Berkhotbah merupakan bentuk pelayanan yang

advertisement
Berkhotbah merupakan bentuk pelayanan yang penting dalam
kehidupan bergereja. Dapat dikatakan bahwa semua teologi yang
telah dipelajari ketika masuk dalam kehidupan bergereja akan
bermuara di khotbah. Bahkan, dari berbagai pengamatan, dapat
dikatakan bahwa jemaat pertama-tama akan menilai teologi calon
pendeta/pendeta dari kemampuan berkhotbahnya.
Hasan Sutanto mengatakan bahwa pentingnya pelayanan
berkhotbah sesungguhnya sudah terbukti sejak zaman Perjanjian
Lama, masa gereja awal, dan pada abad selanjutnya. Pada zaman
modern ini pun, pertumbuhan sebuah gereja ada hubungan erat
dengan gembala sidangnya/pengkhotbah/pendeta.1 Anggota
jemaat senang mendengarkan pendeta yang menarik khotbahnya
bukannya yang membuat mengantuk.
Pada zaman yang serba canggih ini pun pelayanan
berkhotbah masih dirasakan begitu penting. Gereja diperhadapkan
pada banyaknya hiburan dan kegiatan yang mengurangi minat
umat Kristen untuk pergi ke gereja mendengarkan firman Tuhan
1 Hasan Sutanto, Homiletik: Prinsip dan Metode Berkhotbah
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hal. 36-37.
(khotbah). Apalagi pendeta/pengkhotbahnya tidak menarik
menyampaikan firman Tuhan.
Mengapa perlu berkhotbah dengan menarik? Pertama
kita harus berangkat dari pemahaman bahwa ibadah Minggu
bukan suatu keharusan. Ada pendeta yang mengatakan “Apabila
tidak ibadah Minggu maka akan mendapat kutuk.” Bukan seperti
itu yang kita pahami dengan ibadah Minggu. Ibadah Minggu
merupakan pesta memperingati hari raya kebangkitan Tuhan.2
Agar umat tertarik untuk ikut hadir dalam pesta tersebut maka
pesta tersebut harus dibuat semenarik mungkin. Memang tidak
hanya khotbah saja yang harus dibuat menarik, keseluruhan ibadah
(liturgi) pun harus dibuat menarik, namun tidak dapat kita pungkiri
dalam ibadah protestan, khotbah/pemberitaan firman merupakan
puncak ibadah. Oleh karena itu lah khotbah harus dibuat
semenarik mungkin.
Dalam menjawab kebutuhan tersebut, homiletika terus
berkembang untuk melengkapi pengkhotbah agar dapat
menyampaikan pesan firman Tuhan dengan menarik, bukan hanya
2 Rasid Rachman, Hari Raya Liturgi: Sejarah dan Pesan Pastoral
Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), hal. 139.
2
menarik tetapi juga efektif. Efektif yang dimaksud adalah umat
tertarik untuk terus mendengarkan khotbah yang sedang
disampaikan, umat mampu menangkap pesan firman Tuhan yang
disampaikan hingga membawa perubahan dalam kehidupan umat.
Perkembangan itu melahirkan beragam bentuk khotbah mulai dari
khotbah tekstual, topikal, tekstual-topikal, ekspositori, deduktif,
induktif dan semiinduktif serta yang pada awal 1980an menjadi
gerakan paling popular di dunia homiletik kontemporer yaitu
khotbah naratif.3
Mayoritas isi Alkitab kita adalah cerita. Hal ini yang
seharusnya diperhatikan oleh pengkhotbah dalam menentukan
bentuk khotbah apa yang efektif dalam menyampaikan pesan
firman Tuhan.
Andar Ismail mengatakan:
Isi Alkitab sebetulnya bukan khotbah, melainkan
cerita. Tetapi jika pendeta kurang cakap bercerita, ia
merohanikan cerita itu alias menggurui atau mengkhotbahi
umatnya lalu berkata. “sebab itu kita pun harus …” Padahal
3 Hasan Sutanto, Homiletik, hal. 205, 218-220, 230.
3
aplikasi seperti itu bukan memperkuat, melainkan justru
memperlemah sebuah pesan.4
Andar melihat bahwa cerita dalam Alkitab sebaiknya
disampaikan kembali dalam bentuk cerita daripada dalam bentuk
ekspositori.5 Ekspositori menurut Andar justru memperlemah
sebuah pesan dari cerita Alkitab. Marc Gellman juga mengatakan
bahwa menjelaskan cerita di dalam Alkitab bukan cara yang
sangat
baik
dalam
menyampaikan
firman
Tuhan.
Pendeta/pengkhotbah yang menjelaskan cerita hanya dapat
menjelaskan satu sisi dari cerita tersebut padahal cerita tersebut
sangat kaya dan dalam, terdapat ribuan makna yang tidak dapat
dijelaskan hanya dalam satu penjelasan. Cara terbaik untuk
mengerti cerita Alkitab adalah dengan membuat cerita kembali.6
Ada apa dengan cerita sehingga pesan firman Tuhan
dalam Alkitab mayoritas disampaikan dalam bentuk cerita?
4 Kata Pengantar dari Andar Ismail untuk Nico ter Linden, Cerita Itu
Berlanjut (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008).
5 Andar menyebutnya khotbah yang menggurui.
6 Marc Gellman, Does God Have a Big Toe? Stories about Stories in
the Bible (New York: HarperCollins, 1989), hal. vi.
4
Apakah memang bercerita merupakan cara yang efektif dalam
menyampaikan cerita firman Tuhan? Apakah hanya firman Tuhan
dalam bentuk cerita saja kah yang dapat disampaikan melalui
storytelling?
Andar dalam pengantar buku Seni Bercerita karangan
A.L. Simanjuntak mengatakan bahwa suatu pesan lebih ampuh
disampaikan dalam bentuk narasi dan deskripsi daripada
preskripsi.7 Hal ini mengindikasikan bahwa semua bentuk tulisan
di dalam Alkitab (puisi, sastra hikmat, apokalipsis dan lainnya)
dapat disampaikan melalui storytelling. Mengapa demikian? Hal
tersebut karena bentuk dari tulisan-tulisan yang ada di dalam
Alkitab erat kaitannya dengan bentuk metode Hermeneutis yang
akan dipakai, namun tidak berkaitan dengan metode penyampain
pesan yang telah melalui proses hermeneutik. Tulisan yang sesuai
bentuknya tersebut ditafsirkan dengan metode tafsir sesuai dengan
bentuk tulisannya. Kemudian pesan yang didapat dari proses
hermeneutik tersebut yang akan disampaikan dalam khotbah
melalui storytelling.
5
Konon penyampaian pesan melalui storytelling telah
dilakukan oleh manusia sejak dahulu, sejak bahasa dan kata-kata
ada. Mereka bercerita melalui gambar-gambar, tanda-tanda dan
bunyi-bunyian. Mereka membuat gambar-gambar di dinding gua,
batu dan kayu. Beberapa cerita juga disampaikan melalui musik,
suara dan ritme.8
Indonesia pun mengenal tradisi storytelling sudah sejak
lama. Buktinya, sejak dahulu di desa-desa biasanya ada gedung
khusus yang dikenal sebagai pendopo di Jawa, baileu di Ambon
atau sopo godang di Tapanuli. Selain digunakan untuk
mengadakan rapat atau pertemuan, gedung tersebut juga dipakai
sebagai tempat bercerita.9 Jadi menyampaikan pesan dengan
storytelling sudah tidak asing lagi di Indonesia. Hal inilah yang
akan penulis manfaatkan untuk menjadi sarana dalam
menyampaikan pesan firman Tuhan, yaitu Preaching with
Storytelling.
7 A.L. Simanjuntak, Seni Bercerita: Cara Bercerita Efektif (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2008) hal. ix.
8
http://www.si.umich.edu/CHICO/UMS/drummers/storytelling.html
9 A.L. Simanjuntak, Seni Bercerita, hal. 2.
6
O’Donohue mengemukakan “apa saja mungkin dalam
dongeng, segala kemungkinan ada dalam dongeng, semua pintu
terbuka untuk dimasuki. Dan anak-anak mengalami semua itu di
dalam hatinya. Dongeng memberi tempat bagi kerinduan mereka
untuk menjadi liar dan mengembara ke tempat-tempat terlarang
dalam hidup sehari-hari.”10
Cerita, apapun itu bentuknya (legenda, mitos, dongeng,
fabel, dll), harusnya membawa para pendengarnya kepada keliaran
imajinasi. Imajinasi yang berkeliaran dalam cerita tersebut
kemudian menyatu dengan cerita kehidupan sang pendengar
sehingga
akhirnya
mengkristalkan
keseluruhan
makna
pengalaman, yang dengan mendengarkan dan mendengarkannya
lagi dan lagi, menyiram jiwa kita dengan pesannya yang
menguatkan.11
Namun demikian, yang menjadi masalah dalam
menceritakan
pesan
firman
Tuhan
adalah
bagaimana
10 John O’Donohue, Eternal Echoes, Exploring Our Hunger to
Belong dalam Dewi Minangsari, Cerita Bijak untuk Memujudkan Legenda
Pribadi (Jakarta: Grasindo, 2005), hal.7.
11 Ibid., hal. 17
7
menjembatani pesan firman Tuhan yang telah berlalu ribuan tahun
tersebut dengan kisah hidup pendengar masa kini? Penulis dalam
menjawab permasalahan tersebut membuat suatu plot cerita yang
dapat membantu pengkhotbah dalam menceritakan pesan firman
Tuhan yang efektif,12 dan melibatkan ke dua dunia (dunia Alkitab
dan dunia masa kini) dalam cerita itu. Plot tersebut merupakan
hasil dari analisis penulis terhadap buku Seri Selamat (Andar
Ismail).
12 Efektif yang dimaksud adalah umat tertarik untuk terus
mendengarkan khotbah yang sedang disampaikan, umat mampu menangkap
pesan Firman Tuhan yang disampaikan hingga membawa perubahan dalam
kehidupan umat. Namun demikian dalam buku ini penulis tidak melakukan
penelitian keefektifan khotbah sampai pada perubahan perilaku. Penulis hanya
meneliti sampai pada kemampuan umat dalam menangkap Firman Tuhan.
8
Download