EGOISME ISTRI SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN (Analisis Beberapa Putusan No 76/Pdt. G/2009/PA. Depok, No. 914/Pdt. G/2009/PA. Depok, No. 1301/Pdt. G/2008/PA. Depok) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh : Oleh : PIPIH MUHAFILAH NIM : 106044101434 KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1431 H / 2010 M EGOISME ISTERI SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN (Analisis Beberapa Putusan No 76/Pdt. G/2009/PA. Depok, No. 914/Pdt. G/2009/PA. Depok, No. 1301/Pdt. G/2008/PA. Depok) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh: Pipih Muhafilah NIM: 106044101434 Di bawah bimbingan: Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA NIP. 19500306 197603 1 001 KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1431 H / 2010 M BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menciptakan laki-laki dan perempuan agar dapat berhubungan satu sama lain, saling mengasihi dan mencintai, serta menghasilkan keturunan, juga agar hidup berdampingan secara damai dan sejahtera sesuai dengan perintah Allah SWT dan petunjuk Rasulullah SAW. Oleh karena itu, untuk memperoleh kehormatan iman seseorang, salah satunya ialah dengan menikah. Nikah adalah salah satu pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan hidup masyarakat. Pernikahan itu bukan saja merupakan satu jalan yang amat mulia untuk mengatur jalan kehidupan manusia dalam berumah tangga dan menghasilkan keturunan, tetapi juga dapat di pandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan (ta’aruf) antara satu kaum dengan kaum yang lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan satu sama lain. Pernikahan adalah suatu akad yang menghalalkan hubungan kelamin antara seorang pria dan wanita, untuk saling membantu dan masing-masing mempunyai hak dan kewajiban serta bertujuan untuk membina rumah tangga yang tentram dan bahagia. 1 1 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam (Jakarta : Bulan Bintang, 1988), hal. 103 1 2 Pernikahan atau perkawinan merupakan sunnatullah yang dengan sengaja diciptakan oleh Allah SWT yang antara lain tujuannya untuk melakukan keturunan dan juga untuk menentramkan jiwa, mewujudkan (melestarikan) keturunan, memenuhi kebutuhan biologis, serta latihan memikul tanggung jawab. 2 Firman Allah SWT: ….. ⌧ ⌧ 49:اﻟﺬارﻳﺎت Artinya:”…..Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah”. (Q.S:Az-zariyat;49) Pada hakikatnya, seseorang yang melakukan aqad dalam pernikahan adalah saling berjanji serta berkomitmen untuk saling membantu, menghargai dan menghormati satu dengan yang lainnya. Tujuan pernikahan itu tetulis pada Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi ”Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah”. 3 Keluarga sakinah akan membawa terciptanya masyarakat yang baik. Keluarga yang bahagia juga akan berdampak baik bagi lingkungan masyarakat. Untuk menciptakan keluarga yang sejahtera, tentram, dan damai diperlukan 2 M.Ali Hasan, Pedoman Hidup Rumah Tangga Dalam Islam,( Jakarta: Pernada Media,2003 ), hal.1 3 Kompilasi Hukum Islam Pasal 3 3 Selain itu juga tujuan dari pernikahan yaitu untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera, dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga, sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhi kehidupan lahir batinnya, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antar angggota keluarga. 4 Menikah bukan hanya menyatukan dua pribadi tetapi lebih dari itu, yang terkait dengan keluarga masing-masing pihak. Oleh karenanya sudah tidak aneh lagi jika seandainya terjadi pertengkaran-pertengkaran kecil yang mewarnai cerita rumah tangga. Seiring berjalannya waktu dan kondisi jiwa seseorang pun akan berubah, hal ini dapat mempengaruhi hubungan keduanya. Selain latar belakang (culture) yang berbeda, sifat manusia yang dinamis (tidak tepat/berubah) akan berpengaruh pada pembinaan ketentraman kehidupan berkeluarga, dapat diatasi atau tidaknya persoalan tersebut tergantung bagaimana dari masing-masing pihak menghadapinya. Munculnya perubahan pandangan hidup yang berbeda antara suami istri, maka akan timbul perselisihan atau perbedaan pendapat antara keduanya, 4 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama “Ilmu Fiqh” (Departeman Agama,1985), hal.62 4 berubahnya kecenderungan hati pada masing-masing pihak, memungkinkan timbulnya krisis rumah tangga yang merubah suasana harmonis menjadi percekcokan, persesuaian menjadi pertikaian, kasih sayang menjadi kebencian. 5 Islam sangat memperhatikan masalah keluarga bagi para penganutnya. Apabila landasan keluarga itu kuat, landasan negara pun akan kuat pula. Oleh karena itu, Islam sangat tidak mengabaikan peranan pribadi antara anggota keluarga itu demi perenungan kemanusiaan belaka. Islam memberi hak setiap anggota sesuai dengan kehidupannya, lalu mengajukannya untuk mengemban tanggung jawab dengan penuh ketakwaan. Abduttawab Haikal dalam bukunya “Rahasia Perkawinan Rasulullah SAW” mengatakan bahwa; “dalam Islam, rumah tangga merupakan dasar bagi kehidupan manusia dan juga merupakan faktor utama dalam masyarakat”. 6 Namun demikian, tidak jarang terjadi bahwa tujuan mulia tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan. 7 Karena sering kita temukan dalam sebuah bahtera keluarga suami membenci isterinya atau sebaliknya, karena perkawinan tidak dibangun di atas pondasi rumah tangga yang dipenuhi rasa kasih sayang, pengertian, komunikasi yang baik, serta suami isteri yang tidak menjalankan kewajibannya masing-masing. Hak tersebut bisa berupa hak bersama-sama, misalnya hak sama5 6 Ibid, hal. 220 Abduttawab Haekal, Jaya,1993),cet.ke-1, hal.5 7 Rahasia Perkawinan Rasulullah SAW, (Jakarta:Pedoman Ilmu Chuzaemah.T.Yanggo dan A.Hafidz Anshari.AZ, Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: Pustaka Firdais,2002), cet,ke-3, hal.73 5 sama mendapatkan ‘kesenangan’, hak isteri terhadap suami, seperti hak kebendaan (mahar dan nafkah), dan hak non kebendaan (keadilan), hak suami terhadap isteri, misalnya suami harus ditaati oleh isteri dan lain sebagainya. Jika beberapa unsur di atas belum terpenuhi, maka kehidupan keluarga tidak akan berjalan dengan baik. 8 Perkawinan bukanlah semata-mata guna pemenuhan kebutuhan biologis, melainkan yang utama adalah pemenuhan manusia akan kebutuhan afeksional, yaitu kebutuhan mencintai dan dicintai, rasa kasih sayang, rasa aman dan terlindungi, dihargai, diperhatikan atau sejenisnya, serta terpenuhi hak dan kewajiban masingmasing. Demikian pula halnya dengan kebutuhan materi, bukanlah merupakan landasan utama mencapai kebahagiaan. 9 Karena pada kenyataannya membina suatu perkawinan yang bahagia tidaklah mudah bahkan sering kehidupan perkawinan kandas di tengah jalan, akibatnya timbullah perceraian. Perceraian merupakan problematika dalam keluarga yang akan membawa kehancuran, terutama bagi anakanak. Al-Quran menggambarkan beberapa situasi dalam kehidupan suami isteri yang menunjukkan adanya keretakan dalam rumah tangga yang berujung pada perceraian. Keretakan dan kemelut rumah tangga itu bermula dari tidak berjalannya aturan yang ditetapkan Allah SWT bagi kehidupan suami isteri dalam bentuk hak 8 9 Sayid Sabiq, Fiqh As-sunnah, Juz 11, ( Beirut; Dar el- Fikr, 1983), hal. 135 Mufidah Ch, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, ( Malang: UIN Press Malang, 2008), hal. 116 6 dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak. Allah SWT menjelaskan beberapa usaha yang harus dilakukan dalam menghadapi kemelut tersebut agar perceraian tidak sampai terjadi. Dengan begitu Allah SWT mengatisipasi kemungkinan terjadinya perceraian dan menempatkan perceraian tersebut sebagai alternatif terakhir yang tidak mungkin dihindarkan. 10 Dalam problematika rumah tangga pada masyarakat kita yang mayoritas lakilaki memiliki peran yang lebih dominan dibandingkan perempuan dan posisi perempuan dianggap lemah dalam masyarakat, istri memiliki peluang untuk mendapatkan perlakuan yang kurang baik dan tidak jarang disertai juga dengan kekerasan dalam pertengkaran tersebut. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan suami yang menjadi korban kekerasan tersebut. Seorang suami yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, dikarenakan sikap isteri yang egois, keras kepala, ingin menang sendiri sehingga tidak lagi menghormati suami sebagai pemimpin rumah tangga. Dan dampaknya akan menimbulkan perselisihan serta pertengkaran di antara keduanya dan dapat berujung kepada perceraian. Karena dari permasalahan sikap egois isteri terhadap suami dalam rumah tangga yang berdampak pada perceraian itu, maka penulis melakukan penelitian tentang “Egoisme Isteri Sebagai Alasan Perceraian (Analisa Beberapa Putusan 10 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, ( Jakarta; Kencana, 2007 ), hal. 159 7 No.76/Pdt. G/2009/PA. Depok. No. 914/Pdt. G/2009/PA. Depok, No. 1301/Pdt. G/2008/PA. Depok)”. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Agar pembahasan dalam penelitian skripsi ini lebih terarah, maka penulis membatasi pada sejauh mana keegoisan istri terhadap suami dapat menjadi alasan perceraian. Dengan objek penelitian beberapa putusan di Pengadilan Agama Depok. 2. Perumusan Masalah Masalah utama dalam skripsi ini penulis rumuskan sebagai berikut; Alasan perceraian karena keegoisan istri tidak diatur secara khusus dalam perundang-undangan, baik dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, serta Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Tetapi kenyataannya, putusan di Pengadilan Agama Depok mengabulkan keegoisan istri terhadap suami dijadikan sebagai alasan perceraian. Rumusan masalah tersebut di atas penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 8 1. Bagaimana pandangan fiqh dan hukum positif tentang egoisme istri terhadap suami bisa dijadikan alasan perceraian? 2. Faktor apa saja yang melatar belakangi sikap keegoisan istri terhadap suami ? 3. Sejauh mana sikap keegoisan istri terhadap suami bisa dijadikan alasan perceraian seperti dalam beberapa putusan Pengadilan Agama Depok? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk mendeskripsikan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Syariah (S.Sy) S1 di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Untuk memahami pandangan fiqh dan hukum positif tentang sikap egois istri terhadap suami dalam rumah tangga bisa menjadi salah satu alasan perceraian di Pengadilan Agama Depok. 3. Untuk mengetahui beberapa kasus tentang sikap keegoisan istri terhadap suami dalam rumah tangga yang dijadikan sebagai alasan perceraian di Pengadilan Agama Depok, serta sebab-sebab timbulnya keegoisan istri. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah ; 9 1. Secara teoritis, hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat dalam menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya dalam hukum perkawinan Islam di Indonesia. 2. Secara praktis, diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran yang bermanfaat dalam menjawab perkembangan hukum Islam di Indonesia. 3. Secara pragmatis, hasil penelitian ini menjadi bahan utama penyusunan penulisan tentang hukum sebagai syarat memperoleh sarjana hukum Islam pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. D. Tinjauan Kajian ( Review ) Terdahulu Adapun fungsi dari studi review yaitu untuk menghindari dari tuduhan duplikasi dan penjiplakan (plagiat) atau peniruan atas judul yang hampir sama pada judul-judul skripsi sebelumnya. Dalam studi review yang penulis lakukan, ada satu skripsi yang berjudul “Isteri Nusyuz Karena Selingkuh Sebagai Pemicu Terjadinya Perceraian (Analisis Putusan No.1236/Pdt.G/2008/PAJT) ” oleh Ummu Salamah (105044101434). Adapun perbedaan tema skripsi tersebut dengan tema skripsi yang akan diangkat oleh penulis yaitu, bahwa tema skripsi yang ditulis oleh Ummu Salamah mengangkat tentang masalah kriteria isteri yang dianggap nusyuz serta pertimbangan hakim apa yang dijadikan dasar hukum sehingga mengabulkan gugatan cerai yang 10 diajukan oleh suami terhadap isteri yang nusyuz karena selingkuh. Jadi, Ummu Salamah lebih memfokuskan selingkuhnya seorang isteri sebagai perbuatan nusyuz isteri terhadap suami. Sedangkan tema masalah yang akan diangkat penulis yaitu sikap keegoisan isteri terhadap suami dan pengaruhnya dalam pernikahan sehingga meninggalkan dan melalaikan kewajiban sebagai isteri, dan hal tersebut adalah termasuk dalam perbuatan nusyuz seorang isteri pada suami. Tetapi penulis tidak membahas secara khusus tentang nusyuz tersebut, melainkan pada skripsi ini lebih membahas kepada beberapa masalah seperti yang tercantum dibawah ini, yaitu ; 1. Bagaimana pandangan fiqh dan hukum positif tentang egoisme istri terhadap suami sebagai alasan perceraian. 2. Faktor apa saja yang melatar belakangi sikap keegoisan istri terhadap suami. 3. Sejauh mana sikap keegoisan istri terhadap suami bisa dijadikan alasan perceraian. E. METODE PENELITIAN 1. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah penulis menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif adalah suatu penelitian yang memberikan data dengan teliti, baik tentang manusia, keadaan atau gejala-gejalanya dan bertujuan 11 untuk menggambarkan suatu objek secara sistimatis. 11 Maka cara yang dilakukan yaitu dengan melakukan analisa isi, menganalisa dengan cara menguraikan, dan mendeskripsikan isi dari putusan yang penulis dapatkan tersebut. Kemudian menghubungkannya dengan masalah yang diajukan, sehingga ditemukan kesimpulan yang obyektif logis, konsisten, dan sistematis sesuai dengan tujuan yang dikehendaki penulis dalam penelitian ini. 2. Sumber Data a. Data Primer Didapatkan dari Pengadilan Agama Depok beberapa putusan cerai talak mengenai egoisme isteri sebagai alasan perceraian. Dan wawancara terhadap hakim, kemudian data tersebut dianalisis dengan cara menguraikan dan menghubungkan dengan masalah yang dikaji. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan mengadakan studi kepustakaan atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diajukan, dokumen-dokumen yang dimaksud adalah Al-Quran, Hadis, buku-buku ilmiah, Undang-Undang, Kompilasi Hukum Islam( KHI), serta peraturan lainnya yang erat kaitannya dengan masalah yang diajukan. 11 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 43 12 3. Tekhnik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara; a. Menganalisis terhadap beberapa putusan Pengadilan Agama Depok tentang sikap egoisme istri terhadap suami dalam rumah tangga bisa menjadi salah satu alasan perceraian. b. Interview atau wawancara, adalah suatu percakapan dengan mempunyai tujuan. 12 Interview yang sering disebut juga wawancara atau kuesioner lisan, adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interviewer) 13 . Dalam hal ini penulis mengadakan dialog langsung dengan hakim Pengadilan Agama Depok. 4. Analisis Data Analisis data adalah proses pengecekan dan pengaturan secara sistimatis transkrip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap bahan-bahan tersebut agar dapat dipresentasikan temuannya kepada orang lain. 14 Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan “Analisa Kualitatif” yaitu menganalisis dengan 12 Imron Arifin, Penelitian Kualitatif dalam Bidang-Bidang Ilmu Sosial dan Keagamaan, (Malang; Kalimasahada Press,1994), cet. ke-1, hal. 63 13 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian,(Jakarta; PT.Rinika Cipta,1996),cet. X, hal. 144 14 Imron Arifin, Penelitian Kualitatif dalam Bidang-Bidang Sosial dan Keagamaan, hal. 72 13 cara menguraikan dan mendeskripsikan beberapa putusan perkara perceraian di Pengadila Agama Depok akibat keegoisan isteri terhadap suami sebagai alasan perceraian. Dan menghubungkan dengan hasil interview dari pihak yang menyelesaikan perkara ini, dalam hal ini yaitu hakim Pengadilan Agama Depok. Sehingga didapatkan suatu kesimpulan yang obyektif logis, konsisten, dan sistimatis sesuai dengan tujuan yang dilakukan data penulis dalam penelitian ini. F. Sistimatika Penulisan Untuk memudahkan penulisan maka disusun sistematika penulisan sebagai berikut : Bab pertama berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, studi kajian (review) terdahulu, metode penelitian, dan sistimatika penulisan. Bab kedua memuat teori-teori yang meliputi pengertian hukum Islam, pengertian hak dan kewajiban suami isteri menurut Kompilasi Hukum Islam, pelanggaran hak dan kewajiban suami isteri, pengertian dan pengaruh keegoisan isteri menurut fiqh. Bab ketiga menjelaskan sekilas tentang isi pokok perkara beberapa putusan Pengadilan Agama Depok tentang egoisme isteri terhadap suami sebagai alasan 14 perceraian, yaitu perkara nomor 76/Pdt.G/2009/PA. Depok, perkara nomor 914/Pdt. G/2009/PA. Depok, dan perkara nomor 1301/Pdt. G/PA. Depok. Bab keempat berisi analisis beberapa putusan Pengadilan Agama yang meliputi profil Pengadilan Agama Depok, duduk perkara (posita), tuntutan hukum (petitum), pertimbangan hukum yang dipakai majelis hakim dalam penetapan putusan, dan analisis penulis terhadap putusan tersebut. Bab kelima yaitu penutup ini berisi kesimpulan sebagai jawaban atas masalah yang dirumuskan, serta saran-saran bagi lembaga, civitas akademika, serta masyarakat umum. BAB II HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI DALAM HUKUM ISLAM A. Pengertian Hukum Islam Secara khusus dalam bahasa Arab tidak terdapat peristilahan “hukum Islam” secara teknik, oleh karena itu sulit ditemukan artinya secara definif. 1 Melainkan istilah “Hukum Islam” merupakan istilah khas Indonesia, sebagai terjemahan al-fiqh al-Islamy atau dalam konteks tertentu dari al-syariah al-Islamy. Istilah ini dalam wacana ahli hukum Barat digunakan Islamic Law. Dalam Al-Quran maupun AlSunnah, istilah al-hukm al-Islam tidak dijumpai. Yang digunakan adalah kata syari’at yang dalam penjabarannya kemudian lahir istilah fiqh. Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai pengertian hukum Islam, terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian syariah dan fiqh. 2 Untuk menyebut hukum Islam, kata yang biasa digunakan adalah fikih dan syariat, kedua kata ini tidak sama artinya, namun keduanya berkaitan maksudnya. Syariat atau hukum Syara’ secara sederhana diartikan; ”Seperangkat aturan dasar tentang tingkah laku manusia, yang ditetapkan secara umum dan dinyatakan secara langsung oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.” Sedangkan fikih biasa diartikan dengan 1 Abdul Halim, Politik Hukum Islam di Indonesia Kajian Posisi Hukum Islam Dalam Politik Hukum Islam Pemerintahan Orde Baru Dan Era Reformasi, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Departemen RI, 2008), hal. 67 2 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 3 15 16 hasil penalaran pakar hukum (mujtahid) atas dasar hukum syara’ dan dirumuskan dalam bentuk aturan yang terinci. 3 Secara bahasa syariah berasal dari kata ﺷﺮع – ﻳﺸﺮع – ﺷﺮﻋﺎyang berarti membuat syariat/undan-undang. 4 Penggunaannya dalam Al-Quran diartikan sebagai jalan yang jelas yang membawa kemenangan. Dalam terminologi ulama Ushul alFiqh, syariah adalah titah (khitab) Allah SWT yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf (muslim, baligh, dan berakal sehat), baik berupa tuntutan, pilihan, atau perantara (sebab, syarat, penghalang. Jadi konteksnya, adalah hukum-hukum yang bersifat praktis (a’maliyah). 5 Berkenaan dengan istilah fikih menurut bahasa adalah faham. Kata fikih berasal dari kata faqiha-yafqahu atau yang berati ‘alima-ya’lamu artinya pemahaman. 6 Adapun fikih dalam pengertian terminologi, fikih adalah hukumhukum syara’ yang bersifat praktis (‘amaliyah) yang diperoleh dari dalil-dalil yang rinci. 7 3 Abdul Halim, Politik Hukum Islam di Indonesia Kajian Posisi Hukum Islam Dalam Politik Hukum Islam Pemerintahan Orde Baru Dan Era Reformasi., hal. 67 4 Ahmad Syafi’i, Kamus Annur, (Surabaya: Halim Jaya Surabaya, t.t), hal. 109 5 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, hal.3-4 6 Abdul Halim, Politik Hukum Islam di Indonesia Kajian Posisi Hukum Islam Dalam Politik Hukum Islam Pemerintahan Orde Baru Dan Era Reformasi., hal. 69 7 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, hal. 5 17 Penjelasan di atas menunjukkan bahwa antara syariah dan fikih memiliki hubungan yang sangat erat. Karena fikih adalah formula yang dipahami dari syariah. Syariah tidak bisa dijalankan dengan baik, tanpa dipahami melalui fikih atau pemahaman yang memadai, dan diformulasikan secara baku. Fikih sebagai hasil usaha memahami, sangat dipengaruhi oleh tuntutan ruang dan waktu yang melingkupi Faqih ( jamak fuqaha) yang memformulasikannya. Karena itulah, sangat wajar jika kemudian terdapat perbedaan-perbedaan dalam rumusan mereka. 8 B. Pengertian Hak dan Kewajiban Pengertian “hak” menurut bahasa yaitu kebenaran. 9 Atau yang memiliki arti kekuasaaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, atau dalam arti lain wewenang menuntut hukum. Menurut istilah yaitu menurut para pendapat ulama fiqh yang sebagian ulama mutaakhirin ”hak adalah sesuatu hukum yang telah ditetapkan secara syara” atau dengan kata lain hak adalah kepentingan yang ada pada perorangan atau masyarakat atau pada keduanya, yang diakui oleh syara’. 10 Adapun pengertian kewajiban yaitu yang berasal dari kata “wajib”, dan menurut bahasa kata “wajib” bermakna “fardhu” atau sesuatu yang harus dilakukan, tidak boleh tidak dilaksanakan. 11 Dan adapun secara istilah yaitu “suatu pekerjaan 8 Ibid., hal. 5 9 Ahmad Syafi’i, Kamus Arab Annur, (Surabaya: Halim Jaya Surabaya, t.t), hal.57 10 Gemala Dewi,dkk. Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Group, 2006), hal. 64-65 18 yang apabila dilakukan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan mendapatkan dosa. 12 Hak dan kewajiban adalah dua sisi yang paling bertimbal balik dalam suatu transaksi. Hak salah satu pihak merupakan kewajiban bagi pihak lain, begitu pun sebaliknya kewajiban salah satu pihak menjadi hak bagi pihak yang lain. Keduanya saling berhadapan dan diakui dalam hukum Islam. 13 Hak dan kewajiban suami isteri muncul sejak mereka terikat dalam suatu ikatan yang sah melalui akad (ijab-qabul). Pada saat itu pula, suami isteri memikul tanggung jawab untuk memenuhi seluruh hak dan kewajibannya sebagai suami isteri. Hak dan kewajiban suami isteri terdiri atas hak dan kewajiban yang bersifat materiil dan hak kewajiban yang bersifat immaterial. Hak dan kewajiban materiil berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan lahiriyah seperti suami berkewajiban menyediakan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan kepada isteri dan anak-anaknya. Sedangkan hak dan kewajiban immateriil berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan batiniyah seperti hubungan seksual, kasih sayang, perlindungan dan jaminan 11 ImamMuhammad Abu Zahra, Ushuulul al- Fiqhi, (Daarul al-Fikri Al-A’rabi, t.t), hal. 28 12 Abdul Hamid Hakim, Mabadiul al- Awaliyah Fi~ Ushulu al-Fiqh Wa Qawai’dul alFiqhiyah, (Jakarta: Sa’adiyah Putra, t.t), hal. 7 13 Gemala Dewi,dkk. Hukum Perikatan Islam di Indonesia, hal. 75 19 keamanan yang harus diberikan suami kepada isterinya. 14 Pada hubungan suami isteri dalam rumah tangga, suami mempunyai hak dan begitu pula isteri mempunyai hak. Di balik itu suami mempunyai beberapa kewajiban dan begitu pula isteri memiliki beberapa kewajiban. Adanya hak dan kewajiban antara suami isteri dalam kehidupan rumah tangga dapat dilihat dalam beberapa ayat Al-Quran dan hadits Nabi SAW. 15 Dalam Al-Quran pada surat al-Baqarah ayat 228: … 228:اﻟﺒﻘﺮة ِArtinya :“…..Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf, akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Q.S. Al-Baqarah:228) Dan dalam hadis Nabi salah satunya hadits dari Amru bin al-Ahwash: ﺣ ًّﻘﺎ َ ْﺴﺎ ِﺋ ُﻜﻢ َ ن َﻟ ُﻜﻢْ ِﻣﻦْ ِﻧ ِإ ﱠ....ع ِ ﺠ ُﺔ اﻟْ َﻮ َدا ﺣﱠ ُ ﺷ ِﻬ َﺪ َ ُ َأﻧ ﱠﻪ,ﻋﻦ ﻋﻤﺮو ﺑﻦ اﻷﺣﻮص 14 Syahrijal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, ( Jakarta: Kencana, 2009), hal. 179 15 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,( Jakarta: Prenada Media, 2006), hal. 159 20 Artinya: Dari A’mru ibnu Akhwas, bahwasanya ia telah menyaksikan haji wada’….. “Ketahuilah bahwa kamu mempunyai hak yang harus dipikul oleh isterimu dan isterimu juga mempunyai hak yang harus kamu pikul”. (H.R. Ibnu Majah dan At-Tirmizi). Pemenuhan hak dan kewajiban suami isteri dilakukan secara adil dan makruf. Adil bermakna kewajiban dan tanggung jawab dilakukan secara berimbang oleh suami isteri, dimana mereka sama-sama berusaha untuk menjalankannya, tanpa menganggap yang satu lebih superior dan yang lain adalah inferior. Suami isteri dalam menjalankan kewajibannya memiliki kedudukan yang sama (equal) sesuai dengan peran, kapasitas dan tanggung jawabnya. Makruf bermakna pemenuhan kewajiban suami isteri dilakukan berdasarkan kemampuan dari masing-masing pihak, dan tidak ada pemaksaan kehendak satu pihak terhadap pihak yang lain dalam memenuhi hak dan kewajibannya. Perwujudan hak dan kewajiban suami isteri dalam rumah tangga didasarkan pada kepatutan dan nilai ukur yang ada dalam masyarakat. 17 16 Imam Muhammad Ali ibn Muhammad As-Syaukani, Subulus as-Salam jilid V, (Maktabah Al-Aiman, Tt,), hal. 232. Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah Juz I, (Daarul al-Ihya Turosul al-Arobiy), hal 595. At-Tirmizi, Sunan At-Tirmizi Juz IV, (Darul Kutub Al-Alamiyah, 1994), hal. 310 17 Syahrijal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 180 21 B. Hak dan Kewajiban Suami Isteri Menurut Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam masalah hak dan kewajiban suami isteri diatur dalam pasal 77-84. Adapun isi dalam pasal-pasal tersebut, secara garis besar mempertegas kembali dalam pasal 30-34 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam pasal-pasal tersebut dikemukakan bahwa suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. Suami isteri wajib saling mencintai, menghormati, setia, dan memberikan bantuan batin yang satu kepada yang lain. Selain itu suami isteri juga harus memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka. Suami isteri harus mempunyai tempat yang ditentukan bersama. Dalam rumah tangga itu kedudukan suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga. 18 Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. Kewajiban suami dalam rumah tangga adalah; (1) Membimbing isteri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai urusan dalam rumah tangga yang penting diputuskan bersama-sama oleh suami isteri. 18 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana,2006), hal. 33-34 22 (2) Melindungi isteri dan memberikan segala keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. (3) Memberikan pendidikan agama kepada isterinya dan member kesempatan belajar pengetahuan yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. (4) Sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung nafkah, pakaian, tempat dan kediaman bagi isteri, biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak serta membiayai pendidikan anak. 19 Kewajiban suami sebagaimana telah dikemukakan di atas, khususnya kewajiban suami yang berkaitan nafkah, pakaian, tempat tinggal, biaya rumah tangga, perawatan, pengobatan gugur apabila isteri nusyuz. Isteri dianggap nusyuz jika ia tidak berbakti lahir batin kepada suami dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam kecuali dengan alasan yang sah. Apabila isteri tidak nusyuz lagi, maka suami wajib memberikan ketentuan yang yang telah ditetapkan sebagaimana tersebut diatas seperti kewajibannya sebelum isteri nusyuz. Ketentuan ada atau tidak adanya nusyuz dari isteri harus didasarkan atas bukti yang sah. 20 Suami wajib pula menyediakan tempat kediaman bagi isteri dan anakanaknya atau bekas`isteri yang dalam masa iddah. Tempat kediaman yang berfungsi 19 Kompilasi Hukum Islam pasal. 83 20 Ibid,. pasal. 84. 23 sebagai tempat menyimpan harta kekayaan sebagai tempat menata dan mengatur alat rumah tangga. 21 Ketentuan ini berlaku juga kepada seorang suami yang beristri lebih dari satu orang kecuali ada perjanjian kawin. 22 Jika para isteri rela dan ikhlas, suami dapat menempatkan isterinya dalam satu tempat kediaman. C. Pelanggaran Hak dan Kewajiban Suami Isteri Pelanggaran adalah sebuah perilaku yang kurang baik karena tidak mematuhi, mengikuti serta melaksanakan peraturan yang telah ditetapkan dan juga dapat merugikan seseorang. Dalam sebuah pernikahan, salah satu pelanggaran yang dilakukan yaitu tidak terpenuhinya hak dan kewajiban bersama antara suami dan isteri atau sebaliknya salah satu diantara kedua belah pihak tidak memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing. Pernikahan adalah sebuah ikatan yang suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia, mawaddah, dan rahmah sebagai wujud ibadah kepada Allah SWT seperti dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Oleh karena itu, keutuhan dalam rumah tangga harus dijaga sejak pernikahan dilaksanakan, dengan melakukan serta memenuhi hak dan kewajibannya masingmasing. 21 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, hal. 34 22 Kompilasi Hukum Islam Pasal. 81 24 Apabila hak dan kewajiban masing-masing tidak terlaksana maka keduanya yaitu suami isteri telah melanggar aturan yang telah ditentukan dalam hukum pernikahan. Karena hak dan kewajiban suami isteri telah diatur secara baik dan pasti dalam Al-Quran, Hadis, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ,serta dalam Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. 23 Syahrizal Abbas dalam bukunya mengutip sebuah tulisan dari M. Hoballah yang berjudul “Marriage, Divorce, and Inheritance in Islamic Law” yang di dalamnya menerangkan, bahwasanya Hoballah menyebutkan dari beberapa hasil penelitian ditemukan bahwa penyebab utama ketidaknyamanan rumah tangga dikarenakan tidak terpenuhinya hak dan kewajiban suami isteri secara adil dan makruf, baik hak dan kewajiban yang bersifat materiil maupun hak dan kewajiban yang bersifat immateriil. 24 Selain karena tidak terpenuhinya hak dan kewajiban di antara masing-masing pihak merupakan sebuah bentuk pelanggaran dalam hak dan kewajiban suami isteri. Adapun bentuk lain dari pelanggaran hak dan kewajiban suami isteri dalam keluarga yaitu adanya tindak kekerasan dalam rumah tangga baik itu dilakukan oleh suami 23 Syahrijal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional ,hal.179 24 Ibid.,hal.180 25 kepada isteri atau sebaliknya, namun biasanya perempuan lebih banyak menjadi korban kekerasan daripada pelaku karena dianggap kaum lemah dan tidak dapat bertindak sesuatu apapun. Adapun pengertian kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap/segala perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam kehidupan rumah tangga. 25 Berdasarkan data-data yang direkam dari berbagai lembaga pendampingan korban kekerasan dalam rumah tangga dan kasus yang ditangani oleh kepolisian, bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi adalah; 1. Kekerasan Fisik 2. Kekerasan Seksual 3. Kekerasan Psikis 4. Kekerasan Ekonomi/ Penelantaran Ekonomi 26 Islam menghendaki seseorang tidak boleh melakukan kekerasan kepada siapapun (menjadi pelaku), dan memerintahkan untuk tidak menjadi korban. Karena 25 Mufidah Ch, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, (Malang: UIN Malang Press, 2008 ), hal. 268 26 Ibid., 269 26 itu pelaku kekerasan harus ditindak tegas, demikian pula perlindungan terhadap korban kekerasan untuk pulih dan bisa hidup normal. Dalam sebuah hadits yang dikutip oleh Mufidah Ch dari hadits yang diriwayatkan Imam al Turmudzi: ع َﻣ َﻊ ِ ﺠ ُﺔ اﻟْ َﻮ َدا ﺣﱠ ُ ﺷ ِﻬ َﺪ َ ﺣ ﱠﺪﺛ َِﻨﻲْ َأ ِﺑﻲْ َأﻧﱠـ ُﻪ َ .ص ِ ﻷﺣْ َﻮ َ ْﻦ ا ُ ْﻋﻤْ ُﺮو ﺑ َ ن َ ﺳَﻠﻴْ َﻤﺎ ُ ْﻋﻦ َ ْﻋﻨْ َﺪ ُآﻢ ِ ٌﻋ َﻮان َ ﺧﻴْ ًﺮا َﻓِﺈﻧ ﱠﻤَﺎ ُه َﻮ َ ﺴﺎ ِء َ ﺻﻮْا ِﺑﺎﻟ ﱢﻨ ُ ْﻻ َواﺳْﺘَـﻮ َأ ﱠ....م.ﷲ ص ِ ل ِ ْﺳﻮ ُ َر 27 ( ) رواﻩ اﻟﺘﺮﻣﺬي.ﻚ َ ﻦ َذِﻟ ن ِﻣﻨْ ُﻬ ﱠ َ ْﺲ َﺗﻤِْﻠ ُﻜﻮ َ َْﻟﻴ Artinya: Dari Sulaeman A’mru ibnu Akhwas, bahwasnya ayahku telah mengatakan kepadaku bahwa ia telah menyaksikan haji wada’ bersama Rasulullah SAW…. “Ingatlah aku berpesan agar kalian berbuat baik terhadap perempuan karena mereka sering menjadi sasaran pelecehan diantara kalian, padahal sedikitpun kalian tidak berhak memperlakukan mereka, kecuali untuk kebaikan itu”.(H.R. Imam Turmudzi) Dengan adanya tindak kekerasan dalam keluarga, maka kebahagiaan dalam rumah tangga tidak tercipta dan jauh dari tujuan pertama perkawinan yaitu mebentuk keluarga yang sakinah. Karena kebahagiaan dalam keluarga serta membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah merupakan harapan bagi semua orang. 27 . Sunan At-Turmudzi Juz IV, (Darul Kutub Al-Ilamiyah, 1994), hal. 310 27 D. Pengertian dan Pengaruh Keegoisan Isteri Menurut Fiqh Kata “Keegoisan” dalam istilah kamus istilah psikologi adalah berasal dari kata”ego” yang berarti suatu unsur ke-pribadian yang dikuasai oleh prinsip kenyataan. 28 Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia “egois” yang berarti mementingkan diri sendiri. Dan arti kata “egoisme” bermakna suatu sikap yang menujukkan ketamakan, sehingga tindakannya hanya untuk kepentingan diri sendiri, seseorang yang belum mengerti hubungan kausal, dan belum dapat menyadarkan differensiasi, serta juga belum mengerti pandangan yang berbeda. 29 Bahwa manusia pada dasarnya hanya termotivasi oleh kepentingan sendiri atau pribadi tanpa peduli dampak yang akan terjadi setelah itu. Karena semua orang mempunyai keegoisan masing-masing dan keegoisannya sama, yang membedakan adalah bagaimana kita setiap individu mengontrol keegoisan tersebut.30 Sikap keegoisan yang dimiliki setiap individu akan terlihat lebih besar, jika dia tidak bisa mengontrol dengan baik keegoisan yang dia miliki. Contohnya, yaitu ketika seseorang dihadapkan dengan masalah kehidupan yang beraneka ragam, maka akan terlihat pada dirinya sikap keegoisan yang dia miliki, apakah dia akan dapat mengontrol dengan baik atau tidak dalam mengatasi masalah tersebut. Karena pada 28 M. Noor HS, Himpunan Istilah Psikologi, (Jakarta: CV. Pedoman llmu jaya, 1997), hal. 60 29 Sudarsono, Kamus Filsafat dan Psikologi, ( Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hal. 67 30 Istilah Keegoisan, artikel diakses pada 20 Juli 2010 dari http//www.situscreatetic.org 28 dasarnya jika seseorang dalam suatu masalah, dia lebih mementingkan dirinya sendiri. Contoh lain yang sering terjadi dalam realita kehidupan yaitu, ketika seseorang berbeda pendapat atau pandangan akan suatu hal, maka masing-masing akan lebih mempertahankan pendapat pribadi dan merasa bahwa pendapatnya paling benar, padahal alangkah lebih baik dan indah jika perbedaan bisa disatukan dan tidak saling menguntungkan diri sendiri tanpa mendahulukan ego nya masing-masing. Itulah sikap keegoisan yang dimiliki setiap insan. 31 Sikap egois adalah fitrah yang yang dimiliki setiap yang bernyawa baik manusia atau hewan dan makhluk lainnya. Tetapi Tuhan memberikan kelebihan bagi manusia yaitu berupa akal yang berguna untuk membedakan mana yang baik dan buruk, mana kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Jika manusia tidak bisa membedakan hal-hal tersebut, apa bedanya manusia dengan hewan. 32 Sikap keegoisan dalam rumah tangga merupakan sebuah problem relasi (hubungan) antara suami isteri. Karena dalam proses pencapaian keluarga sakinah pastinya mengalami kendala-kendala dengan berbagai masalah kehidupan yang ada. Dimana setiap masalah menjadi tanggung jawab bersama dalam mencari solusi tanpa 31 Lonely Pasangan, artikel diakses pada 20 Juli 2010 dari http//www.happiestwives.org 32 Istilah Keegoisan, artikel diakses pada 20 Juli 2010 dari http//www.situscreatetic.org 29 mengabaikan satu sama lainnya. Namun demikian, seringkali suami isteri enggan memecahkan masalah dengan fikiran jernih, dikarenakan beberapa faktor yaitu: 33 1. Faktor emosi Dalam menghadapi masalah suami isteri dihadapkan mampu mengendalikan emosi karena emosi dan mudah marah merupakan bagian dari perbuatan setan. Jika suami isteri masih dalam emosi dan masing-masing mempertahankan egonya maka tidak akan menyelesaikan masalah. Rasulullah SAW menegaskan dalam hadisnya : ﻋ ِﺔ َ ﺼ َﺮ ﺸ ِﺪ ْﻳ ُﺪ ﺑِﺎ اﻟ ﱡ ﺲاﻟﱠ َ ْل َﻟ ِﻴ َ ﻗَﺎ. م.ل ﷲ ص ُ ْﺳﻮ ُ ن َر ﻦ َأ ِﺑﻲْ َه َﺮ ﻳْ َﺮ َة َأ ﱠ َْ ﻋ َ 34 ( )ر واﻩ اﻟﺒﺨﺎ ر ي.ﺐ ِ ﻀ َ ﻋﻨْ َﺪ اْﻟ َﻐ ِ ﺴ ُﻪ َ ْﻚ َﻧﻔ ُ ﺸ ِﺪ ﻳْ ُﺪ َﻳﻤِْﻠ ِإ ﱠﻧ َﻤﺎ اﻟ ﱠ Artinya: Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda “ Orang-orang yang kuat bukannya orang yang kuat secara fisik, tetapi orang yang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan emosinya ketika ia sedang marah”. (HR. Bukhairi) 2. Faktor kurang pengertia/pemahaman Seringkali keterbatasan pemahaman dan pengertian suami isteri terhadap masalah yang dihadapi menyebabkan kesalah pahaman sehingga masalahnya menjadi semakin rumit. Dalam kondisi seperti ini, sebaiknya suami isteri saling mengkomunikasikan apa yang dipahami oleh masing-masing tentang masalah yang sedang dihadapi, menjelaskan duduk persoalannya agar masing-masing 33 Mufidah Ch, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, hal. 189-194 34 Al-Bukhari, Sahih Bukhari Juz V, (Darul Ihya Turosul al-Arobiy, t.t), hal.2267 30 ⌧ …. ☺ 159:ال ﻋﻤﺮان A ِ rtinya : “… Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.(QS. Al-Imran: 159) 3. Faktor gender stereotype (pelabelan negatif) Perbedaan cara pandang seringkali mengarah pada perasan su’udzan/buruk sangka, saling menuduh dan melempar tanggung jawab. Gender stereotype atau memberikan label negatif atas dasar perbedaan jenis kelamin merupakan salah satu penyebab buruk sangka pada pasangannya. Untuk menghilangkan gender stereotype suami isteri merupakan langkah positif agar dapat menumbuhkan rasa saling menghargai, saling percaya dan memandang positif pasangannya. Dalam QS. Al-Baqarah 216 Allah menegaskan : ⌧ ⌧ 31 Artinya : “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.(QS.Al-Baqarah: 216) 4. Faktor dominasi pihak yang kuat. Posisi suami dalam pandangan masyarakat sebagai kepala keluarga adalah positif ketika menjalankan fungsi melindungi, mengayomi dan memberdayakan. Tetapi posisi sebagai pemimpin tidak selamanya diiringi dengan fungsi-fungsi yang semestinya, sehingga memicu lahirnya hubungan suami isteri yang timpang. Pihak yang merasa kuat, kuasa dengan dalih meluruskan isteri, biasanya suami yang sering muncul sebagai pihak yang dominan. Demikian pula pihak yang merasa lemah, kendatipun mempunyai ide yang cemerlang tidak akan mengambil peran dan memberikan kontribusinya terhadap penyelesaian masalah. QS. Al-Baqarah 228 menyebutkan: …. 228:اﻟﺒﻘﺮة Artinya : “… Dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf.”(Q.S: Al-Baqarah: 228) 32 Sikap keegoisan yang merupakan salah satu dari problem relasi (hubungan) suami isteri dalam keluarga bisa timbul dari berbagai pihak, yaitu sikap egois yang datang dari suami terhadap isteri atau sebaliknya sikap egois isteri terhadap suaminya. 35 Penyebab dari sikap keegoisan ini adalah karena adanya perbedaan pendapat, cara pandang, dan kecendrungan antara suami isteri dan anggota keluarga lainnya. Padahal perbedaan merupakan keniscayaan dan juga dapat dipandang sebagai rahmah yang dapat digunakan sebagai modal untuk saling melengkapi satu sama lain. Yang penting diperhatikan adalah bagaimana upaya yang harus dilakukan untuk mengakomodir seluruh perbedaan yang ada secara adil, tanpa diskriminasi melalui proses demokrasi yang ditandai dengan keterbukaan, komunikasi efektif dan saling menghargai satu sama lain. Seringkali yang terjadi di dalam sebuah keluarga masingmasing anggota keluarga memandang perbedaan yang ada sebagai ancaman dan problem yang menghambat keharmonisan hubungan antar anggota keluarga. 36 Sikap keegoisan isteri dalam persfektif hukum Islam adalah apabila dampak dari keegoisan ini ia melalaikan dan meninggalkan kewajibannya sebagi isteri, maka hal tersebut adalah merupakan tindakan nusyuz seorang isteri terhadap suaminya. Karena dampak dari sikap egois isteri adalah salah satu bentuk nusyuz isteri. Oleh 35 Mufidah Ch, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, hal. 189-194 36 Ibid., hal. 296 33 karena itu, selanjutnya akan dibahas lebih khusus mengenai masalah nusyuz tersebut. 37 Adapun pengertian nusyuz yaitu yang berasal dari bahasa Arab ialah nasyaza, yansyuzu, nusyuzan, ( ) ﻧﺸﺰ – ﻳﻨﺸﺰ – ﻧﺸﻮزاyang memberi beberapa pengertian. Antaranya nusyuz memberi arti bangkit dari tempatnya atau bangun. 38 Dan menurut istilah nusyuz adalah meninggalkan kewajiban suami isteri. Nusyuz tidak hanya terjadi dari pihak isteri, tetapi juga dari pihak suami. Nusyuz dari pihak suami bersikap keras terhadap isterinya, tidak mau menggaulinya, dan tidak bersedia memberi nafkah. Nusyuz dari pihak isteri dapat berupa tidak patuh dan taat kepada suaminya salah satunya sikap egois isteri, dan juga tidak mau mengurus kepentingan rumah tangga serta meninggalkan rumah tanpa izin suami. 39 Berdasarkan firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah (2) : 259 dan dalam QS. Al-Mujadalah (58) : 11: … ☺ 259:اﻟﺒﻘﺮة ☺ 37 Ibid., hal. 297 38 Norzulaili Mohd Ghazali, Nusyuz, Syiqaq dan Hakam Menurut Al-Quran, Sunah dan Undang-Undang Keluarga Islam, ( Kuala Lumpur: Kolej Universiti Islam Malaysia, 2007), h. 1 39 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, ( Jakarta: Kencana, 2009), hal. 189 34 Artinya : “Dan lihatlah kepada tulang-tulang (keledai) itu, bagaimana kami menyusunnya kembali kemudian kami menyalutnya dengan daging”.(Q.S.AlBaqarah:259) …. 11:اﻟﻤﺠﺎدﻟﺔ Artinya : “Apabila diminta kepada kamu untuk bangun, maka bangunlah.”(Q.S. Al-Mujadalah: 11) Selain itu juga nusyuz mempunyai arti tempat yang tinggi. Dari segi istilah para ulama memberikan beberapa pengertian atau definisi mengenai nusyuz. Terdapat beberapa nash-nash Al-uran dan Sunah mengenai nusyuz. Yaitu firman Allah SWT QS. An- nisa (4) : 34 : ☺ ⌧ ⌧ 34:اﻟﻨﺴﺎء . ⌧ Artinya: “Perempuan-perempuan yang kamu bimbang melakukan pendurhakaan (nusyuz), hendaklah kamu menasehati mereka (sekiranya mereka…) pulangkanlah mereka ditempat tidur dan (sekiranya mereka tetap ingkar) pukullah mereka (dengan pukulan yang ringan dengan tujuan untuk mendidik). Jika mereka kembali taat kepada kamu, janganlah kamu mencari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi Lagi Maha Besar ”.(QS. An-Nisaa: 34) ⌧ ☺ 35 ⌧ ☯ ☯ ☺ ⌧ ⌧ . ☺ ☺ 128:اﻟﻨﺴﺎء Artinya : “ Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS. An-Nisaa: 128) Adapun sabda Rasulallah SAW mengenai nusyuz yaitu : َﺗﻄْ َﻌ ُﻤ َﻬﺎ ِإ َذا...م.ﻲ ص ل اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱡ َ ﺳَﺄ َ ﻼ ًﺟ ُ ن َر ﻋﻦْ َأ ِﺑﻴْ ِﻪ َأ ﱠ َ ﻦ ُﻣ َﻌﺎ ِو َﻳ َﺔ ُ ْﺣ ِﻜﻴْ ِﻢ ﺑ َ ْﻋﻦ َ ﻲ ّ ﻻ ِﻓ ﺠﺮْ ِإ ﱠ ُ ْﻻ َﺗﻬ َ ﻻ ُﺗ َﻘ ِّﺒﺢْ َو َ ب اﻟْ َﻮﺟْ َﻪ َو َ ﻻ َﺗﻀْ ِﺮ َ ﺖ َو َ ْﺴﻴ َ ﺴﻮْ َهﺎ ِإ َذا ِإآْ َﺘ ُ ْﺖ َو َﺗﻜ َ َْأ َآﻠ 40 (و أﺣﻤﺪ و أﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ,)رواﻩ أﺑﻮ داود.ﻚ َ َﺑﻴْ ِﺘ Artinya : Dari Hakim ibnu Mua’wiyah dari ayahnya, bahwasanya ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Muhammad SAW “..Suami harus memberi makan kepadanya (isteri) jika ia makan dan kamu berikan kepadanya pakaian jika ia membutuhkan pakaian dan janganlah sekali memukul di muka serta kamu tidak boleh memperolok-oloknya dan juga kamu tidak meninggalkannya kecuali di rumah sendiri.” (H.R. Abu Dawud, Ahmad dan Ibnu Majah). Berdasarkan kepada nash-nash Al-Quran dan Sunnah, jelas menunjukkan bahwa nusyuz berkemungkinan kepada pihak antar suami atau isteri atau keduaduanya secara sekaligus. Sebagai mahluk yang diciptakan oleh Allah SWT, Dia 40 Abu Dawud As-Sihastani, Sunan Abi Dawud Juz I (Darul Ihya Turosul Arobiy), hal.651. Abi Abdillah Muhammad Ibn Yazid, Sunan Ibnu Majah Juz I, hal. 581. Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad Juz IV, (Darul Ihya Turosul Arobiy). hal. 446. 36 Maha Mengetahui setiap kelebihan dan kelemahan yang ada pada manusia. Allah SWT telah menggariskan panduan yang perlu diikuti oleh setiap insan bagi menghadapi pasangan nusyuz supaya tindakan yang diambil adalah tindakan yang bijaksana dan tidak melampaui batasan-batasan yang ditetapkan oleh syara’. 41 Menurut al-Farra’, nusyuz terbagi kepada tiga kategori yaitu nusyuz isteri terhadap suaminya, nusyuz suami tehadap isterinya, dan kedua-duanya baik suami maupun isteri. Di bawah ini penjelasannya mengenai nusyuz tersebut: 42 1. Nusyuz Isteri Nusyuz dipihak isteri ialah seorang yang durhaka terhadap suaminya, angkuh, sombong, dan ingkar tehadap suami serta tidak melaksanakan tanggung jawab seorang isteri seperti yang telah diperintahkan oleh Allah SWT. Seseorang isteri bisa dikategorikan nusyuz, apabila isteri menolak ajakan suaminya untuk melakukan hubungan badan seperti halnya suami isteri, keluar tanpa dengan izin suami, tidak membenarkan tamu memasuki rumah tanpa izin suami, serta meminta cerai kepada suami tanpa alasan yang tidak pasti. Sabda Rasulullah SAW: ﻞ ُﺟ ُ ﻋﺎ َر َ ِإ َذا َد...م.ﻲ ص ﻦ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱢ ِﻋ َ ﻋﻨْ ُﻪ َ ﷲ ُ ﻲ َﺿ ِ ﻋﻦْ َأ ِﺑﻲْ ُه َﺮﻳْ َﺮ َة َر َ ﺣ ﱠﺘﻰ َ ﻼ ِﺋ َﻜ ُﺔ َ ﻋَﻠﻴْ َﻬﺎ َﻟ َﻌ َﻨ ُﺘ َﻬﺎ اﻟْ َﻤ َ ن ُ ﻏﻀْ َﺒﺎ ُ ت َ ﺷ ِﻪ َﻓَﻠﻢْ َﺗﺄْ ِﺗ ِﻪ َﻓ َﺒﺎ ِ ِإﻣْ َﺮَأ َﺗ ُﻪ ِإَﻟﻰ ِﻓ َﺮا 41 Norzulaili Mohd Ghazali, Nusyuz, Syiqaq dan Hakam menurut Al-quran, Sunah dan UndangUndang Keluarga Islam, hal. 5. 42 Ibid, hal.6 37 Artinya: dari Abu Huraiarah R.A dari Nabi SAW …“Apabila suami mengajak isterinya ke tempat tidur, namun isterinya menolak ajakan tersebut dan tidakan tersebut membuat suaminya marah, maka para malaikat akam melaknatinya (isteri) sampai waktu pagi”.(H.R.Muslim) Hadis ini menegaskan haram bagi isteri menolak ajakan suami untuk bersetubuh tanpa ada alasan atau udzur syari’ seperti dalam masa haid atau seumpamanya. Selain itu juga berpuasa sunat atau membolehkan tamu masuk (tamu laki-laki) tanpa izin suami terlebih lagi apabila tamu tersebut tidak disukai suaminya maka hal tersebut dianggap nusyuz. Sabda Rasulullah SAW: ْﻋﻦ َ ﻹﻣْ َﺮَأ ِة ِِﻞ ﺤﱡ ِ ﻻ َﻳ َ ...م.ن رﺳﻮل ﷲ ص ّ ﻋﻦ أﺑﻲ هﺮﻳﺮة رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﻪ أ )رواﻩ.ﻻ ِﺑ ِﺈذْ ِﻧ ِﻪ ﻲ َﺑﻴْ ِﺘ ِﻪ ِإ ﱠ ِ ن ِﻓ ُ ﻻ ُﺗﺄ ِذ َ ﻻ ِﺑِﺈذْ ِﻧ ِﻪ َو ﺷﺎ ِه َﺪ ِإ ﱠ َ ﺟ َﻬﺎ ُ ْﺼﻮْ ُم َو َزو ُ َﺗ 44 (اﻟﺒﺨﺎرى Artinya: dari Abu Hurairah R.A bahwasanya Rasulullah SAW bersabda “Tidak halal bagi seorang perempuan berpuasa sedangkan suaminya ada bersama kecuali sudah mendapatkan izin dari suaminya dan tidak harus bagi isteri membenarkan orang lain masuk ke rumahnya dengan izinya (suami)”.(H.R. Bukhari) 43 Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail Bukhori, Matan Bukhari Masykul Bihasyiyati Sanadi, (T.t: Daarun Nahru an-Naylu, t.th), juz.3, hal. 260. Muslim Bin Hijaj, Sahih Muslim Juz II, (Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1992), hal 1059. 44 Ibid., hal. 260. Bukhari, Sahih Bukhari Juz V, (Darul Ihya Turosul al-Arobiy, t.t), hal. 1993. 38 Isteri merupakan amanah Allah SWT yang wajib dijaga dan dipelihara dengan sebaik mungkin oleh suami. Suami perlu mendidik isteri dengan pengetahuan agama terlebih lagi apabila suami mendapati isterinya nusyuz. Seorang suami diberi kuasa oleh Allah SWT untuk mengajar serta mendidik isteri, namun mereka tidak boleh bertindak sesuka hati. Sebaliknya, mereka hendaklah bertindak menurut panduan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Apabila suami bertindak di luar batasan yang telah ditetapkan oleh syara’, ketika mendidik isteri yang nusyuz bukannya menyelesaikan masalah tetapi lebih memperburuk keadaan. 45 Sabda Rasulullah SAW: ﺣﺪﺛﻨﻲ أﺑﻲ أﻧﻪ ﺷﻬﺪ ﺣﺠﺔ اﻟﻮداع ﻣﻊ.ﻋﻦ ﺳﻠﻴﻤﺎن ﺑﻦ ﻋﻤﺮو ﺑﻦ اﻷﺣﻮص ْﺿﻠْ ِﻊ َو ِإن َ ْﺧَﻠﻘْ َﻨﺎ ِﻣﻦ َ ﻦ ﺧﻴْ ًﺮا َﻓِﺈ ﱠﻧ ُﻬ ﱠ َ ﺴﺎ ِء َ ﺻﻮْا ِﺑﺎﻟ ﱢﻨ ُ ْ ِإﺳْ َﺘﻮ...م.رﺳﻮل ﷲ ص ْﻼ ُﻩ َﻓِﺈنْ َذ َه َﺒﺖْ َﺗ ِﻘﻴْ َﻤ ُﻪ َآﺴْ َﺮ َﺗ ُﻪ َو ِإنْ َﺗ َﺮآْ َﺘ ُﻪ َﻟﻢْ َﻳ َﺬل َ ْﻀﻠْ ِﻊ َأﻋ َ ْﺷﻲْ َء ِﻓﻰ اﻟ َ ج َ َأﻋْ َﻮ 46 (و أﺣﻤﺪ و أﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ, )رواﻩ أﺑﻮ داود.ﺧﻴْ ًﺮا َ ﺴﺎ ِء َ ﺻﻮْا ِﺑﺎﻟ ﱠﻨ ُ ْج َﻓﺎﻟﺴْ َﺘﻮ َ َأﻋْ َﻮ Artinya: Dari Sulaeman A’mru ibnu Akhwas, ayahku telah berkata padaku bahwasanya ia telah menyaksikan haji wada’ bersama rasulullah SAW… “Nasehati isteri dengan cara baik, sesungguhnya mereka dijadikan dari tulang rusuk yang bengkok dan antara tulang rusuk yang paling sekali ialah tulang yang paling atas. Jika hendak diperbetulkan dengan cara kasar niscaya ia akan patah dan sekiranya dibiarkan maka akan berterusanlah ia dalam keadaan bengkok. Maka nasehatilah isterimu dengan baik.” (H.R. Abu dawud, Ahmad dan Ibnu Majah). 45 Norzulaili Mohd Ghazali, Nusyuz, Syiqaq dan Hakam menurut Al-quran, Sunah dan UndangUndang Keluarga Islam, hal. 7 46 Ahmad ibnu Hanbal, Musnad Ahmad Juz III, ((Darul Ihya Turosul al-Arobiy, tth), hal. 498 39 Berdasarkan firman Allah SWT dalam surat an-Nisa ayat 34, terdapat tiga kaidah yang patut digunakan oleh suami dalam menangani isteri nusyuz. ☺ ⌧ ⌧ 34:اﻟﻨﺴﺎء . ⌧ Artinya: “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya. Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”.(Q.S.An-Nisaa: 34) Al-Quran menawarkan tiga langkah dalam menyelesaikan sengketa keluarga yang muncul karena nusyuz, yaitu memberikan nasihat, memisahkan tempat tidur, dan memukul. Ketiga langkah ini harus ditempuh secara berurut dan tidak boleh menerapkan langkah memukul sebagai langkah awal dalam kasus nusyuz, akan tetapi harus bertahap seperti yang dijelaskan dalam Al-Quran. 47 Tujuan dari ketiga langkah dalam menyelesaiakan masalah nusyuz yaitu untuk memberi pelajaran kepada isteri yang dikhawatirkan pembangkangannya haruslah mula-mula diberi nasehat, bila nasehat tidak bermanfaat barulah dipisahkan dari tempat tidur mereka, bila tidak bermanfaat juga barulah dibolehkan memukul 47 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional. (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 191 40 mereka dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas. Bila cara pertama telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain dan seterusnya. 48 Sikap keegoisan yang berdampak buruk terhadap kelangsungan hidup rumah tangga yang ditunjukkan seorang isteri dalam perspektif hukum Islam disebut dengan nusyuz, bukanlah semata-mata tanpa alasan bersikap demikian. Karena banyak alasan bagi para isteri, khususnya pada zaman sekarang yaitu zaman modern banyak motivasi yang mendorong perempuan untuk melakukan sesuatu yang positif dan juga membantu suami dalam melangsungkan kesejahteraan kehidupan keluarga. Tetapi terkadang suami tidak mengerti dengan hal yang dilakukan isteri, mereka menganggap isteri bersikap egois dan ingin menang sendiri tanpa mempedulikan perintah suami serta keluarga. 49 Pada kehidupan modern ini tidak memberi peluang untuk membatasi gerak kaum perempuan, kini sudah banyak perempuan yang terjun dalam dunia karier. Motivasi yang mendorong perempuan terjun ke dunia karier, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan. Pendidikan dapat melahirkan perempuan karier dalam berbagai lapangan kerja. 48 Ibid., hal. 191 49 Mufidah Ch, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, hal 296 41 2. Terpaksa oleh keadaan dan kebutuhan yang mendesak. Karena keadaan keuangan tidak menentu atau pendapat suami tidak memadai/mencukupi kebutuhan, atau karena suami telah meninggal dan tidak meninggalkan harta untuk kebutuhan anak-anak dan rumah tangganya yang harus ia tanggung sendirian, sementara kebutuhan makin membutuhkan pemenuhan sehingga dengan sendirinya ia harus bekerja di luar rumah. 3. Untuk alasan ekonomis agar tidak tergantung pada suami, walaupun suami mampu memenuhi segala kebutuhan rumah tangga, karena sifat perempuan adalah selagi ada kemampuan sendiri, tidak ingin selalu meminta kepada suami. 4. Untuk mencari kekayaan sebanyak-banyaknya. Ini biasanya dilakukan perempuan yang menganggap bahwa uang di atas segala segalanya, dimana yang paling penting dalam hidupnya adalah menumpuk kekayaan. 5. Untuk mengisi waktu yang lowong. Di antara perempuan ada yang merasa bosan diam di rumah karena tidak mempunyai kesibukan dengan urusan rumah tangganya. Oleh sebab itu, untuk menghilangkan rasa bosan tersebut, ia ingin mencari kegiatan di bidang usaha, dan sebagainya. 6. Untuk mencari ketenangan dan hiburan. Seorang perempuan mungkin mempunyai kemelut yang berkepanjangan dalam keluarganya yang susah 42 diatasi, oleh sebab itu ia mencari jalan keluar dengan menyibukkan diri di luar rumah. 7. Untuk mengembangkan bakat. Bakat dapat melahirkan perempuan karier. Seorang yang bukan sarjana, namun berbakat dalam bidang tertentu, akan lebih berhasil dalam kariernya dibanding seorang sarjana dari fakultas tertentu yang tidak berbakat. Dengan munculnya faktor-faktor tersebut, maka semakin terbuka bagi perempuan untuk terjun ke dunia karier. 50 Terjunnya perempuan dalam dunia karier, banyak membawa pengaruh terhadap segala aspek kehidupan, baik kehidupan pribadi, keluarga maupun kehidupan masyarakat sekitarnya. 51 Hal demikian di atas dapat menimbulkan dampak positif dan negatif. Jika wanita atau isteri yang terjun ke dunia karier lebih menimbulkan dampak negatif, maka dapat dikatakan sebagai sifat egoisme yang ditunjukkan seorang wanita atau isteri dan hal wanita atau isteri seperti ini disebut sebagai tindakan nusyuz seorang isteri terhadap suami sesuai dengan perspektif hukum Islam. 50 Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010), hal. 63 51 Ibid., hal. 63 BAB III ISI POKOK BEBERAPA PUTUSAN A. ISI POKOK PERKARA NOMOR 76/Pdt.G/ 2009/PA. DEPOK 1. Duduk Perkara/Posita Dalam nomor perkara 76/Pdt.G/2009/PA. Depok adalah perkara cerai talak, dimana pihak Pemohon adalah seorang suami yang bernama Arif bin Sukma (nama samaran), berumur 32 tahun, agama Islam, pekerjaan Karyawan Swasta, yang beralamat di Gang Bakti IV Kp. Pitar RT. 04 RW. 15 No. 12 Kelurahan Pancoran Mas, Kecamatan. Pancoran Mas Kota. Depok. Suami (Arif) melawan isterinya yang bernama Mira binti Kurniawan (nama samaran) berumur 32 tahun juga sama seperti suaminya, agama Islam, dia berprofesi sebagai salah satu Guru Swasta dan bertempat tinggal di jalan Sawo RT.04 RW. 014 No.68 Kelurahan Depok Raya, Kecamatan Pancoran Mas, Depok. Selanjutnya disebut sebagai Termohon 1 Bahwasanya antara Arif dan Mira adalah suami isteri yang sah, mereka telah melaksanakan pernikahan pada tanggal 4 Agustus 1999 di Pancoran Mas kota Depok dengan kutipan akta nikah nomor 534/15/VIII/1999 tanggal 06 Agustus 1999 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Pancoran Mas, kota Depok. Sebelum masalah datang menghampiri kehidupan rumah tangga mereka 1 Lampiran Nomor Perkara 76/Pdt.G/2009/PA. Depok, hal. 87 43 44 berdua, awalnya mereka hidup harmonis dan rukun. Tetapi sampai mereka bercerai, keduanya belum dikaruniai seorang anak di tengah kehidupan rumah tangganya. Sampai akhirnya, sejak bulan Januari 2008 terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus diantara keduanya yang disebabkan oleh keegoisan isteri, ingin menang sendiri dan selalu menganggap pendapatnya paling benar. Selain itu juga isteri selalu curiga kepada suami, dia menduga bahwa suaminya memiliki wanita idaman lain, dan dugaannya di sebabkan percaya dengan perkataan orang lain atau gossip, padahal dia sendiri tidak pernah melihat kebenarannya bahwa suami tersebut memiliki hubungan dengan wanita lain. 2 Penyebab lain dari perselisihan mereka adalah adanya intervensi atau selalu turut campur masalah rumah tangga dari pihak lain yaitu terutama dari pihak keluarga isteri. Bahkan pihak keluarga isteri pernah menghina Arif (suami) di hadapan Mira (isteri), tetapi Mira lebih mengutamakan keluarganya dengan tanpa mengutamakan harga diri suami di hadapan keluarganya. Dan puncak dari perselisihan mereka yaitu pada bulan September 2008, isteri mengusir suami dari rumahnya hingga akhirnya suami tinggal dengan kakaknya.3 Sejak saat itu mereka hidup masing-masing dengan berdomosili pada alamat yang telah disebutkan di atas. Dalam mengatasi permasalahan rumah tangga mereka, masing-masing pihak keluarga telah melakukan upaya damai agar kehidupan rumah tangga mereka 2 Ibid., hal. 87 3 Ibid., hal. 87 45 kembali hidup rukun dan harmonis seperti sebelum masalah datang menghampiri keduanya. Tetapi upaya damai tersebut tidaklah membuahkan hasil, karena mereka tetap ingin mengakhiri kehidupan rumah tangganya dengan perceraian. 2. Tuntutan/Petitum Perkara Adapun tuntutan dalam permohonan suami yaitu meminta kepada majelis hakim mengabulkan permohonannya dengan pertimbangan permasalahan kehidupan rumah tangga yang terjadi antara Pemohon dan Termohon. Selain itu, menetapkan dan memberi izin kepada Pemohon (suami) mengucapkan ikrar talak terhadap Termohon (isteri) di depan Pengadilan Agama Depok setelah putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap dan menetapkan biaya perkara menurut hukum. Akibat dari perceraian tersebut suami harus tetap memberi nafkah iddah setiap bulannya sejumlah Rp. 600.000-, mut’ah berupa cincin emas 5 gram 23 karat dan nafkah lampau terhitung September 2008 sampai dengan Februari 2009 sejumlah Rp. 500.000 atau Rp. 3.000.000 -, bahwa pemberian nafkah iddah dan nafkah lampau akan dibayar secara berangsur 3 bulan untuk tiga kali pembayaran masing-masing Rp. 1.600.000 4 Selama dalam proses pemeriksaan perkara di persidangan, pemohon dalam repliknya menjawab bahwa dia tetap ingin bercerai dengan termohon. Begitupun 4 Ibid., hal. 87 46 sebaliknya, termohon dalam dupliknya tetap ingin mengakiri kehidupan rumah tangganya dengan perceraian dan tidak keberatan atas kesediaan pemohon untuk memberikan nafkah iddah, mut’ah, serta nafkah lampau bagi termohon. 5 Dan masing-masing pihak yang berperkara telah mengajukan bukti berupa fhoto copy Kutipan Akta Nikah Nikah Nomor 534/15/VIII/1999 tanggal 6 Agustus 1999 dari yang dikeluarkan oleh KUA kecamatan Pancoran Mas Kota Depok (dahulu kabupaten Bogor oleh Ketua Majelis diberi kode (P), dan saksi-saksi dari keluarga di persidangan bertujuan untuk menguatkan dalil-dalil permohonannya. 3. Pertimbangan Hukum Majelis hakim telah berupaya melakukan mediasi pada tanggal 10 Februari 2009 sesuai dengan Perma No. 1 Tahun 2008 tentang Mediasi, tetapi atas pertimbangan masalah rumah tangga yang tidak bisa lagi dicari jalan keluar yang baik diantara pemohon dan termohon, maka mediasi tidak membuahkan hasil yang baik. 6 Pertimbangan lainnya yaitu berdasarkan bukti-bukti yang telah disebutkan diatas, maka majelis hakim mengabulkan permohonan pemohon untuk mengucapkan ikrar talak satu raj’i terhadap termohon. Selain itu dengan adanya perselisihan dan 5 Ibid., hal. 87 6 Ibid., hal. 87 47 pertengkaran terus menerus diantara mereka, maka seperti yang telah diatur pada Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 juncto Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam mengabulkan permohonan Pemohon. Dan berdasarkan ketentuan Pasal 89 ayat 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, maka biaya perkara dibebankan kepada Pemohon. 7 B. ISI POKOK PERKARA NOMOR 914/Pdt.G/2009/PA. Depok 1. Duduk Perkara/Posita Pada nomor perkara 914/Pdt.G/2009/PA.Depok yaitu perkara cerai talak juga seperti perkara yang pertama. Di dalamnya dijelaskan para pihak yang berperkara adalah Cipto bin Marzuki (samaran) suami sebagai pemohon yang berusia 26 tahun, agama Islam, pendidikan SMU, pekerjaannya sebagai buruh dan sekarang bertempat tinggal jalan Pondok Terong Bojong Pulo gang Pulo No.18 RT. 03 RW. 03, Kelurahan Bojong Pondok Terong, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. Dan termohon atau tergugat adalah Indri binti Dermawan (samaran) berusia 22 tahun, agama Islam, pendidikan SD, pekerjaan ibu rumah tangga, tempat tinggal di jalan Pondok Terong Bojong Pulo Gang Pulo No.49 RT. 03 RW. 03, Kelurahan Bojong Pondok Terong, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. 8 7 Ibid., hal. 87 8 Lampiran Putusan Perkara Nomor 914/Pdt. G/2009/PA. Depok. Hal. 95 48 Pemohon dan termohon telah mengikat janji dalam sebuah ikatan suci pernikahan menjadi suami isteri, pernikahan tersebut telah dilaksanakan pada tanggal 20 April 2006, di Pancoran mas, Kota Depok, dengan Kutipan Akta Nikah nomor 803/161/IV/2006 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. 9 Selama menjalani kehidupan rumah tangga, mereka hidup rukun, harmonis, bahagia. Tetapi, kehidupan di dunia ini seperti roda selalu berputar terkadang di bawah dan di atas, begitupun hidup terkadang bahagia dan sedih dengan berbagai masalah yang datang menghampiri sehingga membuat kebahagiaan yang ada hilang di tengah kehidupan manusia. Masalah rumah tangga yang datang menghampiri suami isteri tersebut (Cipto dan Indri) yaitu sejak Januari 2009, membuat perselisihan dan pertengkaran terus menerus yang disebabkan isteri egois, ingin menang sendiri, keras kepala, dan mengabaikan serta menyepelekan nasihat dari suami. 10 Puncak dari perselisihan keduanya yaitu pada bulan Maret 2009, termohon (isteri) minta dipulangkan kerumah orang tuanya. Akhirnya pemohon (suami) mengantarkan pulang isteri ke rumah orang tuanya, dengan permasalah keluarga tersebut suami sudah tidak sanggup lagi untuk mempertahankan rumah tangganya 9 Ibid., hal. 95 10 Ibid., hal. 95 49 karena sikap isteri yang kurang baik terhadap suami. Sejak saat itu pula keduanya pisah rumah dan akhirnya pemohon mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama Depok untuk mengakhiri kehidupan rumah tangga beserta isteri dengan bercerai. 11 Dalam mengatasi masalah rumah tangga antara pemohon dan termohon, pihak keluarga dari keduanya telah berupaya untuk mendamaikan pemohon dan termohon, tetapi tidak menghasilkan jalan keluar yang baik dan tidak bisa kembali hidup rukun. 12 2. Petitum/Tuntutan Perkara Mengenai tuntutan yang diinginkan oleh pemohon dalam permohonannya kepada majelis hakim yaitu, agar mengabulkan permohonannya dan menetapkan untuk memberi izin kepada pemohon mengucapkan ikrar talaq terhadap termohon di depan sidang pengadilan setelah memiliki kekuatan hukum tetap, serta menetapkan biaya perkara menurut hukum. 13 Selama proses pemeriksaan perkara dalam persidangan yang telah ditentukan pemohon dan termohon tidak pernah hadir, padahal keduanya telah dipanggil secara resmi dan patut, dan tidak pernah menyuruh orang lain sebagai wakilnya. Ternyata ketidakhadirannya itu disebabkan suatu halangan yang sah. 11 Ibid., hal. 95 12 Ibid., hal. 95 13 Ibid., hal. 95 50 2. Pertimbangan Hukum Berdasarkan atas maksud dan tujuan permohonan pemohon dalam petitum/tuntutan adalah ingin bercerai, tetapi para pihak yang berperkara tidak pernah hadir dalam persidangan dan tidak pernah juga menyuruh orang lain sebagai wakilnya, padahal pihak pengadilan telah memanggil keduanya dengan resmi dan patut. 14 Pertimbangan hukum lain yang digunakan majelis hakim yaitu berdasarkan ketentuan Pasal 124 HIR, permohonan pemohon dinyatakan gugur. Bahwasanya majelis hakim berpendapat tidak adanya kesungguh-sungguhan dengan permohonan pemohon. Dan oleh karena perkara ini termasuk dalam bidang perkawinan, maka berdasarkan Pasal 89 ayat(1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, semua biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada pemohon. 15 C. ISI POKOK PERKARA NOMOR 1301/Pdt. G/2008/PA. Depok 1. Duduk Perkara/Posita Bahwa Pemohon dan Termohon dalam surat permohonannya tertanggal 15 Desember 2008 telah mendaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama Depok dengan register perkara Nomor 1301/pdt. G/2008/PA. Depok. Pada perkara ini 14 Ibid., hal. 95 15 Ibid., hal. 95 51 seperti dua perkara sebelumnya, adalah perkara cerai talaq. Dimana pemohonnya adalah suami yang bernama Ahmad bin Daud (samaran) berumur 26 tahun, agama Islam, pendidikan SLTA, pekerjaan karyawan swasta dan beralamat di tinggal di jalan Andara RT. 01 RW.01 No. 43, Kelurahan Pangkalan Jati Baru, Kecamatan Limo, kota Depok. Adapun termohon adalah Siti binti Jhoni (samaran) berumur 26 tahun, agama Islam, pendidikan SLTA, pekerjaan karyawan swasta, tempat tinggal di jalan H. Terin RT. 02 RW.03 No. 60, Kelurahan Pangkalan Jati Baru, Kecamatan Limo, Kota Depok. 16 Bahwa antara pemohon dan termohon adalah suami isteri yang sah, dan telah melaksanakan pernikahan pada tanggal 23 Februari 2004, dengan Kutipan Akta Nikah Nomor 163/119/II/2004 tanggal 24 Februari 2004, yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Limo, Kota Depok. Dan selama pernikahan keduanya telah dikaruniai dua orang anak yang bernama Puteri (samaran) umur 5 tahun dan Rizal (samaran) umur 9 bulan. Semula kehidupan rumah tangga mereka adalah rukun dan harmonis, tetapi sejak tahun 2005 badai kehidupan rumah tangga menerpa mereka dengan berbagai masalah yang datang. Penyebab permasalahan tersebut adalah karena sikap isteri 16 Lampiran Salinan Putusan Perkara Nomor 1301/Pdt. G/2008/PA. Depok hal. 99 52 yang mempunyai sifat keras kepala, egois dan mau menang sendiri, merasa pendapatnya yang paling benar sehingga seringkali nasehat Pemohon diabaikan. 17 Alasan lain yang membuat suami menceraikan isterinya yaitu karena sikap isteri yang acuh atau kurang memperhatikan ayah mertua yang sudah lanjut usia dan mulai sakit-sakitan, padahal tempat mereka tinggal bersebelahan dengan ayah mertua. 18 Seharusnya sebagai anak menantu, dia harus menghormati dan bersikap baik terhadap orang tua (mertua) layaknya kepada orang tua kandung sendiri. Setiap kali pemohon dan termohon bertengkar, termohon selalu pergi meninggalkan rumah dan pergi ke rumah orang tuanya sehingga termohon melalaikan kewajiban sebagai isteri. Termohon juga selalu curiga akan penghasilan pemohon yang hanya sebagai karyawan swasta. Dan puncak dari perselisihan keduanya yaitu pada tanggal 19 Agustus 2008 ketika salah satu anak dari mereka sedang sakit, seharusnya sebagai seorang ibu atau orang tua merawat dan membawa berobat anaknya ke rumah sakit, tapi termohon memulai perselisihan dengan mengungkit penghasilan pemohon dan pergi meninggalkan rumah, dan dari sikap isteri yang tak kunjung berubah 17 Ibid., hal. 99 18 Ibid., hal. 99 membuat pemohon tidak sanggup lagi untuk 53 mempertahankan kehidupan rumah tangganya. Hingga akhirnya jalan keluar yang terbaik untuk permasalahan tersebut adalah perceraian.19 Dan mulai tanggal 19 Agustus 2008 antara pemohon dan termohon resmi pisah rumah dan kini berdomisili pada alamat tersebut di atas. Bahwasanya masingmasing keluarga telah melakukan upaya damai untuk merukunkan kembali kehidupan rumah tangga pemohon dan termohon. Tapi upaya damai tersebut tidak membuahkan hasil yang baik seperti yang dinginkan masing-masing keluarga. 20 Dengan beberapa kejadian tersebut di atas, rumah tangga antara pemohon dan termohon sudah tidak dapat dibina dengan baik lagi sehingga rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah, tidak dapat tercapai. Pemohon merasa menderita lahir dan batin akan perilaku isteri dan sudah tidak mungkin untuk meneruskan rumah tangga dengan termohon serta tidak ada jalan terbaik kecuali dengan perceraian. 2. Petitum/Tuntutan Perkara Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka pemohon meminta kepada majelis hakim dalam permohonannya untuk mengadili dan menjatuhkan putusan dengan seadil-adilnya yaitu mengabulkan permohonan pemohon, menetapkan serta 19 Ibid., hal. 99 20 Ibid., hal. 99 54 memberikan izin untuk mengucapkan ikrar talaq terhadap termohon di depan sidang Pengadilan Agama Depok setelah putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap dan membayar biaya perkara menurut hukum. 21 Pada hari sidang yang telah ditetapkan pemohon telah hadir tetapi lain hal dengan termohon dia tidak datang untuk menghadap atau menyuruh orang lain sebagai wakilnya yang sah di persidangan. Meskipun menurut relaas panggilan tanggal 18 agustus 2009 dan 15 Januari 2010 yang disampaikan oleh Juru Sita Pengadilan Agama Depok, dimana masing-masing relaas dibacakan dalam persidangan oleh Ketua Majelis, ternyata ketidakhadiran termohon karena suatu halangan yang sah menurut hukum. 22 Selama proses persidangan majelis hakim selalu menasehati untuk bersabar menunggu termohon dan kalau bisa hidup rukun kembali dengan termohon namun itu tidak berhasil. Dan sebagai akibat terjadinya talaq yang dijatuhkan oleh pemohon terhadap termohon, pemohon akan memberikan termohon berupa mut’ah yaitu cincin emas seberat 5 gram, nafkah selama iddah yang seluruhnya Rp. 600.000 (Enam Ratus Ribu Rupiah), nafkah anak Rp. 400.000 (Empat Ratus Ribu Rupiah), pengembalian mahar berupa cincin emas 5 gram. 23 21 Ibid., hal. 99 22 Ibid., hal. 99 23 Ibid., hal. 99 55 Dalam memperkuat dalil-dalil permohonannya, Pemohon mengajukan buktibukti berupa bukti tertulis yaitu foto copy buku Kutipan Akta Nikah atas nama Pemohon dam Termohon, dengan Nomor 163/119/II/2004 tanggal 24 Februari yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan Limo kota Depok yang telah dibubuhi materai pos dan telah dicocokan dengan yang asli, lalu diberi kode P. Selain itu juga Pemohon mengajukan bukti lain dengan menghadirkan 2 orang saksi yaitu ayah kandung dan teman dekat dari Pemohon. Dengan di bawah sumpahnya para saksi di persidangan memberikan keterangan sebenar-benarnya yang mereka ketahui dari permasalahan keluarga yang terjadi antara Pemohon dan Termohon. 24 Atas keterangan 2 orang saksi tersebut Pemohon membenarkan seluruh keterangannya, kemudian Pemohon mengajukan kesimpulan yang pada pokok isinya tetap pada pendiriannya untuk tetap bercerai dari Termohon. 3. Pertimbangan Hukum Majelis hakim menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas yang diperkuat dengan keterangan saksi-saksi yang menyatakan tidak sanggup untuk merukunkan Pemohon dan Termohon, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa hubungan antara Pemohon dan Termohon dalam membina rumah tangga sudah tidak harmonis sehingga sulit untuk mewujudkan tujuan perkawinan sebagaimana maksud 24 Ibid., hal. 99 56 dari Al-Quran surat ar-Ruum ayat 21 dan pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam(INPRES Nomor 1 Tahun 1991). 25 Dengan kondisi kehidupan rumah tangga yang tidak harmonis lagi dan hanya menimbulkan perselisihan dan pertengkaran terus menerus. Maka berdasarkan hal tersebut telah memenuhi maksud pasal 39 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 beserta penjelasannya dan pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam, dengan demikian permohonan Pemohon untuk bercerai dengan Termohon cukup beralasan dan tidak melawan hukum, sehingga permohonan Pemohon tersebut dapat dikabulkan dengan mengizinkan Pemohon untuk mengucapkan ikrar talak terhadap Termohon di depan sidang Pengadilan Agama Depok. 26 Dengan demikian Pemohon patut dihukum untuk memberikan mut’ah, nafkah iddah, nafkah anak, dan pengembalian mahar kepada Termohon sesuai dengan kesanggupannya tersebut yang akan dituangkan kembali sebagaimana dalam amar putusan. Berdasarkan perkara ini termasuk dalam bidang perkawinan, maka pada pasal 89 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun1989, sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, 25 Ibid., hal. 99 26 Ibid., hal. 99 57 semua biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada Pemohon. Serta pasal 125 HIR dan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan perkara ini. 27 Selanjutnya, Majelis Hakim mengadili perkara No.1301/Pdt.G/2008/PA. Depok ini sebagai berikut: 1. Menyatakan Termohon yang telah dipanggil secara resmi dan patut untuk menghadap di persidangan, tetapi tidak hadir. 2. Mengabulkan permohonan Pemohon dengan Verstek. 3. Memberi izin kepada Pemohon unyuk menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon di depan sidang Pengadilan Agama Depok. 4. Menghukum Pemohon untuk memberikan kepada Termohon: a. Mut’ah cincin emas seberat 5 gram b. Nafkah selama menjalani iddah seluruhnya Rp.600.000 (Enam Ratus Ribu Rupiah) c. Nafkah anak Rp.400.000 (Empat Ratus Ribu Rupiah) setiap bulan d. 27 Ibid., hal. 99 Pengembalian mahar berupa cincin emas seberat 5 gram 58 5. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp. 221.000 (Dua Ratus Dua Puluh Satu Ribu Rupiah). 28 Demikianlah isi pokok dari ketiga putusan perkara yang di dapat penulis dari Pengadilan Agama Depok, dimana yang menjadi point utama dari permasalah tersebut di atas adalah sikap egoisme isteri, ingin menang sendiri, menganggap segala pendapatnya itu paling benar daripada suami. Dan dari perilaku isteri itulah yang menjadi alasan suami untuk menceraiakan isterinya. 28 Ibid., hal. 99