BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker serviks

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kanker serviks merupakan salah satu bentuk kanker pada perempuan
yang paling mematikan di dunia tetapi paling mudah untuk dicegah (World
Health Organization, 2014). Data proyek Global Cancer (GLOBOCAN) dari
International Agency for Research on Cancer WHO (2012) menunjukkan
bahwa insidensi kanker serviks sebanyak 527.624 perempuan di dunia atau
sebesar 7,9 persen dari penderita kanker pada perempuan di dunia. Insidensi
kanker serviks menunjukkan bahwa kanker serviks merupakan jenis kanker
pada perempuan yang menempati urutan keempat terbanyak di dunia. Jenis
kanker pada perempuan yang menempati urutan pertama terbanyak di dunia
yaitu kanker payudara diikuti kanker kolorektum, kanker paru-paru dan
urutan keempat terbanyak adalah kanker serviks. Angka mortalitas dari
seluruh penderita kanker serviks di dunia sebanyak 265.672 perempuan dan
angka prevalensi 5 tahun kanker serviks sebanyak 1.547.161 perempuan.
Kanker serviks merupakan salah satu kanker yang paling banyak
menyerang perempuan. WHO (2014) menyebutkan sebesar 85% perempuan
yang terkena kanker serviks berada di negara berkembang termasuk
Indonesia. Setiap 1 menit muncul 1 kasus baru dan setiap 2 menit meninggal
1 orang perempuan karena kanker serviks. Data WHO menunjukkan bahwa
sekitar 15.000 kasus kanker serviks ditemukan di Indonesia. Menurut WHO,
1
2
pada tahun 2030 akan terjadi lonjakan penderita kanker di Indonesia sampai
tujuh kali lipat. Indonesia menjadi negara dengan jumlah kasus kanker
serviks tertinggi di dunia. Setiap hari terdapat 40 wanita yang terdiagnosa
menderita kanker serviks dan 20 wanita diantaranya meninggal karena kanker
serviks. Hal tersebut diperkirakan karena sekitar sepertiga dari kasus-kasus
kanker termasuk kanker serviks datang ke tempat pelayanan kesehatan pada
stadium yang sudah lanjut dimana kanker telah menyebar ke organ-organ lain
(Yayasan Kanker Indonesia, 2013).
Data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007 dalam
Yayasan Kanker Indonesia (2013) menunjukkan bahwa kanker payudara
sebesar 16,85 persen menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di
seluruh RS di Indonesia dan disusul dengan kanker serviks sebesar 11,78
persen. Tingkat kematian yang tinggi akibat kanker terutama di Indonesia
antara lain disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang
bahaya kanker, tanda-tanda dini dari kanker, faktor-faktor resiko terkena
kanker, cara penanggulangannya secara benar, dan kebiasaan terhadap pola
hidup sehat. Sebagian besar penderita kanker datang berobat ke tempat yang
salah dan baru memeriksakan diri ke sarana pelayanan kesehatan ketika
stadium kankernya sudah lanjut (Yayasan Kanker Indonesia, 2013).
Keberhasilan pengobatan biasanya menggunakan angka harapan hidup
dan kualitas hidup sebagai alat ukurnya. Pengobatan kanker yang tidak
adekuat dapat menyebabkan kemunduran kesehatan, tidak dapat melakukan
fungsi harian, dan menimbulkan ketidaknyamanan yang berakibat pada
3
kualitas hidup. Kualitas hidup perlu diukur untuk mengevaluasi keberhasilan
tindakan atau pengobatan. Peningkatan jumlah survivor perempuan dengan
kanker serviks memberikan perhatian yang khusus terhadap dampak penyakit
kanker dan perawatan atau pengobatannya terhadap kualitas hidup pasien
(Zeng, et al, 2011).
WHO mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi individual
terhadap posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks budaya dan sistem
nilai dimana mereka tinggal dan hubungannya terhadap tujuan, standar dan
kepentingan mereka. Definsi tersebut mencakup enam domain yang luas
yaitu kesehatan fisik, kondisi psikologis, level kemandirian, hubungan sosial,
lingkungan, dan masalah spiritual (King dan Hinds, 2012). Konsep kualitas
hidup sangat penting untuk keperawatan karena perawat berhubungan dengan
perspektif holistik pasien. Perawat memiliki peran yang penting dalam
mengkaji dan mempromosikan kualitas hidup pada survivor kanker serviks.
Pengkajian kualitas hidup diantara survivior kanker serviks dapat
memfasilitasi komunikasi antara perawat, tenaga kesehatan profesional lain,
dan survivor dalam peningkatan status kesehatan. Hasil pengkajian kualitas
hidup tersebut dapat menjadi pedoman bagi perawat dalam menyediakan
perawatan yang mendukung bagi survivor kanker serviks. Oleh karena itu,
perawat memiliki peran yang penting dalam mempertahankan kualitas hidup
survivor kanker serviks (Zeng, et al, 2011).
Penyakit kanker mempengaruhi banyak dimensi kesehatan dan
kesejahteraan.
Idealnya,
suatu
pengobatan
seharusnya
tidak
hanya
4
memperpanjang kelangsungan hidup dan periode bebas dari penyakit, tetapi
juga menurunkan gejala penyakit, tidak menyebabkan efek samping, dan
meningkatkan kemampuan individu kembali pada kehidupan normal (King
dan Hinds, 2012). Diagnosis pada stadium lanjut merupakan salah satu
penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas kanker serviks. Stadium
kanker serviks akan mempengaruhi pilihan terapi dan angka harapan hidup
pasien. Pilihan terapi pengobatan kanker serviks meliputi terapi pembedahan,
kemoterapi, dan radioterapi. Kemoterapi dan radioterapi diberikan pada
pasien dengan stadium Ib2 sampai dengan stadium IVb (Berek dan Novak,
2007).
Salah satu terapi pengobatan kanker serviks adalah radioterapi dengan
memanfaatkan sinar radiasi untuk membunuh sel-sel kanker. Efek samping
radioterapi terjadi pada jaringan-jaringan dengan laju proliferasi yang cepat
meliputi kerusakan epitelium dan parenkim, dan efek pada kulit, vagina,
kandung kemih, usus halus, rektosigmoid, ginjal, ovarium, dan luaran
kehamilan (Prawirohardjo, 2011). Hal tersebut serupa dengan hasil penelitian
Hosaka, et al, 2008 pada 125 pasien kanker serviks di Rumah Sakit
Universitas Hokkaido. Hasil penelitian menunjukkan bahwa radioterapi
menyebabkan obstruksi pada saluran usus dan gangguan pada saluran kemih.
Terapi lain dalam pengobatan kanker serviks adalah kemoterapi
dengan menggunakan obat-obat sitostatika. Pemberian kemoterapi pada
pasien kanker serviks dapat menyebabkan beberapa efek samping yaitu
mielosupresi, mual dan muntah, alopesia, stomatitis, reaksi alergi dan
5
neurotoksik. (Prawirohardjo, 2011). Hasil penelitian Ancuta, et al, 2012
menunjukkan efek samping kemoterapi pada 50 pasien kanker serviks yaitu
sebesar 88% responden mengalami mual dan muntah dalam 2-3 bulan
pertama, 12% responden mengalami nyeri pada bagian pelvis, dan 25%
responden mengalami kelemahan dan keletihan. Efek samping kemoterapi
tersebut menyebabkan perubahan pada kualitas hidup pasien. Efek samping
yang muncul karena kemoterapi dan radioterapi dapat berpengaruh terhadap
aspek fisik, psikologis, sosial, dan spiritual pasien sehingga dapat
menurunkan kualitas hidup penderita kanker serviks.
Peneliti mengambil tempat penelitian di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta dan RSUP Dr. Kariadi Semarang karena kedua rumah sakit
tersebut merupakan rumah sakit rujukan tersier yang memiliki fasilitas
lengkap untuk terapi pengobatan kanker serviks. Hasil studi pendahuluan di
Instalasi Catatan Medis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan Poliklinik
Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr. Kariadi Semarang menunjukkan jumlah
pasien kanker serviks yang mendapatkan kemoterapi rata-rata per bulan pada
tahun 2014 sebanyak 15 orang sedangkan jumlah pasien kanker serviks yang
mendapatkan radioterapi rata-rata per bulan pada tahun 2014 sebanyak 10
orang. Berdasarkan hal tersebut, peneliti akan melakukan penelitian untuk
mengetahui perbedaan kualitas hidup pada pasien kanker serviks pasca
kemoterapi dan pasca radioterapi.
6
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah adakah perbedaan kualitas hidup pasien kanker serviks
stadium lanjut pasca kemoterapi dan pasca radioterapi di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta dan RSUP Dr. Kariadi Semarang?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisa perbedaan
kualitas hidup pasien kanker serviks stadium lanjut pasca kemoterapi dan
pasca radioterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan RSUP Dr. Kariadi
Semarang.
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi kualitas hidup pasien kanker serviks stadium lanjut
pasca kemoterapi
2. Mengidentifikasi kualitas hidup pasien kanker serviks stadium lanjut
pasca radioterapi
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis:
Menambah ilmu pengetahuan bagi pendidikan ilmu keperawatan dan
pelayanan keperawatan maternitas terutama mengenai kualitas hidup
pasien kanker serviks pasca kemoterapi dan pasca radioterapi.
7
2. Manfaat Praktis:
a) Bagi profesi keperawatan
Memberikan gambaran bagi perawat khususnya perawat maternitas
yang bekerja di ruang onkologi ginekologi rumah sakit dalam
memberikan asuhan keperawatan yang holistik mencakup kebutuhan
biopsikososiokultural dalam rangka untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien kanker serviks pasca kemoterapi dan pasca radioterapi
b) Bagi rumah sakit
Memberikan gambaran sebagai dasar pembuatan kebijakan di rumah
sakit dalam rangka meningkatkan kualitas hidup pasien kanker serviks
pasca kemoterapi dan pasca radioterapi sehingga dapat meningkatkan
kepuasan pasien.
c) Bagi peneliti selanjutnya
Memberikan gambaran sebagai bahan kajian dan dasar untuk membuat
penelitian selanjutnya mengenai kualitas hidup pasien kanker serviks.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian yang serupa dengan penelitian peneliti sekarang ini antara lain:
1. Sulistyowati (2006), dengan judul penelitian kualitas hidup penderita
karsinoma serviks dengan kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
Penelitian Sulistyowati merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar responden memiliki kualitas hidup yang baik. Persamaan
penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti
8
adalah persamaan variabel penelitian mengenai kualitas hidup pasien
kanker serviks dengan kemoterapi. Perbedaan penelitian tersebut dengan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti meliputi perbedaan variabel
penelitian, perbedaan instrumen penelitian, dan perbedaan tempat
penelitian. Perbedaan variabel penelitian adalah peneliti menggunakan
variabel radioterapi dalam penelitian ini. Instrumen penelitian yang
digunakan dalam penelitian Sulistyowati adalah instrumen Quality of Life
Index dari Spitzer (1980) sedangkan penelitian ini menggunakan
instrumen EORTC QLQ-C30. Tempat penelitian dalam penelitian
Sulistyowati adalah RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta sedangkan tempat
penelitian dalam penelitian ini adalah RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan
RSUP Dr. Kariadi Semarang.
2. Hosaka, et al (2008), dengan judul penelitian treatment of cervical cancer
with adjuvant chemotherapy versus adjuvant radiotherapy after radical
hysterectomy and systematic lymphadenectomy. Penelitian Hosaka, et al
merupakan studi retrospektif di Hokkaido University Hospital antara tahun
1991 dan 2002. Hasil penelitian menunjukkan obstruksi usus dan
gangguan saluran kemih secara signifikan lebih banyak pada kelompok
radioterapi dibandingkan dengan kelompok kemoterapi dan kelompok
yang tidak mendapatkan terapi. Persamaan penelitian tersebut dengan
penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah persamaan variabel
penelitian mengenai kemoterapi dan radioterapi. Perbedaan penelitian
tersebut dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti meliputi perbedaan
9
variabel penelitian, perbedaan desain penelitian, dan perbedaan tempat
penelitian. Perbedaan variabel penelitian adalah peneliti menggunakan
variabel kualitas hidup dalam penelitian ini. Penelitian Hosaka, et al
merupakan studi retrospektif sedangkan penelitian ini merupakan
penelitian analitik dengan rancangan cross sectional. Tempat penelitian
Hosaka, et al adalah di Hokkaido University Hospital Japan sedangkan
penelitian ini akan dilaksanakan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan
RSUP Dr. Kariadi Semarang Indonesia.
3. Pasek, et al (2012), dengan judul penelitian quality of life in cervical
cancer patients treated with radiation therapy. Penelitian Pasek, et al
merupakan penelitian survey yang dilakukan di 6 pusat kanker di Polandia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengkajian fungsi fisik memberikan
hasil buruk sebelum terapi radiasi dan meningkat pada saat perawatan,
pemulangan, dan setelah terapi. Pengkajian fungsi emosional paling tinggi
sebelum radioterapi dan paling rendah pada post radioterapi dan
pemulangan. Pengkajian fungsi peran paling tinggi setelah perawatan dan
paling rendah saat sebelum radioterapi. Persamaan penelitian tersebut
dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah persamaan variabel
penelitian mengenai kualitas hidup pasien kanker serviks dengan
radioterapi. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti meliputi perbedaan variabel penelitian, perbedaan
desain penelitian, dan perbedaan tempat penelitian. Perbedaan variabel
penelitian adalah peneliti menggunakan variabel kemoterapi dalam
10
penelitian ini. Penelitian Pasek, et al menggunakan desain survey
sedangkan penelitian ini menguunakan desain cross sectional. Tempat
penelitian Pasek, et al adalah di 6 pusat kanker di Polandia sedangkan
penelitian ini akan dilaksanakan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan
RSUP Dr. Kariadi Semarang Indonesi.
Download