BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama dari kegiatan perusahaan adalah untuk memaksimalkan nilai para pemegang sahamnya. Perusahaan yang go public, tingkat kesejahteraan pemegang saham ditunjukkan dari tingginya nilai harga pasar perlembar saham perusahaan. Ketika perusahaan dalam kondisi memiliki kas yang berlebih maka akan mendistribusikan kas tersebut kepada pemegang saham dengan cara pembagian deviden yang merupakan hasil dari kinerja perusahaan. Selain dengan pembagian deviden, ada pula cara lain untuk mendistribusikan kelebihan kas tersebut kepada para pemegang saham yaitu dengan melakukan stock repurchase. Pemerintah Indonesia melalui Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) mengeluarkan suatu aturan mengenai keterbukaan informasi yang harus diumumkan pada publik. Dalam peraturan BAPEPAM-LK No: X.K.1, telah dipapakarkan beberapa jenis informasi yang harus segera diumumkan kepada publik. Informasi tersebut berkaitan dengan aksi-aksi perusahaan yang biasa disebut corporate action. Stock repurchase atau buy back saham merupakan suatu aksi korporasi. Stock repurchase tersebut dilakukan oleh emiten dengan cara membeli kembali saham perusahaan yang beredar dengan menggunakan dana perusahaan. Dana perusahaan tersebut biasanya berasal dari kas bebas yang dimiliki oleh perusahaan. 1 2 Salah satu yang mendasari dipilihnya stock repurchase karena perusahaan ingin memperbaiki struktur modalnya. Struktur modal tersebut dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Karena adanya biaya pajak sebagai beban, utang dapat dijadikan salah satu solusi untuk mengurangi besarnya biaya pajak tersebut. Untuk mencapai struktur modal yang optimal tentunya perlu ada keseimbangan antara modal sendiri dan utang. Besaran modal sendiri dan utang untuk setiap perusahaan tentunya tidak sama. Pihak manajemen akan berusaha mengupayakan proporsi antara modal sendiri dan utang mendekati optimal. Serta tugas utama manajer yang harus selalu diingat adalah untuk memaksimalkan nilai pemegang saham Tujuan dari stock repurchase adalah untuk menyakinkan pasar atau pemegang saham bahwa perusahaan dalam kondisi yang liquid. Kebanyakan, stock repurchase dilakukan saat harga saham suatu emiten dalam kondisi undervalued. Salah satu alasan perusahaan dalam melakukan corporate action adalah untuk meningkatkan Earning Per Share (EPS) perusahan tersebut. Dengan dilakukannya stock repurchase, diharapkan ada pengaruh positif terhadap harga saham. Di Indonesia, transaksi stock repurchase yang dilakukan biasanya untuk meningkatkan nilai Earning per Share (EPS)-nya. Walaupun peningkatan EPS bukan terjadi karena adanya peningkatan earning perusahaan, tetapi lebih kepada adanya pengurangan jumlah saham yang beredar. Tak sedikit pula transaksi stock repurchase yang dilakukan karena diakibatkan penurunan harga saham tersebut karena beberapa faktor yang mempengaruhi, ada pula yang dilakukan untuk mendorong penigkatan IHSG. 3 Sebagai contoh kasus pada tahun 2015, di Indonesia mengalami pelemahan ekonomi yang berimbas pada lesunya perdagangan efek, sehingga IHSG mengalami penurunan. Penurunan IHSG tersebut mungkin mendasari beberapa perusahaan berniat untuk melakukan stock repurchase. Pemerintah melalui lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga ikut mengatasi permasalahan pelemahan tersebut dengan cara mengeluarkan kebijakan. Melalui Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 22/SEOJK.04/2015 tentang “Kondisi Lain sebagai Kondisi Pasar yang Berfluktuasi Secara Signifikan dalam Pelaksanaan Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik”. Surat tersebut berisi tentang Emiten atau Perusahaan Publik dapat melakukan pembelian kembali sahamnya tanpa perlu memperoleh persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS). Melihat dari tahun-tahun sebelumnya, pada tahun dimana terjadi resesi ekonomi pada tahun 2008 dan 2013. Banyak terjadi aksi korporasi dalam bentuk stock repurchase yang dilakukan oleh beberapa perusahan. Pada saat itu, perusahaan dinilai undervalue maka keputusan manajemen untuk meningkatakan kepercayaan pasar atau investor salah satunya dengan stock repurchase tersebut. Tidak seperti di Amerika, dimana banyak sekali perusahaan yang melakukan stock repurchase, di Indonesia program stock repurchase ini bisa dikatakan masih sangat sedikit dilakukan. Hanya perusahaan-perusahaan besar yang melakukannya, mengingat biaya untuk pelaksanaan program ini cukup besar. Metode yang digunakan pun semuanya menggunakan metode open market repurchase (OMR), yaitu suatu metode dimana perusahaan 4 membeli kembali sahamnya melalui broker yang ditunjuk seperti yang dilakukan investor pada umumnya. Dalam OMR perusahaan membeli kembali saham di pasar terbuka. Manajemen perusahaan dalam pembelian kembali saham memiliki hak untuk memutuskan apakah, kapan, atau beberapa banyak saham yang benar-benar dibeli kembali. Selain itu, sejumlah besar perusahaan mengumumkan program OMR tidak menyelesaikan stock repurchase mereka. (Stephens Weisbach, 1998; Lie, 2005). Literatur yang ada telah mengusulkan beberapa hipotesis untuk menjelaskan motivasi pembelian kembali saham. Diantaranya dengan signaling hipotesis (undervalue) dan arus kas bebas hipotesis telah menjadi perhatian yang besar. Hipotesis sinyal menunjukkan bahwa pengumuman pembelian kembali ditafsirkan sebagai sinyal manajerial bahwa saham saat ini dalam kondisi undervalued (Vermaelen, 1981; Lakonishok dan Vermaelen, Ikenberry et al, 1995, Stephens dan Weisbach, 1998; Dittmar 2000; D’Mello dan Shroff, 2000; Chan et al, 2004, Peyer dan Vermaelen, 2005). Menurut literatur terbaru, pembelian kembali saham juga meningkatkan kekayaan pemegang saham dengan membagikan arus kas bebas untuk pemegang saham (Dittmar, 2000;Guay dan Harford, 2000, Jagannathan et al, 2000, Grullon dan Michaely, 2004). Melihat dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ken C. Yook Partha Gangopadhyay mengenai “The wealth effects of accelerated stock repurchases”. Inti dari penelitian tersebut ingin mengetahui seberapa besar pengaruh pembelian saham yang dipercepat terhadap efek kekayaan 5 pemegang saham. Pembelian saham yang dipercepat (ASR) merupakan tindakan perusahaan membeli saham sendiri dari sebuah bank investasi. Sedangkan di Indonesia, ASR masih jarang dijumpai bahkan belum ada. Maka peneliti mengganti variabel ASR dengan stock repurchase / buy back saham. Dari beberapa penelitian event study yang ada, menunjukkan bahwa ada muatan sinyal positif dari pengumuman stock repurchase. Maka ada hal yang menarik bagi peneliti untuk melakukan pengamatan apakah dari dilakukannya stock repurchase ada perbedaan positif tingkat kesejahteraan pemegang saham dan nilai pasar perusahaan yang akan dibandingkan dengan sebelum dilakukan stock repurchase. Untuk itu peneliti membutuhkan literatur lain yang mendukung antara lain penelitian yang dilakukan oleh Heitor Almeida dan kawan-kawan dengan judul “The real effects of share repurchase”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa share repurchase tidak merugikan nilai pemegang saham serta EPS akan memiliki konsekuensi negatif untuk nilai dan kinerja perusahaan jika dihubungkan dengan investasi riil pada waktu yang sama. Selain itu penelitian lain menunjukkan bahwa dampak dari dilakukannya stock repurchase pada likuiditas perusahaan mempunyai pengaruh positif ditunjukkan dengan tegas. Penelitian tersebut dilakukan oleh Alexander Hillert dan kawan-kawan dalam penelitian berjudul “Stock repurchase and liquidity”. Sesuai dengan yang sudah diutarakan diatas, peneliti akan membandingkan Wealth yang diterima pemegang saham sebelum dan 6 sesudah stock repurchase, serta seberapa besar perubahan nilai pasar perusahaan yang terjadi. Nilai pasar perusahaan tersebut akan diukur menggunakan Tobin’s Q sebelum dan sesudah stock repurchase. 1.2 Perumusan Masalah Penelitian ini pada intinya ingin melihat: 1. Bagaimana dampak terhadap tingkat kesejahteraan para pemegang saham sebelum dan sesudah stock repurchase? 2. Bagaimana dampak terhadap nilai pasar perusahaan sebelum dan sesudah stock repurchase? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Menganalisis dampak tingkat kesejahteraan para pemegang saham sebelum dan sesudah stock repurchase. 2. Menganalisis dampak nilai pasar perusahaan sebelum dan sesudah stock repurchase. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Dapat menambah pengetahuan mengenai stock repurchase dan efek dari dilakukannya stock repurchase. 2. Bagi Akademisi Dapat menjadi referensi dan pedoman bagi penelitian-penelitian selanjutnya, terutama yang berkaitan dengan buy back saham / stock repurchase. 7 3. Bagi Investor a. Memberikan masukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan investasi dalam pasar modal. b. Memberikan pengetahuan kepada investor, sehingga mereka dapat mengambil keputusan investasi yang tepat pada saat stock repurchase. 4. Bagi Perusahaan Memberikan masukan kepada perusahaan ketika akan melakukan stock repurchase pada saat sahamnya mengalami penurunan harga.