BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 2.1 Pengertian Belajar dan

advertisement
BAB I I
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
2.1 Pengertian Belajar dan Hasil Belajar
Belajar meruapakan suatu perubahan di dalam diri seseorang dari tudak
tahu menjadi tahu, seperti yang diungkapkan oleh Slameto (1995) bahwa belajar
merupakan suatu peoses untuk memperoleh pengethuan atau pandangan dan
keterampilan yang akan menghasilkan suatu kekuatan (mampu) pemecahan
sesuatu bagi seseorang, menghadapi keadaan tertentu. Perubahan tingkah laku ini
tidak berdasarkan naluri tetapi perubahan yang terjadi karena ia telah belajar
sesuatu yang baru.
Slameto (1995) mendcfenisikan bahwa hasil belajar adalah setiap macam
kegiatan yang menghasilkan perubahan khas dimana hasil belajar tampak dalam
prestasi yang dicapai oleh mahasiswa.
,
,
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan
perwujudan nilai-nilai yang diperoleh mahasiswa.
DEPDIKBUD
(1995)
menyatakan
bahwa
penilaian
hasil
belajar
sebagaimana yang tercantum dalam petunjuk teknis merupakan kegiatan yang
tidak terpisahkan dari kegiatan perencanaan mengajar dan pelaksanaan belajar
mengajar. Hasil penelitian turut mewamai tindakan dosen pada kegiatan belajar
selanjutnya.
'
Kemampuan yang dimiliki mahasiswa setelah proses belajar mengajar
dapat dikatakan sebagai hasil belajar yang merupakan faktor penting dalam
6
pendidikan. Slameto (2003) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses
atau usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru sebagai hasil keseluruhan pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi
dengan
lingkungannya. Menurut Sudjana
(2004), hasil
belajar
merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah mereka
menerima pengalaman belajamya.
Benyamin Bloom mengklasifikasikan hasil belajar menjadi 3 ranah yaitu
1) ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6
aspek yakni
pengetahuan
atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis
dan evaluasi.
2) ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari
aspek yakni
penerimaan, jawaban
atau
reaksi, penelitian, organisasi
lima
dan
intemalisasi, 3) ranah psikomotoris berkenan dengan hasil belajar keterampilan
dan kemampuan bartindak.
Hasil
belajar adalah
belajar
akhir dari suatu proses dapat dilihat melalui hasil belajar. Hasil
out put yang dicapai berkat adanya proses pembelajaran. Hasil
merupakan
penentu
akhir dalam rangkaian aktivitas belajar
dan
keberhasilan siswa dalam belajar tercermin dari hasil evaluasi yang diperolehnya,
sepeti yang dikemukan oleh Nurkencana (1983), hasil belajar adalah suatu hasil
penilaian
(evaluasi).
Evaluasi
diharapkan
memberikan
informasi
tentang
kemajuan yang telah dicapai oleh siswa yaitu pada penguasan dan kemampuan
yang didapatkan setelah memperoleh pengalaman belajar.
Nasution (1982) menambahkan
bahwa hasil belajar
adalah tingkat
penguasaan bahan oleh mahasiswa, tingkat keterampilan atau skor yang diperoleh
mahasiswa dari hasil test yang dilaksanakan. Tingkat penguasaan ini dapat dilihat
dari skor nilai yang biasanya dilambangkan dengan angka atau huruf
7
Pengukuran terhadap materi kuliah mengacu pada ketuntasan belajar.
Ketuntasan belajar adalah pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan
bagi setiap unit bahan ajaran baik secara perorangan maupun kelompok. Menurut
(Anonim, 1995) bahwa seorang mahasiswa dikatakan telah tuntas atau menguasai
suatu pokok bahasan dapat ditinjau dari dua sisi yaitu individual dan klasikal.
Ketuntasan individual apabila sekurang-kurangnya 65% dari suatu pokok bahasan
telah dikuasai oleh siswa, sedangkan ketuntasan klasikal apabila sekurangkurangnya 85% siswa telah mencapai ketuntasan individual.
Menurut Slameto (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
digolongkan menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor ekstemal. Faktor internal
meliputi aspek fisiologi dan psikologi mahasiswa, sedangkan faktor ekstemal
meliputi aspek yang berasal dari lingkungan sosial mahasiswa. Berdasarka
pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar mempakan hasil
yang diperoleh mahasiswa setelah melalui pengalaman belajar dalam rangkaian
proses belajar mengajar yang dapat dilihat dengan melakukan evaluasi.
2.2 Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin (1995), belajar kooperatif dapat membantu mahasiswa
dalam mendcfenisikan struktur motivasi dan organisasi untuk menumbuhkan
kemitraan yang bersifar kolaboratif (Collaborative partnership).
Petunjuk
pelaksanaan
pembelajaran
kooperatif
pada
umumnya
menitikberatkan pada struktur dan manajemen pembelajaran seperti distribusi
gender, jumlah mahasiswa dalam kelompok, serta strategi pembagian tugas
sehingga semua mahasiswa aktif bekerja. Dalam hal ini pengelompokan
mahasiswa
merupakan
variasi
dari
aktivitas
pembelajaran,
cara
untuk
8
mengajarkan mahasiswa bekerja dalam kelompok, cara untuk mengajarkan
mahasiswa bekerja dalam kelompok, cara untuk mengajarkan mahasiswa berbagi
tugas dan cara untuk mengajarkan mahasiswa belajar dari temannya.
Pengelompokan mahasiswa menurut konstruktivisme, merupakan salah
satu strategi yang dianjurkan sebagai cara untuk mahasiswa saling berbagi
pendapat,
berargumentasi,
dan
juga
mengembangkan
berbagai
alternatif
pandangan dalam upaya konstruksi pengetahuan oleh individu mahasiswa. Belajar
kooperatif dan kolaboratif yang berlandaskan konstruktivisme sesungguhnya
menggunakan
pengelompokkan mahasiswa
sebagai
cara untuk memotivasi
terjadinya pertukaran ide, argumentasi, dan refleksi dari masing-masing anggota
'< ; r>
kelompok dalam upaya konstruksi pengetahuan.
Sartika (2002) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah
sebagai berikut:
a.
Setiap anggota memiliki peran.
b. Terjadi hubungan interaksi langsung antara para mahasiswa.
c.
Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajamya dan juga
teman-teman kelompok.
d. Para
dosen
membantu
>
para
mahasiswa
untuk
keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok.
e.
mengembangkan
;
Dosen hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan. Belajar
kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok.
Suhermi (2000) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan
salah satu model pembelajaran dengan mengelompokkan mahasiswa ke dalam
beberapa kelompok kecil (4 -5 orang) yang bersifat heterogen (dalam kemampuan
9
akademik, jenis kelamin, suku, dan kebudayaan) untuk menyelesaikan tugas
akademik. Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah tipe TSTS (Two Stay
Two Stray).
Two Stay Two Stray (TSTS) atau Dua Tinggal Dua Tamu.
Menurut Lie (2002) belajar mengajar dua tinggal dua tamu (Two Stay
Two Stray) dikembangkan oleh Kagan pada tahun 1992, TSTS ini memberikan
kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan
kelompok lain. Sehingga dapat dikatakan pembelajaran kooperatif tipe TSTS
saling membantu memecahkan masalah dan saling mendorong untuk berprestasi.
Dalam proses pembelajaran tipe TSTS mahasiswa di kelompokkan yang
terdiri dari 4 orang dimana setelah diskusi dalam kelompok sendiri dua orang
anggota kelompok bertamu kepada kelompok lain sementara dua orang tinggal
bertugas membagi informasi kepada tamu mereka. Kemudian anggota kelompok
memohon diri dan kembali ke kelompok untuk melaporkan kepada teman mereka
dari kelompok lain serta mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka
(Lie, 2002).
TSTS merupakan model pembelajaran yang dapat melatih mahasiswa
berflkir kritis, kreatif dan efektif serta saling memecahkan masalah dan saling
mendorong untuk saling berprestasi dalam kelompoknya. TSTS menekankan
bahwa
mahasiswa
berkemampuan
akademis
tinggi
akan
membantu
yang
berkemampuan akademis kurang dalam kelompoknya.
Pembelajaran kooperatif tipe TSTS, evaluasi dilakukan secara individu
yang mencakup semua topik yang di diskusikan, skor yang diperolah mahasiswa
10
dalam evaluasi selanjutnya diproses untuk menentukan nilai
perkembangan
individu yang akan di sumbangkan untuk skor kelompok.
Untuk jelasnya dapat dilihat fase-fase pembelajaran kooperatif (Ibrahim,
dkk, 2000), tahap pembelajaran teknik TSTS dapat dimodifikasi sebagai berikut:
Tabel 1. Fase-fase Pembelajaran Kooperatif tipe T S T S
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Kegiatan Dosen
Dosen menyampaikan tujuan
motivasi
Dosen menyampaikan informasi
dan
Dosen mengorganisasi
mahasiswa
dalam kelompok belajar yang terdiri
dari 4 orang
Dosen
memberikan
L K M pada
masing-masing kelompok.
Dosen meminta dua orang dari
masing-masing
kelompok
untuk
berkunjung kekelompok lain dan dua
orang
tinggal
bertugas
sebagai
penerima tamu.
Kegiatan Mahasiswa
Mahasiswa mendengarkan tujuan
dan motivasi dari dosen
Mahasiswa
mendengarkan
informasi dari dosen dosen.
Mahasiswa menempati kelompok
Mahasiswa
mengerjakan
LKM
dalam kelompok masing-masing.
Dua orang dari masing-masing
kelompok berkunjung ke kelompok
lain
dengan
tujuan
mencari,
membandingkan,
mencatat
dan
memberikan informasi penyclesaian
soal, sementara dua orang yang
tinggal bertugas memberikan hasil
kerja/jawaban dan informasi kepada
tamu mereka.
I3osen meminta mahasiswa yang Mahasiswa kembali ke kelompok
bertugas sebagai tamu kembali ke sendiri dan melaporkan informasi
penyelesaian soal yang mereka
kelompok sendiri
peroleh dari kelompok lain.
Dosen menyuruh setiap kelompok Kelompok berfikir kembali dan
berfikir kembali dan membandingkan mengembangkan
jawaban
serta
jawaban serta membahas hasil kerja membahas hasil kerja mereka.
mereka.
Dosen
menyuruh
mahasiswa Mahasiswa mempresentasikan hasil
mempresentasikan
hasil
kerjanya kerjanya dan mengumpulkan L K M
mengumpulkan L K M untuk dinilai.
untuk dinilai.
Dosen
memberikan
penghargaan Kelompok
mendapatkan
kepada kelompok.
penghargaan berupa nilai
Evaluasi
11
2.3 Hubungan Pembelajaran Kooperatif Tipe T S T S Dengan Hasil Belajar
Pembelajaran kooperatif tipe TSTS memiliki keunggulan yaitu mahasiswa
dituntut untuk saling berbagi dalam hal memecahkan masalah, berbagi informasi
kepada kelompok lain dan interaksi antara siswa baik dalam kelompok sendiri
maupun dengan kelompok lain.
Hubungan pembelajaran kooperatif dengan aktivitas belajar dapat ditinjau
dari setiap tahap pelaksanaannya, pada tahap awal pelaksanaan
pembelajaran
kooperatif TSTS, setiap kelompok berdiskusi untuk mengerjakan soal-soal yang
terdapat dalam L K M , pada tahap ini peran semua anggota kelompok sangat
diharapkan sehingga semua anggota kelompok akan terlibat aktif Hal ini akan
memotivasi mahasiswa untuk mempelajari materi. Pada tahap Two Stay Two
Stray, setiap anggota kelompok terlibat interaksi langsung, baik yang bertugas
sebagai tamu untuk membandingkan jawaban dengan kelompok lain maupun yang
bertugas sebagai penerima tamu untuk membagikan informasi kepada tamu dari
kelompok lain, sehingga mahasiswa dapat mengembangkan potensi diri dan rasa
percaya diri, yang akan memotivasi mahasiswa untuk lebih giat belajar dan
aktivitas'dalam belajar akan tampak. Pada tahap berflkir ulang, setiap anggota
kelompok berdiskusi kembali untuk membahas informasi yang ditemukan dari
kelompok lain dan menentukan jawaban yang tepat.
Pembelajaran kooperatif tipe TSTS mempunyai pengaruh besar terhadap
aktivitas belajar mahasiswa, karena kelompok dihargai berdasarkan kelompok dan
individual dari anggotanya, yang akan membangkitkan motivasi terhadap bahan
yang diajarkan akan muncul selanjutnya diharapkan mahasiswa mempunyai minat
yang tinggi sehingga muncul rasa ingin tahu dalam mengikuti materi perkuliahan
dengan baik yang berorientasi pada keinginan berprestasi, sehingga mendapatkan
12
hasil belajar yang baik. Maksud pembelajaran
kooperatif tipe TSTS untuk
meningkatkan minat dan aktivitas mahasiswa yang berani dan membantu teman
dalam belajar, saling bertukar informasi dan membandingkan sehingga kelompok
mereka mendapatkan penghargaan yang baik, maka akan tumbuh dalam diri
mereka bahwa kebiasaan belajar itu sangat penting dan menyenangkan. Model
pembelajaran kooperatif tipe TSTS menuntut mahasiswa yang aktif, dengan itu
hasil belajar yang diinginkan tercapai.
Menurut Burner dalam Dahar (1991) belajar makna hanya dapat terjadi
melalui
belajar
penemuan.
Dimana
belajar
penemuan
membangkitkan
keingintahuan mahasiswa, member! motivasi untuk bekerja terus sampai jawabanjawaban, memecahkan masalah, bertukar pendapat, menganalisis informasi, tidak
hanya menerima saja. Hal ini akan mendorong mahasiswa untuk aktif dalam
perkuliahan, mahasiswa akan berusaha mencari jawaban dari masalah yang
dihadapinya dengan bertanya kepada dosen atau berdiskusi dengan temannya.
Menanggapi pertanyaan yang disampaikan dosen serta mampu menyimpulkan
materi yang telah dipelajarinya.
Berdasarkan uraian tersebut maka pembelajaran kooperatif tipe TSTS
dapat meningkatkan pemahaman
mahasiswa terhadap konsep-konsep
biologi
dasar yang akhimya akan meningkatkan hasil belajar mahasiswa.
2.4 Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah : Dengan menggunakan
pendekatan pembelajaran kooperatif tipe TSTS (Two Stay Two Stray) atau dua
tinggal dua tamu dapat meningkatkan aktivitas belajar
mahasiswa.
dan hasil
belajar
13
B. Temuan Hasil Penelitian Yang Relevan
Menurut penelitian Arsyad, M (2005) dengan judul "
Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Sikap dan Minat Belajar Biologi
Dasar Mahasiswa Semester I D i Program Studi Pendidikan Biologi FKIP UNRI
T.A. 2004/20005. Didapatkan hasil bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD
dapat meningkatkan sikap dan minat belajar belajar mahasiswa semester 1.
Penelitian Arfitriana, R (2005) " Peningkatan Hasil Belajar Biologi
Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Siswa Kelas
III M . A . Darul Hikmah Pekanbaru T.A. 2004/2005 Bahwa Dapat Meningkatkan
Hasil Belajar Biologi".
;
: ; .
"
C . Kerangka Pikir
Mahasiswa Baru
Latar Belakang
T=
1. Sosial Ekonomi
2. Sosial Budaya
3. Tingkatan Akademik yang
Berbeda
4. Jenis Kelamin
1. Strategi
2. Pendekatan
3. Model pembelajaran
V Kooperatif Tipe TSTS
1. Hasil Belajar
i - Daya Serap
A- Ketuntasan
A- Penghargaan
2. Aktivitas Belajar Mahasiswa
3. Aktivitas Dosen
Download