KATA PENGANTAR

advertisement
i
PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC
FIBROBLAST (CM-REF) DENGAN DAN TANPA LEUKEMIA
INHIBITORY FACTOR (LIF) DALAM MEDIUM TERHADAP
TINGKAT PROLIFERASI DAN SIFAT PLURIPOTENSI
MESENCHYMAL STEM CELL SUMSUM TULANG TIKUS
DALAM KULTUR IN VITRO
AGUS EFENDI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Conditioned
Medium Rat Embryonic Fibroblast (CM-REF) dengan dan tanpa Leukemia
Inhibitory Factor (LIF) dalam Medium terhadap Tingkat Proliferasi dan Sifat
Pluripotensi Mesenchymal Stem Cell Sumsum Tulang Tikus dalam Kultur In
Vitro adalah karya saya sendiri dengan arahan pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber Informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir skripsi.
Bogor, Agustus 2009
Agus Efendi
NIM B04051499
iii
ABSTRAK
AGUS EFENDI. Pengaruh Conditioned Medium Rat Embryonic Fibroblast
(CM-REF) dengan dan tanpa Leukemia Inhibitory Factor (LIF) dalam Medium
terhadap Tingkat Proliferasi dan Sifat Pluripotensi Mesenchymal Stem Cell
Sumsum Tulang Tikus dalam Kultur In Vitro. Dibimbing oleh ITA DJUWITA
dan NURHIDAYAT
Sel punca (stem cell) adalah sel yang memiliki kemampuan memperbarui
diri (proliferasi) dan dapat berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel dengan
arahan yang diberikan sehingga stem cell sangat potensial digunakan sebagai
terapi berbasis sel. Adult stem cell dapat diisolasi dari beberapa jaringan tubuh
individu dewasa salah satu diantaranya adalah dari sumsum tulang. Stem cell di
dalam kultur in vitro membutuhkan suatu media khusus yang dapat meningkatkan
proliferasi dan menjaga pluripotensinya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi tingkat proliferasi dan pluripotensi sel-sel kultur sumsum tulang
tikus dalam medium modified Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium (mDMEM)
yang diberi conditioned medium rat embryonic fibroblast (CM-REF) dengan dan
tanpa leukemia inhibitory factor (LIF). Sel-sel sumsum tulang tikus dikultur
dalam mDMEM, mDMEM+CM-REF 25%, dan mDMEM+CM-REF 25%+LIF
10 ng/ml. Evaluasi dilakukan terhadap morfologi sel-sel sumsum tulang tikus
yang berkembang dengan pewarnaan hematoksilin eosin (HE), sedangkan sifat
pluripotensi sel-sel sumsum tulang tikus dievaluasi menggunakan pewarnaan
alkalin fosfatase (ALP). Tingkat proliferasi diukur berdasarkan persentase bone
marrow mesenchymal stem cell (BM-MSC). Hasil yang diperoleh dianalisis
menggunakan uji statistik T-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
berdasarkan pengamatan morfologi terdapat 4 jenis sel hasil kultur sel sumsum
tulang yaitu mesenchymal stem cell (yang menyerupai mesenkhimal dan fibroblas),
hematositoblas, khondroblas dan osteoblas, serta progenitor sel saraf. Kultur sel
sumsum tulang dalam medium mDMEM yang diberi CM-REF dengan dan tanpa
LIF menunjukkan persentase BM-MSC meningkat secara signifikan (96%; 88%)
setelah 10 hari kultur dibanding dalam medium mDMEM (47,8%). Berdasarkan
pewarnaan alkalin fosfatase, persentase sel-sel yang pluripoten dalam medium
mDMEM yang diberi CM-REF dengan dan tanpa LIF mengalami peningkatan
dibanding dalam medium mDMEM. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah
bahwa pemberian CM-REF dengan dan tanpa LIF dapat meningkatkan jumlah
dan mempertahankan sifat pluripotensi BM-MSCs.
Kata Kunci : BM-MSC, morfologi, proliferasi, pluripotensi, , CM-REF.
iv
ABSTRACT
AGUS EFENDI. The Effect of Conditioned Medium Rat Embryonic Fibroblast
(CM-REF) with and without Leukemia Inhibitory Factor (LIF) in the Medium on
the Proliferation Rate and Pluripotency of Rat Bone Marrow Mesenchymal Stem
Cells In Vitro Culture. Under direction of ITA DJUWITA and NURHIDAYAT
Stem cells are cells that have high ability to proliferate and are
undifferented. Stem cells differentiation into many types of cells with appropriate
induction lead stem cell as a potential cell-based therapy. Adult stem cells can be
isolated from various tissue of adult body mostly the bone marrow. Stem cell
tends to undergo differentiation spontaneously in vitro culture, therefore stem cell
culture require a media that can maintain the proliferation and its pluripotency.
This study aims to identify the bone marrow mesenchymal stem cells (BM-MSCs)
morphology, the proliferation rate and pluripotency in in vitro culture in modified
Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium (mDMEM) containing 25% CM-REF with
and without LIF. The bone marrow cells were cultured in mDMEM, mDMEM
with REF-CM 25%, and mDMEM with CM-REF 25% and LIF 10 ng / ml.
Evaluation of cells morphology was performed after the hematoksilin eosin (HE)
staining. The pluripotency of bone marrow stem cells were evaluated using the
alkaline phosphatase (ALP) staining. Proliferation rate were evaluated based on
the percentage of bone marrow mesenchymal stem cell (BM-MSC). Results were
analyzed using the statistical test T-test. Based on the morphology, four types of
cells are mesenchymal stem cells (mesenchymal cell fusiform and fibroblast celllike), hematocytoblast, osteogenik progenitor and neuron cells progenitor has been
identified from bone marrow in vitro culture. Bone marrow cells in mDMEM with
CM-REF with and without LIF showed that the percentage BM-MSC
significantly increased (96%;88%) after 10 days in vitro culture. Based on the
ALP staining, the percentage of cells showed pluripotency in mDMEM with CMREF with and without LIF were increased compared to in mDMEM. In
conclution, the addition of CM-REF with and without LIF in bone marrow culture
medium could increase the number of BM-MSC and maintained its pluripotency.
Keyword : BM-MSC, morphology, proliferation, pluripotency, CM-REF.
v
RINGKASAN
AGUS EFENDI. Pengaruh Conditioned Medium Rat Embryonic Fibroblast
(CM-REF) dengan dan tanpa Leukemia Inhibitory Factor (LIF) dalam Medium
terhadap Tingkat Proliferasi dan Sifat Pluripotensi Mesenchymal Stem Cell
Sumsum Tulang Tikus dalam Kultur In Vitro. Dibimbing oleh ITA DJUWITA
dan NURHIDAYAT
Sel punca (stem cell) merupakan sel yang mempunyai karakteristik unik
yaitu memiliki kemampuan memperbaharui diri melalui proses proliferasi dan
tetap memiliki sifat pluripotensi (dapat berkembang menjadi berbagai jenis sel
sesuai dengan arahan yang diberikan). Karakter stem cell tersebut berpotensi
untuk digunakan sebagai sumber transplantasi pada terapi berbasis sel untuk
pengobatan penyakit-penyakit degeneratif contohnya pada penyakit Parkinson's,
jantung, diabetes mellitus, dan penyakit lainnya. Adult stem cell (ASC)
merupakan salah satu jenis stem cell yang dapat ditemukan dari beberapa jaringan
tubuh individu dewasa. Sumsum tulang potensial digunakan sebagai sumber ASC
karena di dalam sumsum tulang tersedia ASC setiap waktu selama umur individu
tersebut serta proses isolasinya lebih mudah dan tidak mengorbankan embrio
seperti halnya pada isolasi embryonic stem cell (ESC). Sumsum tulang
mengandung dua jenis ASC yaitu mesenchymal stem cell (MSC) dan
haematopoietic stem cell. Populasi MSC di dalam sumsum tulang sangat sedikit
(0,01%) sehingga untuk dapat digunakan harus di lakukan peningkatan jumlah
secara in vitro. Stem cell di dalam kultur in vitro cenderung berdiferensiasi secara
spontan menjadi berbagai jenis sel seperti osteoblas, khondroblas, dan adiposit,
sehingga dalam sistem kultur stem cell diperlukan tambahan bahan seperti faktor
pertumbuhan ke dalam medium untuk meningkatkan proliferasi dan menjaga
pluripotensinya. Faktor pertumbuhan seperti basic fibroblast growth faktor
(bFGF) dan yang beredar di pasaran memiliki harga yang tinggi, sehingga
penggunaan conditioned media rat embryonic fibroblast (CM-REF) yang
diperkirakan mengandung banyak faktor pertumbuhan dapat menggantikan bFGF.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi gambaran morfologi, tingkat proliferasi
dan pluripotensi bone marrow mesenchymal stem cell (BM-MSC) tikus hasil
kultur in vitro dalam medium Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium dimodifikasi
(mDMEM) yang ditambah CM-REF dengan dan tanpa leukemia inhibitory factor
(LIF). Penambahan CM-REF dan LIF diharapkan mampu meningkatkan populasi
stem cell
Conditioned medium rat embryonic fibroblast diperoleh dari kultur otot
fetus tikus umur 12-13 hari kebuntingan. Kultur sel-sel sumsum tulang dibagi
menjadi 3 kelompok perlakuan berdasarkan kondisi medium yang digunakan yaitu
(1) mDMEM, (2) mDMEM yang ditambah dengan CM-REF 25%, dan (3)
mDMEM yang ditambah dengan CM-REF 25% dan LIF 10 ng/mL dengan 3 kali
ulangan untuk masing-masing perlakuan. Sel-sel sumsum tulang tikus selanjutnya
dikultur dalam inkubator dengan suhu 370C dan 5% CO2. Tiap perlakuan
dilakukan pengamatan perkembangan sel pada hari ke-1, ke-4, ke-7 dan ke-10.
Parameter yang diamati yaitu morfologi berbagai sel yang berkembang dengan
vi
pewarnaan hematoksilin eosin (HE), persentase sel yang bereaksi positif terhadap
alkalin fosfatase (ALP) dan persentase BM-MSC yang berkembang di dalam
kultur. Morfologi sel dianalisis secara deskriptif. Data kuantitatif yang diperoleh
dianalisa menggunakan uji statistik T-test dengan tingkat kepercayaan 95%
Kultur in vitro sel sumsum tulang menghasilkan 4 kelompok sel yaitu BMMSC (mesenchymal cell-fusiform dan fibroblast cell-like), hematositoblas,
khondroblas dan osteoblas serta progenitor sel saraf. Mesenchymal cell-fusiform
memiliki morfologi berupa inti yang besar dan pucat dengan anak inti satu atau
lebih serta penjuluran sitoplasma yang fusiform. Fibroblast cell-like berinti lebih
kecil dan lebih gelap daripada mesenchymal cell-fusiform dengan sitoplasma
berbentuk lonjong ataupun amorf. Hematositoblast memiliki inti bulat dan
sitoplasma yang mengelilingi inti membentuk sel menjadi bulat. Progenitor sel
syaraf mempunyai penjuluran sitoplasma yang akan membentuk akson maupun
dendrit. Osteoblas dapat teridentifikasi dengan adanya koloni osteoblas.
Identifikasi pluripotensi BM-MSC dilakukan berdasarkan reaksi sel
terhadap ALP. Sel yang bereaksi positif ALP akan berwarna merah dan yang
bereaksi negatif akan berwarna kuning. Sel yang bereaksi positif dalam kultur sel
sumsum tulang yaitu hematositoblas dan BM-MSC. Kultur sel sumsum tulang
dalam medium mDMEM menunjukkan penurunan persentase sel yang pluripoten
dari hari ke-1 sampai ke-7 kultur. Sedangkan kultur dalam medium yang ditambah
dengan CM-REF dengan dan tanpa LIF, sel yang pluripoten cenderung
mengalami peningkatan persentase. Kultur sel sumsum tulang dalam mDMEM
mudah mengalami penurunan persentase sel yang pluripoten karena stem cell
dalam kultur in vitro mudah berdiferensiasi. Conditioned medium rat embryonic
fibroblast baik dengan dan tanpa LIF dapat mencegah diferensiasi stem cell
sehingga persentase sel yang pluripoten meningkat selama kultur in vitro.
Bone marrow mesenchymal stem cell dalam ketiga medium yang berbeda
menunjukkan adanya peningkatan persentase. Peningkatan persentase BM-MSC
dalam medium yang ditambah CM-REF baik dengan dan tanpa LIF (96%. 88%)
menunjukkan peningkatan yang berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan
tanpa penambahan keduanya (47,8%). Conditioned medium rat embryonic
fibroblast dan LIF merupakan faktor pertumbuhan yang dapat meningkatkan daya
proliferasi stem cell sehingga persentase BM-MSC akan semakin meningkat
dalam kultur in vitro.
Kultur sel-sel sumsum tulang tikus menghasilkan bone marrowmesenchymal stem cell (mesenchymal cell-fusiform dan fibroblast-like),
hematositoblas, osteoblas dan khondroblas serta progenitor sel saraf. Penambahan
CM-REF dengan dan tanpa LIF ke dalam medium mampu menginduksi
peningkatan proliferasi bone marrow-mesenchymal stem cell dan menjaga
pluripotensinya. Pertumbuhan, diferensiasi dan pluripotensi dari kultur sumsum
tulang sangat bergantung pada faktor-faktor yang ada di dalam CM-REF sehingga
diperlukan adanya identifikasi serta penghitungan konsentrasi faktor-faktor yang
di dalam CM-REF. Peneguhan terhadap identifikasi sel-sel yang berkembang
dalam sumsum tulang memerlukan pewarnaan yang lebih spesifik seperti
pewarnaan imunositokimia.
Kata kunci: BM-MSC, morfologi, proliferasi, pluripotensi, , CM-REF.
vii
PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC
FIBROBLAST (CM-REF) DENGAN DAN TANPA LEUKEMIA
INHIBITORY FACTOR (LIF) DALAM MEDIUM TERHADAP
TINGKAT PROLIFERASI DAN SIFAT PLURIPOTENSI
MESENCHYMAL STEM CELL SUMSUM TULANG TIKUS
DALAM KULTUR IN VITRO
AGUS EFENDI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
viii
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Pengaruh Condition Medium Rat
Embryonic
Fibroblast (CM-REF) dengan dan Tanpa Leukemia
Inhibitory Factor (LIF) dalam Medium terhadap
Tingkat
Proliferasi
dan
Sifat
Pluripotensi
Mesenchymal Stem Cell Sumsum Tulang Tikus
dalam Kultur In Vitro
: Agus Efendi
: B04051499
Disetujui:
Pembimbing 1
Pembimbing 2
Dr. Drh. Ita Djuwita, M.Phil
19590403 198601 2 002
Dr. Drh. Nurhidayat, MS
19630721 198803 1 002
Diketahui
a.n. Dekan
Wakil Dekan
Dr.Nastiti Kusumorini
19621205 198703 2 001
Tanggal Lulus:
ix
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini
berjudul Pengaruh Conditioned Medium Rat Embryonic Fibroblast (CM-REF)
dengan dan Tanpa Leukemia Inhibitory Factor (LIF) dalam Medium
terhadap Tingkat Proliferasi dan Sifat Pluripotensi Mesenchymal Stem Cell
Sumsum Tulang Tikus dalam Kultur In Vitro; disusun berdasarkan hasil
penelitian yang dilaksanakan pada Maret-Juli 2009, dan merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran hewan pada Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yag
sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Drh. Hj. Ita Djuwita, M.Phil dan Dr. Drh. Nurhidayat, MS, masingmasing selaku dosen pembimbing pertama dan kedua yang telah banyak
memberikan arahan dan masukan hingga penyelesaian skripsi ini.
2. Dr. Drh. Upik Kesumawati, MS selaku dosen pembimbing akademik yang
telah banyak memberikan bantuan serta nasehat selama menyelesaikan
pendidikan S1.
3. Pak Wahyu dan staf laboratorium Embriologi FKH-IPB yang telah banyak
membantu kelancaran penelitian ini.
4. Para staf laboratorium Embriologi dan laboratorium Anatomi yang
membantu dalam kegiatan penelitian ini.
5. Keluarga tercinta, Ayah dan Ibu atas doa, kasih sayang, dukungan dan
motivasinya.
6. Tiara Widyaputri atas doa, kasih sayang, dukungan dan motivasinya serta
menemani saat suka dan duka.
x
7. Rekan Goblet FKH 42 atas suka duka, perjuangan, kekompakan,
kerjasama dan semangatnya dalam menempuh pendidikan S1.
8. Proyek Penelitian Hibah Bersaing XV Ditjen Dikti Depdiknas yang telah
membiayai penelitian ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan
keterbatasan pengetahuan penulis. Namun demikian penulis mengharapkan bahwa
hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.
Bogor, Agustus 2009
Penulis
xi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banyuwangi, pada tanggal 28
Oktober 1986 dari pasangan Bapak Supriyono dan Ibu
Sunarti. Penulis telah menempuh pendidikan formal di
SDN 1 Wringinagung Gambiran-Banyuwangi (1999),
SLTPN 2 Gambiran-Banyuwangi (2002) dan SMAN 1
Genteng-Banyuwangi (2005). Pada tahun 2005 penulis
melanjutkan pendidikan sarjana di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI
dan masuk Fakultas Kedokteran Hewan setelah setahun di IPB.
Selama menjalani pendidikan sarjana, penulis berkesempatan menjadi
anggota Unit Kegiatan Mahasiswa-Uni Konservasi Fauna (2005/2007) dan aktif
sebagai Kepala Divisi Pendidikan Himpunan minat dan profesi Hewan
Kesayangan dan Satwa Akuatik (2008/2009).
Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Kedokteran Hewan, penulis
melaksanakan penelitian yang berjudul “Pengaruh Conditioned Medium Rat
Embryonic Fibroblast (CM-REF) dengan dan Tanpa Leukemia Inhibitory
Factor (LIF) dalam Medium terhadap Tingkat Proliferasi dan Sifat
Pluripotensi Mesenchymal Stem Cell Sumsum Tulang Tikus Kultur In Vitro”.
xii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR
.................................................................................
xiii
.............................................................................
xiv
DAFTAR SINGKATAN .............................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
......................................................................................
1
Latar Belakang ....................................................................................
Tujuan .................................................................................................
Manfaat ...............................................................................................
1
3
3
TINJAUAN PUSTAKA
.............................................................................
Stem Cell .............................................................................................
Mesenchymal Stem Cell (MSC) ..........................................................
Sumsum Tulang (Bone Marrow) ........................................................
Isolasi Mesenchymal Stem Cell ............................................................
Kultur Mesenchymal Stem Cell ............................................................
Dulbecco’s Modified Essential Medium (DMEM) ..............................
Conditioned Medium Rat Embryonic Fibroblast (CM-REF) ................
Leukemia Inhibitory Factor (LIF) ........................................................
Karakterisasi (Identifikasi) Mesenchymal Stem Cell ...........................
METODE PENELITIAN
4
4
4
6
7
7
9
10
10
11
..........................................................................
12
Waktu dan Tempat .............................................................................
Alat dan Bahan ...................................................................................
Prosedur Kerja ....................................................................................
Pembuatan CM-REF ..............................................................
Isolasi Sel Sumsum Tulang ....................................................
Kultur Sel Sumsum Tulang ....................................................
Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) .........................................
Pewarnaan Histokimia Menggunakan Alkalin fosfatase.............
Evaluasi ...................................................................................
Rancangan Percobaan .........................................................................
12
12
12
12
13
13
14
15
15
15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
................................................................... 16
.....................................................................................................
Morfologi Sel yang Berkembang dalam Kultur
Sel Sumsum Tulang ......................................................................
Identifikasi Pluripotensi Berdasarkan Reaksi terhadap
Alkalin Fosfatase ...........................................................................
Tingkat Proliferasi BM-MSC dalam Kultur Sel Sumsum Tulang ..
Pembahasan ..........................................................................................
16
16
17
19
21
xiii
Morfologi Sel yang Berkembang dalam Kultur
Sel Sumsum Tulang ...................................................................... 21
Pluripotensi Kultur Sel Sumsum Tulang ....................................... 22
Tingkat Proliferasi BM-MSC dalam Kultur Sel Sumsum Tulang . 24
SIMPULAN DAN SARAN
........................................................................
26
Simpulan .............................................................................................. 26
Saran .................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA
.................................................................................. 27
LAMPIRAN ................................................................................................... 32
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Gambar skema mesenchymal stem cell ................................................
5
2
Stroma sumsum tulang dan perkembangan stem cell.............................
6
3
Mesenchymal cell-fusiform ..................................................................
16
4
Fibroblast cell-like ...............................................................................
16
5
Sel yang bereaksi terhadap ALP ..........................................................
18
6
Persentase sel kultur sumsum tulang tikus yang bereaksi positif
terhadap ALP...........................................................................................
18
7
Persentase tiap jenis sel yang berkembang dalam mDMEM ....
19
8
Persentase tiap jenis sel yang berkembang dalam mDMEM
yang ditambah CM-REF..........................................................................
9
20
Persentase tiap jenis sel yang berkembang dalam mDMEM
yang ditambah CM-REF dan LIF............................................................. 20
10 Persentase BM-MSC pada hari ke-10 dalam ketiga macam
Medium ................................................................................................... 21
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Persentase sel kultur sumsum tulang tikus yang bereaksi positif
ALP dalam mDMEM dan mDMEM yang ditambah CM-REF ..............
2
Persentase sel kultur sel sumsum tulang tikus yang bereaksi positif
ALP dalam mDMEM dan mDMEM yang ditambah CM-REF dan LIF..
3
33
Persentase sel kultur sumsum tulang yang bereaksi positif ALP
dalam mDMEM yang ditambah CM-REF dengan dan tanpa LIF ...........
4
33
33
Persentase sel-sel yang berkembang pada kultur sel sumsum
tulang tikus dalam medium kultur mDMEM dan mDMEM yang ditambah
CM-REF ................................................................................................. 34
5
Persentase sel-sel yang berkembang dalam kultur sumsum
tulang tikus dalam medium kultur DMEM dan DMEM yang
CM-REF dan LIF ....................................................................................
6
35
Persentase sel-sel yang berkembang pada kultur sel sumsum
tulang tikus dalam mDMEM dan mDMEM yang ditambah
CM-REF dan LIF ...................................................................................
36
7
Pembuatan medium kultur mDMEM .....................................................
37
8
Pembuatan mPBS ...................................................................................
37
xvi
DAFTAR SINGKATAN
ALP
: alkalin fosfatase
ASC
: adult stem cell
bFGF
: basic fibroblast growth factor
BM-MSC
: bone marrow mesenchymal stem cell
CM-MEF
: conditioned medium mouse embryonic fibroblast
CM-REF
: conditioned medium rat embryonic fibroblast
DMEM
: Dubelcco’s Modified Eagle’s Medium
ESC
: embryonic stem cell
FCS
: fetal calf serum
HE
: hematoksilin eosin
IGF-1
: insulin-like growth factor-1
LIF
: leukemia inhibitory factor
mDMEM
: Dubelcco’s Modified Eagle’s Medium yang telah dimodifikasi
mPBS
: phosphat buffered saline yang telah dimodikasi
MSC
: mesenchymal stem cell
PBS
: phosphat buffered saline
STAT
: signal transducer and activator of transcription
TGF-β1
: transforming growth factor-β1
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sel punca (stem cell) merupakan sel yang mempunyai karakteristik unik
yaitu memiliki kemampuan memperbaharui diri melalui proses proliferasi dan
tetap memiliki sifat pluripotensi (mampu berdiferensiasi menjadi berbagai jenis
sel sesuai arahan yang diberikan) (Wobus dan Boheler 2006). Stem cell dapat
berkembang menjadi berbagai jenis sel sesuai arahan yang tepat (Aini et al. 2008).
Karakter stem cell tersebut berpotensi dikembangkan sebagai terapi berbasis sel
pada pengobatan penyakit-penyakit degeneratif (Reya et al. 2001; Wobus dan
Boheler 2006) contohnya pada penyakit Parkinson's, jantung, diabetes mellitus,
dan penyakit lainnya (Wobus dan Boheler 2006).
Eksplorasi terhadap stem cell diawali oleh James Thomson pada tahun 1998
dan asistennya dengan menemukan pluripotensi stem cell dari embrio manusia.
Berdasarkan sumbernya, stem cell dapat dikategorikan sebagai embryonic stem
cell (ESC), fetal stem cell (FSC) dan adult stem cell (ASC). Embryonic stem cell
diisolasi dari inner cell mass embrio tahap blastosis, FSC diperoleh dari darah tali
pusat bayi (Aini et al. 2008), sedangkan ASC dapat temukan di jaringan tertentu
individu dewasa (Wobus dan Boheler 2006). Embryonic stem cell mampu
menurunkan galur semua jenis sel dewasa, namun karena proses isolasinya
mengorbankan embrio, ESC mendapat tentangan dari para pemerhati etika
penelitian sehingga ASC banyak dikembangkan oleh para peneliti (Aini et al.
2008).
Adult stem cell meskipun masih bersifat pluripoten diperkirakan telah
berkurang kemampuan diferensiasinya dan telah menjadi lebih spesifik untuk
berdiferensisasi menjadi sel tertentu yang berperan dalam regenerasi jaringan
lokal. Perkembangan lebih lanjut menunjukkan fenomena plastisitas ASC yang
berarti bahwa ASC dari jaringan dewasa yang sudah terarah menjadi jaringan
tertentu, masih mampu berdiferensiasi menjadi sel bagian dari suatu jaringan lain
(Aini et al. 2008).
2
Mesenchymal stem cell (MSC) merupakan salah satu jenis dari ASC yang
terdapat di sumsum tulang dan jaringan lainnya (Wobus dan Boheler 2006).
Populasi MSC sangat sedikit dibandingkan sel-sel lain dalam sumsum tulang
sehingga membutuhkan teknik isolasi secara seleksi untuk mendapatkan kultur
MSC yang bebas kontaminasi sel lain. Jumlah MSC dapat ditingkatkan melalui
kultur secara in vitro, namun MSC akan kehilangan sifat pluripotensinya setelah
dikultur (Caplan 1991; Prockop 1997; Azizi et al. 1998; DiGirolamo et al. 1999).
Oleh karena itu, diperlukan suatu medium khusus dalam proses kultur untuk
mempertahankan stem cell tetap memiliki daya proliferasi yang tinggi serta
mempertahankan pluripotensinya. Identifikasi terhadap kultur MSC dapat
dilakukan berdasarkan ciri imunofenotip dan fungsinya. Morfologi MSC juga
dapat dijadikan acuan untuk identifikasi sel.
Faktor pertumbuhan seperti basic fibroblast growth factor (bFGF) telah
dilaporkan dapat menjaga pluripotensi ESC (Xu et al. 2005). Harga faktor
pertumbuhan tersebut di pasaran mahal sehingga penggunaan conditioned medium
rat embryonic fibroblast (CM-REF) yang diperkirakan mengandung banyak
faktor pertumbuhan sehingga dapat membantu dalam menghambat diferensiasi
stem cell. Leukemia inhibitory factor (LIF) merupakan sitokin yang dapat
mempengaruhi berbagai aktivitas fisiologis termasuk menghambat diferensiasi
dari embryonic stem cell (Gendall et al. 1997; Matsuda et al. 1999), sehingga
kombinasi antara CM-REF dan LIF diharapkan mampu meningkatkan jumlah
stem cell yang ditumbuhkan.
3
Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi gambaran morfologi,
tingkat proliferasi dan pluripotensi MSC sumsum tulang tikus hasil kultur in vitro
dalam medium mDMEM yang diberi CM-REF dengan dan tanpa LIF.
Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah memperoleh informasi
tentang kemampuan CM-REF dengan dan tanpa LIF yang ditambahkan ke dalam
medium kultur terhadap perkembangan kultur sel sumsum tulang tikus. Manfaat
lain yang dapat diperoleh adalah untuk meningkatkan kemampuan peneliti dalam
teknik kultur sel.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Stem Cell
Stem cell didefinisikan sebagai sel yang memiliki kemampuan untuk hidup
secara terus menerus melalui pembaharuan diri (proliferasi) serta mampu menjadi
berbagai sel dewasa (pluripoten) melalui proses diferensiasi (Reya et al. 2001).
Berdasarkan sumbernya, stem cell dapat dikategorikan sebagai ESC, FSC dan
ASC. Embryonic stem cell diisolasi dari inner cell mass embrio tahap blastosis,
FSC diperoleh dari darah tali pusat bayi (Aini et al. 2008), sedangkan ASC dapat
temukan di jaringan tertentu individu dewasa antara lain di sumsum tulang, otak,
usus, epidermis (Minguell et al. 2001). Tidak seperti ESC yang memiliki
kemampuan tidak terbatas untuk berdiferensiasi menjadi sel apapun dalam
jaringan, ASC meskipun masih bersifat pluripoten diperkirakan telah berkurang
kemampuan
diferensiasinya
dan
telah
menjadi
lebih
spesifik
untuk
berdiferensisasi menjadi sel tertentu yang berperan dalam regenerasi jaringan
lokal (Aini et al. 2008). Perkembangan lebih lanjut menunjukkan fenomena
plastisitas ASC, yang berarti bahwa ASC dari jaringan dewasa yang sudah terarah
menjadi jaringan tertentu, masih mampu berdiferensiasi menjadi sel bagian dari
suatu jaringan lain (Aini et al. 2008).
Mesenchymal Stem Cell
Mesenchymal stem cell merupakan salah satu dari ASC yang di dalam tubuh
dapat ditemukan di jaringan tertentu seperti otot, tulang, adiposa dan buluh darah
(Minguell et al. 2001). Sumber utama MSC pada individu dewasa adalah di
sumsum tulang. Sel-sel tersebut terbenam di dalam stroma sumsum tulang
(Wobus dan Boheler 2006). Secara histologis, sel ini memiliki sitoplasma yang
sedikit dan inti yang besar. Inti dari MSC bersifat basa lemah dan memiliki
nukleolus (anak inti) satu buah atau lebih (Kuehnel 2003). Menurut Aini et al.
(2008), MSC memiliki bentuk fusiform, fibroblast-like, dan pada fase
pertumbuhan in vitro awal membentuk koloni.
5
Penelitian secara in vivo menunjukkan bahwa MSC dari sumsum tulang
dapat berkembang menjadi sel tulang, tulang rawan, tendon, otot, saraf, lemak dan
hematopoietic-supporting
stroma
(Minguell
et
al.
2001)
(Gambar
1).
Mesenchymal stem cell yang ditumbuhkan di berbagai laboratorium dengan
berbagai teknik memiliki kesamaan yaitu tumbuh di kultur sebagai sel yang
melekat dengan lama hidup tertentu, dan memiliki kemampuan untuk
berdiferensiasi menjadi osteoblas, khondroblas, dan adiposa dalam respon
terhadap stimuli yang tepat (Aini et al. 2008). Mesenchymal stem cell juga dapat
diarahkan menjadi sel lain dengan menambahkan faktor pertumbuhan contohnya
penambahan nerve growth factor akan menginduksi diferensiasi stem cell menjadi
sel saraf (Zhang et al. 2006).
Gambar 1 Skema mesenchymal stem cell dan haematopoietic stem
cell beserta sel-sel hasil diferensiasinya (Junqueira dan
Carneiro 2005).
6
Sumsum Tulang (Bone Marrow)
Sumsum tulang adalah jaringan penghubung (connective tissue) yang
terletak di dalam rongga medula semua tulang, memiliki banyak vaskularisasi
serta bersifat hiperseluler (Banks 1993). Sumsum tulang dibedakan menjadi 2
jenis yaitu sumsum tulang merah dan sumsum tulang kuning. Sumsum tulang
kuning terdapat pada individu dewasa, di dalam sumsum tulang tersebut terdapat
banyak jaringan adiposa. Sumsum tulang merah terdapat pada semua tulang
individu muda. Sumsum tulang merah tersusun atas stroma, haematopoetic cord
dan kapiler sinusoid (Junqueira dan Carneiro 2005). Stroma memegang peran
aktif dalam hematopoiesis dengan produksi komponen ekstraseluler matrik serta
faktor pertumbuhan. Stroma telah dipelajari secara in vitro dan in vivo tersusun
atas beragam populasi sel termasuk makrofag, fibroblas, adiposa, dan sel endotel
(Wobus dan Boheler 2006) (Gambar 2). Di dalam sumsum tulang terdapat dua
jenis stem cell yakni haematopoietic stem cell dan MSC (Kang et al. 2005).
Gambar 2 Stroma sumsum tulang dan perkembangan stem cell (Winslow 2001).
7
Isolasi Mesenchymal Stem Cell
Isolasi sumsum tulang untuk memperoleh MSC telah banyak dilakukan
pada banyak spesies termasuk tikus. Beberapa teknik telah dikembangkan untuk
memperoleh kultur MSC yang murni dengan mereduksi atau mengeliminasi nonMSC dari kultur sel sumsum tulang. Penyeleksian MSC sumsum tulang dilakukan
dengan pencucian terhadap sumsum tulang, dihitung, diresuspensi pada medium
kultur dan ditanam pada cawan kultur dengan kepadatan sekitar 1,94 x 106 sel/cm2.
Sel yang tidak melekat dibuang 24-72 jam setelah kultur dengan cara penggantian
medium (Wobus dan Boheler 2006). Teknik diatas dilakukan berdasarkan
kemampuan MSC untuk melekat dengan cepat pada substrat saat di kultur dan
tumbuh membentuk koloni yang mulai terlihat dalam beberapa hari setelah proses
kultur (Minguell et al. 2001).
Kultur Mesenchymal Stem Cell
Kultur sel adalah kultur sel-sel yang berasal dari organ atau jaringan yang
telah diuraikan secara mekanis dan atau enzimatis menjadi suspensi sel (Malole
1990) sehingga interaksi dengan sel tetangganya terganggu (Ryan 2003). Suspensi
sel tersebut kemudian dibiakkan menjadi satu lapisan jaringan (monolayer) di atas
permukaan yang keras (botol, tabung dan cawan) atau menjadi suspensi sel dalam
media penumbuh (Malole 1990).
Eliminasi sel-sel yang tidak melekat dilakukan pada 1-4 hari setelah kultur
serta sel dijaga dengan pasase rutin sampai didapatkan populasi yang homogen.
Media kultur yang digunakan bervariasi tetapi lebih sering digunakan Dulbecco's
Modified Eagle's Medium (DMEM) dan α-minimum essential medium. Fetal calf
serum yang ditambahkan dalam medium kultur dapat mengintroduksi variasi
fenotip yang menunjukkan bahwa adanya pengaruh faktor tertentu dalam seleksi
dan perkembangan sel. Penambahan faktor pertumbuhan tertentu juga penting
dalam menggambarkan karakteristik akhir dari kultur MSC. Kondisi kultur yang
ideal akan menjaga fenotip dan fungsi khusus MSC seperti asalnya. Proliferasi
dari MSC dapat diharapkan berkembang sampai 40 kali lipat dari populasi awal
dan selanjutnya pertumbuhan menurun secara drastis (Wobus dan Boheler 2006).
Suplemen bFGF dapat meningkatkan kemampuan hidup MSC sampai 70 kali lipat
8
dari populasi awal (Bianchi et al. 2003). Kepadatan penanaman sel juga
mempengaruhi kapasitas pertumbuhan MSC (Wobus dan Boheler 2006).
Lingkungan fisik dan kimia dalam kultur diharapkan mirip dengan
lingkungan in vivo dimana sel tersebut tumbuh. Lingkungan tersebut dapat
tercipta dengan menggunakan inkubator, peralatan atau cawan petri, dan medium.
Secara umum lingkungan tersebut terdiri dari temperatur, pH, oksigen, CO2,
tekanan osmosis, kelembaban, permukaan untuk melekat sel, nutrien dan vitamin,
proteksi terhadap zat toksik, hormon serta faktor pertumbuhan yang mengatur
pertumbuhan dan diferensiasi sel (Malole 1990; Mather dan Roberts 1998).
Temperatur yang ideal bagi pertumbuhan sel dari hewan berdarah panas yaitu
37°C dan pH optimal pada kisaran 7,0-7,4 dengan median 7,2 (Mather dan
Roberts 1998; Ryan 2003; Helgason 2005). Kestabilan pH dapat dijaga dengan
sistem buffer dengan menggunakan sistem karbondioksida-karbonat. Sistem
tersebut terdiri dari penambahan NaHCO 3 ke dalam media (Malole 1990; Mather
dan Roberts 1998; Ryan 2003), pemberian udara yang mengandung CO2 5%
(Malole 1990; Mather dan Roberts 1998; Ryan, 2003; Vaughan dan Bernstam
2005). Osmolalitas dari medium tergantung pada formulasi medium yang
digunakan. Besarnya osmolalitas medium sangat dipengaruhi oleh konsentrasi
glukosa, garam dan sedikit asam amino. Osmolalitas yang optimal untuk
pertumbuhan sel
berkisar 260-320 mOsm (Malole 1990). Medium-medium
komersial yang beredar di pasaran sudah memiliki nilai osmolalitas sekitar 300
mOsm. Penambahan antibiotik pada kultur juga diterapkan untuk menghindari
kontaminasi. Penambahan antioksidan juga sangat penting untuk menjaga
kelangsungan hidup sel. Antioksidan yang sering digunakan yaitu vitamin E,
b-mercaptoetanol atau agen pereduksi lainnya (Mather dan Roberts 1998).
Medium yang digunakan di dalam proses kultur harus memiliki kondisi
lingkungan yang sama dengan lingkungan in vivo sel serta mengandung bahanbahan esensial (nutrisi, hormon dan stroma) agar sel tersebut mampu bertahan
hidup dan berkembang (Malole 1990). Tiap-tiap jenis sel memiliki campuran
nutrisi yang optimal untuk mendukung fungsi masing-masing sel tersebut
sehingga tiap jenis sel tertentu membutuhkan media yang khusus (Ham dan
McKeehan 1979; Malole 1990). Nutrisi esensial yang terdapat di dalam medium
9
antara lain asam amino, asam lemak, glukosa, ion, trace elements, vitamin dan kofaktor (Mather dan Roberts 1998). Bahan-bahan tersebut digunakan sebagai
sumber energi (glukosa dan asam amino), dan menjaga osmolalitas (glukosa,
asam amino dan ion).
Cairan biologis serum yang terbukti dapat mendukung pertumbuhan sel in
vitro juga perlu ditambahkan ke dalam medium sebanyak 5-20% untuk
menyediakan faktor faktor hormonal, pertumbuhan, perlekatan dan penyebaran sel
serta protein pembawa hormon, mineral, lemak dan lainnya (Malole 1990; Mather
dan Roberts 1998).
Dulbecco’s Modified Eagle Medium
Dulbecco's modified eagle’s medium adalah medium pertumbuhan yang
dipakai dalam kultur sel atau jaringan mamalia. Medium DMEM sering
digunakan dalam kultur stem cell (Wobus dan Boheler 2006). Medium DMEM
dikembangkan khususnya untuk kultur yang menggunakan tambahan serum dan
pertumbuhan sel yang padat (Dulbecco and Freeman 1959; Eagle 1955). Medium
DMEM merupakan hasil modifikasi dari Basal Medium Eagle’s' (BME) yang
pertama kali diformulasikan oleh Dr Harry Eagle pada tahun 1955 (Cooper 2000).
Formula awal DMEM mengandung 1000 mg/L glukosa (low glukosa). Medium
ini mengandung garam-garam inorganik (kalsium klorida, ferri nitrat, kalium
klorida, Magnesiium Sulfat, Natrium Bikarbonat, Natrium Klorida dan Natrium
Phosphat), D'Glukosa, Phenol red, asam amino (L-Arginin Hidroklor, LCystein.2HCl, L-Glutamin, Glycine, L-Histidin.HCl.H2O, L-Isoleusin, L-leucine,
L-Lysine Hidroksiklorida, L-Methionin, L-Phenilalanin, L-Serin, L-Treonin, LTriptofan, L-Tyrosin.2Na.2H2O dan L-Valine), Vitamin (D-Kalsium Pantothenate,
Koline klorida, asam folat, L-Inositol, Niacinamide, Pyridoxin HCl, Riboflavin
dan Thiamine Hidroklorin) (Mather dan Roberts 1998).
10
Conditioned Medium Rat Embryonic Fibroblast
Conditioned medium adalah medium kultur sel yang telah digunakan oleh
sebagian sel di dalam kultur in vitro. Walaupun beberapa komponen di dalam
medium tersebut telah habis, medium ini mengandung bahan seperti faktor
pertumbuhan yang dihasilkan oleh sel tersebut (Anonimus[1] 2008). Conditioned
medium mouse embryonic fibroblast (CM-MEF) merupakan salah satu
conditioned medium yang sering digunakan dalam sistem kultur ESC pada
manusia untuk menjaga totipotensi (Bendall et al. 2007; Prowse et al. 2007;
Tabar et al. 2006; Diecke et al. 2008). Conditioned medium mouse embryonic
fibroblast didapatkan dari kultur otot fetus mencit yang dipanen pada umur
kebuntingan 12,5 hari (Xiong 2007), sedangkan conditioned medium rat
embryonic fibroblast (CM-REF) diperoleh dari kultur otot fetus tikus umur
kebuntingan 12-13 hari (Benvenuti et al. 2002). Mouse embryonic fibroblast
mengeluarkan beberapa faktor yang dapat menghambat diferensiasi sel seperti
sitokin dan faktor pertumbuhan (growth factor) (Mallon 2006; Tabar et al. 2006),
serta matriks yang diperlukan untuk proliferasi dan menjaga pluripotensi stem cell
manusia
(Prowse et al. 2007). Pluripotensi dari mouse embryonic stem cell
dapat dijaga dengan ko-kultur pada MEF feeder layer yang ditambah dengan LIF.
Studi lain menyatakan bahwa mouse embryonic stem cell dapat tetap pluripoten
tanpa feeder layer pada medium yang digunakan telah ditambahkan dengan LIF
(Thomson et al. 1998).
Leukimia Inhibitory Factor
Leukemia inhibitory factor adalah sejenis sitokin dari golongan IL-6
(Interleukin-6) yang menunjukkan aktivitas pleiotropik pada banyak jenis sel dan
jaringan (Rose 2002; Hill and Vernallis 2008). Leukemia inhibitory factor secara
normal di dalam tubuh diekspresikan di dalam tropoectoderm dari perkembangan
embrio dengan reseptornya yaitu LIFR (Leukemia inhibitory factor receptor)
yang diekspresikan seluruhnya di dalam inner cell mass. Leukemia inhibitory
factor di dalam tubuh diproduksi oleh sel epitel selama perkembangan dan selama
masa infeksi dan peradangan di dalam usus (Rockman et al. 2001) uterus
(Vogiagis dan Salamonsen 1999), paru-paru (Knight et al. 1997), dan ginjal
11
(Morel et al. 2000). Leukemia inhibitory factor sering digunakan pada kultur stem
cell karena kemampuan LIF yang dapat mempengaruhi berbagai aktivitas
fisiologis termasuk menghambat diferensiasi dari ESC (Gendall et al. 1997;
Matsuda et al. 1999). Anonimus[2] (2008) menegaskan bahwa LIF 5-20 ng/ml
meningkatkan pertumbuhan koloni, menjaga proliferasi yang tinggi serta
totipotensi pada mouse R1 cell line embryonic stem cell, menghambat diferensiasi
spontan sel dan apoptosis sel serta menurunkan rasio dari siklus sel S atau G2. Di
dalam kultur, LIF dapat berfungsi sebagai pengganti feeder layer pada mouse
embryonic stem cells (Smith et al. 1988; Williams et al. 1988).
Karakterisasi Mesenchymal Stem Cell
Mesenchymal stem cell yang belum berdiferensiasi dapat diidentifikasi
berdasarkan morfologinya. Morfologi MSC memiliki sitoplasma yang sedikit dan
inti yang besar. Inti dari MSC bersifat basa lemah dan memiliki nukleolus (anak
inti) satu buah atau lebih (Kuehnel 2003). Menurut Aini et al. (2008), MSC
memiliki bentuk fusiform dan fibroblast-like. Selain morfologi, identifikasi MSC
dapat dilakukan berdasarkan sifat pluripotensinya. Alkalin fosfatase diketahui
sering digunakan untuk mengevaluasi sifat pluripotensi stem cell. Alkalin
fosfatase merupakan enzim yang terikat membran yang secara luas terdapat pada
bermacam-macam spesies dan tahap pekembangan serta memiliki bermacam
fungsi biokimia yang berbeda. Peran utama enzim ini yaitu hidrolisis fosfat dan
transport beberapa komponen seperti kalsium, lemak dan protein. Alkalin
fosfatase di ekspresikan pada sel yang berproliferasi dan metabolisme yang tinggi
(Iida et al. 2007). Alkalin fosfatase juga terdapat pada darah, usus, hati dan sel
tulang. Alkalin fosfatase juga dapat ditemukan pada membran sel germinal dan
stem cell (Akhmadieva et al. 2007; Iida et al. 2007). Embryonic stem cell telah
menunjukkan ekspresi yang sangat besar terhadap alkalin fosfatase. Ekspresi
alkalin fosfatase tersebut menurun sejalan dengan diferensiasi stem cell
(Draper et al. 2002). Identifikasi yang lebih spesifik terhadap MSC dapat
dilakukan menggunakan imunositokimia.
12
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Juli 2009 di Laboratorium
Embriologi, Bagian Anatomi Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi
Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain gunting bedah, pinset,
mikropipet, timbangan digital, biosafety cabinet, inkubator, mikroskop, cawan
petri, object glass, cover glass, mikrofilter, spuit 5 ml dan 3 ml, tabung ependorf
1,5 ml, gelas ukur, erlenmeyer dan gelas piala.
Bahan-bahan yang digunakan antara lain sumsum tulang tikus (Rattus
norvegicus) strain Sprague Dawley (SD) umur 4 bulan, medium kultur mDMEM
[Dulbecco,s Modified Eagle Medium (DMEM; Sigma) yang dimodifikasi dengan
penambahan asam amino non-esensial (AANE; Sigma) 1%, fetal calf serum
(FCS; Gibco) 10%, NaHCO3 44 mM, 2-mercaptoetanol 0,1 mM dan gentamisin
50 μg/ml], leukemia inhibitory factor (LIF), conditioned medium rat embryonic
fibroblast (CM-REF), phosphate buffered saline yang dimodifikasi dengan
penambahan FCS 5% dan gentamisin 5 μg/ml (mPBS), pewarna hematoksilin
eosin dan pewarna alkalin fosfatase yang terdiri dari tris 100 mM, naphtol
200 μg/ml dan fast red 1 μg/ml.
Prosedur Kerja
Pembuatan CM-REF
Rat embryonic fibroblast diisolasi dari otot fetus tikus putih strain SD pada
umur kebuntingan 13 hari. Bagian kepala, ekor, tungkai dan organ-organ dalam
dari fetus dikeluarkan kemudian bagian otot yang telah dikuliti dicacah sampai
halus. Cacahan dimasukkan ke dalam larutan mPBS yang mengandung tripsin
0,25%, kemudian diinkubasi selama 30 menit sambil diaduk menggunakan
magnetic stirrer. Supernatan diambil dan dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan
13
210 g selama 10 menit. Langkah di atas diulangi sampai terkumpul volume yang
memadai. Pencucian dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dengan menggunakan
mPBS dan 2 kali dengan mDMEM. Terakhir pelet diresuspensi dalam larutan
mDMEM. Suspensi tersebut dikultur selama 6 hari atau mendekati konfluent.
Penggantian medium dilakukan setiap 2 hari. Pada hari ke 6 atau setelah kultur
tersebut konfluent maka medium diganti dengan mDMEM tanpa FCS. Setelah 2
hari medium dikoleksi untuk digunakan sebagai conditioned medium. Sebelum
digunakan, CM-REF disterilisasi menggunakan mikrofilter 0,22 µm.
Isolasi Sel Sumsum Tulang
Tikus dibunuh menggunakan eter, kemudian daerah kulit didesinfeksi
menggunakan alkohol 70%. Tulang femur dipreparasi kemudian dibersihkan dari
jaringan dan darah di sekitar tulang. Tulang rawan di kedua ujung pangkal tulang
dipotong dan dibilas bagian stroma tulang (sumsum tulang) dengan menggunakan
jarum 26G yang dihubungkan ke spuit 5 ml yang berisi 3 ml medium mPBS.
Bilasan dari sumsum tulang tersebut ditampung dalam cawan petri steril. Bilasan
tersebut dihomogenkan menggunakan pipet otomatik volume 1000 µL sampai
menjadi suspensi homogen. Setelah homogen, suspensi sumsum tulang tersebut
ditampung ke dalam tabung 14 ml. Suspensi tersebut disentrifugasi dengan
kecepatan 200 g selama 10 menit, kemudian supernatan dibuang. Pelet yang ada
di dalam tabung diresuspensi ulang menggunakan 3 ml medium mPBS kemudian
disentrifugasi ulang. Pencucian tersebut dilakukan berturut-turut mengunakan 3
ml mPBS dan 3 ml mDMEM masing-masing 2 kali ulangan. Setelah selesai
pencucian, pelet diresuspensi dalam 1 ml mDMEM.
Kultur Sel Sumsum Tulang
Suspensi sumsum tulang dikultur di dalam 4 cawan petri yang telah berisi
medium kultur dan dialasi dengan cover glass di dalamnya. Sumsum tulang
dikultur dengan kepadatan 1x 106 sel/ml ke dalam medium di tiap-tiap cawan petri
tersebut. Penanaman sel sumsum tulang dilakukan di dalam clean bench dengan
teknik aseptik untuk menghindari kontaminasi. Kultur sel sumsum tulang
diinkubasi di dalam inkubator 5% CO2 pada suhu 370 C. Penggantian media
14
dilakukan setiap 2-3 hari. Penggantian medium dilakukan karena kandungan
nutrisi di dalam medium telah banyak berkurang, medium mengandung banyak
sisa metabolisme, dan untuk membuang sel-sel yang mati dan tidak menempel
pada cover glass.
Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE)
Pewarnaan HE digunakan untuk membantu identifikasi morfologi sel-sel
yang berkembang dalam kultur sel sumsum tulang. Kultur sel sumsum tulang
yang ditumbuhkan diatas cover glass, dicuci menggunakan PBS kemudian
difiksasi dalam larutan buffer paraformaldehida 4% selama 24 jam. Setelah 24
jam, dilakukan penyimpanan dalam alkohol 50% dalam 2 jam kemudian dalam
alkohol 70% sampai dilakukan pewarnaan HE. Kultur yang telah disimpan dalam
alkohol 70% sebelum diwarnai dilakukan stopping point dalam alkohol 50%
selama 3 menit. Selanjutnya dilakukan perendaman dalam aquades selama 5 menit
kemudian dalam hematoksilin selama 4 menit selanjutnya dibilas dalam aquades.
Selanjutnya dilakukan pewarnaan dalam eosin selama 2 menit dan dibilas dengan
aquades. Pewarnaan dilanjutkan dengan dehidrasi bertingkat dalam alkohol 70%,
80%, 90%, 96%, absolut, absolut, absolut masing-masing 10 menit dan
dilanjutkan dalam xilol dua kali ulangan kemudian dimounting pada object glass
selanjutnya diamati menggunakan mikroskop cahaya. Evaluasi dilakukan dengan
cara mengamati morfologi sel-sel yang berkembang terutama BM-MSC yang
memiliki morfologi inti besar dan pucat serta penjuluran sitoplasma yang fusiform
(Aini et al. 2008) serta fibroblas dengan morfologi sitoplasma seperti membran
atau berduri dengan inti sel berbentuk lonjong (Kuehnel 2003).
Pewarnaan Histokimia Menggunakan Alkalin Fosfatase
Kultur sel sumsum tulang yang ditumbuhkan diatas cover glass, dicuci
menggunakan PBS kemudian difiksasi dalam larutan buffer paraformaldehida 4%
selama 20 menit. Kemudian dicuci kembali menggunakan PBS selama 15 menit
dan selanjutnya ditetesi dengan pewarna alkalin fosfatase selama 30 menit.
Selanjutnya, dilakukan pencuciaan kembali dengan PBS selama 15 menit
kemudian cover glass dimounting dan diamati menggunakan mikroskop cahaya.
15
Pewarnaan alkalin fosfatase digunakan untuk mengevaluasi tingkat pluripotensi
sel dimana sel yang pluripoten akan bereaksi positif terhadap alkalin fosfatase
dengan ditunjukkan sel berwarna merah. Sedangkan sel yang tidak pluripoten
akan bereaksi negatif terhadap alkalin fosfatase yang ditunjukkan dengan sel yang
berwarna kuning.
Evaluasi
Sel-sel pada cover glass yang telah diwarnai dengan alkalin fosfatase
diamati, kemudian dihitung persentase sel yang merah dari total sel yang diamati
dalam 5 lapang pandang.
Sel-sel pada cover glass yang telah diwarnai dengan pewarnaan HE
kemudian diamati menggunakan mikroskop cahaya dan dihitung persentase tiap
jenis sel dari jumlah total sel dalam 5 lapang pandang.
Rancangan Percobaan
Kultur sel-sel sumsum tulang dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan
berdasarkan kondisi medium yang digunakan yaitu (1) mDMEM, (2) mDMEM
yang ditambah dengan CM-REF 25%, dan (3) mDMEM yang ditambah dengan
CM-REF 25% dan LIF 10 ng/mL dengan 3 kali ulangan untuk masing-masing
perlakuan. Sel-sel sumsum tulang tikus selanjutnya dikultur dalam inkubator
dengan suhu 370C dan 5% CO2. Tiap perlakuan dilakukan pengamatan
perkembangan sel pada hari ke-1, ke-4, ke-7 dan ke-10. Parameter yang diamati
yaitu morfologi berbagai sel yang berkembang, persentase sel yang bereaksi
positif terhadap alkalin fosfatase dan persentase MSC yang berkembang di dalam
kultur. Morfologi sel dianalisis secara deskriptif. Data kuantitatif yang diperoleh
dianalisa menggunakan uji statistik T-test dengan tingkat kepercayaan 95%.
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Morfologi Sel-Sel yang Berkembang dalam Kultur Sel Sumsum Tulang
Sel-sel yang berkembang dalam kultur sel sumsum tulang tikus berdasarkan
morfologinya
antara
lain
mesenchymal
cell-like,
fibroblast
cell-like,
hematositoblas, osteoblas dan khondroblas serta progenitor sel saraf. Mesencymal
cell-fusifom memiliki inti sel besar dan pucat dengan anak inti satu atau lebih serta
sitoplasma memiliki berbagai penjuluran (Gambar 3). Fibroblast cell-like
memiliki morfologi inti sel kecil, lonjong dan gelap dengan sitoplasma berbentuk
lonjong dan panjang atau memiliki berbagai penjuluran. Hematositoblas memiliki
morfologi berbagai bentuk sel darah (Gambar 4). Khondroblas dapat diidentifikasi
dari morfologinya yang memiliki inti sel terletak di tepi sel dengan sitoplasma
yang agak membulat dan osteoblast dapat teridentifikasi apabila sel-sel ini telah
membentuk suatu koloni. Progenitor sel saraf memiliki morfologi yang khas
dengan penjuluran akson yang panjang. Bone marrow mesenchymal stem cell
memiliki morfologi sebagai mesenchymal cell-fusiform dan fibroblast cell-like.
A
B
Gambar 3 Morfologi BM-MSC dalam kultur in vitro. (A) Mesenchymal cellfusiform. (B) Fibroblast cell-like. Pewarnanaan HE. Bar: 1 μm.
17
A
B
C
Gambar 4 Morfologi sel lain yang berkembang di dalam kultur sel sumsum
tulang. (A) Progenitor sel saraf. (B) Hematositoblas. (C) Koloni
osteoblas. Pewarnaan HE. Bar: 1 μm.
Identifikasi Pluripotensi Berdasarkan Reaksi terhadap Alkalin Fosfatase
Kultur sel sumsum tulang pada tiap perlakuan dilakukan pewarnaan alkalin
fosfatase pada hari ke-1, ke-4 dan ke-7 setelah kultur. Sel-sel di dalam kultur yang
bereaksi positif akan berwarna merah sedangkan sel yang bereaksi negatif akan
berwarna kuning saat pengamatan. Hasil pengamatan diperoleh bahwa
mesenchymal cell-fusiform dan fibroblast cell-like serta hematositoblas bereaksi
positif terhadap pewarnaan alkalin fosfatase (Gambar 5).
Persentase sel yang bereaksi positif terhadap ALP pada kultur sel sumsum
tulang tikus dalam mDMEM menunjukkan adanya penurunan dari hari ke-1
sampai ke-7, sedangkan kultur dalam mDMEM yang ditambah CM-REF dengan
dan tanpa LIF mengalami peningkatan (Gambar 6). Penambahan LIF ke dalam
mDMEM yang telah ditambah CM-REF menunjukkan peningkatan yang berbeda
nyata (P<0,05) terhadap persentase sel yang bereaksi positif terhadap ALP pada
hari ke-7 dibandingkan dengan tanpa LIF.
18
B
A
B
Gambar 5 Sel-sel kultur sumsum tulang yang bereaksi positif terhadap ALP.
(A) hematositoblas. (B) mesenchymal cell-fusiform. Bar: 1 μm.
Gambar 6 Persentase sel sumsum tulang tikus yang menunjukkan positif terhadap
ALP selama 7 hari kultur in vitro dalam medium yang berbeda.
19
Tingkat Proliferasi BM-MSC dalam Kultur Sel Sumsum Tulang
Kultur sel sumsum tulang dalam mDMEM terjadi peningkatan persentase
pada tiap jenis sel kecuali hematositoblas, khondroblas dan osteoblas
(Gambar 7).
Gambar 7
Persentase jenis sel yang berkembang selama kultur sel sumsum
tulang dalam medium mDMEM.
Kultur sel sumsum tulang dalam mDMEM yang ditambah dengan CM-REF
dengan dan tanpa LIF menunjukkan peningkatan persentase mesenchymal cellfusiform dan fibroblast cell-like (Gambar 8 dan 9). Fibroblast cell-like pada kultur
dalam medium mDMEM yang ditambah CM-REF dengan dan tanpa LIF
menunjukkan peningkatan persentase sel yang berbeda nyata (P<0,05 )
dibandingkan kultur dalam medium mDMEM tanpa penambahan keduanya
(Gambar 11, 12, dan 13). Persentase mesenchymal cell-like dalam mDMEM yang
ditambah CM-REF dibandingkan dengan tanpa penambahan CM-REF dan LIF
secara umum relatif sama, namun pada kultur dalam mDMEM yang ditambah
CM-REF dan LIF menunjukkan peningkatan persentase yang berbeda nyata
(P<0,05) dibandingkan kultur dalam medium tanpa penambahan CM-REF dan
LIF. Persentase mesenchymal cell-like pada kultur dalam mDMEM yang
ditambah CM-REF dan LIF relatif sama dengan dalam mDMEM yang ditambah
CM-REF tanpa LIF. Namun demikian, pada hari ke-7 kultur terdapat peningkatan
20
yang berbeda nyata (P<0,05) pada kultur dalam mDMEM yang ditambah CMREF dan LIF dibandingkan dengan kultur dalam medium tanpa penambahan LIF.
Persentase progenitor sel saraf secara umum pada kedua medium mengalami
peningkatan dan akan menurun kembali. Khondroblast dan osteoblas secara
umum pada kedua medium juga mengalami penurunan persentase sel selama
kultur. Hematositoblas mengalami penurunan persentase sel selama kultur pada
ketiga medium yang digunakan.
Gambar 8 Persentase jenis sel yang berkembang selama kultur sel sumsum tulang
dalam mDMEM yang ditambah dengan CM-REF.
Gambar 9 Persentase jenis sel yang berkembang selama kultur sel sumsum tulang
dalam medium mDMEM yang ditambah dengan CM-REF dan LIF.
21
Tingkat
proliferasi
BM-MSC
dievaluasi
berdasarkan
persentase
mesenchymal cell-fusiform dan fibroblast cell-like . Kultur dalam mDMEM yang
ditambah CM-REF dengan dan tanpa LIF pada hari ke-10 kultur menunjukkan
peningkatan persentase BM-MSC yang berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan
dengan kultur dalam mDMEM (Gambar 10). Namun demikian, persentase
BM-MSC pada kultur dalam mDMEM yang ditambah CM-REF dan LIF tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan kultur dalam mDMEM
yang ditambah CM-REF tanpa LIF.
Gambar 10 Persentase BM-MSC pada hari ke-10 kultur dalam ketiga macam
medium yang digunakan.
Pembahasan
Morfologi Sel-Sel yang Berkembang dalam Kultur Sel Sumsum Tulang
Pengamatan morfologi sel-sel yang berkembang dalam kultur sumsum
tulang pada penelitian ini dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu (1) bone
marrow mesenchmal stem cell (BM-MSC) memiliki morfologi mesenchymal cellfusiform dan fibroblast cell-like, (2) hematositoblas, (3) progenitor sel saraf dan
(4) khondroblas dan osteoblas. Bentuk BM-MSC dalam pengamatan sejalan
dengan pernyataan Aini et al. (2008) bahwa MSC memiliki morfologi fusiform
dan fibroblast like. Mesenchymal cell-fusiform memiliki inti sel besar dan pucat
dengan anak inti satu atau lebih serta sitoplasma memiliki berbagai. Inti
22
mesenchymal cell-fusiform berwarna pucat dikarenakan inti sel tersebut bersifat
basa lemah (Kuehnel 2003) sehingga dalam pewarnaan HE inti sel menyerap
sedikit pewarna hematoksilin. Fibroblast-cell like secara morfologi memiliki inti
sel kecil dan gelap daripada inti dengan sitoplasma yang berbentuk lonjong dan
panjang atau memiliki berbagai penjuluran. Hematositoblas memiliki morfologi
berbagai bentuk sel darah. Khondroblas dapat diidentifikasi dari morfologinya
yang memiliki inti di tepi dengan sitoplasma yang agak membulat dan osteoblas
dapat diidentifikasi jika sel-sel ini telah membentuk suatu koloni. Progenitor sel
saraf memiliki morfologi yang khas dengan penjuluran akson yang panjang.
Adanya bermacam-macam sel yang berkembang membuktikan bahwa kultur
sumsum tulang mampu menghasilkan berbagai jenis sel. Hal tersebut didukung
oleh Sussman (2001) yang menyatakan bahwa MSC di dalam kultur mudah
berdiferensiasi secara spontan menjadi berbagai jenis sel.
Mesenchymal stem cell yang ada di dalam sumsum tulang secara in vitro
akan berkembang menjadi osteoblas, khondroblas dan sel adiposa (Aini et al.
2008). Tidak ditemukannya sel adiposa
yang berkembang pada kultur sel
sumsum tulang pada penelitian ini dikarenakan sitoplasma sel adiposa yang terdiri
dari vakuola lemak dapat larut dalam alkohol saat proses pewarnaan sehingga sel
tidak teramati saat pengamatan. Sel adiposa dalam kultur sel sumsum tulang dapat
teridentifikasi apabila menggunakan pewarnaan Oil Red O (Wobus dan Boheler
2006).
Pluripotensi Kultur Sel Sumsum Tulang
Sel-sel di dalam kultur yang bereaksi positif akan berwarna merah
sedangkan sel yang bereaksi negatif akan nampak berwarna kuning. Hasil
pengamatan diperoleh bahwa mesenchymal cell-fusiform dan fibroblast cell-like
serta hematositoblas bereaksi positif terhadap pewarnaan alkalin fosfatase
(Gambar 8), hal tersebut sesuai dengan pernyataan Akhmadieva et al. (2007) dan
Iida et al. 2007 bahwa alkalin fosfatase juga terdapat pada sel darah.
Kultur sumsum tulang tikus dalam mDMEM mengalami penurunan
persentase sel yang positif terhadap pewarnaan alkalin fosfatase (Gambar 9).
Penurunan tersebut menunjukkan adanya penurunan jumlah sel yang pluripoten
23
dalam kultur sumsum tulang. Ekspresi alkalin fosfatase telah diketahui akan
menurun sejalan dengan diferensiasi stem cell (Draper et al. 2002). Hal tersebut
membuktikan bahwa dalam kultur sumsum tulang terdapat BM-MSC yang
bersifat pluripotensi dan akan menurun kemampuan pluripotensinya dalam kultur
in vitro.
Kultur dalam medium mDMEM ditambah CM-REF dengan dan tanpa LIF
menunjukkan peningkatan persentase sel-sel yang positif terhadap pewarnaan
alkalin fosfatase (Gambar 9). Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan
jumlah sel yang bersifat pluripoten. Walaupun persentase tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan kultur dalam mDMEM, namun peningkatan jumlah sel yang
pluripoten menunjukkan bahwa penambahan CM-REF dapat meningkatkan
jumlah sel yang pluripoten dalam kultur sumsum tulang tikus.
Peningkatan jumlah sel-sel yang pluripoten dalam kultur sel sumsum tulang
dikarenakan CM-REF menghasilkan beberapa bahan yang dapat menghambat
diferensiasi dan meningkatkan proliferasi stem cell. Conditioned medium mouse
embryonic fibroblast yang diperoleh dengan metode yang sama telah diketahui
menghasilkan sitokin dan faktor pertumbuhan
yang mampu menghambat
diferensiasi sel (Mallon 2006; Tabar et al. 2006), serta matriks yang diperlukan
untuk proliferasi dan menjaga pluripotensi stem cell manusia (Prowse et al. 2007).
Fibroblas mensekresikan bermacam faktor pertumbuhan termasuk fibroblast
growth factors (FGF) (Levenstein et al. 2006). Bendall at al. (2008) telah
mendemonstrasikan bahwa di dalam CM-MEF terdapat bFGF. Hal tersebut
sejalan dengan Gonzales et al. (1990) yang melaporkan bahwa dalam otot fetus
tikus umur kebuntingan 18 hari mengandung sejumlah bFGF. Xu et al (2005)
mendemostrasikan bahwa ESC manusia dapat dijaga pluripotensinya dengan
bFGF ataupun bFGF dalam kombinasi dengan faktor pertumbuhan.
Prowse et al. (2007) telah mendemonstrasikan bahwa fibroblast conditioned
media baik dari fetus manusia, manusia yang baru lahir dan fetus mencit
mengandung berbagai protein yang berperan dalam pertumbuhan, pluripotensi
serta diferensiasi dari ESC manusia diantaranya yaitu Insulin-like growth factor-1
(IGF-1) dan transforming growth factor-β1 (TGF- β1). Insulin-like growth factor1 yang ditemukan pada mencit secara umum dibutuhkan untuk perkembangan dan
24
pertumbuhan mamalia, mempengaruhi proliferasi sel dan memiliki fungsi
anti-apoptosis sehingga faktor pertumbuhan tersebut potensial digunakan dalam
kultur stem cell. Pluripotensi stem cell mungkin tidak dapat dipertahankan oleh
IGF-1 namun IGF-1 berpengaruh dalam pertumbuhan koloni stem cell. Insulinlike growth faktor-1 dapat menginduksi aktivasi signal transducer and activator
of transcription 3 (STAT3) dan bekerja secara sinergis bersama bFGF untuk
meningkatkan intensitas dari STAT3 yang telah diteliti mempengaruhi ploriferasi
ESC. Seperti halnya IFG-1, TGF-β1 diyakini bekerja secara sinergis bersama
bFGF dalam menjaga pluripotensi dari ESC pada manusia.
Peningkatan jumlah sel yang bereaksi positif pada kultur sel sumsum tulang
pada medium kultur mDMEM yang ditambah dengan CM-REF dan LIF (Gambar
9) menunjukkan jumlah yang lebih tinggi daripada dalam mDMEM dengan
penambahan CM-REF tanpa LIF pada hari ke-7. Sehingga dapat diperoleh suatu
hasil bahwa penambahan LIF dalam CM-REF dapat meningkatkan jumlah sel
yang pluripoten dalam kultur sel sumsum tulang tikus.
Leukemia inhibitory factor sering digunakan pada kultur stem cell karena
kemampuannya dalam mempengaruhi berbagai aktifitas fisiologis termasuk
menghambat diferensiasi dari ESC (Gendall et al. 1997; Matsuda et al. 1999).
Leukemia inhibitory factor adalah golongan sitokin IL-6 dapat menstimuli sel
melalui reseptornya gp130 bersama ligand spesifik LIFR. Aktivasi gp 130 akan
mengaktivasi Janus associated tyrosine kinase (JAK) dan mengaktivasi protein
STAT3 yang dapat mencegah diferensiasi (Wobus dan Boheler 2006). Leukemia
inhibitory factor sebanyak 10-20 ng/mL dinyatakan dapat mempertahankan
pluripotensi ESC mencit (Conover et al. 1993) dan pada penelitian ini digunakan
LIF sebanyak 10 ng/mL yang ditambahkan dalam CM-REF mampu untuk
menginduksi peningkatan jumlah sel yang pluripoten di dalam kultur sel sumsum
tulang tikus.
Tingkat Proliferasi BM-MSC dalam Kultur Sel Sumsum Tulang
Kultur sel sumsum tulang dalam medium mDMEM menunjukkan adanya
peningkatan jumlah mesenchymal cell-like, fibroblast cell-like, dan progenitor sel
saraf. Sedangkan hematositoblas yang berkembang pada ketiga macam medium
25
kultur mengalami penurunan persentase (Gambar 10, 11 dan 12). Penurunan
tersebut dikarenakan hematositoblas akan terbuang saat pergantian medium
(Gregory et al. 2005). Leskela dan Ville (2006) menyatakan bahwa kebanyakan
hematositoblas yang teridentifikasi akan hilang selama 2-3 minggu kultur MSC.
Morfologi BM-MSC pada kultur in vitro berbentuk mesenchymal cellfusiform dan fibroblast cell-like. Persentase BM-MSC pada kultur sel sumsum
tulang tikus dalam medium CM-REF dengan atau tanpa LIF pada hari ke-10
setelah kultur menunjukkan peningkatan jumlah yang nyata dibandingkan dengan
dalam medium tanpa penambahan CM-REF (Gambar 12). Peningkatan persentase
tersebut menunjukkan bahwa CM-REF yang ditambahkan ke dalam mDMEM
mampu menginduksi peningkatan poliferasi BM-MSC sehingga jumlah sel
tersebut di dalam kultur semakin meningkat. Conditioned medium rat embryonic
fibroblast mengandung berbagai macam faktor pertumbuhan yang dapat
menginduksi proliferasi dari BM-MSC seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
Bone marrow mesenchymal stem cell berdasarkan morfologinya berbentuk
mesenchymal-cell fusiform dan fibroblast-cell like. Berdasarkan reaksi terhadap
alkalin fosfatase, BM-MSC bereaksi positif terhadap alkalin fosfatse sehingga
dapat disimpulkan bahwa BM-MSC tersebut memiliki sifat pluripotensi.
Jumlah BM-MSC dalam mDMEM yang ditambah dengan CM-REF dan LIF
pada hari ke-10 tidak menunjukkan perbedaan jumlah yang nyata dengan kultur
dalam mDMEM yang ditambah CM-REF tanpa LIF. Namun demikian, pada hari
ke-7 terjadi peningkatan jumlah BM-MSC yang signifikan dalam medium
mDMEM yang ditambah CM-REF dan LIF daripada tanpa LIF. Peningkatan
jumlah BM-MSC berdasarkan morfologi tersebut juga didukung dengan
peningkatan jumlah sel pluripoten berdasarkan reaksi terhadap akalin fosfatase
pada hari ke-7. Hal tersebut bahwa penambahan LIF dalam CM-REF ke dalam
medium mDMEM dapat meningkatkan jumlah BM-MSC.
26
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kultur sel-sel sumsum tulang tikus menghasilkan bone marrowmesenchymal stem cell (mesenchymal cell-fusiform dan fibroblast-like),
hematositoblas, osteoblas dan khondroblas serta progenitor sel saraf. Penambahan
CM-REF dengan dan tanpa LIF ke dalam medium mampu menginduksi
peningkatan proliferasi bone marrow-mesenchymal stem cell dan
menjaga
pluripotensinya.
Saran
Pertumbuhan, diferensiasi dan pluripotensi dari kultur sumsum tulang
sangat bergantung pada faktor-faktor yang ada di dalam CM-REF sehingga
diperlukan adanya identifikasi serta penghitungan konsentrasi faktor-faktor yang
di dalam CM-REF. Peneguhan terhadap identifikasi sel-sel yang berkembang
dalam sumsum tulang memerlukan pewarnaan yang lebih spesifik seperti
pewarnaan imunositokimia.
27
DAFTAR PUSTAKA
Aini N, Boenjamin S, Sandra S. 2008. Karakteristik biologi stem cell : fokus pada
mesenchymal stem cell. Cermin Dunia Kedokteran 35: 64-67.
Akhmadieva AV, Shukalyuk AI, Aleksandrova YN, Isaeva, VV. 2007. Stem cells
in asexual reproduction of the colonial Ascidian Botryllus. Russ J of Mar
Biol 33(3): 181-186.
Anonim[1]. 2008. http://www.mondofacto.com/facts/dictionary?conditioned+
medium. [21 Agustus 2009].
Anonim[2]. 2008.The influence of LIF (leukemia inhibitory factor) on functional
status of mouse line R1 embryonic stem cells. Biomed Khim 54(5): 570-576.
Azizi SA, Stokes D, Augelli BJ, DiGirolamo C, ProckopDJ. 1998. Engraftment
and migration of human bone marrow stromal cells implanted in the brains
of albino rats-similarities to astrocyte grafts. Proc Natl Acad Sci USA
95:3908–3913.
Bank WJ. 1993. Applied Veterinary Histology 3th edition. London: A Harcourt
Health Science Company.
Bendall SC, Stewart MH, Menendez P, George D, Vijayaragavan K, Ogilvie TW,
Mejia VR, Rouleau A, Yang J, Bosse M, Lajoie G, Bhatia M. 2007. IGF and
FGF cooperatively establish the regulatory stem cell niche of pluripotent
human cell in vitro. Nature 448:1015-1023.
Bendall SC, Hughes C, Campbell JL, Stewart MH, Pittock P, Liu S, Bonneil E,
Thibault P, Bhatia M, Lajoie GA. 2008. An enhanced mass spectrometry
approach reveals human embryonic stem cell growth factors in culture. Mol
and Cell Proteom. http://www. mcponline.org. [4 Agustus 2009].
Benvenuti S, Cramer R, Quinn CC, Bruce J, Zvelebil M, Corless S, Bond J,
Yang A, Hockfield S, Burlingame AL, Waterfield MD, Jat PS. 2002.
Differential proteom analysis of replicative senescence in rat embryonic
fibroblast. Mol and Cell Proteom 1.4:280-292.
Bianchi G, Banfi A, Mastrogiacomo M, Notaro R, Luzzatto L, Cancedda R,
Quarto R. 2003. Ex vivo enrichment of mesenchymal cell progenitors by
fibroblast growth factor 2. Exp Cell Res 287:98–105.
Caplan AI. 1991. Mesenchymal stem cells. J Orthop Res 9(5):641–650.
28
Caplan A, Griffiths JB. 1998. Cell and Tissue Culture : Laboratory Procedures in
Biotechnology. England: Jhon Wiley and son Ltd.
Conover JC Ip NY, Poueymirou WT, Bates B, Goldfarb MP, DeChiara TM,
Yancopoulos GD. 1993. Ciliary neurotrophic factor maintains the
pluripotentiality of embryonic stem cells. Development 119: 559-565.
Cooper GM. 2000. The Cells Molecular Approach 2nd. Massachusetts: Sinauer.
Diecke S, Negreira AQ, Redmer T, Besser D. 2008. FGF2 Signaling in mouse
embryonic fibroblasts is crucial for self-renewal of embryonic stem cells.
Cell Tiss Org 188:52-61.
DiGirolamo C, Stokes D, Colter D, Phinney DG, Class R, Prockop DJ. 1999.
Propagation and senescence of human marrow stromal cells in culture: a
simple colony-forming assay identifies samples with the greatest potential to
propagate and differentiate. Br J Haemat 107:275–281.
Draper JS, Pigott C, Thomson JA, Andrew PW. 2002. Surface antigens of human
embryonic stem cells: changes upon differentiation in culture. J Anat 200:
249-258.
Dulbecco R, Freeman G. 1959. Plaque production by the polyoma virus. Virology 8:
396-405.
Eagle. H. 1955. Nutrition needs of mammalian cells in tissue culture. Science 122:
501-504.
Gendall AR, Dunn AR, Ernst M. 1997. Isolation and charecterization of a
Leukemia inhibitory factor-independent embryonic stem cell line. Int J
Biochem Cell Biol 29(5): 829-840.
Gregory CA, Prockop DJ, dan Spees JL. 2005. Non-hematopietic bone marrow
stem cell : Molecular control of expansion and differentiation. Exp Cell Res
306: 330-335.
Gonzalez AM, Buscaglia M, Ong M, Baird A. 1990. Distribution of basic
fibroblast growth factor in the 18-day rat fetus: localization in the basement
membranes of diverse tissues. J Cell Biol 110: 753-765.
Helgason CD, Miller CL. 2005. Basic Cell Culture Protocols 3th Edition.
Totowa: Humana Press Inc.
Hill EJ, Vernallis AB. 2008. Polarized secretion of leukemia inhibitory factor.
BMC Cell Biology 9: 53.
Ham RG, McKeehan WL. 1979. Media and growth requirements. Met Enzymol
58: 44.
29
Iida M, Ihara S, Matsuzaki T. 2007. Hair-cycle dependent changes of alkaline
phosphatase activity in the mesenchyme and epithelium in mouse vibrissal
follicles. Dev, Growth Dif 49: 185-195.
Junqueira LC, Carneiro J. 2005. Basic Histology 11th edition. New York : Mc
Graw Hill.
Kang XQ, Zang WJ, Song TS, Xu XL, Yu XJ, Li DL, Meng KW, Wu SL, Zhao
ZY. 2005. Rat bone marrow mesenchymal stem cells differentiate into
hepatocytes in vitro. World J Gastroenterol 11(22): 3479-3484.
Knight D, McKay K, Wiggs B, Schellenberg RR, Bai T. 1997. Localization of
leukemia inhibitory factor to airway epithelium and its amplification of
contractile responses to tachykinins. Br J Pharmacol 120(5): 883-891.
Kuehnel W. 2003. Color Atlas of Cytology, Hystology and Microscopic Anatomy
4th edition. New York: Thieme Stuttgart.
Leskela, Ville H. 2006. Human bone marrow stem cell-a novel aspect to bone
remodelling and mesenchymal disease. Acta Univ Oul D 902.
Levenstein ME, Ludwig TE, Xu RH, Llanas RA, Kramer KvdH, Manning D,
Thomson JA. 2006. Basic fibroblast growth factor support of human
embryonic stem cell self-renewal. Stem Cell 24: 568-574.
Lim JWE, Bodnar A. 2002. Proteome analysis of conditioned medium from
mouse embryonic fibroblast feeder layers which support the growth of
human embryonic stem cells. Proteomics 2: 1187–1203.
Mallon BS, Park KY, Chen KG, Hamilton RS, McKay RDG. 2006. Toward xenofree culture of human embryonic stem cells. Int J Biochem Cell Biol 38:
1063-1075.
Malole MBM. 1990. Kultur Sel dan Jaringan Hewan. Bogor: Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat
Antar universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.
Mather JP, Roberts PE. 1998. Introduction to Cell and Tissue Culture. New York:
Plenum Press.
Matsuda T, Nakamura T, Nakao K, Arai T, Katsuki M, Heike T, Yokota T. 1999.
STAT3 activation is sufficient to maintain an undifferentiated state of
mouse embryonic stem cells. Embo J 18: 4261–4269
Minguell J, Erices A dan Conget P. 2001. Mesenchymal stem cell. Boil Med
226(6): 507-520.
30
Morel DS, Taupin JL, Potier M, Deminière C, Potaux L, Gualde N, Moreau JF.
2000. Renal synthesis of leukemia inhibitory factor (LIF), under normal and
inflammatory conditions. Cytokine 12(3): 265-271.
Nadri S, Soleimani M, Hosseni RH, Massumi M, Atashi A, Izadpanah R. 2007.
An efficient methode for isolation of murine bone marrow mesenchymal
stem cells. Int J Dev Biol 51 : 723-729.
Nolta JA. 2006. Genetic Enginering of Mesenchimal Stem Cells. Netherland:
Springer.
Prockop DJ. 1997. Marrow stromal cells as stem cells for nonhematopoietic
tissues. Science 276:71–74.
Prowse ABJ, McQuade LR, Bryant KJ, Marcal H, Gray PP. 2007. Identification
of potential pluripotency determinants for human embryonic stem cells
following proteomic analysis of human and mouse fibroblast conditioned
media. J Prot Res 6:3796-3807.
Reya T, Morrison SJ, Clarke MF, Weissman IL. 2001. Stem cells, cancer and
cancer stem cells. Nature 414: 105-111.
Rockman SP Demmler K, Roczo N, Cosgriff A, Phillips WA, Thomas RJ,
Whitehead RH. Expression of interleukin-6, leukemia inhibitory factor and
their receptors by colonic epithelium and pericryptal fibroblasts. J
Gastroenterol Hepatol 16(9): 991-1000.
Rose JH. 2002. GP130 stimulation and the maintenance of stem cells. Trends
Biotechnol 20:417–419.
Ryan JA. 2003. Introduction to Animal Cell Culture. New York: Corning.
Smith AG, Heath JK, Donaldson DD, Wong GG, Moreau J, Stahl M, Rogers D.
1988. Inhibition of pluripotential embryonic stem cell differentiation by
purified polypeptides. Nature 336: 688–690.
Sussman M. 2001. Cardiovascular biology. Hearts and bones. Nature 410: 640–
641
Tabar MH, Fatemeh J, Orazizadeh M, Sakeh G, Baazm M. 2006. The effect of
mouse embryonic fibroblast in direct differentiation of mouse embryonic
stem cells. Iranian J of Reprod Med 5 (1): 29-33.
Takahashi K, Yamanaka S. 2006. Induction of pluripotent stem cells from mouse
embryonic and adult fibroblast cultures by defined factors. J cell 07:024
Thomson JA, Eldor JI. Shapiro S, Waknitz MA, Swiergiel JJ, Marshall VS, Jones
JM. 1998. Embryonic stem cell lines derived from human blastocysts.
Science 282: 1145–1147.
31
Vaughan FL, Bernstam LI. 2005. Isolation, Purification, and Cultivation of
Murine and Human Keratinocytes. in: Helgason CD, Miller CL. Basic Cell
Culture Protocols 3th Edition. Totowa: Humana Press Inc.
Vogiagis D, Salamonsen LA. 1999. Review: The role of leukemia inhibitory
factor in the establishment of pregnancy. J Endocrinol 160(2):181-190
Williams RL et al. 1988. Myeloid leukemia inhibitory factor maintains the
developmental potential of embryonic stem cells. Nature 336:684–687.
Winslow
T.
2001.
http://stemcells.nih.gov/StaticResources/info/scireport
/images/2_1.jpg. [20 Agustus 2009].
Wobus AM, Boheler KR. 2006. Stem Cells. Germany: Springer
Xie CQ, Lin G, Luo KL, Luo SW, Lu GX. 2004. Newly expressed proteins of
mouse embryonic fibroblasts irradiated to be inactive. Biochem Biophys Res
Commun 315: 581–588.
Xiong J, Liu Z, Liu X. 2007. Induced differentiation of mouse embryonic stem
cell into endothelial cell in vitro. Zhongguo Xiu Fu Chong Jian Wai Ke Za
Zhi (9): 994-998.
Xu C, Rosler E, Jiang J, Lebkowski JS, Gold JD, O’Sullivan C, Boorsma KD,
Mok M, Bronstein A, Carpenter MK. 2005. Basic fibroblast growth factor
supports undifferentiated human embryonic stem cell growth without
conditioned medium. Stem Cell 23:315-323.
Zhang JQ, Yu XB, Ma BF, Yu WH, Zha ZC, Li SN, Lahn BT, Xiang AP. 2006.
Neural differentiation of embryonic stem cells induced by conditioned
medium from neural stem cells. Neuroreport 17:981-986.
32
LAMPIRAN
33
Lampiran 1 Persentase sel kultur sumsum tulang tikus yang bereaksi positif ALP
dalam mDMEM dan mDMEM yang ditambah CM-REF (%)
Medium
Hari ke1
4
7
mDMEM
85,2a ± 6,9
82,6a ± 6,9
75,2a ± 21,5
mDMEM+CM-REF
39,0b ± 8,3
73,6a ± 7,9
74,1a ± 1,9
Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang
nyata (P <0,05).
Lampiran 2 Persentase sel kultur sumsum tulang tikus yang bereaksi positif
terhadap ALP dalam mDMEM dan mDMEM yang ditambah CMREF dan LIF (%)
Hari keMedium
1
4
7
mDMEM
85,2a ± 6,9
78,5a ± 6,9
76,9a ± 21,5
mDMEM+CM-REF+LIF
51,8b
58,3b
82,8a
Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang
nyata (P<0,05).
Lampiran 3 Persentase sel kultur sumsum tulang yang bereaksi positif terhadap
ALP dalam mDMEM yang ditambah CM-REF dengan dan tanpa
LIF (%)
Hari keMedium
1
4
7
mDMEM+CM-REF
39,0b ± 8,3
73,6a ± 7,9
mDMEM+CM-REF+LIF
51,8a
58,3a
74,1a ± 1,9
82,8b
Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang
nyata (P <0,05).
34
Lampiran 4 Persentase sel-sel yang berkembang pada kultur sel sumsum tulang
tikus dalam medium kultur mDMEM dan mDMEM yang ditambah
CM-REF (%)
Medium
Hari ke-
1
4
7
10
Jenis sel
mDMEM
mDMEM+CMREF
mesenchymal cell-fusiform
1,7a ± 1,3
9,7b ± 1,3
fibroblast cell-like
1,0a ± 0,1
11,0b± 3,4
hematositoblas
94,8a ± 0,0
53,6b ± 22,7
progenitor sel saraf
2,5a ± 1,2
7,8b ± 2,6
osteoblas dan khondroblas
0a ± 0,0
18,1b ± 17,4
mesenchymal cell-fusiform
7,5a ±7,1
14,4a ± 5,1
fibroblast cell-like
14,5a ± 7,8
49,0b ± 4,3
hematositoblas
68,8a ± 2,9
11,8b ± 4,9
progenitor sel saraf
9,3a ± 2,3
12,3b ± 0,7
osteoblas dan khondroblas
0a ± 0,0
12,4b ± 7,3
mesenchymal cell-fusiform
8,2a ± 5,2
15,3a ± 4,9
fibroblast cell-like
25,0a ± 13,2
56,9b± 5,7
hematositoblas
37,1a ± 12,2
8,7b ± 4,7
progenitor sel saraf
14,5a ±5,1
14,3a ± 1,8
osteoblas dan khondroblas
15,2a ± 0,0
14,5a ± 7,7
mesenchymal cell-fusiform
11,8a ± 5,4
24,1a ± 7,3
fibroblast cell-like
36,0a ± 6,2
63,9b ± 4,4
hematositoblas
18,3a ± 1,6
2,7b ± 1,2
progenitor sel saraf
30,6a ± 3,9
8,3b ± 1,0
osteoblas dan khondroblas
3,3a ± 3,3
1,5a ± 0,5
Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
(P <0,05).
35
Lampiran 5 Persentase sel-sel yang berkembang pada kultur sumsum tulang tikus
dalam medium kultur DMEM dan DMEM yang CM-REF dan LIF
(%)
Medium
Hari ke-
Jenis sel
DMEM
DMEM+CMREF+LIF
1
4
7
10
mesenchymal cell-like
1,7a ± 1,3
11,5b
fibroblast cell-like
1,0a ± 0,1
38,9b
hematositoblas
94,8a ± 0,0
34,5 b
progenitor sel syaraf
2,5a ± 1,2
10,6 b
osteoblas dan khondroblas
0 ± 0,0
4,4 b
mesenchymal cell-like
7,5a ±7,1
12,1 a
fibroblast cell-like
14,5a ± 7,8
42,9 b
hematositoblas
68,8a ± 2,9
18,7 b
progenitor sel syaraf
9,3a ± 2,3
26,3b
osteoblas dan khondroblas
0 ± 0,0
0a
mesenchymal cell-like
8,2a ± 5,2
36,2 b
fibroblast cell-like
25,0a ± 13,2
51,9 b
hematositoblas
37,1a ± 12,2
5,2 b
progenitor sel syaraf
14,5a ±5,1
5,7 a
osteoblas dan khondroblas
15,2a ± 0,0
0,4 b
mesenchymal cell-like
11,8a ± 5,4
43,8b
fibroblast cell-like
36,0a ± 6,2
52,2a
hematositoblas
18,3a ± 1,6
2,1b
progenitor sel syaraf
30,6a ± 3,9
5,9b
osteoblas dan khondroblas
3,3a ± 3,3
0,7a
Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
(P <0,05).
36
Lampiran 6 Persentase sel-sel yang berkembang pada kultur sel sumsum tulang
tikus dalam mDMEM dan mDMEM yang ditambah CM-REF dan
LIF (%)
Medium
Hari ke-
1
4
7
10
Jenis sel
mDMEM+
mDMEM+
CM-REF
CM-REF+LIF
mesenchymal cell-fusiform
9,7b ± 1,3
11,5b
fibroblast cell-like
11,0b± 3,4
38,9b
hematositoblas
53,6b ± 22,7
34,5 b
progenitor sel saraf
7,8b ± 2,6
10,6 b
osteoblas dan khondroblas
18,1b ± 17,4
4,4 b
mesenchymal cell-fusiform
14,4a ± 5,1
12,1 a
fibroblast cell-like
49,0b ± 4,3
42,9 b
hematositoblas
11,8b ± 4,9
18,7 b
progenitor sel saraf
12,3b ± 0,7
26,3b
osteoblas dan khondroblas
12,4b ± 7,3
0a
mesenchymal cell-fusiform
15,3a ± 4,9
36,2 b
fibroblast cell-like
56,9b± 5,7
51,9 b
hematositoblas
8,7b ± 4,7
5,2 b
progenitor sel saraf
14,3a ± 1,8
5,7 a
osteoblas dan khondroblas
14,5a ± 7,7
0,4 b
mesenchymal cell-fusiform
24,1a ± 7,3
43,8b
fibroblast cell-like
63,9b ± 4,4
52,2a
hematositoblas
2,7b ± 1,2
2,1b
progenitor sel saraf
8,3b ± 1,0
5,9b
osteoblas dan khondroblas
1,5a ± 0,5
0,7a
Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
(P <0,05).
37
Lampiran 7 Pembuatan medium kultur mDMEM
Medium kultur mDMEM merupakan medium Dulbecco’s Modified
Eagle’s Medium (DMEM; Sigma) yang telah dimodifikasi dengan penambahan
asam amino non-esensial (AANE; Sigma) 1%, fetal calf serum (FCS; Gibco)
10%, NaHCO3 44 mM, gentamisin 50 μg/ml, dan 2-mercaptoetanol 0,1 mM.
Pembuatan 100 ml mDMEM diperlukan 1,35 gram serbuk DMEM, 0,37 gram
serbuk NaHCO3, 1 ml larutan asam amino non-esensial (AANE; Sigma), 125 μl
gentamisin 40 μg/μl, 700 μl 2-mercaptoetanol 1,1 μg/μl, dan 88 ml ddH2O.
Penambahan 10 ml FCS dilakukan saat medium akan digunakan untuk kultur.
Medium yang telah ditambah FCS selanjutnya disterilisasi menggunakan
mikrofilter 0,22 μm. Penambahan FCS dan sterilisasi medium dilakukan di dalam
clean bench . Setelah medium steril, medium diinkubasi di dalam inkubator 37°C
5%CO2 selama 15 menit sebelum digunakan sebagai medium kultur.
Lampiran 8 Pembuatan mPBS
Larutan mPBS merupakan larutan phosphate buffered saline (PBS; Gibco)
yang diberi tambahan fetal calf serum (FCS; Gibco) 5% dan gentamisin 50 μg/ml.
Pembuatan 100 ml mPBS diperlukan 0,96 gram serbuk PBS yang dilarutkan ke
dalam 95 ml ddH2O kemudian ditambah 125 μl gentamisin 40 μg/μl. Selanjutnya,
larutan tersebut ditambah FCS sebanyak 5 ml kemudian mPBS tersebut
disterilisasi menggunakan mikrofilter 0,22 μm . Penambahan FCS dan sterilisasi
mPBS dilakukan di dalam clean bench. Sebelum digunakan, mPBS diinkibasi di
dalam inkubator 37°C 5%CO2 selama 15 menit.
Download