan larva sebagai wadah pendederan, diantaranya
adalah untuk menekan kematian benih dari pemangsaan predator. Air sumber
yang digunakan untuk pendederan dalam kolam adalah air bersih yang dapat
berasal dari air sungai/bendungan.
Pengusaha pembenihan patin di Kabupaten Kampar sebagian besar
menggunakan sumber air dari sumur bor dengan kedalaman 15-25 m. Keasaman
(pH) air sumur bor ini pada umumnya adalah sekitar 5, sehingga diperlukan
perlakuan berupa treatment air. Air sumber untuk kolam induk digunakan air
sungai/bendungan dengan pH 5,5–6,5, sehingga diperlukan pengapuran tanah
kolam induk dan pendederan sebelum digunakan.
23
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
4.2. Fasilitas Produksi dan Peralatan
Fasilitas produksi dan peralatan yang dibutuhkan dalam pembenihan ikan
patin dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Fasilitas Produksi dan Peralatan dalam Pembenihan Patin
No.
Jenis
Keterangan
A.
Fasilitas Produksi
1.
Kolam induk/
Wadah
pemeliharaan
induk
24
Kolam air tenang yang berfungsi untuk perawatan calon
induk dan induk dasar;
Konstruksi tanah atau pematang beton; ukuran 100250 m2; kedalaman air 0,8-1,0 m; padat tebar 2-4
ekor/m2 untuk patin siam. Kemiringan kolam ke arah
pembuangan air sekitar 3%.
Untuk kolam induk dapat pula menggunakan:
a. Fence:
Konstruksi dari bambu atau kayu; ukuran 100-200
m2; kedalaman air 0,8-1,0 m, padat tebar 2 ekor/m2
untuk patin siam.
b. Karamba Jaring Apung (KJA)
Konstruksi terbuat dari kerangka bambu, kayu atau
besi. Ukuran minimal 4m x 4m x 4m, jaring terbuat
dari polyethyline, PE 210 D9 sampai D18, ukuran
mata jaring minimal 1 inchi. Padat tebar 3 ekor/m3
untuk patin siam.
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
No.
Jenis
Keterangan
2.
Wadah
treatment air
bersih
Digunakan untuk treatment air sumber kegiatan
pembenihan; umumnya digunakan oleh pengusaha
pembenihan ikan patin di Kab. Kampar, karena air sumber
berasal dari air sumur yang mempunyai pH relatif rendah
atau air sungai dengan pH rendah dan kekeruhan relatif
tinggi;
Konstruksi wadah dari beton atau kolam tanah; ukuran
disesuaikan dengan kebutuhan; terdiri dari kolam
penambahan kapur tohor (CaO) dan kolam sedimentasi
atau filtrasi serta kolam penampungan air bersih.
3.
Wadah
isolasi/
pemberokan
induk
Wadah isolasi ini berfungsi untuk pemberokan induk yang
telah diseleksi serta pemeliharan induk betina yang sudah
dilakukan penyuntikan; Wadah ini dapat terbuat dari
kontruksi kayu yang dilapisi plastik atau bagian dari kolam
induk yang di sekat dengan hapa (ukuran 3m x 2 m x 1 m
atau disesuaikan), namun mendapatkan kualitas air yang
baik yakni oksigen yang cukup (> 3 ppm) serta suhu air
normal (28-30 °C); Selama pemeliharaan induk dihindari
jangan sampai stres, misalnya akibat penanganan yang
tidak hati-hati atau gangguan dari pengaruh lingkungan.
Induk yang stres dapat mengakibatkan kegagalan dalam
ovulasi dan pemijahan.
25
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
No.
Jenis
Keterangan
4.
Bangunan/
panti
pembenihan
(Hatchery)
Untuk penempatan bak penetasan dan atau
pemeliharaan larva, wadah penetasan artemia sebagai
pakan alami serta peralatan lainnya; Bangunan ini
berupa bangunan permanen atau semi permanen. Jika
panti benih berupa bangunan tradisional, perlu dipasang
terpal untuk menutpi dinding dalam menjaga fluktuasi
suhu media pemeliharaan antara siang dan malam
hari. Bangun panti benih sebaiknya juga beratapkan
seng atau asbes dan pada beberapa bagian di pasang
seng plastik untuk membantu cahaya matahari masuk
ke dalam bangsal pembenihan; ukuran 120-300 m2;
Tinggi dinding bangunan ± 2–2,5 m dan tinggi total
bangunan ± 3,0–3,5 m.
5.
Bak
penetasan
dan
pemeliharaan
Untuk menetaskan telur ikan patin dan atau pembesaran
benih sampai ukuran 1 inchi.
Konstruksi bak dari kayu balok dan papan (misalnya
kayu meranti) berukuran 4m x 1m x 0,4 m (panjang
x lebar x tinggi) dengan dilapisi plastik tebal. Tinggi
bak secara keseluruhan 0,8 m dan digunakan untuk
menampung air dengan kedalaman 0,4 m. Bak ini
mempunyai 2 outlet guna sirkulasi air dan pengurasan
total. Ukuran bak ini dapat bervariasi, misalnya 8 x 1,4
x 0,4 m dan bak ini dapat pula menggunakan fiber.
Catatan: Pembenih patin siam di Kab. Kampar sebagian
menggunakan bak ini sebagai wadah pendederan
(pendederan I dan atau II A). Jika menggunakan bak
ini sebagai wadah pendederan I, maka penetasan telur
dilakukan dengan sistem corong.
26
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
No.
Jenis
Keterangan
6.
Wadah
penetasan
artemia
Untuk menetaskan cyste artemia, ukuran 15-20 L
(dapat menggunakan galon air mineral), jumlah 4-10
unit (dapat disesuaikan).
7.
Kolam
pendederan
Untuk adaptasi dan pembesaran benih mencapai
ukuran > 1 inchi (2-3 inchi). Konstruksi tanah; ukuran
100-200 m2; kedalaman air 0,5 - 0,8 m; jumlah 2-4
unit atau disesuaikan dengan kebutuhan.
Catatan: Kolam ini tidak selalu diperlukan oleh
sebagian pembenih patin siam di Kab. Kampar.
B.
Peralatan
1.
Hapa jaring 1
Untuk menghalau induk ke arah wadah pemeliharaan
yang lebih sempit dalam proses seleksi induk; bahan
waring dengan ukuran 20m x 1m (dapat disesuaikan);
jumlah 1-2 unit (disesuaikan)
2.
Hapa jaring 2
Untuk menangkap induk dalam proses seleksi; bahan
waring dengan ukuran 10m x 2m (disesuaikan); jumlah
1-2 unit (disesuaikan) dan hapa jaring ini tidak selalu
harus ada atau digunakan.
3.
Scop net/
Seser besar
dan kasar
Untuk menangkap induk dari kolam induk atau wadah
isolasi; ukuran disesuaikan; seser dapat dibuat dari
waring ataupun jaring nilon; jumlah 5 unit.
4.
Alat suntik
Untuk menyuntikan hormon (ovaprim) pada induk
patin; ukuran 2,5–3 mL; jumlah 2-5 unit (disesuaikan).
27
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
No.
Jenis
Keterangan
5.
Pompa air
Untuk memompakan air ke sistem aliran atau bak
treatment, bak penetasan dan pemeliharaan benih,
dan lain sebagainya. Jenis dan jumlah disesuaikan
dengan kebutuhan.
Catatan: Pembenih di Kab. Kampar membutuhkan
beberapa jenis dan kapasitas pompa air dengan jumlah
4-6 unit, diantaranya: pompa jet pump untuk air sumber
dari sumur bor ke bak/kolam treatment, pompa air dari
bak treatment ke bak/kolam penampungan, pompa
air dari bak/kolam penampungan air ke bak penetasan
dan pemeliharaan larva, pompa sirkulasi air panas.
6.
Sistem aliran
air
Untuk menyalurkan air bersih, air sistem resirkulasi atau
air panas dan pipa pembuangan air media pemeliharan
larva/benih melalui satu set sistem perpipaan (pipa
PVC dan slang plastik); ukuran dan jumlah disesuaikan
dengan kebutuhan.
7.
Hi-blow
Untuk menjaga kandungan oksigen dalam bak
penetasan dan pmeliharan larva/benih serta penetasan
artemia dengan komponen terdiri dari pipa PVC, slang
dan batu aerasi serta kran pengatur aerasi; jumlah 3-5
unit dan ukuran pipa dapat disesuaikan.
9.
Baskom/
piring besar
Untuk wadah pemijahan buatan, jumlah 3-5 unit
(dapat disesuaikan)
10.
Bulu ayam
Alat bantu pemijahan buatan; jumlah secukupnya
(dapat disesuaikan).
28
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
No.
Jenis
Keterangan
11.
Hapa jaring/
Trai (plankton
net) dengan
rangka kayu
reng.
Wadah untuk penempatan telur hasil pemijahan
buatan dalam proses penetasan; Ukuran 0,7m x 0,7m;
jumlah 30-60 unit (dapat disesuaikan).
Catatan: Trai ini tidak dugunakan jika penetasan telur
dengan sistem corong.
12.
Scop net/
Seser kecil
dan halus
Untuk menangkap benih patin, ukuran dan jumlah
disesuaikan dengan kebutuhan.
13.
Saringan
halus
Penyaring air yang ditempat di pipa pembuangan,
jumlah 20-50 unit (dapat disesuaikan).
14.
Termometer
Untuk mengukur suhu air
15.
pH meter/
Lakmus
Untuk mengukur pH air
16.
Dandang
alumunium
Untuk pemanas air dengan sistem resirkulasi dalam
meningkatkan suhu media pemeliharaan; kapasitas
60-80 L; jumlah 2-3 unit.
17.
Genset
Untuk sumber cadangan energi listrik; jumlah 1 unit,
kapasitas 3 KWH.
18.
DO meter/
Test kit air
Bersifat opsional: untuk mengukur
pemeliharaan induk, larva atau benih.
19.
Kateter/
Kanulator
Bersifat opsional: untuk pengecekan kondisi telur
dalam gonad ikan betina; jumlah 3 unit
20.
Timbangan
Bersifat opsional: untuk penimbangan induk
21.
Mikroskop
Bersifat opsional: Untuk pengamatan benih yang
terserang penyakit.
DO
media
29
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
Kolam induk atau perawatan induk pada umumnya adalah kolam tanah dan
dapat pula menggunakan kolam dengan pematang tembok. Kolam ini terdiri dari
2-4 unit atau 1 unit kolam yang dapat disekat dengan jaring pembatas menjadi 2-4
bagian dengan luasan masing-masing 100-250 m2 (Foto 4.1). Induk patin jantan
dan betina dapat dipelihara dalam kolam secara bersamaan atau secara terpisah
atau kolam yang sama yang diberi sekat secara terpisah, dengan padat penebaran
sekitar 2-4 ekor/m2. Pemberian sekat pemisah bukan hanya untuk memisahkan
pemeliharaan induk patin jantan dan betina, tetapi untuk mengurangi stres
induk pada saat seleksi di kolam induk; pemeliharaan calon induk dengan induk
(indukan yang sudah dipijahkan dan indukan yang belum dipijahkan), karena
induk jantan dan betina digunakan hanya sekitar 3-4 kali pemijahan dan setelah
itu dikategorikan sebagai induk afkir.
Foto 4.1. Model Kolam Pemeliharan Induk
Bak atau kolam pengolahan air tidak diperlukan apabila air sumber mempunyai
kualitas yang baik. Pengolahan air ini diperlukan jika menggunakan air sumur
bor atau air sumur tanah dangkal sebagai air sumber kegiatan pembenihan dan
mempunyai keasaman (pH) <6,5. Bak/kolam ini terdiri dari 3 unit dengan ukuran
yang disesuaikan dengan kebutuhan dan berupa kolam tanah atau bak beton
30
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
(Foto 4.2). Unit pertama digunakan untuk treatment air menggunakan kapur,
sehingga dapat meningkatkan pH air, kemudian unit kedua adalah bak filtrasi
dan unit ke tiga sebagai penampungan air bersih. Volume kapur yang digunakan
adalah sebanyak 5-30 kg/bulan.
Wadah isolasi/pemberokan induk yang telah diseleksi serta pemeliharan
induk betina yang sudah dilakukan penyuntikan merupakan kolam induk yang di
sekat dengan hapa (ukuran 3m x 2 m x 1 m atau disesuaikan) dan/atau bak dari
kontruksi kayu yang dilapisi plastik (Foto 4.3). Jumlah wadah isolasi/pemberokan
induk 2-3 unit untuk memisahkan indukan jantan dan betina.
Foto 4.2. Model Kolam/Bak Pengolahan Air
Foto 4.3. Model Wadah Pemberokan Induk
31
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
Bangsal pembenihan atau panti benih pada umumnya adalah bangunan
permanen (Foto 4.4) dengan ukuran yang bervariasi sesuai skala usaha atau target
produksi (ukuran 120-300 m2 atau disesuaikan). Namun demikian panti benih
dapat pula berupa bangunan semi permanen atau bangsal terbuka. Jika bangsal
pembenihan merupakan bangunan semi permanen atau bangsal terbuka, maka
dinding bangunan sebaiknya ditutup dengan terpal. Hal ini sangat berguna untuk
menjaga keseimbangan suhu media dan udara di dalam panti benih pada siang dan
malam hari serta hiegen lingkungan di dalam bangsal pembenihan dan keamanan.
Bangsal pembenihan berfungsi sebagai tempat bak penetasan patin, penetasan
Artemia, dan gudang.
Foto 4.4. Model Bangsal (Panti Benih)
Bak penetasan dan pemeliharaan larva yang terdapat di dalam panti benih,
difungsikan oleh sebagian pengusaha sebagai bak pemeliharaan benih (sampai
benih dijual atau dibesarkan di dalam kolam pembesaran). Pada umumnya bak ini
terbuat dari balok dan papan kayu meranti dan dilapisi dengan plastik tebal/karpet
plastik (Foto 4.5). Bak ini berukuran 4 x 1 x 0,8-1 m (kedalaman air sekitar 0,4 m)
dengan jumlah berkisar antara 10-25 unit per-pengusaha, tergantung skala usaha
atau target produksi benih (100.000-500.000 benih per-siklus per-pengusaha).
32
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
Jumlah larva yang dipelihara di dalam bak ini sekitar 20.000 - 30.000 ekor atau
sekitar 16 - 25 larva/liter.
Foto 4.5. Model Bak Penetasan dan Pemeliharaan Larva
Selanjutnya fasilitas pembenihan juga mempunyai wadah penetasan artemia
sebagai pakan alami. Wadah ini berukuran sekitar 20 liter dan menggunakan galon
air mineral dengan jumlah sekitar 4-10 unit (Foto 4.6).
Foto 4.6. Model Wadah Penetasan Artemia
33
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
Bak atau kolam pendederan tidak selalu digunakan atau dibutuhkan, kecuali:
(1) untuk adaptasi atau aklimatisasi benih selama beberapa hari di lingkungan
kolam dan mendapatkan asupan pakan buatan, sebelum benih tersebut di jual
atau digunakan sendiri di kolam pembesaran; (2) apabila ingin membesarkan
benih sampai ukuran sekitar 2 inchi atau lebih, karena beberapa konsumen benih
menginginkan benih dengan ukuran tersebut.
Usaha pembenihan juga dilengkapi dengan sarana untuk meningkatkan
suhu dan oksigen media pemeliharaan larva/benih. Sarana untuk meningkat suhu
pada umumnya secara semi-modern, yaitu memanaskan air di dalam dandang
alumunium dengan kayu bakar (Foto 4.7 A, B, C, D) atau kompor minyak tanah.
Dalam 1 siklus pembenihan menggunakan kayu bakar sebanyak 1 truk, sedangkan
minyak tanah sekitar 50-60 liter. Kegiatan ini dilakukan di luar panti benih dan
disalurkan dengan sistem resirkulasi ke dalam bak pemeliharaan larva melalui
sistem perpipaan dan menggunakan bantuan pompa air (Foto 4.7 E, F). Kapasitas
dandang pemanas ini sekitar 80 liter air dengan jumlah berkisar antara 2-3 unit.
Sedangkan untuk meningkatkan kandungan oksigen di dalam media pemeliharaan
larva digunakan Hi-blow mikro blower dengan 40-60 titik aerator per-blower (Foto
4.7 G). Untuk menjalankan mikro blower, diperlukan aliran listrik yang berasal dari
PLN atau menggunakan genset cadangan (Foto 4-7 H).
A
34
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
B
Pembenihan Ikan Patin
C
D
E
F
G
H
Foto 4.7. Sarana dan Peralatan Pembenihan Patin
35
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
4.3. Bahan Baku
Bahan yang diperlukan antara lain indukan patin jantan dan betina (Foto 4.8
A), hormon buatan dan yang dipergunakan saat ini adalah ovaprim (Foto 4.8 B),
pakan alami (artemia dan cacing sutera), pakan buatan untuk induk dan benih,
larutan fisiologis (larutan NaCl 0,9% atau larutan Ringer), garam dapur atau obatobatan untuk perawatan larva yang terkena penyakit, kapur untuk meningkatkan
pH air sumber yang rendah, kayu bakar atau minyak tanah untuk bahan bakar
pemanas air, solar untuk bahan bakar genset, dan lain sebagainya.
Untuk target produksi benih patin siam persiklus dengan jumlah lebih dari
100 ribu benih berukuran >1 inchi, dibutuhkan bahan berupa induk jantan dengan
jumlah 3-8 ekor yang berukuran > 2 kg/ekor dan betina 2-4 ekor dengan ukuran >
3 kg/ekor. Selanjutnya dibutuhkan ovaprim 10 ml, larutan fisiologis (NaCl 0,9%)
1-2 botol, artemia 3-10 kaleng, cacing rambut atau cacing sutera 160-800 kaleng
(@ 0,5 liter), pelet udang ukuran halus untuk pakan benih di bak pemeliharaan
dan pendederan sekitar 10-30 kg.
4.4. Tenaga Kerja
Jumlah tenaga kerja dalam usaha pembenihan patin tergantung kepada
skala usaha. Pada usaha pembenihan patin di Kabupaten Kampar menggunakan
tenaga kerja dengan jumlah 3-8 orang di setiap unit pembenihan.
36
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
Foto 4.8. Induk Patin Hasil Seleksi dan Ovaprim
4.5. Teknologi
Teknologi yang diterapkan dalam pembenihan patin yaitu pemijahan buatan
dan treatment air. Pemijahan buatan dilakukan karena patin (siam, djambal, dan
pasupati) dalam wadah budidaya sangat sulit untuk melakukan pemijahan secara
alami. Pemijahan buatan dilakukan dengan 2 metode yaitu sistem kering dan
sistem basah dan di Kabupaten Kampar umumnya dilakukan dengan sistem basah
atau kombinasi sistem basah dengan sistem kering. Teknik metode pembuahan
buatan yaitu:
a. Pembuahan sistem kering
Dalam sistem kering ini telur yang telah dikeluarkan dan ditampung dalam
wadah, kemudian dicampur dengan sperma yang baru/langsung dikeluarkan dari
induk jantan, kemudian dicampur dengan bulu ayam selama kurang lebih 1 menit.
Kemudian untuk aktifasi ditambahkan air yang kaya oksigen sambil diaduk-aduk
dengan bulu ayam. Selanjutnya dibilas dengan air segar beberapa kali, kemudian
ditetaskan.
37
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
b. Pembuahan sistem basah
Pada sistem basah ini, sebelum telur dikeluarkan terlebih dahulu dikeluarkan
sperma dari induk jantan dan ditampung dalam wadah dan diencerkan dengan
larutan NaCl fisiologis (larutan infus NaCl). Larutan tersebut selain berfungsi
sebagai pengencer juga berfungsi sebagai pengawet. Spermatozoa dapat tahan
hidup dalam larutan tersebut selama 12 – 24 jam pada suhu 5 – 10 °C.
4.6. Proses Produksi
4.6.1. Pengelolaan induk
Pengelolaan induk merupakan tahap awal untuk menghasilkan benih yang
berkualitas baik sehingga menentukan keberhasilan kegiatan pembenihan ikan.
Mutu induk yang baik ditunjang dengan pengelolaan yang tepat diharapkan dapat
menghasilkan benih dengan kualitas yang baik dan jumlah yang mencukupi.
Kriteria induk yang akan digunakan, antara lain berdasarkan bentuk fisik,
ukuran berat, umur, dan kesehatan. Induk betina yang layak dipijahkan telah
berumur 3 tahun dan beratnya telah mencapai >3 kg/ekor. Sedangkan induk
jantan yang siap dipijahkan telah berumur 2 tahun dan beratnya mencapai >2
kg/ekor. Induk yang akan dipijahkan harus sehat secara fisik, yaitu tidak terinfeksi
oleh penyakit, parasit, dan luka akibat benturan, pukulan, goresan, sayatan, dan
lain-lain.
Induk jantan dan betina dapat dipelihara bersama-sama pada satu kolam
atau bisa terpisah dengan kepadatan 2-4 ekor/m2. Induk sebaiknya dibuat dalam
beberapa kelompok dan dipelihara secara terpisah untuk dapat digunakan pada
proses pemijahan secara bergantian. Kolam pemeliharaan induk dapat berupa
kolam tanah atau tembok dan memiliki saluran pemasukan dan pengeluaran air.
Manajemen induk adalah salah satu mata rantai lain yang amat penting
dalam proses produksi benih ikan patin, selain menajemen air dan pemeliharaan
larva serta benih. Jumlah indukan yang dipelihara disesuaikan dengan skala usaha,
38
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
karena harus memperhitungkan kebutuhan jumlah dan luasan kolam indukan dan
biaya untuk pakan. Disamping itu, perlu dihindari terjadi lonjakan jumlah induk yang
matang gonad dan siap dipijahkan harus dalam periode tertentu atau sebaliknya,
sehingga menjadi kendala dalam kontinuitas produksi atau sarana yang tersedia
tidak memadai baik jumlah dan kapasitasnya dalam produksi. Pembenih patin di
Kabupaten Kampar mempunyai indukan jantan dan betina, masing berkisar antara
100-150 ekor jantan dan sekitar 200-250 ekor betina. Namun demikian, untuk
skala ekonomis, diperkirakan jumlah total indukan berkisar antara 100-120 ekor,
dengan proporsi jantan dan betina 1: 1,5 – 2 ekor. Disamping itu, pengaturan
ukuran indukan juga perlu menjadi pertimbangan, yaitu dengan ukuran berat yang
relatif mengikuti sebaran normal miring ke kiri, baik untuk induk jantan maupun
induk betina. Modus sebaran normal bobot indukan adalah sekitar 3 kg untuk
induk jantan dan 4 kg untuk induk betina.
Pakan yang diberikan berupa pakan buatan dengan kualitas yang baik dan
kuantitas yang mencukupi. Pakan harus memiliki kandungan protein 30 - 35%.
Pemberian pakan dilakukan setiap hari sebanyak 3% bobot biomas/hari dengan
frekuensi pemberian pakan 2 - 3 kali/hari. Komposisi pakan buatan untuk indukan
patin berdasarkan Badan Standarisasi Nasional (BSN) tahun 2009 dapat dilihat
pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Komposisi Pakan Buatan untuk Indukan Patin
No.
Komposisi
Satuan
Batas
Nilai
1.
Kadar air
%
maks
12
2.
Kadar protein
%
min
35
3.
Kadar lemak
%
min
7
4.
Kadar serat kasar
%
maks
8
5.
Kadar abu
%
maks
12
39
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
No.
Komposisi
Satuan
Batas
%
maks
0,20
a. Kapang
kol/g
maks
50
b. Salmonella
kol/g
c. Aflatoksin
μg/kg
maks
50
-
-
0
6.
Kadar Nitrogen bebas
7.
Cemaran mikroba/toksin
8.
Kandungan antibiotik
Nilai
Negatif
Sumber: BSN (2009)
4.6.2. Seleksi Induk
Pada umumnya, ciri induk jantan yang matang gonad adalah alat kelamin
(urogenital) membengkak dan berwarna merah tua (Foto 4.9 A). Apabila bagian
perut dekat lubang kelamin diurut akan mengeluarkan cairan putih kental (cairan
sperma). Sedangkan induk ikan betina yang telah matang gonad (Foto 4.9 B),
memiliki ciri-ciri yang ditunjukkan dengan papila membengkak dan berwarna
merah tua, selain itu perut membengkak ke arah belakang (ke arah genital).
A
B
A = Induk Jantan; B = Induk Betina (Sumber: LRPTBPAT, 2007)
Foto 4.9. Ciri-ciri Induk Patin yang Matang Gonad
40
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
4.6.3. Pemijahan
Induk yang akan dipijahkan diberok dahulu 1-2 malam di dalam wadah
isolasi induk untuk mengurangi kadar lemak pada saluran pengeluaran telur dan
membuang kotoran/feces. Pemijahan dilakukan secara buatan melalui pemberian
rangsangan hormon untuk proses pematangan akhir gonad, pengurutan untuk
proses pengeluaran telur dan pembuahan dengan mencampur sperma dan telur.
Hormon yang digunakan adalah ovaprim atau sejenisnya. Standar dosis ovaprim
yang diberikan untuk induk betina adalah 0,5 mL/kg sedangkan untuk jantan
adalah 0,2 mL/kg (bila diperlukan). Penyuntikan dilakukan sebanyak dua kali pada
bagian intramuskular dengan interval waktu penyuntikan pertama dan kedua
sekitar 6-12 jam. Penyuntikan pertama sebanyak 1/3 bagian dari dosis total dan
sisanya 2/3 bagian lagi diberikan pada penyuntikan kedua.
Setelah penyuntikan kedua, 6-8 jam kemudian dilakukan pengecekan
ovulasi induk. Pengecekan ini akan menentukan saat pengeluaran telur untuk
proses pembuahan. Bila pengeluaran telur dilakukan sebelum ovulasi (terlalu cepat
waktu), pengeluaran telur tidak akan lancar dan biasanya persentase keberhasilan
pembuahan akan kecil. Sedangkan bila terlalu lambat, pembuahan biasanya juga
gagal karena air sudah masuk ke dalam kantung telur yang menyebabkan lubang
mikrofil pada telur sudah tertutup. Pengecekan ovulasi dilakukan dengan cara
melakukan pengurutan pada bagian dekat urogenital secara pelan dan hati-hati.
Ovulasi sudah tercapai bila sudah ada sedikit telur yang keluar sehingga pengurutan
secara keseluruhan dapat dilanjutkan untuk proses pembuahan.
Proses pembuahan didahului dengan penyiapan sperma yang dikeluarkan
dari induk jantan. Sperma ditampung dalam wadah dan diencerkan dengan
larutan NaCl 0,9% (larutan infus) dengan perbandingan sekitar 1 : 100. Sperma
yang tercampur urine (air kencing ikan) sebaiknya tidak digunakan.
Selanjutnya telur dikeluarkan dengan melakukan pengurutan induk betina
secara hati-hati dan ditampung dalam wadah. Tetesan air dalam wadah atau
pada telur harus dihindari. Bila dikehendaki, pengurutan dapat dilakukan secara
41
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
berulang tapi dalam tenggang waktu yang relatif singkat. Telur yang sudah
ditampung ditambahkan dengan sperma dan diaduk secara merata. Untuk
memudahkan pencampuran telur dan sperma dapat diberi tambahan larutan
fisiologis secukupnya. Proses pemijahan ikan patin disajikan pada Foto 4.10.
Foto 4.10. Proses Pemijahan Ikan Patin (sumber: LRPTBPAT, 2007)
4.6.4. Penetasan Telur
Telur yang sudah dibuahi diletakkan di atas trai hapa jaring dalam bak
pembenihan yang sudah disiapkan terlebih dahulu (Foto 4.11). Jumlah trai hapa
jaring (0,7m x 0,7m) dalam bak penetasan 4m x 1m x 0,4m sekitar 2-4 unit. Hapa
jaring dilubangi di beberapa bagian yang berfungsi sebagai tempat keluar benih
patin yang menetas ke bak pembenihan. Aerasi yang cukup untuk menjamin
kandungan oksigen terlarut serta suhu perlu diperhatikan agar proses penetasan
42
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
telur berjalan secara optimal. Pada suhu 29–30 °C biasanya telur mulai menetas
setelah inkubasi 18-24 jam. Setelah proses penetasan selesai, hapa jaring diangkat
karena pada saat penetasan terdapat sisa cangkang telur yang dapat membusuk
dan menyebabkan bahan beracun bagi larva. Alternatif lain dalam penetasan telur
dapat menggunakan corong (Foto 4.12)
Foto 4.11. Alat Bantu dan Proses Penetasan Telur
Foto 4.12. Corong Penetasan Telur
43
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
4.6.5. Pemeliharaan Benih
a. Pemberian Pakan dan Pengaturan Kualitas Air
Benih ikan patin mempunyai sifat kanibal yang tinggi sehingga untuk
menghindarinya perlu diperhatikan waktu untuk pemberian pakan. Jenis pakan
untuk benih patin diberikan berdasarkan umur dari benih (Tabel 4.4). Pakan pertama
dapat diberikan sekitar 24 jam setelah menetas pada kisaran suhu pemeliharaan
29–30 °C. Pakan yang diberikan berupa Artemia. Penyiapan Artemia dilakukan
pada saat telur patin menetas, sehingga pakan Artemia diberikan pada saat benih
sudah berumur 1 hari.
Tabel 4.4. Jenis Pakan Berdasarkan Umur Dalam Pemeliharaan Benih Patin Siam
Umur larva (hari)
Jenis pakan
2-6
Artemia
7-15
Cacing sutera/Cacing rambut
> 15
Pelet
Pemberian pakan Artemia selanjutnya dapat dilakukan pada kisaran 4–5 jam
sekali. Pakan diberikan secara ad libitum atau secukupnya dengan memperhatikan
nafsu makan ikan. Penggantian pakan dari Artemia ke cacing rambut dapat
dilakukan mulai hari ketujuh dengan memperhatikan bukaan mulut larva. Bila
suplai cacing rambut tidak ada, pemberian pakan buatan masih mungkin dilakukan
dengan memberikan adaptasi secukupnya. Pada hari ke-16, larva patin sudah
dapat diberi pakan buatan.
Untuk menjaga kondisi kualitas air tetap baik dilakukan penyiponan setiap hari
terhadap kotoran atau sisa pakan yang mengendap di dasar wadah pemeliharaan.
Disamping itu dilakukan pergantian air media pemeliharaan sebanyak 30-50%
44
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
yang dimulai pada hari ketiga dengan air yang sesuai dengan kebutuhan hidup
larva. Tujuan dilakukannya penyiponan ini adalah untuk menghindari penumpukan
bahan organik yang berasal dari kotoran, larva yang mati atau sisa pakan yang
dapat mengakibatkan meningkatnya kandungan amoniak dalam air. Penyiponan
harus dilakukan setiap hari secara hati-hati. Pada saat dilakukan penyiponan, batu
aerasi diangkat agar sisa kotoran tidak teraduk yang dapat berakibat mengotori
badan air. Hal tersebut sering menyebabkan stres pada larva dan bahkan berakibat
fatal menyebabkan kematian larva. Pemeliharaan larva/benih di bak pembenihan
dapat dilakukan sampai umur minimal 16-18 hari sebelum dipindah ke dalam
kolam pendederan. Pertimbangan pemindahan pemeliharaan dapat disesuaikan
dengan kebutuhan.
b. Pengendalian Hama dan Penyakit
Secara prinsip lebih baik mencegah (preventif) dari pada mengobati (kuratif).
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk pencegahan penyakit :
(1) Menjaga kebersihan wadah pemeliharaan,
(2) Menjaga stabilitas suhu agar tetap panas antara 28-31°C,
(3) Pakan terbebas dari parasit dan jamur,
(4) Menjaga kondisi air agar tetap baik yang selalu bersih dari sisa pakan.
Di Kabupaten Kampar benih patin umumnya terkena penyakit white spot
berupa bintik pada tubuh ikan yang disebabkan oleh jamur. Benih yang terkena
penyakit oleh pembenih diberikan garam dapur untuk pengobatan.
Pada benih patin penyakit yang umum adalah bakteri, parasit dan jamur.
Obat dan cara pengobatan terhadap penyakit tersebut berbeda-beda. Alternatif
obat dan cara pengobatan untuk penyakit pada benih patin antara lain:
45
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
(1) Penyakit Bakteri
Bakteri yang umum menyerang benih ikan patin adalah bakteri Aeromonas
hydrophylla. Tanda-tanda penyakit bakteri antara lain:
• Permukaan tubuh ikan ada bagian-bagian yang berwarna merah darah
terutama pada bahagian dada, pangkal sirip dan perut,
• Selaput lendir berkurang, tidak licin,
• Di beberapa bagian tubu ikan kulitnya melepuh,
• Sirip rusak dan pecah-pecah,
• Insang rusak dan berwarna keputih-putihan sampai kebiru-biruan,
• Ikan lemah, hilang keseimbangan serta mudah ditangkap.
Cara pengobatan untuk penyakit bakteri yaitu:
(a) Pengobatan dengan PK
Bagi ikan yang keadaan infeksinya belum parah dapat diobati dengan
Kalium Permanganat (PK) dengan dosis 2 gram/m3. Cara pengobatannya
dengan Kalium Permanganat (PK) adalah sebagai berikut:
• Larutkan 2 gram PK ke dalam 1 liter air aduk sampai terlarut dengan
sempurna dan tebarkan pada wadah pemeliharan,
• Biarkan selama 30-60 menit dengan cara pengawasan terus
menerus,
• Apabila ikan memperlihatkan gejala keracunan, segera tambahkan air
segar ke dalam wadah pemeliharaan.
(b) Pengobatan dengan Oxytetracyclin (OTC)
Pengobatan dengan menggunakan Oxytetracyclin (OTC) sebanyak 5 gram/
m3. Cara pengobatannya dengan OTC adalah sebagai berikut:
(1)Larutkan 5 gram OTC kedalam 1 liter air sampai semua terlarut
sempurna,
(2)Tebarkan larutan tersebut ke dalam air pemeliharaan.
(3)Biarkan selama 3 jam, setelah itu tambahkan air segar,
(4)Apabila ikan belum sembuh bisa dilakukan pengobatan berulang
keesokan harinya dengan cara di atas sampai 3 kali pengobatan.
46
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
(2). Penyakit Parasiter
Penyakit parasiter yang umum menyerang benih ikan patin adalah
Ichthyopthirius multifilis atau disebut penyakit “Ich” atau disebut penyakit White
spot. Jenis penyakit ini sering muncul pada awal, akhir, dan selama musim hujan.
Tanda-tandanya adalah bahwa pada tubuh benih ikan patin terdapat bintik-bintik
putih, akan terlihat jelas di bawah mikroskop.
Cara Pengobatannya untuk penyakit parasiter yaitu:
(a) Pengobatan dengan garam dapur (NaCl)
Pengobatan terhadap benih patin yang terserang penyakit parasiter dengan
cara pemberian garam dapur (NaCl) pada media pemeliharaan larva/benih
serta menaikan suhu media. Cara pengobatannya dengan garam dapur
adalah sebagai berikut:
• Dosis pengobatan 1 ppt ( 1 kg/m3 air pemeliharaan benih). Larutkan
1 kg garam dapur ke dalam 2 liter air, kemudian aduk sampai
sempurna,
• Tebarkan larutan tadi ke dalam wadah pemeliharaan,
• Biarkan selama 1 jam dan lakukan pengawasan secara terus menerus.
Apabila benih ikan terlihat gelisah atau keracunan, segera tambahkan
air segar ke dalam media pemeliharaan,
• Apabila ikan belum sembuh, bisa dilakukan pengulangan pengobatan
dengan cara di atas.
(b) Pengobatan dengan Formalin.
Pengobatan dengan formalin menggunakan dosis 10 ml formalin teknis
per 1 m3 air wadah pemeliharaan benih patin. Formalin teknis merupakan
formalin dengan kadar 40%. Cara pengobatan dengan menggunakan
formalin sebagai berikut:
• Taburkan 10 ml formalin ke dalam 1 m3 air pemeliharaan, aduk sampai
merata,
• Biarkan selama 3 jam dalam pengawasan terus menerus, apabila
47
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
ikan tidak kuat segera tambahkan air segar ke dalam media
pemeliharaan,
• Apabila ikan belum sembuh, bisa dilakukan pengulangan pengobatan
dengan cara di atas.
(c) Pengobatan dengan Methylene blue
Buat larutan baku 1% (stock solution) yang terdiri dari 1 gram serbuk
Methylene blue dicampur dengan 100 cc air bersih. Selanjutnya campurkan
1-2 cc larutan tersebut untuk 1 liter air pemeliharaan kemudian diaduk
secara merata dan biarkan selama 24 jam. Apabila masih belum sembuh
bisa dilakukan pengobatan dengan cara diatas sampai 3 kali pengobatan.
4.6.6. Panen dan Penanganan Hasil
Panen merupakan masa akhir pemeliharaan. Panen benih dilakukan dengan
pertimbangan kebutuhan pasar atau telah tercapainya target ukuran. Sebelum
dilakukan pemanenan terlebih dahulu benih ikan patin dipuasakan (diberok) untuk
mengosongkan isi perutnya, sehingga tidak banyak kotoran yang dikeluarkan pada
saat pengangkutan. Lamanya pemuasaan disesuaikan dengan waktu tempuh
dalam transportasi. Untuk waktu tempuh 10 jam diperlukan pemuasaan minimal
24 jam.
Pengangkutan benih dapat dilakukan dengan 2 cara:
a. Sistem terbuka
Pengangkutan benih dengan sistem terbuka biasanya menggunakan drum
plastik berkapasitas 200 L. Untuk mempertahankan kandungan oksigen terlarut
perlu ditambahkan fasilitas aerasi. Kapasitas angkut benih ikan patin siam adalah
100 ekor/L air dengan lama waktu tempuh maksimal 10 jam.
Apabila lebih dari 10 jam perlu dilakukan penggantian air. Dalam
pengangkutan benih patin siam penambahan garam maksimal 5 ppt dan perlakuan
48
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
suhu dingin sangat membantu. Pengangkutan dengan sistem ini lebih cocok untuk
benih ukuran relatif besar ( ukuran >2 inchi).
b. Sistem tertutup
Pengangkutan sistem tertutup biasanya dengan menggunakan kantong
plastik yang diberi tambahan oksigen. Perbandingan oksigen dan air adalah 2 : 1.
Kapasitas angkut 50 g/L air untuk waktu tempuh maksimum 10 jam. Pengangkutan
dengan sistem ini lebih cocok untuk benih ukuran kecil (maksimum 1 inchi).
Pengusaha pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar melakukan
pengangkutan ikan dengan sistem tertutup dengan menggunakan plastik ukuran
50 x 60 cm (10 L). Padat penebaran benih patin 1000 ekor/plastik. Pengiriman
benih patin menggunakan angkutan darat. Untuk penjualan benih dalam
kabupaten, para pembenih umumnya tidak melakukan pemberokan pada benih,
sedangkan penjualan keluar kabupaten/propinsi benih diberok selama 2 hari.
Pengiriman dengan sistem ini mempunyai waktu tempuh 10 jam, dan kepadatan
benih dikurangi dalam kantong jika waktu tempuh lebih dari 10 jam.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengemasan benih ikan patin yaitu:
1. Ketersediaan atau pengadaan kantong plastik sesuai kebutuhan. Setiap
kantong dibuat rangkap untuk menghindari kebocoran.
2. Benih ikan ditangkap dengan serokan halus (sambil dilakukan
penghitungan), kemudian dimasukan kedalam kantong plastik tadi.
3. Satu persatu kantong diisi dengan oksigen murni (perbandingan air dengan
oksigen adalah 1 : 2), setelah itu segera diikat.
4. Kantong-kantong plastik berisi benih, dimasukkan kedalam kardus agar
benih tidak terkena cahaya matahari secara langsung.
5. Lama pengangkutan. Benih ikan patin dapat diangkut selama 10 jam
dengan tingkat kelangsungan hidup mencapai 98,67%. Jika jarak yang
hendak ditempuh memerlukan waktu yang lama maka satu- satunya cara
untuk menjamin agar ikan tersebut selamat adalah dengan mengurangi
jumlah benih ikan di dalam setiap kantong plastik.
49
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
6. Pengangkutan lebih baik dilakukan pada saat pagi dan sore hari atau pada
saat kondisi cuaca tidak panas. Cuaca yang panas akan meningkatkan
suhu air untuk pengangkutan benih yang dapat meningkatkan kematian
benih.
Secara ringkas, proses produksi benih patin disajikan pada Gambar 4.1.
4.7. Jumlah, Jenis, Mutu Produksi
Pembenih umumnya sudah memiliki target jumlah produksi. Berdasarkan
pengamatan di lapangan, produksi benih rata-rata satu siklus adalah 100.000
– 500.000 ekor benih patin. Proses produksi berlangsung dalam 1 - 1,3 bulan
persiklus. Benih ikan patin dijual dalam 3 kelompok ukuran yaitu <1 inchi (kategori
P I), 1- 2 inchi (kategori P II A), dan 2-3 inchi (kategori P II B). Persentase permintaan
benih kategori P II A sekitar 80-85%, sisanya benih kategori P II B atau P I.
50
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
•
•
•
•
Pengelolaan Induk
Jumlah, ukuran, dan proporsi indukan yang dipelihara
Pemberian pakan buatan dengan protein 30-35%.
Pengelolaan kualitas media pemeliharaan
Pengecekan induk ikan yang sakit atau terinfeksi
Seleksi Induk
• Minimalkan penyebab Stress indukan dan
induk yang diseleksi.
• Isolasi dan pemberokan 1-2 malam
Pemijahan
• Penyuntikan hormon ovaprim
• Stripping
• Pemijahan buatan
Penetasan Telur
• Penetasan di atas hapa dalam bak
larva/ Penetasan dengan corong
• Kepadatan & Hatching rate
Pemeliharaan Larva & Benih
• Pemberian pakan alami (Naupli artemia, Cacing sutera/Tubifex)
dari umur 2 -15 hari.
• Pemberian pakan buatan untuk benih berumur >15 hari
• Pengelolaan media pemeliharaan (penyiponan dari kotoran,
aerasi, sirkulasi air panas, dll.)
• Perawatan larva dan benih
• Padat penebaran dan Sintasan
Pendederan di kolam
• Persiapan dan pengelolaan air
• Pemberian pakan buatan
• Padat penebaran dan sintasan
Panen dan Penanganan Hasil
• Pemberokan dan pemanenan
• Penghitungan
• Packing dan pengangkutan.
Gambar 4.1. Bagan Alir Proses Produksi Benih Ikan Patin
51
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
4.8. Produksi Optimum
Jumlah produksi dipengaruhi oleh tingkat keberhasilan dari benih patin yang
menetas. Secara teknis berdasarkan skala usaha yang ada maka produksi optimum
benih patin dapat mencapai 200.000-700.000 ekor/siklus dengan 6-12 siklus/
tahun.
4.9. Kendala Produksi
Secara umum masalah atau titik kritis dalam proses produksi terjadi pada; (1)
manajemen induk; (2) manajemen air; (3) penetasan telur (4) pemeliharaan larva
dan benih, baik di bak pemeliharaan maupun di kolam pendederan. Sedangkan
permasalahan yang kadang dihadapi oleh pembenih patin di Kabupaten Kampar
saat ini adalah pH air tanah yang rendah, dan pemeliharaan larva/benih berkaitan
dengan penyakit pada musim hujan, pasokan pakan cacing sutera (Tubifex) yang
sering menjadi kendala atau harganya mahal (Rp. 9.000,- s.d. Rp. 10.000/kaleng;
@ 0,5 liter), sedangkan kebutuhan pembudidaya sekitar 150-500 kaleng/siklus.
Manajemen sangat penting dalam proses produksi pembenihan patin,
mulai dari pengaturan jumlah, ukuran, proporsi jantan dan betina yang dipelihara
serta pemeliharaan induk. Masalah indukan selama ini belum menjadi titik kritis,
terutama dari segi jumlah dan ukuran. Hal ini disebabkan karena tersedia calon
induk yang sangat memadai dari petani pembesar atau khusus pembesaran calon
induk. Disamping itu, para pembenih juga mempunyai kolam pembesaran yang
digunakan untuk pemeliharaan ikan untuk menjadi calon induk atau pemeliharan
calon induk untuk menjadi induk dasar.
Manajemen induk yang tidak kalah penting juga adalah pengaturan ukuran
dan jumlah dari calon induk dan induk produktif yang dipelihara. Disamping itu
pegaturan kolam pemeliharaan, sehingga induk induk tidak hanya ditempat di satu
kolam. Hal ini berguna untuk menekan stres pada induk pada saat dilakukannya
seleksi induk. Pengaturan kolam pemeliharaan juga dapat dilakukan dengan
52
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
pemisahan induk yang sudah beberapa kali pemijahan dengan induk yang belum
atau satu kali pemijhahan.
Selain pengaturan pemeliharaan, juga diperlukan pemberian pakan dengan
dengan protein tinggi. Hal ini untuk meningkatkan fekunditas dan periode matang
gonad serta mengurangi kandungan lemak dalam gonad. Dalam mengurangi
kandungan lemak dalam gonad, maka pakan induk sering ditambahkan Vitamin
E (VE) dengan pemberian 200 mg/kg induk dan dapat diberikan 1-2 kali perbulan.
Dengan demikian diharapkan hatching rate telur dari induk yang dipelihara dapat
meningkat.
Untuk mengatasi masalah air dengan sumber air tanah dengan pH yang
rendah atau air irigasi dengan kekeruhan relatif tinggi dan pH-nya juga rendah,
dilakukan dengan sistem pengolahan air sebagai air sumber kegiatan. Pengolahan
dilakukan dalam bak secara bertingkat, mulai dengan pemberian kapur tohor
(CaO), kemudian penyaringan dengan menggunakan lapisan ijuk dan arang serta
pengendapan.
Dalam mengatasi permasalahan penyakit di musim hujan, pembenih ikan
patin di Kabupaten Kampar menanganinya dengan satu atau kombinasi dari dua
teknik, yaitu dengan pemberian air garam ke dalam media pemeliharaan dengan
kadar 5 ppt atau meningkatkan suhu media pemeliharaan menjadi 30-31°C atau
kombinasi keduanya.
Untuk menangulangi masalah terhadap keterbatasan pasokan pakan alami
berupa cacing sutera, pembenih sering memperpanjang periode pemberian pakan
naupli artemia atau dengan mempercepat aplikasi pemberian pakan buatan.
Sedangkan upaya lain dapat dilakukan dengan menggunakan pakan alami berupa
Daphnia.
53
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
BAB V
ASPEK KEUANGAN
Analisa keuangan ini mempunyai tujuan untuk mengetahui kelayakan usaha
dari sisi keuangan, terutama kemampuan pengusaha untuk mengembalikan kredit
yang diperoleh dari bank. Dengan demikian diharapkan dapat dimanfaatkan
pengusaha dalam perencanaan dan pengelolaan usaha pembenihan ikan patin.
5.1. Pemilihan Pola Usaha
Pembenihan ikan patin siam mempunyai beberapa skala pola usaha, baik
ditinjau dari target atau realisasi produksi benih, proses produksi, jenis dan volume
sarana pembenihan, teknik penetasan telur, pemeliharaan larva dan benih serta
manajemen kualitas air. Sedangkan untuk pemijahan menggunakan teknologi
pemijahan buatan dengan penyuntikan hormon (misalnya ovaprim sebagai hormon
buatan), guna mestimulir terjadinya ovulasi, selanjutnya pemijahan dilakukan
melalui pemijahan buatan dengan cara stripping. Hal ini mengingat bahwa masih
sulitnya dilakukan pemijahan ikan patin secara alami.
Ditinjau dari proses produksi, perbedaan terjadi diantaranya adalah pada
manajemen air, karena air sumber kegiatan pembenihan ada yang berasal
dari sumur bor dan ada pula dari bendungan anak sungai atau irigasi. Dengan
terjadinya perbedaan tersebut, maka akan berbeda pula biaya investasi dan
operasional dalam proses pengadaan air untuk kegiatan, guna memperoleh
kualitas air yang baik sesuai dengan persyaratan dalam proses produksi benih.
Hal ini disebabkan karena kualitas air tanah dan air pemukaan secara umum
di Kabupaten Kampar mempunyai pH yang rendah. Begitu juga halnya dalam
menajemen air media pemeliharaan, terutama pengaturan suhu air di malam hari
dan atau penanggulangan terhadap penyakit. Air yang digunakan pada sistem
sirkulasi, peningkatan suhu media pemeliharaan berasal dari air yang dipanaskan
55
ASPEK KEUANGAN
di dalam dandang pemanas dan pemanasan air tersebut menggunakan bantuan
kayu bakar atau kompor minyak tanah.
Dalam hal manajemen induk, pemeliharaan induk dilakukan di dalam kolam
yang kecil dengan padat penebaran sangat tinggi (>5 ekor induk/m2), dan ada
pula dengan pola intensif (padat penebaran 3-5 ekor/m2) serta semi intensif (padat
penebaran 2-3 ekor/m2). Induk yang dipelihara juga bervariasi, baik dari segi
jumlah maupun ukuran (calon induk dan induk) serta ada pula yang memisahkan
pemeliharaan induk jantan dan betina.
Sarana dan fasilitas pembenihan juga bervariasi, mulai dari konstruksi
bangunan panti benih (hatchery) berupa banguan tradisional sampai bangunan
permanen serta variasi ukuran panti benih. Selanjutnya penetasan telur ada yang
menggunakan sistem corong dan adapula dengan sistem trai hapa. Sedangkan
bak pemeliharaan larva umumnya terbuat dari kayu yang dilapisi dengan plastik
tebal atau terpal dengan ukuran dan jumlah bak yang bervariasi. Bak pemeliharaan
larva ini ada pula yang difungsikan sebagai bak pendederan. Disamping itu ada
juga yang menggunakan bak fiber untuk pemeliharaan larva.
Benih yang dihasilkan juga bervariasi dari segi ukuran dan umumnya
mengikuti kriteria benih ikan patin siam kelas tebar, yaitu benih ukuran <1 inchi
(benih P I); ukuran 1 - 2 inchi (benih P II A), dan ukuran 2-3 inchi (benih P II B),
sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu SNI 01-6483.2-2000 dan SNI
01-6483.4-2000 (BSN, 2000a,b). Benih yang banyak diminati adalah ukuran 1-2
inchi. Produksi benih berkisar antara 100.000 – 500.000 ekor per-siklus dan 6-12
siklus per-tahun. Target produksi tersebut tentu sangat dipengaruhi oleh input
(jumlah induk yang dipelihara dan yang dipijahkan dalam satu siklus) serta ukuran
dan jumlah sarana pemeliharaan. Disamping itu akan terjadi pula perbedaan biaya
operasionalnya.
Untuk itu, dalam pemilihan pola usaha ini digunakan kriteria minimal bahwa
usaha tersebut bersifat ekonomis dan bankable. Kriteria yang digunakan dalam
pemilihan pola usaha adalah produksi benih, baik dari segi jumlah dan ukuran
benih yang dijual serta harganya sesuai dengan harga pasar yang berlaku saat
56
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
ini. Selanjutnya skala teknologi proses produksi adalah yang umum digunakan
dan dapat diadopsi oleh masyarakat serta sarana dan fasilitas yang sesuai sebagai
konsekwensi teknologi yang digunakan dan/atau kebutuhan dalam proses
produksi.
Berdasarkan pertimbangan kriteria di atas, maka pola usaha yang dipilih
dalam pembenihan ikan patin siam ini adalah:
(1) Produksi benih kategori P II A (ukuran 1-2 inchi) minimal adalah 110.000
ekor per-siklus dengan 8 siklus per-tahun atau produksi dan penjualan
benih >880.000 ekor per-tahun. Benih tersebut adalah benih patin
siam kelas sebar hasil pemeliharaan di dalam bak larva dan atau kolam
pendederan. Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi benih ukuran
1-2 inchi tersebut sekitar 25-35 hari per-siklus, sedangkan produksi 8
siklus per-tahun disebabkan karena induk ikan patin betina mempunyai
frekuensi tingkat kematangan gonad yang rendah pada musim kemarau,
sehingga menurun jumlah siklus produksi.
(2) Induk yang diperlukan untuk memproduksi benih yang demikian adalah
sekitar 1-2 ekor induk betina dengan berat 3-5 kg per-ekor dan 2-5 ekor
induk jantan dengan berat 2-4 kg per-ekor. Dengan menggunakan pakan
buatan berprotein tinggi (28-35%), maka satu induk betina ukuran tersebut
dapat menghasilkan telur (fekunditas) sekitar 150–500 ribu butir setiap
pemijahan dan dapat dipijahkan sekitar 2-3 kali dalam setahun dengan
umur produktif 2-3 tahun.
(3) Dalam menjaga kontinuitas produksi dan sesuai dengan kapasitas sarana
dan fasilitas serta perlatan, maka jumlah indukan secara keseluruhan
berkisar antara 100-120 ekor dengan proporsi jumlah jantan dan betina
adalah 1 : 1,5-2. Disamping itu, minimal tersedia 6-10 pasang induk dalam
kondisi usia produktif untuk memulai usaha.
(4) Penetasan telur hasil pemijahan dapat menggunakan trai atau corong,
dengan rata-rata tingkat keberhasilan penetasan (hatching rate) dan
sintasan/kelangsungan hidup (survival rate) masing-masing adalah 70%.
57
ASPEK KEUANGAN
(5) Fasilitas pembenihan dan luas lahan yang diperlukan dapat disesuaikan
serta status lahan adalah dibeli atau lahan milik sendiri, namun tetap
diberlakukan penilaian terhadap lahan.
5.2. Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan
Untuk analisis kelayakan usaha berdasarkan pola usaha yang dipilih sebagai
kriteria usaha yang ekonomis diperlukan adanya beberapa asumsi mengenai
parameter teknologi proses maupun biaya, sebagaimana terangkum dalam Tabel
5.1 dan Lampiran 1. Asumsi ini diperoleh berdasarkan kajian terhadap usaha
pembenihan ikan patin siam pada beberapa Usaha Perbenihan Rakyat (UPR) di
Kabupaten Kampar, diantaranya adalah: (1) Stanum Hatchery di Kelurahan
Langginang, Kecamatan Bangkinang; (2) Graha Pratama Fish Hatchery di Desa
Koto Masjid, Kecamatan XIII Koto Kampar; (3) Vagita Hatchery di Desa Padang
Mutung, Kecamatan Kampar. Disamping itu kajian ini juga berdasarkan informasi
yang diperoleh dari BBI dan Staf Dinas Perikanan Kabupaten Kampar serta referensi
lainnya.
Penentuan usia kegiatan pembenihan (periode proyek) selama 4 tahun
didasarkan atas pertimbangan investasi dan siklus produksi benih ikan patin.
Bangunan investasi sebenarnya mempunyai umur teknis yang lama (>10 tahun),
tetapi alat-alat produksi lainnya umurnya relatif pendek (rata-rata 4-5 tahun).
Harga benih ikan patin juga bervariasi, tergantung ukuran panjang benih. Pada
kajian ini, harga benih patin ukuran 1-2 inchi diasumsikan sebesar Rp 170 per
ekor, sebagai harga pasar atau harga yang sering terjadi di lapangan.
58
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
Tabel 5.1. Asumsi untuk Analisis Keuangan
No
Asumsi
1
Periode proyek
2
Periode pemeliharaan
a. Pemeliharaan larva dan benih di bak persiklus
Satuan Nilai / Jumlah
Tahun
ekor
4
50.000
b. Pemeliharaan benih di bak/kolam
pendederan per-siklus
%
35
3
Luas lahan
m2
800
4
Skala usaha
a Induk ikan patin
ekor
116.000
(1). Jumlah induk jantan yang dipijahkan
per-siklus
ekor
4
(2). Jumlah induk betina yang dipijahkan
per-siklus
ekor
2
(3). Bobot induk jantan per-ekor
kg
2-4
(4). Bobot induk betina per-ekor
kg
3-5
b. Jumlah minimal telur yang ditetaskan persiklus
c. Hatching rate
butir
%
230.000
70
d. Penebaran larva dan benih
(1). Padat penebaran di setiap bak larva
per-m3
ekor
20.000
(2). Padat penebaran di bak/kolam
pendederan per- m3
ekor
10.000
59
ASPEK KEUANGAN
No
9
Asumsi
Satuan Nilai / Jumlah
(3). Ukuran benih di bak larva
inchi
1
(4). Ukuran benih di bak/kolam
pendederan
inchi
1,5 - 2,2
e. Survival rate (SR) larva dan benih
%
70
(1). Siklus panen benih ukuran 1-2 inchi
per-tahun
kali
8
(2). Produksi benih ukuran 1-2 inchi persiklus
ekor
110.000
(3). Produksi benih ukuran 1-2 inchi pertahun
ekor
880.000
f. Produksi benih ukuran 1-2 inchi
5
Tenaga kerja
a. Jumlah tenaga kerja
orang
3
b. Upah tenaga kerja per-bulan
Rp.
1.750.000
6
Harga rata-rata penjualan benih ukuran >1
inchi per-ekor
Rp.
170
7
Suku Bunga per-tahun
%
14
8
Proporsi Modal
a. Kredit
%
40
b. Modal Sendiri
%
60
a. Investasi
Tahun
3
b. Modal Kerja
Tahun
3
9
60
Jangaka Waktu Kredit
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
5.3. Komponen dan Struktur Biaya
omponen biaya dalam analisis kelayakan usaha pembenihan ikan patin
K
dibedakan menjadi dua, yaitu biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi
adalah komponen biaya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dana awal
pendirian usaha yang meliputi lahan/areal usaha, pembuatan kolam induk dan
kolam pendederan (jika diperlukan), panti benih, peralatan dan sarana produksi.
Sedangkan biaya operasional adalah seluruh biaya yang harus dikeluarkan dalam
proses produksi.
5.3.1. Biaya Investasi
Untuk memulai usaha pembenihan ikan patin ini, biaya investasi yang
dibutuhkan untuk areal seluas 800 m2 adalah Rp 147.010.000 dengan komponen
terbesar adalah pembelian lahan usaha dan bangunan panti benih ikan patin.
Secara rinci, investasi pembenihan ikan patin ini disajikan dalam Tabel 5.2 dan
Lampiran 2.
Tabel 5.2. Komposisi Biaya Investasi
No
Komponen Biaya
1
Lahan
2
Perizinan dan Sertifikasi
3
Pembuatan kolam induk
(pematang tanah); 10 x 10
x 1,2 m (panjang x lebar x
tinggi)
Satuan
m2
Jumlah Harga per
Fisik
Satuan (Rp)
800
40.000
Jumlah
Biaya (Rp)
32.000.000
1.500.000
unit
3
4.000.000
12.000.000
61
ASPEK KEUANGAN
No
Komponen Biaya
Satuan
Jumlah Harga per
Fisik
Satuan (Rp)
Jumlah
Biaya (Rp)
4
Pembuatan kolam
pendederan (pematang
tanah); 12 x 10 x 0,8 m
unit
2
3.000.000
6.000.000
5
Hapa/Wadah pemberokan
induk; 3 x 2 m
unit
2
100.000
200.000
6
Panti benih (120 m2)
unit
1
45.000.000
45.000.000
7
Bak/kolam treatment air
unit
3
2.000.000
6.000.000
8
Bak pembenihan
unit
10
1.500.000
15.000.000
9
Wadah pakan alami
225.000
10 Pompa air
Unit
11 Sumur bor
Unit
1
2.500.000
2.500.000
12 Sistem perpipaan air
Unit
1
4.000.000
4.000.000
13 Sistem Aerasi
Unit
4.800.000
14 Alat tangkap
Unit
1.085.000
15 Alat pemijahan dan
penetasan
Unit
650.000
16 Alat dan sistem penunjang
Unit
5.250.000
17 Induk dan calon induk
Unit
6.800.000
Jumlah
62
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
4.000.000
147.010.000
Pembenihan Ikan Patin
5.3.2. Biaya Operasional
Secara umum, biaya operasional dalam usaha pembenihan ikan patin
dibedakan menjadi 2, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Total biaya tetap sebesar
Rp 48.000.000 pertahun, sedangkan biaya variabel sebesar Rp. 40.416.000,pertahun, total biaya operasional adalah Rp. 88.416.00,- per-tahun, dengan
asumsi bahwa pada tahun pertama hingga tahun ke empat usaha ini sudah dapat
beroperasi dengan kapasitas 100% (Tabel 5.3) Selengkapnya rincian kebutuhan
biaya tetap dan biaya variabel ditampilkan pada Lampiran 3 dan 4.
Tabel 5.3. Komposisi Biaya Operasional
No
Biaya per
satuan
(Rp)
Jumlah
biaya
1 bulan (Rp)
Jumlah
biaya
1 tahun (Rp)
8.000
960.000
7.680.000
3
400.000
1.200.000
9.600.000
kaleng
180
10.000
1.800.000
14.400.000
kg
10
1.500
15.000
120,000
3.215.000
25.720.000
15.000
120,000
Satuan
Jumlah
Fisik
kg
120
(1). Artemia
kaleng
(2). Cacing
rambut
Struktur biaya
A
Biaya Variabel
1
Pakan induk
2
Pakan larva dan
benih
a. Pakan alami
b. Pakan buatan
(pellet udang)
Sub jumlah
3
Pemijahan Induk
a. Jarum suntik
unit
2
7.500
63
ASPEK KEUANGAN
No
Struktur biaya
b. Hormon buatan
(Ovaprim)
c. Larutan fisiologis
Biaya per
satuan
(Rp)
Jumlah
biaya
1 bulan (Rp)
Jumlah
biaya
1 tahun (Rp)
1
200.000
200.000
1,600,000
2
10.000
20.000
160.000
235.000
1.880.000
Satuan
Jumlah
Fisik
botol
botol
Sub jumlah
4
Desinfektan
dan
Obat-Obatan
a. Kapur
kg
5
6.000
30.000
240.000
b. Garam
kg
10
1.200
12.000
96.000
kg
1
50.000
50.000
400.000
92.000
736.000
500.000
4.000.000
500.000
4.000.000
c. Obat-obatan
lainnya
Sub jumlah
5
Penunjang
a. Kayu bakar dan
atau Minyak
Rp./bln
1
500.000
tanah
Sub jumlah
6
Packing benih
a. Oksigen
b. Plastik kantong
tebal
tbg/
siklus
unit
Sub jumlah
Jumlah Biaya Variabel
64
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
0.5
100.000
50.000
400.000
100
2.000
200.000
1.600.000
250.000
2.000.000
5.052.000
40.416.000
Pembenihan Ikan Patin
No
Struktur biaya
B
Biaya Tetap
1
Listrik
2
3
Perawatan sarana
dan fasilitas
Tenaga kerja
Biaya per
satuan
(Rp)
Jumlah
biaya
1 bulan (Rp)
Jumlah
biaya
1 tahun (Rp)
1
250,000
250.000
2.000.000
Rp./bln
1
500,000
500.000
4.000.000
orang
3
1.750.000
5.250.000
42.000.000
6.000.000
48.000.000
11.052.000
88.416.000
Satuan
Jumlah
Fisik
Rp./bln
Jumlah Biaya Tetap
Jumlah Biaya Operasional
5.4. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja
Total kebutuhan biaya adalah sebesar Rp 235.426.000,- yang mana Rp
147.010.000,- adalah biaya investasi dan Rp 88.416.000,- adalah untuk modal
kerja. Biaya investasi tersebut diproyeksikan 40% atau sebesar Rp 58.804.000,diperoleh dari kredit perbankan dan sisanya dari modal sendiri. Kredit investasi ini
seluruhnya diterima pada masa konstruksi dengan jangka waktu pinjaman selama
3 tahun dan suku bunga 14% pertahun (Tabel 5.4).
Dengan asumsi dari skala usaha yang dipilih, maka modal kerja yang
dibutuhkan untuk memproduksi benih ikan patin adalah sebesar Rp 11.052.000,per-siklus. Agar proses produksi berjalan dengan baik, lancar, dan aman, maka
modal kerja adalah sama dengan biaya operasional dan over head cost untuk
8 (delapan) siklus produksi, sehingga modal kerja yang diperlukan adalah Rp
88.416.000,- Dari jumlah tersebut, sebesar 40% (Rp 35.366.400,-) diperoleh dari
kredit bank dengan jangka waktu pinjaman selama 3 tahun dan suku bunga 14%
pertahun. Penetapan jangka waktu kredit selama 3 tahun didasarkan atas hasil
wawancara dengan nara sumber pembenih ikan patin di lokasi kajian.
65
ASPEK KEUANGAN
Tabel 5.4. Komponen dan Struktur Biaya
No
1
Komponen Biaya Proyek
Persentase
Total Biaya (Rp)
Biaya Investasi
2
147.010.000
a. Kredit
40%
58.804.000
b. Modal Sendiri
60%
88.206.000
Biaya Modal Kerja
3
88.416.000
a. Kredit
40%
35.366.400
b. Modal Sendiri
60%
53.049.600
Total Biaya Proyek
235.426.000
a. Kredit
40%
94.170.400
b. Modal Sendiri
60%
141.255.600
Kewajiban pengusaha dalam melakukan angsuran pokok dan angsuran
bunga dilakukan setiap bulan selama jangka waktu kredit, baik kredit investasi
maupun kredit modal kerja. Rekapitulasi jumlah angsuran kredit pertahun dapat
dilihat pada Tabel 5.5, sedangkan perhitungan jumlah angsuran kredit perbulan
selengkapnya ditampilkan pada Lampiran 6 dan 7.
Tabel 5.5. Perhitungan Angsuran Kredit (dalam rupiah)
Tahun
66
Angsuran
Pokok
Angsuran
Bunga
Total
Angsuran
Saldo
Awal
Saldo
Akhir
94.170.400
94.170.400
1
31.390.133
11.169.656
42.559.789
94.170.400
62.780.267
2
31.390.133
6.775.037
38.165.170
62.780.267
31.390.133
3
31.390.133
2.380.418
33.770.552
31.390.133
0
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
5.5. Produksi dan Pendapatan
Dengan skala usaha yang dipilih, diperkirakan produksi telur dari 2 induk
ikan patin minimal 230.000 butir untuk satu kali pemijahan. Dengan hatching rate
rata-rata sekitar 70%, akan menghasilkan benih ukuran 1-2 inchi sekitar 110.000
ekor per-siklus (sintasan larva dan benih rata-rata 70%). Dengan 8 siklus produksi
per-tahun, usaha ini diproyeksikan untuk dapat berproduksi secara optimal mulai
tahun pertama hingga akhir tahun ke-empat (sesuai umur proyek). Dengan harga
jual benih ukuran 1-2 inchi sebesar Rp. 170 per ekor, maka proyeksi pendapatan
yang diperoleh adalah sebesar Rp 18.700.000,- per-siklus atau sekitar Rp
149.600.000,- per-tahun. Proyeksi produksi dan pendapatan usaha serta harga
penjualan ditampilkan pada Tabel 5.6 dan Lampiran 5.
Tabel 5.6. Proyeksi Produksi dan Pendapatan
No
Produk
Volume Unit
Harga
Jual (Rp)
1
Benih patin
880.000 ekor
170
TOTAL
Penjualan
Per siklus (Rp)
Penjulan
per Tahun (Rp)
18.700.000
149.600.000
18.700.000
149.600.000
5.6. Proyeksi Laba Rugi Usaha dan Break Even Point
Hasil proyeksi laba rugi usaha menunjukkan bahwa usaha pembenihan ikan
patin telah menghasilkan laba (setelah pajak) pada tahun pertama (kapasitas 100%)
sebesar Rp 26.761.551,- dengan nilai profit on sales 17,89%, dan mengalami
peningkatan laba hingga tahun ke-4 yang berjumlah Rp 36.255.758,- dengan
profit on sales 24,24% (Tabel 5.7).
67
ASPEK KEUANGAN
Tabel 5.7. Proyeksi Pendapatan dan Laba Rugi Usaha
No
1
2
3
4
5
Uraian
Total
Penerimaan
Total
Pengeluaran
Laba/Rugi
Sebelum Pajak
Pajak (15%)
Laba Setelah
Pajak
6
Profit on Sales
7
BEP:
Rupiah
Ekor benih
ikan
Tahun
Jumlah
1
2
3
4
149.600.000
149.600.000
149.600.000
149.600.000
598.400.000
118.115.822
113.721.204
109.326.585
106.946.167
448.109.778
31.484.178
35.878.796
40.273.415
42.653.833
150.290.222
4.722.627
5.381.819
6.041.012
6.398.075
21.040.631
26.761.551
30.496.977
34.232.403
36.255.758
129.249.591
17,89%
20,39%
22,88%
24,24%
21,60%
40.693.631
34.672.282
28.650.934
25.389.370
129.406.217
239.374
203.955
168.535
149.349
761.213
26.761.551
30.496.977
34.232.403
36.255.758
129.249.591
46
46
46
46
46
134
129
124
122
127
BEP
8
berdasarkan
biaya (Rupiah/
ekor benih)
a. Biaya
operasional
b. Total biaya
Keterangan : Jumlah benih terjual per tahun = 880.000 ekor
68
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
Seperti terlihat pada Tabel 5.8, usaha pembenihan ikan patin selama
kurun waktu 4 tahun rata-rata akan menghasilkan keuntungan bersih sebesar
Rp 31.936.672,- per-tahun dan profit margin rata-rata 21,35% per-tahun (Tabel
5.8). Dengan membandingkan pengeluaran untuk biaya tetap terhadap biaya
variabel dan total penerimaan, maka BEP usaha ini terjadi pada penjualan senilai
Rp. 40.693.631,- pada tahun pertama hingga Rp 25.389.370,- pada tahun ke-4,
dengan BEP rata-rata sebesar Rp. 32.351.554,- untuk 190.303 ekor benih ikan
patin. Selengkapnya proyeksi rugi laba usaha ditampilkan pada Lampiran 8.
Tabel.5.8. Rata-rata Laba Rugi dan BEP Usaha
Uraian
Laba per tahun
Profit Margin
BEP:
Nilai
Rp. 31.936.672
21,35%
Rupiah
Rp. 32.351.554
Benih
190.303 ekor
5.7. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Usaha
Untuk aliran kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua aliran,
yaitu arus masuk (cash inflow) dan arus keluar (cash outflow). Arus masuk diperoleh
dari penjualan benih ikan patin selama satu tahun. Untuk arus keluar meliputi
biaya investasi, biaya variabel, biaya tetap, termasuk angsuran pokok, angsuran
bunga, dan pajak penghasilan.
Evaluasi profitabilitas rencana investasi dilakukan dengan menilai kriteria
investasi untuk mengukur kelayakan pendirian usaha pembenihan patin, yaitu
meliputi NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C Ratio
(Net Benefit-Cost Ratio). Usaha pembenihan ikan patin dengan pemilihan pola
69
ASPEK KEUANGAN
usaha dan menggunakan asumsi yang ada menghasilkan NPV Rp 54.561.039
pada tingkat bunga 14% dengan nilai IRR adalah 28,94% dan Net B/C Ratio 1,37
(Tabel 5.9). Berdasarkan kriteria dan asumsi yang ada menunjukkan bahwa usaha
pembenihan ikan patin dengan skala minimal yang dipilih ini sudah layak untuk
dilaksanakan dengan Pay Back Period (PBP) selama 3,2 tahun. Proyeksi arus kas
untuk kelayakan pembenihan ikan patin selengkapnya ditampilkan pada Lampiran
9.
Tabel 5.9. Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Patin
No
Kriteria
1.
NPV (Rp.)
2.
IRR (%)
3.
Net B/C Ratio
4.
Pay Back Period
Kelayakan
Nilai
Justifikasi Kelayakan
54.561.039
>0
28,94
> 14
1,37
> 1,00
3,2 tahun
< 48 bulan (<4 tahun)
Layakan
5.8. Analisis Sensitivitas
Dalam suatu analisis kelayakan suatu proyek, biaya produksi dan pendapatan
biasanya akan dijadikan patokan dalam mengukur kelayakan usaha karena kedua
hal tersebut merupakan komponen inti dalam suatu kegiatan usaha, terlebih lagi
bahwa komponen biaya produksi dan pendapatan juga didasarkan pada asumsi
dan proyeksi sehingga memiliki tingkat ketidakpastian yang cukup tinggi. Untuk
mengurangi resiko ini maka diperlukan analisis sensitivitas yang digunakan untuk
menguji tingkat sensitivitas proyek terhadap perubahan harga input maupun
output. Dalam pola pembiayaan ini digunakan tiga skenario sensitivitas, yaitu:
70
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
a. Skenario I
Sensitivitas kenaikan biaya variabel dimungkinkan dengan melihat
perkembangan ekonomi saat ini dan kenaikan harga BBM, sehingga memunculkan
asumsi peningkatan biaya produksi/ variabel, sedangkan pendapatan dianggap
tetap/konstan. Kenaikan biaya operasional terjadi antara lain karena kenaikan
biaya pakan dan bahan pembantu serta upah tenaga kerja. Hasil analisis sensitivitas
akibat kenaikan biaya variabel ditampilkan pada Tabel 5.10 serta perhitungan arus
kas untuk sensitivitas ini selengkapnya pada Lampiran 10 dan 11.
Tabel 5.10. Analisis Sensitivitas Biaya Variabel Naik
No
Kriteria
1.
NPV (Rp.)
2.
IRR (%)
3.
Net B/C Ratio
4.
Pay Back Period
Kelayakan
Naik 46%
Naik 47%
391.164
(-) 786.422
14,11
13,78
1,00
0,99
47,9 bulan (4 tahun)
>48 bulan (>4 tahun)
Layak
Tidak layakan
Analisis sensitivitas berdasarkan Skenario I: menggunakan kenaikan biaya
variabel sebesar 46% dan asumsi biaya pendapatan tetap. Pada kenaikan biaya
variabel sebesar 46%, NPV positif dan IRR mencapai 14,11% serta Net B/C Ratio
masih relatif lebih besar dari satu, sedangkan PBP (Pay Back Period) 4 tahun. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pada suku bunga 14% dengan kenaikan biaya
variabel sebesar 46%, maka proyek dengan pola usaha yang dipilih dan asumsi
yang digunakan dalam pola usaha tersebut masih layak dilaksanakan. Namun pada
kenaikan biaya variabel mencapai 47%, ternyata proyek ini tidak layak dilaksanakan
karena NPV negatif dan IRR kurang dari tingkat suku bunga (yaitu 13,78%), Net
B/C Ratio adalah 0,99, sedangkan PBP lebih dari umur kegiatan (>4 tahun).
71
ASPEK KEUANGAN
b. Skenario II
Pendapatan usaha pembenihan ikan patin dapat saja turun per-bulannya
atau per-tahunnya, yang disebabkan oleh berbagai hal. Pendapatn turun karena
kualitas benih ikan patin kurang baik atau jumlah produksi benih ikan patin
berkurang, misalnya berkaitan dengan kendala penyakit pada musim hujan.
Analisis sensitivitas penurunan pendapatan ketika biaya pengeluaran dianggap
tetap/konstan disajikan pada Tabel 5.11 serta perhitungan arus kas untuk
sensitivitas ini selengkapnya pada Lampiran 12 dan 13.
Tabel 5.11. Analisis Sensitivitas Pendapatan Turun
No
Kriteria
1.
NPV (Rp.)
2.
IRR (%)
3.
Net B/C Ratio
4.
Pay Back Period
Naik 12%
Naik 13%
2.254.075
(-) 2.104.838
14,63
13,41
1,02
0,99
47,6 bulan (4 tahun)
>48 bulan ( >4 tahun)
Kelayakan
Layak
Tidak layakan
Analisis sensitivitas berdasarkan Skenario II, pada saat pendapatan turun
sebesar 12% diperoleh NPV positif, Net B/C Ratio relatif lebih besar dari satu dengan
IRR mencapai 14,63%. Dapat disimpulkan bahwa pada penurunan pendapatan
sebesar 12%, proyek tersebut masih layak dilaksanakan. Penurunan pendapatan
sebesar 13% menyebabkan Net B/C Ratio kurang dari satu, NPV negatif, IRR
13,41% atau dibawah suku bunga, dengan PBP yang diperoleh melebihi umur
proyek (>4 tahun). Kondisi ini menyebabkan usaha tidak layak dilaksanakan.
72
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
c.
Skenario III
Analisis sensitivitas pada skenario III ini dilakukan dengan cara
mengkombinasikani sensitivitas pada skenario I dan II, yaitu peningkatan biaya
variabel sebesar 9% dan penurunan pendapatan 9%. Hasil analisis sensitivitas
akibat kenaikan biaya variabel dan penurunan pendapatan secara bersamaan
ditampilkan pada Tabel 5.12 serta perhitungan arus kas untuk sensitivitas ini
selengkapnya pada Lampiran 14 dan 15.
Tabel 5.12. Analisis Sensitivitas Kombinasi
No
Kriteria
1.
NPV (Rp)
2.
IRR (%)
3.
Net B/C Ratio
4.
Pay Back Period
Kelayakan
Biaya Variabel Naik
9% dan
Pendapatan Turun 9%
Biaya Variabel Naik
10% dan
Pendapatan Turun 10%
4.732.363
(-) 804.157
15,32
13,77
1,03
0,99
47,1 bulan (3,9 tahun)
>48 bulan (>4 tahun)
Layak
Tidak layakan
Dari Tabel 5.12 tampak bahwa pada kenaikan biaya variabel dan penurunan
pendapatan masing-masing sebesar 9% dan 9%, usaha tersebut masih layak
dilaksanakan pada tingkat suku bunga 14%, dengan menghasilkan NPV positif
dan IRR 15,32%, kemudian Net B/C Ratio lebih dari satu (1,03) dan PBP 3,9 tahun.
Namun demikian apabila biaya variabel naik menjadi 10% dengan pendapatan
turun sebesar 10%, maka proyek ini menjadi tidak layak dilaksanakan. Hal ini
disebabkan karena NPV negatif, IRR lebih kecil dari suku bunga (yaitu hanya
13,77%), dan Net B/C Ratio kurang dari satu (0,99), dengan PBP melebihi umur
proyek (>4 tahun).
73
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
BAB VI
ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN
DAMPAK LINGKUNGAN
6.1. Aspek Ekonomi dan Sosial
Aspek sosial ekonomi yang disajikan adalah tenaga kerja, baik sebagai tenaga
kerja langsung maupun tidak langsung dan pendapatan. Usaha pembenihan ikan
patin skala mikro dan kecil dapat menyerap tenaga kerja langsung 3-8 orang dan
tenaga kerja tidak langsung 4-5 orang. Tenaga kerja tersebut sebagian besar
berasal dari warga sekitar dan sebagian kecil adalah keluarga serta dari luar daerah
(Jawa). Terdapat beberapa alasan pengusaha menggunakan tenaga kerja dari luar
daerah, diantaranya adalah lebih disiplin dan produktif.
Upah yang diberikan pengusaha pembenihan ikan sebagai pendapatan
pekerja adalah sekitar Rp 1,5 – Rp 2 juta perbulan, belum termasuk bonus produksi
dan tunjangan hari raya (THR). Upah tersebut jauh lebih tinggi dari UMR setempat.
Tenaga kerja yang produktif akan mendapatkan bonus semakin tinggi tiap siklus
atau tiap tahunnya. Sedangkan tenaga kerja tidak langsung mendapat upah sesuai
dengan harga pasar atau harga borongan berdasarkan hasil kesepakatan.
6.2. Aspek Dampak Lingkungan
Kegiatan pembenihan ikan patin tidak menimbulkan limbah organik yang
dapat mencemari lingkungan. Limbah organik sisa pakan dalam kolam induk
dan benih yang mati serta sisa pakan di bak pembenihan tergolong sangat
kecil. Disamping itu, dalam rantai kegiatan pembenihan tidak menggunakan
berbagai bahan kimia dan obatan yang berbahaya serta produk yang dihasilkan
adalah berupa benih ikan yang berkualitas untuk dibesarkan dan nantinya aman
75
ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN
dikonsumsi masyarakat. Bahkan sebaliknya usaha ini rentan terhadap limbah yang
ditimbulkan oleh usaha industri dan usaha pertanian yang menggunakan pestisida
dan insektisida.
Pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar mayoritas menggunakan air
sumur bor sebagai sumber air bersih, dan sebagian kecil yang menggunakan air
sungai atau sumber mata air. Sampai saat ini belum ada keluhan dari masyarakat
terhadap pembenihan ikan patin yang dilaksanakan, baik gangguan terhadap
fluktuasi ketersedian air tanah maupun dampak dari sisa pakan terhadap kualitas
air sungai serta gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Secara umum, juga
tidak ada persepsi negatif masyarakat di sekitarnya terhadap kegiatan pembenihan
maupun pembesaran patin.
76
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
a.
Potensi pengembangan usaha pembenihan ikan patin di beberapa wilayah
kecamatan di Provinsi Riau pada umumnya dan Kabupaten Kampar pada
khsususnya sangat besar, karena budidaya pembesaran patin merupakan
salah satu perikanan air tawar yang menjadi andalan daerah ini, sehingga
kebutuhan benih sangat tinggi. Kondisi tersebut ditunjang oleh potensi
daerah, ketersediaan calon induk dari petani pembudidaya, teknologi
pembenihan sudah dikuasai, dan pemasaran yang sangat baik.
b. Terdapat sekitar 15 UPR pembenihan patin diantara 98 UPR pembenihan
ikan air tawar di Kabupaten Kampar, pola usaha UPR mayoritas tergolong
usaha mikro dan kecil. Disamping itu usaha pembenihan dengan komoditi
adalah patin siam (Pangasius hypophthalmus), pada umumnya dilakukan
secara bersamaan dengan usaha pembesaran dan/atau usaha lainnya
dengan proporsi usaha pembenihan patin sekitar 50-80% dibanding
usaha lainnya.
c. Pembenihan patin memerlukan biaya investasi dan modal kerja yang besar
agar layak secara ekonomis maupun bankable. Salah satu bank yang
sudah memberikan kredit kepada UPR patin di Kabupaten adalah PD BPR
Sarimadu dengan skim Channeling.
d. Skala usaha yang ekonomis dan bankable untuk pembenihan ikan patin
siam yaitu minimal dapat memproduksi dan menjual benih ukuran 1-2 inchi
sebanyak 110.000 ekor per-siklus dan 8 siklus per-tahun. Untuk menjalan
proyek dengan pola usaha tersebut diperlukan total biaya investasi sebesar
Rp 147.010.000,- yang dapat dibiayai dari pinjaman kredit sebesar 40%
(Rp 58.804.000,-) dan biaya sendiri 60% (Rp 88.206.000,-), dengan
77
KESIMPULAN DAN SARAN
bunga pinjaman 14% dan masa pinjaman kredit investasi selama 3 tahun.
Sedangkan biaya modal kerja adalah sebesar Rp 88.416.000,- guna
dapat melaksanakan kegiatan minimal 8 (delapan) siklus produksi dan
selanjutnya dapat dibiayai dari keuntungan usaha. Modal kerja tersebut
dapat diperoleh dari biaya pinjaman kredit perbankan sebesar 40% (Rp
35.366.400,-) dan biaya sendiri sebesar 60% (Rp 53.049.600,-), dengan
bunga pinjaman 14% dan masa pinjaman kredit selama 3 tahun.
e. Analisis keuangan dan kelayakan usaha pembenihan patin sesuai dengan
pola usaha yang dipilih dan asumsi yang digunakan adalah layak untuk
dilaksanakan dengan nilai NPV (Net Present Value) Rp 54.561.039 pada
tingkat bunga 14% dengan nilai IRR adalah 28,94%; Net B/C Ratio 1,37;
dan Pay Back Period (PBP) selama 39 bulan atau 3,2 tahun. Usaha ini juga
mampu melunasi kewajiban angsuran kredit kepada bank.
f. Usaha pembenihan ikan patin kurang sensitif terhadap kenaikan biaya
variabel maupun penurunan pendapatan, karena usaha ini masih dianggap
layak bila kenaikan biaya variabel 9% dengan penurunan pendapatan
sampai 9%. Kenaikan biaya variabel sebesar 10% dengan penurunan
pendapatan sebesar 10%, menjadikan usaha tersebut tidak layak (NPV
Negatif).
g. Dengan peningkatan skala usaha melalui penambahan investasi dari
jumlah induk yang dipelihara dan dipijahkan dalam satu siklus produski,
kemudian penambahan biaya operasinal produksi, maka pembenihan
ikan patin yang dapat memproduksi benih lebih besar daripada yang di
lending modelkan, diperkirakan jauh lebih menguntungkan dan sangat
layak untuk dibiayai perbankan.
h. Pengembangan usaha pembenihan patin memberikan manfaat yang positif
dari aspek sosial ekonomi wilayah dengan terbukanya peluang kerja dan
peningkatan pendapatan masyarakat, serta tidak menimbulkan dampak
negatif yang signifikan terhadap lingkungan.
78
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
7.2. Saran
a.
Berdasarkan potensi daerah, bahan, teknologi proses, prospek pasar
atau prospek usaha, dan aspek finansial, usaha pembenihan patin layak
untuk dibiayai, baik untuk kredit investasi maupun kredil modal kerja atau
gabungan keduanya. Hal ini disebabkan karena usaha ini memerlukan
bantuan modal dalam pengembangan usahanya, karena selama ini
pengusaha relatif kesulitan untuk mendapat modal usaha yang proporsional
dari perbankan.
b. Untuk menjamin kelancaran pengembalian kredit, pihak perbankan
seyogyanya juga turut berpartisipasi dalam pembinaan usaha ini, khususnya
pada aspek keuangan, dan manajemen pembukuan.
79
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
DAFTAR PUSTAKA
[BSN] Badan Standarisasi Nasional, 2000a. SNI 01-6483.2-2000 tentang Benih
ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) kelas benih sebar
[BSN] Badan Standarisasi Nasional, 2000b. SNI 01-6483.4-2000 tentang Produksi
benih ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) kelas benih sebar.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 7548: 2009 tentang Pakan buatan
untuk ikan patin (Pangasius sp.).
[Disper-Kampar] Dinas Perikanan Kabupaten Kampar. 2009. Laporan Tahunan
2009.
[Disper-Kampar] Dinas Perikanan Kabupaten Kampar. 2009. Statistik Perikanan
Budidaya Kabupaten Kampar Tahun 2009.
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2007. Statistik Perikanan Budidaya
Indonesia 2006. Ditjen Perikanan Budidaya-DKP, Jakarta. 131 hal.
[DKP-Riau] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Riau. 2009. Statistik Perikanan
Budidaya Provinsi Riau Tahun 2008.
Husen, U. 2003 Studi Kelayakan Bisnis, Teknik Menganalisis Kelayakan Rencana
Bisnis secara Komprehensif. Edisi 2. PTGramedia Pustaka Umum, Jakarta.
Iswanto, B., W. Pamungkas, dan Sularto. 2006. Evaluasi Keragaan Derajat Fertilisasi,
Penetasan, dan Abnormalitas Larva Ikan Patin Siam dan Hibrida (Patin Siam Betina
x Patin Jambal Jantan). Laporan Teknis Hasil Penelitian Loka Riset Pemuliaan dan
teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar.
81
Khairuman & Sudenda, D. 2002. Budidaya Patin Secara Intensif, Agro Media
Pustaka. Jakarta.
[LRPTBPAT] Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar.
2007. Panduan teknik pembenihan ikan patin “pasupati”(Pangasius sp.). 19 hlm.
Slembrouck, J.; Komarudin, O.; Maskur dan Legendre, M. 2005. Petunjuk Teknis
Pembenihan Ikan Patin Indonesia (Pangasius djambal). [Terjemahan dari: Technical
Manual for Artificial Propagation of The Indonesian Catfish]. Subandi A dan Khan
Z (penerjemah). Kerjasama IRD dengan PRPB-BRKP. Karya Pratama. Jakarta.
Sunarma, A. 2007. Panduan singkat teknik pembenihan ikan patin (Pangasius
hypophthalmus). BBPBAT Sukabumi. 15 hlm.
Sularto, R.H dan Evi, T. Petunjuk teknis pembenihan ikan patin Pasupati. Loka Riset
Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar. 2007.
Sutojo, S. 2000. Studi Kelayakan Proyek, Konsep, Teknik & Kasus. Seri Manajemen
Bank No.66. PT Damar Mufia Pustaka. Jakarta.
Tahapari, E., Sularto, W. Hadie, S. Pramono dan M. Syukron. 2007. Pembesaran ikan
pasupati di perairan payau bersalinitas rendah di Pekalongan. Laporan penelitian.
Tave, D. 1996. Selective breeding programmes for medium-sized fish farms. FAO
Fish. Tech. Paper 352. 122 pp.
Yulfiperius, Mokoginta, I.; dan Jusadi, D. 2003. Pengaruh Kadar Vitamin E (VE)
dalam Pakan Terhadap Kualitas Telur Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus). Jurnal
lktiologi Intlonesia 3 (1): 11-18.
82
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
DAFTAR ISTILAH
1.
Aklimatisasi adalah proses penyesuaian ikan terhadap lingkungan baru
atau terhadap lingkungan yang berbeda.
2.
Benih adalah ikan pada umur dan ukuran tertentu yang belum dewasa dan
digunakan untuk kegiatan pembesaran.
3.
Benih sebar adalah benih keturunan pertama dari induk pokok, induk dasar
atau induk penjenis yang memenuhi standar mutu kelas benih sebar.
4.
Benih sebar ikan patin, kelas benih sebar terdiri dari larva (ukuran 0,1-0,2
inchi), benih ukuran 0,75-1,0 inchi, benih ukuran 1-2 inci, dan benih ukuran
2-3 inci yang berasal dari induk pokok dan telah teruji keunggulannya serta
siap untuk disebarluaskan kepada petani/pengguna (SNI 01-6483.2-2000
dan SNI 01-6483.4-2000).
5.
Benih ikan patin P I adalah hasil pemeliharaan larva sampai mencapai
ukuran rata-rata 1 inchi atau umur sekitar 15 hari dan merupakan hasil
pemijahan induk kelas induk pokok antara induk jantan dan induk betina
bukan satu keturunan.
6.
Benih ikan patin P II (A) adalah hasil pemeliharaan benih ukuran <1 inchi
sampai mencapai ukuran benih 1-2 inchi atau berumur sekitar 30 hari dan
merupakan hasil pemijahan induk kelas induk pokok antara induk jantan
dan induk betina bukan satu keturunan.
7.
Benih ikan patin P II (B) adalah hasil pemeliharaan benih ukuran <1
inchi sampai mencapai ukuran 2-3 inchi atau berumur sekitar 45 hari dan
merupakan hasil pemijahan induk kelas induk pokok antara induk jantan
dan induk betina bukan satu keturunan.
8.
Calon induk ikan patin adalah ikan patin yang dipelihara untuk menjadi
ukuran induk yang produktif dalam pembenihan.
83
9.
Fekunditas adalah jumlah telur ikan yang dikeluarkan per satuan bobot
tubuh.
10. Fototaksis positif adalah perilaku larva yang respon terhadap cahaya.
11. Gonad adalah bagian dari organ reproduksi pada ikan yang menghasilkan
telur pada ikan betina dan sperma pada ikan jantan.
12. Hatching Rate (HR) adalah tingkat atau angka keberhasilan penetasan
telur menjadi larva.
13. Induk penjenis (Great Grand Parent Stock, GGPS) adalah induk ikan
patin yang dihasikan oleh dan di bawah pengawasan penyelenggara pemulia
(SNI 01-6483.3-2000).
14. Induk Dasar (Grand Parent Stock, GPS) adalah induk keturunan pertama
dari induk penjenis yang memenuhi standar mutu kelas induk dasar (SNI 016483.3-2000).
15. Induk Pokok (Parent Stock, PS) adalah induk keturunan pertama dari
induk dasar (SNI 01-6483.3-2000).
16. Indukan adalah calon induk dan induk; calon induk adalah ikan dewasa
yang memerlukan beberapa waktu pemeliharaan untuk menjadi induk yang
produktif, sedangkan induk adalah ikan dewasa dalam umur produktif dan
hampir memijah.
17. Induk afkir adalah induk yang sudah melewati masa produktif dalam
menghasilkan telur atau sperma atau kualitas dan kuantitas produksi telurnya
menurun.
18. Larva ikan patin siam adalah fase atau tingkatan benih ikan sejak telur
menetas sampai organ tubuhnya sempurna, umurnya 1-2 hari setelah
menetas dan masih mengandung kuning telur sebagai sumber makanannya,
berenang vertikal, lincah, fototaksis positif dan bergerombol.
19. Matang gonad pada ikan betina adalah kondisi ikan yang sudah siap
84
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
untuk dikawinkan (dipijahkan) yang ditandai oleh diameter telur yang sudah
mencapai ukuran 1,0-1,2 mm, seragam dan tidak menggumpal bila diberikan
larutan sera, inti terlihat berada di pinggir serta warna telur kekuningan.
Pada ikan jantan ditandai oleh urogenitalnya yang memerah, bila dilakukan
pengurutan pada bagian perut akan mengeluarkan sperma berwarna putih
susu dan kental.
20. Mortalitas adalah tingkat atau angka kematian ikan selama periode waktu
tertentu.
21. Nilai Sisa (salvage value) adalah nilai sisa yang diperhitungkan dalam
tahun terakhir analisis arus kas sebagai tambahan penerimaan yang dapat
berupa nilai sisa investasi, barang-barang habis pakai yang sudah dibeli
tetapi belum terpakai dan produk yang belum jadi atau stok yang belum
terjual. Umumnya perhitungan nilai sisa menggunakan asumsi-asumsi dan
estimasi.
22. Ovulasi adalah keluarnya telur (ovum) dari kantong telur (ovarium).
23. Padat Penebaran (stocking density) adalah jumlah ikan yang dapat
ditanamkan per satuan luas (atau volume air) tempat pemeliharaan ikan
24. Pakan Alami (natural food) adalah pakan ikan yang berasal dari alam dan
langsung bisa diberikan pada ikan.
25. Pakan buatan (Prepared diet) adalah campuran dari berbagai bahan baku
pakan dengan kandungan nutrisi tertetu dalam bentuk crumble dan pellet
dengan tidak mengandung zat atau senyawa yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan paa ikan.
26. Panti benih (hatchery) adalah tempat pada tahap awal dari produksi ikan
dimana induk ikan dipijahkan (dikawinkan) untuk menghasilkan benih.
27. Pemanenan adalah persyaratan yang harus dipenuhi dalam kegiatan tahap
akhir proses produksi benih ikan patin siam kelas benih sebar larva, benih
ukuran 0,75 inchi, benih ukuran 1-2 inchi dan 2-3 inchi.
85
28. Pembenihan adalah kegiatan pemeliharaan induk untuk menghasilkan
telur sampai dengan larva.
29. Pemberokan adalah perlakuan terhadap ikan dengan tidak diberi makan
untuk waktu tertentu.
30. Pemijahan adalah rangkaian kegiatan pengeluaran telur dari induk betina
dan sperma dari induk jantan serta pembuahan telur oleh sperma.
31. Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan benih ikan patin hasil
pembenihan untuk mencapai ukuran tertentu dan sebagai masa adaptasi
sebelum dipelihara di tempat pembesaran.
32. Pendederan pertama (PI) adalah pemeliharaan dari tingkat larva ukuran
0,1-0,2 inchi sampai ke tingkat benih ukuran 0,75–1,0 inchi.
33. Pendederan kedua (PII di akuarium/bak/kolam) adalah pemeliharaan
benih dari tingkat ukuran 0,75 inchi sampai ke tingkat benih ukuran 1-2
inchi.
34. Pendederan kedua (PII dikolam) adalah pemeliharaan benih dari tingkat
benih ukuran 0,75 inci sampai ke tingkat benih ukuran 2-3 inchi.
35. Pra-produksi adalah persyaratan yang harus dipenuhi dalam memproduksi
benih ikan patin siam kelas benih sebar yang terdiri dari persyaratan : lokasi,
sumber air, dan sarana (wadah, induk dasar, bahan dan peralatan).
36. Proses produksi adalah persyaratan yang harus dipenuhi dalam rangkaian
kegiatan untuk memproduksi benih ikan patin siam kelas benih sebar.
37. Proses produksi induk ikan patin adalah pemeliharaan calon induk jantan
dan betina sampai ke fase yang siap untuk dipijahkan.
38.
86
Profit Margin adalah keuntungan bersih dari pendapatan usaha umumnya
dinyatakan dalam persen perbandingan antara laba bersih setelah pajak
terhadap pendapatan usaha.
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
39. Stripping adalah pengurutan pada bagian perut untuk mengeluarkan telur
ikan betina atau sperma ikan jantan.
40. Surplus adalah selisih antara pendapatan penjualan hasil dan pengeluaran
investasi dan operasional dari suatu usaha
41. Survival Rate (SR) atau sintasan adalah tingkat atau angka kelangsungan
hidup ikan selama periode waktu tertentu.
42. UPR atau Usaha Perbenihan Rakyat adalah unit usaha atau kegiatan
masyarakat, baik secara individu maupun kelompok dalam memproduksi
benih ikan dan tidak berbentuk badan usaha atau perusahaan.
87
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
LAMPIRAN
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
91
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Pembenihan Ikan Patin
Lampiran 1. Asumsi Untuk Analisis Keuangan
No
Asumsi
1
Periode proyek
2
Periode pemeliharaan
Satuan
Nilai / Jumlah
Tahun
4
a. Pemeliharaan larva dan benih di bak per-siklus
hari
15
b. Pemeliharaan benih di bak/kolam pendederan
per-siklus
hari
12
3
Luas lahan
m2
800
4
Skala usaha
(1). Jumlah induk jantan yang dipijahkan persiklus
ekor
4
(2). Jumlah induk betina yang dipijahkan persiklus
ekor
2
a Induk ikan patin
(3). Bobot induk jantan per-ekor
kg
2-4
(4). Bobot induk betina per-ekor
kg
3-5
b. Jumlah minimal telur yang ditetaskan persiklus
c. Hatching rate
butir
%
230.000
70
d. Penebaran larva dan benih
(1). Padat penebaran di setiap bak larva perm3
ekor
20.000
(2). Padat penebaran di bak/kolam
pendederan per- m3
ekor
10.000
(3). Ukuran benih di bak larva
inchi
1
(4). Ukuran benih di bak/kolam pendederan
inchi
1,5 - 2,2
93
LAMPIRAN
No
Asumsi
e. Survival rate (SR) larva dan benih
Satuan
Nilai / Jumlah
%
70
(1). Siklus panen benih ukuran 1-2 inchi pertahun
kali
8
(2). Produksi benih ukuran 1-2 inchi per-siklus
ekor
110.000
(3). Produksi benih ukuran 1-2 inchi per-tahun
ekor
880.000
f. Produksi benih ukuran 1-2 inchi
5
Tenaga kerja
a. Jumlah tenaga kerja
orang
3
b. Upah tenaga kerja per-bulan
Rp.
1.750.000
6
Harga rata-rata penjualan benih ukuran >1 inchi
per-ekor
Rp.
170
7
Suku Bunga per-tahun
%
14
8
Proporsi Modal
a. Kredit
%
40
b. Modal Sendiri
%
60
a. Investasi
Tahun
3
b. Modal Kerja
Tahun
3
9
94
Jangaka Waktu Kredit
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Bak/kolam treatment air
Bak pembenihan
Wadah pakan alami
7
8
9
unit
unit
unit
Sub jumlah 9
Unit
Panti benih (120 m2)
6
unit
b. Cacing sutera
Hapa/Wadah
pemberokan induk; 3
x2m
5
unit
Unit
Kolam pendederan
(pematang tanah); 12 x
10 x 0.8m
4
a. Penetasan artemia
Kolam induk (pematang
tanah); 10 x 10 x 1.2m
3
unit
kali
b. Sertifikasi benih
Sub jumlah 2
kali
Perizinan dan Sertifikasi
2
m2
Satuan
a. Perizinan Usaha
Lahan (Beli)
Komponen Biaya
1
No
5
4
10
3
1
2
2
3
1
1
800
Jumlah
Fisik
5.000
50.000
1.500.000
2.000.000
45.000.000
100.000
3.000.000
4.000.000
1.000.000
500.000
40.000
Harga
per Satuan
Rp
225.000
25.000
200.000
15.000.000
6.000.000
45.000.000
200.000
6.000.000
12.000.000
1.500.000
1.000.000
500.000
32.000.000
Jumlah
nilai (Rp)
Lampiran 2. Biaya Investasi
5
5
10
10
10
10
10
10
10
5
5
10
5.000
40.000
1.500.000
600.000
4.500.000
20.000
600.000
1.200.000
300.000
200.000
100.000
3.200.000
Nilai
Umur
Penyusutan
Ekonomis
Pertahun
Tahun
(Rp)
45.000
5.000
40.000
9.000.000
3.600.000
27.000.000
120.000
3.600.000
7.200.000
300.000
200.000
100.000
19.200.000
Nilai
Sisa (Rp)
Pembenihan Ikan Patin
95
96
Komponen Biaya
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Unit
12 Sistem perpipaan air
Unit
b. Saluran sistem aerasi
unit
unit
b. Seser besar dan
kasar
c. Seser kecil dan halus
15 Alat Pemijahan dan
Penetasan
Sub jumlah 14
unit
a. Hapa jaring
14 Alat tangkap
Sub jumlah 13
Unit
a Hi-blower
13 Aerasi
Unit
11 Sumur bor
5
3
1
4
4
1
1
4
Unit
b. Pengolahan dan
Sirkulasi
Sub jumlah 10
1
Unit
Satuan
a. Air sumur
10 Pompa air
No
Jumlah
Fisik
5.000
20.000
1.000.000
500.000
700.000
4.000.000
2.500.000
500.000
2.000.000
Harga
per Satuan
Rp
1.085.000
25.000
60.000
1.000.000
4.800.000
2.000.000
2.800.000
4.000.000
2.500.000
4.000.000
2.000.000
2.000.000
Jumlah
nilai (Rp)
400.000
5
400.000
5
6.000
2.500
10
10
108.500
100.000
10
960.000
560.000
400.000
10
5
250.000
10
800.000
400.000
5
Nilai
Umur
Penyusutan
Ekonomis
Pertahun
Tahun
(Rp)
651.000
15.000
36.000
600.000
960.000
400.000
560.000
2.400.000
1.500.000
800.000
400.000
400.000
Nilai
Sisa (Rp)
LAMPIRAN
Unit
b. Trai penetasan telur
Unit
Unit
Unit
b. Saringan
pembuangan air
c. Genset
d. Tabung Oksigen
40%
60%
a. Kredit
b. Dana sendiri
Sumber dana investasi dari *) :
Jumlah
Ekor
b. Betina
Sub jumlah 17
Ekor
a. Jantan
17 Induk dan Calon induk
Sub jumlah 16
Unit
a. Dandang aluminium/
Kompor
16 Alat dan sistem
penunjang
Sub jumlah 15
Unit
a. Baskom
80
40
1
1
20
2
30
5
147.010.000
6.800.000
4.800.000
2.000.000
5.250.000
1.750.000
3.000.000
100.000
400.000
650.000
600.000
50.000
88.206.000
58.804.000
60.000
50.000
1.750.000
3.000.000
5.000
200.000
20.000
10.000
150.000
4
20.000
600.000
350.000
5
5
5
1.600.000
3
18.530.167
4.679.167
666.667
3
1.050.000
80.000
5
162.500
12.500
4
66.626.000
0
0
0
1.050.000
350.000
600.000
20.000
80.000
0
0
0
Pembenihan Ikan Patin
97
98
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
3
2
Pakan induk
1
kaleng
kg
(2). Cacing rambut
b. Pakan buatan (pellet
udang)
unit
botol
botol
a. Jarum suntik
b. Hormon buatan
(Ovaprim)
c. Larutan fisiologis
Pemijahan Induk
Sub jumlah 2
kaleng
kg
Satuan
(1). Artemia
a. Pakan alami
Pakan larva dan benih
Sub jumlah 1
Biaya Variabel
Komponen biaya
A
No
2
1
2
10
180
3
120
Jumlah
Fisik
10.000
200.000
7.500
1.500
10.000
400.000
8.000
Harga per
satuan (Rp)
Lampiran 3. Biaya Variabel
20.000
200.000
15.000
3.015.000
15.000
1.800.000
1.200.000
960.000
960.000
Jumlah biaya
(Rp)
160,000
1,600,000
120,000
24,120,000
120,000
14,400,000
9,600,000
7,680,000
7.680.000
Jumlah biaya
1 tahun (Rp)
LAMPIRAN
6
5
4
200.000
5.052.000
2.000
50.000
500.000
500.000
92.000
50.000
12.000
30.000
Jumlah Biaya Variabel
100
100.000
500.000
50.000
1.200
6.000
250.000
unit
b. Plastik kantong tebal
0.5
1
1
10
5
235.000
Sub jumlah 6
tbg/
siklus
a. Oksigen
Packing benih
Sub jumlah 5
a. Kayu bakar dan atau
Minyak tanah
Rp./bln
kg
c. Obat-obatan lainnya
Penunjang
kg
b. Garam
Sub jumlah 4
kg
a. Kapur
Desinfektan dan ObatObatan
Sub jumlah 3
40.416.000
2,000,000
1,600,000
400,000
4,000,000
4,000,000
736,000
400,000
96,000
240,000
1,880,000
Pembenihan Ikan Patin
99
100
Maintenance
Tenaga kerja
2
3
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
6.000.000
5.250.000
500.000
250.000
Jumlah
Biaya (Rp)
48.000.000
42.000.000
4.000.000
2.000.000
Jumlah biaya
1 tahun (Rp)
60%
b. Dana sendiri
53.049.600
35.366.400
Keterangan: *) =
Modal kerja yang diperlukan adalah sama dengan biaya operasional dan over
head cost untuk empat kali siklus usaha
40%
a. Kredit
Sumber dana modal kerja dari *) :
55.425.000
1.750.000
500.000
250.000
Harga Per
Satuan (Rp)
Modal Kerja untuk 8 kali siklus
3
1
1
Jumlah
fisik
11.052.000
orang
Rp./bln
Rp./bln
Satuan
Total Biaya Operasional per siklus
Jumlah Biaya tetap
Listrik
Komponen biaya
1
No
Lampiran 4. Biaya Tetap
LAMPIRAN
TOTAL
ekor
Unit
1.633.444
1.633.444
1.633.444
1.633.444
1.633.444
1.633.444
1.633.444
Bulan -2
Bulan -3
Bulan -4
Bulan -5
Bulan -6
Bulan -7
58.804.000
Angsuran
Tetap
Bulan -1
Tahun-0
880.000
Volume
170
Harga Jual
(Rp)
18.700.000
18.700.000
Penjualan
1 Bulan (Rp)
571.706
590.762
609.819
628.876
647.933
666.990
686.047
Bunga
2.205.150
2.224.207
2.243.264
2.262.321
2.281.377
2.300.434
2.319.491
Total
49.003.333
50.636.778
52.270.222
53.903.667
55.537.111
57.170.556
58.804.000
58.804.000
Saldo Awal
Lampiran 6. Angsuran Kredit Investasi (Suku Bunga 14%) (Rp)
Kredit
Produk
Benih patin
Periode
1
No
Lampiran 5. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Kotor
47.369.889
49.003.333
50.636.778
52.270.222
53.903.667
55.537.111
57.170.556
58.804.000
Saldo
Akhir
149.600.000
149.600.000
Penjualan
1 Tahun (Rp)
Pembenihan Ikan Patin
101
102
1.633.444
1.633.444
1.633.444
1.633.444
19.601.333
1.633.444
1.633.444
1.633.444
1.633.444
1.633.444
1.633.444
1.633.444
1.633.444
1.633.444
Bulan -9
Bulan -10
Bulan -11
Bulan -12
Tahun-1
Bulan -1
Bulan -2
Bulan -3
Bulan -4
Bulan -5
Bulan -6
Bulan -7
Bulan -8
Bulan -9
Angsuran
Tetap
1.633.444
Kredit
Bulan -8
Periode
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
304.910
323.966
343.023
362.080
381.137
400.194
419.251
438.308
457.364
6.974.808
476.421
495.478
514.535
533.592
552.649
Bunga
1.938.354
1.957.411
1.976.468
1.995.525
2.014.581
2.033.638
2.052.695
2.071.752
2.090.809
26.576.141
2.109.866
2.128.923
2.147.979
2.167.036
2.186.093
Total
26.135.111
27.768.556
29.402.000
31.035.444
32.668.889
34.302.333
35.935.778
37.569.222
39.202.667
40.836.111
42.469.556
44.103.000
45.736.444
47.369.889
Saldo Awal
24.501.667
26.135.111
27.768.556
29.402.000
31.035.444
32.668.889
34.302.333
35.935.778
37.569.222
39.202.667
40.836.111
42.469.556
44.103.000
45.736.444
Saldo
Akhir
LAMPIRAN
1.633.444
1.633.444
1.633.444
19.601.333
1.633.444
1.633.444
1.633.444
1.633.444
1.633.444
1.633.444
1.633.444
1.633.444
1.633.444
1.633.444
1.633.444
1.633.444
19.601.333
Bulan -10
Bulan -11
Bulan -12
Tahun-2
Bulan -1
Bulan -2
Bulan -3
Bulan -4
Bulan -5
Bulan -6
Bulan -7
Bulan -8
Bulan -9
Bulan -10
Bulan -11
Bulan -12
Tahun-3
1.486.434
19.057
38.114
57.171
76.227
95.284
114.341
133.398
152.455
171.512
190.569
209.625
228.682
4.230.621
247.739
266.796
285.853
21.087.768
1.652.501
1.671.558
1.690.615
1.709.672
1.728.729
1.747.786
1.766.842
1.785.899
1.804.956
1.824.013
1.843.070
1.862.127
23.831.954
1.881.184
1.900.240
1.919.297
1.633.444
3.266.889
4.900.333
6.533.778
8.167.222
9.800.667
11.434.111
13.067.556
14.701.000
16.334.444
17.967.889
19.601.333
21.234.778
22.868.222
24.501.667
-
1.633.444
3.266.889
4.900.333
6.533.778
8.167.222
9.800.667
11.434.111
13.067.556
14.701.000
16.334.444
17.967.889
19.601.333
21.234.778
22.868.222
Pembenihan Ikan Patin
103
104
982.400
982.400
982.400
982.400
982.400
982.400
982.400
982.400
982.400
982.400
982.400
11.788.800
982.400
Bulan -2
Bulan -3
Bulan -4
Bulan -5
Bulan -6
Bulan -7
Bulan -8
Bulan -9
Bulan -10
Bulan -11
Bulan -12
Tahun-1
Bulan -1
Angsuran
Tetap
982.400
35.366.400
Kredit
Bulan -1
Tahun-0
Periode
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
275.072
4.194.848
286.533
297.995
309.456
320.917
332.379
343.840
355.301
366.763
378.224
389.685
401.147
412.608
Bunga
1.257.472
15.983.648
1.268.933
1.280.395
1.291.856
1.303.317
1.314.779
1.326.240
1.337.701
1.349.163
1.360.624
1.372.085
1.383.547
1.395.008
Total
23.577.600
24.560.000
25.542.400
26.524.800
27.507.200
28.489.600
29.472.000
30.454.400
31.436.800
32.419.200
33.401.600
34.384.000
35.366.400
35.366.400
Saldo Awal
Lampiran 7. Angsuran Kredit Modal Kerja (Suku Bunga 14%) (Rp)
22.595.200
23.577.600
24.560.000
25.542.400
26.524.800
27.507.200
28.489.600
29.472.000
30.454.400
31.436.800
32.419.200
33.401.600
34.384.000
35.366.400
Saldo
Akhir
LAMPIRAN
982.400
982.400
982.400
982.400
982.400
982.400
982.400
982.400
982.400
982.400
982.400
11.788.800
982.400
982.400
982.400
982.400
982.400
Bulan -2
Bulan -3
Bulan -4
Bulan -5
Bulan -6
Bulan -7
Bulan -8
Bulan -9
Bulan -10
Bulan -11
Bulan -12
Tahun-2
Bulan -1
Bulan -2
Bulan -3
Bulan -4
Bulan -5
91.691
103.152
114.613
126.075
137.536
2.544.416
148.997
160.459
171.920
183.381
194.843
206.304
217.765
229.227
240.688
252.149
263.611
1.074.091
1.085.552
1.097.013
1.108.475
1.119.936
14.333.216
1.131.397
1.142.859
1.154.320
1.165.781
1.177.243
1.188.704
1.200.165
1.211.627
1.223.088
1.234.549
1.246.011
7.859.200
8.841.600
9.824.000
10.806.400
11.788.800
12.771.200
13.753.600
14.736.000
15.718.400
16.700.800
17.683.200
18.665.600
19.648.000
20.630.400
21.612.800
22.595.200
6.876.800
7.859.200
8.841.600
9.824.000
10.806.400
11.788.800
12.771.200
13.753.600
14.736.000
15.718.400
16.700.800
17.683.200
18.665.600
19.648.000
20.630.400
21.612.800
Pembenihan Ikan Patin
105
106
982.400
982.400
982.400
982.400
982.400
982.400
11.788.800
Bulan -7
Bulan -8
Bulan -9
Bulan -10
Bulan -11
Bulan -12
Tahun-3
Angsuran
Tetap
982.400
Kredit
Bulan -6
Periode
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
893.984
11.461
22.923
34.384
45.845
57.307
68.768
80.229
Bunga
12.682.784
993.861
1.005.323
1.016.784
1.028.245
1.039.707
1.051.168
1.062.629
Total
982.400
1.964.800
2.947.200
3.929.600
4.912.000
5.894.400
6.876.800
Saldo Awal
-
982.400
1.964.800
2.947.200
3.929.600
4.912.000
5.894.400
Saldo
Akhir
LAMPIRAN
18.530.167
11.169.656
c. Penyusutan
d. Angsuran bunga
Profit margin %
BEP (rupiah)
4
5
107
239.374
40.693.631
17,89%
26.761.551
4.722.627
31.484.178
203.955
34.672.282
20,39%
30.496.977
5.381.819
35.878.796
113.721.204
6.775.037
18.530.167
48.000.000
40.416.000
149.600.000
2
3
168.535
28.650.934
22,88%
34.232.403
6.041.012
40.273.415
109.326.585
2.380.418
18.530.167
48.000.000
40.416.000
149.600.000
Tahun
Keterangan : Produksi benih per tahun = 880.000 ekor
patin)
BEP (benih ikan
Laba rugi
3
Pajak 15%
pajak
Laba sebelum
118.115.822
48.000.000
b. Biaya Tetap
Jumlah
40.416.000
Pengeluaran
2
149.600.000
1
a. Biaya Variabel
Pendapatan
Uraian
1
No
Lampiran 8. Proyeksi Laba Rugi Usaha (Rp.)
149.349
25.389.370
24,24%
36.255.758
6.398.075
42.653.833
106.946.167
0
18.530.167
48.000.000
40.416.000
149.600.000
4
761.213
129.406.217
21,60%
129.249.591
21.040.631
150.290.222
448.109.778
20.325.111
74.120.667
192.000.000
161.664.000
598.400.000
Jumlah/
Rata-rata
Pembenihan Ikan Patin
108
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
B
Arus Masuk (Inflow)
A
149.600.000
149.600.000
149.600.000
3
149.600.000
4
48.000.000
3. Biaya Tetap
-
149.600.000
40.416.000
147.010.000
-
2. Biaya Variabel
1. Biaya Investasi
Arus Keluar (Outflow)
Menghitung IRR
Arus Masuk untuk
48.000.000
40.416.000
-
149.600.000
48.000.000
40.416.000
-
149.600.000
48.000.000
40.416.000
-
216.226.000
216.226.000
238.016.000
149.600.000
2
Total Arus Masuk
53.049.600
35.366.400
149.600.000
1
66.626.000
147.010.000
88.206.000
58.804.000
0
Tahun
4. Nilai Sisa Proyek
b. Modal Kerja
a. Investasi
3. Modal Sendiri
b. Modal Kerja
a. Investasi
2. Kredit
1. Total Penjualan
Uraian
No
Lampiran 9. Proyeksi Arus Kas
LAMPIRAN
F
E
D
C
PBP (Tahun)
Net B/C
IRR
NPV (14%)
KELAYAKAN USAHA
ANALISIS
KUMULATIF
Present Value
Discount Factor (14%)
MENGHITUNG IRR
CASH FLOW UNTUK
Arus Bersih (NCF)
Menghitung IRR
Arus Keluar untuk
Total Arus Keluar
3,2
1,37
28,94%
Rp. 54.561.039
(147.010.000)
(147.010.000)
1,0000
(147.010.000)
-
147.010.000
147.010.000
(97.482.480)
49.527.520
0,8772
56.461.373
102.317.584
93.138.627
135.698.416
4.722.627
11.169.656
5. Angsuran Bunga
6. Pajak
31.390.133
4. Angsuran Pokok
(54.544.514)
42.937.966
0,7695
55.802.181
17.637.010
93.797.819
131.962.990
5.381.819
6.775.037
31.390.133
(17.324.567)
37.219.946
0,6750
55.142.988
21.372.436
94.457.012
128.227.564
6.041.012
2.380.418
31.390.133
54.561.039
71.885.606
0,5921
121.411.925
121.411.925
94.814.075
94.814.075
6.398.075
-
-
Pembenihan Ikan Patin
109
110
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
B
Arus Masuk (Inflow)
A
149.600.000
149.600.000
149.600.000
3
149.600.000
4
48.000.000
3. Biaya Tetap
-
149.600.000
59.007.360
147.010.000
-
2. Biaya Variabel
1. Biaya Investasi
Arus Keluar (Outflow)
Menghitung IRR
Arus Masuk untuk
48.000.000
59.007.360
-
149.600.000
48.000.000
59.007.360
-
149.600.000
48.000.000
59.007.360
-
216.226.000
216.226.000
238.016.000
149.600.000
2
Total Arus Masuk
53.049.600
35.366.400
149.600.000
1
66.626.000
147.010.000
88.206.000
58.804.000
0
Tahun
4. Nilai Sisa Proyek
b. Modal Kerja
a. Investasi
3. Modal Sendiri
b. Modal Kerja
a. Investasi
2. Kredit
1. Total Penjualan
Uraian
No
Lampiran 10. Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Variabel 46%
LAMPIRAN
F
E
D
C
PBP (Tahun)
Net B/C
IRR
NPV (14%)
KELAYAKAN USAHA
ANALISIS
KUMULATIF
Present Value
Discount Factor (14%)
MENGHITUNG IRR
CASH FLOW UNTUK
Arus Bersih (NCF)
Menghitung IRR
Arus Keluar untuk
Total Arus Keluar
33.219.310
0,8772
37.870.013
118.882.624
111.729.987
154.289.776
Rp
4,0
1,00
14,11%
391.164
(147.010.000) (113.790.690)
(147.010.000)
1,0000
(147.010.000)
(29.402.000)
147.010.000
147.010.000
4.722.627
11.169.656
5. Angsuran Bunga
6. Pajak
31.390.133
4. Angsuran Pokok
(85.158.172)
28.632.518
0,7695
37.210.821
(954.350)
112.389.179
150.554.350
5.381.819
6.775.037
31.390.133
(60.486.864)
24.671.308
0,6750
36.551.628
2.781.076
113.048.372
146.818.924
6.041.012
2.380.418
31.390.133
391.164
60.878.029
0,5921
102.820.565
102.820.565
113.405.435
113.405.435
6.398.075
-
-
Pembenihan Ikan Patin
111
112
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
B
Arus Masuk (Inflow)
A
149.600.000
149.600.000
149.600.000
3
149.600.000
4
48.000.000
3. Biaya Tetap
-
149.600.000
59.411.520
147.010.000
-
2. Biaya Variabel
1. Biaya Investasi
Arus Keluar (Outflow)
Menghitung IRR
Arus Masuk untuk
48.000.000
59.411.520
-
149.600.000
48.000.000
59.411.520
-
149.600.000
48.000.000
59.411.520
-
216.226.000
216.226.000
238.016.000
149.600.000
2
Total Arus Masuk
53.049.600
35.366.400
149.600.000
1
66.626.000
147.010.000
88.206.000
58.804.000
0
Tahun
4. Nilai Sisa Proyek
b. Modal Kerja
a. Investasi
3. Modal Sendiri
b. Modal Kerja
a. Investasi
2. Kredit
1. Total Penjualan
Uraian
No
Lampiran 11. Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Variabel 47%
LAMPIRAN
F
E
D
C
PBP (Tahun)
Net B/C
IRR
NPV (14%)
KELAYAKAN USAHA
ANALISIS
KUMULATIF
Present Value
Discount Factor (14%)
MENGHITUNG IRR
CASH FLOW UNTUK
Arus Bersih (NCF)
Menghitung IRR
Arus Keluar untuk
Total Arus Keluar
32.864.784
0,8772
37.465.853
118.478.464
112.134.147
154.693.936
>4
0,99
13,78%
(-) Rp 786.442
(147.010.000) (114.145.216)
(147.010.000)
1,0000
(147.010.000)
(29.402.000)
147.010.000
147.010.000
4.722.627
11.169.656
5. Angsuran Bunga
6. Pajak
31.390.133
4. Angsuran Pokok
(85.823.686)
28.321.530
0,7695
36.806.661
(1.358.510)
112.793.339
150.958.510
5.381.819
6.775.037
31.390.133
(61.425.175)
24.398.511
0,6750
36.147.468
2.376.916
113.452.532
147.223.084
6.041.012
2.380.418
31.390.133
(786.442)
60.638.733
0,5921
102.416.405
102.416.405
113.809.595
113.809.595
6.398.075
-
-
Pembenihan Ikan Patin
113
114
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
B
Arus Masuk (Inflow)
A
131.648.000
131.648.000
131.648.000
3
131.648.000
4
48.000.000
3. Biaya Tetap
-
131.648.000
40.416.000
147.010.000
-
2. Biaya Variabel
1. Biaya Investasi
Arus Keluar (Outflow)
Menghitung IRR
Arus Masuk untuk
48.000.000
40.416.000
-
131.648.000
48.000.000
40.416.000
-
131.648.000
48.000.000
40.416.000
-
198.274.000
198.274.000
255.220.400
131.648.000
2
Total Arus Masuk
88.206.000
35.366.400
131.648.000
1
66.626.000
117.608.000
58.804.000
58.804.000
0
Tahun
4. Nilai Sisa Proyek
b. Modal Kerja
a. Investasi
3. Modal Sendiri
b. Modal Kerja
a. Investasi
2. Kredit
1. Total Penjualan
Uraian
No
Lampiran 12. Analisis Sensitivitas Penurunan Pendapatan 12%
LAMPIRAN
F
E
D
C
PBP (Tahun)
Net B/C
IRR
NPV (14%)
KELAYAKAN USAHA
ANALISIS
KUMULATIF
Present Value
Discount Factor (14%)
MENGHITUNG IRR
CASH FLOW UNTUK
Arus Bersih (NCF)
Menghitung IRR
Arus Keluar untuk
Total Arus Keluar
33.780.152
0,8772
38.509.373
119.521.984
93.138.627
135.698.416
4,0
1,02
14,63%
Rp 2.254.075
(147.010.000) (113.229.848)
(147.010.000)
1,0000
(147.010.000)
(29.402.000)
147.010.000
147.010.000
4.722.627
11.169.656
5. Angsuran Bunga
6. Pajak
31.390.133
4. Angsuran Pokok
(84.105.363)
29.124.485
0,7695
37.850.181
(314.990)
93.797.819
131.962.990
5.381.819
6.775.037
31.390.133
(59.002.506)
25.102.857
0,6750
37.190.988
3.420.436
94.457.012
128.227.564
6.041.012
2.380.418
31.390.133
2.254.075
61.256.581
0,5921
103.459.925
103.459.925
94.814.075
94.814.075
6.398.075
-
-
Pembenihan Ikan Patin
115
116
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
B
Arus Masuk (Inflow)
A
130.152.000
130.152.000
130.152.000
3
130.152.000
4
48.000.000
3. Biaya Tetap
-
130.152.000
40.416.000
147.010.000
-
2. Biaya Variabel
1. Biaya Investasi
Arus Keluar (Outflow)
Menghitung IRR
Arus Masuk untuk
48.000.000
40.416.000
-
130.152.000
48.000.000
40.416.000
-
130.152.000
48.000.000
40.416.000
-
196.778.000
196.778.000
253.724.400
130.152.000
2
Total Arus Masuk
88.206.000
35.366.400
130.152.000
1
66.626.000
117.608.000
58.804.000
58.804.000
0
Tahun
4. Nilai Sisa Proyek
b. Modal Kerja
a. Investasi
3. Modal Sendiri
b. Modal Kerja
a. Investasi
2. Kredit
1. Total Penjualan
Uraian
No
Lampiran 13. Analisis Sensitivitas Penurunan Pendapatan 13%
LAMPIRAN
F
E
D
C
PBP (Tahun)
Net B/C
IRR
NPV (14%)
KELAYAKAN USAHA
ANALISIS
KUMULATIF
Present Value
Discount Factor (14%)
MENGHITUNG IRR
CASH FLOW UNTUK
Arus Bersih (NCF)
Menghitung IRR
Arus Keluar untuk
Total Arus Keluar
32.467.871
0,8772
37.013.373
118.025.984
93.138.627
135.698.416
>4
0,99
13,41%
(-) Rp2.104.838
(147.010.000) (114.542.129)
(147.010.000)
1,0000
(147.010.000)
(29.402.000)
147.010.000
147.010.000
4.722.627
11.169.656
5. Angsuran Bunga
6. Pajak
31.390.133
4. Angsuran Pokok
(86.568.767)
27.973.361
0,7695
36.354.181
(1.810.990)
93.797.819
131.962.990
5.381.819
6.775.037
31.390.133
(62.475.667)
24.093.100
0,6750
35.694.988
1.924.436
94.457.012
128.227.564
6.041.012
2.380.418
31.390.133
(2.104.838)
60.370.829
0,5921
101.963.925
101.963.925
94.814.075
94.814.075
6.398.075
-
-
Pembenihan Ikan Patin
117
118
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
B
Arus Masuk (Inflow)
A
136.136.000
136.136.000
136.136.000
3
136.136.000
4
48.000.000
3. Biaya Tetap
-
136.136.000
44.053.440
147.010.000
-
2. Biaya Variabel
1. Biaya Investasi
Arus Keluar (Outflow)
Menghitung IRR
Arus Masuk untuk
48.000.000
44.053.440
-
136.136.000
48.000.000
44.053.440
-
136.136.000
48.000.000
44.053.440
-
202.762.000
202.762.000
259.708.400
136.136.000
2
Total Arus Masuk
88.206.000
35.366.400
136.136.000
1
66.626.000
117.608.000
58.804.000
58.804.000
0
Tahun
4. Nilai Sisa Proyek
b. Modal Kerja
a. Investasi
3. Modal Sendiri
b. Modal Kerja
a. Investasi
2. Kredit
1. Total Penjualan
Uraian
No
Lampiran 14. Proyeksi Arus Kas Kenaikan Biaya Variabel 9% dan Penurunan Pendapatan 9%
LAMPIRAN
F
E
D
C
PBP (Tahun)
Net B/C
IRR
NPV (14%)
KELAYAKAN USAHA
ANALISIS
KUMULATIF
Present Value
Discount Factor (14%)
MENGHITUNG IRR
CASH FLOW UNTUK
Arus Bersih (NCF)
Menghitung IRR
Arus Keluar untuk
Total Arus Keluar
34.526.257
0,8772
39.359.933
120.372.544
96.776.067
139.335.856
3,9
1,03
15,32%
Rp 4.732.363
(147.010.000) (112.483.743)
(147.010.000)
1,0000
(147.010.000)
(29.402.000)
147.010.000
147.010.000
4.722.627
11.169.656
5. Angsuran Bunga
6. Pajak
31.390.133
4. Angsuran Pokok
(82.704.779)
29.778.963
0,7695
38.700.741
535.570
97.435.259
135.600.430
5.381.819
6.775.037
31.390.133
(57.027.818)
25.676.961
0,6750
38.041.548
4.270.996
98.094.452
131.865.004
6.041.012
2.380.418
31.390.133
4.732.363
61.760.181
0,5921
104.310.485
104.310.485
98.451.515
98.451.515
6.398.075
-
-
Pembenihan Ikan Patin
119
120
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
B
Arus Masuk (Inflow)
A
134.640.000
134.640.000
134.640.000
3
134.640.000
4
48.000.000
3. Biaya Tetap
-
134.640.000
44.457.600
147.010.000
-
2. Biaya Variabel
1. Biaya Investasi
Arus Keluar (Outflow)
Menghitung IRR
Arus Masuk untuk
48.000.000
44.457.600
-
134.640.000
48.000.000
44.457.600
-
134.640.000
48.000.000
44.457.600
-
201.266.000
201.266.000
258.212.400
134.640.000
2
Total Arus Masuk
88.206.000
35.366.400
134.640.000
1
66.626.000
117.608.000
58.804.000
58.804.000
0
Tahun
4. Nilai Sisa Proyek
b. Modal Kerja
a. Investasi
3. Modal Sendiri
b. Modal Kerja
a. Investasi
2. Kredit
1. Total Penjualan
Uraian
No
Lampiran 15. Proyeksi Arus Kas Kenaikan Biaya Variabel 10% dan Penurunan Pendapatan 10%
LAMPIRAN
F
E
D
C
32.859.450
0,8772
37.459.773
118.472.384
97.180.227
139.740.016
0,99
> 4
PBP (Tahun)
13,77%
(-) Rp 804.157
(147.010.000) (114.150.550)
(147.010.000)
1,0000
(147.010.000)
(29.402.000)
147.010.000
147.010.000
Net B/C
IRR
NPV (14%)
KELAYAKAN USAHA
ANALISIS
KUMULATIF
Present Value
Discount Factor (14%)
MENGHITUNG IRR
CASH FLOW UNTUK
Arus Bersih (NCF)
Menghitung IRR
Arus Keluar untuk
Total Arus Keluar
4.722.627
11.169.656
5. Angsuran Bunga
6. Pajak
31.390.133
4. Angsuran Pokok
(85.833.698)
28.316.852
0,7695
36.800.581
(1.364.590)
97.839.419
136.004.590
5.381.819
6.775.037
31.390.133
(61.439.291)
24.394.407
0,6750
36.141.388
2.370.836
98.498.612
132.269.164
6.041.012
2.380.418
31.390.133
(804.157)
60.635.134
0,5921
102.410.325
102.410.325
98.855.675
98.855.675
6.398.075
-
-
Pembenihan Ikan Patin
121
LAMPIRAN
Lampiran 16. Rumus dan Cara Perhitungan untuk Analisis Aspek Keuangan
1. Menghitung Jumlah Angsuran.
Angsuran kredit terdiri dari angsuran pokok ditambah dengan pembayaran
bunga pada periode angsuran. Jumlah angsuran pokok tetap setiap bulannya.
Periode angsuran (n) adalah selama 36 bulan untuk kredit investasi dan 12
bulan untuk kredit modal kerja.
Cicilan pokok
= Jumlah Pinjaman dibagi periode angsuran (n).
Bunga
= i% x jumlah (sisa) pinjaman.
Jumlah angsuran
= Cicilan Pokok + Bunga.
2. Menghitung Jumlah Penyusutan/Depresiasi dengan Metode Garis Lurus
dengan Nilai Sisa 0 (nol).
Penyusutan = Nilai Investasi /Umur Ekonomis.
3. Menghitung Net Present Value (NPV).
NPV merupakan selisih antara present value dari benefit dan present value dari
biaya. Adapun rumus untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut:
n
B1 – Ct
NPV = ∑ –––––––––
t = 1 (1 + i)t
Keterangan :
Bt = Benefit atau manfaat (keuntungan) proyek yang diperoleh
pada tahun ke-t.
Ct = Biaya atau ongkos yang dikeluarkan dari adanya proyek
pada tahun ke-t, tidak dilihat apakah biaya tersebut
dianggap merupakan modal atau dana rutin/operasional.
122
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
i
= Tingkat suku bunga atau merupakan social opportunity cost of
capital.
n
= Umur Proyek.
Untuk menginterpretasikan kelayakan suatu proyek, dapat dilihat dari hasil
perhitungan NPV sebagai berikut:
a. Apabila NPV > 0 berarti proyek layak untuk dilaksanakan secara finansial;
b. Apabila NPV = nol, berarti proyek mengembalikan dananya persis sama besar
dengan tingkat suku bunganya (social opportunity cost of capital-nya).
c. Apabila NPV < 0, berarti proyek tidak layak untuk dilanjutkan karena proyek
tidak dapat menutupi social opportunity cost of capital yang digunakan.
4. Menghitung Internal Rate of Return (IRR).
IRR merupakan nilai discount rate i yang membuat NPV dari proyek sama dengan
0 (nol). IRR dapat juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi
bersih dari suatu proyek, sepanjang setiap benefit bersih yang diperoleh secara
otomatis ditanamkan kembali pada tahun berikutnya dan mendapatkan
tingkat keuntungan i yang sama dan diberi bunga selama sisa umur proyek.
Cara perhitungan IRR dapat didekati dengan rumus dibawah ini :
NPV1
IRR = i1 + (i2 – i1) X –––––––––––––
(NPV1 – NPV2)
Keterangan :
IRR
= Nilai Internal Rate of Return, dinyatakan dalam %.
NPV1 = Net Present Value pertama pada DF terkecil
NPV2 = Net Present Value kedua pada DF terbesar
i1
= Tingkat suku bunga /discount rate pertama.
i2
= Tingkat suku bunga /discount rate kedua.
123
LAMPIRAN
Kelayakan suatu proyek dapat didekati dengan mempertimbangkan nilai IRR
sebagai berikut:
a. Apabila nilai IRR sama atau lebih besar dari nilai tingkat suku bunganya maka
proyek tersebut layak untuk dikerjakan.
b. Apabila nilai IRR lebih kecil atau kurang dari tingkat suku bunganya maka
proyek tersebut dinyatakan tidak layak untuk dikerjakan.
5. Menghitung Net B/C.
Net benefit-cost ratio atau perbandingan manfaat dan biaya bersih suatu
proyek adalah perbandingan sedemikian rupa sehingga pembilangnya terdiri
atas present value total dari benefit bersih dalam tahun di mana benefit bersih
itu bersifat positif, sedangkan penyebut terdiri atas present value total dari
benefit bersih dalam tahun di mana benefit itu bersifat negatif.
Cara menghitung Net B/C dapat menggunakan rumus dibawah ini:
NPV B-C Positif
Net B/C = –––––––––––––
NPV B-C Negatif
Keterangan :
Net BC
= Nilai benefit-cost ratio.
NPV B-C Positif.
= Net present value positif.
NPV B-C Negatif. = Net present value negatif.
Hasil perhitungan Net B/C dapat diterjemahkan sebagai berikut:
a. Apabila nilai Net B/C > 1, maka proyek layak dilaksanakan.
b. Apabila nilai Net B/C < 1, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.
124
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Pembenihan Ikan Patin
6. Menghitung Titik Impas (Break Even Point).
Titik impas atau titik pulang pokok atau Break Even Point (BEP) adalah suatu
keadaan dimana tingkat produksi atau besarnya pendapatan sama dengan
besarnya pengeluaran pada suatu proyek, sehingga pada keadaan tersebut
proyek tidak mendapatkan keuntungan dan tidak mengalami kerugian.
Terdapat beberapa rumus untuk menghitung titik impas yang dapat dipilih,
namun dalam buku ini digunakan rumus pada huruf a, b dan c di bawah ini :
Biaya Tetap.
a. Titik Impas (Rp.) = —————————————
Total Biaya Variabel.
1 - —————————
Hasil Penjualan.
Titik Impas (Rp)
b. Titik Impas (satuan) = ——–———————
Harga satuan Produk
c. Jika biaya variabel dan biaya tetap tidak dipisahkan maka pencarian
titik impas dapat menggunakan prinsip total pendapatan = total
pengeluaran.
Total Pendapatan = Harga x Jumlah produk yang dihasilkan.
Total Pengeluaran = Jumlah semua biaya yang diperlukan proyek.
Jadi harga produk x jumlah produk yang dihasilkan = Total Pengeluaran.
Titik Impas (Rp.)
d. Titik Impas (n) = —————————— X Total Produksi.
Hasil Penjualan (Rp.)
125
LAMPIRAN
7. Menghitung PBP (Pay Back Period atau Lama Pengembalian Modal)
PBP digunakan untuk memperkirakan lama waktu yang dibutuhkan proyek
untuk mengembalikan investasi dan modal kerja yang ditanam.
Cara menterjemahkan PBP untuk menetapkan kelayakan suatu proyek adalah
sebagai berikut:
a. Apabila nilai PBP lebih pendek dari jangka waktu proyek yang ditetapkan
maka suatu proyek dinyatakan layak.
b. Apabila nilai PBP lebih lama dari jangka waktu proyek maka suatu proyek
dinyatakan tidak layak.
8. Menghitung Discount Factor (DF).
DF dapat didefinisikan sebagai: “Faktor yang dipergunakan untuk
memperhitungkan nilai sekarang dari suatu jumlah yang diterima di masa
dengan mempertimbangkan tingkat bunga yang berlaku atau disebut juga“
faktor nilai sekarang (present worth factors)” DF diperhitungkan apabila suatu
proyek bersifat multi-period atau periode lebih dari satu kali. Dalam hal ini
periode lazim diperhitungkan dengan semester atau tahun. Nilai dari DF berkisar
dari 0 sampai dengan 1
Cara memperhitungkan DF adalah dengan rumus sebagai berikut :
Rumus DF per tahun
1
= ———— ,
(1+ r) n
dimana
r = suku bunga
n = tahun 0, 1, ……….. n ; sesuai dengan tahun proyek
126
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Download