Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) PEMBENIHAN IKAN PATIN POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) PEMBENIHAN IKAN PATIN KATA PENGANTAR Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Namun demikian, UMKM masih memiliki kendala, baik untuk mendapatkan pembiayaan maupun untuk mengembangkan usahanya. Dari sisi pembiayaan, masih banyak pelaku UMKM yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses kredit dari bank, baik karena kendala teknis, misalnya tidak mempunyai/tidak cukup agunan, maupun kendala non teknis, misalnya keterbatasan akses informasi ke perbankan. Dari sisi pengembangan usaha, pelaku UMKM masih memiliki keterbatasan informasi mengenai pola pembiayaan untuk komoditas tertentu. Di sisi lain, ternyata perbankan juga membutuhkan informasi tentang komoditas yang potensial untuk dibiayai. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka menyediakan rujukan bagi perbankan untuk meningkatkan pembiayaan terhadap UMKM serta menyediakan informasi dan pengetahuan bagi UMKM yang bermaksud mengembangkan usahanya, maka menjadi kebutuhan untuk penyediaan informasi pola pembiayaan untuk komoditi potensial tersebut dalam bentuk model/pola pembiayaan komoditas (Lending Model). Sampai saat ini, Bank Indonesia telah menghasilkan 112 judul buku pola pembiayaan komoditi pertanian, industri dan perdagangan dengan sistem pembiayaan konvensional dan 30 judul dengan sistem syariah. Dalam upaya menyebarluaskan lending model tersebut kepada masyarakat maka buku pola pembiayaan ini telah dimasukkan dalam website Sistem Informasi Terpadu Pengembangan UKM (SI-PUK) yang terintegrasi dalam Data dan Informasi Bisnis Indonesia (DIBI) dan dapat diakses melalui internet di alamat www.bi.go.id. Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah bersedia membantu dan bekerjasama serta memberikan masukan selama penyusunan buku lending model. Bagi pembaca yang ingin memberikan kritik, saran dan masukan bagi kesempurnaan buku ini atau ingin mengajukan pertanyaan terkait dengan buku ini dapat menghubungi: i Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Biro Pengembangan BPR dan UMKM Tim Penelitian dan Pengembangan Perkreditan dan UMKM Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta Pusat Telp. (021) 381.8922 atau 381.7794 Fax. (021) 351.8951 Besar Harapan kami bahwa buku ini dapat melengkapi informasi tentang pola pembiayaan komoditi potensial bagi perbankan dan sekaligus memperluas replikasi pembiayaan terhadap UMKM pada komoditi tersebut. ii Jakarta, POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) November 2010 RINGKASAN POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL USAHA PEMBENIHAN IKAN LELE No UNSUR PEMBINAAN URAIAN 1 Jenis usaha Usaha Pembenihan Ikan Patin 2 Lokasi usaha Kecamatan XIII Koto Kampar, Bangkinang dan Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau 3 Dana yang digunakan Investasi Modal Kerja Total 4 Sumber dana a. Kredit (40%) b. Modal Sendiri (60%) 5 Periode pembayaran kredit 6 Kelayakan usaha A Periode proyek B Produk utama C Skala proyek D Teknologi E Pemasaran produk 7 Kriteria kelayakan usaha NPV IRR Net B/C Ratio Pay Back Period BEP rata-rata Penilaian = Rp. 147.010.000 = Rp. 44.208.000 = Rp. 191.219.000 Rp. 94.170.400 Rp. 141.255.600 Suku Bunga per tahun = 14% Jangka Waktu Kredit = 3 tahun Pengusaha melakukan angsuran pokok dan angsuran bunga setiap bulan selama jangka waktu kredit 4 tahun Benih Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Pendapatan per tahun : Rp. 149.600.000 Pemijahan buatan dan Pendederan Pembudidaya/pembesaran ikan patin di lokal kabupaten dan luar kabupaten dalam provinsi, pedagang pengumpul untuk pasar antar kabupaten Rp. 54.092.039 28,94% 1,37 3,2 tahun Rupiah = Rp. 32.351.554 Benih Ikan Patin = 190.303 ekor Layak dilaksanakan iii No 8 UNSUR PEMBINAAN URAIAN Analisis sensitivitas (1)Kenaikan Biaya variabel 46% Analisis Profitabilitas : NPV Rp. 39.164 IRR 14,11% Net B/C Ratio 1,00 Pay Back Period 47,9 bulan (<4 tahun) Penilaian Layak (2)Kenaikan Biaya variabel 47% Analisis Profitabilitas : NPV (-) Rp. 786.422 IRR 13,78% Net B/C Ratio 0,99 Pay Back Period > 4 tahun Penilaian Tidak Layak (3)Penurunan Pendapatan 12% Analisis Profitabilitas : NPV Rp. 2.254.075 IRR 14,63% Net B/C Ratio 1,02 Pay Back Period 47,6 bulan (< 4 tahun) Penilaian Layak (4)Penurunan Pendapatan 13% Analisis Profitabilitas : iv NPV (-) Rp. 2.104.838 IRR 13,41% Net B/C Ratio 0,99 Pay Back Period >4 tahun Penilaian Tidak Layak POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) No UNSUR PEMBINAAN URAIAN (5)Kombinasi Kenaikan Biaya Variabel 9% dan Penurunan Pendapatan 9% Analisis Profitabilitas : NPV Rp. 4.732.363 IRR 15,32% Net B/C Ratio 1,03 Pay Back Period 47,1 bulan (<4 tahun) Penilaian Layak (6)Kombinasi Kenaikan Biaya Variabel 10% dan Penurunan Pendapatan 10% Analisis Profitabilitas : NPV (-) Rp. 804.157 IRR 13,77% Net B/C Ratio 0,99 Pay Back Period >4 tahun Penilaian Tidak Layak v HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................... RINGKASAN .............................................................................................. DAFTAR ISI ................................................................................................ DAFTAR GAMBAR .................................................................................... DAFTAR FOTO .......................................................................................... DAFTAR TABEL . ........................................................................................ Hal i iii vii ix ix x BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1 BAB II PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN 2.1 Profil Pengusaha .................................................................. 2.2 Profil Usaha ......................................................................... 2.3 Pola Pembiayaan ................................................................. 9 10 12 BAB III ASPEK PASAR DAN PEMASARAN 3.1 Aspek Pasar ......................................................................... 3.1.1 Permintaan ................................................................. 3.1.2 Penawaran ................................................................. 3.1.3 Analisis Persaingan dan Peluang Pasar ........................ 3.2 Aspek Pemasaran ................................................................ 3.2.1 Harga ......................................................................... 3.2.2 Jalur Pemasaran . ........................................................ 3.2.3 Kendala Pemasaran .................................................... 15 15 16 17 18 18 19 20 BAB IV ASPEK TEKNIS PRODUKSI 4.1 Lokasi Usaha ....................................................................... 4.2 Fasilitas Produksi dan Peralatan . .......................................... 4.3 Bahan Baku ......................................................................... 21 24 36 vii 4.4 4.5. 4.6 4.7 4.8 4.9 Tenaga Kerja ....................................................................... Teknologi ............................................................................ Proses Produksi . .................................................................. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi ......................................... Produksi Optimum . ............................................................. Kendala Produksi ................................................................. BAB V ASPEK KEUANGAN 5.1 Pemilihan Pola Usaha . ......................................................... 5.2 Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan................... 5.3 Komposisi dan Struktur Biaya Investasi dan Biaya Operasional ................................................................ 5.3.1 Biaya Investasi ............................................................ 5.3.2 Biaya Operasional ....................................................... 5.4 Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja ......................... 5.5 Produksi dan Pendapatan .................................................... 5.6 Proyeksi Laba Rugi Usaha dan Break Even Point ................... 5.7 Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Usaha . ............................. 5.8 Analisis Sensitivitas .............................................................. 36 37 38 50 52 52 55 58 61 61 63 65 67 67 69 70 BAB VI ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN 6.1 Aspek Ekonomi dan Sosial .................................................. 6.2 Aspek Dampak Lingkungan ................................................. 75 75 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ......................................................................... 7.2 Saran . ................................................................................. 77 79 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... DAFTAR ISTILAH ....................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN . ................................................................................ 81 83 91 viii POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) DAFTAR GAMBAR Gambar Hal 1.1 Produksi Patin Indonesia dari Tahun 2004-2006 (Sumber: DKP, 2007) .................................................................... 2 3.1 Jalur Pemasaran Benih Patin . ........................................................ 19 4.1 Bagan Alir Proses Produksi Benih Ikan Patin . ................................. 51 DAFTAR FOTO Foto Hal 4.1 Model Kolam Pemeliharan Induk . ................................................. 30 4.2 Model Kolam/Bak Pengolahan Air ................................................. 31 4.3 Model Wadah Pemberokan Induk ................................................. 31 4.4 Model Bangsal (Panti Benih) . ........................................................ 32 4.5 Model Bak Penetasan dan Pemeliharaan Larva .............................. 33 4.6 Model Wadah Penetasan Artemia ................................................. 33 4.7 Sarana dan Peralatan Pembenihan Patin . ...................................... 35 4.8 Induk Patin Hasil Seleksi dan Ovaprim ........................................... 37 4.9 Ciri-ciri Induk Patin yang Matang Gonad . ..................................... 40 4.10 Proses Pemijahan Ikan Patin .......................................................... 42 4.11 Alat Bantu dan Proses Penetasan Telur . ........................................ 43 4.12 Corong Penetasan Telur . .............................................................. 43 ix DAFTAR TABEL Tabel Hal 1.1 Produksi Budidaya Perikanan Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten Kampar Tahun 2008-2009 ......................................... 5 1.2 Produksi UPR/UKR Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten Kampar Tahun 2008 dan 2009 ........................................................ 6 1.3 Produksi BBI Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten Kampar Tahun 2008 dan 2009 ........................................................ 7 3.1 Perkembangan Harga Benih Patin Siam . .......................................... 18 4.1 Kisaran Kualitas Air untuk Pembenihan Patin Siam ........................... 22 4.2 Fasilitas Produksi dan Peralatan dalam Pembenihan Patin ................. 24 4.3 Komposisi Pakan Buatan untuk Indukan Patin .................................. 39 4.4 Jenis Pakan Berdasarkan Umur dalam Pemeliharaan Benih Patin Siam .............................................................................. 44 5.1 Asumsi untuk Analisis Keuangan . .................................................... 59 5.2 Komposisi Biaya Investasi ................................................................. 61 5.3 Komposisi Biaya Operasional . .......................................................... 63 5.4 Komponen dan Struktur Biaya ......................................................... 66 5.5 Perhitungan Angsuran Kredit ........................................................... 66 5.6 Proyeksi Produksi dan Pendapatan ................................................... 67 5.7 Proyeksi Pendapatan dan Laba Rugi Usaha . ..................................... 68 5.8 Rata-rata Laba Rugi dan BEP Usaha . ................................................ 69 5.9 Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Patin .......................................... 70 5.10 Analisis Sensitivitas Biaya Variabel Naik ............................................ 71 5.11 Analisis Sensitivitas Pendapatan Turun ............................................. 72 5.12 Analisis Sensitivitas Kombinasi . ........................................................ 73 x POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) BAB I PENDAHULUAN Ikan patin (Pangasius spp.) merupakan salah satu komoditi perikanan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Permintaan lokal dan ekspor ikan patin semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena daging ikan patin memiliki kandungan kalori dan protein yang cukup tinggi, rasa dagingnya khas, enak, lezat, dan gurih. Ikan ini dinilai lebih aman untuk kesehatan karena kadar kolesterolnya rendah dibandingkan dengan daging ternak. Keunggulan ini menjadikan patin sebagai salah satu primadona perikanan tawar. Ikan patin adalah ikan perairan tawar yang termasuk ke dalam famili pangasidae dengan nama umum adalah catfish. Populasi di alam ditemukan di sungai-sungai besar di daerah Sumatera, Kalimantan, dan sebagian di Jawa. Di daerah penyebarannya tersebut di Indonesia, terdapat sekitar 14 jenis ikan patin, termasuk ikan patin siam (Slembrouck et al., 2005). Selain di Indonesia, ikan patin juga banyak ditemukan di kawasan Asia seperti di Vietnam, Thailand, dan China. Diantara beberapa jenis patin tersebut, yang telah berhasil dibudidayakan, baik dalam pembenihan maupun pembesaran dalam skala usaha mikro, kecil, dan menengah adalah 2 spesies, yakni ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus; nama latin sebelumnya adalah P. sutchi) dan patin jambal (Pangasius djambal). Patin siam mulai berhasil dipijahkan di Indonesia pada tahun 1981, sedangkan patin jambal pada tahun 1997. Di samping itu terdapat patin hasil persilangan (hibrida) antara patin siam betina dengan patin jambal jantan, yang dilakukan oleh Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar (LRPTBPAT) dan dikenal dengan “patin pasupati” (Pangasius sp.). Ketiga jenis ikan patin tersebut mempunyai beberapa kelebihan dan kendala tersendiri dalam budidaya, baik dari kegiatan pembenihan maupun pembesaran. Kendala yang relatif besar dihadapi dalam pembenihan ikan adalah terhadap ikan patin jambal. 1 PENDAHULUAN Sebagai salah satu primadona perikanan air tawar, masyarakat mulai melakukan budidaya pembesaran patin, karena produksinya dari alam semakin menurun. Perkembangan pembesaran patin di beberapa wilayah di Indonesia mulai meningkat pada tahun 1990an. Meskipun demikian, pada dekade tersebut pembenihan ikan patin masih terkonsentrasi di daerah Jawa Barat, khususnya Sukabumi dan Bogor. Perkembangan yang pesat untuk kegiatan pembenihan ikan patin dimulai tahun 2000an. Wilayah produsen ikan patin di Indonesia meliputi Sumatera (terutama Provinsi Riau, Jambi, Lampung, dan Sumatera Selatan), seluruh wilayah provinsi di Kalimantan, dan Jawa (terutama Provinsi Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta). Produksi ikan patin dari wilayah tersebut dari tahun 2004-2006 disajikan pada Gambar 1.1. Produksi yang demikian berasal dari budidaya di kolam dan karamba. Volume produksi yang tinggi di beberapa wilayah tersebut, tentu seiring dengan kebutuhan benih, baik yang berasal dalam wilayah provinsi sendiri maupun dari luar provinsi. 14 12 Produksi (Ton) 10 2004 8 2005 6 2006 4 2 Sumatera Jawa Kalbar Kaltim Kalteng Kalsel Lainnya Jabar Banten DKI Lainnya Lampung Jambi Riau 0 Kalimantan Provinsi Gambar 1.1. Produksi Patin Indonesia dari Tahun 2004-2006 (Sumber: DKP, 2007) 2 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin Salah satu wilayah kegiatan produksi ikan air tawar di Indonesia pada umumnya dan ikan patin pada khususnya, yaitu Provinsi Riau. Hal ini yang menjadi salah satu pertimbangan bahwa penyusunan buku pola pembiayaan ini dilakukan berdasarkan hasil survei di wilayah tersebut. Disamping itu, beberapa wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Riau sudah ditetapkan sebagai Kawasan Minapolitan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI dengan Surat Keputusan Nomor Kep.32/MEN/2010, tertanggal 14 Mei 2010. Wilayah minapolitan Provinsi Riau meliputi Kabupaten Kampar, Rokan Hulu, Bengkalis, Kota Dumai, Kuantan Sengingi, dan Indragiri Hilir. Hal ini disebabkan karena pada umumnya wilayah kabupaten dan kota tersebut merupakan wilayah kegiatan budidaya ikan air tawar, kecuali Kabupaten Bengkalis yang merupakan wilayah kegiatan budidaya air tawar dan payau. Disamping itu kegiatan budidaya air tawar juga terdapat di Kota Pekanbaru dan Kabupaten Palalawan. Seiring dengan kondisi tersebut di atas, jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) budidaya, tenaga kerja, dan lahan budidaya juga relatif banyak di wilayah tersebut. Jumlah RTP dan tenaga kerja budidaya tawar pada tahun 2008 masingmasing mencapai 225 RTP dan 361 tenaga kerja. Jumlah RTP dan tenaga kerja tertinggi terdapat di Kabupaten Kampar, masing-masing mencapai 56% dan 63% dari total yang terdapat di Provinsi Riau. Selanjutnya luas lahan budidaya air tawar di Provinsi Riau pada tahun 2008 mencapai 143.569 m2 dengan jumlah dan nilai produksi masing-masing 152.994 ton dan Rp 14 miliar. Produksi perikanan budidaya tawar Provinsi Riau sekitar 75% berasal dari Kabupaten Kampar. Meskipun demikian, luas area budidaya di Kabupaten Kampar hanya 3% atau menempati urutan ke lima di Provinsi Riau (DKP-Riau, 2009). Pembenihan merupakan salah satu bagian dari budidaya tawar selain pembesaran. Unit pembenihan ikan air tawar di Provinsi Riau terdiri dari Unit Pembenihan Rakyat (UPR) yang hampir 100% adalah milik perorangan serta Balai Benih Ikan (BBI). Luas fasilitas pembenihan (Bak, kolam induk, dan kolam pendederan) pada tahun 2008 mencapai 25.478 m2. Benih ikan air tawar yang diproduksi diantaranya adalah ikan lele, patin, nila, mas, gurame, baung, dan 3 PENDAHULUAN nilem. Produksi benih tertinggi adalah benih ikan lele, patin, dan nila yang pada umumnya berasal dari Kabupaten Kampar. Benih hasil produksi UPR dan BBI pada umumnya (±75%) dijual ke petani pembesar (DKP-Riau, 2009). Namun demikian kebutuhan benih ikan air tawar di Provinsi Riau masih sangat tinggi. Hal ini tampak bahwa volume penjualan benih lebih tinggi dari hasil produksinya. Dengan demikian terdapat benih yang berasal dari luar dan diperdagangkan di Provinsi Riau. Dengan perkembangan perikanan budidaya tawar yang pesat di Kabupaten Kampar sejak akhir tahun 1990an, maka Kabupaten Kampar (terutama wilayah Kecamatan XIII Koto Kampar dan Kecamatan Kampar) ditetapkan sebagai Kawasan Sentra Produksi (KSP) Budidaya Ikan di Provinsi Riau berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Riau No. KPTS 99/II/2000, tertanggal 28 Februari 2000. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) No. Kep.69/DJ-P2HP/2007 tertanggal 5 Juni 2007, Kabupaten Kampar merupakan “Lokasi Pengembangan Sentra Pengolahan Hasil Perikanan”, dengan komoditinya adalah “nugget, kerupuk, dan selai ikan patin”. Produksi ikan budidaya tawar di Kabupaten Kampar pada tahun 2009 adalah 23.150,61 ton dan mayoritas adalah ikan patin (sekitar 10.000 ton atau ±46%), ikan mas sekitar 4.500 ton (±19%), dan sisanya adalah ikan nila, lemak, lele, gurami, baung, dan lain sebagainya (Tabel 1.1). Selanjutnya, produksi ikan budidaya tersebut berasal dari budidaya di kolam seluas sekitar 700 ha dan karamba seluas 7.000 ha. Budidaya ikan di kolam tersebar di seluruh wilayah kecamatan, sedangkan budidaya dalam karamba terdapat paling tidak di 16 dari 20 kecamatan dalam wilayah Kabupaten Kampar. Produksi tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 19,96% dibanding dengan produksi tahun 2008. 4 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin Tabel 1.1. Produksi Budidaya Perikanan Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten Kampar Tahun 2008-2009 (ton) No Jenis ikan Tahun 2009 1. Mas 4.461,45 2. Patin 10.793,00 3. Nila 2.103,97 4. Bawal 812,87 5. Gurami 876,78 6. Lele 1.655,37 7. Lemak 1.871,26 8. Baung 501,26 9. Lain-lain 74,65 Total Produksi 2009 23.150,61 Total Produksi 2008 19.297,77 Peningkatan (%) 19,96 Sumber : Disper Kampar, 2009 Usaha pembenihan dan pembesaran ikan patin adalah salah satu andalan kegiatan budidaya air tawar di Provinsi Riau pada umumnya dan Kabupaten Kampar pada khususnya. Kegiatan pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar pada awalnya dilakukan oleh petani untuk memenuhi kebutuhan sendiri dalam pembesaran ikan patin. Dengan bertambahnya jumlah pembudidaya untuk pembesaran ikan patin, maka pasokan benih terasa mulai berkurang dan harganya menjadi mahal. Untuk itu, pada tahun 2000 dan dengan dukungan pemerintah daerah, para pembudidaya ikan patin menjadikan kegiatan pembenihan sebagai suatu usaha guna menghasilkan benih ikan patin yang langsung dipasarkan kepada 5 PENDAHULUAN pembudidaya pembesaran ikan patin secara lokal (di dalam dan luar wilayah kabupaten) dan interinsular (di luar wilayah Provinsi Riau). Pembenihan ikan air tawar di Kabupaten Kampar tersebar di 18 dari 20 kecamatan. Berdasarkan data Dinas Perikanan Kabupaten Kampar tahun 2009, unit pembenihan yang banyak diantaranya adalah di Kecamatan Perhentian Raja (25 unit); XIII Koto Kampar (21 unit); Kampar (8 unit); kemudian di Kecamatan Bangkinang, Bangkinang Barat, dan Tambang masing-masing 6 unit. Di wilayah kecamatan lainnya hanya berkisar antara 1- 4 unit. Dari total produksi benih ikan air tawar di Kabupaten Kampar pada tahun 2009 (Tabel 1.2), produksi benih ikan tertinggi adalah ikan patin (±46%), kemudian diikuti oleh ikan lele (±35%) dan sisanya adalah benih ikan nila hitam, mas, nila merah, baung, dan gurami. Sedangkan produksi benih dari BBI Kabupaten Kampar hanya sekitar 2,3 juta ekor pada tahun 2009 dan mengalami peningkatan hampir 200% dibanding tahun 2008. Volume produksi benih dari BBI yang tertinggi adalah ikan nila (±50%), kemudian diikuti oleh benih ikan patin (±23%), dan sisanya adalah benih ikan bawal tawar, mas, serta lele. Tabel 1.2. Produksi UPR/UKR Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten Kampar Tahun 2008 dan 2009 No Jenis ikan Tahun 2008 Peningkatan (%) 1. Mas 2.785.534 3.025.176 8.60 2. Patin 30.804.585 33.060.852 7.32 3. Nila Merah 1.261.988 1.368.532 8.44 4. Nila Hitam 7.879.933 8.355.248 6.03 5. Baung 805.456 864.336 7.31 6. Lele 23.358.212 25.137.772 7.62 7. Gurami 225.592 216.084 -4.21 Jumlah 67.121.300 72.028.000 7,31 Sumber : Disper Kampar, 2009 6 Tahun 2009 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin Tabel 1.3. Produksi BBI Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten Kampar Tahun 2008 dan 2009 No Jenis ikan Tahun 2008 Tahun 2009 Peningkatan (%) 1. Mas 101.066 197.689 95.60 2. Patin 124.355 544.854 338.14 3. Nila 507.290 1.149.306 126.56 6. Lele 32.340 124.166 283.94 7. Bawal 30.520 319.999 948.49 Jumlah 795.571 2.336.016 193.63 Gurami 225.592 216.084 -4.21 Jumlah 67.121.300 72.028.000 7,31 7. Sumber : Disper Kampar, 2009 Dari 98 UPR di Kabupaten Kampar, sekitar 15 UPR adalah UPR ikan patin yang tersebar di 9 kecamatan, diantaranya adalah Kecamatan XIII Koto Kampar dan Kampar masing-masing 4 UPR, kemudian di 7 kecamatan lainnya (Kecamatan Bangkinang, Bangkinang Barat, Bangkinang Seberang, Tapung Hulu, Salo, Tambang, dan Kampar Kiri), masing-masing satu unit UPR patin. Beberapa UPR di Kecamatan Kampar, Tampang, dan Kampar Kiri juga mengkombinasikan pembenihan patin dengan baung atau patin dengan lele. Sedangkan UPR lainnya adalah kegiatan pembenihan ikan lele, nila hitam, mas, nila merah, baung, dan gurami yang dilakukan secara mono dan multi species. Pada umumnya para pembudidaya ikan patin di Kabupaten Kampar tidak mengkhususkan usahanya pada kegiatan pembenihan, namun mengkombinasikannya dengan pembesaran dan/atau pembuatan pakan ikan. Produksi benih patin di setiap UPR berkisar antara 100.000-500.000 ekor benih patin per-siklus dengan 6-12 siklus per-tahun. Benih ikan patin yang dominan 7 PENDAHULUAN diminati konsumen adalah ukuran 1 - 2 inchi atau kategori P II (A) dengan harga berkisar antara Rp.170,- s.d. Rp. 250 per-ekor. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan kajian tentang pola pembiayaan pembenihan ikan patin yang diharapkan berguna sebagai salah satu referensi bank dan masyarakat yang berminat mengembangkan usaha pembenihan ikan patin. 8 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) BAB II PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN 2.1. Profil Pengusaha Pengusaha pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar terdapat di 9 kecamatan, yaitu di Kecamatan XIII Koto Kampar, Kampar, Bangkinang, Bangkinang Barat, Bangkinang Seberang, Tapung Hulu, Salo, Tambang, dan Kampar Kiri. Pengusaha tersebut tergolong pengusaha mikro dan kecil, merupakan penduduk asli setempat, berada dalam golongan usia produktif (39 - 50 tahun) dengan pendidikan pada umumnya adalah SLTA - Sarjana. Usaha pembenihan ikan patin tersebut merupakan sumber penghasilan utama mereka. Usaha sampingannya adalah pembesaran dan/atau pengolahan ikan patin atau pembuatan pakan, dan bahkan sebagai pedagang ikan (segar atau olahan) serta sebagian kecil melakukan usaha pembenihan patin bersamaan dengan pembenihan ikan lele dan atau baung. Pengusaha pembenihan ikan patin di wilayah tersebut di atas telah menguasai teknik budidaya dengan baik dan sesuai dengan arahan dari Dinas Perikanan Kabupaten Kampar serta dukungan dari pemerintah daerah. Teknik budidaya diperoleh dari berbagai sumber antara lain: (1) sebagai pegawai atau buruh BBI atau Balai Penelitian Teknologi Pertanian (BPTP); (2) sebagai buruh UPR; (3) tukar menukar pengalaman dengan sesama pengusaha pembenih ikan patin; dan (4) penyuluhan dari Balai Benih Ikan Air Tawar Kabupaten Kampar. Terdapat beberapa alasan dari para pengusaha dalam menjalankan usaha pembenihan ikan patin, antara lain karena: (1) harga benih patin relatif baik dan stabil; (2) secara ekonomis menguntungkan; (3) pemasaran sudah terjamin dan sudah jelas pembelinya; bahkan sebelum benih mencapai ukuran jual sudah ada yang memesan, karena banyak petani pembesaran ikan patin di lingkungan wilayah kabupaten dan luar Kabupaten Kampar serta bahkan di luar Provinsi Riau, 9 PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN sehingga permintaan pasar akan benih patin tergolong tinggi; (4) pengetahuan/ keterampilan sudah dikuasai atau teknologi pembenihan ikan patin sudah dikuasai; (5) kondisi alam/potensi sumber daya dan ekologi wilayah mendukung; dan (6) hobby. Selain itu, ditunjang oleh SDM yang mendukung, bahan baku berupa calon induk banyak tersedia sehingga mudah diperoleh. Ikan patin merupakan komoditi ekspor (terutama hasil olahannya dalam bentuk fillet, nugget, selai, dan kerupuk ikan patin) serta adanya rencana pendirian pabrik fillet ikan patin yang didukung oleh pemerintah daerah serta pihak swasta. 2.2. Profil Usaha Pembenihan ikan patin umumnya dilakukan oleh perorangan dengan mengadopsi teknologi yang berkembang dalam pembenihan ikan air tawar. Usaha pembenihan ikan patin mulai berkembang di Kabupaten Kampar sejak tahun 2000 dengan jenis yang dibenihkan adalah patin siam (Pangasius hypophthalmus). Disamping itu usaha ini merupakan usaha pokok keluarga dan sebagian besar belum berbentuk badan hukum, tetapi memiliki Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP). Lahan yang digunakan untuk pembenihan patin adalah lahan milik sendiri, baik yang berada di sekitar rumah atau lahan pekarangan atau lahan yang terpisah sama sekali dari lahan rumah. Namun demikian, beberapa pengusaha yang menjadi responden menyewa kolam untuk pemeliharaan induk pada awal usahanya, sedangkan panti benih berada di lahan milik sendiri. Dalam perkembangannya, lahan untuk kolam induk yang disewa, pada akhirnya dibeli oleh pengusaha tersebut. Jenis usaha budidaya patin yang dijalankan mayoritas adalah gabungan pembenihan dengan pembesaran. Beberapa pengusaha melakukan kegiatan pembesaran patin hanya sebagai sampingan dengan kontribusi penghasilan sekitar 50% - 80% dari pembenihan dan 20% – 50% dari pembesaran. Dalam kegiatan pembenihan patin dan untuk memproduksi benih berukuran 1 - 2 inchi, pengusaha menghabiskan waktu sekitar 20-25 hari per-siklus dan dapat memproduksi 10 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin sekitar 6-12 siklus per-tahun. Waktu pemeliharaan tersebut terdiri dari 12-16 hari untuk pemeliharaan di bak larva dan 8-12 hari di bak/kolam pendederan. Bak pendederan juga dapat menggunakan bak pemeliharaan larva atau penetasan telur. Untuk mendapatkan benih ukuran > 2 inchi, maka lama waktu pendederan di bak/kolam pendederan sekitar 18 - 22 hari, sehingga jumlah total waktu yang dibutuhkan kurang dari 40 hari per-siklus. Sedangkan untuk kegiatan pembesaran membutuhkan waktu 6-8 bulan untuk mencapai ukuran 1 kg, sebagai ukuran yang umum dipasarkan. Usaha mikro dan kecil pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar pada umumnya memiliki sarana/fasilitas pembenihan berupa: (1) kolam induk; (2) bak atau kolam pengolahan air; (3) wadah isolasi/pemberokan induk; (4) bangsal pembenihan (panti benih) yang terbuat dari bangunan permanen atau semi permanen; (5) bak penetasan dan pemeliharaan larva/benih; (6) wadah penetasan artemia sebagai pakan alami, dan (7) peralatan untuk meningkatkan suhu dan oksigen media pemeliharaan larva/benih; serta (8) sarana dan peralatan penunjang lainnya. Selain sarana dan fasilitas tersebut, dalam pembenihan patin dibutuhkan bahan berupa indukan patin. Di Kabupaten Kampar umumnya pengusaha pembenihan patin memiliki Induk Pokok (Parent Stock, PS) yang terdiri dari induk patin betina dengan jumlah 80-200 ekor dengan bobot >3 kg/ekor, sedangkan induk patin jantan berjumlah 60-100 dengan bobot >2 kg/ekor. Calon induk ini dibeli dari petani pembesar, kemudian di rawat sendiri atau hasil pembesaran sendiri oleh para pengusaha. Pengusaha pembenihan patin di Kabupaten Kampar menggunakan jasa tenaga kerja sebanyak 3 - 8 orang karyawan per-unit usaha dan 1 – 2 orang berasal dari anggota keluarga. Upah karyawan berkisar antara Rp 1,5 – Rp 2 juta per bulan, selain itu karyawan memperoleh bonus produksi dan tunjangan hari raya (THR) sebesar 1 kali gaji. Pengusaha yang menjadi model mempunyai pembukuan sederhana yang cukup rapi dan tertib serta terkontrol, sehingga pembagian hasil usaha dapat dihitung dengan jelas. Kesadaran perlunya pembukuan dapat ditimbulkan karena 11 PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN adanya budaya untuk berlaku jujur diantara pekerja dan pengusaha serta karena adanya pembinaan dari bank pemberi pembiayaan. Usaha pembenihan ikan patin ini juga ditunjang dengan adanya kelompok pembenih dan penangkar ikan patin yang bernama Asosiasi Pengusaha, Pembenih, dan Penangkar Ikan Kampar (APPIK). Kelompok ini merupakan wadah bagi para pembenih ikan patin dan ikan air tawar lainnya untuk membahas permasalahanpermasalahan dalam bahan dan teknologi pembenihan serta untuk menetukan kesamaan harga pasar. 2.3. Pola Pembiayaan Pola pembiayaan usaha pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar pada awalnya berasal dari dana pengusaha sendiri (modal sendiri), baik sebagai dana investasi maupun modal kerja atau biaya operasional. Selanjutnya pola pembiayaan untuk pengembangan investasi dan biaya operasional berasal dari: (1) keuntungan hasil usaha; (2) kredit bank (Channeling); dan (3). bantuan dari Dinas Perikanan. Bantuan dari dinas dan kredit bank mempunyai proporsi yang berbeda antar pengusaha. Skim bantuan dari dinas adalah bantuan stimulus dari dana sosial dan hibah untuk pemula. Bantuan ini diberikan kepada usaha perorangan dan kelompok dan jika bantuan untuk kelompok hanya pada 1 desa dalam 1 kecamatan dan maksimal 4-5 kelompok dalam setahun. Khusus untuk pembenihan patin, bantuan dari dinas berupa pengadaan induk patin dan perbaikan sarana kolam atau fasilitas pembenihan lainnya. Selanjutnya skim pembiayaan budidaya patin, baik pembenihan maupun pembesaran atau keduanya yang tersedia adalah skim kredit agribisnis dengan jenis kredit modal kerja yang berasal dari dana bergulir pemda (Kredit Channeling) yang ditempatkan di BPR. Kredit ini juga diberikan kepada perorangan untuk pembudidaya ikan air tawar lainnya, pedagang bakulan, industri skala rumah tangga (home industry) pakan ikan dan lain sebagainya di bidang agribisnis. 12 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin Hal ini sesuai dengan program pemerintah daerah berupa program sosial untuk memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan taraf hidup masyarakat serta potensi daerah. Plafon kredit yang disediakan oleh BPR setempat untuk pembenihan ikan maksimal Rp 50 juta dengan grace period 3 bulan, bunga 6%, dan jangka waktu pengembalian selama 3 tahun. Hal ini disebabkan karena kredit pembiayaan pembenihan ikan patin selama ini mempunyai performance yang lebih baik dibanding usaha pembenihan lainnya. Untuk usaha lainnya seperti selai patin dan usaha budidaya ikan dalam karamba, plafon kreditnya adalah Rp 25 juta. Namun demikian, BPR ini juga mempunyai plafon kredit modal kerja yang lebih tinggi sebagai kredit executing di bidang perikanan (misalnya Rp 150 juta) terhadap usaha perikanan yang terintegrasi (misalnya kombinasi usaha perdagangan ikan segar, pembesaran patin, dan pabrik pakan ikan skala home industry). Untuk kredit sejenis ini, bunga ditetapkan sebesar 18%, grace period selama 3 bulan dan jangka waktu pengembalian selama 4 tahun. Persyaratan yang dibutuhkan untuk memperoleh kredit dari dana bergulir (Channeling) yaitu ijin usaha, agunan berupa girik/sertifikat tanah/bangunan dan atau BPKB kendaraan serta keterangan kelayakan usaha serta analisis usaha berdasarkan hasil orientasi lapangan (on the spot) dengan metode Rapid Rural Appraisal (RRA). Disamping itu, mengingat sumber dana kredit adalah dana bergulir pemda, maka persyaratan lain yang diperlukan adalah rekomendasi dari Dinas Perikanan sebagai instansi pemda yang bertugas dalam pembinaan dan pengelolaan teknis usaha. Jumlah pembiayaan yang disediakan melalui BPR ini dinilai pengusaha pembudidaya ikan patin belum mencukupi untuk menutup biaya investasi dan operasional. Sebagai contoh, salah seorang pembenih ikan patin, menyatakan biaya yang diajukan ke bank untuk pembenihan ikan patin selama jangka waktu 2-3 tahun sebesar Rp. 300 juta dan jumlah dana kredit yang diberikan hanya sebesar Rp. 50 juta. 13 PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN Jenis kredit lainnya yang tersedia di Provinsi Riau pada umumnya dan Kabupaten Kampar pada khususnya untuk sektor perikanan adalah kredit umum perorangan dengan skim modal kerja dan plafon < Rp. 500 juta dari Perusahaan Modal Ventura di daerah tersebut. Sumber dana kredit ini adalah dari Pemerintah Provinsi Riau. Performance jenis kredit umum perorangan ini masih rendah untuk sektor perikanan, karena adanya beberapa kendala yang dihadapi bank untuk melakukan analisis pembiayaan. Namun demikian, salah seorang pengusaha ikan patin yang terintegrasi (pembenihan, pembesaran, pembuatan pakan) di Kabupaten Kampar, telah mendapat kredit ini sebanyak 2 kali dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, dengan jumlah kredit masing-masing Rp. 265 juta dan Rp. 500 juta. Kriteria yang menjadi pertimbangan bank dalam melakukan analisis pembiayaan kepada nasabah adalah 5C, yaitu character (watak), capacity (kemampuan membayar dari usaha yang dijalankan), capital (permodalan), collateral (jaminan/agunan) dan condition (kondisi usaha: lokasi usaha, pemasaran, pengalam kerja, aspek hukum, dan ekonomi usaha). Analisis pembiayaan dengan prinsip 5C menekankan pada aspek karakter calon debitur. Namun mengingat karakter usaha sulit dinilai, biasanya perbankan setempat (khususnya BPR dan Perusahaan Modal Ventura) dalam pemberian kredit kepada sektor perikanan pada umumnya dan kegiatan pembenihan patin pada khususnya, didasarkan pada aspek kelayakan usaha (termasuk kinerja atau performance dan prospek usaha), usaha lain yang mendukung serta jaminan. Disamping itu prospek pemasaran dan sistem pembayaran dalam usaha juga tetap menjadi perhatian penting karena aspek pemasaran diakui merupakan faktor penting yang mempengaruhi kelayakan usaha 14 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) BAB III ASPEK PASAR DAN PEMASARAN 3.1. Aspek Pasar 3.1.1. Permintaan Permintaan terhadap benih ikan patin cenderung meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan perkembangan budidaya ikan patin yang semakin meluas di beberapa wilayah di Indonesia, diantaranya di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Selatan, Jawa, dan Sumatera Barat. Di Kabupaten Kampar, permintaan pasar terhadap benih ikan patin yang sangat besar diindikasikan dengan banyaknya pesanan yang datang kepada para pembenih di daerah ini. Benih yang banyak diminati atau dipasarkan adalah benih kelas tebar kategori P II A (ukuran 1-2 inchi). Sementara itu permintaan benih kelas tebar kategori P I (ukuran <1 inchi) dan P II B (ukuran 2-3 inchi) relatif sedikit, sehingga relatif sedikit juga pengusaha pembenih yang membesarkan benih ikan patin di kolam pendederan sampai ukuran >2-3 inchi. Permintaan tersebut cenderung masih bersifat lokal (di dalam wilayah kabupaten atau provinsi) dan sebagian kecil dari luar provinsi. Hal ini tampak dari data penjualan benih patin oleh pengusaha pembenihan, bahwa sekitar 75-80% benih yang dijual adalah untuk memenuhi kebutuhan petani pembesaran ikan patin di Kabupaten Kampar, sedangkan 1020% untuk memenuhi permintaan di luar kabupaten dalam wilayah Provinsi Riau (Rokan Hulu, Palalawan, dan Kuantan Singingi) serta kurang dari 10% adalah untuk memenuhi permintaan petani dari Provinsi Sumatera Barat. Dengan memperhatikan perkembangan penjualan benih patin di Provinsi Riau pada tahun 2008 yang mencapai 173,7 juta benih, permintaan benih patin yang terbesar adalah dari Kabupaten Indragiri Hulu (100 juta benih), kemudian disusul dengan Kabupaten Palalawan (57 juta benih), Kabupaten Kampar, Kota 15 ASPEK PASAR DAN PEMASARAN Pekanbaru dan Dumai (DKP-Riau, 2009). Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan bahwa untuk memenuhi kebutuhan benih patin di Provinsi Riau, masih dipasok dari Jawa Barat atau Jakarta dengan benih ukuran <1 inchi (benih kelas tebar kategori P I). Benih tersebut dibesarkan terlebih dahulu oleh pedagang penangkar menjadi ukuran 1-2 inchi (benih kelas tebar kategori P II A). Permintaan pasar terhadap benih ikan patin diperkirakan akan semakin meningkat dengan drastis di masa yang akan datang. Hal ini berkaitan dengan program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tentang akselerasi pembangunan perikanan tahun 2010-2014, bahwa produksi perikanan budidaya tawar Nasional akan ditingkatkan menjadi 1,8 juta ton. Dari volume yang demikian, sekitar 13% (237 ribu ton) diproyeksikan berasal dari Kabupaten Kampar. Sementara itu, dari Kabuapaten Kampar sendiri diproyeksikan mayoritas adalah produksi ikan patin sebagai salah satu andalan Provinsi Riau pada umumnya dan Kabupaten Kampar pada khususnya. Dengan asumsi bahwa 80% benih patin digunakan di wilayah Kabupaten Kampar dan dengan proyeksi produksi patin hasil pembesaran, maka kebutuhan benih patin akan meningkat rata-rata sekitar 35% per-tahun. Peningkatan ini belum termasuk untuk memenuhi kebutuhan permintaan dari luar kabupaten, baik di dalam maupun di luar wilayah Provinsi Riau. 3.1.2. Penawaran Dengan memperhatikan perkembangan produsi dan penjualan benih patin di Provinsi Riau maka penawaran atau pemasok benih patin yang tertinggi adalah dari Kabupaten Kampar (± 85%), kemudian diikuti dengan Kota Pekanbaru (± 10%) dan sisanya dari Kabupaten Palalawan, Kota Dumai, dan Indragiri Hulu (DKP-Riau, 2009). Disamping itu terdapat pasokan benih patin di Provinsi Riau yang berasal dari Jawa Barat, terutama patin siam dan patin pasupati. Produksi benih patin dari Kabupaten Kampar pada tahun 2009 adalah sekitar 33 juta benih atau 46% dari total produksi benih ikan perairan tawar Kabupaten Kampar (Diskan Kampar, 2009). Penawaran benih dari hasil produksi 16 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin yang demikian masih dibawah permintaan, terutama di luar kabupaten di dalam provinsi dan luar Provinsi Riau. 3.1.3. Analisis Persaingan dan Peluang Pasar Persaingan diantara para pembenih pada umumnya tidak ada, karena masingmasing pembenih sudah memiliki pelanggan. Namun demikian persaingan akan muncul dari pemasok benih dari luar Kabupaten Kampar atau luar Provinsi Riau (benih dari Jawa Barat atau Jakarta). Persaingan tersebut berkaitan dengan kualitas benih dan harga. Perbedaan harga terjadi pada tingkat pengusaha pembenihan (produsen) dengan pedagang benih (penangkar benih) atau pedagang antar kabupaten. Sebagai contoh, harga jual benih patin siam ukuran < 1 inchi di Bogor dan Jakarta adalah < Rp 100/ekor. Benih ini di jual di Pekanbaru oleh penangkar benih antara Rp 120 – Rp 130/ekor, sedangkan harga pasar benih ukuran tersebut di Kabupaten Kampar sekitar Rp 150/ekor. Dengan demikian persaingan pasar akan semakin dirasakan oleh pengusaha pembenih. Perbedaan harga lainnya yang mungkin terjadi adalah terhadap pelanggan tetap produser dengan yang bukan pelanggan dengan perbedaan harga tersebut sekitar 10% di bawah harga minimal pasar. Dalam mengatasi persaingan usaha tersebut, pengusaha pembenihan ikan patin lebih cenderung memasarkan benih ukuran 1-2 inchi dengan harga antara Rp 170 - Rp 250/ekor. Benih ukuran yang demikian relatif kuat dipelihara di kolam pembesaran. Disamping itu, para pengusaha juga cenderung memberikan service kepada pembeli atau pembudidaya dalam bentuk konsultasi pemeliharaan awal. Bahkan ada pula yang memberi jaminan pengganti benih yang mati selama masa pengangkutan dan pemeliharaan awal di kolam pembesaran dengan penambahan jumlah sekitar 10% dari yang di beli atau di tebar. Permintaan pasar akan benih patin masih belum terpenuhi seluruhnya oleh pengusaha pembenih patin di Kabupaten Kampar dari produksi benih patin yang dihasilkan. Pada tahun 2009 total permintaan benih patin 40 juta ekor 17 ASPEK PASAR DAN PEMASARAN benih di Kabupaten Kampar, sedangkan produksi adalah 33 juta ekor benih. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan lebih besar dari pada produksi, sehingga peluang pasar benih patin masih terbuka. Peluang pasar benih patin akan semakin besar dengan adanya program pemerintah dalam meningkatkan produksi patin di wilayah produser patin di Indonesia pada umumnya dan Provinsi Riau pada khususnya. 3.2. Aspek Pemasaran 3.2.1. Harga Berdasarkan informasi dari Dinas Perikanan Kabupaten Kampar, harga pasar benih patin relatif stabil setiap tahunnya. Kenaikan harga terjadi pada tahun 2009 untuk setiap ukuran benih sebesar Rp 5,- s.d. Rp 25,- (Tabel 3.1). Harga benih tersebut dapat turun sekitar 10% di tingkat produser (pengusaha pembenih). Dari ketiga kelompok ukuran benih, konsumen lebih menyukai benih ukuran 1-2 inchi. Hal ini terkait dengan harga dan daya tahan benih. Tabel 3.1. Perkembangan Harga Benih Patin Siam Jenis/Mutu/ Ukuran Tahun dan harga jual benih/ekor (Rp) 2006 2007 2008 2009 2010 1 inchi 170 175 175 180 180 2 inchi 170 180 200 225 250 3 inchi 400 400 425 450 450 Sumber: Disper-Kampar (2010) 18 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin 3.2.2. Jalur Pemasaran Benih patin umumnya langsung dijual oleh pembenih ke pembudidaya ikan yang ada di dalam kabupaten dan penangkar atau pedagang antar kabupaten untuk di luar Kabupaten Kampar dan Provinsi Riau. Rantai pemasaran benih patin dapat dilihat pada Gambar 3.1. Penjualan secara langsung tersebut mencapai sekitar 70-90% (rata-rata 80%), baik dengan cara pembeli datang langsung ke lokasi pembenihan maupun pemesanan benih melalui telpon. Dengan demikian, harga yang diterima produsen atau pengusaha pembenih rata-rata 85-90% dari harga yang dibayarkan konsumen (pembudidaya pembesaran). Penerimaan pembenih yang lebih rendah dari harga yang dibayarkan konsumen disebabkan karena biaya transportasi untuk pengiriman benih ke lokasi konsumen atau penangkar. Pengusaha pembenihan patin melakukan pemanenan benih, penghitungan, dan pengepakan sendiri terhadap benih yang dijual. Selanjutnya dilakukan pengiriman dengan sarana transportasi yang dimiliki pembenih ke lokasi konsumen. Sedangkan biaya transportasi ke lokasi konsumen di luar provinsi, ditanggung oleh pembeli atau pedagang benih antar provinsi tersebut. Pembenih Penangkar Pedagang antar Kabupaten Pembudidaya ikan Gambar 3.1. Jalur Pemasaran Benih Patin 19 ASPEK PASAR DAN PEMASARAN 3.2.3. Kendala Pemasaran Sampai saat ini relatif tidak ada kendala yang dihadapi pengusaha pembenih ikan patin di Kabupaten Kampar dalam hal dalam pemasaran benih patin, bahkan produksi benih patin dengan permintaan pasar belum dapat terpenuhi seluruhnya. Namun demikian, dalam kondisi tertentu, terjadi persaingan harga yang kurang sehat antara pembenih dan atau disebabkan oleh penangkar dan pedagang antar kabupaten/provinsi serta pedagang benih yang benihnya berasal dari luar Provinsi Riau (benih dari Jawa Barat atau Jakarta). Untuk itu peran Asosiasi Pengusaha, Pembenih dan Penangkar Ikan Kampar (APPIK) sangat penting dalam mengendalikan hal ini. 20 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) BAB IV ASPEK TEKNIS PRODUKSI Dalam budidaya ikan pada umumnya dan ikan patin pada khususnya terdapat 3 (tiga) sub sistem pemeliharaan, yaitu pembenihan, pendederan, dan pembesaran. Pembenihan ikan patin pada umumnya bersamaan dengan subsistem pendederan, baik pendederan di dalam bak dan kadang dikombinasikan dengan pendederan di dalam kolam untuk mendapatkan benih kelas tebar kategori P II A (ukuran 1-2 inchi) maupun hanya di dalam kolam untuk mendapatkan benih kategori P II B (ukuran 2-3 inchi). Namun demikian ada pula kegiatan pendederan yang hanya dilakukan di dalam bak pemeliharaan larva (tanpa menggunakan kolam). Pembenihan adalah kegiatan pemeliharaan induk untuk menghasilkan telur sampai dengan larva. Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan benih ikan patin hasil pembenihan untuk mencapai ukuran tertentu dan sebagai masa adaptasi sebelum dipelihara di tempat pembesaran. Agar dapat memperoleh produk benih sesuai dengan target kuantitas dan kualitas yang diharapkan serta tepat waktu sesuai dengan permintaan, maka dalam proses produksi benih ikan patin terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dan akan dijelaskan dalam uraian di bawah ini. 4.1. Lokasi Usaha 4.1.1. Tanah dan Lahan Tanah untuk lokasi pembenihan, terutama untuk kolam induk dan pendederan yang menggunakan kolam tanah dapat dipilih dari lahan dengan tanah liat atau lempung berpasir dan tidak poreus, berwarna coklat atau kehitaman, tingkat keasaman (pH tanah) >6, dengan tekstur 50-60% liat atau liat berlempung, fraksi pasir kurang dari 20%, dan sisanya serbuk bahan organik. Lokasi tersebut berada 21 ASPEK TEKNIS PRODUKSI di atas lahan stabil dengan kemiringan <10%, dekat dengan sumber air, bebas dari segi gangguan bencana alam, gangguan pencemaran, gangguan keamanan, dan gangguan predator (khususnya di kolam pendederan), serta mempunyai aksessibilitas transportasi yang baik dengan mobil atau kendaraaan roda 4-6. Lahan tersebut dapat berada di sekitar lahan pekarangan rumah di area permukiman yang tergolong jarang dengan jarak lebih dari 10 m dari rumah atau di sekitar lahan perkolaman atau persawahan atau lahan kebun/ladang tradisional. 4.1.2. Sumber Air Air merupakan salah satu komponen penting dari proses produksi benih. Air yang digunakan untuk kegiatan pembenihan berasal dari air tanah (sumur tanah dangkal atau sumur bor) dan atau air permukaan (aliran mata air/anak sungai yang dibendung, air sungai, air irigasi, dan bendungan), dengan kualitas yang layak atau baik serta kuantitas yang mencukupi. Kisaran kualitas air untuk pembenihan patin disajikan pada Tabel 4.1. Air sebaiknya dapat dialirkan dengan sistem gravitasi dan ditampung terlebih dahulu dalam bak atau kolam penampungan, namun jika tidak memungkinkan digunakan bantuan pompa. Tabel 4.1. Kisaran Kualitas Air untuk Pembenihan Patin Siam No. Parameter kualitas air 1. Suhu 2. pH 3. Nilai °C 28 - 31 - 6,5 - 8 Oksigen terlarut mg/l >3 4. Amoniak mg/l < 0,2 5. Nitrit mg/l < 0,01 Sumber: LRPTBPAT (2007) 22 Satuan POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin Untuk pemeliharaan induk dapat menggunakan air sungai atau air irigasi dengan kecerahan >30 cm, karena ikan patin tidak terlalu menyukai air yang jernih. Namun demikian, untuk pembenihan patin jenis “Pasupati” membutuhkan air yang relatif jernih dengan kadar oksigen yang tinggi pada pemeliharaan larva/ benih, pendederan, pembesaran dan/atau pemeliharan induk. Pada penetasan telur dan pemeliharaan larva digunakan air yang bersih dan jernih (air sumur, aliran mata air/air sungai) dengan pH sekitar 7 dan kadar besi yang rendah. Jika menggunakan air sumber dengan pH yang relatif rendah, diperlukan upaya perlakukan awal dengan pengapuran. Air tanah yang mengandung kadar besi yang tinggi, sebaiknya tidak digunakan, dan jika digunakan memerlukan perlakukan awal. Begitu juga halnya dengan air irigasi, bahwa perlakukan dengan pengendapan dan cara penyaringan masih diperlukan, apabila kondisi air kurang layak. Perlakuan terhadap air dengan pH yang rendah atau kadar besi yang relatif tinggi serta perlakuan terhadap air irigasi yang kurang layak, tentu akan menambah biaya produksi. Para pembenih patin siam di Kabupaten Kampar, sebagian menggunakan sistem pendederan dalam kolam dan sebagian menggunakan bak pemeliharaan larva sebagai sarana pendederan. Pendederan di dalam bak pemeliharaan larva dilakukan dengan mengurangi tingkat kepadatan dalam pemeliharan benih atau sesuai dengan tingkat kepadatan di dalam kolam pendederan. Alasan pembenih menggunakan bak pemeliharaan larva sebagai wadah pendederan, diantaranya adalah untuk menekan kematian benih dari pemangsaan predator. Air sumber yang digunakan untuk pendederan dalam kolam adalah air bersih yang dapat berasal dari air sungai/bendungan. Pengusaha pembenihan patin di Kabupaten Kampar sebagian besar menggunakan sumber air dari sumur bor dengan kedalaman 15-25 m. Keasaman (pH) air sumur bor ini pada umumnya adalah sekitar 5, sehingga diperlukan perlakuan berupa treatment air. Air sumber untuk kolam induk digunakan air sungai/bendungan dengan pH 5,5–6,5, sehingga diperlukan pengapuran tanah kolam induk dan pendederan sebelum digunakan. 23 ASPEK TEKNIS PRODUKSI 4.2. Fasilitas Produksi dan Peralatan Fasilitas produksi dan peralatan yang dibutuhkan dalam pembenihan ikan patin dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Fasilitas Produksi dan Peralatan dalam Pembenihan Patin No. Jenis Keterangan A. Fasilitas Produksi 1. Kolam induk/ Wadah pemeliharaan induk 24 Kolam air tenang yang berfungsi untuk perawatan calon induk dan induk dasar; Konstruksi tanah atau pematang beton; ukuran 100250 m2; kedalaman air 0,8-1,0 m; padat tebar 2-4 ekor/m2 untuk patin siam. Kemiringan kolam ke arah pembuangan air sekitar 3%. Untuk kolam induk dapat pula menggunakan: a. Fence: Konstruksi dari bambu atau kayu; ukuran 100-200 m2; kedalaman air 0,8-1,0 m, padat tebar 2 ekor/m2 untuk patin siam. b. Karamba Jaring Apung (KJA) Konstruksi terbuat dari kerangka bambu, kayu atau besi. Ukuran minimal 4m x 4m x 4m, jaring terbuat dari polyethyline, PE 210 D9 sampai D18, ukuran mata jaring minimal 1 inchi. Padat tebar 3 ekor/m3 untuk patin siam. POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin No. Jenis Keterangan 2. Wadah treatment air bersih Digunakan untuk treatment air sumber kegiatan pembenihan; umumnya digunakan oleh pengusaha pembenihan ikan patin di Kab. Kampar, karena air sumber berasal dari air sumur yang mempunyai pH relatif rendah atau air sungai dengan pH rendah dan kekeruhan relatif tinggi; Konstruksi wadah dari beton atau kolam tanah; ukuran disesuaikan dengan kebutuhan; terdiri dari kolam penambahan kapur tohor (CaO) dan kolam sedimentasi atau filtrasi serta kolam penampungan air bersih. 3. Wadah isolasi/ pemberokan induk Wadah isolasi ini berfungsi untuk pemberokan induk yang telah diseleksi serta pemeliharan induk betina yang sudah dilakukan penyuntikan; Wadah ini dapat terbuat dari kontruksi kayu yang dilapisi plastik atau bagian dari kolam induk yang di sekat dengan hapa (ukuran 3m x 2 m x 1 m atau disesuaikan), namun mendapatkan kualitas air yang baik yakni oksigen yang cukup (> 3 ppm) serta suhu air normal (28-30 °C); Selama pemeliharaan induk dihindari jangan sampai stres, misalnya akibat penanganan yang tidak hati-hati atau gangguan dari pengaruh lingkungan. Induk yang stres dapat mengakibatkan kegagalan dalam ovulasi dan pemijahan. 25 ASPEK TEKNIS PRODUKSI No. Jenis Keterangan 4. Bangunan/ panti pembenihan (Hatchery) Untuk penempatan bak penetasan dan atau pemeliharaan larva, wadah penetasan artemia sebagai pakan alami serta peralatan lainnya; Bangunan ini berupa bangunan permanen atau semi permanen. Jika panti benih berupa bangunan tradisional, perlu dipasang terpal untuk menutpi dinding dalam menjaga fluktuasi suhu media pemeliharaan antara siang dan malam hari. Bangun panti benih sebaiknya juga beratapkan seng atau asbes dan pada beberapa bagian di pasang seng plastik untuk membantu cahaya matahari masuk ke dalam bangsal pembenihan; ukuran 120-300 m2; Tinggi dinding bangunan ± 2–2,5 m dan tinggi total bangunan ± 3,0–3,5 m. 5. Bak penetasan dan pemeliharaan Untuk menetaskan telur ikan patin dan atau pembesaran benih sampai ukuran 1 inchi. Konstruksi bak dari kayu balok dan papan (misalnya kayu meranti) berukuran 4m x 1m x 0,4 m (panjang x lebar x tinggi) dengan dilapisi plastik tebal. Tinggi bak secara keseluruhan 0,8 m dan digunakan untuk menampung air dengan kedalaman 0,4 m. Bak ini mempunyai 2 outlet guna sirkulasi air dan pengurasan total. Ukuran bak ini dapat bervariasi, misalnya 8 x 1,4 x 0,4 m dan bak ini dapat pula menggunakan fiber. Catatan: Pembenih patin siam di Kab. Kampar sebagian menggunakan bak ini sebagai wadah pendederan (pendederan I dan atau II A). Jika menggunakan bak ini sebagai wadah pendederan I, maka penetasan telur dilakukan dengan sistem corong. 26 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin No. Jenis Keterangan 6. Wadah penetasan artemia Untuk menetaskan cyste artemia, ukuran 15-20 L (dapat menggunakan galon air mineral), jumlah 4-10 unit (dapat disesuaikan). 7. Kolam pendederan Untuk adaptasi dan pembesaran benih mencapai ukuran > 1 inchi (2-3 inchi). Konstruksi tanah; ukuran 100-200 m2; kedalaman air 0,5 - 0,8 m; jumlah 2-4 unit atau disesuaikan dengan kebutuhan. Catatan: Kolam ini tidak selalu diperlukan oleh sebagian pembenih patin siam di Kab. Kampar. B. Peralatan 1. Hapa jaring 1 Untuk menghalau induk ke arah wadah pemeliharaan yang lebih sempit dalam proses seleksi induk; bahan waring dengan ukuran 20m x 1m (dapat disesuaikan); jumlah 1-2 unit (disesuaikan) 2. Hapa jaring 2 Untuk menangkap induk dalam proses seleksi; bahan waring dengan ukuran 10m x 2m (disesuaikan); jumlah 1-2 unit (disesuaikan) dan hapa jaring ini tidak selalu harus ada atau digunakan. 3. Scop net/ Seser besar dan kasar Untuk menangkap induk dari kolam induk atau wadah isolasi; ukuran disesuaikan; seser dapat dibuat dari waring ataupun jaring nilon; jumlah 5 unit. 4. Alat suntik Untuk menyuntikan hormon (ovaprim) pada induk patin; ukuran 2,5–3 mL; jumlah 2-5 unit (disesuaikan). 27 ASPEK TEKNIS PRODUKSI No. Jenis Keterangan 5. Pompa air Untuk memompakan air ke sistem aliran atau bak treatment, bak penetasan dan pemeliharaan benih, dan lain sebagainya. Jenis dan jumlah disesuaikan dengan kebutuhan. Catatan: Pembenih di Kab. Kampar membutuhkan beberapa jenis dan kapasitas pompa air dengan jumlah 4-6 unit, diantaranya: pompa jet pump untuk air sumber dari sumur bor ke bak/kolam treatment, pompa air dari bak treatment ke bak/kolam penampungan, pompa air dari bak/kolam penampungan air ke bak penetasan dan pemeliharaan larva, pompa sirkulasi air panas. 6. Sistem aliran air Untuk menyalurkan air bersih, air sistem resirkulasi atau air panas dan pipa pembuangan air media pemeliharan larva/benih melalui satu set sistem perpipaan (pipa PVC dan slang plastik); ukuran dan jumlah disesuaikan dengan kebutuhan. 7. Hi-blow Untuk menjaga kandungan oksigen dalam bak penetasan dan pmeliharan larva/benih serta penetasan artemia dengan komponen terdiri dari pipa PVC, slang dan batu aerasi serta kran pengatur aerasi; jumlah 3-5 unit dan ukuran pipa dapat disesuaikan. 9. Baskom/ piring besar Untuk wadah pemijahan buatan, jumlah 3-5 unit (dapat disesuaikan) 10. Bulu ayam Alat bantu pemijahan buatan; jumlah secukupnya (dapat disesuaikan). 28 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin No. Jenis Keterangan 11. Hapa jaring/ Trai (plankton net) dengan rangka kayu reng. Wadah untuk penempatan telur hasil pemijahan buatan dalam proses penetasan; Ukuran 0,7m x 0,7m; jumlah 30-60 unit (dapat disesuaikan). Catatan: Trai ini tidak dugunakan jika penetasan telur dengan sistem corong. 12. Scop net/ Seser kecil dan halus Untuk menangkap benih patin, ukuran dan jumlah disesuaikan dengan kebutuhan. 13. Saringan halus Penyaring air yang ditempat di pipa pembuangan, jumlah 20-50 unit (dapat disesuaikan). 14. Termometer Untuk mengukur suhu air 15. pH meter/ Lakmus Untuk mengukur pH air 16. Dandang alumunium Untuk pemanas air dengan sistem resirkulasi dalam meningkatkan suhu media pemeliharaan; kapasitas 60-80 L; jumlah 2-3 unit. 17. Genset Untuk sumber cadangan energi listrik; jumlah 1 unit, kapasitas 3 KWH. 18. DO meter/ Test kit air Bersifat opsional: untuk mengukur pemeliharaan induk, larva atau benih. 19. Kateter/ Kanulator Bersifat opsional: untuk pengecekan kondisi telur dalam gonad ikan betina; jumlah 3 unit 20. Timbangan Bersifat opsional: untuk penimbangan induk 21. Mikroskop Bersifat opsional: Untuk pengamatan benih yang terserang penyakit. DO media 29 ASPEK TEKNIS PRODUKSI Kolam induk atau perawatan induk pada umumnya adalah kolam tanah dan dapat pula menggunakan kolam dengan pematang tembok. Kolam ini terdiri dari 2-4 unit atau 1 unit kolam yang dapat disekat dengan jaring pembatas menjadi 2-4 bagian dengan luasan masing-masing 100-250 m2 (Foto 4.1). Induk patin jantan dan betina dapat dipelihara dalam kolam secara bersamaan atau secara terpisah atau kolam yang sama yang diberi sekat secara terpisah, dengan padat penebaran sekitar 2-4 ekor/m2. Pemberian sekat pemisah bukan hanya untuk memisahkan pemeliharaan induk patin jantan dan betina, tetapi untuk mengurangi stres induk pada saat seleksi di kolam induk; pemeliharaan calon induk dengan induk (indukan yang sudah dipijahkan dan indukan yang belum dipijahkan), karena induk jantan dan betina digunakan hanya sekitar 3-4 kali pemijahan dan setelah itu dikategorikan sebagai induk afkir. Foto 4.1. Model Kolam Pemeliharan Induk Bak atau kolam pengolahan air tidak diperlukan apabila air sumber mempunyai kualitas yang baik. Pengolahan air ini diperlukan jika menggunakan air sumur bor atau air sumur tanah dangkal sebagai air sumber kegiatan pembenihan dan mempunyai keasaman (pH) <6,5. Bak/kolam ini terdiri dari 3 unit dengan ukuran yang disesuaikan dengan kebutuhan dan berupa kolam tanah atau bak beton 30 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin (Foto 4.2). Unit pertama digunakan untuk treatment air menggunakan kapur, sehingga dapat meningkatkan pH air, kemudian unit kedua adalah bak filtrasi dan unit ke tiga sebagai penampungan air bersih. Volume kapur yang digunakan adalah sebanyak 5-30 kg/bulan. Wadah isolasi/pemberokan induk yang telah diseleksi serta pemeliharan induk betina yang sudah dilakukan penyuntikan merupakan kolam induk yang di sekat dengan hapa (ukuran 3m x 2 m x 1 m atau disesuaikan) dan/atau bak dari kontruksi kayu yang dilapisi plastik (Foto 4.3). Jumlah wadah isolasi/pemberokan induk 2-3 unit untuk memisahkan indukan jantan dan betina. Foto 4.2. Model Kolam/Bak Pengolahan Air Foto 4.3. Model Wadah Pemberokan Induk 31 ASPEK TEKNIS PRODUKSI Bangsal pembenihan atau panti benih pada umumnya adalah bangunan permanen (Foto 4.4) dengan ukuran yang bervariasi sesuai skala usaha atau target produksi (ukuran 120-300 m2 atau disesuaikan). Namun demikian panti benih dapat pula berupa bangunan semi permanen atau bangsal terbuka. Jika bangsal pembenihan merupakan bangunan semi permanen atau bangsal terbuka, maka dinding bangunan sebaiknya ditutup dengan terpal. Hal ini sangat berguna untuk menjaga keseimbangan suhu media dan udara di dalam panti benih pada siang dan malam hari serta hiegen lingkungan di dalam bangsal pembenihan dan keamanan. Bangsal pembenihan berfungsi sebagai tempat bak penetasan patin, penetasan Artemia, dan gudang. Foto 4.4. Model Bangsal (Panti Benih) Bak penetasan dan pemeliharaan larva yang terdapat di dalam panti benih, difungsikan oleh sebagian pengusaha sebagai bak pemeliharaan benih (sampai benih dijual atau dibesarkan di dalam kolam pembesaran). Pada umumnya bak ini terbuat dari balok dan papan kayu meranti dan dilapisi dengan plastik tebal/karpet plastik (Foto 4.5). Bak ini berukuran 4 x 1 x 0,8-1 m (kedalaman air sekitar 0,4 m) dengan jumlah berkisar antara 10-25 unit per-pengusaha, tergantung skala usaha atau target produksi benih (100.000-500.000 benih per-siklus per-pengusaha). 32 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin Jumlah larva yang dipelihara di dalam bak ini sekitar 20.000 - 30.000 ekor atau sekitar 16 - 25 larva/liter. Foto 4.5. Model Bak Penetasan dan Pemeliharaan Larva Selanjutnya fasilitas pembenihan juga mempunyai wadah penetasan artemia sebagai pakan alami. Wadah ini berukuran sekitar 20 liter dan menggunakan galon air mineral dengan jumlah sekitar 4-10 unit (Foto 4.6). Foto 4.6. Model Wadah Penetasan Artemia 33 ASPEK TEKNIS PRODUKSI Bak atau kolam pendederan tidak selalu digunakan atau dibutuhkan, kecuali: (1) untuk adaptasi atau aklimatisasi benih selama beberapa hari di lingkungan kolam dan mendapatkan asupan pakan buatan, sebelum benih tersebut di jual atau digunakan sendiri di kolam pembesaran; (2) apabila ingin membesarkan benih sampai ukuran sekitar 2 inchi atau lebih, karena beberapa konsumen benih menginginkan benih dengan ukuran tersebut. Usaha pembenihan juga dilengkapi dengan sarana untuk meningkatkan suhu dan oksigen media pemeliharaan larva/benih. Sarana untuk meningkat suhu pada umumnya secara semi-modern, yaitu memanaskan air di dalam dandang alumunium dengan kayu bakar (Foto 4.7 A, B, C, D) atau kompor minyak tanah. Dalam 1 siklus pembenihan menggunakan kayu bakar sebanyak 1 truk, sedangkan minyak tanah sekitar 50-60 liter. Kegiatan ini dilakukan di luar panti benih dan disalurkan dengan sistem resirkulasi ke dalam bak pemeliharaan larva melalui sistem perpipaan dan menggunakan bantuan pompa air (Foto 4.7 E, F). Kapasitas dandang pemanas ini sekitar 80 liter air dengan jumlah berkisar antara 2-3 unit. Sedangkan untuk meningkatkan kandungan oksigen di dalam media pemeliharaan larva digunakan Hi-blow mikro blower dengan 40-60 titik aerator per-blower (Foto 4.7 G). Untuk menjalankan mikro blower, diperlukan aliran listrik yang berasal dari PLN atau menggunakan genset cadangan (Foto 4-7 H). A 34 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) B Pembenihan Ikan Patin C D E F G H Foto 4.7. Sarana dan Peralatan Pembenihan Patin 35 ASPEK TEKNIS PRODUKSI 4.3. Bahan Baku Bahan yang diperlukan antara lain indukan patin jantan dan betina (Foto 4.8 A), hormon buatan dan yang dipergunakan saat ini adalah ovaprim (Foto 4.8 B), pakan alami (artemia dan cacing sutera), pakan buatan untuk induk dan benih, larutan fisiologis (larutan NaCl 0,9% atau larutan Ringer), garam dapur atau obatobatan untuk perawatan larva yang terkena penyakit, kapur untuk meningkatkan pH air sumber yang rendah, kayu bakar atau minyak tanah untuk bahan bakar pemanas air, solar untuk bahan bakar genset, dan lain sebagainya. Untuk target produksi benih patin siam persiklus dengan jumlah lebih dari 100 ribu benih berukuran >1 inchi, dibutuhkan bahan berupa induk jantan dengan jumlah 3-8 ekor yang berukuran > 2 kg/ekor dan betina 2-4 ekor dengan ukuran > 3 kg/ekor. Selanjutnya dibutuhkan ovaprim 10 ml, larutan fisiologis (NaCl 0,9%) 1-2 botol, artemia 3-10 kaleng, cacing rambut atau cacing sutera 160-800 kaleng (@ 0,5 liter), pelet udang ukuran halus untuk pakan benih di bak pemeliharaan dan pendederan sekitar 10-30 kg. 4.4. Tenaga Kerja Jumlah tenaga kerja dalam usaha pembenihan patin tergantung kepada skala usaha. Pada usaha pembenihan patin di Kabupaten Kampar menggunakan tenaga kerja dengan jumlah 3-8 orang di setiap unit pembenihan. 36 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin Foto 4.8. Induk Patin Hasil Seleksi dan Ovaprim 4.5. Teknologi Teknologi yang diterapkan dalam pembenihan patin yaitu pemijahan buatan dan treatment air. Pemijahan buatan dilakukan karena patin (siam, djambal, dan pasupati) dalam wadah budidaya sangat sulit untuk melakukan pemijahan secara alami. Pemijahan buatan dilakukan dengan 2 metode yaitu sistem kering dan sistem basah dan di Kabupaten Kampar umumnya dilakukan dengan sistem basah atau kombinasi sistem basah dengan sistem kering. Teknik metode pembuahan buatan yaitu: a. Pembuahan sistem kering Dalam sistem kering ini telur yang telah dikeluarkan dan ditampung dalam wadah, kemudian dicampur dengan sperma yang baru/langsung dikeluarkan dari induk jantan, kemudian dicampur dengan bulu ayam selama kurang lebih 1 menit. Kemudian untuk aktifasi ditambahkan air yang kaya oksigen sambil diaduk-aduk dengan bulu ayam. Selanjutnya dibilas dengan air segar beberapa kali, kemudian ditetaskan. 37 ASPEK TEKNIS PRODUKSI b. Pembuahan sistem basah Pada sistem basah ini, sebelum telur dikeluarkan terlebih dahulu dikeluarkan sperma dari induk jantan dan ditampung dalam wadah dan diencerkan dengan larutan NaCl fisiologis (larutan infus NaCl). Larutan tersebut selain berfungsi sebagai pengencer juga berfungsi sebagai pengawet. Spermatozoa dapat tahan hidup dalam larutan tersebut selama 12 – 24 jam pada suhu 5 – 10 °C. 4.6. Proses Produksi 4.6.1. Pengelolaan induk Pengelolaan induk merupakan tahap awal untuk menghasilkan benih yang berkualitas baik sehingga menentukan keberhasilan kegiatan pembenihan ikan. Mutu induk yang baik ditunjang dengan pengelolaan yang tepat diharapkan dapat menghasilkan benih dengan kualitas yang baik dan jumlah yang mencukupi. Kriteria induk yang akan digunakan, antara lain berdasarkan bentuk fisik, ukuran berat, umur, dan kesehatan. Induk betina yang layak dipijahkan telah berumur 3 tahun dan beratnya telah mencapai >3 kg/ekor. Sedangkan induk jantan yang siap dipijahkan telah berumur 2 tahun dan beratnya mencapai >2 kg/ekor. Induk yang akan dipijahkan harus sehat secara fisik, yaitu tidak terinfeksi oleh penyakit, parasit, dan luka akibat benturan, pukulan, goresan, sayatan, dan lain-lain. Induk jantan dan betina dapat dipelihara bersama-sama pada satu kolam atau bisa terpisah dengan kepadatan 2-4 ekor/m2. Induk sebaiknya dibuat dalam beberapa kelompok dan dipelihara secara terpisah untuk dapat digunakan pada proses pemijahan secara bergantian. Kolam pemeliharaan induk dapat berupa kolam tanah atau tembok dan memiliki saluran pemasukan dan pengeluaran air. Manajemen induk adalah salah satu mata rantai lain yang amat penting dalam proses produksi benih ikan patin, selain menajemen air dan pemeliharaan larva serta benih. Jumlah indukan yang dipelihara disesuaikan dengan skala usaha, 38 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin karena harus memperhitungkan kebutuhan jumlah dan luasan kolam indukan dan biaya untuk pakan. Disamping itu, perlu dihindari terjadi lonjakan jumlah induk yang matang gonad dan siap dipijahkan harus dalam periode tertentu atau sebaliknya, sehingga menjadi kendala dalam kontinuitas produksi atau sarana yang tersedia tidak memadai baik jumlah dan kapasitasnya dalam produksi. Pembenih patin di Kabupaten Kampar mempunyai indukan jantan dan betina, masing berkisar antara 100-150 ekor jantan dan sekitar 200-250 ekor betina. Namun demikian, untuk skala ekonomis, diperkirakan jumlah total indukan berkisar antara 100-120 ekor, dengan proporsi jantan dan betina 1: 1,5 – 2 ekor. Disamping itu, pengaturan ukuran indukan juga perlu menjadi pertimbangan, yaitu dengan ukuran berat yang relatif mengikuti sebaran normal miring ke kiri, baik untuk induk jantan maupun induk betina. Modus sebaran normal bobot indukan adalah sekitar 3 kg untuk induk jantan dan 4 kg untuk induk betina. Pakan yang diberikan berupa pakan buatan dengan kualitas yang baik dan kuantitas yang mencukupi. Pakan harus memiliki kandungan protein 30 - 35%. Pemberian pakan dilakukan setiap hari sebanyak 3% bobot biomas/hari dengan frekuensi pemberian pakan 2 - 3 kali/hari. Komposisi pakan buatan untuk indukan patin berdasarkan Badan Standarisasi Nasional (BSN) tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Komposisi Pakan Buatan untuk Indukan Patin No. Komposisi Satuan Batas Nilai 1. Kadar air % maks 12 2. Kadar protein % min 35 3. Kadar lemak % min 7 4. Kadar serat kasar % maks 8 5. Kadar abu % maks 12 39 ASPEK TEKNIS PRODUKSI No. Komposisi Satuan Batas % maks 0,20 a. Kapang kol/g maks 50 b. Salmonella kol/g c. Aflatoksin μg/kg maks 50 - - 0 6. Kadar Nitrogen bebas 7. Cemaran mikroba/toksin 8. Kandungan antibiotik Nilai Negatif Sumber: BSN (2009) 4.6.2. Seleksi Induk Pada umumnya, ciri induk jantan yang matang gonad adalah alat kelamin (urogenital) membengkak dan berwarna merah tua (Foto 4.9 A). Apabila bagian perut dekat lubang kelamin diurut akan mengeluarkan cairan putih kental (cairan sperma). Sedangkan induk ikan betina yang telah matang gonad (Foto 4.9 B), memiliki ciri-ciri yang ditunjukkan dengan papila membengkak dan berwarna merah tua, selain itu perut membengkak ke arah belakang (ke arah genital). A B A = Induk Jantan; B = Induk Betina (Sumber: LRPTBPAT, 2007) Foto 4.9. Ciri-ciri Induk Patin yang Matang Gonad 40 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin 4.6.3. Pemijahan Induk yang akan dipijahkan diberok dahulu 1-2 malam di dalam wadah isolasi induk untuk mengurangi kadar lemak pada saluran pengeluaran telur dan membuang kotoran/feces. Pemijahan dilakukan secara buatan melalui pemberian rangsangan hormon untuk proses pematangan akhir gonad, pengurutan untuk proses pengeluaran telur dan pembuahan dengan mencampur sperma dan telur. Hormon yang digunakan adalah ovaprim atau sejenisnya. Standar dosis ovaprim yang diberikan untuk induk betina adalah 0,5 mL/kg sedangkan untuk jantan adalah 0,2 mL/kg (bila diperlukan). Penyuntikan dilakukan sebanyak dua kali pada bagian intramuskular dengan interval waktu penyuntikan pertama dan kedua sekitar 6-12 jam. Penyuntikan pertama sebanyak 1/3 bagian dari dosis total dan sisanya 2/3 bagian lagi diberikan pada penyuntikan kedua. Setelah penyuntikan kedua, 6-8 jam kemudian dilakukan pengecekan ovulasi induk. Pengecekan ini akan menentukan saat pengeluaran telur untuk proses pembuahan. Bila pengeluaran telur dilakukan sebelum ovulasi (terlalu cepat waktu), pengeluaran telur tidak akan lancar dan biasanya persentase keberhasilan pembuahan akan kecil. Sedangkan bila terlalu lambat, pembuahan biasanya juga gagal karena air sudah masuk ke dalam kantung telur yang menyebabkan lubang mikrofil pada telur sudah tertutup. Pengecekan ovulasi dilakukan dengan cara melakukan pengurutan pada bagian dekat urogenital secara pelan dan hati-hati. Ovulasi sudah tercapai bila sudah ada sedikit telur yang keluar sehingga pengurutan secara keseluruhan dapat dilanjutkan untuk proses pembuahan. Proses pembuahan didahului dengan penyiapan sperma yang dikeluarkan dari induk jantan. Sperma ditampung dalam wadah dan diencerkan dengan larutan NaCl 0,9% (larutan infus) dengan perbandingan sekitar 1 : 100. Sperma yang tercampur urine (air kencing ikan) sebaiknya tidak digunakan. Selanjutnya telur dikeluarkan dengan melakukan pengurutan induk betina secara hati-hati dan ditampung dalam wadah. Tetesan air dalam wadah atau pada telur harus dihindari. Bila dikehendaki, pengurutan dapat dilakukan secara 41 ASPEK TEKNIS PRODUKSI berulang tapi dalam tenggang waktu yang relatif singkat. Telur yang sudah ditampung ditambahkan dengan sperma dan diaduk secara merata. Untuk memudahkan pencampuran telur dan sperma dapat diberi tambahan larutan fisiologis secukupnya. Proses pemijahan ikan patin disajikan pada Foto 4.10. Foto 4.10. Proses Pemijahan Ikan Patin (sumber: LRPTBPAT, 2007) 4.6.4. Penetasan Telur Telur yang sudah dibuahi diletakkan di atas trai hapa jaring dalam bak pembenihan yang sudah disiapkan terlebih dahulu (Foto 4.11). Jumlah trai hapa jaring (0,7m x 0,7m) dalam bak penetasan 4m x 1m x 0,4m sekitar 2-4 unit. Hapa jaring dilubangi di beberapa bagian yang berfungsi sebagai tempat keluar benih patin yang menetas ke bak pembenihan. Aerasi yang cukup untuk menjamin kandungan oksigen terlarut serta suhu perlu diperhatikan agar proses penetasan 42 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin telur berjalan secara optimal. Pada suhu 29–30 °C biasanya telur mulai menetas setelah inkubasi 18-24 jam. Setelah proses penetasan selesai, hapa jaring diangkat karena pada saat penetasan terdapat sisa cangkang telur yang dapat membusuk dan menyebabkan bahan beracun bagi larva. Alternatif lain dalam penetasan telur dapat menggunakan corong (Foto 4.12) Foto 4.11. Alat Bantu dan Proses Penetasan Telur Foto 4.12. Corong Penetasan Telur 43 ASPEK TEKNIS PRODUKSI 4.6.5. Pemeliharaan Benih a. Pemberian Pakan dan Pengaturan Kualitas Air Benih ikan patin mempunyai sifat kanibal yang tinggi sehingga untuk menghindarinya perlu diperhatikan waktu untuk pemberian pakan. Jenis pakan untuk benih patin diberikan berdasarkan umur dari benih (Tabel 4.4). Pakan pertama dapat diberikan sekitar 24 jam setelah menetas pada kisaran suhu pemeliharaan 29–30 °C. Pakan yang diberikan berupa Artemia. Penyiapan Artemia dilakukan pada saat telur patin menetas, sehingga pakan Artemia diberikan pada saat benih sudah berumur 1 hari. Tabel 4.4. Jenis Pakan Berdasarkan Umur Dalam Pemeliharaan Benih Patin Siam Umur larva (hari) Jenis pakan 2-6 Artemia 7-15 Cacing sutera/Cacing rambut > 15 Pelet Pemberian pakan Artemia selanjutnya dapat dilakukan pada kisaran 4–5 jam sekali. Pakan diberikan secara ad libitum atau secukupnya dengan memperhatikan nafsu makan ikan. Penggantian pakan dari Artemia ke cacing rambut dapat dilakukan mulai hari ketujuh dengan memperhatikan bukaan mulut larva. Bila suplai cacing rambut tidak ada, pemberian pakan buatan masih mungkin dilakukan dengan memberikan adaptasi secukupnya. Pada hari ke-16, larva patin sudah dapat diberi pakan buatan. Untuk menjaga kondisi kualitas air tetap baik dilakukan penyiponan setiap hari terhadap kotoran atau sisa pakan yang mengendap di dasar wadah pemeliharaan. Disamping itu dilakukan pergantian air media pemeliharaan sebanyak 30-50% 44 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin yang dimulai pada hari ketiga dengan air yang sesuai dengan kebutuhan hidup larva. Tujuan dilakukannya penyiponan ini adalah untuk menghindari penumpukan bahan organik yang berasal dari kotoran, larva yang mati atau sisa pakan yang dapat mengakibatkan meningkatnya kandungan amoniak dalam air. Penyiponan harus dilakukan setiap hari secara hati-hati. Pada saat dilakukan penyiponan, batu aerasi diangkat agar sisa kotoran tidak teraduk yang dapat berakibat mengotori badan air. Hal tersebut sering menyebabkan stres pada larva dan bahkan berakibat fatal menyebabkan kematian larva. Pemeliharaan larva/benih di bak pembenihan dapat dilakukan sampai umur minimal 16-18 hari sebelum dipindah ke dalam kolam pendederan. Pertimbangan pemindahan pemeliharaan dapat disesuaikan dengan kebutuhan. b. Pengendalian Hama dan Penyakit Secara prinsip lebih baik mencegah (preventif) dari pada mengobati (kuratif). Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk pencegahan penyakit : (1) Menjaga kebersihan wadah pemeliharaan, (2) Menjaga stabilitas suhu agar tetap panas antara 28-31°C, (3) Pakan terbebas dari parasit dan jamur, (4) Menjaga kondisi air agar tetap baik yang selalu bersih dari sisa pakan. Di Kabupaten Kampar benih patin umumnya terkena penyakit white spot berupa bintik pada tubuh ikan yang disebabkan oleh jamur. Benih yang terkena penyakit oleh pembenih diberikan garam dapur untuk pengobatan. Pada benih patin penyakit yang umum adalah bakteri, parasit dan jamur. Obat dan cara pengobatan terhadap penyakit tersebut berbeda-beda. Alternatif obat dan cara pengobatan untuk penyakit pada benih patin antara lain: 45 ASPEK TEKNIS PRODUKSI (1) Penyakit Bakteri Bakteri yang umum menyerang benih ikan patin adalah bakteri Aeromonas hydrophylla. Tanda-tanda penyakit bakteri antara lain: • Permukaan tubuh ikan ada bagian-bagian yang berwarna merah darah terutama pada bahagian dada, pangkal sirip dan perut, • Selaput lendir berkurang, tidak licin, • Di beberapa bagian tubu ikan kulitnya melepuh, • Sirip rusak dan pecah-pecah, • Insang rusak dan berwarna keputih-putihan sampai kebiru-biruan, • Ikan lemah, hilang keseimbangan serta mudah ditangkap. Cara pengobatan untuk penyakit bakteri yaitu: (a) Pengobatan dengan PK Bagi ikan yang keadaan infeksinya belum parah dapat diobati dengan Kalium Permanganat (PK) dengan dosis 2 gram/m3. Cara pengobatannya dengan Kalium Permanganat (PK) adalah sebagai berikut: • Larutkan 2 gram PK ke dalam 1 liter air aduk sampai terlarut dengan sempurna dan tebarkan pada wadah pemeliharan, • Biarkan selama 30-60 menit dengan cara pengawasan terus menerus, • Apabila ikan memperlihatkan gejala keracunan, segera tambahkan air segar ke dalam wadah pemeliharaan. (b) Pengobatan dengan Oxytetracyclin (OTC) Pengobatan dengan menggunakan Oxytetracyclin (OTC) sebanyak 5 gram/ m3. Cara pengobatannya dengan OTC adalah sebagai berikut: (1)Larutkan 5 gram OTC kedalam 1 liter air sampai semua terlarut sempurna, (2)Tebarkan larutan tersebut ke dalam air pemeliharaan. (3)Biarkan selama 3 jam, setelah itu tambahkan air segar, (4)Apabila ikan belum sembuh bisa dilakukan pengobatan berulang keesokan harinya dengan cara di atas sampai 3 kali pengobatan. 46 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin (2). Penyakit Parasiter Penyakit parasiter yang umum menyerang benih ikan patin adalah Ichthyopthirius multifilis atau disebut penyakit “Ich” atau disebut penyakit White spot. Jenis penyakit ini sering muncul pada awal, akhir, dan selama musim hujan. Tanda-tandanya adalah bahwa pada tubuh benih ikan patin terdapat bintik-bintik putih, akan terlihat jelas di bawah mikroskop. Cara Pengobatannya untuk penyakit parasiter yaitu: (a) Pengobatan dengan garam dapur (NaCl) Pengobatan terhadap benih patin yang terserang penyakit parasiter dengan cara pemberian garam dapur (NaCl) pada media pemeliharaan larva/benih serta menaikan suhu media. Cara pengobatannya dengan garam dapur adalah sebagai berikut: • Dosis pengobatan 1 ppt ( 1 kg/m3 air pemeliharaan benih). Larutkan 1 kg garam dapur ke dalam 2 liter air, kemudian aduk sampai sempurna, • Tebarkan larutan tadi ke dalam wadah pemeliharaan, • Biarkan selama 1 jam dan lakukan pengawasan secara terus menerus. Apabila benih ikan terlihat gelisah atau keracunan, segera tambahkan air segar ke dalam media pemeliharaan, • Apabila ikan belum sembuh, bisa dilakukan pengulangan pengobatan dengan cara di atas. (b) Pengobatan dengan Formalin. Pengobatan dengan formalin menggunakan dosis 10 ml formalin teknis per 1 m3 air wadah pemeliharaan benih patin. Formalin teknis merupakan formalin dengan kadar 40%. Cara pengobatan dengan menggunakan formalin sebagai berikut: • Taburkan 10 ml formalin ke dalam 1 m3 air pemeliharaan, aduk sampai merata, • Biarkan selama 3 jam dalam pengawasan terus menerus, apabila 47 ASPEK TEKNIS PRODUKSI ikan tidak kuat segera tambahkan air segar ke dalam media pemeliharaan, • Apabila ikan belum sembuh, bisa dilakukan pengulangan pengobatan dengan cara di atas. (c) Pengobatan dengan Methylene blue Buat larutan baku 1% (stock solution) yang terdiri dari 1 gram serbuk Methylene blue dicampur dengan 100 cc air bersih. Selanjutnya campurkan 1-2 cc larutan tersebut untuk 1 liter air pemeliharaan kemudian diaduk secara merata dan biarkan selama 24 jam. Apabila masih belum sembuh bisa dilakukan pengobatan dengan cara diatas sampai 3 kali pengobatan. 4.6.6. Panen dan Penanganan Hasil Panen merupakan masa akhir pemeliharaan. Panen benih dilakukan dengan pertimbangan kebutuhan pasar atau telah tercapainya target ukuran. Sebelum dilakukan pemanenan terlebih dahulu benih ikan patin dipuasakan (diberok) untuk mengosongkan isi perutnya, sehingga tidak banyak kotoran yang dikeluarkan pada saat pengangkutan. Lamanya pemuasaan disesuaikan dengan waktu tempuh dalam transportasi. Untuk waktu tempuh 10 jam diperlukan pemuasaan minimal 24 jam. Pengangkutan benih dapat dilakukan dengan 2 cara: a. Sistem terbuka Pengangkutan benih dengan sistem terbuka biasanya menggunakan drum plastik berkapasitas 200 L. Untuk mempertahankan kandungan oksigen terlarut perlu ditambahkan fasilitas aerasi. Kapasitas angkut benih ikan patin siam adalah 100 ekor/L air dengan lama waktu tempuh maksimal 10 jam. Apabila lebih dari 10 jam perlu dilakukan penggantian air. Dalam pengangkutan benih patin siam penambahan garam maksimal 5 ppt dan perlakuan 48 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin suhu dingin sangat membantu. Pengangkutan dengan sistem ini lebih cocok untuk benih ukuran relatif besar ( ukuran >2 inchi). b. Sistem tertutup Pengangkutan sistem tertutup biasanya dengan menggunakan kantong plastik yang diberi tambahan oksigen. Perbandingan oksigen dan air adalah 2 : 1. Kapasitas angkut 50 g/L air untuk waktu tempuh maksimum 10 jam. Pengangkutan dengan sistem ini lebih cocok untuk benih ukuran kecil (maksimum 1 inchi). Pengusaha pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar melakukan pengangkutan ikan dengan sistem tertutup dengan menggunakan plastik ukuran 50 x 60 cm (10 L). Padat penebaran benih patin 1000 ekor/plastik. Pengiriman benih patin menggunakan angkutan darat. Untuk penjualan benih dalam kabupaten, para pembenih umumnya tidak melakukan pemberokan pada benih, sedangkan penjualan keluar kabupaten/propinsi benih diberok selama 2 hari. Pengiriman dengan sistem ini mempunyai waktu tempuh 10 jam, dan kepadatan benih dikurangi dalam kantong jika waktu tempuh lebih dari 10 jam. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengemasan benih ikan patin yaitu: 1. Ketersediaan atau pengadaan kantong plastik sesuai kebutuhan. Setiap kantong dibuat rangkap untuk menghindari kebocoran. 2. Benih ikan ditangkap dengan serokan halus (sambil dilakukan penghitungan), kemudian dimasukan kedalam kantong plastik tadi. 3. Satu persatu kantong diisi dengan oksigen murni (perbandingan air dengan oksigen adalah 1 : 2), setelah itu segera diikat. 4. Kantong-kantong plastik berisi benih, dimasukkan kedalam kardus agar benih tidak terkena cahaya matahari secara langsung. 5. Lama pengangkutan. Benih ikan patin dapat diangkut selama 10 jam dengan tingkat kelangsungan hidup mencapai 98,67%. Jika jarak yang hendak ditempuh memerlukan waktu yang lama maka satu- satunya cara untuk menjamin agar ikan tersebut selamat adalah dengan mengurangi jumlah benih ikan di dalam setiap kantong plastik. 49 ASPEK TEKNIS PRODUKSI 6. Pengangkutan lebih baik dilakukan pada saat pagi dan sore hari atau pada saat kondisi cuaca tidak panas. Cuaca yang panas akan meningkatkan suhu air untuk pengangkutan benih yang dapat meningkatkan kematian benih. Secara ringkas, proses produksi benih patin disajikan pada Gambar 4.1. 4.7. Jumlah, Jenis, Mutu Produksi Pembenih umumnya sudah memiliki target jumlah produksi. Berdasarkan pengamatan di lapangan, produksi benih rata-rata satu siklus adalah 100.000 – 500.000 ekor benih patin. Proses produksi berlangsung dalam 1 - 1,3 bulan persiklus. Benih ikan patin dijual dalam 3 kelompok ukuran yaitu <1 inchi (kategori P I), 1- 2 inchi (kategori P II A), dan 2-3 inchi (kategori P II B). Persentase permintaan benih kategori P II A sekitar 80-85%, sisanya benih kategori P II B atau P I. 50 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin • • • • Pengelolaan Induk Jumlah, ukuran, dan proporsi indukan yang dipelihara Pemberian pakan buatan dengan protein 30-35%. Pengelolaan kualitas media pemeliharaan Pengecekan induk ikan yang sakit atau terinfeksi Seleksi Induk • Minimalkan penyebab Stress indukan dan induk yang diseleksi. • Isolasi dan pemberokan 1-2 malam Pemijahan • Penyuntikan hormon ovaprim • Stripping • Pemijahan buatan Penetasan Telur • Penetasan di atas hapa dalam bak larva/ Penetasan dengan corong • Kepadatan & Hatching rate Pemeliharaan Larva & Benih • Pemberian pakan alami (Naupli artemia, Cacing sutera/Tubifex) dari umur 2 -15 hari. • Pemberian pakan buatan untuk benih berumur >15 hari • Pengelolaan media pemeliharaan (penyiponan dari kotoran, aerasi, sirkulasi air panas, dll.) • Perawatan larva dan benih • Padat penebaran dan Sintasan Pendederan di kolam • Persiapan dan pengelolaan air • Pemberian pakan buatan • Padat penebaran dan sintasan Panen dan Penanganan Hasil • Pemberokan dan pemanenan • Penghitungan • Packing dan pengangkutan. Gambar 4.1. Bagan Alir Proses Produksi Benih Ikan Patin 51 ASPEK TEKNIS PRODUKSI 4.8. Produksi Optimum Jumlah produksi dipengaruhi oleh tingkat keberhasilan dari benih patin yang menetas. Secara teknis berdasarkan skala usaha yang ada maka produksi optimum benih patin dapat mencapai 200.000-700.000 ekor/siklus dengan 6-12 siklus/ tahun. 4.9. Kendala Produksi Secara umum masalah atau titik kritis dalam proses produksi terjadi pada; (1) manajemen induk; (2) manajemen air; (3) penetasan telur (4) pemeliharaan larva dan benih, baik di bak pemeliharaan maupun di kolam pendederan. Sedangkan permasalahan yang kadang dihadapi oleh pembenih patin di Kabupaten Kampar saat ini adalah pH air tanah yang rendah, dan pemeliharaan larva/benih berkaitan dengan penyakit pada musim hujan, pasokan pakan cacing sutera (Tubifex) yang sering menjadi kendala atau harganya mahal (Rp. 9.000,- s.d. Rp. 10.000/kaleng; @ 0,5 liter), sedangkan kebutuhan pembudidaya sekitar 150-500 kaleng/siklus. Manajemen sangat penting dalam proses produksi pembenihan patin, mulai dari pengaturan jumlah, ukuran, proporsi jantan dan betina yang dipelihara serta pemeliharaan induk. Masalah indukan selama ini belum menjadi titik kritis, terutama dari segi jumlah dan ukuran. Hal ini disebabkan karena tersedia calon induk yang sangat memadai dari petani pembesar atau khusus pembesaran calon induk. Disamping itu, para pembenih juga mempunyai kolam pembesaran yang digunakan untuk pemeliharaan ikan untuk menjadi calon induk atau pemeliharan calon induk untuk menjadi induk dasar. Manajemen induk yang tidak kalah penting juga adalah pengaturan ukuran dan jumlah dari calon induk dan induk produktif yang dipelihara. Disamping itu pegaturan kolam pemeliharaan, sehingga induk induk tidak hanya ditempat di satu kolam. Hal ini berguna untuk menekan stres pada induk pada saat dilakukannya seleksi induk. Pengaturan kolam pemeliharaan juga dapat dilakukan dengan 52 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin pemisahan induk yang sudah beberapa kali pemijahan dengan induk yang belum atau satu kali pemijhahan. Selain pengaturan pemeliharaan, juga diperlukan pemberian pakan dengan dengan protein tinggi. Hal ini untuk meningkatkan fekunditas dan periode matang gonad serta mengurangi kandungan lemak dalam gonad. Dalam mengurangi kandungan lemak dalam gonad, maka pakan induk sering ditambahkan Vitamin E (VE) dengan pemberian 200 mg/kg induk dan dapat diberikan 1-2 kali perbulan. Dengan demikian diharapkan hatching rate telur dari induk yang dipelihara dapat meningkat. Untuk mengatasi masalah air dengan sumber air tanah dengan pH yang rendah atau air irigasi dengan kekeruhan relatif tinggi dan pH-nya juga rendah, dilakukan dengan sistem pengolahan air sebagai air sumber kegiatan. Pengolahan dilakukan dalam bak secara bertingkat, mulai dengan pemberian kapur tohor (CaO), kemudian penyaringan dengan menggunakan lapisan ijuk dan arang serta pengendapan. Dalam mengatasi permasalahan penyakit di musim hujan, pembenih ikan patin di Kabupaten Kampar menanganinya dengan satu atau kombinasi dari dua teknik, yaitu dengan pemberian air garam ke dalam media pemeliharaan dengan kadar 5 ppt atau meningkatkan suhu media pemeliharaan menjadi 30-31°C atau kombinasi keduanya. Untuk menangulangi masalah terhadap keterbatasan pasokan pakan alami berupa cacing sutera, pembenih sering memperpanjang periode pemberian pakan naupli artemia atau dengan mempercepat aplikasi pemberian pakan buatan. Sedangkan upaya lain dapat dilakukan dengan menggunakan pakan alami berupa Daphnia. 53 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN BAB V ASPEK KEUANGAN Analisa keuangan ini mempunyai tujuan untuk mengetahui kelayakan usaha dari sisi keuangan, terutama kemampuan pengusaha untuk mengembalikan kredit yang diperoleh dari bank. Dengan demikian diharapkan dapat dimanfaatkan pengusaha dalam perencanaan dan pengelolaan usaha pembenihan ikan patin. 5.1. Pemilihan Pola Usaha Pembenihan ikan patin siam mempunyai beberapa skala pola usaha, baik ditinjau dari target atau realisasi produksi benih, proses produksi, jenis dan volume sarana pembenihan, teknik penetasan telur, pemeliharaan larva dan benih serta manajemen kualitas air. Sedangkan untuk pemijahan menggunakan teknologi pemijahan buatan dengan penyuntikan hormon (misalnya ovaprim sebagai hormon buatan), guna mestimulir terjadinya ovulasi, selanjutnya pemijahan dilakukan melalui pemijahan buatan dengan cara stripping. Hal ini mengingat bahwa masih sulitnya dilakukan pemijahan ikan patin secara alami. Ditinjau dari proses produksi, perbedaan terjadi diantaranya adalah pada manajemen air, karena air sumber kegiatan pembenihan ada yang berasal dari sumur bor dan ada pula dari bendungan anak sungai atau irigasi. Dengan terjadinya perbedaan tersebut, maka akan berbeda pula biaya investasi dan operasional dalam proses pengadaan air untuk kegiatan, guna memperoleh kualitas air yang baik sesuai dengan persyaratan dalam proses produksi benih. Hal ini disebabkan karena kualitas air tanah dan air pemukaan secara umum di Kabupaten Kampar mempunyai pH yang rendah. Begitu juga halnya dalam menajemen air media pemeliharaan, terutama pengaturan suhu air di malam hari dan atau penanggulangan terhadap penyakit. Air yang digunakan pada sistem sirkulasi, peningkatan suhu media pemeliharaan berasal dari air yang dipanaskan 55 ASPEK KEUANGAN di dalam dandang pemanas dan pemanasan air tersebut menggunakan bantuan kayu bakar atau kompor minyak tanah. Dalam hal manajemen induk, pemeliharaan induk dilakukan di dalam kolam yang kecil dengan padat penebaran sangat tinggi (>5 ekor induk/m2), dan ada pula dengan pola intensif (padat penebaran 3-5 ekor/m2) serta semi intensif (padat penebaran 2-3 ekor/m2). Induk yang dipelihara juga bervariasi, baik dari segi jumlah maupun ukuran (calon induk dan induk) serta ada pula yang memisahkan pemeliharaan induk jantan dan betina. Sarana dan fasilitas pembenihan juga bervariasi, mulai dari konstruksi bangunan panti benih (hatchery) berupa banguan tradisional sampai bangunan permanen serta variasi ukuran panti benih. Selanjutnya penetasan telur ada yang menggunakan sistem corong dan adapula dengan sistem trai hapa. Sedangkan bak pemeliharaan larva umumnya terbuat dari kayu yang dilapisi dengan plastik tebal atau terpal dengan ukuran dan jumlah bak yang bervariasi. Bak pemeliharaan larva ini ada pula yang difungsikan sebagai bak pendederan. Disamping itu ada juga yang menggunakan bak fiber untuk pemeliharaan larva. Benih yang dihasilkan juga bervariasi dari segi ukuran dan umumnya mengikuti kriteria benih ikan patin siam kelas tebar, yaitu benih ukuran <1 inchi (benih P I); ukuran 1 - 2 inchi (benih P II A), dan ukuran 2-3 inchi (benih P II B), sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu SNI 01-6483.2-2000 dan SNI 01-6483.4-2000 (BSN, 2000a,b). Benih yang banyak diminati adalah ukuran 1-2 inchi. Produksi benih berkisar antara 100.000 – 500.000 ekor per-siklus dan 6-12 siklus per-tahun. Target produksi tersebut tentu sangat dipengaruhi oleh input (jumlah induk yang dipelihara dan yang dipijahkan dalam satu siklus) serta ukuran dan jumlah sarana pemeliharaan. Disamping itu akan terjadi pula perbedaan biaya operasionalnya. Untuk itu, dalam pemilihan pola usaha ini digunakan kriteria minimal bahwa usaha tersebut bersifat ekonomis dan bankable. Kriteria yang digunakan dalam pemilihan pola usaha adalah produksi benih, baik dari segi jumlah dan ukuran benih yang dijual serta harganya sesuai dengan harga pasar yang berlaku saat 56 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin ini. Selanjutnya skala teknologi proses produksi adalah yang umum digunakan dan dapat diadopsi oleh masyarakat serta sarana dan fasilitas yang sesuai sebagai konsekwensi teknologi yang digunakan dan/atau kebutuhan dalam proses produksi. Berdasarkan pertimbangan kriteria di atas, maka pola usaha yang dipilih dalam pembenihan ikan patin siam ini adalah: (1) Produksi benih kategori P II A (ukuran 1-2 inchi) minimal adalah 110.000 ekor per-siklus dengan 8 siklus per-tahun atau produksi dan penjualan benih >880.000 ekor per-tahun. Benih tersebut adalah benih patin siam kelas sebar hasil pemeliharaan di dalam bak larva dan atau kolam pendederan. Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi benih ukuran 1-2 inchi tersebut sekitar 25-35 hari per-siklus, sedangkan produksi 8 siklus per-tahun disebabkan karena induk ikan patin betina mempunyai frekuensi tingkat kematangan gonad yang rendah pada musim kemarau, sehingga menurun jumlah siklus produksi. (2) Induk yang diperlukan untuk memproduksi benih yang demikian adalah sekitar 1-2 ekor induk betina dengan berat 3-5 kg per-ekor dan 2-5 ekor induk jantan dengan berat 2-4 kg per-ekor. Dengan menggunakan pakan buatan berprotein tinggi (28-35%), maka satu induk betina ukuran tersebut dapat menghasilkan telur (fekunditas) sekitar 150–500 ribu butir setiap pemijahan dan dapat dipijahkan sekitar 2-3 kali dalam setahun dengan umur produktif 2-3 tahun. (3) Dalam menjaga kontinuitas produksi dan sesuai dengan kapasitas sarana dan fasilitas serta perlatan, maka jumlah indukan secara keseluruhan berkisar antara 100-120 ekor dengan proporsi jumlah jantan dan betina adalah 1 : 1,5-2. Disamping itu, minimal tersedia 6-10 pasang induk dalam kondisi usia produktif untuk memulai usaha. (4) Penetasan telur hasil pemijahan dapat menggunakan trai atau corong, dengan rata-rata tingkat keberhasilan penetasan (hatching rate) dan sintasan/kelangsungan hidup (survival rate) masing-masing adalah 70%. 57 ASPEK KEUANGAN (5) Fasilitas pembenihan dan luas lahan yang diperlukan dapat disesuaikan serta status lahan adalah dibeli atau lahan milik sendiri, namun tetap diberlakukan penilaian terhadap lahan. 5.2. Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan Untuk analisis kelayakan usaha berdasarkan pola usaha yang dipilih sebagai kriteria usaha yang ekonomis diperlukan adanya beberapa asumsi mengenai parameter teknologi proses maupun biaya, sebagaimana terangkum dalam Tabel 5.1 dan Lampiran 1. Asumsi ini diperoleh berdasarkan kajian terhadap usaha pembenihan ikan patin siam pada beberapa Usaha Perbenihan Rakyat (UPR) di Kabupaten Kampar, diantaranya adalah: (1) Stanum Hatchery di Kelurahan Langginang, Kecamatan Bangkinang; (2) Graha Pratama Fish Hatchery di Desa Koto Masjid, Kecamatan XIII Koto Kampar; (3) Vagita Hatchery di Desa Padang Mutung, Kecamatan Kampar. Disamping itu kajian ini juga berdasarkan informasi yang diperoleh dari BBI dan Staf Dinas Perikanan Kabupaten Kampar serta referensi lainnya. Penentuan usia kegiatan pembenihan (periode proyek) selama 4 tahun didasarkan atas pertimbangan investasi dan siklus produksi benih ikan patin. Bangunan investasi sebenarnya mempunyai umur teknis yang lama (>10 tahun), tetapi alat-alat produksi lainnya umurnya relatif pendek (rata-rata 4-5 tahun). Harga benih ikan patin juga bervariasi, tergantung ukuran panjang benih. Pada kajian ini, harga benih patin ukuran 1-2 inchi diasumsikan sebesar Rp 170 per ekor, sebagai harga pasar atau harga yang sering terjadi di lapangan. 58 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin Tabel 5.1. Asumsi untuk Analisis Keuangan No Asumsi 1 Periode proyek 2 Periode pemeliharaan a. Pemeliharaan larva dan benih di bak persiklus Satuan Nilai / Jumlah Tahun ekor 4 50.000 b. Pemeliharaan benih di bak/kolam pendederan per-siklus % 35 3 Luas lahan m2 800 4 Skala usaha a Induk ikan patin ekor 116.000 (1). Jumlah induk jantan yang dipijahkan per-siklus ekor 4 (2). Jumlah induk betina yang dipijahkan per-siklus ekor 2 (3). Bobot induk jantan per-ekor kg 2-4 (4). Bobot induk betina per-ekor kg 3-5 b. Jumlah minimal telur yang ditetaskan persiklus c. Hatching rate butir % 230.000 70 d. Penebaran larva dan benih (1). Padat penebaran di setiap bak larva per-m3 ekor 20.000 (2). Padat penebaran di bak/kolam pendederan per- m3 ekor 10.000 59 ASPEK KEUANGAN No 9 Asumsi Satuan Nilai / Jumlah (3). Ukuran benih di bak larva inchi 1 (4). Ukuran benih di bak/kolam pendederan inchi 1,5 - 2,2 e. Survival rate (SR) larva dan benih % 70 (1). Siklus panen benih ukuran 1-2 inchi per-tahun kali 8 (2). Produksi benih ukuran 1-2 inchi persiklus ekor 110.000 (3). Produksi benih ukuran 1-2 inchi pertahun ekor 880.000 f. Produksi benih ukuran 1-2 inchi 5 Tenaga kerja a. Jumlah tenaga kerja orang 3 b. Upah tenaga kerja per-bulan Rp. 1.750.000 6 Harga rata-rata penjualan benih ukuran >1 inchi per-ekor Rp. 170 7 Suku Bunga per-tahun % 14 8 Proporsi Modal a. Kredit % 40 b. Modal Sendiri % 60 a. Investasi Tahun 3 b. Modal Kerja Tahun 3 9 60 Jangaka Waktu Kredit POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin 5.3. Komponen dan Struktur Biaya omponen biaya dalam analisis kelayakan usaha pembenihan ikan patin K dibedakan menjadi dua, yaitu biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah komponen biaya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dana awal pendirian usaha yang meliputi lahan/areal usaha, pembuatan kolam induk dan kolam pendederan (jika diperlukan), panti benih, peralatan dan sarana produksi. Sedangkan biaya operasional adalah seluruh biaya yang harus dikeluarkan dalam proses produksi. 5.3.1. Biaya Investasi Untuk memulai usaha pembenihan ikan patin ini, biaya investasi yang dibutuhkan untuk areal seluas 800 m2 adalah Rp 147.010.000 dengan komponen terbesar adalah pembelian lahan usaha dan bangunan panti benih ikan patin. Secara rinci, investasi pembenihan ikan patin ini disajikan dalam Tabel 5.2 dan Lampiran 2. Tabel 5.2. Komposisi Biaya Investasi No Komponen Biaya 1 Lahan 2 Perizinan dan Sertifikasi 3 Pembuatan kolam induk (pematang tanah); 10 x 10 x 1,2 m (panjang x lebar x tinggi) Satuan m2 Jumlah Harga per Fisik Satuan (Rp) 800 40.000 Jumlah Biaya (Rp) 32.000.000 1.500.000 unit 3 4.000.000 12.000.000 61 ASPEK KEUANGAN No Komponen Biaya Satuan Jumlah Harga per Fisik Satuan (Rp) Jumlah Biaya (Rp) 4 Pembuatan kolam pendederan (pematang tanah); 12 x 10 x 0,8 m unit 2 3.000.000 6.000.000 5 Hapa/Wadah pemberokan induk; 3 x 2 m unit 2 100.000 200.000 6 Panti benih (120 m2) unit 1 45.000.000 45.000.000 7 Bak/kolam treatment air unit 3 2.000.000 6.000.000 8 Bak pembenihan unit 10 1.500.000 15.000.000 9 Wadah pakan alami 225.000 10 Pompa air Unit 11 Sumur bor Unit 1 2.500.000 2.500.000 12 Sistem perpipaan air Unit 1 4.000.000 4.000.000 13 Sistem Aerasi Unit 4.800.000 14 Alat tangkap Unit 1.085.000 15 Alat pemijahan dan penetasan Unit 650.000 16 Alat dan sistem penunjang Unit 5.250.000 17 Induk dan calon induk Unit 6.800.000 Jumlah 62 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) 4.000.000 147.010.000 Pembenihan Ikan Patin 5.3.2. Biaya Operasional Secara umum, biaya operasional dalam usaha pembenihan ikan patin dibedakan menjadi 2, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Total biaya tetap sebesar Rp 48.000.000 pertahun, sedangkan biaya variabel sebesar Rp. 40.416.000,pertahun, total biaya operasional adalah Rp. 88.416.00,- per-tahun, dengan asumsi bahwa pada tahun pertama hingga tahun ke empat usaha ini sudah dapat beroperasi dengan kapasitas 100% (Tabel 5.3) Selengkapnya rincian kebutuhan biaya tetap dan biaya variabel ditampilkan pada Lampiran 3 dan 4. Tabel 5.3. Komposisi Biaya Operasional No Biaya per satuan (Rp) Jumlah biaya 1 bulan (Rp) Jumlah biaya 1 tahun (Rp) 8.000 960.000 7.680.000 3 400.000 1.200.000 9.600.000 kaleng 180 10.000 1.800.000 14.400.000 kg 10 1.500 15.000 120,000 3.215.000 25.720.000 15.000 120,000 Satuan Jumlah Fisik kg 120 (1). Artemia kaleng (2). Cacing rambut Struktur biaya A Biaya Variabel 1 Pakan induk 2 Pakan larva dan benih a. Pakan alami b. Pakan buatan (pellet udang) Sub jumlah 3 Pemijahan Induk a. Jarum suntik unit 2 7.500 63 ASPEK KEUANGAN No Struktur biaya b. Hormon buatan (Ovaprim) c. Larutan fisiologis Biaya per satuan (Rp) Jumlah biaya 1 bulan (Rp) Jumlah biaya 1 tahun (Rp) 1 200.000 200.000 1,600,000 2 10.000 20.000 160.000 235.000 1.880.000 Satuan Jumlah Fisik botol botol Sub jumlah 4 Desinfektan dan Obat-Obatan a. Kapur kg 5 6.000 30.000 240.000 b. Garam kg 10 1.200 12.000 96.000 kg 1 50.000 50.000 400.000 92.000 736.000 500.000 4.000.000 500.000 4.000.000 c. Obat-obatan lainnya Sub jumlah 5 Penunjang a. Kayu bakar dan atau Minyak Rp./bln 1 500.000 tanah Sub jumlah 6 Packing benih a. Oksigen b. Plastik kantong tebal tbg/ siklus unit Sub jumlah Jumlah Biaya Variabel 64 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) 0.5 100.000 50.000 400.000 100 2.000 200.000 1.600.000 250.000 2.000.000 5.052.000 40.416.000 Pembenihan Ikan Patin No Struktur biaya B Biaya Tetap 1 Listrik 2 3 Perawatan sarana dan fasilitas Tenaga kerja Biaya per satuan (Rp) Jumlah biaya 1 bulan (Rp) Jumlah biaya 1 tahun (Rp) 1 250,000 250.000 2.000.000 Rp./bln 1 500,000 500.000 4.000.000 orang 3 1.750.000 5.250.000 42.000.000 6.000.000 48.000.000 11.052.000 88.416.000 Satuan Jumlah Fisik Rp./bln Jumlah Biaya Tetap Jumlah Biaya Operasional 5.4. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja Total kebutuhan biaya adalah sebesar Rp 235.426.000,- yang mana Rp 147.010.000,- adalah biaya investasi dan Rp 88.416.000,- adalah untuk modal kerja. Biaya investasi tersebut diproyeksikan 40% atau sebesar Rp 58.804.000,diperoleh dari kredit perbankan dan sisanya dari modal sendiri. Kredit investasi ini seluruhnya diterima pada masa konstruksi dengan jangka waktu pinjaman selama 3 tahun dan suku bunga 14% pertahun (Tabel 5.4). Dengan asumsi dari skala usaha yang dipilih, maka modal kerja yang dibutuhkan untuk memproduksi benih ikan patin adalah sebesar Rp 11.052.000,per-siklus. Agar proses produksi berjalan dengan baik, lancar, dan aman, maka modal kerja adalah sama dengan biaya operasional dan over head cost untuk 8 (delapan) siklus produksi, sehingga modal kerja yang diperlukan adalah Rp 88.416.000,- Dari jumlah tersebut, sebesar 40% (Rp 35.366.400,-) diperoleh dari kredit bank dengan jangka waktu pinjaman selama 3 tahun dan suku bunga 14% pertahun. Penetapan jangka waktu kredit selama 3 tahun didasarkan atas hasil wawancara dengan nara sumber pembenih ikan patin di lokasi kajian. 65 ASPEK KEUANGAN Tabel 5.4. Komponen dan Struktur Biaya No 1 Komponen Biaya Proyek Persentase Total Biaya (Rp) Biaya Investasi 2 147.010.000 a. Kredit 40% 58.804.000 b. Modal Sendiri 60% 88.206.000 Biaya Modal Kerja 3 88.416.000 a. Kredit 40% 35.366.400 b. Modal Sendiri 60% 53.049.600 Total Biaya Proyek 235.426.000 a. Kredit 40% 94.170.400 b. Modal Sendiri 60% 141.255.600 Kewajiban pengusaha dalam melakukan angsuran pokok dan angsuran bunga dilakukan setiap bulan selama jangka waktu kredit, baik kredit investasi maupun kredit modal kerja. Rekapitulasi jumlah angsuran kredit pertahun dapat dilihat pada Tabel 5.5, sedangkan perhitungan jumlah angsuran kredit perbulan selengkapnya ditampilkan pada Lampiran 6 dan 7. Tabel 5.5. Perhitungan Angsuran Kredit (dalam rupiah) Tahun 66 Angsuran Pokok Angsuran Bunga Total Angsuran Saldo Awal Saldo Akhir 94.170.400 94.170.400 1 31.390.133 11.169.656 42.559.789 94.170.400 62.780.267 2 31.390.133 6.775.037 38.165.170 62.780.267 31.390.133 3 31.390.133 2.380.418 33.770.552 31.390.133 0 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin 5.5. Produksi dan Pendapatan Dengan skala usaha yang dipilih, diperkirakan produksi telur dari 2 induk ikan patin minimal 230.000 butir untuk satu kali pemijahan. Dengan hatching rate rata-rata sekitar 70%, akan menghasilkan benih ukuran 1-2 inchi sekitar 110.000 ekor per-siklus (sintasan larva dan benih rata-rata 70%). Dengan 8 siklus produksi per-tahun, usaha ini diproyeksikan untuk dapat berproduksi secara optimal mulai tahun pertama hingga akhir tahun ke-empat (sesuai umur proyek). Dengan harga jual benih ukuran 1-2 inchi sebesar Rp. 170 per ekor, maka proyeksi pendapatan yang diperoleh adalah sebesar Rp 18.700.000,- per-siklus atau sekitar Rp 149.600.000,- per-tahun. Proyeksi produksi dan pendapatan usaha serta harga penjualan ditampilkan pada Tabel 5.6 dan Lampiran 5. Tabel 5.6. Proyeksi Produksi dan Pendapatan No Produk Volume Unit Harga Jual (Rp) 1 Benih patin 880.000 ekor 170 TOTAL Penjualan Per siklus (Rp) Penjulan per Tahun (Rp) 18.700.000 149.600.000 18.700.000 149.600.000 5.6. Proyeksi Laba Rugi Usaha dan Break Even Point Hasil proyeksi laba rugi usaha menunjukkan bahwa usaha pembenihan ikan patin telah menghasilkan laba (setelah pajak) pada tahun pertama (kapasitas 100%) sebesar Rp 26.761.551,- dengan nilai profit on sales 17,89%, dan mengalami peningkatan laba hingga tahun ke-4 yang berjumlah Rp 36.255.758,- dengan profit on sales 24,24% (Tabel 5.7). 67 ASPEK KEUANGAN Tabel 5.7. Proyeksi Pendapatan dan Laba Rugi Usaha No 1 2 3 4 5 Uraian Total Penerimaan Total Pengeluaran Laba/Rugi Sebelum Pajak Pajak (15%) Laba Setelah Pajak 6 Profit on Sales 7 BEP: Rupiah Ekor benih ikan Tahun Jumlah 1 2 3 4 149.600.000 149.600.000 149.600.000 149.600.000 598.400.000 118.115.822 113.721.204 109.326.585 106.946.167 448.109.778 31.484.178 35.878.796 40.273.415 42.653.833 150.290.222 4.722.627 5.381.819 6.041.012 6.398.075 21.040.631 26.761.551 30.496.977 34.232.403 36.255.758 129.249.591 17,89% 20,39% 22,88% 24,24% 21,60% 40.693.631 34.672.282 28.650.934 25.389.370 129.406.217 239.374 203.955 168.535 149.349 761.213 26.761.551 30.496.977 34.232.403 36.255.758 129.249.591 46 46 46 46 46 134 129 124 122 127 BEP 8 berdasarkan biaya (Rupiah/ ekor benih) a. Biaya operasional b. Total biaya Keterangan : Jumlah benih terjual per tahun = 880.000 ekor 68 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin Seperti terlihat pada Tabel 5.8, usaha pembenihan ikan patin selama kurun waktu 4 tahun rata-rata akan menghasilkan keuntungan bersih sebesar Rp 31.936.672,- per-tahun dan profit margin rata-rata 21,35% per-tahun (Tabel 5.8). Dengan membandingkan pengeluaran untuk biaya tetap terhadap biaya variabel dan total penerimaan, maka BEP usaha ini terjadi pada penjualan senilai Rp. 40.693.631,- pada tahun pertama hingga Rp 25.389.370,- pada tahun ke-4, dengan BEP rata-rata sebesar Rp. 32.351.554,- untuk 190.303 ekor benih ikan patin. Selengkapnya proyeksi rugi laba usaha ditampilkan pada Lampiran 8. Tabel.5.8. Rata-rata Laba Rugi dan BEP Usaha Uraian Laba per tahun Profit Margin BEP: Nilai Rp. 31.936.672 21,35% Rupiah Rp. 32.351.554 Benih 190.303 ekor 5.7. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Usaha Untuk aliran kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua aliran, yaitu arus masuk (cash inflow) dan arus keluar (cash outflow). Arus masuk diperoleh dari penjualan benih ikan patin selama satu tahun. Untuk arus keluar meliputi biaya investasi, biaya variabel, biaya tetap, termasuk angsuran pokok, angsuran bunga, dan pajak penghasilan. Evaluasi profitabilitas rencana investasi dilakukan dengan menilai kriteria investasi untuk mengukur kelayakan pendirian usaha pembenihan patin, yaitu meliputi NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C Ratio (Net Benefit-Cost Ratio). Usaha pembenihan ikan patin dengan pemilihan pola 69 ASPEK KEUANGAN usaha dan menggunakan asumsi yang ada menghasilkan NPV Rp 54.561.039 pada tingkat bunga 14% dengan nilai IRR adalah 28,94% dan Net B/C Ratio 1,37 (Tabel 5.9). Berdasarkan kriteria dan asumsi yang ada menunjukkan bahwa usaha pembenihan ikan patin dengan skala minimal yang dipilih ini sudah layak untuk dilaksanakan dengan Pay Back Period (PBP) selama 3,2 tahun. Proyeksi arus kas untuk kelayakan pembenihan ikan patin selengkapnya ditampilkan pada Lampiran 9. Tabel 5.9. Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Patin No Kriteria 1. NPV (Rp.) 2. IRR (%) 3. Net B/C Ratio 4. Pay Back Period Kelayakan Nilai Justifikasi Kelayakan 54.561.039 >0 28,94 > 14 1,37 > 1,00 3,2 tahun < 48 bulan (<4 tahun) Layakan 5.8. Analisis Sensitivitas Dalam suatu analisis kelayakan suatu proyek, biaya produksi dan pendapatan biasanya akan dijadikan patokan dalam mengukur kelayakan usaha karena kedua hal tersebut merupakan komponen inti dalam suatu kegiatan usaha, terlebih lagi bahwa komponen biaya produksi dan pendapatan juga didasarkan pada asumsi dan proyeksi sehingga memiliki tingkat ketidakpastian yang cukup tinggi. Untuk mengurangi resiko ini maka diperlukan analisis sensitivitas yang digunakan untuk menguji tingkat sensitivitas proyek terhadap perubahan harga input maupun output. Dalam pola pembiayaan ini digunakan tiga skenario sensitivitas, yaitu: 70 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin a. Skenario I Sensitivitas kenaikan biaya variabel dimungkinkan dengan melihat perkembangan ekonomi saat ini dan kenaikan harga BBM, sehingga memunculkan asumsi peningkatan biaya produksi/ variabel, sedangkan pendapatan dianggap tetap/konstan. Kenaikan biaya operasional terjadi antara lain karena kenaikan biaya pakan dan bahan pembantu serta upah tenaga kerja. Hasil analisis sensitivitas akibat kenaikan biaya variabel ditampilkan pada Tabel 5.10 serta perhitungan arus kas untuk sensitivitas ini selengkapnya pada Lampiran 10 dan 11. Tabel 5.10. Analisis Sensitivitas Biaya Variabel Naik No Kriteria 1. NPV (Rp.) 2. IRR (%) 3. Net B/C Ratio 4. Pay Back Period Kelayakan Naik 46% Naik 47% 391.164 (-) 786.422 14,11 13,78 1,00 0,99 47,9 bulan (4 tahun) >48 bulan (>4 tahun) Layak Tidak layakan Analisis sensitivitas berdasarkan Skenario I: menggunakan kenaikan biaya variabel sebesar 46% dan asumsi biaya pendapatan tetap. Pada kenaikan biaya variabel sebesar 46%, NPV positif dan IRR mencapai 14,11% serta Net B/C Ratio masih relatif lebih besar dari satu, sedangkan PBP (Pay Back Period) 4 tahun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada suku bunga 14% dengan kenaikan biaya variabel sebesar 46%, maka proyek dengan pola usaha yang dipilih dan asumsi yang digunakan dalam pola usaha tersebut masih layak dilaksanakan. Namun pada kenaikan biaya variabel mencapai 47%, ternyata proyek ini tidak layak dilaksanakan karena NPV negatif dan IRR kurang dari tingkat suku bunga (yaitu 13,78%), Net B/C Ratio adalah 0,99, sedangkan PBP lebih dari umur kegiatan (>4 tahun). 71 ASPEK KEUANGAN b. Skenario II Pendapatan usaha pembenihan ikan patin dapat saja turun per-bulannya atau per-tahunnya, yang disebabkan oleh berbagai hal. Pendapatn turun karena kualitas benih ikan patin kurang baik atau jumlah produksi benih ikan patin berkurang, misalnya berkaitan dengan kendala penyakit pada musim hujan. Analisis sensitivitas penurunan pendapatan ketika biaya pengeluaran dianggap tetap/konstan disajikan pada Tabel 5.11 serta perhitungan arus kas untuk sensitivitas ini selengkapnya pada Lampiran 12 dan 13. Tabel 5.11. Analisis Sensitivitas Pendapatan Turun No Kriteria 1. NPV (Rp.) 2. IRR (%) 3. Net B/C Ratio 4. Pay Back Period Naik 12% Naik 13% 2.254.075 (-) 2.104.838 14,63 13,41 1,02 0,99 47,6 bulan (4 tahun) >48 bulan ( >4 tahun) Kelayakan Layak Tidak layakan Analisis sensitivitas berdasarkan Skenario II, pada saat pendapatan turun sebesar 12% diperoleh NPV positif, Net B/C Ratio relatif lebih besar dari satu dengan IRR mencapai 14,63%. Dapat disimpulkan bahwa pada penurunan pendapatan sebesar 12%, proyek tersebut masih layak dilaksanakan. Penurunan pendapatan sebesar 13% menyebabkan Net B/C Ratio kurang dari satu, NPV negatif, IRR 13,41% atau dibawah suku bunga, dengan PBP yang diperoleh melebihi umur proyek (>4 tahun). Kondisi ini menyebabkan usaha tidak layak dilaksanakan. 72 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin c. Skenario III Analisis sensitivitas pada skenario III ini dilakukan dengan cara mengkombinasikani sensitivitas pada skenario I dan II, yaitu peningkatan biaya variabel sebesar 9% dan penurunan pendapatan 9%. Hasil analisis sensitivitas akibat kenaikan biaya variabel dan penurunan pendapatan secara bersamaan ditampilkan pada Tabel 5.12 serta perhitungan arus kas untuk sensitivitas ini selengkapnya pada Lampiran 14 dan 15. Tabel 5.12. Analisis Sensitivitas Kombinasi No Kriteria 1. NPV (Rp) 2. IRR (%) 3. Net B/C Ratio 4. Pay Back Period Kelayakan Biaya Variabel Naik 9% dan Pendapatan Turun 9% Biaya Variabel Naik 10% dan Pendapatan Turun 10% 4.732.363 (-) 804.157 15,32 13,77 1,03 0,99 47,1 bulan (3,9 tahun) >48 bulan (>4 tahun) Layak Tidak layakan Dari Tabel 5.12 tampak bahwa pada kenaikan biaya variabel dan penurunan pendapatan masing-masing sebesar 9% dan 9%, usaha tersebut masih layak dilaksanakan pada tingkat suku bunga 14%, dengan menghasilkan NPV positif dan IRR 15,32%, kemudian Net B/C Ratio lebih dari satu (1,03) dan PBP 3,9 tahun. Namun demikian apabila biaya variabel naik menjadi 10% dengan pendapatan turun sebesar 10%, maka proyek ini menjadi tidak layak dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena NPV negatif, IRR lebih kecil dari suku bunga (yaitu hanya 13,77%), dan Net B/C Ratio kurang dari satu (0,99), dengan PBP melebihi umur proyek (>4 tahun). 73 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN BAB VI ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN 6.1. Aspek Ekonomi dan Sosial Aspek sosial ekonomi yang disajikan adalah tenaga kerja, baik sebagai tenaga kerja langsung maupun tidak langsung dan pendapatan. Usaha pembenihan ikan patin skala mikro dan kecil dapat menyerap tenaga kerja langsung 3-8 orang dan tenaga kerja tidak langsung 4-5 orang. Tenaga kerja tersebut sebagian besar berasal dari warga sekitar dan sebagian kecil adalah keluarga serta dari luar daerah (Jawa). Terdapat beberapa alasan pengusaha menggunakan tenaga kerja dari luar daerah, diantaranya adalah lebih disiplin dan produktif. Upah yang diberikan pengusaha pembenihan ikan sebagai pendapatan pekerja adalah sekitar Rp 1,5 – Rp 2 juta perbulan, belum termasuk bonus produksi dan tunjangan hari raya (THR). Upah tersebut jauh lebih tinggi dari UMR setempat. Tenaga kerja yang produktif akan mendapatkan bonus semakin tinggi tiap siklus atau tiap tahunnya. Sedangkan tenaga kerja tidak langsung mendapat upah sesuai dengan harga pasar atau harga borongan berdasarkan hasil kesepakatan. 6.2. Aspek Dampak Lingkungan Kegiatan pembenihan ikan patin tidak menimbulkan limbah organik yang dapat mencemari lingkungan. Limbah organik sisa pakan dalam kolam induk dan benih yang mati serta sisa pakan di bak pembenihan tergolong sangat kecil. Disamping itu, dalam rantai kegiatan pembenihan tidak menggunakan berbagai bahan kimia dan obatan yang berbahaya serta produk yang dihasilkan adalah berupa benih ikan yang berkualitas untuk dibesarkan dan nantinya aman 75 ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN dikonsumsi masyarakat. Bahkan sebaliknya usaha ini rentan terhadap limbah yang ditimbulkan oleh usaha industri dan usaha pertanian yang menggunakan pestisida dan insektisida. Pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar mayoritas menggunakan air sumur bor sebagai sumber air bersih, dan sebagian kecil yang menggunakan air sungai atau sumber mata air. Sampai saat ini belum ada keluhan dari masyarakat terhadap pembenihan ikan patin yang dilaksanakan, baik gangguan terhadap fluktuasi ketersedian air tanah maupun dampak dari sisa pakan terhadap kualitas air sungai serta gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Secara umum, juga tidak ada persepsi negatif masyarakat di sekitarnya terhadap kegiatan pembenihan maupun pembesaran patin. 76 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan a. Potensi pengembangan usaha pembenihan ikan patin di beberapa wilayah kecamatan di Provinsi Riau pada umumnya dan Kabupaten Kampar pada khsususnya sangat besar, karena budidaya pembesaran patin merupakan salah satu perikanan air tawar yang menjadi andalan daerah ini, sehingga kebutuhan benih sangat tinggi. Kondisi tersebut ditunjang oleh potensi daerah, ketersediaan calon induk dari petani pembudidaya, teknologi pembenihan sudah dikuasai, dan pemasaran yang sangat baik. b. Terdapat sekitar 15 UPR pembenihan patin diantara 98 UPR pembenihan ikan air tawar di Kabupaten Kampar, pola usaha UPR mayoritas tergolong usaha mikro dan kecil. Disamping itu usaha pembenihan dengan komoditi adalah patin siam (Pangasius hypophthalmus), pada umumnya dilakukan secara bersamaan dengan usaha pembesaran dan/atau usaha lainnya dengan proporsi usaha pembenihan patin sekitar 50-80% dibanding usaha lainnya. c. Pembenihan patin memerlukan biaya investasi dan modal kerja yang besar agar layak secara ekonomis maupun bankable. Salah satu bank yang sudah memberikan kredit kepada UPR patin di Kabupaten adalah PD BPR Sarimadu dengan skim Channeling. d. Skala usaha yang ekonomis dan bankable untuk pembenihan ikan patin siam yaitu minimal dapat memproduksi dan menjual benih ukuran 1-2 inchi sebanyak 110.000 ekor per-siklus dan 8 siklus per-tahun. Untuk menjalan proyek dengan pola usaha tersebut diperlukan total biaya investasi sebesar Rp 147.010.000,- yang dapat dibiayai dari pinjaman kredit sebesar 40% (Rp 58.804.000,-) dan biaya sendiri 60% (Rp 88.206.000,-), dengan 77 KESIMPULAN DAN SARAN bunga pinjaman 14% dan masa pinjaman kredit investasi selama 3 tahun. Sedangkan biaya modal kerja adalah sebesar Rp 88.416.000,- guna dapat melaksanakan kegiatan minimal 8 (delapan) siklus produksi dan selanjutnya dapat dibiayai dari keuntungan usaha. Modal kerja tersebut dapat diperoleh dari biaya pinjaman kredit perbankan sebesar 40% (Rp 35.366.400,-) dan biaya sendiri sebesar 60% (Rp 53.049.600,-), dengan bunga pinjaman 14% dan masa pinjaman kredit selama 3 tahun. e. Analisis keuangan dan kelayakan usaha pembenihan patin sesuai dengan pola usaha yang dipilih dan asumsi yang digunakan adalah layak untuk dilaksanakan dengan nilai NPV (Net Present Value) Rp 54.561.039 pada tingkat bunga 14% dengan nilai IRR adalah 28,94%; Net B/C Ratio 1,37; dan Pay Back Period (PBP) selama 39 bulan atau 3,2 tahun. Usaha ini juga mampu melunasi kewajiban angsuran kredit kepada bank. f. Usaha pembenihan ikan patin kurang sensitif terhadap kenaikan biaya variabel maupun penurunan pendapatan, karena usaha ini masih dianggap layak bila kenaikan biaya variabel 9% dengan penurunan pendapatan sampai 9%. Kenaikan biaya variabel sebesar 10% dengan penurunan pendapatan sebesar 10%, menjadikan usaha tersebut tidak layak (NPV Negatif). g. Dengan peningkatan skala usaha melalui penambahan investasi dari jumlah induk yang dipelihara dan dipijahkan dalam satu siklus produski, kemudian penambahan biaya operasinal produksi, maka pembenihan ikan patin yang dapat memproduksi benih lebih besar daripada yang di lending modelkan, diperkirakan jauh lebih menguntungkan dan sangat layak untuk dibiayai perbankan. h. Pengembangan usaha pembenihan patin memberikan manfaat yang positif dari aspek sosial ekonomi wilayah dengan terbukanya peluang kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta tidak menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap lingkungan. 78 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin 7.2. Saran a. Berdasarkan potensi daerah, bahan, teknologi proses, prospek pasar atau prospek usaha, dan aspek finansial, usaha pembenihan patin layak untuk dibiayai, baik untuk kredit investasi maupun kredil modal kerja atau gabungan keduanya. Hal ini disebabkan karena usaha ini memerlukan bantuan modal dalam pengembangan usahanya, karena selama ini pengusaha relatif kesulitan untuk mendapat modal usaha yang proporsional dari perbankan. b. Untuk menjamin kelancaran pengembalian kredit, pihak perbankan seyogyanya juga turut berpartisipasi dalam pembinaan usaha ini, khususnya pada aspek keuangan, dan manajemen pembukuan. 79 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN DAFTAR PUSTAKA [BSN] Badan Standarisasi Nasional, 2000a. SNI 01-6483.2-2000 tentang Benih ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) kelas benih sebar [BSN] Badan Standarisasi Nasional, 2000b. SNI 01-6483.4-2000 tentang Produksi benih ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) kelas benih sebar. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 7548: 2009 tentang Pakan buatan untuk ikan patin (Pangasius sp.). [Disper-Kampar] Dinas Perikanan Kabupaten Kampar. 2009. Laporan Tahunan 2009. [Disper-Kampar] Dinas Perikanan Kabupaten Kampar. 2009. Statistik Perikanan Budidaya Kabupaten Kampar Tahun 2009. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2007. Statistik Perikanan Budidaya Indonesia 2006. Ditjen Perikanan Budidaya-DKP, Jakarta. 131 hal. [DKP-Riau] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Riau. 2009. Statistik Perikanan Budidaya Provinsi Riau Tahun 2008. Husen, U. 2003 Studi Kelayakan Bisnis, Teknik Menganalisis Kelayakan Rencana Bisnis secara Komprehensif. Edisi 2. PTGramedia Pustaka Umum, Jakarta. Iswanto, B., W. Pamungkas, dan Sularto. 2006. Evaluasi Keragaan Derajat Fertilisasi, Penetasan, dan Abnormalitas Larva Ikan Patin Siam dan Hibrida (Patin Siam Betina x Patin Jambal Jantan). Laporan Teknis Hasil Penelitian Loka Riset Pemuliaan dan teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar. 81 Khairuman & Sudenda, D. 2002. Budidaya Patin Secara Intensif, Agro Media Pustaka. Jakarta. [LRPTBPAT] Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar. 2007. Panduan teknik pembenihan ikan patin “pasupati”(Pangasius sp.). 19 hlm. Slembrouck, J.; Komarudin, O.; Maskur dan Legendre, M. 2005. Petunjuk Teknis Pembenihan Ikan Patin Indonesia (Pangasius djambal). [Terjemahan dari: Technical Manual for Artificial Propagation of The Indonesian Catfish]. Subandi A dan Khan Z (penerjemah). Kerjasama IRD dengan PRPB-BRKP. Karya Pratama. Jakarta. Sunarma, A. 2007. Panduan singkat teknik pembenihan ikan patin (Pangasius hypophthalmus). BBPBAT Sukabumi. 15 hlm. Sularto, R.H dan Evi, T. Petunjuk teknis pembenihan ikan patin Pasupati. Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar. 2007. Sutojo, S. 2000. Studi Kelayakan Proyek, Konsep, Teknik & Kasus. Seri Manajemen Bank No.66. PT Damar Mufia Pustaka. Jakarta. Tahapari, E., Sularto, W. Hadie, S. Pramono dan M. Syukron. 2007. Pembesaran ikan pasupati di perairan payau bersalinitas rendah di Pekalongan. Laporan penelitian. Tave, D. 1996. Selective breeding programmes for medium-sized fish farms. FAO Fish. Tech. Paper 352. 122 pp. Yulfiperius, Mokoginta, I.; dan Jusadi, D. 2003. Pengaruh Kadar Vitamin E (VE) dalam Pakan Terhadap Kualitas Telur Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus). Jurnal lktiologi Intlonesia 3 (1): 11-18. 82 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) DAFTAR ISTILAH 1. Aklimatisasi adalah proses penyesuaian ikan terhadap lingkungan baru atau terhadap lingkungan yang berbeda. 2. Benih adalah ikan pada umur dan ukuran tertentu yang belum dewasa dan digunakan untuk kegiatan pembesaran. 3. Benih sebar adalah benih keturunan pertama dari induk pokok, induk dasar atau induk penjenis yang memenuhi standar mutu kelas benih sebar. 4. Benih sebar ikan patin, kelas benih sebar terdiri dari larva (ukuran 0,1-0,2 inchi), benih ukuran 0,75-1,0 inchi, benih ukuran 1-2 inci, dan benih ukuran 2-3 inci yang berasal dari induk pokok dan telah teruji keunggulannya serta siap untuk disebarluaskan kepada petani/pengguna (SNI 01-6483.2-2000 dan SNI 01-6483.4-2000). 5. Benih ikan patin P I adalah hasil pemeliharaan larva sampai mencapai ukuran rata-rata 1 inchi atau umur sekitar 15 hari dan merupakan hasil pemijahan induk kelas induk pokok antara induk jantan dan induk betina bukan satu keturunan. 6. Benih ikan patin P II (A) adalah hasil pemeliharaan benih ukuran <1 inchi sampai mencapai ukuran benih 1-2 inchi atau berumur sekitar 30 hari dan merupakan hasil pemijahan induk kelas induk pokok antara induk jantan dan induk betina bukan satu keturunan. 7. Benih ikan patin P II (B) adalah hasil pemeliharaan benih ukuran <1 inchi sampai mencapai ukuran 2-3 inchi atau berumur sekitar 45 hari dan merupakan hasil pemijahan induk kelas induk pokok antara induk jantan dan induk betina bukan satu keturunan. 8. Calon induk ikan patin adalah ikan patin yang dipelihara untuk menjadi ukuran induk yang produktif dalam pembenihan. 83 9. Fekunditas adalah jumlah telur ikan yang dikeluarkan per satuan bobot tubuh. 10. Fototaksis positif adalah perilaku larva yang respon terhadap cahaya. 11. Gonad adalah bagian dari organ reproduksi pada ikan yang menghasilkan telur pada ikan betina dan sperma pada ikan jantan. 12. Hatching Rate (HR) adalah tingkat atau angka keberhasilan penetasan telur menjadi larva. 13. Induk penjenis (Great Grand Parent Stock, GGPS) adalah induk ikan patin yang dihasikan oleh dan di bawah pengawasan penyelenggara pemulia (SNI 01-6483.3-2000). 14. Induk Dasar (Grand Parent Stock, GPS) adalah induk keturunan pertama dari induk penjenis yang memenuhi standar mutu kelas induk dasar (SNI 016483.3-2000). 15. Induk Pokok (Parent Stock, PS) adalah induk keturunan pertama dari induk dasar (SNI 01-6483.3-2000). 16. Indukan adalah calon induk dan induk; calon induk adalah ikan dewasa yang memerlukan beberapa waktu pemeliharaan untuk menjadi induk yang produktif, sedangkan induk adalah ikan dewasa dalam umur produktif dan hampir memijah. 17. Induk afkir adalah induk yang sudah melewati masa produktif dalam menghasilkan telur atau sperma atau kualitas dan kuantitas produksi telurnya menurun. 18. Larva ikan patin siam adalah fase atau tingkatan benih ikan sejak telur menetas sampai organ tubuhnya sempurna, umurnya 1-2 hari setelah menetas dan masih mengandung kuning telur sebagai sumber makanannya, berenang vertikal, lincah, fototaksis positif dan bergerombol. 19. Matang gonad pada ikan betina adalah kondisi ikan yang sudah siap 84 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) untuk dikawinkan (dipijahkan) yang ditandai oleh diameter telur yang sudah mencapai ukuran 1,0-1,2 mm, seragam dan tidak menggumpal bila diberikan larutan sera, inti terlihat berada di pinggir serta warna telur kekuningan. Pada ikan jantan ditandai oleh urogenitalnya yang memerah, bila dilakukan pengurutan pada bagian perut akan mengeluarkan sperma berwarna putih susu dan kental. 20. Mortalitas adalah tingkat atau angka kematian ikan selama periode waktu tertentu. 21. Nilai Sisa (salvage value) adalah nilai sisa yang diperhitungkan dalam tahun terakhir analisis arus kas sebagai tambahan penerimaan yang dapat berupa nilai sisa investasi, barang-barang habis pakai yang sudah dibeli tetapi belum terpakai dan produk yang belum jadi atau stok yang belum terjual. Umumnya perhitungan nilai sisa menggunakan asumsi-asumsi dan estimasi. 22. Ovulasi adalah keluarnya telur (ovum) dari kantong telur (ovarium). 23. Padat Penebaran (stocking density) adalah jumlah ikan yang dapat ditanamkan per satuan luas (atau volume air) tempat pemeliharaan ikan 24. Pakan Alami (natural food) adalah pakan ikan yang berasal dari alam dan langsung bisa diberikan pada ikan. 25. Pakan buatan (Prepared diet) adalah campuran dari berbagai bahan baku pakan dengan kandungan nutrisi tertetu dalam bentuk crumble dan pellet dengan tidak mengandung zat atau senyawa yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan paa ikan. 26. Panti benih (hatchery) adalah tempat pada tahap awal dari produksi ikan dimana induk ikan dipijahkan (dikawinkan) untuk menghasilkan benih. 27. Pemanenan adalah persyaratan yang harus dipenuhi dalam kegiatan tahap akhir proses produksi benih ikan patin siam kelas benih sebar larva, benih ukuran 0,75 inchi, benih ukuran 1-2 inchi dan 2-3 inchi. 85 28. Pembenihan adalah kegiatan pemeliharaan induk untuk menghasilkan telur sampai dengan larva. 29. Pemberokan adalah perlakuan terhadap ikan dengan tidak diberi makan untuk waktu tertentu. 30. Pemijahan adalah rangkaian kegiatan pengeluaran telur dari induk betina dan sperma dari induk jantan serta pembuahan telur oleh sperma. 31. Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan benih ikan patin hasil pembenihan untuk mencapai ukuran tertentu dan sebagai masa adaptasi sebelum dipelihara di tempat pembesaran. 32. Pendederan pertama (PI) adalah pemeliharaan dari tingkat larva ukuran 0,1-0,2 inchi sampai ke tingkat benih ukuran 0,75–1,0 inchi. 33. Pendederan kedua (PII di akuarium/bak/kolam) adalah pemeliharaan benih dari tingkat ukuran 0,75 inchi sampai ke tingkat benih ukuran 1-2 inchi. 34. Pendederan kedua (PII dikolam) adalah pemeliharaan benih dari tingkat benih ukuran 0,75 inci sampai ke tingkat benih ukuran 2-3 inchi. 35. Pra-produksi adalah persyaratan yang harus dipenuhi dalam memproduksi benih ikan patin siam kelas benih sebar yang terdiri dari persyaratan : lokasi, sumber air, dan sarana (wadah, induk dasar, bahan dan peralatan). 36. Proses produksi adalah persyaratan yang harus dipenuhi dalam rangkaian kegiatan untuk memproduksi benih ikan patin siam kelas benih sebar. 37. Proses produksi induk ikan patin adalah pemeliharaan calon induk jantan dan betina sampai ke fase yang siap untuk dipijahkan. 38. 86 Profit Margin adalah keuntungan bersih dari pendapatan usaha umumnya dinyatakan dalam persen perbandingan antara laba bersih setelah pajak terhadap pendapatan usaha. POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) 39. Stripping adalah pengurutan pada bagian perut untuk mengeluarkan telur ikan betina atau sperma ikan jantan. 40. Surplus adalah selisih antara pendapatan penjualan hasil dan pengeluaran investasi dan operasional dari suatu usaha 41. Survival Rate (SR) atau sintasan adalah tingkat atau angka kelangsungan hidup ikan selama periode waktu tertentu. 42. UPR atau Usaha Perbenihan Rakyat adalah unit usaha atau kegiatan masyarakat, baik secara individu maupun kelompok dalam memproduksi benih ikan dan tidak berbentuk badan usaha atau perusahaan. 87 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN LAMPIRAN HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 91 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN Pembenihan Ikan Patin Lampiran 1. Asumsi Untuk Analisis Keuangan No Asumsi 1 Periode proyek 2 Periode pemeliharaan Satuan Nilai / Jumlah Tahun 4 a. Pemeliharaan larva dan benih di bak per-siklus hari 15 b. Pemeliharaan benih di bak/kolam pendederan per-siklus hari 12 3 Luas lahan m2 800 4 Skala usaha (1). Jumlah induk jantan yang dipijahkan persiklus ekor 4 (2). Jumlah induk betina yang dipijahkan persiklus ekor 2 a Induk ikan patin (3). Bobot induk jantan per-ekor kg 2-4 (4). Bobot induk betina per-ekor kg 3-5 b. Jumlah minimal telur yang ditetaskan persiklus c. Hatching rate butir % 230.000 70 d. Penebaran larva dan benih (1). Padat penebaran di setiap bak larva perm3 ekor 20.000 (2). Padat penebaran di bak/kolam pendederan per- m3 ekor 10.000 (3). Ukuran benih di bak larva inchi 1 (4). Ukuran benih di bak/kolam pendederan inchi 1,5 - 2,2 93 LAMPIRAN No Asumsi e. Survival rate (SR) larva dan benih Satuan Nilai / Jumlah % 70 (1). Siklus panen benih ukuran 1-2 inchi pertahun kali 8 (2). Produksi benih ukuran 1-2 inchi per-siklus ekor 110.000 (3). Produksi benih ukuran 1-2 inchi per-tahun ekor 880.000 f. Produksi benih ukuran 1-2 inchi 5 Tenaga kerja a. Jumlah tenaga kerja orang 3 b. Upah tenaga kerja per-bulan Rp. 1.750.000 6 Harga rata-rata penjualan benih ukuran >1 inchi per-ekor Rp. 170 7 Suku Bunga per-tahun % 14 8 Proporsi Modal a. Kredit % 40 b. Modal Sendiri % 60 a. Investasi Tahun 3 b. Modal Kerja Tahun 3 9 94 Jangaka Waktu Kredit POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Bak/kolam treatment air Bak pembenihan Wadah pakan alami 7 8 9 unit unit unit Sub jumlah 9 Unit Panti benih (120 m2) 6 unit b. Cacing sutera Hapa/Wadah pemberokan induk; 3 x2m 5 unit Unit Kolam pendederan (pematang tanah); 12 x 10 x 0.8m 4 a. Penetasan artemia Kolam induk (pematang tanah); 10 x 10 x 1.2m 3 unit kali b. Sertifikasi benih Sub jumlah 2 kali Perizinan dan Sertifikasi 2 m2 Satuan a. Perizinan Usaha Lahan (Beli) Komponen Biaya 1 No 5 4 10 3 1 2 2 3 1 1 800 Jumlah Fisik 5.000 50.000 1.500.000 2.000.000 45.000.000 100.000 3.000.000 4.000.000 1.000.000 500.000 40.000 Harga per Satuan Rp 225.000 25.000 200.000 15.000.000 6.000.000 45.000.000 200.000 6.000.000 12.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000 32.000.000 Jumlah nilai (Rp) Lampiran 2. Biaya Investasi 5 5 10 10 10 10 10 10 10 5 5 10 5.000 40.000 1.500.000 600.000 4.500.000 20.000 600.000 1.200.000 300.000 200.000 100.000 3.200.000 Nilai Umur Penyusutan Ekonomis Pertahun Tahun (Rp) 45.000 5.000 40.000 9.000.000 3.600.000 27.000.000 120.000 3.600.000 7.200.000 300.000 200.000 100.000 19.200.000 Nilai Sisa (Rp) Pembenihan Ikan Patin 95 96 Komponen Biaya POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Unit 12 Sistem perpipaan air Unit b. Saluran sistem aerasi unit unit b. Seser besar dan kasar c. Seser kecil dan halus 15 Alat Pemijahan dan Penetasan Sub jumlah 14 unit a. Hapa jaring 14 Alat tangkap Sub jumlah 13 Unit a Hi-blower 13 Aerasi Unit 11 Sumur bor 5 3 1 4 4 1 1 4 Unit b. Pengolahan dan Sirkulasi Sub jumlah 10 1 Unit Satuan a. Air sumur 10 Pompa air No Jumlah Fisik 5.000 20.000 1.000.000 500.000 700.000 4.000.000 2.500.000 500.000 2.000.000 Harga per Satuan Rp 1.085.000 25.000 60.000 1.000.000 4.800.000 2.000.000 2.800.000 4.000.000 2.500.000 4.000.000 2.000.000 2.000.000 Jumlah nilai (Rp) 400.000 5 400.000 5 6.000 2.500 10 10 108.500 100.000 10 960.000 560.000 400.000 10 5 250.000 10 800.000 400.000 5 Nilai Umur Penyusutan Ekonomis Pertahun Tahun (Rp) 651.000 15.000 36.000 600.000 960.000 400.000 560.000 2.400.000 1.500.000 800.000 400.000 400.000 Nilai Sisa (Rp) LAMPIRAN Unit b. Trai penetasan telur Unit Unit Unit b. Saringan pembuangan air c. Genset d. Tabung Oksigen 40% 60% a. Kredit b. Dana sendiri Sumber dana investasi dari *) : Jumlah Ekor b. Betina Sub jumlah 17 Ekor a. Jantan 17 Induk dan Calon induk Sub jumlah 16 Unit a. Dandang aluminium/ Kompor 16 Alat dan sistem penunjang Sub jumlah 15 Unit a. Baskom 80 40 1 1 20 2 30 5 147.010.000 6.800.000 4.800.000 2.000.000 5.250.000 1.750.000 3.000.000 100.000 400.000 650.000 600.000 50.000 88.206.000 58.804.000 60.000 50.000 1.750.000 3.000.000 5.000 200.000 20.000 10.000 150.000 4 20.000 600.000 350.000 5 5 5 1.600.000 3 18.530.167 4.679.167 666.667 3 1.050.000 80.000 5 162.500 12.500 4 66.626.000 0 0 0 1.050.000 350.000 600.000 20.000 80.000 0 0 0 Pembenihan Ikan Patin 97 98 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) 3 2 Pakan induk 1 kaleng kg (2). Cacing rambut b. Pakan buatan (pellet udang) unit botol botol a. Jarum suntik b. Hormon buatan (Ovaprim) c. Larutan fisiologis Pemijahan Induk Sub jumlah 2 kaleng kg Satuan (1). Artemia a. Pakan alami Pakan larva dan benih Sub jumlah 1 Biaya Variabel Komponen biaya A No 2 1 2 10 180 3 120 Jumlah Fisik 10.000 200.000 7.500 1.500 10.000 400.000 8.000 Harga per satuan (Rp) Lampiran 3. Biaya Variabel 20.000 200.000 15.000 3.015.000 15.000 1.800.000 1.200.000 960.000 960.000 Jumlah biaya (Rp) 160,000 1,600,000 120,000 24,120,000 120,000 14,400,000 9,600,000 7,680,000 7.680.000 Jumlah biaya 1 tahun (Rp) LAMPIRAN 6 5 4 200.000 5.052.000 2.000 50.000 500.000 500.000 92.000 50.000 12.000 30.000 Jumlah Biaya Variabel 100 100.000 500.000 50.000 1.200 6.000 250.000 unit b. Plastik kantong tebal 0.5 1 1 10 5 235.000 Sub jumlah 6 tbg/ siklus a. Oksigen Packing benih Sub jumlah 5 a. Kayu bakar dan atau Minyak tanah Rp./bln kg c. Obat-obatan lainnya Penunjang kg b. Garam Sub jumlah 4 kg a. Kapur Desinfektan dan ObatObatan Sub jumlah 3 40.416.000 2,000,000 1,600,000 400,000 4,000,000 4,000,000 736,000 400,000 96,000 240,000 1,880,000 Pembenihan Ikan Patin 99 100 Maintenance Tenaga kerja 2 3 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) 6.000.000 5.250.000 500.000 250.000 Jumlah Biaya (Rp) 48.000.000 42.000.000 4.000.000 2.000.000 Jumlah biaya 1 tahun (Rp) 60% b. Dana sendiri 53.049.600 35.366.400 Keterangan: *) = Modal kerja yang diperlukan adalah sama dengan biaya operasional dan over head cost untuk empat kali siklus usaha 40% a. Kredit Sumber dana modal kerja dari *) : 55.425.000 1.750.000 500.000 250.000 Harga Per Satuan (Rp) Modal Kerja untuk 8 kali siklus 3 1 1 Jumlah fisik 11.052.000 orang Rp./bln Rp./bln Satuan Total Biaya Operasional per siklus Jumlah Biaya tetap Listrik Komponen biaya 1 No Lampiran 4. Biaya Tetap LAMPIRAN TOTAL ekor Unit 1.633.444 1.633.444 1.633.444 1.633.444 1.633.444 1.633.444 1.633.444 Bulan -2 Bulan -3 Bulan -4 Bulan -5 Bulan -6 Bulan -7 58.804.000 Angsuran Tetap Bulan -1 Tahun-0 880.000 Volume 170 Harga Jual (Rp) 18.700.000 18.700.000 Penjualan 1 Bulan (Rp) 571.706 590.762 609.819 628.876 647.933 666.990 686.047 Bunga 2.205.150 2.224.207 2.243.264 2.262.321 2.281.377 2.300.434 2.319.491 Total 49.003.333 50.636.778 52.270.222 53.903.667 55.537.111 57.170.556 58.804.000 58.804.000 Saldo Awal Lampiran 6. Angsuran Kredit Investasi (Suku Bunga 14%) (Rp) Kredit Produk Benih patin Periode 1 No Lampiran 5. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Kotor 47.369.889 49.003.333 50.636.778 52.270.222 53.903.667 55.537.111 57.170.556 58.804.000 Saldo Akhir 149.600.000 149.600.000 Penjualan 1 Tahun (Rp) Pembenihan Ikan Patin 101 102 1.633.444 1.633.444 1.633.444 1.633.444 19.601.333 1.633.444 1.633.444 1.633.444 1.633.444 1.633.444 1.633.444 1.633.444 1.633.444 1.633.444 Bulan -9 Bulan -10 Bulan -11 Bulan -12 Tahun-1 Bulan -1 Bulan -2 Bulan -3 Bulan -4 Bulan -5 Bulan -6 Bulan -7 Bulan -8 Bulan -9 Angsuran Tetap 1.633.444 Kredit Bulan -8 Periode POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) 304.910 323.966 343.023 362.080 381.137 400.194 419.251 438.308 457.364 6.974.808 476.421 495.478 514.535 533.592 552.649 Bunga 1.938.354 1.957.411 1.976.468 1.995.525 2.014.581 2.033.638 2.052.695 2.071.752 2.090.809 26.576.141 2.109.866 2.128.923 2.147.979 2.167.036 2.186.093 Total 26.135.111 27.768.556 29.402.000 31.035.444 32.668.889 34.302.333 35.935.778 37.569.222 39.202.667 40.836.111 42.469.556 44.103.000 45.736.444 47.369.889 Saldo Awal 24.501.667 26.135.111 27.768.556 29.402.000 31.035.444 32.668.889 34.302.333 35.935.778 37.569.222 39.202.667 40.836.111 42.469.556 44.103.000 45.736.444 Saldo Akhir LAMPIRAN 1.633.444 1.633.444 1.633.444 19.601.333 1.633.444 1.633.444 1.633.444 1.633.444 1.633.444 1.633.444 1.633.444 1.633.444 1.633.444 1.633.444 1.633.444 1.633.444 19.601.333 Bulan -10 Bulan -11 Bulan -12 Tahun-2 Bulan -1 Bulan -2 Bulan -3 Bulan -4 Bulan -5 Bulan -6 Bulan -7 Bulan -8 Bulan -9 Bulan -10 Bulan -11 Bulan -12 Tahun-3 1.486.434 19.057 38.114 57.171 76.227 95.284 114.341 133.398 152.455 171.512 190.569 209.625 228.682 4.230.621 247.739 266.796 285.853 21.087.768 1.652.501 1.671.558 1.690.615 1.709.672 1.728.729 1.747.786 1.766.842 1.785.899 1.804.956 1.824.013 1.843.070 1.862.127 23.831.954 1.881.184 1.900.240 1.919.297 1.633.444 3.266.889 4.900.333 6.533.778 8.167.222 9.800.667 11.434.111 13.067.556 14.701.000 16.334.444 17.967.889 19.601.333 21.234.778 22.868.222 24.501.667 - 1.633.444 3.266.889 4.900.333 6.533.778 8.167.222 9.800.667 11.434.111 13.067.556 14.701.000 16.334.444 17.967.889 19.601.333 21.234.778 22.868.222 Pembenihan Ikan Patin 103 104 982.400 982.400 982.400 982.400 982.400 982.400 982.400 982.400 982.400 982.400 982.400 11.788.800 982.400 Bulan -2 Bulan -3 Bulan -4 Bulan -5 Bulan -6 Bulan -7 Bulan -8 Bulan -9 Bulan -10 Bulan -11 Bulan -12 Tahun-1 Bulan -1 Angsuran Tetap 982.400 35.366.400 Kredit Bulan -1 Tahun-0 Periode POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) 275.072 4.194.848 286.533 297.995 309.456 320.917 332.379 343.840 355.301 366.763 378.224 389.685 401.147 412.608 Bunga 1.257.472 15.983.648 1.268.933 1.280.395 1.291.856 1.303.317 1.314.779 1.326.240 1.337.701 1.349.163 1.360.624 1.372.085 1.383.547 1.395.008 Total 23.577.600 24.560.000 25.542.400 26.524.800 27.507.200 28.489.600 29.472.000 30.454.400 31.436.800 32.419.200 33.401.600 34.384.000 35.366.400 35.366.400 Saldo Awal Lampiran 7. Angsuran Kredit Modal Kerja (Suku Bunga 14%) (Rp) 22.595.200 23.577.600 24.560.000 25.542.400 26.524.800 27.507.200 28.489.600 29.472.000 30.454.400 31.436.800 32.419.200 33.401.600 34.384.000 35.366.400 Saldo Akhir LAMPIRAN 982.400 982.400 982.400 982.400 982.400 982.400 982.400 982.400 982.400 982.400 982.400 11.788.800 982.400 982.400 982.400 982.400 982.400 Bulan -2 Bulan -3 Bulan -4 Bulan -5 Bulan -6 Bulan -7 Bulan -8 Bulan -9 Bulan -10 Bulan -11 Bulan -12 Tahun-2 Bulan -1 Bulan -2 Bulan -3 Bulan -4 Bulan -5 91.691 103.152 114.613 126.075 137.536 2.544.416 148.997 160.459 171.920 183.381 194.843 206.304 217.765 229.227 240.688 252.149 263.611 1.074.091 1.085.552 1.097.013 1.108.475 1.119.936 14.333.216 1.131.397 1.142.859 1.154.320 1.165.781 1.177.243 1.188.704 1.200.165 1.211.627 1.223.088 1.234.549 1.246.011 7.859.200 8.841.600 9.824.000 10.806.400 11.788.800 12.771.200 13.753.600 14.736.000 15.718.400 16.700.800 17.683.200 18.665.600 19.648.000 20.630.400 21.612.800 22.595.200 6.876.800 7.859.200 8.841.600 9.824.000 10.806.400 11.788.800 12.771.200 13.753.600 14.736.000 15.718.400 16.700.800 17.683.200 18.665.600 19.648.000 20.630.400 21.612.800 Pembenihan Ikan Patin 105 106 982.400 982.400 982.400 982.400 982.400 982.400 11.788.800 Bulan -7 Bulan -8 Bulan -9 Bulan -10 Bulan -11 Bulan -12 Tahun-3 Angsuran Tetap 982.400 Kredit Bulan -6 Periode POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) 893.984 11.461 22.923 34.384 45.845 57.307 68.768 80.229 Bunga 12.682.784 993.861 1.005.323 1.016.784 1.028.245 1.039.707 1.051.168 1.062.629 Total 982.400 1.964.800 2.947.200 3.929.600 4.912.000 5.894.400 6.876.800 Saldo Awal - 982.400 1.964.800 2.947.200 3.929.600 4.912.000 5.894.400 Saldo Akhir LAMPIRAN 18.530.167 11.169.656 c. Penyusutan d. Angsuran bunga Profit margin % BEP (rupiah) 4 5 107 239.374 40.693.631 17,89% 26.761.551 4.722.627 31.484.178 203.955 34.672.282 20,39% 30.496.977 5.381.819 35.878.796 113.721.204 6.775.037 18.530.167 48.000.000 40.416.000 149.600.000 2 3 168.535 28.650.934 22,88% 34.232.403 6.041.012 40.273.415 109.326.585 2.380.418 18.530.167 48.000.000 40.416.000 149.600.000 Tahun Keterangan : Produksi benih per tahun = 880.000 ekor patin) BEP (benih ikan Laba rugi 3 Pajak 15% pajak Laba sebelum 118.115.822 48.000.000 b. Biaya Tetap Jumlah 40.416.000 Pengeluaran 2 149.600.000 1 a. Biaya Variabel Pendapatan Uraian 1 No Lampiran 8. Proyeksi Laba Rugi Usaha (Rp.) 149.349 25.389.370 24,24% 36.255.758 6.398.075 42.653.833 106.946.167 0 18.530.167 48.000.000 40.416.000 149.600.000 4 761.213 129.406.217 21,60% 129.249.591 21.040.631 150.290.222 448.109.778 20.325.111 74.120.667 192.000.000 161.664.000 598.400.000 Jumlah/ Rata-rata Pembenihan Ikan Patin 108 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) B Arus Masuk (Inflow) A 149.600.000 149.600.000 149.600.000 3 149.600.000 4 48.000.000 3. Biaya Tetap - 149.600.000 40.416.000 147.010.000 - 2. Biaya Variabel 1. Biaya Investasi Arus Keluar (Outflow) Menghitung IRR Arus Masuk untuk 48.000.000 40.416.000 - 149.600.000 48.000.000 40.416.000 - 149.600.000 48.000.000 40.416.000 - 216.226.000 216.226.000 238.016.000 149.600.000 2 Total Arus Masuk 53.049.600 35.366.400 149.600.000 1 66.626.000 147.010.000 88.206.000 58.804.000 0 Tahun 4. Nilai Sisa Proyek b. Modal Kerja a. Investasi 3. Modal Sendiri b. Modal Kerja a. Investasi 2. Kredit 1. Total Penjualan Uraian No Lampiran 9. Proyeksi Arus Kas LAMPIRAN F E D C PBP (Tahun) Net B/C IRR NPV (14%) KELAYAKAN USAHA ANALISIS KUMULATIF Present Value Discount Factor (14%) MENGHITUNG IRR CASH FLOW UNTUK Arus Bersih (NCF) Menghitung IRR Arus Keluar untuk Total Arus Keluar 3,2 1,37 28,94% Rp. 54.561.039 (147.010.000) (147.010.000) 1,0000 (147.010.000) - 147.010.000 147.010.000 (97.482.480) 49.527.520 0,8772 56.461.373 102.317.584 93.138.627 135.698.416 4.722.627 11.169.656 5. Angsuran Bunga 6. Pajak 31.390.133 4. Angsuran Pokok (54.544.514) 42.937.966 0,7695 55.802.181 17.637.010 93.797.819 131.962.990 5.381.819 6.775.037 31.390.133 (17.324.567) 37.219.946 0,6750 55.142.988 21.372.436 94.457.012 128.227.564 6.041.012 2.380.418 31.390.133 54.561.039 71.885.606 0,5921 121.411.925 121.411.925 94.814.075 94.814.075 6.398.075 - - Pembenihan Ikan Patin 109 110 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) B Arus Masuk (Inflow) A 149.600.000 149.600.000 149.600.000 3 149.600.000 4 48.000.000 3. Biaya Tetap - 149.600.000 59.007.360 147.010.000 - 2. Biaya Variabel 1. Biaya Investasi Arus Keluar (Outflow) Menghitung IRR Arus Masuk untuk 48.000.000 59.007.360 - 149.600.000 48.000.000 59.007.360 - 149.600.000 48.000.000 59.007.360 - 216.226.000 216.226.000 238.016.000 149.600.000 2 Total Arus Masuk 53.049.600 35.366.400 149.600.000 1 66.626.000 147.010.000 88.206.000 58.804.000 0 Tahun 4. Nilai Sisa Proyek b. Modal Kerja a. Investasi 3. Modal Sendiri b. Modal Kerja a. Investasi 2. Kredit 1. Total Penjualan Uraian No Lampiran 10. Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Variabel 46% LAMPIRAN F E D C PBP (Tahun) Net B/C IRR NPV (14%) KELAYAKAN USAHA ANALISIS KUMULATIF Present Value Discount Factor (14%) MENGHITUNG IRR CASH FLOW UNTUK Arus Bersih (NCF) Menghitung IRR Arus Keluar untuk Total Arus Keluar 33.219.310 0,8772 37.870.013 118.882.624 111.729.987 154.289.776 Rp 4,0 1,00 14,11% 391.164 (147.010.000) (113.790.690) (147.010.000) 1,0000 (147.010.000) (29.402.000) 147.010.000 147.010.000 4.722.627 11.169.656 5. Angsuran Bunga 6. Pajak 31.390.133 4. Angsuran Pokok (85.158.172) 28.632.518 0,7695 37.210.821 (954.350) 112.389.179 150.554.350 5.381.819 6.775.037 31.390.133 (60.486.864) 24.671.308 0,6750 36.551.628 2.781.076 113.048.372 146.818.924 6.041.012 2.380.418 31.390.133 391.164 60.878.029 0,5921 102.820.565 102.820.565 113.405.435 113.405.435 6.398.075 - - Pembenihan Ikan Patin 111 112 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) B Arus Masuk (Inflow) A 149.600.000 149.600.000 149.600.000 3 149.600.000 4 48.000.000 3. Biaya Tetap - 149.600.000 59.411.520 147.010.000 - 2. Biaya Variabel 1. Biaya Investasi Arus Keluar (Outflow) Menghitung IRR Arus Masuk untuk 48.000.000 59.411.520 - 149.600.000 48.000.000 59.411.520 - 149.600.000 48.000.000 59.411.520 - 216.226.000 216.226.000 238.016.000 149.600.000 2 Total Arus Masuk 53.049.600 35.366.400 149.600.000 1 66.626.000 147.010.000 88.206.000 58.804.000 0 Tahun 4. Nilai Sisa Proyek b. Modal Kerja a. Investasi 3. Modal Sendiri b. Modal Kerja a. Investasi 2. Kredit 1. Total Penjualan Uraian No Lampiran 11. Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Variabel 47% LAMPIRAN F E D C PBP (Tahun) Net B/C IRR NPV (14%) KELAYAKAN USAHA ANALISIS KUMULATIF Present Value Discount Factor (14%) MENGHITUNG IRR CASH FLOW UNTUK Arus Bersih (NCF) Menghitung IRR Arus Keluar untuk Total Arus Keluar 32.864.784 0,8772 37.465.853 118.478.464 112.134.147 154.693.936 >4 0,99 13,78% (-) Rp 786.442 (147.010.000) (114.145.216) (147.010.000) 1,0000 (147.010.000) (29.402.000) 147.010.000 147.010.000 4.722.627 11.169.656 5. Angsuran Bunga 6. Pajak 31.390.133 4. Angsuran Pokok (85.823.686) 28.321.530 0,7695 36.806.661 (1.358.510) 112.793.339 150.958.510 5.381.819 6.775.037 31.390.133 (61.425.175) 24.398.511 0,6750 36.147.468 2.376.916 113.452.532 147.223.084 6.041.012 2.380.418 31.390.133 (786.442) 60.638.733 0,5921 102.416.405 102.416.405 113.809.595 113.809.595 6.398.075 - - Pembenihan Ikan Patin 113 114 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) B Arus Masuk (Inflow) A 131.648.000 131.648.000 131.648.000 3 131.648.000 4 48.000.000 3. Biaya Tetap - 131.648.000 40.416.000 147.010.000 - 2. Biaya Variabel 1. Biaya Investasi Arus Keluar (Outflow) Menghitung IRR Arus Masuk untuk 48.000.000 40.416.000 - 131.648.000 48.000.000 40.416.000 - 131.648.000 48.000.000 40.416.000 - 198.274.000 198.274.000 255.220.400 131.648.000 2 Total Arus Masuk 88.206.000 35.366.400 131.648.000 1 66.626.000 117.608.000 58.804.000 58.804.000 0 Tahun 4. Nilai Sisa Proyek b. Modal Kerja a. Investasi 3. Modal Sendiri b. Modal Kerja a. Investasi 2. Kredit 1. Total Penjualan Uraian No Lampiran 12. Analisis Sensitivitas Penurunan Pendapatan 12% LAMPIRAN F E D C PBP (Tahun) Net B/C IRR NPV (14%) KELAYAKAN USAHA ANALISIS KUMULATIF Present Value Discount Factor (14%) MENGHITUNG IRR CASH FLOW UNTUK Arus Bersih (NCF) Menghitung IRR Arus Keluar untuk Total Arus Keluar 33.780.152 0,8772 38.509.373 119.521.984 93.138.627 135.698.416 4,0 1,02 14,63% Rp 2.254.075 (147.010.000) (113.229.848) (147.010.000) 1,0000 (147.010.000) (29.402.000) 147.010.000 147.010.000 4.722.627 11.169.656 5. Angsuran Bunga 6. Pajak 31.390.133 4. Angsuran Pokok (84.105.363) 29.124.485 0,7695 37.850.181 (314.990) 93.797.819 131.962.990 5.381.819 6.775.037 31.390.133 (59.002.506) 25.102.857 0,6750 37.190.988 3.420.436 94.457.012 128.227.564 6.041.012 2.380.418 31.390.133 2.254.075 61.256.581 0,5921 103.459.925 103.459.925 94.814.075 94.814.075 6.398.075 - - Pembenihan Ikan Patin 115 116 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) B Arus Masuk (Inflow) A 130.152.000 130.152.000 130.152.000 3 130.152.000 4 48.000.000 3. Biaya Tetap - 130.152.000 40.416.000 147.010.000 - 2. Biaya Variabel 1. Biaya Investasi Arus Keluar (Outflow) Menghitung IRR Arus Masuk untuk 48.000.000 40.416.000 - 130.152.000 48.000.000 40.416.000 - 130.152.000 48.000.000 40.416.000 - 196.778.000 196.778.000 253.724.400 130.152.000 2 Total Arus Masuk 88.206.000 35.366.400 130.152.000 1 66.626.000 117.608.000 58.804.000 58.804.000 0 Tahun 4. Nilai Sisa Proyek b. Modal Kerja a. Investasi 3. Modal Sendiri b. Modal Kerja a. Investasi 2. Kredit 1. Total Penjualan Uraian No Lampiran 13. Analisis Sensitivitas Penurunan Pendapatan 13% LAMPIRAN F E D C PBP (Tahun) Net B/C IRR NPV (14%) KELAYAKAN USAHA ANALISIS KUMULATIF Present Value Discount Factor (14%) MENGHITUNG IRR CASH FLOW UNTUK Arus Bersih (NCF) Menghitung IRR Arus Keluar untuk Total Arus Keluar 32.467.871 0,8772 37.013.373 118.025.984 93.138.627 135.698.416 >4 0,99 13,41% (-) Rp2.104.838 (147.010.000) (114.542.129) (147.010.000) 1,0000 (147.010.000) (29.402.000) 147.010.000 147.010.000 4.722.627 11.169.656 5. Angsuran Bunga 6. Pajak 31.390.133 4. Angsuran Pokok (86.568.767) 27.973.361 0,7695 36.354.181 (1.810.990) 93.797.819 131.962.990 5.381.819 6.775.037 31.390.133 (62.475.667) 24.093.100 0,6750 35.694.988 1.924.436 94.457.012 128.227.564 6.041.012 2.380.418 31.390.133 (2.104.838) 60.370.829 0,5921 101.963.925 101.963.925 94.814.075 94.814.075 6.398.075 - - Pembenihan Ikan Patin 117 118 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) B Arus Masuk (Inflow) A 136.136.000 136.136.000 136.136.000 3 136.136.000 4 48.000.000 3. Biaya Tetap - 136.136.000 44.053.440 147.010.000 - 2. Biaya Variabel 1. Biaya Investasi Arus Keluar (Outflow) Menghitung IRR Arus Masuk untuk 48.000.000 44.053.440 - 136.136.000 48.000.000 44.053.440 - 136.136.000 48.000.000 44.053.440 - 202.762.000 202.762.000 259.708.400 136.136.000 2 Total Arus Masuk 88.206.000 35.366.400 136.136.000 1 66.626.000 117.608.000 58.804.000 58.804.000 0 Tahun 4. Nilai Sisa Proyek b. Modal Kerja a. Investasi 3. Modal Sendiri b. Modal Kerja a. Investasi 2. Kredit 1. Total Penjualan Uraian No Lampiran 14. Proyeksi Arus Kas Kenaikan Biaya Variabel 9% dan Penurunan Pendapatan 9% LAMPIRAN F E D C PBP (Tahun) Net B/C IRR NPV (14%) KELAYAKAN USAHA ANALISIS KUMULATIF Present Value Discount Factor (14%) MENGHITUNG IRR CASH FLOW UNTUK Arus Bersih (NCF) Menghitung IRR Arus Keluar untuk Total Arus Keluar 34.526.257 0,8772 39.359.933 120.372.544 96.776.067 139.335.856 3,9 1,03 15,32% Rp 4.732.363 (147.010.000) (112.483.743) (147.010.000) 1,0000 (147.010.000) (29.402.000) 147.010.000 147.010.000 4.722.627 11.169.656 5. Angsuran Bunga 6. Pajak 31.390.133 4. Angsuran Pokok (82.704.779) 29.778.963 0,7695 38.700.741 535.570 97.435.259 135.600.430 5.381.819 6.775.037 31.390.133 (57.027.818) 25.676.961 0,6750 38.041.548 4.270.996 98.094.452 131.865.004 6.041.012 2.380.418 31.390.133 4.732.363 61.760.181 0,5921 104.310.485 104.310.485 98.451.515 98.451.515 6.398.075 - - Pembenihan Ikan Patin 119 120 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) B Arus Masuk (Inflow) A 134.640.000 134.640.000 134.640.000 3 134.640.000 4 48.000.000 3. Biaya Tetap - 134.640.000 44.457.600 147.010.000 - 2. Biaya Variabel 1. Biaya Investasi Arus Keluar (Outflow) Menghitung IRR Arus Masuk untuk 48.000.000 44.457.600 - 134.640.000 48.000.000 44.457.600 - 134.640.000 48.000.000 44.457.600 - 201.266.000 201.266.000 258.212.400 134.640.000 2 Total Arus Masuk 88.206.000 35.366.400 134.640.000 1 66.626.000 117.608.000 58.804.000 58.804.000 0 Tahun 4. Nilai Sisa Proyek b. Modal Kerja a. Investasi 3. Modal Sendiri b. Modal Kerja a. Investasi 2. Kredit 1. Total Penjualan Uraian No Lampiran 15. Proyeksi Arus Kas Kenaikan Biaya Variabel 10% dan Penurunan Pendapatan 10% LAMPIRAN F E D C 32.859.450 0,8772 37.459.773 118.472.384 97.180.227 139.740.016 0,99 > 4 PBP (Tahun) 13,77% (-) Rp 804.157 (147.010.000) (114.150.550) (147.010.000) 1,0000 (147.010.000) (29.402.000) 147.010.000 147.010.000 Net B/C IRR NPV (14%) KELAYAKAN USAHA ANALISIS KUMULATIF Present Value Discount Factor (14%) MENGHITUNG IRR CASH FLOW UNTUK Arus Bersih (NCF) Menghitung IRR Arus Keluar untuk Total Arus Keluar 4.722.627 11.169.656 5. Angsuran Bunga 6. Pajak 31.390.133 4. Angsuran Pokok (85.833.698) 28.316.852 0,7695 36.800.581 (1.364.590) 97.839.419 136.004.590 5.381.819 6.775.037 31.390.133 (61.439.291) 24.394.407 0,6750 36.141.388 2.370.836 98.498.612 132.269.164 6.041.012 2.380.418 31.390.133 (804.157) 60.635.134 0,5921 102.410.325 102.410.325 98.855.675 98.855.675 6.398.075 - - Pembenihan Ikan Patin 121 LAMPIRAN Lampiran 16. Rumus dan Cara Perhitungan untuk Analisis Aspek Keuangan 1. Menghitung Jumlah Angsuran. Angsuran kredit terdiri dari angsuran pokok ditambah dengan pembayaran bunga pada periode angsuran. Jumlah angsuran pokok tetap setiap bulannya. Periode angsuran (n) adalah selama 36 bulan untuk kredit investasi dan 12 bulan untuk kredit modal kerja. Cicilan pokok = Jumlah Pinjaman dibagi periode angsuran (n). Bunga = i% x jumlah (sisa) pinjaman. Jumlah angsuran = Cicilan Pokok + Bunga. 2. Menghitung Jumlah Penyusutan/Depresiasi dengan Metode Garis Lurus dengan Nilai Sisa 0 (nol). Penyusutan = Nilai Investasi /Umur Ekonomis. 3. Menghitung Net Present Value (NPV). NPV merupakan selisih antara present value dari benefit dan present value dari biaya. Adapun rumus untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut: n B1 – Ct NPV = ∑ ––––––––– t = 1 (1 + i)t Keterangan : Bt = Benefit atau manfaat (keuntungan) proyek yang diperoleh pada tahun ke-t. Ct = Biaya atau ongkos yang dikeluarkan dari adanya proyek pada tahun ke-t, tidak dilihat apakah biaya tersebut dianggap merupakan modal atau dana rutin/operasional. 122 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin i = Tingkat suku bunga atau merupakan social opportunity cost of capital. n = Umur Proyek. Untuk menginterpretasikan kelayakan suatu proyek, dapat dilihat dari hasil perhitungan NPV sebagai berikut: a. Apabila NPV > 0 berarti proyek layak untuk dilaksanakan secara finansial; b. Apabila NPV = nol, berarti proyek mengembalikan dananya persis sama besar dengan tingkat suku bunganya (social opportunity cost of capital-nya). c. Apabila NPV < 0, berarti proyek tidak layak untuk dilanjutkan karena proyek tidak dapat menutupi social opportunity cost of capital yang digunakan. 4. Menghitung Internal Rate of Return (IRR). IRR merupakan nilai discount rate i yang membuat NPV dari proyek sama dengan 0 (nol). IRR dapat juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih dari suatu proyek, sepanjang setiap benefit bersih yang diperoleh secara otomatis ditanamkan kembali pada tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan i yang sama dan diberi bunga selama sisa umur proyek. Cara perhitungan IRR dapat didekati dengan rumus dibawah ini : NPV1 IRR = i1 + (i2 – i1) X ––––––––––––– (NPV1 – NPV2) Keterangan : IRR = Nilai Internal Rate of Return, dinyatakan dalam %. NPV1 = Net Present Value pertama pada DF terkecil NPV2 = Net Present Value kedua pada DF terbesar i1 = Tingkat suku bunga /discount rate pertama. i2 = Tingkat suku bunga /discount rate kedua. 123 LAMPIRAN Kelayakan suatu proyek dapat didekati dengan mempertimbangkan nilai IRR sebagai berikut: a. Apabila nilai IRR sama atau lebih besar dari nilai tingkat suku bunganya maka proyek tersebut layak untuk dikerjakan. b. Apabila nilai IRR lebih kecil atau kurang dari tingkat suku bunganya maka proyek tersebut dinyatakan tidak layak untuk dikerjakan. 5. Menghitung Net B/C. Net benefit-cost ratio atau perbandingan manfaat dan biaya bersih suatu proyek adalah perbandingan sedemikian rupa sehingga pembilangnya terdiri atas present value total dari benefit bersih dalam tahun di mana benefit bersih itu bersifat positif, sedangkan penyebut terdiri atas present value total dari benefit bersih dalam tahun di mana benefit itu bersifat negatif. Cara menghitung Net B/C dapat menggunakan rumus dibawah ini: NPV B-C Positif Net B/C = ––––––––––––– NPV B-C Negatif Keterangan : Net BC = Nilai benefit-cost ratio. NPV B-C Positif. = Net present value positif. NPV B-C Negatif. = Net present value negatif. Hasil perhitungan Net B/C dapat diterjemahkan sebagai berikut: a. Apabila nilai Net B/C > 1, maka proyek layak dilaksanakan. b. Apabila nilai Net B/C < 1, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan. 124 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) Pembenihan Ikan Patin 6. Menghitung Titik Impas (Break Even Point). Titik impas atau titik pulang pokok atau Break Even Point (BEP) adalah suatu keadaan dimana tingkat produksi atau besarnya pendapatan sama dengan besarnya pengeluaran pada suatu proyek, sehingga pada keadaan tersebut proyek tidak mendapatkan keuntungan dan tidak mengalami kerugian. Terdapat beberapa rumus untuk menghitung titik impas yang dapat dipilih, namun dalam buku ini digunakan rumus pada huruf a, b dan c di bawah ini : Biaya Tetap. a. Titik Impas (Rp.) = ————————————— Total Biaya Variabel. 1 - ————————— Hasil Penjualan. Titik Impas (Rp) b. Titik Impas (satuan) = ——–——————— Harga satuan Produk c. Jika biaya variabel dan biaya tetap tidak dipisahkan maka pencarian titik impas dapat menggunakan prinsip total pendapatan = total pengeluaran. Total Pendapatan = Harga x Jumlah produk yang dihasilkan. Total Pengeluaran = Jumlah semua biaya yang diperlukan proyek. Jadi harga produk x jumlah produk yang dihasilkan = Total Pengeluaran. Titik Impas (Rp.) d. Titik Impas (n) = —————————— X Total Produksi. Hasil Penjualan (Rp.) 125 LAMPIRAN 7. Menghitung PBP (Pay Back Period atau Lama Pengembalian Modal) PBP digunakan untuk memperkirakan lama waktu yang dibutuhkan proyek untuk mengembalikan investasi dan modal kerja yang ditanam. Cara menterjemahkan PBP untuk menetapkan kelayakan suatu proyek adalah sebagai berikut: a. Apabila nilai PBP lebih pendek dari jangka waktu proyek yang ditetapkan maka suatu proyek dinyatakan layak. b. Apabila nilai PBP lebih lama dari jangka waktu proyek maka suatu proyek dinyatakan tidak layak. 8. Menghitung Discount Factor (DF). DF dapat didefinisikan sebagai: “Faktor yang dipergunakan untuk memperhitungkan nilai sekarang dari suatu jumlah yang diterima di masa dengan mempertimbangkan tingkat bunga yang berlaku atau disebut juga“ faktor nilai sekarang (present worth factors)” DF diperhitungkan apabila suatu proyek bersifat multi-period atau periode lebih dari satu kali. Dalam hal ini periode lazim diperhitungkan dengan semester atau tahun. Nilai dari DF berkisar dari 0 sampai dengan 1 Cara memperhitungkan DF adalah dengan rumus sebagai berikut : Rumus DF per tahun 1 = ———— , (1+ r) n dimana r = suku bunga n = tahun 0, 1, ……….. n ; sesuai dengan tahun proyek 126 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN