1 LAPORAN PENELITIAN DOSEN PEMULA DAMPAK DEMAM

advertisement
Kode/ Rumpun Ilmu : 803/ Bimbingan dan Konseling
1
LAPORAN PENELITIAN DOSEN PEMULA
DAMPAK DEMAM VIRUS KOREA TERHADAP IDENTITAS DIRI REMAJA
OLEH:
Ketua
: Astiwi Kurniati, S.Pd
(NIDN 0614127001)
Anggota 1
: Dra. Indiati, M.Pd
(NIDN 0028036001)
2
: Nofi Nur Yuhenita, S.Pd (NIDN 0609118701)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
MARET 2013
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Korea merupakan salah satu negara yang memiliki perkembangan industri yang
melaju dengan pesat. Perkembangan industri di Korea membuka peluang perkembangan
potensi budayanya melalui musik dan fashion untuk diperkenalkan kepada negara lain. Di
Indonesia pun setiap tahunnya sering diadakan kegiatan pekan budaya Korea diberbagai
daerah. Kerja sama pemerintah Korea dengan pemerintah Indonesia dan sejumlah Perguruan
Tinggi dalam negeri serta masyarakat membuat usaha mereka menyebarluaskan budaya
berhasil.
Masa remaja merupakan periode yang dimulai dari pubertas sampai dewasa muda
merupakan salah satu tahap perkembangan yang krusial, karena diakhir periode ini seseorang
harus mencapai perasaan identitas ego (ego identity) yang teguh. Meskipun identitas ego tidak
pernah mulai atau berakhir selama masa remaja, krisis antara identitas dan kebingungan
identitas meningkat selama tahapan ini, hal tersebut memunculkan kesetiaan, kekuatan dasar
masa remaja (Feist, 2008:223).
Menurut Gunarso (2006: 206) salah satu tugas perkembangan remaja adalah menemukan
model dan identitas diri. Hal tersebut diperkuat teori dari Bandura yang menyatakan masa
remaja bertentangan dan pemberontakan karena lebih menitikbertakan ungkapan-ungkapan
bebas dan ringan dan ketidapatuhan, misalnya model guntingan rambut, pakaian yang nyntrik,
bacaan-bacaanya, kesukaan, film atau lagu yang ditonton maupun didengarkan. Sehingga pada
masa remaja inilah perilaku meniru atau mencontoh berkembang dengan sanagat pesat.
Remaja di sekitar kita saat ini banyak dilanda demam Korean Wave seperti musik, fashion,
dan film drama. Korean Wave atau demam Korea ini disebut dengan istilah Hallyu. Banyak
remaja yang mengidolakan penyanyi ataupun pemain film Korea, bahkan banyak remaja yang
menjadikannya sebagai kiblat dalam berperilaku. Hal ini dapat dilihat dari semakin tingginya
minat para remaja dalam mendalami budaya Korea, semakin menjamurnya kursus-kursus
bahasa Korea, menu masakan Korea yang semakin digemari, serta berbagai model fashion
Korea yang semakin diburu remaja. Hal ini jika berlangsung terus menerus dapat mengikis
rasa cinta pada budaya bangsa sendiri, dan akan menimbulkan kebingungan identitas diri pada
3
remaja di Indonesia. Hal tersebut diperkuat oleh pengamat budaya Korea-Indonesia yang
menyatakan bahwa demam Korea ini akan bertahan lama di Indonesia (tempo.com)
Ciri-ciri musik Korea yang dapat dinikmati oleh masyarakat adalah penampilan, cara
bernyanyi, gerak tubuh, dan jenis musik. Penampilan yang dimaksud adalah pakaian yang
dipakai merupakan pakaian yang sedang trend saat ini. Aliran musik Korea yang digemari
remaja adalah pop dengan memasang sang vokalis yang berwajah tampan /cantik serta
didukung oleh gerakan tubuh yang sangat luar biasa. Sejak musik Korea terdengar di telinga
orang Indonesia, banyak yang berminat untuk mendengarkannya, terutama remaja.
Alasan menyukai musik Korea adalah irama lagu yang enak didengar, personelnya yang
ganteng dan cantik, menyanyikan lagu dengan gerakan tarian yang dinamis dan kompak.
Alasan-alasan itu merupakan alasan utama yang membuat masyarakat Indonesia
menyukainya.
Musik Korea atau K-pop, telah menjadi trendsetter yang diikuti anak-anak muda, bukan
hanya aliran musiknya, namun juga gayanya berpakaian. Hal tersebut dapat
dikatakan,
Korean Wave adalah keberhasilan pemerintah Korea Selatan melakukan inflitrasi budaya di
berbagai negara. Remaja berada pada masa transisi atau peralihan masa kanak-kanak menuju
masa dewasa sangat rentan terhadap pengaruh perkembangan jaman (Dariyo, 2004:13), salah
satunya terpengaruh fenomena Hallyu
Dampak dari permasalahan diatas adala banyaknya
remaja yang mengalami krisis
identitas, contohnya: remaja yang mengandrungi artis idola sampai menginternalisasi dalam
diri dan perilaku sehari-hari. Remaja yang mengidolakan artis dan bintang film Korea meniru
hampir semua yang ada pada idolanya tersebut, bahkan mereka rela mengorbankan apapun
demi menuruti kesenangannya terhadap sang idola. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana para
Korean Fanatik berbondong-bondong menonton konser artis idolanya. Harga tiketnya pun
terbilang cukup mahal, harga termurah sekitar Rp. 500.000, untuk dua jam penampilan idola
tersebut. Group 2PM dengan lagu hitnya Hands Up mengadakan Asia Tour in Jakarta pada
11 November 2011 yang lalu menunjukkan antusiasme remaja Indonesia akan semakin
boomingnya kehadiran Korean Wave di negeri ini. Konser yang dihadiri sekitar 6000
penonton ini semakin membuktikan bahwa remaja Indonesia sangat fanatik terhadap Korean
Wave. Bahkan dalam waktu dekat Boyfriend, Sistar dan Super Junior siap menggemparkan
Jakarta dengan penampilannya.
4
Tidak hanya mengidolakan ketika dipanggungg tindakan para fans pun sudah diluar
nalar. Mereka sengaja menampar idolanya, membuntuti kemana idolanya pergi, merangsek
masuk ke dalam hotel dimana idolanya menginap dan mencoba menciumnya dengan paksa.
Bahkan tidak sedikit yang menyayat tangan dan lehernya hanya untuk menuliskan sebuah
surat dengan tinta darah pada idolanya, dan meminta idolanya menikahinya.
Tindakan-tindakan yang berlebihan dan sangat diluar batas yang dilakukan para fans
tersebut merupakan dampak dari kefanatikan mereka pada Korean Idol akibat menjamurnya
Korean Wave secara global, khususnya di Indonesia. Tentu saja hal ini memerlukan
penanganan yang lebih pada para Korean Fanatik.
Perilaku yang ditunjukkan oleh para remaja tersebut sejalan dengan teori psiko kognitif
social dari Albert Bandura yang menyatakan bahwa proses pembelajaran dengan mengamati
(observational Learning) jauh lebih efisien dan men‟darah daging‟ pada si pembelajar. Proses
pemodelan ini mencakup penambahan dan pencarian perilaku yang diamati, untuk kemudian
melakukan generalisasidari satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Alwisol, 2004:286287).
Melalui observasi sementara, peneliti melihat fenomena demam Korea atau Hallyu yang
sudah mewabah dikalangan para mahasiswa khususnya program studi Bimbingan dan
Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Magelang.
Perilaku yang mengindikasikan mereka sangat mengidolakan budaya Korea misalnya gaya
fashion dengam style Korea, film dan lagu Korea yang selalu mengikuti, artis idola, bahasa
“gaul” Korea, background power poin ketika memperensentasi tugas bergambar artis Korea
sampai winamp di laptop semua berisi lagu-lagu Korea.
Ketika perilaku remaja tersebut diatas dianggap wajar dikhawatirkan pembentukan
identitas diri akan mengalami hambatan. Sehingga remaja mengidentifikasi dirinya kepada
tokoh yang diidolakan secara berlebihan tanpa melihat pengembangan identitas diri sangat
dibutuhkan pada masa remaja. Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka peneliti ingin
mengembangkan lebih lanjut melalui penelitian dengan judul Dampak Demam Virus Korea
Terhadap Identitas Diri Remaja.
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah :
1. Bagaimana persepsi mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP UMM
terhadap virus Korea?
2. Bagaimana dampak virus Korea terhadap gaya hidup mahasiswa Program Studi
Bimbingan dan Konseling FKIP UMM?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui
persepsi mahasiswa Program studi Bimbingan dan Konseling FKIP
UMM.
2. Mengetahui dampak virus Korea terhadap gaya hidup mahasiswa Program Studi
Bimbingan dan Konseling FKIP UMM.
D. Target Luaran yang Diharapkan
1. Publikasi hasil penelitian dalam jurnal ilmiah terakreditasi Nasional.
2. Pengayaan bahan ajar peneliti terkait mata kuliah yang diampu.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Demam Korea
1. Pengertian Demam Korea
Kegemaran akan budaya pop Korea dimulai di Republik Rakyat Cina dan Asia
Tenggara mulai akhir 1990-an. Istilah Hanliu atau Hallyu diadopsi oleh media Cina
setelah album musik pop Korea, HOT, dirilis di Cina. Serial drama TV Korea mulai
diputar di Cina dan menyebar ke negara-negara lain seperti Hongkong, Vietnam,
Thailand, Indonesia, Filipina, Jepang, Amerika Serikat, Amerika Latin dan Timur
Tengah. Pada saat ini, Hallyu diikuti dengan banyaknya perhatian akan produk Korea
Selatan, seperti masakan, barang elektronik, musik dan film. Fenomena ini turut
mempromosikan Bahasa Korea dan budaya. Korea ke berbagai negara. Pemerintahan
Korea sendiri sangat mendukung dan memiliki peran dalam mewabahnya Hallyu.
Dukungan tersebut diwujudkan dengan menghindarkan diri dari gempuran industri
entertaiment dari barat. Hal ini menjadikan orang korea sendirilah yang harus
menciptakan produk-produk media massanya sendiri. Selain itu dukungan dari
pemerintah juga diwujudkan melalui berbagai event seni seperti festival-festival film dan
music bertaraf Internasional.
Pendapat lain mengatakan bahwa istilah demam Korea atau Hallyu diberikan untuk
tersebarnya budaya Pop Korea secara global di berbagai negara di dunia. Umumnya
Hallyu memicu banyak orang-orang di negara tersebut untuk mempelajari bahasa Korea
dan Kebudayaan Korea (Wikipedia.org).
Beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa demam Korea atau Hallyu
adalah perilaku meniru budaya Korea secara global yang ditunjukkan melalui fashion,
K-Pop sampai pada minat yang tinggi untuk mempelajari bahasa dan budaya Korea.
7
2. Jenis Hallyu
a. Drama Korea
Drama Korea merupakan penyebab dari mulainya Hallyu di berbagai negara.
Warga Korea Selatan senang menonton drama dan film dan mendengar musik.
Perusahaan TV Korea mengeluarkan biaya besar untuk memproduksi drama dan
beberapa diantaranya mencetak kesuksesan diekspor ke luar negeri. Drama televisi
yang memicu Hallyu antara lain, Winter Sonata, Dae Jang Geum, Stairway to
Heaven, Beautiful Days dan Hotelier. Fenomena ini memiliki andil untuk
mempromosikan Bahasa Korea dan budaya. Korea ke berbagai negara. Alur
ceritanya yang kuat, genre yang bervariasi dan juga akting dari para pemeran yang
dapat dengan mudah menangis secara natural menyebabkan banyak penduduk Asia
yang melihat drama Korea menjadi terenyuh hatinya. Selain itu, cerita yang
ditanmpilkan sesuai dengan budaya masyarakat Asia pada umumnya, konsep
mengenai cinta sejati, pengorbanan, dan konsep kehidupan lain yang tergambar
dalam drama Korea tidak bertentangan terlalu jauh dengan konsep kehidupan yang
ada pada masyarakat Asia pada umumnya. Faktor-faktor tersebut menjadikan drama
Korea lebih mengena bagi masyarakat Asia dibandingkan dengan drama dari barat.
b. Film Korea
Film Korea bersama drama TV dan musik pop, merupakan produk utama Hallyu
yang dinikmati tidak hanya di dalam negeri, namun juga di berbagai negara. Pada
awalnya, film Hongkong mendominasi bioskop di Asia, namun dengan kehadiran
Hallyu, mulai tersaingi oleh film Korea. Film produksi Korea Selatan dikenal karena
alur ceritanya yang kuat dan genre yang bervariasi sehingga menarik banyak
penonton.
c. K-Pop
K-Pop kepanjangan dari Korean Pop (Musik Pop Korea) merupakan jenis musik
popular yang berasal dari Korea Selatan. Jenis musik ini adalah pop. Banyak artis
dan kelompok musik berasal dari Korea Selatan yang popular di mancanegara.
Kegandrungan akan music K-Pop merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
Demam Korea (Hallyu/ Korean Wave) diberbagai Negara termasuk di Indonesia.
Sedangkan K-Pop sendiri dipengaruhi oleh J-Pop (Japan Pop) sejak tahun 1960an.
8
Menurut pengamat musik Ben Leo musik Korea bangkit karena adanya pengaruh
kebangkitan musik Jepang, terbukti menjamurnya group vocal baik boyband maupun
girlband. Musik Korea mempunyai dua unsur utama yaitu fashion dan musiknya itu
sendiri. Biasanya musik Korea mengusung musik dance, hiphop, mementingkan
koreagrafi, kostum yang menarik serta wajah yang memang sangat digandrungi oleh
remaja (Tempo, 26 November 2012)
.
3. Perkembangan Hallyu dari masa ke masa
Pada tahun 1950 an dan 1960 an pengaruh budaya Barat mulai masuk ke Korea.
Terbukti dengan diadakannya pertunjukkan musik
yang diadakan oleh pangkalan
Militer AS di Korea Selatan. Musik Korea awalnya terbagi menjadi genre yang berbedabeda. Tahun 1960 an genre “oldies” yang dipengaruhi musik barat, tahun 1970 aliran
musik rock dengan pionirnya Cho Yong-pil, dan Trot. Tahun 1992 muncul kelompok
Seo Taiji and Boys di tahun 1992 menendakan awal musik pop modern di Korea yang
memberikan warna baru dengan aliran musik rap, rock, techno Amerika. Musik pop
dekade 90 an cenderung beraliran dance dan hip hop. Pasar utama musik-musik tersebut
adalah remaja, sehingga pada dekade ini muncul banyak group “teen idol” yang sangat
digandrungi remaja seperti CLON, H.O.T, Sechs Kies, S.E.S, dan g.o.d.
Pada tahun 2000-an pendatang-pendatang baru berbakat mulai bermunculan. Aliran
musik R&B serta Hip-Hop yang berkiblat ke Amerika mencetak artis-artis semacam MC
Mong, 1TYM, Rain, Big Bang yang cukup sukses di Korea dan luar negeri. Beberapa
artis underground seperti Drunken Tiger, Tasha (Yoon Mi-rae) juga memopulerkan
warna musik kulit hitam tersebut. Musik rock masih tetap digemari di Korea ditambah
dengan kembalinya Seo Taiji yang bersolo karier menjadi musisi rock serta Yoon Do
Hyun Band yang sering menyanyikan lagu-lagu tentang nasionalisme dan kecintaan
terhadap negara. Musik techno memberi nuansa moderen yang tidak hanya disukai di
Korea saja, penyanyi Lee Jung-hyun dan Kim Hyun-joong bahkan mendapat pengakuan
di Cina dan Jepang. Musik balada masih tetap memiliki pendengar yang paling banyak
di Korea. Musik balada Korea umumnya dikenal dengan lirik sedih tentang percintaan,
seperti yang dibawakan oleh Baek Ji Young, KCM, SG Wannabe, dan sebagainya.
Musik balada umumnya digemari karena sering dijadikan soundtrack drama-drama
9
televisi terkenal seperti Winter Sonata, Sorry I Love You, Stairway to Heaven dan
sebagainya.
Berbagai artis Korea menangguk kesuksesan di dunia internasional seperti BoA
yang menembus Jepang dan digemari di banyak negara. Kemudian artis-artis lain seperti
Rain, Se7en, Shinhwa, Ryu Shi-won, dan sebagainya berlomba-lomba untuk
menaklukkan pasar musik di Jepang. Rain tercatat sebagai artis Asia pertama yang
mengadakan konser internasional bertajuk RAINY DAY 2005 Tour, di Madison Square
Garden.
Fenomena Hallyu ini mulai menerpa Indonesia pada tahun 2002 dengan boomingnya drama seri Korea seperti Endless Love. Merebaknya Hallyu di negara-negara Asia
Timur dan beberapa negara Asia Tenggara termasuk Indonesia telah menunjukkan
adanya aliran budaya dari Korea ke negara-negara tetangganya.
B. Identitas Diri Remaja
1. Pengertian Remaja
Remaja dalam bahasa Latin adalah adolescence, yang artinya “tumbuh atau tumbuh
untuk mencapai kematangan”. Istilah adolescence sesungguhnya mempunyai arti yang
luas, mencakup kematangan mental,emosional, social, dan fisik (Hurlock, 1991).
Pandangan ini didukung oleh Piaget (Hurlock, 1991) yang mangatakan bahwa secara
psikologis remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam
masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah
tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. Memasuki
masyarakat dewasa ini mengandung banyak aspek afektif, lebih atau kurang dari usia
pubertas.
Masa remaja adalah waktu meningkatnya perbedaan di antara anak muda mayoritas,
yang diarahkan untuk mengisi masa dewasa dan menjadikannya produktif, dan minoritas
yang akan berhadapan dengan masalah besar. Masa remaja berlangsung antara umur 12
tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi
pria. Rentang usia remaja ini dapat di bagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12 atau 13 tahun
sampai dengan 17 atau 18 tahun adalah masa remaja awal dan usia 17 atau 18 sampai
dengan 21 atau 22 tahun adalah masa remaja akhir.
10
Remaja sebenarnya tidak memiliki tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk
golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk masuk ke
golongan orang dewasa. Remaja berada di antara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu
remaja seringkali dikenal dengan fase “mencari jati diri” atau fase “topan dan badai”.
Remaja masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik
maupun psikisnya. Namun fase remaja merupakan fase perkembangan yang berada pada
masa amat potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi maupun fisik (Monks; 2004).
Berdasar seluruh definisi remaja yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa
remaja termasuk dalam kategori usia 12 tahun sampai 22 tahun, berada pada masa transisi
antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mengalami fase perkembangan menuju
kematangan secara mental, emosi, fisik, dan sosial.
2. Pengertian Identitas Diri
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia identitas adalah ciri atau keadaan khsus
seseorang, sedangkan diri adalah seseorang (terpisah dari yang lain). Sehingga
identitas diri dapat diartikan sebagai pembeda seseorang dengan oang lain.
(www.edukasi.kompasiana.com 2011/12/07)
Adam dan Gullota, 1983 (dalam Desmita, 2005 : 211), menggambarkan tentang
identitas sebagai berikut :“Identity is a complex psychological phenomenon. It might be
thought of as the person in personality. It includes our own interpretation of early
childhood identification with important individual in our lives. It includes a sense of
identity integrates sex-role identification, individual ideology, accepted group norms and
standards, and much more”.
Pengertian identitas adalah sebuah fenomena psikologi yang kompleks dan
menyangkut tentang cara pemikiran seseorang dalam kepribadiannya yang meliputi
identifikasi dengan individu yang dianggap penting dalam kehidupan mulai dari awal
masa kanak-kanak, termasuk identifikasi peranan seks, ideologi individu, penerimaan
norma kelompok, dan banyak lagi.
Menurut
Marcia
dan
Watterman
(2000),
identitas
diri
merujuk
kepada
pengorganisasian atau pengaturan dorongan-dorongan, kemampuan-kemampuan dan
keyakinan-keyakinan ke dalam citra diri secara konsisten yang meliputi kemampuan
11
memilih dan mengambil keputusan baik menyangkut pekerjaan, orientasi seksual dan
filsafat hidup.
Identitas merupakan perasaan subjektif tentang diri yang konsisten dan berkembang
dari waktu ke waktu. Dalam berbagai tempat dan berbagai situasi sosial, seseorang masih
memiliki perasaan menjadi orang yang sama sehingga orang lain yang menyadari
kontinuitas karakter individu tersebut dapat merespon dengan tepat.
Erikson mengatakan bahwa identitas diri adalah mengenal dan menghayati dirinya
sebagai pribadi sendiri tidak tenggelam dalam peran yang dimainkan, misalnya sebagai
anak, pelajar, teman sejawat (Psychologymania.com/2012/09).
Beberapa pengertian tentang identitas diri remaja tersebut diatas dapat dimpulkan
bahwa identitas diri remaja adalah ciri khas individu yang melaekat padanya dan diartikan
sebagai pembeda individu satu dengan individu lainnya.
3. Pembentukan Identitas Diri
Menurut Marcia (1993) pembentukan identitas diri merupakan „identity formation
involves a synthesis of childhood skills, beliefs, and identification into a more or less
coherent, unique whole that provides the young adult with both a sense of continuity with
the past and a direction for the future’. Pengertian yang disampaikan Marcia ini
menjelaskan bahwa dalam pembentukan identitas diri terdapat aspek-aspek pengalaman,
kepercayaan dan identifikasi pada masa kanak-kanak dan remaja yang menjadi dasar
terbentuknya identitas pada masa dewasa awal yang akan maemberikan arah untuk masa
depan dan menjadi sebuah benang pengait dengan masa lalu.
Pembentukan identitas diri dapat digambarkan melalui status identitas berdasarkan ada
tidaknya eksplorasi (krisis) dan komitmen. Eksplorasi atau krisis merupakan suatu periode
dimana terdapat keinginan untuk berusaha mencari tahu, menyelidiki berbagai pilihan
yang ada dan aktif bertanya secara serius untuk mencapai sebuah keputusan tentang
tujuan-tujuan yang akan dicapai, nilai-nilai, dan keyakinan-keyakinan. Menurut Marcia
(1993) dimensi eksplorasi yaitu:
a. Sudah melalui eksplorasi (past crisis)
Individu yang berada pada tahap ini memiliki pemikiran aktif terhadap sejumlah
variasi dari aspek-aspek identitas yang potensial sudah berlalu saat ini. Individu
mampu menyelesaikan krisis dan memiliki pandangan yang pasti tentang masa
12
depan atau tugas tersebut ditunda tanpa mencapai adanya sebuah kesimpulan yang
bermakna.
b. Sedang dalam eksplorasi (in crisis)
Individu berada dalam tahap ini ketika sedang berusaha untuk mencari tahu dan
menjajagi pertanyaan-pertanyaan mengenai identitas dan sedang berjuang untuk
membuat keputusan hidup yang penting.
c. Tidak adanya eksplorasi (absence of crisis)
Individu dikatakan tidak mengalami eksplorasi ketika tidak pernah merasa penting
untuk melakukan eksplorasi pada berbagai alternatif identitas tentang tujuan yang
ingin dicapai, nilai ataupun kepercayaan seseorang.
Sedangkan komitmen merupakan suatu periode dimana ada pembuatan pilihan
yang relative tetap mengenai aspek-aspek identitas seseorang dan terlibat dalam
aktivitas yang secara signifikan mengarahkan kepada perwujudan pilihan yang
sudah diambil. Dimensi dari komitmen menurut Marcia (1993) yaitu:
a. Individu memiliki komitmen ketika aspek identitas yang dimiliki indivdu berguna
untuk mengarahkan perilaku di masa depan dan tidak adanya peubahan yang
besar pada aspek tersebut.
b. Tidak adanya komitmen ditunjukkan dengan keragu-raguan yang dialami
seseorang, sedangkann tindakan yang terus berubah-ubah, tidak terarah, dan
membentuk komitmen personal pada saat ini bukanlah suatu hal yang penting.
4. Perkembangan Identitas Diri
Setiap individu pada dasarnya dihadapkan pada suatu krisis. Krisis itulah yang
menjadi tugas bagi seseorang untuk dapat dilaluinya dengan baik. Pada diri remaja
yang mengalami krisis, menurut Erikson (dalam Alwisol, 2009:122), berarti
menunjukkan bahwa dirinya sedang berusaha mencari jati dirinya.Krisis disini
dimaksudkan ialah suatu masalah yang berkaitan dengan tugas perkembangannya yang
harus dilalui oleh setiap individu, termasuk remaja. Keberhasilan menghadapi krisis
akan meningkatkan dan mengembangkan kepercayaan dirinya, berarti mampu
mewujudkan jati dirinya (self identity), sehingga ia merasa siap untuk menghadapi
13
tugas perkembangan berikutnya dengan baik, sebaliknya individu yang gagal dalam
menghadapi suatu krisis cenderung akan memiliki kebingungan identitas (identity
disffusion). Orang yang memiliki kebingungan ini ditandai dengan adanya perasaan
tidak mampu, tidak berdaya, penurunan harga diri, tidak percaya diri, akaibatnya ia
pesimis menghadapi masa depan.
5. Pembagian atau Domain Identitas Diri
Menurut Marcia (1993) domain identitas diri meliputi dua bagian yaitu : domain utama
(core domain) dan domain tambahan (supplemental domain). Penelitian ini lebih
menekankan pada ranah domain tambahan yang meliputi :
a. Hobi/minat
b. Hubungan dengan teman
c. Hubungan dengan kekasih
d. Peran pasangan
e. Peran orangtua
f. Prioritas antara keluarga dan karir.
Salah satu domain tambahan tersebut diatas adalah hobi/minat, terkait dalam penelitian
ini adalah bentuk ketertarikan atau minat emaja untuk mengikuti trend Korea atau sering
disebut wabah Hallyu.
6. Karakteristik Identitas Diri
Beberapa ciri individu yang memiliki identitas diri, yaitu individu tersebut haruslah
memiliki karakteristik seperti : (Dariyo, 2004 : 80)
a. Konsep diri ; yakni gambaran diri tentang aspek fisiologis maupun psikologis
yang berpengaruh pada perilaku individu dalam penyesuaian diri dengan orang
lain.
b. Evaluasi diri ; yakni penerimaan dan kekurangan yang ada pada diri individu yang
baik, berarti ia memiliki kemampuan untuk menilai, mengevaluasi potensi dirinya
sendiri.
c. Harga diri ; yakni sejauh mana individu dapat menghargai diri sebagai seorang
pribadi yang memiliki kemandririan, kemauan, kehendak, dan kebebasan dalam
menentukan perilaku dalam hidupnya.
14
d. Efikasi
diri
;
yakni
kemampuan
untuk
menyadari,
menerima
dan
mempertanggungjawabkan semua potensi, ketrampilan atau keahlian secara tepat.
e. Kepercayaan diri ; yakni keyakinan terhadap diri sendiri bahwa ia memiliki
kemampuan dan kelemahan, dan dengan kemampuan tersebut ia merasa optimis
dan yakin akan mampu menghadapi masalahnya dengan baik.
f. Tanggung jawab ; yakni rasa tanggung jawab terhadap apa yang menjadi hak dan
kewajibannya.
g. Komitmen ; yakni tekad atau dorongan internal yang kuat untuk melaksanakan
suatu janji, ketepatan hati yang telah disepakati sebelumnya, sampai benar-benar
selesai dengan baik.
h. Ketekunan ; yakni didalam diri individu muncul etos kerja yang pantang
menyerah sebelum segala sesuatunya selesai. Ketekunan tidak mengenal putus
asa, dalam arti bahwa apa yang dilakukannya selalu berorientasi kemasa depan.
i. Kemandirian ; yakni sifat yang tidak bergantung pada orang lain. Individu akan
berusaha menyelesaikan masalah dalam hidupnya sendiri. Semua karakteritik
tersebut tidak dapat dipisah-pisah antara satu dengan yang lainnya.
Semua saling berkaitan dan menunjang untuk membentuk sinergisme, sehingga
menjadi daya kekuatan yang mampu mendorong seseorang untuk menjadi pribadi yang
dewasa (adequate personality).
7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Identitas Diri
Menurut Papalia, Old dan Feidman (dalam Dariyo, 2004:86-87) bahwa orangtua dan
kepribadian remaja akan menentukan pembentukan identitas dirinya.
15
Tabel 1. Faktor-faktor Pembentukan Identitas Diri
Faktor
Identitas Matang
Foreclosure
Moratorium
Identity
Diffussion
Keluarga
Orang tua: supportif, Orang tua: tak
perhatian,mempercayai terima
anak.
sikap/perasaan
anak.
Tak
dengarkan
keluhan/kehendak
anak.
Kepribadian Anak punya kekuatan
ego,
kemandirian,
kontrol diri internal,
akrab, percaya diri,
inisiatif, kreatif, dan
berprestasi.
Anak tergantung,
kontrol
diri
eksternal, cemas,
tidak percaya diri.
Orang tua tidak
punya
aturan
jelas.
Anak
bingung
terhadap otoritas
orang tua.
Orang
tua
permisif,
tidak
berwibawa dan
tidak beri arahan,
bimbingan
dengan baik.
Anak
cemas,
takut
gagal,
egois,
kurang
percaya
diri,
harga
diri/konsep diri
rendah.
Perkembangan
konsep diri anak
lambat,
kemampuan
kognitif
tidak
berfungsi
baik,
ragu-ragu, pasif,
tidak inisiatif.
C. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang memiliki relevansi dengan penelitian ini adalah :
1. Penelitian dengan judul serupa pernah dilakukan oleh Rika Hikmah Rizkia dari
Universitas Sumatera Utara dengan judul Bimbingan dan Konseling bagi Korean
Fanatik, dimana hasil penelitian itu menyimpulkan bahawa salah satu yang membuat
remaja fanatik pada budaya Korea adalah K-Pop yang mampu menyedot perhatian
para penggemar music Korea dengan Boy band maupun girlband yang berdampak
pada pembentukan identitas diri remaja.
2. Penelitian dengan judul Daya Tarik Trend Fashion Korea sebagai Budaya Populer di
Kalangan Mahasiswa Kota Bandung yang dilakukan oleh Dara Tressia, dimana hasil
penelitian itu memberikan suatu kesimpulan a). Kekuatan yang di dapat mahasiswa
sbagai media ekspresi dengan gayanya yang membedakan dengan mahasiswa
16
lainnya, 2).penampilan dari trends fashion karena menarik, unik, menjadi daya tarik
mahasiswa dengan pemakaian, aksesoris, tatanan rambut dan make-up, 3).
Pemakaian media massa elektronik, cetak media sosial memudahkan mereka
mendapatkan referensi. Kesimpulan penelitian ini adalah
daya tarik dari trend
fashion Korea menyebabkanya suatu budaya populer yang baru muncul di kalangan
mahasiswa Bandung.
17
BAB III.
METODE PENELITIAN
A.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling
Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Muhammadiyah Magelang, Jalan Tidar
21 Magelang.
B.
Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu
1. Variabel Bebas adalah Virus Korea
2. Variabel Terikat adalah Identitas Diri
C.
Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Virus Korea adalah usaha untuk mencontoh atau modelling kebudayaan Korea
yang meliputi artis, film fashion dan tatanan rambut yang menginternalisasi dalam
diri seseorang atau remaja.
2. Identitas diri adalah ciri khas individu yang melekat padanya dan diartikan sebagai
pembeda individu satu dengan lainnya.
D. Metode Penelitian
Metode dalam penelitian ini menggunakan kuantitatif deskriptif.
E. Rancangan Peneltian
Rancangan penelitian ini adalah korelasi, dengan alur diagram sebagai berikut :
X
y
18
Ket :
X = Virus Korea
Y = Identitas Diri
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan:
1. Angket/Kuesioner
Angket/kuesioner dipergunakan untuk memperoleh data virus korea dan identitas
diri. Adapun angket Identitas diri adalah sebagai berikut :
Kisi-Kisi Identitas Diri
No.
Aspek
Nomor Item
Jumlah
1.
Identity Self (diri identitas)
11, 21, 57, 63
4
2.
Behavioral Self (diri pelaku)
2, 8, 19, 23, 24, 28, 36, 46, 52, 13
53, 59, 68, 69
3.
Judging Self ( diri penerimaan 7, 9, 13, 18, 27, 35, 51, 55, 58, 10
atau penilaian)
62, 66
4.
Physical Self (diri fisik)
1, 17, 25, 40, 47, 48
5.
Moral-Ethical Self ( diri etik- 6, 26, 33, 38, 39, 41, 49, 60, 64
7
10
moral)
6.
Personal Self (diri pribadi)
4, 14, 15, 20, 29, 32, 45, 50, 56, 10
67, 70
7.
Family Self (diri keluarga)
3, 10, 12, 22, 30, 31, 42, 43, 44, 11
54, 65
8.
Social Self (diri sosial)
5, 16, 34, 37, 61
5
Angket yang sudah disusun berdasarkan kisi-kisi berjumlah 70 butir item, kemudian
di ujicobakan kepada 30 responden. Hasil uji coba tersebut dianalisa dengan
menggunakan SPSS 16 untuk mengetahui validitas dan reliabilitas, sehingga
19
diperoleh 32 item valid. Setelah dianalisa dan diketahui item-item yang valid
kemudian disusun format final angket yang dilengkapi bagian pengantar, identitas
responden, petunjuk pengerjaan.
2. Observasi
Observasi dalam penelitian ini adalah untuk mengamati perilaku responden terkait
demam virus Korea yang meliputi : gaya berbusana dan asesoris (fashion), potongan
rambut, lagu-lagu, artis idola.
G. Analisa Data
Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisa diskripif.. Teknik menganalisis
data pertama-tama memastikan bahwa semua data dan landasan teori yang diperlukan telah
diperoleh dengan baik. Setelah itu menghitung jumlah data, dan mengklasifikasikan jawabanjawaban dari tiap pertanyaan pada angket/kuesioner berdasarkan jumlah responden yang
memilih. Langkah berikutnya, sesuai dengan jenis penelitian, menghubungkan data-data
yang satu dengan yang lain dan juga dengan landasan teori yang ada. Langkah terakhir,
membuat laporan dari penelitian ini.
20
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasar pengambilan data di lapangan, diperoleh hasil bahwa maraknya budaya
Korea yang muncul di kalangan remaja mempunyai dampak terhadap identitas diri. Data
yang diperoleh menggambarkan bahwa remaja yang terjangkit virus Korea akan
mengimitasi apa yang mereka lihat dari budaya Korea yang ditampilkan melalui film,
drama dan lagu yang bernuansa Korea, hal ini akan nampak dari bagaimana remaja
berpenampilan. Keadaan ini akan mempengaruhi identitas diri remaja. Remaja yang
sangat fanatic terhadap „tren Korea‟ akan cenderung mempunyai identitas diri yang
rendah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 70 sampel, terdapat 37 responden
mempunyai skor identitas diri yang tinggi, 30 responden mempunyai skor sedang, dan 3
responden mempunyai skor yang rendah. Tinggi rendahnya identitas diri remaja dalam
penelitian ini merupakan dampak dari tingkat imitasi yang tinggi terhadap budaya Korea.
B. Pembahasan
Remaja adalah mereka yang telah meninggalkan masa kanak-kanak yang penuh
ketergantungan dan menuju masa pembentukan tanggung jawab. Masa remaja ditandai
dengan pengalaman-pengalaman baru yang sebelumnya belum pernah terbayangkan.
Pengalaman-pengalaman tersebut antara lain dalam pergaulan yang diperoleh secara
langsung maupun tidak langsung. Salah satu bentuk pergaulan yang tidak langsung adalah
melalui imitasi. Imitasi ini diperoleh remaja salah satunya melalui media.
21
Tren drama seri Korea di kalangan remaja ternyata ikut memengaruhi cara mereka
berpenampilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan atau kelebihan yang
didapat remaja dari imitasi yang dilakukan terhadap tren Korea adalah sebagai media
ekspresi dengan gaya yang membedakan dengan remaja lain, salah satunya adalah nampak
dari tren fashion. Penampilan fashion Korea yang menarik, unik, dan kreatif menjadi daya
tarik bagi para remaja. Adanya pemakaian media massa baik elektronik, cetak, ataupun
media sosial memudahkan remaja mendapat referensi.
Adanya daya tarik dari tren Korea menyebabkan munculnya suatu budaya popular di
kalangan remaja. Proses pengimitasian diri menjadi ke-korea-korea-an ini akan terus
belanjut, dan dapat identitas remaja sebenarnya. Ancaman budaya asing, budaya pop
terutamanya memang bukan hal baru. Budaya pop Amerika telah lebih dulu merasuk dan
mengaburkan identitas generasi remaja. Seakan belum cukup dengan budaya pop Amerika
yang menjadi tantangan untuk eksistensi identitas dan budaya Indonesia pada generasi
muda. Sekarang sudah ditambah pula dengan budaya pop Korea.
Apalagi sejatinya
budaya pop memang cenderung lebih mudah diserap dan diadaptasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Budaya pop yang sebenarnya hanyalah budaya massa hasil bentukan industri
(hiburan, produk) sangat kapitalistik. Digencarkan sedemikian rupa, sangat merayu dan
persuasif untuk ditiru dan dicintai.
Demam Korea semakin „memanas‟ dengan keberadaan industri hiburan Indonesia juga
ikut-ikutan terjangkit demam. Industri hiburan di Indonesia sekarang malah „aji
mumpung‟. Mereka memanfaatkan momen demam Korea untung mengambil keuntungan
sebanyak-banyaknya. Mereka bukan sekedar menampilkan drama Korea saja. Tapi malah
program-program lain yang ikut membantu proses pengimitasian identitas generasi muda
menjadi ke-korea-koreaan. Beberapa program menampilkan bagaimana sekelompok anak
22
muda Indonesia menjadi sangat Korea, meniru-niru alias memplagiat gaya artis korea.
Sebuah proses pengimitasian yang dipertontonkan secara nyata, sangat merayu, persuasif
dan menghipnotis sekian banyak generasi muda yang menonton untuk ikut mengimitasi
identitas.
23
BAB IV.
BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN
A. Biaya Penelitian
REKAPITULASI ANGGARAN PENELITIAN
No
1
2
3
4
Jenis Pengeluaran
Gaji dan upah
Bahan habis pakai dan peralatan
Perjalanan
Lain-lain (publikasi, seminar, laporan, lainnya)
Biaya yang Diusulkan (Rp)
4.370.000
6.155.000
2.245.000
2.230.000
Jumlah
15.000.000
B. Jadwal Peneltian
Tahun
No
Jenis Kegiatan
1
1
PERSIAPAN
- Perizinan
- Desain Penelitian
-Menentukan dan
uji
coba
instrument
2
PELAKSANAAN
-Menyiapkan
bahan
-Mengumpulkan
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
24
data
-Tabulasi data
-Analisis data
-Kesimpulan hasil
3
TAHAP AKHIR
-Penyusunan
laporan
-Seminar
dan
publikasi naskah
25
DAFTAR PUSTAKA
Dariyo. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia.
Desmita. 2008. Psikologi Perkembangan . Bandung :Rosdakarya.
Feist, J and Feist, G. 2010. Theories of Personality Edisi Keenam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Gunarso,S. 2006. Psikologi Anak dan Remaja. Jakarta :Gunung Mulia.
Marcia, James E. 1993. Ego Identity. New York: Springer-Verlag.
Monks,dkk. 2004. Psikologi Perkembangan. Pengantar dalam Berbagai Bagiannya.
Yogyakarta: UGM Press.
Reber, Arthur S & Reber, Emily S. Kamus Psikologi Edisi 3. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Santrock, John W. 2003. Adolence, Psikologi Remaja. Jakarta: Erlangga.
_______________.2002. Life Spain Development. Edisi 2. Jakarta: Erlangga.
Download