BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Darah adalah

advertisement
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Darah adalah komponen penting dalam tubuh yang membawa nutrisi dan
oksigen ke semua organ tubuh, termasuk organ vital seperti otak, jantung, ginjal,
paru-paru, dan hati. Jika terjadi kekurangan darah dalam tubuh yang disebabkan
oleh beberapa hal, maka kebutuhan nutrisi dan oksigen dari organ-organ tersebut
tidak bisa terpenuhi. Kerusakan jaringan bisa terjadi dengan cepat yang berujung
pada kematian (Akhdemila, 2009). Untuk mencegah hal tersebut, diperlukan
pasokan darah dari luar tubuh. Proses pemindahan darah dari seseorang yang
sehat (pendonor) ke orang sakit/membutuhkan (resipien) disebut transfusi darah.
Transfusi darah sudah menjadi bagian yang penting dalam pelayanan kesehatan.
Bila transfusi darah diterapkan secara benar, transfusi dapat menyelamatkan jiwa
pasien dan bisa meningkatkan derajat kesehatan pasien tersebut.
Hasil studi mengenai kematian maternal/kematian wanita hamil di Indonesia
menyebutkan bahwa hal tersebut diindikasikan karena kurangnya suplai darah dan
ketidakmampuan beberapa fasilitas kesehatan untuk memenuhi kebutuhan darah
(Kim, 2002).
Palang Merah Indonesia (PMI) adalah sebuah organisasi perhimpunan
nasional di Indonesia yang bergerak di bidang sosial kemanusiaan dan diakui
secara nasional berdasarkan Keputusan Presiden No 25 tahun 1959. Sementara
untuk tugas pokok dari PMI sendiri telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No.
18/ 1980 Bab IV, pasal 6, ayat (1) yaitu “Pengelolaan dan pelaksanaan usaha
transfusi darah ditugaskan kepada Palang Merah Indonesia atau instansi lain yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan”. Tugas pokok lain dari PMI adalah
kesiapsiagaan bantuan dan penanggulangan bencana, pelatihan pertolongan
pertama untuk sukarelawan, pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam melaksanakan tugasnya PMI berlandaskan pada 7 (tujuh) prinsip dasar
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah,
yaitu Kemanusiaan,
2
Kesukarelaan, Kenetralan, Kesamaan, Kemandirian, Kesatuan, dan Kesemestaan.
Jaringan kerja PMI tersebar di 30 Provinsi/Tk.I dan 323 cabang di daerah Tk.II
serta dukungan operasional 165 Unit Transfusi Darah di seluruh Indonesia
(Palang Merah Indonesia, 2002). Salah satunya adalah PMI Unit Donor Darah
(UDD) Kota Yogyakarta.
Pada saat beroperasi, Input darah yang masuk ke persediaan darah PMI UDD
Kota Yogyakarta berasal dari produksi UTD lokal (mandiri) dan kiriman UTD
lain. UTD lain dalam sistem input rantai pasok adalah UTD PMI daerah lain
seperti UTD-PMI DKI, UTD-PMI Surabaya, dan lain-lain. Sedangkan untuk
output darah, disalurkan ke BDRS, non-BDRS,dan UTD lainnya. Gambar 1.1
menjelaskan alur rantai pasok PMI UDD Kota Yogyakarta.
3
Produksi
UTD Lokal
UTD lain
PMI UDD
Kota Yogyakarta
BDRS
RS JIH
RS Bethesda
NON-BDRS
UTD lain
PMI Cabang
Bantul
PMI Cabang
Kulonprogo
RS PKU
Muhammadiyah
Yogyakarta
PMI Cabang
Sleman
RSUD Kota
Yogyakarta
PMI Cabang
Gunung Kidul
RSUP dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten
Gambar 1.1 Sistem Rantai Pasok PMI UDD Kota Yogyakarta
BDRS yang disuplai oleh PMI UDD Kota Yogyakarta adalah RS JIH, RS
Bethesda, PS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, RSUD Kota Yogyakarta, dan
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. BDRS berfungsi sebagai fasilitas untuk
mempermudah pasien memperoleh darah tanpa melalui PMI. Di BDRS, darah
disimpan. Sementara Non-BDRS berfungsi berbeda dengan BDRS, Non-BDRS
adalah Rumah Sakit yang tidak memiliki Bank Darah sepetri RS Hidayatullah
Umbulharjo, RS Panti Rini, dan lain-lain. Ketika BDRS dan Non-BDRS
memerlukan darah, PMI UDD Kota Yogyakarta membantu dengan mensuplai
darah. Ketika persediaan produk darah di PMI UDD Kota Yogyakarta melimpah,
PMI UDD Kota Yogyakarta juga memasok darah ke UTD PMI lainnya seperti
4
PMI cabang Kabupaten di provinsi DIY Yogyakarta yang terdiri dari PMI cabang
Bantul, PMI cabang Kulonprogo, PMI cabang Sleman, dan PMI cabang Gunung
Kidul. Dengan sifat rantai pasok dengan input cenderung lebih kecil nilainya
daripada output artinya permintaan yang diterima PMI UDD Kota Yogyakarta
lebih besar daripada pasokan produk darah yang diterima.
Permintaan produk darah dapat dalam bentuk whole blood atau dalam bentuk
komponen-komponennya seperti Sel Darah Merah Pekat (Packed Red Cell), Sel
Darah Merah Cuci (Washed Red Cell), Plasma Segar Beku (Fresh Frozen
Plasma), Plasma Cair (Liquid Plasma), Trombosit, Kriopresipitat dan Plasma
mengandung platelet (Platelet Rich Plasma). Permintaan yang umum adalah sel
darah merah pekat. Setiap produk darah masing-masing memiliki umur simpan
yang berbeda-beda. Sebagai contoh, darah lengkap dapat disimpan dalam waktu
21 hari (Cohen et al.,1975) dan akan terjadi penurunan kualitas diantara 21-28
hari (Pierskalla et al.,1972).
Sumber ketidakpastian dalam ketersediaan darah adalah permintaan produk
yang bersifat stokastik untuk variasi produk darah yang tersedia dalam inventori
dan jumlahnya yang terbatas. Hanya 5 % dari populasi yang layak untuk
melakukan pendonoran darah (Belien et al, 2012). Padahal disisi lain ketersediaan
produk darah ditentukan oleh pendonor dan/atau ketersediaan darah di bank darah
yang lain yang juga bersifat stokastik (Cohen et al, 1976). Hal ini menimbulkan
masih kurangnya suplai darah untuk memenuhi kebutuhan resipien. Berdasarkan
Badan Kesehatan Dunia (WHO), persediaan darah minimal di setiap negara
adalah dua persen dari populasi penduduk. Menurut data sensus penduduk pada
tahun 2010 oleh Badan Pusat Statistik Indonesia, jumlah penduduk Indonesia
pada tahun 2010 adalah sebanyak 237 juta jiwa, berarti jumlah persediaan darah
minimal yang harus dimiliki Indonesia adalah sekitar 4,5 juta kantong darah per
tahun. Belum lagi setiap tahun angka pertumbuhan penduduk meningkat.
Faktanya, PMI hanya memiliki persediaan darah sekitar dua juta kantong darah
per tahun (Rambe, 2010). Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi mengatakan bahwa
Indonesia masih kekurangan kantong darah. Menurutnya Indonesia membutuhkan
4,8 juta kantong darah dari dua persen jumlah penduduknya, sementara jumlah
5
donasi yang ada masih dibawah batas yaitu sekitar 2,5 juta kantong (Merdeka,
2013). Kekurangan pasokan kantong darah dialami oleh berbagai wilayah di
Indonesia. PMI Bitung kekurangan hingga 150 kantong darah setiap bulan
(Tribun, 2013). PMI Boyolali dalam kondisi kritis dengan stok yang tersedia
hanya 231 kantong darah dari kapasitas total penyimpanan sebanyak 800 kantong
(Kedaulatan Rakyat, 2014). PMI Kota Mataram mengalami kekurangan
persediaan hingga 800 kantong darah (Lombokita, 2013). Dan untuk kota
Yogyakarta sendiri, Stok darah di PMI menipis (TribunJogja, 2014). Fakta
tersebut pun didukung oleh pernyataan Heinrich (2012) yang mengungkapkan
bahwa pasokan darah mengalami penurunan dalam dekade terakhir sementara
permintaan darah mempunyai kecenderungan untuk terus meningkat. Selain itu
Cohen et al (1976) menjelaskan bahwa permintaan untuk variasi produk darah
yang tersedia dalam inventori merupakan sumber utama ketidakpastian
(uncertainty) dalam pengelolaan bank darah.
Permasalahan menjadi lebih kompleks dikarenakan produk darah memiliki
sifat perishable yang artinya memiliki batas umur tertentu untuk dapat digunakan.
Cohen et al (1975) menyebutkan bahwa masa kadaluarsa darah yaitu kurang lebih
21 hari. Oleh karena itu, setiap bulannya akan selalu terjadi 2 kemungkinan yaitu
kekurangan stok darah (stockout) atau kelebihan stok darah (overstock) di tempat
penyimpanan. Dengan overstock, maka bisa mengakibatkan darah berubah
menjadi wastage apabila waktu simpan melebihi umur simpannya.
Karakteristik utama dalam permintaan darah adalah jumlah demand yang tidak
menentu disaat suplai bersifat tidak konstan pengadaannya. Pola demand pada
produk darah berbeda dengan produk-produk pada umumnya. Demand produk
darah sudah bisa dipastikan akan meningkat seiring dengan pertambahan laju
pertumbuhan penduduk, namun dalam sisi lain jumlah pendonor yang potensial
akan berkurang (Greinacher et al., 2007). Waktu permintaan darah melonjak
ketika musim penghujan dan munculnya wabah penyakit demam berdarah. Pada
bulan-bulan tersebut dapat dipastikan permintaan darah akan meningkat pesat.
Permintaan darah juga akan meningkat menjelang hari raya dimana angka
kecelakaan para pemudik yang meningkat tajam (Akhdemila, 2009).
6
Suplai darah yang masuk ke persedian PMI sangat ditentukan oleh jumlah
pendonor. Pada kasus yang dialami oleh PMI UDD Kota Yogyakarta, jumlah
pendonor berbanding lurus dengan usaha PMI sendiri dalam mencari pendonor.
Usaha-usaha yang biasa dilakukan oleh PMI UDD Kota Yogyakarta adalah
membuat acara donor darah atau mensponsorinya dan juga mengingatkan
pendonor tetap maupun tidak tetap untuk melakukan kegiatan donor melalui sms
dan sosial media. Namun, tetap saja jumlah pendonor tidak bisa diprediksi apakah
nanti jumlah produk darah yang didapat akan sesuai target. Dampak dari
kurangnya pasokan darah dapat mengakibatkan kematian bagi pasien yang
membutuhkannya.
Belum adanya kebijakan mengenai manajemen dan perancanaan persediaan
membuat persediaan darah terancam langka dikarenakan populasi yang semakin
meningkat. Oleh karena itu, untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat
khususnya bagi orang yang membutuhkan darah, diperlukan suatu pembenahan
sistem didalam tubuh PMI Kota Yogyakarta.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang permasalahan, untuk mengurangi
seringnya terjadi kekurangan stok darah dan meminimalisasi terjadinya
pembuangan darah maka diperlukan adanya suatu sistem peramalan kebutuhan
darah yang nantinya dapat memperkirakan kebutuhan darah berupa kuantitas dan
waktu untuk kebutuhan yang akan datang.
1.3 Asumsi dan Batasan
Agar penelitian tersajikan dengan jelas, mudah, dan terarah, maka diambil
beberapa asumsi dan batasan masalah sebagai berikut:
1.
Permintaan darah pada PMI UDD Kota Yogyakarta dianggap stokastik.
2.
Objek penelitian adalah permintaan produk Darah Lengkap (Whole Blood)
dan komponen-komponen darah yaitu Sel Darah Merah Pekat (Packed Red
7
Cell), Sel Darah Merah Cuci (Washed Red Cell), Plasma Segar Beku
(Fresh Frozen Plasma), Plasma Cair (Liquid Plasma),dan Trombosit
3.
Khusus untuk produk komponen darah Kriopresipitat dan Plasma
mengandung platelet (Platelet Rich Plasma/PRP) tidak masuk dalam
perhitungan dikarenakan data historis yang kurang mendukung.
4.
Ketersediaan
semua
produk
darah
bersifat
independen
terhadap
permintaan.
5.
Penelitian tidak memperhitungkan biaya persediaan.
6.
Umur pakai produk darah tidak diperhitungkan.
7.
Data yang digunakan adalah data darah yang sehat, terbebas dari penyakit.
8.
Penelitian dilakukan di PMI UDD Kota Yogyakarta.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi pola permintaan komponen-komponen darah yang terjadi
di PMI UDD Kota Yogyakarta selama kurang lebih 3,5 tahun terakhir
2. Menentukan metode peramalan yang paling sesuai untuk meramalkan
produk darah di PMI UDD Kota Yogyakarta sehingga dengan
menggunakan metode peramalan yang tepat, bias dari hasil peramalan
tidak terlalu besar dan dapat digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan pada sistem persediaan.
3. Mendapatkan hasil peramalan jangka pendek untuk semua produk darah.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi peneliti:
a. Memperdalam pengetahuan mengenai ilmu peramalan (forecasting).
b. Mengetahui penerapan ilmu peramalan dalam hal pengaplikasian pada
perencanaan persediaan produk darah di PMI UDD Kota Yogyakarta.
c. Menyelesaikan tugas akhir sebagai syarat kelulusan dari program studi
Teknik Industri, Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Universitas
Gadjah Mada.
8
2. Manfaat bagi organisasi:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak PMI UDD Kota
Yogyakarta dalam mengendalikan persediaan produk darah agar permintaan
dapat terpenuhi sehingga tidak terjadi overstock maupun stockout. Dengan
permintaan darah yang terpenuhi juga kebutuhan darurat pasien bisa cepat
terpenuhi.
Download