identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IDENTIFIKASI POLA ALIRAN SUNGAI BAWAH TANAH
DI DAERAH MUDAL, GEBANGHARJO, PRACIMANTORO
DENGAN METODE GEOLISTRIK
KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER
Disusun Oleh:
DIMAS NOER KARUNIA
M 0208031
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian
Persyaratan gelar Sarjana Sains
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Desember, 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa isi intelektual skripsi saya yang
DI
DAERAH
MUDAL,
GEBANGHARJO,
METODE
GEOLISTRIK
PRACIMANTORO
KONFIGURASI
DENGAN
WENNER-
adalah hasil kerja saya dan sepengetahuan saya hingga saat ini isi skripsi tidak
berisi materi yang telah dipublikasikan atau ditulis oleh orang lain atau materi
yang telah diajukan untuk mendapatkan gelas kesarjanaan di Universitas Sebelas
Maret atau di Perguruan Tinggi lainnya kecuali telah dituliskan di daftar pustaka
skripsi ini dan segala bentuk bantuan dari semua pihak telah ditulis di bagian
ucapan terimakasih. Isi skripsi ini boleh dirujuk atau diphotocopy secara bebas
tanpa harus memberitahu penulis.
Surakarta, Desember 2012
Dimas Noer Karunia
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IDENTIFIKASI POLA ALIRAN SUNGAI BAWAH TANAH
DI DAERAH MUDAL, GEBANGHARJO, PRACIMANTORO
DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI
WENNER-SCHLUMBERGER
DIMAS NOER KARUNIA
Jurusan Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai identifikasi pola aliran sungai bawah
tanah Luweng Sapen dengan metode geolistrik konfigurasi Wenner-Schlumberger
di kawasan Dusun Mudal, Desa Gebangharjo, Kecamatan Pracimantoro.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat Resistivitymeter OYO model
2119C McOHM-EL dengan panjang lintasan 480 meter dan 800 meter, jarak
antar elektroda potensial 30 meter dan 50 meter, dan faktor pengali elektroda arus
(n) adalah 1,2,3,4,5, dan 6. Data resistivitas semu yang didapat dari pengukuran
diolah menggunakan software Res2Dinv ver 3.56.
Berdasarkan
hasil
pengolahan
dapat
diinterpretasikan
memiliki
kecenderungan membentuk pola kontur lorong pada rentang resistivitas 69,2
lintasan 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 terdapat pola kontur yang berbentuk
menyerupai lorong yang diduga sebagai lorong-lorong sungai bawah tanah.
Lapisan batuan karbonat yang berbentuk lorong tersebut diduga memiliki lapisan
batuan penudung atau capsrock dan memiliki kantong-kantong air (water pocket)
dari struktur sungai bawah tanah.Lorong-lorong dari lapisan batuan karbonat pada
lintasan tersebut diduga memiliki sifat pembawa air yang merupakan jalur dari
sungai bawah tanah Luweng Sapen. Pola aliran sungai bawah tanah Luweng
Sapen diduga Utara pada lintasan 4 dan menuju kearah selatan pada lintasan 6
bercabang menjadi dua lorong, cabang pertama menuju kearah timur pada lintasan
7 dan cabang kedua diduga menuju semakin keselatan menuju lintasan 3 dan 5.
Kata kunci : Karbonat, sungai bawah tanah, geolistrik, resistivitas
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IDENTIFICATION OF RIVER FLOW UNDERGROUND
WATER PATTERN IN MUDAL, GEBANGHARJO,
PRACIMANTORO THE GEOELECTRIC METHOD
CONFIGURING WENNER-SCHLUMBERGER
DIMAS NOER KARUNIA
Jurusan Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret
ABSTRACT
This research is to identify the underground river flow patterns, namely
Luweng Sapen in the Mudal, Gebangharjo, Pracimantoro, with geoelectric
methods Wenner-Schlumbeger configuration. The measurement were performed
by using a resistivitymeter OYO type 2119c McOHM-EL with a line length of
480 meters and 800 meters, the distance between the potential electrode are 30
meters and 50 meters, and the curent electrode multiplier factors (n) are 1,2,3,4,5,
and 6. The data processing using Res2dinv ver 3.56 software.After data
processing, it can be said that the result has a tendency to form a contour hallway
2, 3, 4, 5, 6 and 7
have a contour pattern resembling the hallway the alleged as underground river.
Layers of carbonate rock that form the hallway is alleged to have the
capsrock and water pocket of the structure of underground river. The hallways of
the layer of carbonate rocks on the line is alleged to have the properties of the
water carrier which is the path of an underground river Luweng Sapen. The
pattern of underground river flow of Luweng Sapen alleged heading toward to the
North of the line 4 South and branched into two hallways. The first branch,
heading towards to the East of the line 7 and second branch alleged toward to the
South heading the line 3 and 5.
Keywords: Carbonate, underground river, geoelectric, resistivity
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
Identifikasi Pola
Aliran Sungai Bawah Tanah di Daerah Mudal, Gebangharjo, Pracimantoro dengan
Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner-Schlumberger
ini menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu dengan ikhlas dan tulus hati:
1. Bapak Darsono, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing satu sekaligus
pembimbing akademik yang selalu memberi masukan dan arahan-arahan untuk
terselesaikannya skripsi ini.
2. Bapak Darmanto, S.Si., M.Si selaku pembimbing dua yang selalu membantu
memberi penjelasan teori selama ini.
3. Ibu Yofentina Iriani selaku panitia skripsi, terima kasih atas pemberian tata
cara penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini.
4. Bapak Budi legowo serta bapak Sorja Koesuma yang selalu membantu
memberi masukan ilmu-ilmu geofisika untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Teman-teman team geofisika sekaligus sahabat Ardi, Reza, Kinayung, Bugar,
Gilang, Iwan. Tomo, (alm) Alam, Agus, Tidar, Nuril, Caga, Marsudi, Andri
dan yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas semangatnya
tanpa kalian penulis bukanlah siapa-siapa.
6. Sahabat-sahabat Arin, Restu, Dian, Serly, Fitri, Ega, Nunul, Atus, Octa dan
Zulfa terimakasih atas semua masukan dan kritik yang telah kalian berikan.
7. Arum Luvita Sari terimakasih atas waktu dan semuanya selama ini.
8. Kedua orang tua Rochmad dan Rini, serta adik-adik Angga, Ajeng, dan Rio
terimakasih atas semuanya, kalian semangat dalam setiap langkahku.
9. Dan semuanya kakak tingkat dan adik tingkat yang tidak bisa penulis sebut
satu persatu terimakasih atas semuanya.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10. Teman-teman 2008 terimakasih semuanya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis
harap skripsi ini dapat bermanfaat.
Surakarta, Desember 2012
Dimas Noer Karunia
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iii
HALAMAN ABSTRAK ................................................................................. iv
HALAMAN ABSTRACT .............................................................................. v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
1.2. Batasan Masalah ........................................................................... 2
1.3. Perumusan Masalah ...................................................................... 3
1.4. Tujuan Penelitian .......................................................................... 3
1.5.Manfaat Penelitian ......................................................................... 3
BAB II DASAR TEORI .................................................................................. 4
2.1. Karakteristik Batuan Karst ........................................................... 4
2.2. Akuifer Karst ................................................................................ 5
2.3. Akuifer non Karst ......................................................................... 6
2.3.1. Porositas Batuan ................................................................. 6
2.3.2. Permeabilitas (K) dan Transmisivitas (T) .......................... 9
2.3.3. Zonasi Vertikal ................................................................... 10
2.4. Geologi Regional .......................................................................... 11
2.5. Metode Geolistrik ......................................................................... 12
2.6. Resistivitas Semu ......................................................................... 14
2.7. Aliran Sumber Arus Tunggal ....................................................... 15
2.8. Konfigurasi Wenner-Shlumberger ............................................... 18
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 21
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 21
3.2. Alat Penelitian .............................................................................. 21
3.3. Prosedur Penelitian ...................................................................... 22
3.3.1. Survei Lokasi ...................................................................... 22
3.3.2. Pengambilan Data .............................................................. 23
3.3.3. Pengolahan Data ................................................................. 25
3.4. Analisis Data ................................................................................ 26
3.5. Diagram Alir Penelitian ............................................................... 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 28
4.1. Interpretasi Lintasan ..................................................................... 28
4.1.1. Lintasan Pertama ................................................................ 29
4.1.2. Lintasan Kedua ................................................................... 30
4.1.3. Lintasan Ketiga .................................................................. 31
4.1.4. Lintasan Keempat ............................................................... 33
4.1.5. Lintasan Kelima ................................................................. 34
4.1.6. Lintasan Keenam ................................................................ 35
4.1.7. Lintasan Ketujuh ................................................................ 37
4.2. Analisis Lintasan Pertama hingga Ketujuh .................................. 38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 42
5.1. Kesimpulan ................................................................................... 42
5.2. Saran ............................................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 43
LAMPIRAN .................................................................................................... 45
Lampiran 1. Data Percobaan ............................................................... 45
Lampiran 2. Resistivitas Batuan .......................................................... 59
Lampiran 3. Resistivity Meter ............................................................. 61
Lampiran 4. Data Bor .......................................................................... 64
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Porositas Batuan .............................................................................. 8
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Skema pelarutan batuan Karst / gamping .................................. 5
Gambar 2.2 (a)Diffuse, (b)mixed dan (c)conduit aliran airtanah karst ......... 6
Gambar 2.3 Porositas pada batuan (a) non karst dan (b) batuan karst .......... 9
Gambar 2.4 Water Table ............................................................................... 10
Gambar 2.5 Peta Geologi regional Pracimantoro ......................................... 11
Gambar 2.6 Prinsip pengukuran geolistrik .................................................... 13
Gambar 2.7 Material homogen yang dialiri arus .......................................... 14
Gambar 2.8 Aliran arus pada elektroda tunggal ............................................ 16
Gambar 2.9 Potensial pada jarak r di titik P .................................................. 16
Gambar 2.10 Formasi Elektroda Geolistrik .................................................... 17
Gambar 2.11 Konfigurasi Wenner-Schlumberger .......................................... 19
Gambar 3.1 Lokasi pengambilan data ........................................................... 21
Gambar 3.2 Seperangkat Resistivitymeter .................................................... 22
Gambar 3.3 Lintasan Pengambilan data ........................................................ 23
Gambar 3.4 Konfigurasi Wenner-Schlumberger .......................................... 24
Gambar 3.5 Metode Pengambilan data Wenner-Schlumberger .................... 25
Gambar 3.6 (a) input data resistivitas semu dan (b) input data ketinggian ... 26
Gambar 3.7 Diagram alir prosedur penelitian ............................................... 27
Gambar 4.1 Lintasan Penelitian .................................................................... 28
Gambar 4.2 Hasil pengolahan data lintasan pertama .................................... 29
Gambar 4.3 Hasil pengolahan data lintasan kedua ....................................... 30
Gambar 4.4 Hasil pengolahan data lintasan ketiga ....................................... 31
Gambar 4.5 Hasil pengolahan data lintasan keempat ................................... 33
Gambar 4.6 Hasil pengolahan data lintasan kelima ...................................... 34
Gambar 4.7 Hasil pengolahan data lintasan keenam .................................... 35
Gambar 4.8 Hasil pengolahan data lintasan ketujuh ..................................... 37
Gambar 4.9 Lintasan pengukuran ................................................................. 39
Gambar 4.10 Dugaan pola aliran sungai bawah tanah .................................. 40
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data Percobaan ........................................................................... 45
Lampiran 2. Resistivitas Batuan ..................................................................... 59
Lampiran 3. Resistivity Meter ......................................................................... 61
Lampiran 4. Data Bor ...................................................................................... 64
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan. Hal ini
dikarenakan seluruh makhluk hidup membutuhkan air untuk mempertahankan
hidup. Pada kenyataannya ketersediaan air semakin berkurang terutama pada
musim kemarau. Banyak daerah di dunia khususnya Indonesia mengalami
kekeringan dan kesulitan air, terutama daerah-daerah yang memiliki struktur
geologi mayoritas karst. Daerah karst merupakan daerah yang memiliki formasi
batuan penyusun yang terdiri dari batuan-batuan gamping atau karbonat. Sehingga
warga masyarakat yang tinggal di daerah karst pada musim kemarau terpaksa
harus mencari air dari sumber alami yang terdapat pada struktur karst yang
disebut dengan Luweng atau mengambil air dari daerah yang bukan berstruktur
geologi karst untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari.
Seperti yang telah diketahui dari struktur geologi wilayah karst memiliki
sistem sungai bawah tanah (akuifer karst). Sistem akuifer karst memiliki sifat
yang anisotropis dan heterogen (Ford and William, 1992). Artinya sistem sungai
bawah tanah memiliki orientasi arah aliran tertentu dan melewati beragam struktur
batuan khas karst. Karakteristik geologi kawasan karst lainnya adalah terdapat
porositas sekunder sebagai akibat dari retakan-retakan berbentuk lorong yang
akan menjalar kesegala arah secara tidak beraturan (Adji, 2006). Sehingga akuifer
karst diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu celah (fissure), rembesan (diffuse), dan
lorong (conduit). Karst dengan sistem akuifer aliran conduit adalah pola paling
sering dijumpai. Hal ini dikarenakan komponen aliran conduit pada saat hujan
apabila dilihat hampir menyerupai sungai bawah tanah, dimana air hujan yang
berada di permukaan masuk ke dalam akuifer karst melalui sinkhole (Adji, 2009)
Daerah Mudal, Gebangharjo, Pracimantoro merupakan salah satu daerah
di Indonesia yang memiliki struktur geologi mayoritas karst. Sehingga, daerah ini
sering mengalami kesulitan guna memenuhi kebutuhan air sehari-sehari terutama
di musim kemarau. Warga Mudal, Gebangharjo dalam memenuhi kebutuhan air
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
hanya mengandalkan sistem tadah hujan yang ada di rumah-rumah. Namun
demikian, daerah mudal terdapat Luweng Sapen, sebagai indikator keberadaan
sungai bawah tanah. Hal ini memerlukan klarifikasi secara geofisika, salah satu
metode geofisika untuk mengidentifikasi sungai bawah tanah adalah metode
geolistrik.
Metode geolistrik merupakan salah satu teknik untuk penentuan
keberadaan air tanah berdasar sifat-sifat listrik yaitu sifat tahanan jenis dari batuan
di lapangan. Pada metode ini, masing-masing lapisan batuan dipresentasikan oleh
variasi nilai tahanan jenis. Nilai tahanan jenis setiap lapisan batuan di tentukan
oleh faktor jenis material penyusunnya, kandungan air dalam batuan, sifat kimia
air dan porositas batuan. Oleh karena itu dengan mengetahui nilai tahanan jenis
dari masing-masing lapisan batuan dapat di pelajari jenis material batuan dan
kondisi air tanahnya. Metode ini dapat memetakan anomali air sehingga
didapatkan daerah air tanah-dalam yang mempunyai banyak kandungan air dan
dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Penelitian ini merupakan pendeteksian bawah permukaan karst dengan
metode geolistrik konfigurasi wenner-schlumbereger. Metode konfigurasi wenner
schlumbereger ini dilakukan dengan bentangan sejauh 800 meter dengan jarak a
sejauh 50 meter, selanjutnya dilakukan penginjeksian arus ke dalam permukaan
karst dengan menggunakan 4 buah elektroda yang terdiri dari 2 buah elektroda
potensial dan 2 buah elektroda arus. Metode konfigurasi ini berguna untuk
memetakan permukaan bawah tanah secara 2D dengan berdasar tahanan jenis
yang terukur sehingga dapat diidentifikasi material-material apa saja penyususun
bawah permukaan (Satriani dan Loperte, 2011).
1.2 Batasan Masalah
Penelitian ini dilakukan di daerah karst yang berada di Pracimantoro,
Wonogiri. Metode konfigurasi yang digunakan dalam pendeteksian sungai bawah
tanah ini adalah Wenner-Schlumberger.
commit to user
2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1.3. Perumusan Masalah
Berdasarkan ulasan di atas, maka permasalahan yang muncul adalah
1. Bagaimana mendeteksi sungai bawah tanah daerah karst di Pracimantoro?
2. Bagaimanakah
aplikasi
metode
geolistrik
digunakan
mendeteksi
kedalaman akuifer daerah karst?
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mencari keberadaan
sungai bawah tanah dan mengidentifikasi pola aliran sungai bawah tanah daerah
karst di Mudal, Gebangharjo, Pracimantoro, Wonogiri.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan informasi tentang dugaan keberadaan sungai bawah tanah pada
daerah karst di Mudal, Gebangharjo, Pracimantoro, Wonogiri.
2. Berdasarkan pola penyebaran aliran sungai bawah tanah pada daerah karst
sehingga dapat dibangun instalasi yang dapat dimanfaatkan untuk
kebutuhan sehari-hari pada musim kemarau.
3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain dalam mengembangkan penelitian
lain tentang air tanah dalam.
commit to user
3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Batuan Karst
Karst merupakan suatu istilah yang diadaptasi dari bahasa Slovenia yang
berarti lahan gersang berbatu. Beberapa peneliti mengatakan bahwa karst
merupakan suatu lahan yang memiliki suatu karakteristik medan lahan yang khas,
hal ini dikarenakan kawasan karst memiliki kondisi hidrologi yang terbentuk
akibat dari batuan yang mudah larut dan memiliki porositas sekunder yang
berkembang dengan baik (Ford and Wiliam, 1992). Batuan karst memiliki
karakteristik sebagai berikut :
1. terdapatnya cekungan tertutup dan atau lembah kering dalam berbagai
ukuran dan bentuk,
2. langkanya atau tidak terdapatnya drainase/ sungai permukaan, dan
3. terdapatnya goa dari sistem drainase bawah tanah.
Karst tidak hanya terjadi di daerah berbatuan karbonat, tetapi terjadi juga
di batuan lain yang mudah larut dan mempunyai porositas sekunder (kekar dan
sesar intensif), seperti batuan gipsum dan batugaram. Namun demikian, karena
batuan karbonat mempunyai sebaran yang paling luas,karst yang banyak dijumpai
adalah karst yang berkembang di batuan karbonat. Kawasan karst yang
berkembang di batuan karbonat berdasarkan proses pembentukannya, didominasi
oleh pelarutan batuan dimana batuan kapur (gamping) diawali oleh larutnya CO2
di dalam air membentuk H2CO3. Larutan H2CO3 tidak stabil terurai menjadi H dan HCO32-. Ion H- inilah yang selanjutnya menguraikan CaCO 3 menjadi Ca 2+ dan
HCO32-. Perumusan reaksi dari proses pelarutan batuan sebagai berikut (Haryono
dan Adji, 2004) :
Ca2+ + 2HCO3
CaCo3+ H2O+CO2
Proses pelarutan batuan diatas diakibatkan oleh 2 faktor, dua faktor tersebut terdiri
dari faktor pendorong dan faktor pengontrol. Kedua faktor tersebut memegang
peranan penting pada proses pelarutan dan pembentukan karst, sehingga tanpa
commit to user
4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kedua faktor tersebut lahan karst tidak dapat terbentuk.berikut merupakan skema
pelarutan batuan karst,
: Hasil Pelarutan
Gambar 2.1 Skema pelarutan batuan Karst / gamping (Trudgil,1985)
Faktor pengontrol merupakan faktor yang menentukan dapat tidaknya proses
karstifikasi berlangsung (proses pembentukan lahan karst). Faktor pengontrol
antara lain :
1. Batuan mudah larut, kompak, tebal, dan mempunyai banyak rekahan
2. Curah hujan yang cukup (>250 mm/tahun)
3. Batuan terekspos di ketinggian yang memungkinkan perkembangan
sirkulasi air/drainase secara vertikal.
Selanjutnya, faktor pendorong merupakan faktor yang mempengaruhi kecepatan
dan kesempurnaan proses karstifikasi. Pada faktor pendorong ini terdiri dari
temperatur dan penutupan hutan.
2.2. Akuifer Karst
Akuifer merupakan lapisan yang berada dibawah permukaan tanah dan
mengandung air, sehingga merupakan suatu bentuk formasi geologi yang dapat
menyimpan dan mengalirkan air pada periode tertentu (Acworth, 2001). Pada
akuifer karst memiliki karakteristik dimana adanya sistem conduit dan diffuse
commit to user
5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang hampir tidak terdapat pada akuifer jenis lain (White, 1988). Ada kalanya
suatu formasi karst didominasi oleh sistem conduit dan ada kalanya pula tidak
terdapat lorong-lorong conduit tetapi lebih berkembang sistem diffuse, sehingga
hanya mempunyai pengaruh yang sangat kecil terhadap sirkulasi air tanah karst.
Tetapi, pada umumnya suatu daerah karst yang berkembang baik mempunyai
kombinasi dua element tersebut. Gambar 2.2 menunjukkan sistem conduit,
diffuse, dan campuran pada formasi karst. Selain itu terdapat satu lagi sistem
drainase di daerah karst yaitu sistem rekahan (fissure) (Gillieson,1996).
Gambar 2.2 (a) Diffuse, (b) mixed dan (c) conduit aliran air tanah karst
(Domenicoand Schwartz, 1990)
2.3. Akuifer Non Karst
Berdasarkan dari geohidrolika terdapat beberapa istilah yang membedakan
sifat-sifat dan karakteristik yang dapat digunakan untuk membedakan akuifer satu
dengan yang lainnya. Pembagian berdasarkan geohidrolika sendiri antara lain
porositas, permeabilitas, transmisivitas, dan zonasi vertikal.
2.3.1
Porositas Batuan
-pori
batuan dengan total volume batuan, seperti yang dinotasikan pada rumus
ini :
commit to user
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(2.1)
Besar kecilnya porositas tergantung dari jenis batuan dan matrik pada
batuan itu sendiri. Berbicara mengenai besarnya porositas batuan karbonat
pada daerah karst tidak semata-mata tergantung dari matriks batuan, tetapi
lebih tergantung dari proses lanjutan setelah batuan itu terbentuk atau
muncul di permukaan bumi. Secara umum porositas batuan dibedakan
menjadi dua tipe yaitu:
a) Porositas primer, yaitu porositas yang tergantung dari matriks
batuan itu sendiri; dan
b) Porositas sekunder, yaitu porositas yang lebih tergantung pada
proses sekunder seperti adanya rekahan ataupun lorong hasil proses
solusional.
Dalam hal ini, jika dikatakan bahwa batuan karbonat di daerah karst
mempunyai porositas yang besar adalah lebih signifikan karena adanya
percelahan hasil proses pelarutan sehingga lebih cocok digolongkan
sebagai porositas sekunder. Kesimpulannya, batuan gamping yang belum
terkarstifikasi akan mempunyai nilai porositas yang jauh lebih kecil
dibandingkan dengan batuan gamping yang telah terkarstifikasi dengan
baik. Tabel 2.1 menyajikan porositas pada beberapa jenis batuan termasuk
pada batuan gamping/karbonat.
commit to user
7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.1 Porositas Batuan (Acworth, 2001)
Material
(%)
Sedimen tidak kompak
Kerikil
Sand
Silt
Lempung
25
25
35
40
40
50
50
70
5
5
5
0
0
0
0
50
50
30
20
10
10
5
Batuan
Fractured basalt
Gamping terkarstifikasi
Sandstone
Gamping, dolomit
Shale
Fractured crystalline rock
Dense crystalline rock
Batuan gamping dan juga dolomit yang
belum terkarstifikasi
mempunyai kisaran nilai porositas yang sangat kecil (maksimal 10%).
Sebaliknya, jika jika batuan gamping telah terkarstifikasi akan mempunyai
nilai porositas yang tinggi (mencapai 50%)
Selanjutnya, Gambar 2.3
mengilustrasikan perbedaan tipe porositas pada daerah karst dan non karst.
Berdasarkan Gambar 2.3 terlihat bahwa tipe porositas pada batuan nonkarst biasanya bersifat teratur dan intergranuler (saling berhubungan ke
segala arah), sementara pada batuan karst sangat tergantung dari arah dan
kedudukan percelahan (cavities) yang terbentuk karena proses solusional.
Proses solusional merupakan proses terbentuknya sebuah lahan yang
diakibatkan oleh pelarutan material batuan karbonat yang disebabkan oleh
air. Dari waktu ke waktu, jika sistem percelahan masih memungkinkan
untuk terus berkembang, maka besarnya porositas sekunder ini juga akan
bertambah besar.
commit to user
8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(a)
(b)
Gambar 2.3 (a) Porositas pada batuan non karst dan (b) Porositas pada
batuan karst (Adji, 2006)
2.3.2
Permeabilitas (K) dan Transmisivitas (T)
Permeabilitas atau konduktivitas hidraulik (K) secara sederhana dapat
diartikan sebagai kemampuan suatu batuan untuk meloloskan air/cairan.
Nilai ketergantung dari media (batuan) dan independen terhadap jenis
cairan. Transmissivitas (T) adalah sejumlah air yang dapat mengalir
melewati satu unit luas akuifer secara 100% horizontal. Nilai T ini
merupakan suatu fungsi berbanding lurus dengan konduktivitas hidraulik
(K) dan tebal akuifer (b),
sehingga :
(2.2)
dimana
2
T= transmissivitas akuifer (m /hari)
K= permeabilitas akuifer (m/hari)
b = tebal akuifer (m)
Nilai K dan T tergantung dari besar kecilnya porositas, sortasi batuan,
tekstur batuan, deformasi dan rekahan. Akibatnya, karena lorong-lorong
solusional yang dihasilkan pada batuan gamping yang terkarstifikasi
commit to user
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan baik mengakibatkan nilainya menjadi cukup signifikan pula
dibanding jenis batuan lain.
2.3.3
Zonasi Vertikal
Pada akuifer non karst, zonasi vertikal mempunyai pola sebagai berikut :
a. lapisan paling atas dibawah tanah adalah zona tak jenuh (aerasi)
b. lapisan ditengah adalah zona intermediate yang dibagi lagi menjadi
zone vadose dan zone kapiler. Zona vadose merupakan zona tanah
yang berada di antara permukaan tanah dan muka airtanah. Zona
vadose merupakan zona yang berada pada kedalaman 0 hingga
lebih dari 100 meter dan terletak diantara zona air tanah dengan
zona kapiler. Zona kapiler merupakan zona naik karena pengaruh
kapiler tanah dari muka air tanah. Tinggi zona ini sangat tergantung
struktur tanah dibagian tersebut.
c. lapisan di bawah muka air tanah (water table) dikenal sebagai zone
jenuh air Sifat dan kedudukan akuifer non-karst secara vertikal ini
cenderung tetap dan hanya berfluktuasi menurut musim sepanjang
tahun.
Gambar 2.4 Water Table
commit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sementara itu, sifat agihan vertikal akuifer pada batuan karbonat
cenderung berubah dari waktu ke waktu tergantung dari cepat lambatnya
tingkat pelarutan dan lorong-lorong yang terbentuk. Pada akhirnya,
penurunan muka airtanah akan stabil setelah mencapai kedudukan yang
sama dengan water level setempat (local base level) jika batuan karbonat
terletak di atas formasi batuan lain.
2.4. Geologi Regional
PETA GEOLOGI
KABUPATEN W ONOGIRI, JAWA TENGAH
Gambar 2.5 Peta Geologi regional Pracimantoro (Lembaga Penelitian Tanah,
1996)
Dusun Mudal, Desa Gebangharjo merupakan salah satu daerah yang
berada di Kecamatan Pracimantoro dimana memiliki lahan seluas 27.972.3 Ha.
Lahan daerah Pracimantoro material penyusunnya didominasi oleh batu kapur dan
napal. Berdasarkan fisiografi permukaan daerah Pracimantoro merupakan daerah
bukit lipatan dan macam tanahnya dalam kode TMWL merupakan wilayah dalam
formasi Wonosari Punung dimana struktur batuan terdiri atas batu gamping, batu
commit to user
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
gamping napalan-tufan, batu gamping konglomerat, batu pasir tufan dan
batulanau.
2.5. Metode Geolistrik
Metode geolistrik merupakan suatu cabang metode geofisika yang
digunakan dalam eksplorasi dangkal pada permukaan tanah, contohnya penentuan
kedalaman batuan dasar, pencarian reservoir air, dan juga digunakan dalam
eksplorasi georhermal. Metode ini dilakukan dengan mengukur tahanan jenis
material yang ada didalam bumi. Tahanan jenis atau disebut dengan resistivitas
merupakan besaran yang digunakan untuk mengukur tingkat hambatan material
terhadap kuat arus listrik. Metode geolistrik dilakukan dengan menginjeksikan
arus listrik kedalam tanah kemudian mengukur besaran tegangan dan kuat arus
yang digunakan untuk menghitung resistivitasnya.
Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang didasarkan
pada penerapan konsep kelistrikan kebumian. Metode geolistrik digunakan untuk
memperkirakan sifat kelistrikan dari suatu formasi batuan bawah permukaan
dalam kemampuannya menghantarkan (konduktivitas) atau menghambat listrik
(resistivitas). Listrik yang mengalir pada suatu formasi batuan terjadi karena
adanya fluida elektrolit pada pori-pori atau rekahan batuan, sehingga suatu
formasi batuan bergantung pada porositas batuan serta jenis fluida yang mengisi
pada pori-pori tersebut. Formasi batuan porous yang berisi air asin atau berisi air
tentu lebih konduktif dibanding batuan yang hanya berisi udara atau kosong,
selain itu temperatur yang tinggi juga mempengaruhi penurunan nilai resistivitas
batuan keseluruhan karena meningkatnya mobilitas ion-ion penghantar muatan
listrik pada fluida yang bersifat elektrolit (Hani, 2009).
Cara kerja metode geolistrik dapat diibaratkan dengan rangkaian listrik,
arus yang berasal dari suatu sumber dialirkan pada suatu medium beban listrik
misalkan kawat, maka besarnya resistansi dapat diperkirakan berdasarkan
besarnya potensial sumber dan besarnya arus yang mengalir. Besarnya nilai
resistansi tidak dapat digunakan untuk memperkirakan jenis material karena jenis
material masih bergantung dengan ukuran atau geometri. Prinsip pengukuran
commit to user
12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
geolistrik adalah dengan mengalirkan arus listrik ke dalam bumi melalui kontak
dua elektroda arus (C1-C2), kemudian diukur distribusi potensial (P1-P2) yang
dihasilkan. Resistivitas batuan bawah permukaan dapat dihitung dengan
mengetahui besar arus yang dipancarkan melalui elektroda tersebut dan besar
potensial yang dihasilkan seperti Gambar 2.6. Untuk mengetahui struktur bawah
permukaan yang lebih dalam, maka jarak masing-masing elektroda arus dan
elektroda potensial ditambah secara bertahap. Semakin besar spasi atau jarak
elektroda arus maka efek penembusan arus ke bawah makin dalam, sehingga
batuan yang lebih dalam akan dapat diketahui sifat-sifat fisisnya.
Gambar 2.6 Prinsip pengukuran geolistrik
Pengukuran Resistivitas batuan dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti homogenitas batuan, kandungan air, porositas, permeabilitas, dan
kandungan mineral. Berdasarkan hasil-hasil pengukuran yang sudah diolah
kemudian dikorelasikan dengan pengetahuan geologi sehingga akan memberikan
informasi mengenai keadaan geologi bawah permukaan secara logis pada daerah
penelitian. Prinsip kerja dari metode resistivitas adalah mengalirkan arus listrik ke
dalam bumi melalui dua elektroda arus, kemudian beda potensialnya diukur
melalui dua elektroda potensial, sehingga nilai resistivitasnya dapat dihitung.
Resistivitas (tahanan jenis) merupakan suatu besaran yang menunjukkan tingkat
hambatan terhadap arus listrik dari suatu bahan, yang diberi simbol . Hambatan
commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
listrik R suatu bahan berbanding lurus dengan panjang penghantar L dan
berbanding terbalik dengan luas penampang penghantar A seperti Gambar 2.7,
yang didefinisikan sebagai berikut (Zohdy dkk., 1980).
Gambar 2.7 Material homogen yang dialiri arus memiliki luas penampang A,
panjang L dan ujung-ujung permuk
V (Zohdy,
dkk., 1980)
Harga tahanan jenis batuan diperoleh dari persamaan berikut :
(2.3)
Dengan R
L = panjang (meter)
A = Luas penampang (meter 2)
2.6. Resistivitas semu
Tujuan survey geolistrik tahanan jenis adalah untuk mengetahui
resistivitas bawah permukaan bumi dengan melakukan pengukuran di permukaan
bumi. Resistivitas bumi berhubungan dengan mineral, kandungan fluida dan
derajat saturasi air dalam batuan. Metode yang bisa digunakan pada pengukuran
resistivitas secara umum yaitu dengan menggunakan dua elektroda arus (C1
dan C2),dan pengukuran beda potensial dengan menggunakan dua elektroda
tegangan (P1 dan P2), hal ini dapat diartikan bahwa bumi homogen isotropis,
sehingga tahanan jenis yang diperoleh merupakan tahanan jenis yang sebenarnya
dan tidak tergantung pada spasi elektroda.
commit to user
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada kenyataannya bumi tersusun atas lapisan-lapisan dengan resistivitas
yang berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur merupakan pengaruh lapisanlapisan tersebut. Harga resistivitas yang diukur seolah-olah merupakan harga
resistivitas untuk satu lapisan saja, padahal terdiri dari beberapa lapisan. Sehingga
resistivitas yang terukur adalah resistivitas semu (
), yang besarnya ditentukan
dengan penurunan persamaan berikut:
(2.4)
(2.5)
(2.6)
(2.7)
(2.8)
Dengan
V = Tegangan terukur (mV)
I = Arus (mA)
L = Panjang Material (m)
A = Luas Penampang (m 2)
2.7. Aliran sumber arus tunggal
Potensial di suatu titik yang ditimbulkan oleh arus pada medium homogen
isotropis hanya ditentukan oleh jarak dari sumber arus ke titik pengukuran, maka
potensial akan berkurang sepanjang r. Apabila panjang lapisan homogen dalam
persamaan 2.8 dianggap menuju nol dengan mendefinisikan Shell tipis dengan
ketebalan dr ( Gambar 2.8) maka persamaan 2.9 dapat ditulis sebagai berikut:
(2.9)
commit to user
15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.8 Aliran arus pada elektroda tunggal (Reynolds, 2002 dalam Asmanto,
2003)
arus I dialirkan ke dalam medium Gambar 2.9, maka arus selanjutnya mengalir
secara radial dan seketika terdistribusi merata (uniform) membentuk setengah
r2
bola. Pada jarak r
maka rapat arus J menjadi :
Persamaan 2.8 disubstitusi ke dalam persamaan 2.11, maka diperoleh:
dengan mengintegralkan persamaan 2.11, diperoleh:
Potensial pada jarak r di titik P dalam Gambar 2.9 dari titik sumber arus C adalah
dengan mempertimbangkan syarat batas, bila r
~ , maka V = 0 dan C = 0.
persamaan 12 menjadi:
Gambar 2.9 Potensial pada jarak r di titik P. (Sarma, 1997 dalam Asmanto,2003)
commit to user
16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C1
P1
P2
C2
Gambar 2.10 Formasi elektroda geolistrik
K merupakan faktor geometri, dimana besarnya faktor geometri ini bergantung
pada konfigurasi elektroda yang digunakan. Berdasarkan persamaan 2.11 dapat
diturunkan untuk potensial yang ditimbulkan oleh dua elektroda arus (I+ dan I-), di
titik P1 seperti gambar 2.10 adalah sebagai berikut :
Sedangkan P2 sebagai berikut :
Maka beda potensial diantara dua elektroda P1 dan P2 adalah :
P1
V P2
(2.16)
Sehingga diperoleh :
Besar resisivitas semu adalah
commit to user
17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dimana K merupakan faktor geometri, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai K
adalah
2.8. Konfigurasi Wenner-Schlumberger
Metode konfigurasi Wenner-Schlumberger merupakan salah satu metode
konfigurasi dalam geolistrik. Pada konfigurasi ini digunakan dua buah elektroda
yang bertindak sebagai arus dan dua buah elektroda bertindak sebagai potensial
(satriani,2011). Metode konfigurasi ini sebenarnya merupakan modifikasi dari
bentuk konfigurasi Wenner dan konfigurasi Schlumberger, kedua konfigurasi
ini dapat digunakan pada sistem konfigurasi yang menggunakan aturan spasi yang
konstan dengan catatan faktor untuk konfigurasi ini adalah perbandingan jarak
antara elektroda C1-P1 dan C2-P2 dengan spasi antara elektroda P1-P2. Dimana, a
adalah jarak antara elektroda P1-P2. Konfigurasi ini secara efektif menjadi
konfigurasi Schlumberger ketika faktor n menjadi 2 dan seterusnya. Sehingga ini
sebenarnya merupakan kombinasi antara konfigurasi Wenner-Schlumberger yang
menggunakan spasi elektroda yang konstan.
Metode konfigurasi Wenner-Schlumberger dalam cakupan horizontal
dibandingkan
dengan
metode
konfigurasi
Wenner,
konfigurasi Wenner-
Schlumberger jauh lebih baik hal ini dikarenakan penetrasi konfigurasi ini 15%
lebih baik dibanding konfigurasi Wenner (Novan, 2010). Pada konfigurasi
Wenner-Schlumberger dalam memperoleh kedalaman yang lebih maka jarak
antara elektroda P1-P2 ditingkatkan menjadi 2a dan pengukuran diulangi untuk n
yang sama sampai pada elektroda terakhir, kemudian jarak antara elektroda P1P2 ditingkatkan menjadi 3a, dan seterusnya.
commit to user
18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.11 Konfigurasi Wenner-Schlumberger (Suhendra, 2007)
Berdasarkan konfigurasi diatas dapat diperoleh nilai dari K dengan persamaan :
(2.21)
(2.22)
(2.23)
(2.24)
commit to user
19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(2.28)
(2.29)
Persamaan faktor geometri berdasarkan konfigurasi Wenner-Schlumberger
didapat nilai faktor geometri yakni :
(2.30)
commit to user
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Juni 2012. Lokasi
pengambilan data dilakukan di daerah Mudal, Gebangharjo, Pracimantoro,
Wonogiri.
Pracimantoro
Gambar 3.1 Lokasi pengambilan data (Peta Geologi)
3.2.
Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Resistivity meter
OYO model 2119C McOHM-EL, sebagai sumber tegangan dari Resistivity meter
digunakan accumulator sebesar 12 V. Penghubung instrumen antara Resistivity
meter dengan elektroda digunakan empat buah rol kabel yang masing-masing
memiliki panjang sekitar 400 meter, serta dalam pengecekan kondisi kabel
commit to user
21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
digunakan multimeter apabila terjadi kabel putus. Elektroda memiliki fungsi
sebagai media pentransmisian arus listrik ke dalam bumi dan mengukur beda
potensial yang timbul yang selanjutnya dapat dihitung resistivitas semu dengan
bantuan kalkulator. Media yang digunakan dalam menancapkan elektroda ke
dalam tanah digunakan palu.
Gambar 3.2 Seperangkat Resistivitymeter
Peralatan pendukung lain yang digunakan dalam penelitian yakni rol
meteran yang berfungsi untuk mengukur jarak bentangan dan spasi antar elektroda
yang akan diambil datanya. Global Potisioning System (GPS) Garmin Model II
plus untuk menentukan posisi letak titik ukur lintang dan bujur. Pengontrol
kelurusan lintasan pengambilan data digunakan kompas, selain pengontrol
kelurusan lintasan, kompas juga digunakan untuk menentukan arah pengambilan
data. Alat komunikasi diperjalanan pengambilan data anatara operator dengan
pengambil data pada elektroda digunakan Handy Talky.
3.3.
Prosedur Penelitian
3.3.1. Survei Lokasi
Survei lokasi merupakan tahapan awal sebelum dilakukannya pengambilan
data yang dilakukan bulan januari 2012, tahapan awal meliputi pegamatan lokasilokasi dilakukannya penelitian, sehingga dengan tahapan ini dapat diperkirakan
sejauh mana lintasan data yang akan diambil dan arah bentangan berdasarkan
commit to user
22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tujuan pengambilan data. Pendugaan awal keterdapatan sungai bawah tanah pada
daerah pengambilan data berdasarkan kemunculan ke permukaan luweng sapen
pada daerah pengambilan data.
Gambar 3.3 Lintasan Pengambilan data
3.3.2. Pengambilan Data
Penelitian ini menggunakan metode pengambilan data konfigurasi
Wenner-Schlumberger. Berdasarkan metode konfigurasi ini diperoleh data
penelitian antara lain a (datum point), K (faktor geometri), n (perulangan), V (
beda potensial), I (arus), dan
(resistivitas/tahanan jenis). Pengambilan data
dilakukan dengan beberapa panjang lintasan, panjang lintasan pertama sepanjang
800 meter dengan a = 50 meter dan spasi elektroda sebanyak 54 kali dan panjang
lintasan kedua sepanjang 480 meter dengan a = 30 meter, spasi elektroda
sebanyak 54 kali. Banyak titik yang diambil adalah sebanyak 7 titik dengan pola 5
titik memotong pendugaan jalur aliran dari Luweng Sapen dan 2 titik sebagai
pengontrol aliran.
commit to user
23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 3.4 Konfigurasi Wenner-Schlumberger
Pada pengambilan data geolistrik terdapat 4 buah elektroda antara lain C1,P1,P2,
dan C2. C1 dan C2 merupakan elektroda yang bekerja sebagai elektroda arus,
sedangkan P1 dan P 2 merupakan elektroda yang bekerja sebagai elektroda
potensial.
commit to user
24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 3.5 Metode Pengambilan data Wenner-Schlumberger
3.3.3. Pengolahan Data
Pengolahan data geolistrik menggunakan software computer antara lain
Microsoft Excel yang digunakan untuk membuat form pengambilan data, notepad
digunakan untuk input data, dan Res2Dinv yang digunakan untuk pengolahan data
dua dimensi sehingga didapatkan peta lateral bawah permukaan bumi. Input data
pada notepad dapat dilihat pada Gambar 3.6a
commit to user
25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Nama data
Kode wenner-schlumberger
Banyak data
Banyak perulangan (n)
Jarak elektroda arus dengan pusat
Jarak antara eletroda potensial
dalam meter
Resistivitas semu batuan
(a)
Kode input data
ketinggian
Banyak data ketinggian
(Jarak titik pengambilan, ketinggian)
(b)
Gambar 3.6 (a) Cara input data resistivitas semu dan (b) Cara input data
ketinggian
3.4.
Analisis Data
Analisa merupakan tahap interpretasi data geolistrik hasil dari pengolahan
software res2dinv yang berupa peta lateral 2 dimensi penampang bawah
commit to user
26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
permukaan. Interpretasi data geolistrik diartikan sebagai penerjemah bahasa fisis
berupa nilai tahanan jenis (resistivitas) menjadi bahasa geologi yang lebih
umum untuk mengetahui potensi akifer.
3.5. Diagram Alir Penelitian
Penelitian dilakukan dengan tahapan prosedur kerja seperti pada gambar
sebagai berikut :
Survai Lokasi
Pengambilan data
Pengukuran Data
Resistivity meter
Tahanan Semu
Pengolahan Data
Dengan Res2Dinv
Penampang 2 Dimensi
Interpretasi data inversi
berdasar Peta Geologi, data
bor, dan literatur resistivitas
Kesimpulan
Gambar 3.7 Diagram alir prosedur penelitian
commit to user
27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL DATA DAN PEMBAHASAN
4.1.
Interpretasi Lintasan
Penelitian identifikasi pola aliran sungai bawah tanah ini dilakukan di
daerah Dusun Mudal, Kelurahan Gebangharjo, Kecamatan Pracimantoro.
Kecamatan Pracimatoro berdasarkan peta geologi, memiliki formasi batuan
penyusun Wonosari-Punung meliputi Batu gamping, Batu gamping napalan-tufan,
Batu gamping konglomerat, batu pasir tufan, dan batulanau. Penelitian ini
dilakukan sebanyak 7 lintasan dengan menggunakan metode geolistrik konfigurasi
Wenner-Schlumberger. Lintasan pengambilan data ditunjukkan pada Gambar 4.1.
Data mapping yang diperoleh dapat diolah untuk mendapatkan informasi secara
vertikal dan horizontal bawah permukaan tanah.
Gambar 4.1 Lintasan penelitian
Software yang digunakan dalam pengolahan data adalah Res2Dinv.
Prosedur dalam pengolahan yaitu input data dengan memasukkan lebar jarak antar
elektroda potensial, faktor pengali elektroda arus, jarak elektroda arus, nilai
resistivitas semu yang didapat dari pengambilan data dilapangan, dan data
ketinggian posisi pengambilan data. Faktor pengali elektroda arus yaitu 1 hingga
6, hal ini merujuk panjang lintasan pengambilan data. Langkah selanjutnya
menginversi data tersebut sehingga didapatkan peta lateral 2 dimensi dengan
informasi nilai resistivitas batuan-batuan penyusun, dan data topografi. Data-data
commit to user
28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
setiap lintasan hasil pengoalahan selanjutnya dilakukan interpretasi sebagai
berikut :
Lintasan Pertama
Elevation (m)
Gambar 4.2 Hasil pengolahan data lintasan pertama
Lintasan pertama diambil pada koordinat S 08 o
o
Pengambilan data dimulai dari arah utara menuju selatan. Panjang lintasan
pengambilan data adalah 800 meter dengan jarak antar elektroda potensial 50
meter dan faktor pengali elektroda arus adalah 1 hinga 6.
Hasil inversi
pengolahan data diperoleh kedalaman hingga 200 meter dan terdapat beberapa
lapisan batuan penyusun. Hasil resitivitas yang didapat dari pengolahan Gambar
4.2. Lapisan pertama paling dekat dengan permukaan tanah memiliki rentang
resistivitas 32,
,
retasikan sebagai
batu pasir tufan yang telah bercampur dengan batulanau. Batuan ini letaknya
tersebar dari pusat lintasan hingga 800 meter. Batu pasir tufan merupakan batu
pasir yang bersifat massif dengan porositas baik dan cenderung merupakan sisipan
dalam lapisan penyusun batuan. Sedangkan batulanau merupakan batuan sedimen
klastik yang cenderung menyerupai lempung dan berukuran lanau, yaitu sekitar
1/256 hingga 1/16 mm (Noor, 2009). Lapisan-lapisan ini bukan merupakan akifer
yang baik. Hal ini dikarenakan batuan penyusun tersebut memiliki nilai porositas
25-50% (Acworth, 2001) dan letaknya tersebar.
Lapisan batuan penyusun berada pada rentang resistivitas antara 4,
hingga 32,
.
Lapisan ini bersifat massif dan berupa sisipan berada pada kedalaman 150 meter
hingga 200 meter.
commit to user
29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada lapisan selanjutnya pada Gambar 4.2 adalah batuan karbonat atau
batuan kapur. Batuan ini mulai dijumpai berada pada kedalaman sekitar 40 meter.
Hasil pengolahan data memperlihatkan dua buah anomali, anomali pertama pada
jarak 370-430 meter dan anomali yang kedua berada pada jarak sekitar 600-720
meter dari pusat panjang lintasan. Nilai resistivitas batuan berkisar antara 438
ivitas penampang lapisan tersebut dapat diduga
bahwa lapisan batuan tersebut merupakan batuan karbonat atau Batu gamping.
Lapisan batuan karbonat tersebut merupakan batuan yang kedap air dan diduga
berbentuk seperti lorong sungai bawah tanah. Sekitar lorong terdapat lapisan yang
merupakan struktur penyusun sungai bawah tanah. Lapisan ini memiliki
resistivitas sekitar yang memiliki sifat masif, porositas baik, dan biasanya hadir
sebagai sisipan (Hani, 2009). Lapisan di bawahnya memiliki resistivitas batuan
konglomerat. Batu gamping jenis ini memiliki struktur butir batuan berbentuk
bulat. Lapisan ini merupakan batuan penudung (capsrock) dari struktur sungai
bawah tanah. Batu gamping yang berada di bawah lapisan batu napalan-tufan
memiliki ketebalan sekitar 70 meter, sehingga lapisan ini dapat menyimpan air
yang cukup dan mengalirkan melalui rongga yang diduga terbentuk melalui
proses karstifikasi (Adji, 2009). Proses karstifikasi merupakan proses pelarutan
batuan-batuan karbonat yang disebabkan oleh air.
Lintasan kedua
Elevation (m)
Gambar 4.3 Hasil pengolahan data lintasan kedua
commit to user
30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pengambilan data pada lintasan kedua dilakukan pada koordinat S
08o
o
47,262. Pengambilan data dimulai dari arah barat menuju
timur. Panjang lintasan dalam proses pengambilan data sejauh 800 meter dengan
jarak antar elektroda potensial 50 meter dan faktor pengali elektroda arus adalah 1
hingga 6. Hasil pengolahan data pada lintasan kedua ini dapat diduga lapisan yang
berada paling atas terdiri dari beberapa macam struktur batuan. Berdasarkan
Gambar 4.3, pada jarak sekitar 73-675 meter dari pusat lintasan memiliki
resistivitas batuan sekitar 4,91-49,
batu pasir tufan dan batulanau. Lapisan ini diduga bukan merupakan akifer yang
baik. Hal ini dikarenakan memiliki nilai porositas sekitar 25-75%. Sehingga pada
lapisan seperti ini tidak memiliki kemampuan untuk menyimpan air dan
cenderung hanya melewatkan air (Acworth, 2001).
Interpretasi selanjutnya pada lapisan penampang Gambar 4.3 dijumpai
lapisan b
lapisan ini berupa batu gamping napalan tufan yang cenderung hadir sebagai
sisipan. Pada permukaan, nampak struktur batuan karbonat pada jarak dari pusat
sekitar 710 meter dengan pendugaan lebar 30 meter. Batuan tersebut memiliki
resistivitas
kecil disekitar permukaan tanah. Batuan karbonat ini tidak berpotensi sebagai
akifer yang baik. Hal ini diduga karena belum mengalami proses karstifikasi
dengan baik. Sehingga dapat dikatakan pada lapisan ini hanya memiliki sedikit
rongga-rongga untuk mengalirkan air.
4.1.3. Lintasan Ketiga
Elevation (m)
Gambar 4.4 Hasil pengolahan data lintasan ketiga
commit to user
31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pengambilan data lintasan ketiga dilakukan dengan panjang lintasan
sejauh 800 meter. Jarak antar elektroda potensial 50 meter dan faktor pengali
elektroda arus adalah 1 hingga 6. Lokasi lintasan ketiga yang diambil pada
koordinat S 08o
o
ri arah
timur menuju barat. Pada lintasan ketiga ini nampak pada Gambar 4.4, terdapat
lapisan batuan yang memiliki nilai resistivitas berkisar antara 22,8 hingga 49,9
-batuan penyusun pada rentang resistivitas tersebut diduga merupakan
batu pasir tufan (sandstone) dan batulanau (Telford, 1976). Lapisan batuan
tersebut tersebar sekitar 75 meter hingga 275 meter dari pusat panjang lintasan
dengan ketebalan sekitar 50 meter. Batuan jenis ini memiliki struktur masif, dan
memiliki porositas yang baik.
Diduga merupakan lapisan batuan gamping napalan tufan yang tersebar hampir
diseluruh penampang lateral. Batu gamping napalan tufan yang memiliki sifat
batuan yang hadir sebagai sisipan batu gamping (Hani, 2009). Batu gamping
napalan-tufan ini bersifat massif dan memiliki porositas yang baik. Sehingga
dapat dikatakan dapat mengalirkan air ke lorong sungai bawah tanah melalui
rongga-rongga pori yang berada pada batuan karbonat (Noor, 2009). Pada Gambar
merupakan Batu gamping konglomerat. Batu gamping konglomerat memiliki sifat
batuan yang berstruktur bulat massif, dan memiliki porositas yang baik sehingga
dapat bertindak sebagai batuan penudung atau capsrock (Satuti, 2010).
Berdasarkan Gambar 4.4 terdapat dua buah pola kontur yang diberi tanda
kotak seperti lorong (conduit). Diduga merupakan salah satu bentuk porositas
sekunder. Pola kontur lorong pertama berada pada daerah sekitar permukaan
dengan jarak 710 meter dari pusat lintasan dan memiliki lebar rongga sekitar 10
diidentifikasi batuan ini merupakan batuan karbonat. Anomali yang kedua berada
pada jarak berkisar 475 meter hingga 575 meter dari pusat panjang lintasan. Pada
lapisan batuan karbonat ini mulai nampak pada kedalaman sekitar 20 meter dari
permukaan. Lapisan ini berbentuk seperti lorong yang cukup lebar berkisar 80
commit to user
32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
meter dan memi
Pada lapisan karbonat kedua ini dengan resistivitas batuan karbonat yang cukup
besar. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa batuan karbonat tersebut belum
mengalami karstifikasi secara baik namun apabila dilihat dari rongga atau lorong
yang cukup besar. Dapat dikatakan lapisan ini berpotensi akuifer yang nantinya
akan dapat menampung air dalam jumlah yang cukup dan dapat mengalirkan
melalui lorong atau rongga-rongga yang terbentuk akibat proses karstifikasi.
4.1.4. Lintasan Keempat
Elevation (m)
Gambar 4.5 Hasil pengolahan data lintasan keempat
Pengambilan lintasan keempat dilakukan dengan panjang lintasan sejauh
480 meter. Jarak antar elektroda potensial 30 meter dan faktor pengali elektroda
arus adalah 1 hingga 6. Lintasan keempat ini diambil pada koordinat S
08o
o
menuju barat.
Berdasarkan hasil pengolahan
data Gambar 4.5,
dapat
diinterpretasikan lapisan penyusun batuan yang memiliki rentang resistivitas
antara 5,89ini letaknya tersebar antara 75-725 meter dari pusat lintasan.
Pada lapisan-lapisan batuan penyusun lintasan keempat ini beradasarkan
nilai resistivitas batuan dan kemunculan letak batuan, terdapat batuan dengan
dari pusat lintasan. Diduga batuan ini merupakan batu gamping napalan tufan
dengan struktur batuan massif dan cenderung memiliki letak dengan arah vertikal.
Lapisan batuan napalan tufan ini diduga mengalirkan air yang berasal dari
permukaan. Selanjutnya masuk melalui pori-pori batuan karbonat sebagai pengisi
lorong-lorong pada struktur sungai bawah tanah. Hal ini dikarenakan batuan
gamping napalan tufan memiliki porositas yang baik.
commit to user
33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada Gambar 4.5 yang diberi tanda kotak terdapat pola kontur memiliki
nilai resistivi
berbentuk lorong pada jarak sekitar 195-215 meter dari pusat panjang lintasan
dengan kedalaman 85 meter dari permukaan. Lapisan karbonat ini memiliki
resistivitas jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai resistivitas pada lapisan
karbonat lintasan ketiga. Sekitar lorong juga terdapat lapisan-lapisan dengan
Batu gamping konglomerat. Batu gamping konglomerat ini memiliki struktur
batuan bulat bersifat massif dan memiliki porositas yang baik.
Pada lapisan
karbonat ini dapat dikatakan telah mengalami proses karstifikasi jauh lebih baik
dibandingkan dengan daerah lintasan ketiga. Sehingga lapisan karbonat ini dapat
dikatakan berpotensi sebagai akifer, yang dapat menampung air yang cukup dalam
waktu tertentu dan dapat mengalirkan melalui rongga atau lorong dari batuan
karbonat.
4.1.5. Lintasan kelima
Elevation (m)
Gambar 4.6 Hasil pengolahan data lintasan kelima
Pengambilan data pada lintasan kelima dilakukan pada koordinat lokasi S
o
08
o
menuju timur. Panjang lintasan yang digunakan pada lokasi kelima ini adalah
sejauh 800 meter dengan jarak antar elektroda potensial 50 meter dan faktor
pengali elektroda arus adalah 1 hingga 6. Hasil pengolahan data resistivitas semu
yang didapat dari data lapangan seperti nampak pada Gambar 4.6. hal ini dapat
diinterpretasikan bahwa mayoritas lapisan penyusun batuan memiliki nilai
yang didapat dapat diinterpretasikan bahwa batuan penyusun tersebut merupakan
commit to user
34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
batu pasir tufan (sandstone) dan batu lanau. Lapisan ini tersebar dari 75-675
meter dari pusat lintasan dan nampak hingga kedalaman sekitar 130 meter.
Pada lokasi ini nampak lapisan penyusun dengan resistivitas berkisar 50
sebagai Batu gamping napalan-tufan yang berstruktur massif dan berporositas
baik. Pada panjang lintasan 475-485 meter dari pusat lintasan terdapat pola kontur
batuan karbonat yang menyerupai lorong kecil yang memiliki nilai resistivitas
dak berpotensi sebagai
akifer hal ini disebabkan memiliki lebar rongga atau lorong yang hanya sekitar 10
meter dan diduga belum terkarstifikasi dengan baik. Sehingga lapisan ini tidak
memiliki kemampuan untuk cukup menampung air dan mengalirkannya.
Pola kontur lorong kedua seperti pada Gambar 4.6, mulai nampak sekitar
jarak 710-725 meter dari pusat panjang lintasan. Pada lapisan ini memiliki nilai
resistivitas berkisar 376gamping yang berbentuk lorong yang merupakan struktur sungai bawah tanah.
Namun, lapisan ini memiliki lorong yang kecil dan berada di permukaan.
Sehingga diduga lapisan ini belum mengalami proses kartifikasi batuan karbonat
dengan baik dan hanya memiliki rongga-rongga kecil.
4.1.6. Lintasan keenam
Elevation (m)
Gambar 4.7 Hasil pengolahan lintasan keenam
Lintasan keenam diambil pada koordinat S 08 o
o
46,960.
Pengambilan data dimulai dari arah barat menunu timur. Pengambilan pada
lintasan keenam ini berada sekitar 400 meter dari lintasan lintasan pertama dan
panjang lintasan keenam memotong lintasan pertama. Panjang lintasan yang
digunakan adalah 480 meter dengan jarak antar elektroda potensial 30 meter dan
commit to user
35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
faktor pengali elektroda arus adalah 1 hingga 6. Hasil pengolahan data pada
lintasan keenam pada Gambar 4.7 dapat diinterpretasikan bahwa lintasan keenam
ini memiliki lapisan penyusun batuan. Pada rentang resistivitas berkisar antara
Acworth (2001) lapisan batuan ini hadir sebagai sisipan yang berporositas tinggi
25-70%. Sehingga air yang mengenai lapisan ini hanya akan dilewatkan tanpa
ditampung. Berdasarkan Gambar 4.7 lapisan batuan ini tersebar hampir diseluruh
lapisan pada jarak 45 hingga 435 meter dari pusat pengambilan data. Jenis batuan
ini nampak hingga kedalaman sekitar 110 meter.
Pada lintasan keenam ini pada Gambar 4.7 yang diberi tanda kotak
nampak dua buah pola kontur berbentuk lorong. Lapisan batuan penyusun hasil
pengolahan yang memi
resistivitas tersebut dapat diinterpretasikan bahwa lapisan tersebut merupakan
batuan karbonat. Pada gambar 4.7 nampak lapisan batuan karbonat tersebut
membentuk lorong-lorong. Diduga sebagai batuan penudung atau capsrock yang
merupakan struktur penyusun sungai bawah tanah. Batuan penudung tersebut
terdiri beberapa lapis batuan penyusun. Berdasarkan nilai resistivitas yang
batuan ini merupakan Batu gamping konglomerat karena lapisan batuan ini hadir
dengan struktur batuan yang bulat dan memiliki porositas yang baik.
Struktur lapisan batuan ini bersifat masif sehingga bertindak sebagai
batuan penudung dalam struktur sungai bawah tanah. Anomali berbentuk pola
kontur lorong batuan karbonat pertama nampak pada jarak 180-200 meter dari
pusat pengambilan data. Pada anomali ini dapat dikorelasikan dengan
pengambilan data pada lintasan pertama dan dapat dikatakan merupakan lorong
yang sama hal ini dikarenakan diperoleh bentuk lorong dan rentang yang hampir
sama.
Pada anomali yang kedua nampak pada jarak 280-350 meter dari pusat
lintasan pengambilan data. Anomali kedua ini nampak lorong yang lebih lebar
dari lorong yang pertama. Berdasarkan lebar lorong dan nilai resistivitas dapat
diduga bahwa lapisan karbonat ini telah mengalami proses karstifikasi dan dapat
commit to user
36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dikatakan lapisan ini berpotensi sebagai akifer yang baik yang dapat menampung
air pada jumlah yang cukup dan mengalirkannya pada waktu tertentu.
4.1.7. Lintasan ketujuh
Elevation (m)
Gambar 4.8 Hasil pengolahan data lintasan ketujuh
Pengambilan data pada lintasan ketujuh dilakukan dengan panjang lintasan
480 meter. Jarak antar elektroda potensial 30 meter dan faktor pengali elektroda
arus adalah 1 hingga 6. Lintasan pengambilan data berada pada koordinat S
08o
o
. Pengambilan data dimulai dari arah utara menuju
selatan. Hasil pengolahan data pada lintasan ketujuh ini didapatkan penampang
lateral dua dimensi seperti nampak pada Gambar 4.8. Berdasarkan Bambar 4.8
nampak bahwa lapisan ketujuh juga terdiri dari beberapa lapisan batuan penyusun.
Pada hasil pengolahan nampak rentang resistivitas berkisar 8,61 hingga 49,9
dapat diinterpretasikan sebagai lapisan batuan penyusun yang terdiri dari batu
pasir tufan dan batu lanau. Lapisan-lapisan batuan penyusun ini hadir sebagai
sisipan diantara lapisan batuan karbonat dan tersebar antara jarak 45 hingga 435
meter dari pusat pengambilan data. Lapisan-lapisan ini bukan merupakan akifer
yang baik. Hal ini dikarenakan memiliki porositas yang relatif tinggi 25-70%
(Acworth, 2001). Sehingga lapisan ini tidak dapat menyimpan air dan cenderung
air mudah lolos.
Pada jarak sekitar 280 meter dari pusat pengambilan data dijumpai pola
kontur berbentuk seperti lorong dengan resistivitas batuan sebesar 82,
seperti nampak pada Gambar 4.8 yang diberi tanda kotak. Berdasarkan resistivitas
nilai batuan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa batuan tersebut merupakan
batuan karbonat. Anomali berbentuk lorong yang cukup lebar ini dan memiliki
batuan penudung atau capsrock. Pada batuan yang diduga sebagai lapisan batuan
commit to user
37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Batu gamping konglomerat. Batu gamping konglomerat memiliki struktur batuan
berbentuk bulat dan berstruktur masif, lapisan ini merupakan satuan dari sistem
sungai bawah tanah. Lapisan batuan karbonat yang berbentuk seperti lorong
tersebut memiliki resistivitas relatif kecil sekitar 82,
lapisan karbonat berisi banyak air, sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan
oleh Telford, dkk (1976), yang menyatakan bahwa batuan bertipe karbonat
apabila dalam keadaan basah memiliki rentang nilai resistivitas yang lebih rendah
daripada batuan bertipe karbonat dalam keadaan kering. Sehingga dapat dikatakan
bahwa lapisan batuan karbonat ini merupakan akifer yang baik. Hal ini karena
diduga menyimpan air yang cukup dan dapat mengalirkan air pada waktu tertentu
yang terbentuk dari proses karstifikasi.
4.2.
Analisis Lintasan Pertama Hingga Ketujuh
Hasil dari pengambilan dan pengolahan data dari lintasan pertama hingga
ketujuh dapat diambil kesimpulan bahwa disetiap lintasan diperoleh lapisanlapisan batuan penyusun yang hampir sama. Hal ini merujuk peta geologi wilayah
Pracimantoro. Mayoritas lapisan yang berisikan batu pasir tufan dan batulanau
berada tersebar diseluruh permukaan penampang 2 dimensi. Lapisan ini memiliki
porositas yang cukup tinggi sekitar 25-75 % sehingga air yang meresap kedalam
tanah yang melewati lapisan ini hanya akan dilewatkan saja tanpa ditampung
(Acworth, 2001). Selain lapisan batu pasir tufan dan lanau terdapat Batu gamping
napalan tufan, batuan ini hadir sebagai sisipan vertikal dan berporositas baik.
Sehingga air-air akan melewati rongga-rongga pada batuan ini dan diduga akan
diteruskan menuju lorong-lorong sungai bawah tanah.
Pada lorong-lorong sungai bawah tanah dikelilingi oleh lapisan batu
gamping konglomerat yang berstruktur batuan bulat dan massif. Sehingga batuan
yang diduga Batu gamping konglomerat ini bertindak sebagai capsrock sebagai
penudung dalam struktur sungai bawah tanah. Pendugaan adanya sistem akuifer
sungai bawah tanah apabila dihubungkan dengan nilai resistivitas. Batuan
karbonat yang dalam keadaan menampung air dalam jumlah yang cukup dan
dapat mengalirkannya. Maka batuan karbonat tersebut akan mengalami penurunan
commit to user
38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
nilai resistivitas atau memiliki nillai resistivitas lebih rendah dibandingkan nilai
resistivitas pada batuan karbonat dalam keadaan kering.
Pada keadaan batuan karbonat berstruktur massif memiliki rentang
resistivitas berkisar 3,5 X 102
5 X 103
yaitu lintasan 1,4,6, dan 7 yang memiliki lorong yang diduga merupakan struktur
penyusun sungai bawah tanah dengan resistivitas sekitar 50 dapat dikatakan bahwa lapisan batuan karbonat pada lintasan-lintasan tersebut
telah mengalami proses karstifikasi dengan baik. Lokasi-lokasi lintasan tersebut
dapat dikatakan berpotensi menjadi akuifer yang baik sebab berdasarkan sistem
pola akuifer karst, pada daerah karst memiliki tipe akifer diffuse dan conduit.
Sehingga air masuk berupa rembesan pada permukaan batuan karbonat (diffuse),
rembesan air selanjutnya tertampung ke dalam lorong-lorong (conduit) dan air
diteruskan masuk ke dalam sungai bawah tanah Luweng Sapen.
Gambar 4.9 Lintasan pengukuran (a) lintasan pertama (b) lintasan kedua
(c) lintasan ketiga (d) lintasan keempat (e) lintasan kelima (f) lintasan keenam
(g) lintasan ketujuh
Identifikasi pola aliran sungai bawah tanah Luweng Sapen dilakukan
dengan pendugaan berdasarkan nilai rentang resistivitas dan ketinggian lokasi
lorong sungai bawah tanah hasil pengolahan data. Pada Gambar 4.9 nilai rentang
commit to user
39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
resistivitas antara lintasan satu dengan yang lain dipilih dengan rentang berkisar
69,2
pengolahan data memiliki kecenderungan membentuk pola kontur lorong. Diduga
sebagai batuan penudung sebagai struktur penyusun sungai bawah tanah. Sungai
bawah tanah diduga memiliki aliran yang berhubungan satu dengan yang lain,
pada aliran pertama air yang berasal dari Luweng Sapen diduga mengalir kearah
utara. Selanjutnya mengisi lorong pada lintasan keempat yang memiliki
kedalaman 100 meter sementara Luweng Sapen memiliki kedalaman 48 meter.
Pendugaan ini muncul berdasarkan dari pola aliran air yang mengalir dari tempat
tinggi ke tempat yang lebih rendah maka air bergerak melewati lorong-lorong
yang saling berhubungan yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan alirannya
bersifat turbulen (Hani, 2009).
Gambar 4.10 Dugaan pola aliran sungai bawah tanah
Pada Gambar 4.10, aliran yang berasal dari Luweng Sapen berikutnya
bergerak ke selatan pada lintasan 6 dan lintasan 3. Pada lintasan 6 memiliki
anomali batuan karbonat yang diduga lorong dari sungai bawah tanah bercabang
menjadi dua. Kedua lorong berada pada kedalaman sekitar 70 meter dari
permukaan sehingga aliran yang berasal dari Luweng Sapen dapat dikatakan
commit to user
40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bergerak menuju lorong pada lintasan keenam. Selanjutnya bergerak semakin ke
selatan menuju lorong pada lintasan ke 3 dengan dasar lorong berada pada
kedalaman 120 meter. Diduga pada lintasan lima juga terdapat lorong aliran
sungai bawah tanah namun letaknya lebih dalam dari lorong lintasan sebelumnya
sehingga tidak tercakup dalam penampang lateral 2 dimensi. Selain aliran yang
bergerak ke selatan aliran air sungai bawah tanah yang berasal dari Luweng
Sapen. Diduga juga bergerak menuju bergerak kearah timur yakni lintasan 7
dengan lorong berada pada kedalaman 60 meter.
Penelitian
menggunakan
metode
geolistrik
konfigurasi
Wenner-
Schlumberger ini, dapat digunakan sebagai survei awal untuk menambah referensi
dalam melakukan pengeboran untuk mencari sumber-sumber mata air baru yang
dapat dimanfaatkan untuk kehidupan. Adanya survei awal ini dapat memperbesar
kemungkinan didapatkan letak-letak keberadaan akifer sebagai tempat kesarangan
air pada daerah ini.
commit to user
41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan dan interpretasi dapat diambil kesimpulan
bahwa pada Dusun Mudal, Desa Gebangharjo, Kecamatan Pracimantoro diduga
terdapat sistem sungai bawah tanah. Potensi akifer berdasarkan nilai rentang
resistivitas hasil pengolahan data berada pada rentang 50resistivitas batuan karbonat tersebut diduga batuan karbonat dalam keadaan basah
dan berisi air sehingga dapat mensuplai sungai bawah tanah Luweng Sapen. Pada
lintasan ketujuh lapisan batuan karbonat berbentuk seperti lorong yang berada
pada kedalaman sekitar 60 meter dari permukaan dengan jarak 280-360 meter dari
pusat pengambilan data dan memiliki resistivitas batuan karbonat sekitar 82,8
karbonat dalam
keadaan basah sehingga dapat dikatakan lorong tersebut berpotensi sebagai akifer
yang dapat menampung dan mengalirkan air pada waktu tertentu. Pola aliran
sungai bawah tanah Luweng Sapen diduga menuju kearah utara pada lintasan
empat dan kemudian ke selatan bercabang menjadi dua lorong, cabang pertama
menuju kearah timur lintasan tujuh dan cabang kedua diduga menuju semakin ke
selatan menuju lintasan tiga dan menuju lorong yang lebih dalam pada lintasan
lima.
5.2.
Saran
Dilakukan penelitian dengan panjang lintasan dan datum point lebih
panjang, agar didapat kedalaman dan cakupan area yang lebih dalam dan luas,
serta pengambilan data yang lebih banyak dengan jarak lintasan satu dengan yang
lain lebih rapat agar diperoleh informasi bawah permukaan lebih detail akurat.
commit to user
42
Download