Isi Edisi Dua - Oseanografi LIPI

advertisement
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XXXI, Nomor 2, 2006 : 1 - 9
ISSN 0216-1877
BIOTA LAUT :
II. BAGAIMANA MENGKOLEKSI DAN MERAWAT BIOTA LAUT
Oleh
Rianta Pratiwi1)
ABSTRACT
MARINE BIOTA : II. HOW TO COLLECT AND TO PRESERVE MARINE
BIOTA ARE. This paper is the second chapter which will really discuss about
how to collect and preserve the specimens of marine biota. The specimens were
conducted from Indonesian waters which are deposits in reference collection in
Research Centre for Oceanography, Indonesian Institute of Sciences, Jakarta.
yang akan dikoleksi, seperti misalnya bila
ingin mengkoleksi ikan, maka harus diketahui
jenis ikan apa yang akan ditangkap, kapan
waktu menangkapnya, alat tangkap apa yang
digunakan dan tujuan dari penangkapan.
Sedangkan biota laut yang telah
dikoleksi perlu dilakukan perawatan sehingga
tidak ditumbuhi oleh jamur dan tetap terendam
dalam larutan pengawet yang terus terjaga
(tidak kering). Untuk itu diperlukan
pengecekan larutan pengawet secara berkala,
kurang lebih 3 bulan sekali untuk mengganti
atau menambah larutan pengawet (alkohol
atau formalin).
Ruangan koleksi juga berperan penting
dalam perawatan koleksi yaitu harus memiliki
sirkulasi udara yang baik dan menggunakan
AC dengan suhu yang disesuaikan (kurang
lebih 20 ºC - 25 ºC) serta harus terus menerus
menyala, agar tidak tumbuh jamur.
PENDAHULUAN
Pada Oseana volume XXXI, nomor 1
tahun 2006, telah diterangkan bagaimana
mengenal Biota Laut (PRATIWI, 2006). Pada
tulisan kali ini akan membahas bagaimana cara
untuk mengkoleksi dan merawat biota laut
tersebut. Untuk mengkoleksi biota laut
diperlukan pendataan dari biota-biota tersebut.
Mula-mula biota yang dikoleksi dari lapangan
dilakukan penanganan pengawetan terlebih
dahulu dengan cara pemilahan dan pencucian
spesimen, yang kemudian dilakukan penamaan
(identifikasi) di laboratorium oleh para pakar
di bidang biologi laut (baik hewan maupun
tumbuhan). Setiap spesimen biota laut
mempunyai cara masing-masing dalam
mengkoleksi dan pengawetan (fiksasi).
Hal ini diperlukan karena sangat
berpengaruh sekali dengan kondisi dari biota
1)
Bidang Sumberdaya Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, Jakarta.
1
Oseana, Volume XXXI No. 2, 2006
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
CARA MENGKOLEKSI
BIOTA LAUT
tangkap yang digunakan. Kertas label
sebaiknya dibuat dari bahan yang tahan air
dan ditulis dengan tinta kedap air atau pensil.
Secara ringkas cara menangani koleksi ikan
dari lapangan, menurut (TJAKRAWIDJAYA,
1999) sebagai berikut:
A. Kelompok Hewan Laut
1. Ikan
Untuk melakukan koleksi ikan ada
baiknya diketahui dahulu beberapa hal yaitu:
tujuan penangkapan jenis ikan yang akan
dikoleksi, jenis alat yang akan digunakan, dan
kapan waktu yang tepat untuk koleksi.
Keseluruhan faktor tersebut sangat menunjang
hasil penangkapan dan koleksi yang baik.
Ikan akan diperoleh dengan utuh tanpa
kerusakan, karena diambil dengan alat-alat
yang sesuai dengan habitatnya dan pada saat
yang tepat. Untuk itu kita perlu mengetahui
saat-saat dimana ikan melakukan aktivitas
hidupnya.
Alat-alat yang biasa digunakan terdiri
dari : jala, jaring pantai, jaring insang (gill
net), serok, pancing dan bubu.
Setelah dilakukan penangkapan harus
diberikan keterangan atau informasi data
tentang koleksi tersebut dalam bentuk label.
Label tersebut biasanya berisi informasi
tentang nama ikan, nama tempat/lokasi
penangkapan,
koordinat,
tanggal
penangkapan, kolektor, habitat, dan alat
a. Proses Penanganan Spesimen :
Ikan segar atau yang dibekukan dalam
lemari es (freezer)
Fiksasi
Pemilahan
Pengawetan (Preservasi)
Penempatan ke dalam botol
Penataan ke dalam rak/kabinet
Gambar 15. Alat-alat Tangkap : A. Jala, a. jaring pantai, b. jaring insang,
c. serok, d. pancing dan e. bubu (TJAKRAWIDJAYA, 1999)
2
Oseana, Volume XXXI No. 2, 2006
Pencucian
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
b. Pendataan Spesimen :
Data lapangan
Labeling
Kataloging
4. Ekhinodermata (Teripang, Bulu Babi,
Bintang Laut dan Bintang Mengular)
2. Krustasea (Udang dan Kepiting)
Krustasea pada umumnya merupakan
hewan perenang bebas. Banyak cara untuk
menangkap krustasea. Untuk krustasea yang
hidup di lubang (celah) di atas, dalam lumpur,
dalam pasir atau melekat pada tumbuhan air,
maka sebaiknya dilakukan penangkapan
langsung dengan tangan, atau dapat
digunakan alat tangkap seperti sodok (seser),
jala (jala tebar dan jala plankton), bubu, trawl,
grab dan sekop.
Untuk mengkoleksi hewan-hewan yang
termasuk kelompok ekhinodermata ini, sangat
diperlukan perhatian yang khusus, terutama
bulu babi dan bintang mengular. Hal ini
disebabkan oleh duri-duri bulu babi yang
dapat membahayakan manusia. Bila tertusuk
duri hewan ini, maka kita akan mengalami
demam. Hewan-hewan ini dikoleksi dengan
menggunakan tangan, kecuali bulu babi, dapat
menggunakan serok atau alat penjepit.
Teripang dan bintang laut dapat
langsung ditangkap dan dimasukkan ke dalam
kantong plastik dan setelah itu diawetkan
dengan larutan formalin, bila teripang
berukuran besar dapat difiksasi dengan cara
menyuntikkan larutan formalin ke dalam
tubuhnya. Sedangkan untuk bintang laut,
setelah diawetkan dengan formalin dapat
dikeringkan di bawah sinar matahari.
Khusus untuk bintang mengular yang
biasanya melekat pada karang batu, maka
pengambilannya harus berhati-hati, karena
hewan ini cepat sekali memutuskan tangantangannya. Cara pengambilannya biasanya
dengan memecahkan batu karang secara
perlahan-lahan dan kemudian mengambil
hewan tersebut dengan pinset, segera
masukkan ke dalam larutan formalin.
3. Moluska (Keong, Kerang dan Cumi-Cumi)
Moluska yang berukuran besar dapat
diambil langsung dengan tangan. Kemudian
dimasukkan ke dalam kantong plastik yang
sudah terisi air laut. Sedangkan moluska yang
melekat di substrat batu, dapat diambil dengan
bantuan pisau berujung tumpul. Mengingat
hampir semua moluska bersifat nocturnal,
maka sebaiknya koleksi dilakukan pada malam
hari.
Cumi-cumi, sotong dan gurita biasanya
dikoleksi pada malam hari. Cara koleksi dengan
menggunakan lampu senter atau petromaks
yang kuat cahayanya. Lampu (cahaya) tersebut
disorotkan ke air, sehingga dengan mudah
sotong dan cumi-cumi akan naik ke permukaan
air dan dapat ditangkap dengan jaring.
Biasanya sotong ditangkap dengan jaring
pantai. Lain halnya gurita yang sering
bersembunyi di celah-celah batu, maka
penangkapan dilakukan dengan cara
memegang kedua otot sisi mantel dan kemudian
menariknya.
Ada beberapa jenis moluska yang
berbahaya, dengan demikian penangkapannya
harus dilakukan hati-hati seperti Conus spp.
karena dapat menyengat.
5. Koral (Karang Batu dan Karang Lunak)
Sampel karang biasanya diambil dalam
bentuk tidak keseluruhan, mengingat besar
dan kerasnya karang batu, maka hanya diambil
sebagian saja. Akan tetapi bila ukurannya
kecil dapat diambil keseluruhan. Karang
dengan ukuran yang besar dipecahkan dari
koloninya. Oleh karena karang batu relatif
3
Oseana, Volume XXXI No. 2, 2006
Database (komputer)
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
berat maka kolektor harus membawa tas nilon
untuk memudahkan membawanya ke atas.
Sampel karang batu yang akan dikoleksi
direndam dengan air tawar dalam beberapa
hari untuk mengeluarkan polip, bau dan lendir.
Bersihkan dengan air mengalir, atau disemprot
untuk menghilangkan polip yang masih
tertinggal. Bila perlu dapat dibersihkan dengan
sikat untuk menghilangkan sisa-sisa polip
yang melekat. Keringkan karang batu di bawah
cahaya matahari.
merendam dalam cairan formalin (10 %).
Perendaman dilakukan selama 24 jam untuk
ikan-ikan yang berukuran standar (kurang dari
10 cm), sedangkan ikan dengan ukuran yang
besar (lebih dari 10 cm) perendaman dalam
selang waktu 24 jam sampai beberapa hari.
Perendaman dirasakan cukup apabila tubuh
ikan sudah mengeras. Sedangkan fiksasi untuk
bagian dalam ikan dilakukan dengan
penyuntikan di bagian perut dengan cairan
formalin, dengan demikian bagian dalam akan
terfiksasi secara sempurna. Penyuntikkan
hanya untuk ikan-ikan yang berukuran besar
saja. Kulit dan sisik ikan juga sangat
berpengaruh dalam hal perendaman, semakin
tebal kulit semakin banyak kandungan
lemaknya, sehingga semakin lama perendaman.
Umumnya berkisar 4-14 hari.
Setelah fiksasi dilakukan, maka ikan
harus dicuci secara sempurna terlebih dahulu
sebelum diawetkan dengan cairan alkohol.
Pencucian dilakukan dengan air mengalir dan
direndam dalam beberapa malam. Formalin
harus benar-benar bersih atau harus benarbenar hilang dari tubuh ikan. Setelah bersih
betul barulah spesimen dimasukan ke dalam
cairan alkohol (70-75 %). Perendaman dalam
alkohol tergantung kepada jenis ikannya, ada
yang dilakukan secara bertahap atau bertingkat
dari kadar yang terendah lebih dulu sampai
yang tertinggi.
6. Algae, Lamun (Seagrass) dan Tumbuhan
Bakau (Mangrove)
Untuk mengkoleksi tumbuhan laut
seperti algae, lamun dan mangrove memiliki
cara yang sama yaitu dapat diambil
keseluruhan tanaman (algae) dan lamun (mulai
dari akar, daun, bunga dan buahnya).
Sedangkan untuk mangrove biasanya yang
dikoleksi hanya buah (bila memiliki buah) dan
daunnya saja.
Apabila koleksi dibuat dalam bentuk
kering, maka sampel dapat langsung
dipisahkan bagian-bagian tumbuhan dan
dikeringkan dengan melapiskan kertas koran
atau kain kelambu. Sampel dikeringkan dengan
metode herbarium, yaitu sampel tumbuhan
dikeringkan di bawah lapisan koran yang
bertumpuk-tumpuk kemudian dipres dengan
menggunakan alat pres. Sampel akan kering
dan dapat dipindahkan ke kertas sansan atau
kertas gambar.
2. Krustasea
Untuk mematikan krustasea yang telah
dikumpulkan dari lapangan, jika sampel
tersebut berukuran besar dapat dilakukan
secara langsung yaitu dimasukan ke dalam
cairan fiksatif (formalin) 5-10 % atau alkohol
dengan konsentrasi tinggi 90-95 %. Tetapi hal
tersebut tidak dapat dilakukan terhadap jenis
krustasea yang berukuran kecil dan ketam,
karena sensitif, kaki-kaki ketam akan terlepas
bila dimasukkan ke dalam larutan formalin
yang berkadar tinggi tersebut. Oleh karena itu
untuk mematikan krustasea harus dibius
terlebih dahulu.
FIKSASI DAN PENGAWETAN
A. Kelompok Hewan Laut
1. Ikan
Sampel-sampel ikan yang berasal dari
alam sebelum dilakukan pengawetan, maka
difiksasi/perendaman terlebih dahulu. Koleksi
ikan biasanya dalam bentuk basah yaitu ikan
segar yang baru ditangkap dimasukkan ke
dalam larutan formalin (10 %), tetapi spesimen
yang dibekukan di lemari es, harus dicairkan
terlebih dahulu. Fiksasi ikan dilakukan dengan
4
Oseana, Volume XXXI No. 2, 2006
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Krustasea yang berukuran besar harus
disuntikan formalin ke dalam tubuhnya,
sedangkan untuk ketam harus dimasukan
alkohol dalam kadar rendah yaitu 30 %,
diamkan hingga mati dan pindahkan dalam
cairan formalin. Lakukan pencucian hingga
bersih dan rendam selama 24 jam, setelah
bersih pindahkan spesimen dalam cairan
alkohol 70-75 % untuk pengawetan. Agar
pengawetan dapat tahan dan spesimen
krustasea tetap dalam keadaan lentur, maka
tambahkan 10 ml gliserin.
disimpan dalam kotak plastik bebas asam atau
unit tray yang bebas asam.
Fiksasi untuk moluska menggunakan
2-4 % formalin yang dinetralkan dengan
boraks atau larutan Bouin. Formalin diencerkan
dengan air laut, masukkan sampel moluska
yang telah mati atau lemas dan diamkan
hingga 1 atau 2 hari. Untuk koleksi basah,
spesimen harus dibungkus dengan kapas
atau kain yang telah direndam dengan formalin (2 %) atau alkohol (70 %). Setelah itu
spesimen ditempatkan dalam kantong plastik
tebal dan kemudian disimpan dalam wadah
atau kotak plastik untuk dibawa ke
laboratorium. Di laboratorium, dipindahkan ke
botol yang telah berisi larutan pengawet
(alkohol 70 %).
Khusus untuk moluska jenis besar
yaitu Chephalopoda, fikasasi dapat disuntikan
ke dalam mantel sehingga bagian dalam juga
dapat terfiksasi.
3. Moluska (Keong, Kerang dan Cumi-Cumi)
Untuk melakukan pelemasan atau
relaksasi moluska laut ada beberapa cara. Cara
yang biasa digunakan adalah dengan
MgCl26H2O, pembekuan cepat, dengan menthol, dengan klorat hidrat atau merendamnya
dalam air tawar. Pembekuan cepat dapat
dilakukan dengan cara meletakkan pecahan es
batu dalam cawan petri dan masukkan moluska
ke dalam cawan.
Bila ingin membuat koleksi kering,
maka moluska dikeluarkan dari cangkangnya
terlebih dahulu dengan cara memasukkan
moluska ke dalam air dingin (air laut atau
tawar), kemudian dipanaskan perlahan-lahan.
Tubuh binatang akan keluar dari cangkang,
dan dapat difiksasi. Cangkang dibungkus
dengan kapas atau kertas tisu, agar tidak
rusak dan masukkan dalam kotak plastik atau
kardus.
Tahapan berikutnya bersihkan
cangkang dengan air mengalir berulang kali,
kemudian keringkan. Setelah kering dapat
4. Ekhinodermata (Teripang, Bulu Babi,
Bintang Laut dan Bintang Mengular)
Semua spesimen hewan ini dibuat dalam
koleksi basah, kecuali bintang laut yang
berupa koleksi kering. Pengawetan di lapangan
dalam formalin, tetapi bila sudah di
laboratorium atau ruang koleksi menggunakan
pengawet alkohol. Bintang laut disimpan dalam
kantong plastik yang tahan asam dan disimpan
dalam lemari atau laci yang sudah diberi kapur
barus di dalamnya.
Pengecekan dan penggantian larutan
dilakukan secara berkala setiap 3 bulan sekali,
sekaligus pengelapan botol-botol spesimen
agar tidak berdebu dan berjamur.
Gambar 1. Penggantian larutan pengawet alkohol pada spesimen (PRATIWI, 2006).
5
Oseana, Volume XXXI No. 2, 2006
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
5. Koral (Karang Batu dan Karang Lunak)
sampel satu persatu harus dimasukkan dalam
plastik tahan asam. Kemudian simpan dalam
laci yang sudah diberi kapur barus di dalamnya,
guna menghindari jamur dan serangga.
Karang batu yang sudah kering dan
bersih disimpan dalam kotak plastik tahan
asam atau dalam kantong plastik besar yang
juga tahan asam. Kemudian disusun
berdasarkan sukunya.
Koleksi karang batu biasanya dalam
bentuk koleksi kering. Sedangkan karang lunak
dalam bentuk koleksi basah yang diawetkan
dengan larutan pengawet alkohol. Sampel
biasanya berupa patahan-patahan kecil yang
disimpan dalam bentuk koleksi basah dan
atau koleksi kering.
Untuk mendapatkan karang batu yang
berwarna putih bersih maka pada saat
merendam dapat ditambahkan bayclin
(pemutih pakaian) secukupnya, diamkan selama
1 hari kemudian angkat dan keringkan. Cuci
dengan air mengalir untuk menghilangkan
debu dan jamur.
PENYIMPANAN DAN PENATAAN
BIOTA LAUT
Koleksi disimpan dalam wadah atau
botol yang disesuaikan dengan ukuran
spesimen. Ikan atau biota yang berukuran
besar ukurannya disimpan dalam drum, bak,
tangki atau kontainer yang kedap air dan
udara, tahan pecah serta tidak karatan. Tutup
botol juga terbuat dari plastik yang tidak
mudah pecah.
Spesimen yang sudah tersimpan dalam
wadah yang benar ditata dalam rak, kompaktus
atau lemari penyimpan lainnya. Untuk
keamanan maka botol atau drum kecil
diletakkan pada hambalan yang paling bawah,
sedangkan bak atau kontainer yang besar
ditempatkan ditempat lain/khusus.
Penataan botol menurut suku yang
disusun berdasarkan kerabat atau filogeni.
Dalam setiap suku spesimen disusun menurut
nomor katalog berdasarkan nama jenis.
B. Kelompok Tumbuhan Laut
6. Algae, Lamun (Seagrass) dan Tumbuhan
Bakau (Mangrove)
Untuk merawat koleksi tumbuhan yang
biasanya dalam bentuk herbarium, setiap jenis
Gambar 2. Rak spesimen biota laut dalam Ruang Koleksi Basah, Pusat Penelitian
Oseanografi-LIPI, Jakarta (PRATIWI, 2006).
6
Oseana, Volume XXXI No. 2, 2006
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
PENDATAAN BIOTA LAUT
PERAWATAN BIOTA LAUT
Pendataan ada beberapa macam yaitu :
data lapangan, labeling, cataloging dan database (data spesimen dan data penunjang).
Koleksi biota dapat dilakukan dengan
2 cara yaitu koleksi basah dan koleksi kering.
a. Data lapangan
Berisikan semua data identitas
spesimen dari lapangan yang dicatat dalam
buku lapangan dan merupakan catatan kerja
(nama jenis, tanggal pengambilan, kolektor,
lokasi, suhu, arus, kedalaman, kecerahan,
posisi, salinitas, pH, parameter kualitas air
lainnya, teknik koleksi, nama lokal dan lainlainnya). Catatan tersebut sangat membantu
dalam melengkapi label.
a. Koleksi Basah
Semua spesimen koleksi basah
tersimpan dalam botol yang berisi larutan
pengawet alkohol. Setelah spesimen koleksi
tersimpan dan tertata dengan rapi, maka perlu
dilakukan pearawatan secara rutin, teratur dan
insidental. Pengecekan alkohol secara berkala,
setiap 3 atau 6 bulan sekali, bila jumlah
alkohol berkurang harus ditambah kembali
hingga penuh. Pemeriksaan wadah dan label,
bila label rusak harus diganti, dan label lama
dapat tetap disimpan. Sedangkan pemeriksaan
secara insidental dapat dilakukan kapan saja,
bila terlihat ada wadah yang harus segera
diganti, keadaan spesimen yang perlu
diselamatkan karena kadar alkohol yang sudah
berubah warna dan keruh, maka harus segera
diganti. Spesimen jangan ditempatkan terlalu
banyak dalam satu botol, dengan demikian
tidak mudah rusak.
Botol terbuat dari kaca yang jernih,
tahan panas, memiliki dinding yang lurus dan
bermulut lebar serta dasar botol rata. Tutup
terbuat dari plastik, rapat dan kuat untuk
menghindari terjadi penguapan alkohol.
Pembersihan botol juga harus
dilakukan, tidak saja bagian dalam tetapi juga
badan botol yang selalu terkena debu dan
jamur. Selain itu juga kondisi ruangan koleksi
harus dijaga agar tidak terjadi kebakaran,
instalasi listrik, AC, suhu ruangan dan
kebersihan ruangan harus diperhatikan. Suhu
dalam ruangan dijaga agar tetap stabil, dan
tetap rendah. Suhu dalam ruangan harus tetap
lebih rendah dibandingkan dengan suhu di
luar ruangan. Suhu rata-rata 24 °C dengan
kelembaban tidak lebih dari 60 %. Bila lebih
dari 60 % maka koleksi dapat dengan mudah
diserang oleh jamur.
b. Labeling (pelabelan)
Tidak semua data dituliskan dalam
label, hanya berisikan informasi tertentu saja
misalnya: nama jenis, nama suku, nomor
katalog, koordinat, nama lokasi, nama kolektor,
nama identifikator, tanggal identifikasi, tanggal
pengambilan dan alat yang digunakan.
c. Identifikasi
Spesimen yang telas selesai diproses,
maka segera dilakukan identifikasi. Identifikasi
biasanya dilakukan dengan bantuan
mikroskop. Setelah itu ditulis dalam label dan
dicatat dalam buku katalog.
d. Kataloging
Setelah spesimen diidentifikasi, maka
dilakukan pengatalogan yaitu penulisan data
dalam buku besar yang selanjutnya akan
disimpan dan dipindahkan dalam komputer
dalam bentuk database.
e. Database
Database ini berisikan semua informasi
yang terdapat dalam suatu spesimen secara
lengkap dan benar. Data tersebut merupakan
data gabungan dari data spesimen dan data
penunjang (dapat dari pakar atau dari sumber
lain yang akurat).
7
Oseana, Volume XXXI No. 2, 2006
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Diusahakan ruang koleksi harus selalu
gelap, karena cahaya yang berlebihan dapat
merusak spesimen, oleh karena itu selama
bekerja di ruang koleksi hanya lampu di
sekitar tempat kerja saja yang sebaiknya
dinyalakan. Oleh karena bahan pengawet
mudah terbakar, maka upayakan agar selalu
hati-hati terhadap kejadian yang tidak
diinginkan tersebut.
bentuk kering adalah moluska, karang batu
dan beberapa tumbuhan laut dalam bentuk
herbarium. Koleksi kering sebaiknya
diusahakan spesimen cangkang dalam keadaan
yang bersih dan kering, hal ini dilakukan
untuk menghindari jamur dan pembusukan
sisa-sisa daging yang masih tertinggal.
Setelah betul-betul bersih dan kering,
masukkan cangkang dalam kotak plastik tahan
asam, agar tidak mudah terserang jamur.
Suhu dalam koleksi kering berkisar 1820 °C, dengan kelembaban 55 % hingga 60 %,
agar spesimen tidak mudah ditumbuhi jamur
dan dirusak oleh serangga.
b. Koleksi Kering
Sedangkan koleksi kering adalah koleksi
yang tidak menggunakan larutan pengawet.
Biota hanya disimpan dalam bentuk kering,
biasanya koleksi yang dapat dilakukan dalam
Gambar 3. Koleksi basah Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI (PRATIWI, 2006).
Gambar 4. Koleksi kering Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI (PRATIWI, 2006).
8
Oseana, Volume XXXI No. 2, 2006
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
TJAKRAWIDJAYA, A.H. 1999. Pengelolaan
Koleksi Ikan. Dalam : Buku Pegangan
Pengelolaan Koleksi Spesimen Zoologi.
(SUHARDJONO, Y.R. Ed.). Balai
Penelitian dan Pengembangan Zoologi.
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta : 81-95.
DAFTAR PUSTAKA
MARWOTO, R.M. dan A. M. SINTHOSARI
1999. Pengelolaan Koleksi Moluska.
Dalam: Buku Pegangan Pengelolaan
Koleksi Spesimen Zoologi. Yayuk, R.
Suhardjono (Ed.). Balai Penelitian dan
Pengembangan Zoologi, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Biologi, Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia : 218 hal.
WOWOR, D. dan MULYADI 1999.
Pengelolaan Koleksi Krustasea.
Dalam:Buku Pegangan Pengelolaan
Koleksi
Spesimen
Zoologi.
(SUHARDJONO, Y.R. Ed.). Balai
Penelitian dan Pengembangan Zoologi.
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, Jakarta : 119-135.
PRATIWI, R. 2006. Biota Laut I : Bagaimana
Mengenal Biota Laut. Oseana, vol. XXXI
no.1 tahun 2006 :
PRATIWI, R. 2006. Koleksi Biota Laut. Pusat
Penelitian Oseanografi-LIPI, Jakarta.
Koleksi Foto Pribadi.
ROMIMOHTARTO, K. dan S. JUWANA
1999. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan
Tentang Biota Laut. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanologi-LIPI, Jakarta
: 527 hal.
9
Oseana, Volume XXXI No. 2, 2006
Download