Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN 1979-8911 MENGUATKAN KEMBALI PENDIDIKAN KEAGAMAAN DAN MORAL ANAK DIDIK Yuningsih (Dosen Fakultas Sains dan Tekhnologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung) Abstaksi Pendidikan keagamaan menjadi salah satu solusi dalam usaha membendung terjadinya kondisi amoral yang tidak seharusnya terjadi belakangan ini, sehingga dengannya di harapkan adanya pembentukan kesalehan pribadi dan kesalehan sosial. Penguatan kembali akan pentingnya pendidikan keagamaan dan moral, salah satu memahaminya ialah dengan kesalahan persepsi dan kesalahan orientasi. Kata-kata kunci: Moral, Keagamaan, Anak Didik Abstract Religion education to be one solution in order to stem the occurrence of immoral conditions that should not have happened lately, so with the expected formation of personal piety and social piety. Reinforcement of the importance of religius and moral education, one way to understand it is to understand the meaning and fuction of religius education , so do not throw an error of perception and orientationj errors. Key Words: Moral,Religion,Children Educate pelajaran agama Islam. Selama ini, A. PENDAHULUAN Dewasa ini, pendidikan keagamaan disekolah kita hanya mempelajari agama sudah tidak lagi menjadi hal utama dalam berdasarkan kurikulum yang ditetapkan proses khususnya pemerintah untuk mencari angka dan pendidikan agama Islam.Ditambahkan nilai dalam waktu belajar 2 x 45 menit lagi dengan tidak dimasukkannya mata dalam satu minggu. belajar pelajaran mengajar, Pendidikan Agama Islam Dalam pendidikan di sekolah, pada dalam subjek ujian nasional (UN).Peserta dasarnya didik akan lebih mengutamakan enam bertanggung subjek UN dibandingkan mempelajari membentuk sikap dan perilaku peserta Pendidikan Agama Islam yang nantinya didiknya menjadi baik, walaupun tidak tidakl mendukung pencapain angka standar terjadi salah persespi – angka kelulusan.Disini dengan mata semua guru jawab terlibat dalam dan upaya mustahil selama ini guru agama yang dianggap paling berperan dan bertanggung jawab terhadap sikap dan 199 Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 perilaku anak didik ISSN 1979-8911 disekolah. Persoalannya,bagaimana Setiap peserta didik harus pendidikan mengalami bahwa ia dihargai karena dia agama di sekolah dapat menciptakan sendiri bukan karena prestasi atau orang suasana yang dapat memotivasi anak tuanya. Mereka juga harus diarahkan untuk gandrung (cinta) pada materi untuk bersikap aktif, memikirkan apa agama juga menciptakan kebiasaan hidup yang dipelajari, kritis serta dewasa dalam sehari-hari dengan akhlak mulia. menilai masalah yang dihadapi. Peserta Kebiasaan yang baik dimulai dari didk juga perlu diajak mencermati sekolah. Ini akan menjadi kiat yang baik problematika dalam sosial,politik,budaya,ekonomi dan hal- mendidik akhlak si anak. Misalnya, di sekolah dibiasakan salat hal berjamaah,membaca Alquran sebelum masyarakatnya agar tumbuh sikap dan jam pelajaran,doa dan zikir bersama tiap perilaku minggu,diadakan Dengan demikian, sistem pengajajaran keagamaan dan lomba-lomba lainya. Ini dapat yang yang terjadi sosial selama dikelas dan ini atau humanismenya. diterapkan perlu memotivasi anak untuk ikut andil dalam dievaluasi. Mengingat anak sekarang merubah pola pikir antiagama menjadi lebih banyak menyerap input-input dari cinta agama. Pendidikan kita dengan bermacam-macam sekolah pengalaman sebagai diharapkan ujung yang dan berkembang. menumbuhkan Sementara metode dan penyajian materi manusia berkepribadian sehingga dapat yang diberikan oleh guru-guru kadang- mengikis mentalitas masyarakat yang kadang monoton tidak bisa memotivasi semakin terkontaminasi budaya luar. anak dalam belajar. Untuk peserta mampu tombaknya informasi menumbuhkan didik pembelajaran kepribadian dalam kembali kita keagamaan jadikan harus pelajaran peran penting,untuk mencegah dari tindakan signifikan guru dan optimalisasi budaya yang tidak sesuai dengan moral,nilai sekolah. hendaknya yang berlaku, sehingga sikap anak didik diarahkan untuk menemukan jati dirinya menjadi sesuai dengan tujuan pendidikan dan kemampuan intelektual maupun keagamaan yang pada esensi utamanya bakat-bakat yang dimilikinya,jadi tidak ialah mengharapkan terbentuknya anak sekedar menerima pelajaran. didik yang iman dan taqwa. Peserta dibutuhkan interaksi Pendidikan didik 200 Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN 1979-8911 terkejut B. PEMBAHASAN ketika untuk pertama kali mendapat anak kita yang masih belia Berbagai persoalan mengenai konsep berani melontarkan kata-kata kotor dan aplikasi tentang nilai,moral,sikap dan kepada guru atau orang tuanya sendiri. keagamaan merupakan Mungkin pula anak yang tadinya manis masalah yang sekarang ini sangat banyak dan baik tiba-tiba mencuri uang dalam menyita perhatian, terutama bagi para jumlah pendidik,ulama, pemuka masyarakat dan sekelas,nyontek, para orang tua. Terlebih tantangan zaman merokok,memfitnah yang semakin kuat, dengan adanya membaca globalisasi dan slogan Global Vilage demikian normal? anak didik, menjadikan para remaja mudah terbujuk oleh gemerlapnya dunia hedonis, besar, memeras teman belajar buku teman,atau porno.Apakah hal Meskipun saat ini semakin banyak anak terlibat kasus yang menyangkut konsumeris dan dugem yang makin moral,kita menjauhkan anak dari nilai,moral,sikap bahwa hal ini wajar. Pelanggaran moral dan perilaku keagamaan tidak henti- bukanlah hal yang dapat dianggap remeh. hentinya kita mendengar berita tentang Seyogyanyalah pelanggaran moral oleh tindakan kriminalitas yang dilakukan anak dikoreksi dan tidak dibiarkan begitu oleh anak-anak didik. saja. Semakin seriusnya perilaku tak Secara maknawi, pemahaman moral tidak boleh beranggapan bermoral yang dilakukan anak yang sama dengan etika, atau kesusilaan yang masih diciptakan dan semakin beratnya tantangan bagi orang agama,yang memberikan norma tentang tua dalam mendidik anak berperilaku bagaimana hidup.( buruk? Salah Panuju,1995).Moral dapat diukur secara adalah karena subyektif dan objektif. Apabila hati kehadiran orang tua di rumah. Jumlah nurani ingin membisikan sesuatu yang yang dipakai orang tua untuk mengajar benar, maka norma akan membantu anak-anaknya hidup secara benar juga mencari kebaikan moral. Anak yang semakin berusaha baik secara tekun dalam waktu pengenalan anak terhadap kehidupan lama dapat mencapai keunggulan moral orang tuanya sendiri yaitu bersikap batin dan berbuat lahir sedikit. Padahal anak perlu menyaksikan secara benar. Kita barang kali sangat orang tuanya secara langsung untuk oleh kita akal,adat harus muda memberikan satu petunjuk kemungkinannya semakin berkurang. jarangnya Akibatnya juga semakin 201 Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN 1979-8911 memperoleh contoh nyata hidup yang panduan oleh individu untuk menimbang bermoral. dan memilih alternatif keputusan dalam Kesulitan bertambah ketika anak justru memperoleh yang Spranger , kepribadian manusia terbentuk kurang patut, baik melalu televisi, teman dan berakar pada tatanan nilai-nilai dan sekolah,maupun dewasa kesejarahan . Meskipun menempatkan disekitarnya. Ketika perilaku buruk anak konteks sosial sebagai dimensi nilai terbentuk dalam ,perilaku pengajaran situasi sosial tertentu. Dalam persepektif dari menjadi itu orng pola sudah kebiasaan semakin sulit kepribadian Spranger tetap manusia, mengakui tetapi kekuatan dibelokan lagi. Karena itu kita perlu individu yang dikenal dengan istilah “ memanfaatkan roh waktu sebaik-baiknya subjektif “ (subjective spirit). untuk membentuk perilaku moral anak- Sementara itu,kekuatan nilai-nilai budaya anak kita. Norma-norma lama sudah merupakan “roh objektif” (objecttive tidak meyakinkan lagi untuk menjadi spirit pegangan. Kenyataannya, anak tidak kekuatan individual atau roh subjektif dapat lari dari hati nuraninya,tapi hati didudukan dalam posisi primer karena nurani pun tidak berdaya menemukan nilai-nilai kebenaran,apabila berkembang biasanya dipakai norma-norma sebagai yang ) Dalam kacamata Spranger, budaya dan hanya bertahan akan apabila landasan didukung dan dihayati oleh individu. pertimbangan menjadi serba tidak pasti. Spranger menggolongkan nilai ke dalam Anak berhadapan dengan berbagai tipe enam jenis, yaitu: manusia,tutur hidup,dan 1. Nilai Teori/Nilai Keilmuan tingkah laku moral yang bervariasi. Pola 2. Nilai Ekonomi kehidupan semakin 3. Nilai Sosial/Nilai Solidaritas cenderung individualis, dengan kontrol 4. Nilai Agama (A) dasar pertimbangan kata,gaya masyarakat pun sosial yang relatif longgar. Munculah benar menurut ajaran agama,kontras fenomena baru sebagai bagi anak yaitu dengan nilai (I) teman sepermainannya,atau tokoh-tokoh serial televisi. 1. Pengertian 5. Nilai Seni (S) dasar pertimbangan rasa keindahan/rasa seni terlepas dari Nilai,Moral,dan Sikap pertimbangan material ,kontras dengan nilai (E) Menurut Spranger, nilai diartikan sebagai suatu tatanan yang dijadikan 202 Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 6. ISSN 1979-8911 Nilai Politik/Nilai Kuasa (K) dasar pertimbangan kepentingan diri/kelompok,kontgras dengan nilai Nilai-nilai moral itu seperti seruan untuk baik kepada orang lain,memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orng Sementara itu, istilah Moral berasal dari kata latin Mores”,yang ,kebiasaan “Mos berarti Moris adat dan istiadat ,peraturan/nilai-nilai lain,larangan,berjudi,mencuri,berzina,me mbunuh dan meminum Seseorang dapat khamar. dikatakan atau bermoral,apabila tingkah laku orang tatacara dalam kehidupan. Moral pada tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral dasarnya merupakan yang dijunjung tinggi oleh kelompok rangkaian nilai tentang berbagai macam perilaku yang sosialnya. harus dipatuhi/kaidah norma dan pranata Sejalan dengan perkembangan moral yang mengatur perilaku individu dalam keagamaan hubungannya dengan kelompok sosial terdapat aturan-aturan perilaku yang dan masyarakat. Sedangkan moralitas boleh,.harus merupakan kemauan untuk menerima melakukannya. Aturan-aturan perilaku dan melakukan peraturan, nilai-nilai dan yang boleh atau tidak boleh disebut prinsip-prinsip moral /aspek kepribadian moral. yang diperlukan kaitannya dengan buruk bahwa terlarang untuk dalam Proses penyadaran moral tersebut kehidupan sosial berangsur tumbuh melalui interaksi dari lingkungannya Moral juga diartikan sebagai ajaran dan atau disadari seseorang secara harmonis, adil dan seimbang. baik mulai perbuatan kelakuan,akhlak,kewajiban, dimana mendapat ia mungkin larangan,suruhan dan ,pembenaran,persetujuan,kecaman dan celaan,atau merasakan atau akibat-akibat sebagainya.Dalam moral diatur segala tertentu yang mungkin menyenangkan perbuatan yang nilai baik dan perlu atau dilakukan,dan mengecewakan dari perbuatan-perbuatan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan memuaskan mungkin pula yang dilakukan. Sedangkan sikap, menurut Fishbein untuk membedakan antara perbuatan (1985) yang kecenderungan) emosional yang salah.Dengan demikian moral merupakan dipelajari merespons secara kendali dalam bertingkah laku. konsisten terhadap suatu objek. Sikap baik dan perbuatan yang ialah untuk predisposisi ( 203 Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 merupakan variabel latent yang ISSN 1979-8911 c. mendasari,mendireksi,dan mempengaruhi ke kata/tindakan hasil dalam reaksi kata- dimana individu bagaimana lain memperlalukan sesuai dengan konsep Chaplin ( 1981 ) dalam “Dictionary of menyamakan pendiriaan. sikap ) sangat dipengaruhi oleh lingkungan terhadap Sedangkan determinism perkembangan sikap seseorang itu objek,baik orang. Peristiwa, situasi dan sebagainya. lingkungan (environmentall perilaku.Sikap diekspresikan Determinisme tinggal dan lingkungan individu tersebut (Mohammad Astori,2008:159-161 ) Psychology” yaitu Menurutnya dengan Sikap 2. Pengertian Agama,Pendidikan yaitu Agama predisposisi/kecenderungan yang relatif dan Pendidikan Keagamaan stabil dan berlangsung terus-menerus Agama dari sisi etimologi berasal untuk bertingkah laku/bereaksi dengan dari bahasa Yunani suatu cara tertentu terhadap orang, tidak dan ‘gama” yang bermakna kacau lembaga/peristiwa, baik secara positif balau,carut marut,tak teratur. Sehingga maupun untuk agama ialah suatu tatanan yang berfungsi melakukan klarifikasi dan kategorisasi . memberikan keteraturan. Sementara dari Sedang Stephen sisi terminologi, menurut Hendropuspito negatif/predisposisi R Cover ( 1989 ) mengemukakan tiga teori determinisme (1983) (faktor yang menentukan) yang diterima Agama,menerangkan secara luas,baik sendiri-sendiri maupun ialah suatu jenis sistem sosial yang kombinasi,untuk dibuat oleh penganut –penganutnya yang menjelaskan sikap manusia, yaitu: a. b. dalam “a” yang berarti bukunya Sosiologi bahwa Agama berporos pada kekuatan-kekuatan non Determinisme Genetis (genetic empiris determinism) individu didayagunakannya untuk ditirunkan oleh kakek – neneknya keselamatan diri Determinisme Psikis (psychic masyarakat luas umumnya. Sehingga determinism) sikap individu unsur-unsur agama memuat: merupakan perlakukan,pola sikap hasil dari asuh/pendidikan a. yang dipercayainya bagi dan mencapai mereka dan Agama disebut jenis sistem sosial. Menjelaskan bahwa agama adalah orang tua yang diberikan kepada fenomena sosial,suatu peristiwa anaknya. kemasyarakatan,suatu sistem sosial 204 Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 b. dapat dianalisis, karena terdiri atas melihat agama sebagai sarana terakhir suatu kompleks kaidah dan peraturan yang yang dibuat saling berkaitan dan bilamana instansi lainnya terarahkan kepada tujuan tertentu. berdaya. Sedangkan aspek agama adalah Agama berporos pada kekuatan- menurut Joachim Wach ada tiga,yakni: kekuatan pertama unsur teoritisnya,bahwa agama non empiris, hal ini sanggup menolong berurusan kekuatan- mengikat penganutnya. Ketiga aspek kekuatan dari “dunia luar” yang di sosiologisnya bahwa agama mempunyai “huni” oleh kekuatan-kekuatan yang sistem perhubungan dan interaksi sosial. lebih tinggi dari kekuatan manusia (Hendropuspita,1983:34-35). yang dipercayai sebagai sistem gagal tak adalah dengan suatu manusia menyatakan bahwa agama itu khas dan c. ISSN 1979-8911 kaidah yang Sementara itu Pendidikan Agama arwah,roh-roh dan roh tertinggi dan Pendidikan Keagamaan definisinya Manusia mendayagunakan kekuatan sesuai –kekuatan untuk Republik Indonesia Nomor 55 tahun dan 2007 tentang Pendidikan Agama Islam di atas kepentingannya masyarakat sendiri sekitarnya. Yang dengan Peraturan Pemerintah dan Keagamaan ,Bab I Ketetntuan dimaksud kepentingan (keselamatan) Umum Pasal 1 Ayat 1 Pendidikan ialah keselamatan di dalam dunia Agama sekarang ini dan keselamatan di memberikan “dunia lain” yang dimasuki manusia membentuk setelah kematian. keterampilan adalah mengamalkan pendidikan pengetahuan sikap kepribadian peserta didik ajaran dan dan dalam agamanya. Sedangkan Ayat agama sebagai pendayagunaan sarana- Keagamaan ialah sarana supra empiris untuk maksud- mempersiapkan peserta didik untuk dapat maksud supra menjalankan peranan yang menuntut empiris.Sementara itu,J Milton Yinger penguasaan pengetahuan tentang ajaran melihat agama dan menjadi ahli ilmu agama dan Thomas F.O Dea mendefinisikan non empiris agama atau sebagai sistem kepercayaan dan praktek dengan mana 2 yang “Pendidikan pendidikan yang mengamalkan ajaran agamanya”. suatu masyarakat atau kelompok manusia berjaga-jaga menghadapi masalah terakhir dari hidup ini.Sedangkan Dunlop 205 Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 3. Hubungan antara ISSN 1979-8911 Nilai, Moral,Sikap dan Keagamaan mengenai objek/sekumpulan tersebut dan selanjutnya objek akan mempengaruhi kecenderungannya untuk Nilai merupakam tatanan tertentu bertindak terhadap objek/sekumpulan atau kriteria di dalam diri individu yang objek tersebut. Keagamaan ialah segala dijadikan mengevaluasi sesuatu yang berkaitan dengan agama suatu sistem tertentu. Pertimbangan nilai baik nilai,moral,sikap maupun perilaku adalah penilaian individu terhadap suatu individu yang dilandasi nilai,morar,dan objek/sekumpulan sikap dalam ajaran agama. dasar untuk objek yang lebih mendasarkan pada sistem nilai tertentu Dengan demikian, dapat ditarik daripada hanya sekedar karakteristik kesimpulan bahwa nilai merupakan dasar objek tersebut. Moral merupakan tatanan pertimbangan perilaku yang memuat nilai-nilai tertentu melakukan untuk perilaku yang seharusnya dilakukan atau dilakukan individu dalam bagi individu sesuatu,moral untuk merupakan hubungannya dengan individu dengan dihindari,sedangkan sikap merupakan lain/kelompok/masyarakat. predisposisi/kecenderungan individu Moraritas merupakan pencerminan dari nilai-nilai untuk dan idealitas seseorang. Dalam moraritas objek/sekumpulan terkandung aspek-aspek perwujudan dari sistem nilai dan moral kognisi,efektif,dan perilaku, sedangkan yang ada dalam dirinya, Sistem nilai sikap merupakan predisposisi tingkah mengarahkan pada pembentukan nilai- laku/kecenderungan nilai moral tertentu yang selanjutnya yang bertingkah sebenarnya,juga ekspresi/manifestasi individu dari merupakn akan menentukan terhadap objek suatu sebagai sikap individu pandangan sehubungan dengan objek dan nilai dan suatu moral tersebut. Dengan sistem nilai yang Sikap dimiliki,individu terhadap objek/sekumpulan laku merespon objek. akan menentukan merupakan sistem yang bersifat menetap perilaku mana yang harus dilakukan dan dari dan mana yang harus dihindari. Ini akan konasi. Perubahan pengetahuan individu nampak dalam sikap dan perilaku nyata tentang objek sebagai perwujudan dari sistem nilai dan dan moral yang mendasarinya. Sedangkan agama) akan menimbulkan perubahan Keagamaan merupakan fundamental dan perasaan individu yang bersangkutan spirit bagi lahirnya sistem dan konsep komponen kognisi,afeksi, objek/sekumpulan (sistem/konsep nilai,moral,sikap 206 Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN 1979-8911 nilai,moral dan sikap yang dimiliki kekuasaan. (3) Autonomi yaitu anak individu yang termanifes dalam perilaku telah mempertimbangkan tujuan dan individu terkait,dalam kehidupan sehari- konsekuensi harinya. (Mohammad Asrori, 2008:162 ) peraturan. Adapun Norman J.Bull (1996) ketaatannya berkesimpulan 4. Perkembangan Pendidikan kepada bahwa tahap perkembangan moral itu adalah: (1) Anomi yaitu anak tidak merasa wajib Moral dan Keagamaan untuk menaati peraturan. (2) Heteronomi Konsep perkembangan pendidikan yaitu anak merasa bahwa yang benar moral dapat kita cermati dari buah adalah patuh kepada peraturan, dan pikiran Piaget dan Norman J.Bull. Jean merasa perlu menaati kekuasaan. (3) Piaget ~ wakil Direktur Institute of Sosionomi yaitu anak merasa bahwa Education Profesor yang benar adalah patuh pada peraturan Psikologi Eksperimental di Universitas yang sesuai dengan peraturan kelompok. of Geneve, yang dengan cara intensif (4) telah melakukan penelitian selama lebih mempertimbangkan dari 40 tahun terhadap “Perkembangan ketaatannya pada peraturan. Sciences dan Struktur Kognitif (Cognitive Structure) dan Pertimbangan Moral (Moral Autonomi yaitu anak telah konsekuensi Dalam perkembangan moral itu titik heterotomi dan autonomi lebih Judgement)~, beliau berpendapat bahwa menggambarkan proses perkembangan pendidikan moral akan berhasil, apabila dari pada totalitas mental individu. pendidikan itu dilakukan sesuai dengan Melalui tahapan mengembangkan perkembangan moral anak. pergaulannya anak pemahamannya Dengan kata lain kedua ahli ini mencita- mengenai tujuan dan sumber aturan. citakan adanya strategi pendidikan moral Sampai usia tujuh atau delapan tahun yang disesuaikan dengan tahap-tahap anak dikendalikan oleh seluruh aturan. perkembangan moral anak. Terhadap mendefinisikan tahap perkembangan luar,anak belum memiliki pengertian dan moral sebagai berikut: (1) Pre~moral motivasi untuk konsisten. Pada tahap yaitu anak tidak merasa wajib untuk autonomi anak menyadari akan aturan mentaati peraturan. (2) Heteronomi yaitu dan anak merasa bahwa yang benar adalah pelaksanaannya.Tahap berikutnya adalah patuh pada peraturan yang harus menaati pelaksanaan autonomi. Piaget aturan yang berasal menghubungkannya dari dengan 207 Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 5. Tahapan ISSN 1979-8911 Sedangkan menurut Norman J. Bull Perkembangan Moral dan Keagamaan Anak terdapat empat tahap perkembangan moral yakni: Pertama-tama moral berkembang 1. melalui adopsi terhadap norma-norma sosial. Dalam pengertian ini anak Anatomi yaitu anak tidak merasa wajib untuk menaati peraturan. 2. Heteronomi yaitu anak merasa mengambil norma yang dipakai oleh bahwa yang benar adalah patuh orang-orang dengan cara mencontoh. kepada peraturan,dan merasa perlu Oleh karena itu sebagai seorang guru menaati kekuasaan. hendaknya memberi contoh pada 3. Sosionomi yaitu anak merasa bahwa muridnya untuk menanamkan norma yang yang sesuai. Perkembangan moral dapat peraturan juga peraturan kelompok. melalui pemahaman terhadap norma. Pengalaman sosial ini didapat melalui interaksi dengan 4. institusi benar adalah yang Autonomi patuh sesuai yaitu dengan anak mempertimbangkan pada telah konsekuensi sosial,sistem hukum yang berlaku dan ketaatan pada peraturan. hubungan Sementara itu,Jean Piaget selain interpersonal. Bagaimana tahapan perkembangan moral menurut mengembangkan pandangan berbagai tokoh Psikologi? memperkenalkan John Dewey perkembangan mengemukakan moral dalam tiga tahap,yakni: 1. 3. teori kognitif,juga perkembangan moral. Piaget membagi perkembangan moral atas 3 tahap yaitu: 1. Pre Moral (0 sampai dengan 5 Tahap pra-moral; ini ditandai bahwa tahun). anak tidak/belum merasa wajib untuk belum menyadari keterikatannya pada aturan 2. teori Pada tahap ini anak menaati peraturan. Tahap Konvensional; ini ditandai 2. Heteronomous Morality (+ 5 sampai dengan berkembangnya kesadaran dengan akan ketaatan pada kekuasaan perkembangan Tahap Otonom; ini ditandai dengan memandang aturan-aturan sebagai berkembang nya keterikatan pada otoritas yang dimiliki Tuhan,orang aturan pada tua dan guru, yang tidak dapat yang dirubah,dan harus dipatuhi dengan yang resiprositas sama). didasarkan (timbal balik 10 tahun). Pada moral tahap ini,anak sebaik-baiknya. 208 Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 3. Autonomous Morality ISSN 1979-8911 of konvensional. Mengikuti persyaratan Cooperation 9usia 10 tahun ke atas). yang dikemukakan Piaget untuk suatu Moral melalui Teori Perkembangan Kognitif, adalah dapat sangat jarang terjadi kemunduran dalam tumbuh kesadaran,bahwa orang memilih pandangan yang berbeda tahapan-tahapan terhadap tindakan moral. demikian,tidak ada suatu fungsi yang Pengalaman ini tumbuh berasa dalam tahapan tertinggi sepanjang anak waktu. Juga tidak dimungkinkan untuk terhadap suatu tingkah laku. Dalam melompati suatu tahapan; setiap tahap perkembangan selanjutnya,anak memiliki perspektif yang baru dan berusaha mengatasi konflik dengan diperlakukan,dan terintegrasi dibanding cara-cara paling tahap sebelumnya. mulai Menurut menjadi dasar akan penilaian yang menguntungkan, menggunakan dan standar keadilan terhadap orang lain. Gunarsa; ini. Kohlberg Miller; Feldman,1998) Walaupun (Crain,1992: papilia,Old ada beberapa tahap perkembangan Menurut Piaget, pengalaman ini dan moral, diantaranya:pre~conventionalmarality,m menyadarkan anak bahwa norma bersifat orality flexible,merupakan conformity,dan morality of autonomy kesepakatan of sosial,yang dapat disesuaikan dengan moral principle. keinginan mayoritas. Lain halnya dengan Tingkat Kohlberg. Lawrence conventional role pra~konvensional dari Kohlberg, penalaran moral umumnya ada pada perkembangan anak-anak,walaupun orng dewasa juga kognitif dari Jean Piaget, sehinggga dapat menunjukan penalaran dalam tahap melahirkan teori perkembangan moral. ini. Seseorng yang berada dalam tingkat Melalui penelitian yang menggunakan pra~konvensional menilai moralitas dari pendekatan kuantitatif, akhirnya dapat suatu menyimpulkan konsekuensinya mengembangkan teori tahap perkembangan moral individu. Tahap perkembangan moral dari tindakan berdasarkan langsung. Tingkat pra~konvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam perkembangan moral, dan Kohlberg dikelompokan ke dalam tiga murni melihat tingkatan: egosentris. diri dalam bentuk pra`konvensional,konvensional,dan pasca 209 Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 Ketika berada dalam suatu ISSN 1979-8911 Fase kedua, Relativis tekanan,maka individu akan menuruti Instrumental/relativistic/hedonism/resipr suatu guna ositas/minat pribadi,yakni ada faktor menghindari hukuman (punishment) dan pribadi yang bersifat relatif dan memiliki ingin memperoleh suatu kaidah (reward). prinsip kesenangan.Anak akan mematuhi perintah/peraturan Fase orientasi pertama,individu memiliki suatu kepatuhan berusaha membuat dan aturan,kalau aturan dirinya tersebut senang atau menghindari hukuman. Individu harus menguntungkan dirinya. Pada fase kedua patuh pada otoritas (orang tua). Agar ini menempati posisi apa untungnya buat menghindari hukuman.Dalam hal ini, saya, perilaku yang benar didefinisikan seorang memiliki dengan apa yang paling diminati . kesadaran terhadap apa yang dilakukan. Penalaran tahap dua kurang menunjukan Kesadaran dan Pemahaman, nilai benar- perhatian pada kebutuhan orang lain, benar oleh hanya sampai tahap bila kebutuhan itu (orang juga berpengaruh terhadap kebutuhannya individu salah, belum amat ditentukan evaluasi penilaina orng lain tua/orang dewasa). Dengan demikian sendiri,seperti “kamu kepatuhan individu bersifat semu dan punggungku,dan akan wajar, bila individu tidak akan patuh punggungmu.” kalau bertindak tanpa diketahui oleh perhatian orang lain. Dalam fase pertama ini, didasari oleh loyalitas atau faktor yang individu-individu memfokuskan diri pada bersifat konsekuensi langsung persepektif tentang masyarakat dalam dari tindakan Dalam kepada orang intrinsik. garuk kugarung tahap dua lain tidak Kekuarangan mereka yang dirasakan sendiri. Sebgai tingkat contoh, suatu tindakan dianggap salah dengan kontrak sosial (tahap lima), sebab secara semua moral bila orang yang pra~konvensional,berbeda tindakan dilakukan untuk melakukannya dihukum. Semakin keras melayani kebutuhan diri sendiri saja.Bagi hukuman diberikan dianggap semakin mereka dari tahap dua,perpektif dunia salah tindakan itu. Sebagai tambahan, ia dilihat sebagai sesuatu yang bersifat tidak tahu bahwa sudut orang lain relatif secara moral. berbeda dari sudut pandang dirinya. Fase ketiga, orientasi mengenai anak Tahapan ini bisa dilihat sebagai sejenis yang baik, yakni agar menjadi anak yang otoriterisme. baik,maka sikap dan perbuatan individu harus diterima oleh masyarakat. Mau 210 Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN 1979-8911 tidak mau, seorang anak harus patuh dan mempertahankan taat terhadap aturan-aturan yang berlaku tersebut. Oleh karena itu segala sikap dan di masyarakat. Ketidakpatuhan hanya tindakan dinilai dan diawasi oleh diri akan mendatangkan cemoohan dan caci sendiri maki sehingga tindakan orang lain,agar sesuai dengan memalukan diri sendiri atau menjatuhkan norma sosial. Dalam fase ini, adalah harga penting dari orang diri. memasuki lain, Dalam fase, masyarakat seseorang serta pentingnya mengontrol untuk norma tindakan- mematuhi hukum, dan memiliki keputusaan, dan konvensi sosial karena peran sosial. Individu mau menerima berguna dalam memelihara fungsi dari persetujuan atau ketidaksetujuan dari masyarakat. Penalaran moral dalam tahap orang-orang lain karena hal tersebut empat lebih dari sekedar kebutuhan akan merefleksikan persetujuan masyarakat penerimaan individual seperti dalam terhadap peran yang dimilikinya. Mereka tahap tiga; kebutuhan masyarakat harus mencoba menjadi seorang anak baik melebihi kebutuhan untuk memenuhi harapan tersebut,karena utama sering menentukan apa yang benar telah gunanya dan apa yang salah, seperti dalam kasus melakukan hal tersebut. Penalaran tiga fundamentalisme. Bila seseorang bisa menilai moralitas dari suatu tindakan melanggar hukum, mungkin orang lain dengan mengevaluasi konsekwensinya juga akan begitu sehingga ada kewajiban dalam hubungan atau tugas untuk mematuhi hukum dan interpersonal,yang mulai menyertakan aturan. Bila seseorang melanggar hukum, hal seperti rasa hormat,rasa terimakasih, maka secara ia salah secara moral, dan sehingga celaan menjadi faktor yang mengetahui ada bentuk golden rule. Keinginan untuk mematuhi aturan dan otoritas ada hanya signifikan untuk membantu peran sosial yang memisahkan yang buruk dari yang baik. stereotip ini. Maksud dari suatu tindakan Fase dalam pribadi. Idealisme tahap ini karena kelima, orientasi terhadap antar dirinya dengan memainkan peran yang lebih signifikan perjanjian dalam penalaran, tahap ini ; ‘mereka lingkungan sosial. Individu mempunyai bermaksud baik’. kesadaran dan keyakinan pribadi bahwa Fase normaa menyadari keempat, - norma mempertahankan dengan berbuat baik, maka ia pun akan sosial. diperlukan dengan baik pula oleh orang kewajiban Individu untuk ikut lain. Dan keyakinan ini timbul dari hati melaksanakan norma yang ada dan nurani. Dalam fase ini individu-individu 211 Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN 1979-8911 dipandang sebagai memiliki pendapat- etika universal. Hukum hanya valid bila pendapat dan nilai-nilai yang berbeda, berdasar pada keadilan, dan komitmen dan mereka terhadap keadilan juga menyertakan dihormati dan dihargai tanpa memihak. keharusan untuk tidak mematuhi hukum Permasalahan yang tidak adil. Hak tidak perlu sebagai adalah penting yang bahwa tidak dianggap sebagai relatif seperti kehidupan dan kontrak pilihan jangan sampai ditahan atau tindakan dihambat. dihasilkan secara kategoris dalam cara Kenyataannya tidak ada sosial tidak moral deontis. Keputusan yang memang anda siapa membuat keputusan hipotetis secara kondisional. Hal ini bisa kalau yang lain tidak . Sejalan dengan dilakukan dengan membayangkan apa itu, hukum dilihat sebagai kontak sosial yang akan dilakukan seseorang saat dan bukannya keputusan kaku. Aturan- menjadi aturan mengakibatkan memikirkan apa yang dilakukan bila kesejahteraan sosial harus diubah bila berpikir sama. Tindakan yang diambil perlu kebaikan adalah hasil konsensus. Dengan cara ini, sebanyak-banyaknya tindakan tidak pernah menjadi cara tapi orang. Hal tersebut diperoleh melalui selalu menjadi hasil; seseorang bertindak keputusan mayoritas, dan kompromi. karena hal itu benar, dan bukan karena Dalam ada tidak demi terbanyak terpenuhinya untuk hal ini, pemerintahan yang dan untuk pilihan yang pasti benar atau absolut yang absolut penting orang harapan,legal,atau penalaran fase lima. sebelumnya. Dengan keenam, prinsip semakin berkembangnya universal. tumbuh dan norma-norma etika secara lain,yang maksud demokratis tampak berlandaskan pada Fase bukannya juga pribadi,sesuai sudah Walau disetujui Kohlberg yakin bahwa tahapan ini ada, ia merasa kesulitan untuk menemukan seseorang yang menggunakannya secara dalam dirinya, maka individu akan konsisten.Tampaknya menyesuaikan sikap dan tindakannya kalupun ada, yang bisa mencapai tahap agar sepadan dengan enam prinsip-prinsip kebenaran yang diakui secara global. Jadi melampaui batas-batas dari model orang Kohlberg sukar, ini. (Mohamad Asrori,2008:158) suku, bangsa,agama, dan jenis kelamin. Dalam fase ini, penalaran moral berdasar pada 6. Faktor-faktor Mempengaruhi yang Pendidikan penalaran abstrak menggunakan prinsip 212 Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 Nilai, Moral, Sikap dan ISSN 1979-8911 mempengaruhi perkembangan nilai,moral,sikap dan perilaku keagamaan Keagamaan Anak Didik individu yang tumbuh dan berkembang Nilai, moral dan sikap serta perilaku di dalamnya. keagamaan adalah aspek-aspek yang Remaja berkembang pada diri individu melalui berkembang interaksi antara aktivitas internal dengan keluarga,sekolah dan masyarakat yang pengaruh Pada penuh rasa aman secara psikologis,pola awalnya seorang anak belum memiliki interaksi yang demokratis,pola asuh bina nilai-nilai dan pengetahuan mengenai kasih,dan nilai moral tertentu atau tentang apa yang berkembang dipandang baik atau tidak baik oleh memiliki nilai luhur,moralitas tinggi,serta kelompok sosialnya, selanjutnya, dalam sikap dan perilaku keagamaan yang interaksinya dengan lingkungan, anak terpuji. Sebaliknya,individu yang tumbuh mulai belajar mengenai berbagai aspek dan kehidupan dengan psikologis yang penuh konflik, pola nilai,moral dan sikap serta perilaku interaksi yang tidak jelas, pola asuh yang keagamaanDalam konteks ini lingkunan penuh otoriter dan permisif,dan kurang merupakan besar religius, maka harapan agar anak dan pengaruhnya bagi perkembangan nilai, remaja berkembang menjadi individu moral, sikap dan perilaku keagamaan yang memiliki nilai-nilai luhur, moralitas individu. tinggi, sikap dan perilaku keagamaan stimulus yang eksternal. berkaitan faktor yang Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkambangan nilai,moral,sikap yang di dalam religius dapat menjadi berkembang yang tumbuh terpuji dan lingkungan diharapkan remaja dalam menjadi yang kondisi diragukan. (Mohammad Asrori,2008:164-165) dan perilaku keagamaan individu itu mencakup aspek psikologis,sosial,budaya 7. Proses Pembelajaran Untuk dan fisik kebendaan,baik yang terdapat membantu dalam sekolah Nilai,Moral,Sikap,dan Kondisi Keagamaan Subjek Didik maupun lingkungan keluarga, masyarakat. psikologis,interkasi, pola kehidupan beragama, berbagi sarana rekreasi yang tersedia dalam Perkembangan lingkungan keluarga,sekolah dan masyarakat akan Berdasarkan sejumlah hasil penelitian, perkembangan internalisasi nilai-nilai terjadi melalu identifikasi 213 Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN 1979-8911 dengan orang-orang yang dianggapnya tidak sebagai model. Bagi mereka gambaran- anaknya,hal ini disebabkan kurangnya gambaran yang diidentifikasi adalah pengetahuan orang-orang yang dipengaruhi rasa ego. Ketidakkompakan simpatik,orang-orang terkenal dan hal- orang tua dalam mendidik anaknya hal yang ideal yang diciptakan sendiri. berakibat kurang baik terhadap moral Syamsu Yusuf (2007: 133) Menyatakan anak,biasanya bahwa : “Perkembangan moral seorang membedakan mana yang baik dan mana anak oleh yang buruk, mana yang boleh dan mana orang yang tidak boleh, patuh pada aturan dewasa banyak lingkungannya, dipengaruhi terutama dari tuanya”. kompak dalam orang tua mendidik dan mereka juga bingung bapak atau patuh pada aturan ibu, dan Dari pernyataan diatas dapat lain sebaginya. Maka sebaiknya ayah dan dimengerti bahwa perkembangan moral ibu anak sangat dipengaruhi oleh faktor memberikan didikan pada anak-anaknya. lingkkungan menyamakan persepsi dalam sekitarnya,utamanya keluarganya yang setiap hari berinteraksi dengan anak. Boleh jadi baik dan 2. Sikap orang tua dalam Keluarga buruknya perkembangan moral anak tergantung pada baik dan buruk moral keluarganya. Agar dengan secara tidak langsung mempengaruhi perkembangan keagamaan Sikap orang tua dalam keluarga anak baik dapat moral berkembang sebaiknya keluarga perkembangan proses moral peniruan anak. Melalui (imitasi) mereka merekam sikap ayah pada ibu dan utamanya ayah dan ibu memperhatikan sebaliknya,sikap orang tua pada hal-hal sebagai berikut : tetangga-teangga sekitarnya akan dengan mudah ditiru oleh anak. Sikap yang 1. Konsisten dalam mendidik otoriter orang tua akan membuahkan sikap yang sama apada anak. Sebaliknya Ayah dan ibu harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam sikap kasih sayang, keterbukaan, musyawarah, dan konsisten, juga akan melarang dan membolehkan tingkah laku membuahkan sikap yang sama pada tertentu pada anak. Pada kenyataannya anak, oleh karenanya sebaiknya orang masih banyak kita jumpai orang tua yang tua menberikan contoh (tauladan) moral 214 Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN 1979-8911 yang baik pada anak-anaknya, agar berpengaruh dimasa yang kan datang anak-anaknya perkembangan moral keagamaan yang menjadi orang yang berguna. baik pada anak. 3. penghayatan dan Pengamalan Agama yang dianut Orang positif terhadap C. PENUTUP Secara nasional, bangsa Indonesia berkewajiban kini sedang terjangkit penyakit bcareless menanamkan ajaran-ajaran agama yang society, masyarakat yang tidak peduli dianutnya kepada anak, baik berupa kepada nasib bimbingan-bimbingan maupun contoh mereka dirundung implementasinya kehidupan moral. Generasi muda mudah tergiur sehari-hari. Keteladanan orang tua dalam narkoba,generasi tua dihinggapi KKN menjalankan keagamaan kronis yang meluluhlantakan, sendi-sendi merupakan cara yang paling baik dalam perdaban masyarakat, sedangkan secara menanamkan moral keagamaan anak. global, Dengan perkembangan moral keagamaan tantangan baru negatif maupun positif yang baik pada anak sudah barang tentu bagi manusia. Jika hal-hal negatif tidak akan dipengaruhi terhadap budi pekerti segera diwaspadai dan diantisipasi, maka atau tingkah laku anak pada masa yang hal itu akan membuat lingkungan hidup akan datang. di muka planet Bumi kian tidak nyaman Disamping tua dalam moral faktor pengaruh keluarga, faktor lingkungan masyarakat kiri-kanan. abad Akibatnya berbagi ke-21 ini penyakit membawa dihuni. Tanda-tanda ke arah itu cukup jelas. dan pergaulan anak juga mempengaruhi Kerusakan perkembangan moral keagamaan anak, bencana alam di mana-mana. Tindak pada perkembangannya terkadang anak kekerasan lebih percaya kepada teman dekatnya maupun kuantitasnya. Bom bunuh diri dari pada pada orang tuanya,terkadang dianggap wajar. Merajalela dan tidak juga lebih mematuhi orang-orang yang dapat dicegahnya tindak korupsi,kolusi, dikaguminya nepotisme, (KKN); kemiskinan tampak seperti; gurunya,artis favoritnya, dan sebagainya. begitu lingkungan kian jelas, hidup bertambah rapuhnya dan kualitas kelembagaan Keluarga dengan moral keagamaan keluarga;penyalhgunaan obat terlarang, yang baik dan lingkungan masyarakat ketidaksalingpercayaan (mutual distrust) yang antarwarga, baik, secara teoritis akan buruk sangka antar 215 Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN 1979-8911 kelompok sosial, antar kelompok intern System Pengajaran Modul. Bandung umat Rosdakarya. beragama,antar-ekstern beragama;melemahnya umat solidaritas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia kemanusian;dan banyak lagi penyakit Nomor sosial lainnya. Pendidkan Menghadapi situasi itu, pendidkan 55 Tahun 2007 Agama dan tentang: Pendidikan Keagamaan. keagamaan moral,dan sikap menjadi Santrock,John salah satu usaha dalam membendung Development, New york: McGraw~Hill terjadinya Publixhing Company. keadaan diharapkan diatas. adanya Sehingga pembentukan W. 2004. Child Sobur. Alex (2003) Psikologi Umum . kesalehan pribadi dan kesalehan sosial. Bandung. Pustaka Setia Oleh karena itu kita perlu menguatkan Soeitoe. kembali akan pentingnya pendidikan pendidikan. Jakarta; Lembaga Penerbit keagamaan dan moral, dan salah satu Fakultas Ekonomi cara memahaminya dengan arti dan Sunarto. fungsi Agung.Dra.1999. Perkembangan Peserta dari pendidikan keagamaan Samuel. 1982. Prof.Dr.H. dan Psikologi Hartono, tersebut, sehingga tidak menimbulkan Didik. Jakarta : PT Rineka Cipta. kesalahan Surya Brata. Sumadi (2002). Psikologi persepsi dan kesalahan orientasi. Pendidikan . jakarta. Rajawali Press Syah, Muhibbin (1996) Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. DAFTAR PUSTAKA Asrori, Muhammad, 2008. “Psikologi Pembelajaran”, Bandung: CV. Wacana Prima.Cet II, Juli 2008 Bandung:PT Remaja Rosdakarya. Syarifudin Tatang (2006). Landasan Pendidikan . Bandung. UPI pers Yusuf Syamsu Perkembangan (2007) Anak dan Psikologi Remaja. Bee, Helen. 2006, The Develoving Child. Bandung Rosdakarya. U.S>A.: A Pearson Education Company. Yusuf Syamsu. Juntika Nurihsan (2005) Hurlock Landasan Bimbingan Dan Konseling. B Elizabeth (1980) develomental Psycology, New York. Bandung Rosdakarya. Mc.Graw Hill Book Company.Inc. Zulkifli. 2005. Psikologi Perkembangan. Makmun Psikologi Syamsuddin. Abin Kependidikan (2007) Bandung ; PT Remaja Rosdakarya. Perangkat 216