P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 PENGUJIAN EFEK PEMBINGKAIAN DAN LOCUS OF CONTROL SEBAGAI DETERMINAN ESKALASI KOMITMEN DALAM KEPUTUSAN INVESTASI (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Di Kota Semarang) Oleh : Saiful Bahrudin Nur Anissa STIE Bank BPD Jateng Abstract A rational decision-making based on economics theory assumes that a manager tries to increase the company’s profit. Indeed, a manager shall be able to make an optimal decision. Moreover, a manager has to put an investment for the project work that bring profit to the company, and to periodically assess the aspect of economic work on that project. Furthermore, in a realbusiness word, an under-indicated failed project but still in progress to be continued indicates as an escalation commitment. Meanwhile, a framing is considered as one of the factors causing the escalation commitment, and is how an information or fact is being revealed. At the same time, locus of control is also the factor causing this escalation commitment. Locus of control is the way how someone sees an event; whether he/she is able to control it or not. The aim of this thesis is to study the direct influences of framing and locus of control. The writer uses two ways analysis of variance as his analytic technique. The result of the study shows that there is s positive influence towards the escalation commitment: a signification p=0,000 or p<0,05 for variable on framing, and the same variable for locus of control Keywords: framing, locus of control, and escalation commitment Pendahuluan Pengambilan keputusan yang rasional, berdasarkan teori ekonomi, berasumsi manajer berusaha memaksimalkan keuntungan perusahaan. Manajer harus bisa membuat keputusan yang strategis, dimana keputusan itu sangat penting dan menjadi faktor penentu kesuksesan organisasi di masa yang akan datang. Keputusan ini juga merupakan faktor kritis yang membedakan antara keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi (Maule dan Hodgkinson, 2002 dalam Yusnaini, 2005). Mengingat pentingnnya keputusan tersebut, seorang decision maker diharapkan dapat membuat suatu keputusan yang optimal. Individu atau manajer pada umumnya mempunyai kesulitan dalam memisahkan keputusan yang diambil sebelumnya dengan keputusan yang berhubungan ke 61 P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 masa depan. Sebagai konsekuensinnya, manajer akan cenderung membiaskan keputusannya oleh karena tindakan di masa lalu dan mempunyai kecenderungan untuk melakukan eskalasi komitmen terutama bila menerima umpan balik negatif (Bazerman, 1994 dalam Tri, 2008). Pembingkaian merupakan salah satu alasan yang mempengaruhi terjadinya bias dalam pengambilan keputusan. Konsekuensi dari pembingkaian ini adalah pilihan berisiko, bila diproses melalui fungsi nilai yang cekung pada keadaan untung (perceived gain) dan cembung pada kondisi rugi (perceived loss), menghasilkan perilaku mencari risiko (risk-seeking) pada hasil rugi dan penghindaran risiko (risk-averse) pada hasil yang untung. Dalam konteks keputusan investasi, seorang pengambil keputusan yang menerima umpan balik negatif atas keputusan investasi sebelumnya akan berada pada posisi atau kondisi rugi, dan akan memandang keputusan berikutnya sebagai pilihan antara kerugian pasti yang telah terjadi (yaitu memilih untuk tidak melanjutkan tindakan menambah investasi) dengan kerugian di masa mendatang yang kurang pasti (yaitu mengambil risiko menambah dana dengan harapan mendapat pengembalian positif). Dalam keadaan ini, pengambil keputusan cenderung untuk mencari risiko, memilih kerugian yang tidak pasti yang memberikan harapan perbaikan (komitmen tambahan dana) dibandingkan kerugian yang pasti. Sebaliknya jika informasi disajikan dengan bingkai keputusan positif, pengambil keputusan dihadapkan pada pilihan antara untung yang pasti (pengembalian investasi yang semula) dengan keuntungan di masa mendatang yang tidak pasti. Dalam keadaan ini, pengambil keputusan akan cenderung menghindari risiko dengan mengambil keuntungan yang pasti daripada menghadapi risiko keuntungan yang tidak pasti, dengan tidak melanjutkan proyek (Bateman dan Zeithaml, 1989; White, 1986 dalam Tri, 2008). Berbagai bukti empiris yang telah didapatkan menunjukkan bahwa manajer yang memulai suatu proyek yang kemudian menjadi tidak menguntungkan justru lebih cenderung untuk meneruskan proyek itu daripada manajer yang tidak memulai proyek (Staw, 1976, 1981 dalam Tri, 2008). Perilaku para pengambil keputusan ini sering disebut sebagai eskalasi komitmen. Eskalasi komitmen merujuk pada tendensi oleh pengambil keputusan untuk bertahan atau mengeskalasi komitmennya pada serangkaian tindakan yang gagal (Brockner, 1992 dalam Tri, 2008). Bazerman (1994) dalam Tri (2008) mendefinisikan eskalasi sebagai tidak rasional (nonrational escalation of commitment) adalah derajat dimana individu mengeskalasikan komitmen untuk tindakan-tindakan tertentu yang dilakukan sebelumnya sampai satu titik yang melewati model pengambilan keputusan yang rasional. Individu atau manajer umumnya mempunyai kesulitan dalam memisahkan keputusan yang diambil sebelumnya dengan keputusan yang berhubungan ke masa depan. Sebagai konsekuensinya, individu akan cenderung membiaskan keputusannya oleh karena tindakan di masa lalu dan mempunyai tendensi untuk mengeskalasi komitmen terutama bila menerima umpan balik negatif (Bazerman, 1994 dalam Tri, 2008). 62 P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 Sehubungan dengan ini, penelitian ini berusaha mengklasifikasikan kekuatan penjelas salah satu teori di atas yaitu teori prospek sebagai determinan eskalasi. Lebih spesifik lagi, teori prospek dapat menjelaskan eskalasi tergantung dari kondisi – kondisi tertentu dalam pengambilan keputusan. Kondisi itu mencakup juga atribut – atribut dari para pengambil keputusan. Salah satu atribut pribadi yang relevan diangkat adalah mengenai karakteristik personal dari pengambil keputusan yaitu dilihat dari locus of control. Locus of control dibagi menjadi dua yaitu locus of control internal dan locus of control eksternal. Seseorang yang percaya bahwa mereka memiliki pengendalian atas takdir mereka disebut locus of control internal. Dalam hal ini, mereka mempercayai bahwa pengendalian itu terletak dalam diri mereka sendiri. Dilain pihak, locus of control eksternal adalah orang yang percaya bahwa hasil mereka ditentukan oleh agen atau faktor ekstrinsik di luar mereka sendiri. Andi (2010) menyatakan bahwa perilaku seorang manajer dalam penyusunan anggaran dipengaruhi oleh karekteristik locus of control-nya. Penelitian ini menguji pengaruh pembingkaian dan locus of control terhadap eskalasi komitmen. Penelitian Singer dan Singer (2001) dalam Andi (2010) mengungkapkan bahwa individu yang cenderung memiliki locus of control internal akan bereskalasi lebih besar di bandingkan individu yang cenderung memiliki locus of control eksternal. Apabila dikaitkan dengan hubungan keadilan (justice) dan tingkat eskalasi komitmen, berdasarkan penelitian diatas maka tingkat eskalasi komitmen dapat lebih diturunkan dengan locus of control eksternal yang berupa pengendalian terhadap diri sendiri dilakukan atau dipengaruhi oleh pihak lain. Akan tetapi, dengan menggunakan locus of control internal yang merupakan pengendalian yang dilakukan oleh diri sendiridan tidak ada pengaruh dari pihak lain diharapkan juga dapat meningkatkan perilaku eskalasi komitmen. Oleh sebab di atas, dirasakan perlu untuk memasukan efek dari karakteristik personal berupa locus of control atas keputusan yang diambil termasuk keputusan mengalokasikan sumber daya (bereskalsi atau tidak). Landasan Teori Teori Prospek Teori prospek menurut Kahneman dan Tversky‟s dalam Andi (2010) menjelaskan bahwa di dalam kondisi ketidakpastian, seseorang dihadapkan pada alternatif pilihan yang memberikan keuntungan yang sama. Yang pertama adalah alternatif pilihan yang secara pasti menguntungkan tetapi lebih kecil daripada pilihan kedua. Sedangkan pilihan kedua adalah alternatif pilihan yang kemungkinan tidak memperoleh keuntungan lebih besar dengan probabilitas 50%, maka seseorang cenderung akan memilih alternatif pertama yaitu yang menguntungkan secara pasti. Hal ini menggambarkan sikap penolakan risiko (risk aversion). Sebaliknya dalam kondisi ketidakpastian, seseorang dihadapkan pada alternatif pilihan yang secara pasti merugikan dan yang kedua adalah alternatif pilihan yang kemungkinan tidak rugi atau kemungkinan rugi tetapi 63 P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 lebih besar dengan probabilitas 50%, maka seseorang cenderung akan memilih alternatif yang kedua yaitu kemungkinan tidak rugi atau kemungkinan rugi yang lebih besar dengan probabilitas 50%. Hal ini menggambarkan sikap penerimaan risiko atau risk seeking (Watkins (2006) dalam Andi (2010)). Pembingkaian Pembingkaian adalah bagaimana cara suatu fakta atau informasi diungkapkan (Tversky dan Kahneman, 1979, 1981; Rutledge dan Harrel, 1994; Gudono dan Hartadi, 1998 dalam Yusnaini, 2005). Pembingkaian berkaitan dengan cara manusia merasakan atau menstruktur suatu keputusan (Main dan Lambert, 1998 dalam Fransto, 2003). Pembingkaian atas informasi dapat mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan. Pembingkaian yang dihadapi tergantung pada formulasi masalah yang dihadapi, norma, kebiasaan dan karakteristik pengambil keputusan itu sendiri (Gudono dan Hartadi (1998) dalam Yusnaini (2005)). Saat terdapat kondisi ketidakpastian, pembingkaian informasi berdampak signifikan dalam pengambilan keputusan (Bazerman, 1994 dalam Handoko, 2008). Saat suatu masalah yang sama tetapi dibingkai dalam kondisi “perceived gain” dan “perceived loss” akan direspon berbeda oleh objek penelitian (pengambil keputusan) (Bazerman (1994) dalam Handoko (2008). Menurut Kahneman dan Tversky (1979) dalam Handoko (2008), dalam teori prospek, cara seseorang membingkai “masalah” secara dramatis dapat mengubah perceived neutral point dari suatu pertanyaan. Oleh karenanya pengambil keputusan cenderung menghindari risiko saat suatu outcome diekspresikan sebagai gains dan menghindari risiko saat suatu outcome diekspresikan sebagai losess. Lebih jauh menurut Anderson (1999) dalam Frasto (2003) kesalahan paling umum dalam pembuatan keputusan ada dua. Pertama, confirmingevidence trap, yaitu bias yang mengarahkan kita untuk mencari informasi yang sesuai dengan apa yang sudah dipercayai saja, dan mengabaikan informasi kontradiktif. Kedua adalah framing trap, bahwa cara kita mengambil keputusan sering kali ditentukan bagaimana anda memandang pilihan kita atau cara kita menyusun pernyataan dan informasi di sekitarnya. Kahneman dan Tversky (1981) dalam Frasto (2003) menyatakan bahwa pembingkaian berkaitan dengan keputusan yang diambil. Subjek penelitian menunjukkan perilaku yang berbeda pada saat satu informasi disajikan dengan cara yang berbeda (positif dan negatif). Pembingkaian merupakan salah satu alasan penyebab terjadinya bias dalam pengambilan keputusan. Teori yang digunakan dalam menguji bias akibat pembingkaian ini adalah teori prospek yang mengemukakan bahwa bingkai yang diadopsi seseorang dapat mempengaruhi keputusannya. Dalam hal ini, ketika seorang pengambil keputusan diberikan alternatif keputusan yang dibingkai secara positif maka keputusan yang diambil akan cenderung risk averse. Sedangkan ketika informasi disajikan secara negatif maka keputusan yang diambil akan cenderung risk seeking. Bias yang terjadi akibat pembingkaian informasi tersebut dapat membuat keputusan yang diambil menjadi tidak optimal karena bingkai informasi tersebut mempengaruhi preferensi risiko si pengambil keputusan. 64 P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 Locus of Control Locus of control adalah cara pandang seseorang terhadap sesuatu peristiwa apakah dia dapat atau tidak dapat mengendalikan peristiwa yang terjadi padanya (Rotter, 1966 dalam Cecilia dan Gudono 2007). Locus of control dibedakan menjadi fokus kontrol internal dan fokus kontrol eksternal, kontrol internal akan tampak melalui kemampuan kerja dan tindakan kerja yang berhubungan dengan keberhasilan karyawan pada saat melakukan pekerjaannya. Dalam hal ini, mereka mempercayai bahwa pengendalian itu terletak dalam diri mereka sendiri. Di lain pihak, kontrol eksternal tampak pada orang yang percaya bahwa hasil mereka ditentukan oleh agen atau faktor ekstrinsik diluar mereka sendiri. Andi (2010) menyebutkan bahwa individu meningkatkan komitmennya ketika menemukan bukti bahwa keputusan awal yang telah dibuat berdasarkan pertimbangan dan prediksi menyatakan bahwa investasi akan menghasilkan keuntungan tetapi ternyata tidak. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi, pemahaman dan keyakinan sebelumnya menyatakan investasi menguntungkan tetapi bukti selanjutnya menunjukkan kinerja investasi merosot (Brockner, 1992 dalam Andi, 2010), negatif (Brody dan Kaplan, 1996 dalam Andi, 2010), gagal (Staw dan Ross, 1978 dalam Andi, 2010), sehingga bukti negatif ini bertentangan dengan keyakinan atau pemahaman awal dan menjadi pemicu yang kuat untuk melakukan usaha mengalokasikan sumber lebih besar untuk mendukung dan membenarkan keyakinan awal. Konsep locus of control terutama didasarkan pada teori pembelajaran sosial (theory social learning) (Reiss dan Mitra, 1998 dalam Andi, 2010). Seseorang yang percaya bahwa mereka memiliki pengendalian atas takdir mereka disebut internal locus of control dimana mereka mempercayai bahwa pengendalian itu terletak dalam diri mereka sendiri. Di lain pihak, eksternal locus of control adalah orang yang percaya bahwa hasil mereka ditentukan oleh agen atau faktor ekstrinsik diluar mereka sendiri. Sebagai contoh: ditentukan oleh takdir, keberuntungan, kekuatan yang lain atau sesuatu yang tidak dapat diprediksi. Dalam penelitian Singer dan Singer (2001) dalam Andi (2010) mencoba untuk mengungkapkan eskalasi komitmen yang berbeda-beda pada individu yang sensitizer dan repressor dan individu yang locus of control internal dan locus of control eksternal. Hasil mengungkapkan bahwa individu yang repressor cenderung mengalami eskalasi lebih besar daripada individu yang sensitizer, demikian juga dengan individu yang cenderung locus of control internal mengalami eskalasi lebih besar daripada individu yang cenderung locus of control eksternal. Locus of control dalam penelitian dikelompokan dengan menggunakan The Work Locus of Control (WLCS) yang dikembangkan oleh Spector (1988) yang terdiri dari 16 item pertanyaan. Orang yang cenderung locus of control internal, akan memiliki keyakinan bahwa apa yang terjadi pada dirinya adalah hasil dari usahanya sendiri. Sedangkan orang yang locus of control eksternal cenderung memandang apa yag terjadi dalam kehidupannya tidak lebih dari 65 P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 sebuah keberuntungan atau mempercayai adanya faktor eksternal yang yang mengontor kehidupannya. Eskalasi Komitmen Eskalasi komitmen diartikan sebagai fenomena dimana orang memutuskan untuk meningkatkan atau menambahkan investasinya, walaupun bukti baru menjelaskan bahwa keputusan yang telah dilakukan adalah salah. Investasi tersebut dapat berupa uang, waktu dan usaha atau tenaga. Eskalasi komitmen disebut juga nonrational escalation of commitment (Bazerman, 1994 dalam Andi 2010). Bazerman (1994) dalam Andi (2010) menyebutkan bahwa seseorang cenderung bias ketika pendekatan keputusan dilakukan secara berurutan yaitu sebuah kecenderungan. Istilah nonrational escalation of commitment digunakan untuk menunjukkan situasi dimana orang dapat membuat keputusan yang tidak rasional berdasarkan keputusan rasional masa lalu atau untuk membenarkan tindakan yang sedang dilakukan. Dikatakan keputusan yang tidak rasional karena meskipun tidak sadar secara langsung maupun tak langsung manajer cenderung mengabaikan kepentingan perusahaan dan lebih mementingkan kepentingan ekonomi pribadinya. Eskalasi komitmen merupakan serangkaian tindakan atau perilaku individu, kelompok atau organisasi yang cenderung memutuskan untuk mengalokasi sumber dana lebih besar pada proyek investasi berikutnya, walaupun terdapat informasi kinerja investasi menurun/merosot (Staw, 1976 dan Ross, 1978; Staw, 1981; Ross dan Staw, 1986 dalam Andi 2010). Rerangka yang menggunakan teori prospek (Bazerman, 1984; Kahneman dan Tversky, 1979) dalam Tri (2008) memusatkan analisisnya pada bagaimana informasi disajikan dan pemprosesan kognitifnya. Whyte (1986) dalam Tri (2008) mengusulkan bahwa eskalasi komitmen dapat diterangkan oleh fungsi nilai menurut teori prospek. Dalam teori prospek, tiap keputusan dibuat setelah informasi terlebih dahulu disaring melalui „decision frame‟ atau „bingkai keputusan‟ oleh pengambil keputusan atau “konsepsi atas tindakan, hasil dan kontinjensi yang berkaitan dengan pilihan tertentu” (Kahneman dan Tversky, 1979 dalam Tri, 2008). Konsekuensi dari pembingkaian ini adalah pilihan berisiko, bila diproses melalui fungsi nilai yang cekung pada keadaan untung (perceived gain) dan cembung pada kondisi rugi (perceived loss), menghasilkan perilaku mencari risiko (risk-seeking) pada hasil rugi dan penghindaran risiko (risk-averse) pada hasil yang untung. Ross dan Staw (1993) dalam Effriyanti (2005) mengungkapkan ada tiga situasi yang menyebabkan eskalasi komitmen menjadi sesuatu yang menyulitkan yaitu biaya-biaya telah dikorbankan dalam serangkaian (arah) tindakan, pengambil keputusan mempunyai kesempatan untuk merubah, dan konsekuensi dari perubahan yang penuh dengan ketidakpastian. Menurut Brody dan Kaplan (1996) dalam Tri (2008) secara umum pengambil keputusan kemungkinan mengalami perilaku eskalasi ketika: (1) mengadakan evaluasi atau keputusan mengenai serangkaian (arah) tindakan yang dibuat, (2) pengambil keputusan 66 P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 memiliki responsibility secara personal, (3) keputusan sebelumnya dipersepsikan tidak dapat ditarik kembali atau dibatalkan. Kecenderungan bagi pengambil keputusan dengan melibatkan personal untuk eskalasi komitmen adalah mempunyai level yang lebih tinggi dibandingkan dengan justifikasi oleh faktafakta yang obyektif dalam situasi tertentu. Komitmen berhubungan dengan tanggung jawab individu terhadap suatu perilaku. Peningkatan tanggung jawab akan mendorong peningkatan komitmen. Individu mempertimbangkan keterlibatan personal, sebagai upaya untuk meningkatkan tanggung jawab. Sejumlah peneliti menganjurkan untuk menggunakan teori prospek (Kahneman dan Tversky, 1979 dalam Wayan, 2003) untuk menjelaskan pengaruh sunk cost (Arkes dan Blumer, 1985; Garland, 1990 dalam Wayan, 2003). Dalam teori prospek hasil keputusan secara normal dievaluasi dengan keuntungan dan kerugian yang berasal dari titik rujukan (reference point). Penarikan dari suatu rangkaian (arah) tindakan akan menentukan sunk cost, maka pengambil keputusan enggan untuk menarik diri karena adanya peningkatan sunk cost. Penelitian ini mengambil kasus dari Rutledge dan Harrel (1994) dalam Frasto (2003). Pengembangan Hipotesis a. Pembingkaian dan Eskalasi Komitmen Pembingkaian adalah bagaimana suatu informasi atau fakta diungkapkan, Kahneman dan Tversky (1981) dalam, Frasto (2003) menyatakan bahwa pembingkaian berkaitan dengan keputusan yang diambil. Sedangkan eskalasi komitmen adalah dimana orang memutuskan untuk meningkatkan atau menambahkan investasinya, walaupun bukti baru menjelaskan bahwa keputusan yang telah dilakukan adalah salah. Ketika seorang pengambil keputusan diberikan alternatif keputusan yang dibingkai secara positif maka keputusan yang diambil akan cenderung risk averse atau menghindari resiko. Sedangkan ketika informasi disajikan secara negatif maka keputusan yang diambil akan cenderung risk seeking atau mencari resiko. Berdasarkan pemaparan diatas maka hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah : H1 = pembingkaian mempunyai pengaruh terhadap eskalasi komitmen. b. Pembingkaian dan Locus of Control Locus of control adalah cara pandang seseorang terhadap suatu peristiwa apakah dia dapat atau tidak dapat mengendalikan peristiwa yang terjadi padanya (Rotter dalam Andi, 2010). Sedangkan eskalasi komitmen adalah dimana orang memutuskan untuk meningkatkan atau menambahkan investasinya, walaupun bukti baru menjelaskan bahwa keputusan yang telah dilakukan adalah salah. Manajer yang internal locus of control yakin bahwa suatu kejadian selalu berada dalam kendalinya dan akan selalu mengambil peran dan tanggung jawab dalam penentuan benar atau salah. Manajer yang internal locus of control akan cenderung mengeskalasi komitmennya karena merasa mempunyai tanggung jawab terhadap proyek yang telah dijalankan serta mengharapkan adanya 67 P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 perbaikan dengan adanya tambahan dana, selain itu untuk menjaga nama baik dan kepercayaan eksternal terhadap dirinya. Sebaliknya, manajer dengan eksternal locus of control percaya bahwa kejadian dalam hidupnya berada di luar kontrolnya dan percaya bahwa hidupnya dipengaruhi oleh takdir, keberuntungan, dan kesempatan serta lebih mempercayai kekuatan diluar dirinya. Manajer yang eksternal locus of control akan cenderung menghindari resiko dan tidak mengeskalasi komitmenya karena apa yang terjadi dalam proyek yang dia kerjakan adalah sebuah keberuntungan dan bukan hasil kinerjanya. Hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini adalah : H2 = locus of control mempunyai pengaruh terhadap eskalasi komitmen. Model Penelitian Pembingkaian Eskalasi Komitmen Locus of control Metode Penelitian Definisi Operasional Variabel a. Pembingkaian Pembingkaian adalah bagaimana suatu fakta atau informasi disajikan, pembingkaian diuji pada potential gains (positive frame) dan potential losses (negative frame). pembingkaian positif digambarkan dalam terminologi potensi laba yang dapat diperoleh dan pembingkaian negatif digambarkan dalam terminologi potensi penurunan laba dari target yang diharapkan. Dalam konteks keputusan investasi, seorang pengambil keputusan yang menerima umpan balik negatif atas keputusan investasi sebelumnya akan berada pada posisi atau kondisi rugi, dan akan memandang keputusan berikutnya sebagai pilihan antara kerugian pasti yang telah terjadi (yaitu memilih untuk tidak melanjutkan tindakan menambah investasi) dengan kerugian di masa mendatang yang kurang pasti (yaitu mengambil risiko menambah dana dengan harapan mendapat pengembalian positif). Pembingkain positif diberi nilai = 0 sedangkan pembingkaian negatif diberi nilai = 1. Pembingkaian dimanipulasi dengan mengungkapkan adanya biaya yang sudah terjadi (sunk cost) sebagai kerugian (loss), dan mendeskripsikan pilihan eskalasi sebagai kesempatan untuk menghindari kerugian yang sudah terjadi. Instrumen menggunakan adaptasi kasus dari Rutledge dan Harrel (1994) dalam Frasto (2003). Penelitian ini mengambil kasus dengan kondisi pembingkaian negatif dan positif (atau netral) dari Rutledge dan Harrel (1994) dalam Frasto 68 P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 (2003). Pada eksperimen ini, informasi dalam kuesioner meminta subyek berada pada posisi sebagai seorang manajer keuangan yang telah mengambil keputusan investasi berkaitan dengan proyek riset dan pengembangan produk baru yang di beri nama proyek 3, proyek 3 telah menggunakan dana sebesar 40 milyar selama 12 bulan. Proyek ini menggunakan seperempat investasi perusahaan dalam proyek riset saat ini. Umpan balik negatif disajikan dengan menyebutkan bahwa ada pesaing yang juga menghasilkan produk serupa yang lebih unggul dibandingkan produk perusahaan. Bagian selanjutnya menginformasikan perlunya investasi tambahan sebesar 20 milyar untuk mengatasi masalah ini. Kemudian kepada subyek diberikan bingkai keputusan atas dua pilihan. Kondisi pembingkaian keputusan secara negatif adalah jika menghentikan proyek 3, maka akan terjadi kerugian sebesar 40 milyar. Sebaliknya jika melanjutkan proyek 3, ada kemungkinan sebesar 33% kerugian akan nol, dan ada kemungkinan sebesar 67% kerugian proyek akan sebesar 60 milyar. Kondisi pembingkaian keputusan secara positif adalah jika menghentikan proyek 3, maka akan menyelamatkan atau menghemat 20 milyar. Sedangkan jika melanjutkan proyek 3, ada kemungkinan sebesar 33% untuk mengembalikan modal sebesar 6 milyar, dan ada kemungkinan sebesar 67% tidak ada modal yang dapat kembali. b. Locus of Control Locus of control didefinisikan Mac Donald (1976) dalam Tsui dan Gul, (1996) dalam Andi (2010) sebagai sejauh mana seseorang merasakan hubungan kontijensi antara tindakan dan hasil yang mereka peroleh. Cara pandang seseorang terhadap sesuatu peristiwa apakah dia dapat atau tidak dapat mengendalikan peristiwa yang terjadi padanya (Rotter, 1966 dalam Cecilia dan Gudono 2007). Persepsi seseorang tentang sebab-sebab keberhasilan atau kegagalan dala melaksanakan pekerjaannya (Hjele dan Ziegler 1981; Baron dan Byrne 1994 dalam Cecilia dan Gudono 2007). Vaiabel ini diukur dengan memberi nilai 0 = locus of contol internal, dan 1 = locus of control exsternal. c. Eskalasi Komitmen Eskalasi komitmen adalah keputusan untuk melanjutkan proyek, bahkan ketika suatu prospek dalam kondisi ekonomi yang tidak diharapkan mengindikasikan bahwa proyek tersebut harus dihentikan (Tri, 2008). Pada penelitian ini, eskalasi komitmen ini dikategorikan menjadi dua pilihan pengambilan keputusan, yaitu memilih untuk melanjutkan proyek 3 dengan menambah investasi sebesar 20 milyar atau tidak melanjutkan proyek 3 dengan menghemat biaya investasi tambahan sebesar 20 milyar. Sedangkan untuk mengukur variabel ini menggunakan skala dari 1-5, dimana angka 1 menunjukan pilihan sangat tidak setuju dan angka 5 menunjukan sangat setuju. 69 P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah manajer keuangan perusahaan manufaktur yang ada di kota Semarang. Penentuan sampel dalam penelitian ini mengacu pada formula perhitungan Slovin (Sekaran, 2006) yaitu sebagai berikut: N n= 1 + Ne2 Keterangan : n adalah jumlah sampel minimal, N adalah jumlah populasi, dan e adalah persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir. Tingkat kelonggaran yang masih dapat ditolerir dalam penelitian ini sebesar 5% atau 0,05. Berdasarkan perhitungan rumus diatas, maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 97 manajer perusahaan manufaktur di kota Semarang. Objek dari penelitian ini adalah manajer keuangan perusahaan manufaktur di kota Semarang. Data dari Direktori Kamar Dagang dan Industri Bisnis Jawa Tengah tahun 2010 menyebutkan bahwa jumlah perusahaan manufaktur yang ada di kota Semarang berjumlah 136 perusahaan. Manajer keuangan perusahaan manufaktur yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini berjumlah 97 manajer. Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dengan membaca majalah dan buku-buku yang ada hubungannya dengan pendidikan. Dalam penelitian ini peneliti memperoleh sumber informasi berupa data sekunder dari internet, jurnal-jurnal dari Simposium Nasional Akuntansi dan Direktori Kamar Dagang dan Industri Bisnis Jawa Tengah. Selanjutnya, mendistribusikan kuesioner kepada para responden secara langsung untuk menyerahkan ataupun mengumpulkan kembali kuesioner. Kuesioner dirancang dengan jelas, ringkas, dan semenarik mungkin dan disertai dengan penjelasan-penjelasan atau keterangan dari variabel-variabel penelitian sehingga memudahkan responden untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner tersebut dan hal ini dimaksudkan juga untuk mencegah bias terhadap hasil penelitian. Sedangkan untuk para manajer kuesioner dikirimkan melalui pos. Metode Analisis Data a. Analisis Statisktik Deskriptif Statistik deskriptif dalam penelitian pada dasarnya merupakan proses transformasi data penelitian dalam bentuk tabulasi sehingga mudah untuk difahami dan diinterpretasikan (Sekaran, 2006). Ukuran yang digunakan dalam deskripsi antara lain berupa frekuensi, tendensi sentral (rata – rata, median, modus), dengan bagan atau grafik, dispersi (deviasi standar dan varian) dan koefisien korelasi antar variabel penelitian. 70 P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 b. Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya suatu kuesioner. Kuesioner dikatakan valid, jika dapat dijelaskan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pengujian dilakukan dengan cara setiap satu item pertanyaan dari kuesioner dikorelasikan dengan skor total jawaban responden. Teknik korelasi yang digunakan adalah pearson’s product moment. Untuk mengetahui apakah variabel valid atau tidak dapat dilihat pada nilai pearson’s product moment menunjukan taraf signifikansi pada 0,05 (Sekaran, 2006) . c. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator suatu variabel. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal, jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas ini dilakukan dengan bantuan program yang memberikan fasilitas untuk mengukur reliabilitas denga Uji Statistik Croanbach Alpa. Suatu kontruk atau variabel dikatakan reliabel, jika memberi nilai Croanbach Alpa > 0,6 (Imam Ghozali, 2006). d. Two Ways Analysis of Variance Two ways analysis of variance digunakan untuk menguji variabel independen yang berjumlah dua dengan kategori yang jumlahnya dua, misalkan jenis kelamin. Taraf signifikansi yang dipergunakan dalam penelitian ini () adalah sebesar 5% (0,05). Berarti hasil kesimpulan ini secara umum mempunyai tingkat kesalahan sebesar 5% atau mempunyai tingkat kepercayaan sebesar 95%. Dengan demikian kriteria pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jika probabilitas atau signifikansi > 0,05, maka Ho tidak dapat ditolak jadi variance sama yang artinya tidak terdapat pengaruh pembingkaian terhadap eskalasi komitmen dan locus of control juga tidak berpengaruh terhadap eskalasi komitmen. 2. Jika probabilitas atau signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak jadi variance berbeda yang artinya terdapat pengaruh pembingkaian terhadap eskalasi komitmen dan locus of control juga berpengaruh terhadap eskalasi komitmen. Pembahasan Statistik Deskriptif Statistik deskriptif ditujukan untuk mendiskripsikan atau menggambarkan suatu data dalam variabel penelitian (pembingkaian, locus of control, eskalasi komitmen) yang dilihat dengan menggunakan nilai rata – rata (mean), minimum, maksimum dan standar deviasi (Imam Ghozali, 2006). Hasil statistik deskriptif dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut: 71 P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 Tabel 1 Statistik Deskriptif Descriptive Statistics Eskalasi_Komitmen Pembingkaian LoC Valid N (listwise) N 97 97 97 97 Minimum Maximum 1 5 0 1 0 1 Mean 3,23 ,56 ,85 Std. Deviation 1,476 ,499 ,363 Sumber: Data primer yang diolah, 2011 Berdasarkan tabel 1 statistik deskriptif di atas didapatkan nilai rata-rata dari eskalasi komitmen sebesar 3,23. Nilai minimum data eskalasi komitmen sebesar 1 dan nilai maksimumnya sebesar 5 dengan standar deviasi sebesar 1,476. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai standar deviasi lebih kecil daripada nilai rata-rata, hal ini berarti bahwa penyimpangan data yang terjadi rendah sehingga penyebaran datanya normal. Responden yang mememilih jawaban 1 dan 2 yang artinya menghentikan proyek sebanyak 41 responden atau 42%, sedangkan responden yang memilih untuk melanjutkan proyek dengan memilih skor 4 dan 5 sebanyak 56 responden atau 58%. Dari data diatas menunjukan bahwa tingkat eskalasi manajer perusahaan manufaktur yang ada di kota Semarang cukup tinggi yaitu sebesar 56%. Nilai rata-rata pada pembingkaian sebesar 0,56. Nilai minimum data pembingkaian sebesar 0 dan nilai maksimumnya sebesar 1, dengan standar deviasi sebesar 0,499. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai standar deviasi lebih besar daripada nilai rata-rata, hal ini berarti bahwa penyimpangan data yang terjadi rendah sehingga penyebaran datanya tidak normal. Responden yang memilih pembingkaian positif yaitu menghemat investasi sebesar 20 milyar sebanyak 43 responden atau 44%, sedangkan yang memilih pembingkaian negatif sebanyak 54 responden atau 56%. Data di atas menunjukan bahwa manajer keuangan perusahaan manufaktur di kota Semarang lebih memilih pembingkaian secara negatif yaitu sebesar 56%, manajer berharap dengan adanya tambahan investasi dapat memperbaiki investasi awal yang merosot. Nilai rata-rata pada locus of control sebesar 0,84. Nilai minimum data locus of control sebesar 0 dan nilai maksimumnya sebesar 1, dengan standar deviasi sebesar 0,363. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai standar deviasi lebih besar daripada nilai rata-rata, hal ini berarti bahwa penyimpangan data yang terjadi rendah sehingga penyebaran datanya tidak normal. Responden yang cenderung memiliki internal locus of control sebanyak 15 responden atau 15%, sedangkan yang cenderung memiliki external locus of control sebanyak 82 responden atau 85%. Data di atas menunjukan bahwa sebanyak 82 atau 85% manajer keuangan perusahaan manufaktur di kota Semarang cenderung memiliki locus of control eksternal. 72 P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Hasil perhitungan uji validitas menunjukkan bahwa pertanyaan – pertanyaan pada keseluruhan variabel secara keseluruhan valid dan layak digunakan untuk menunjukkan sejauh mana skor/nilai/ukuran yang diperoleh benar-benar menyatakan hasil pengukuran/ pengamatan yang ingin diukur. Uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner, suatu kuesioner dikatakan reliabel jika jawaban responden terhadap pertanyaaan konsisten. Pengujian reliabilitas ini dilakukan dengan pengelompokan berdasarkan variabel penelitian, berdasarkan hasil uji reliabilitas nilai cronbach alpha menunjukan 0,671. Jadi bisa dikatakan bahwa 3 variabel dalam penelitian ini reliabel, karena variabel dikatakan reliabel jika nilai cronbach alpha > 0,60. Pengujian Hipotesis (Two Ways Analysis of Variance) a. Uji Hipotesis Pertama dan Kedua Tabel 2 Levene Tes Levene's Test of Equality of Error Variancesa Dependent Variable:eskalasi_komitmen F 4,842 df1 df2 3 Sig. 93 ,004 Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + pembingkaian + LoC Hasil uji levene test menunjukkan bahwa nilai F test sebesar 4,842 dan signifikan pada 0,05 (p<0,05) yang berarti hipotesis nol dapat ditolak yang menyatakan variance tidak sama. Karena nilai signifikansi < 0,05 maka asumsi anova dilanggar, namun analisis masih dapat dilanjutkan sepanjang sampel group memiliki sampel size yang sama (secara proporsional) (Imam, ghozali, 2006). Tabel 3 Anova 2 arah Tests of Between-Subjects Effects 73 P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 Dependent Variable: Eskalasi_Komitmen Type III Sum Source of Squares Df Mean Square F a Corrected Model 177,261 2 88,630 262,405 Intercept 377,104 1 377,104 1116,478 Pembingkaian 113,645 1 113,645 336,464 LoC 7,473 1 7,473 22,126 Error 31,750 94 ,338 Total 1219,000 97 Corrected Total 209,010 96 a. R Squared = ,848 (Adjusted R Squared = ,845) Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 Hasil uji anova menunjukkan bahwa terdapat pengaruh langsung pembingkaian terhadap eskalasi komitmen. Hal ini terlihat dari nilai F sebesar 113,645 dan signifikan pada p=0,000. Sedangkan variabel locus of control juga mempunyai pengaruh secara langsung terhadap eskalasi komitmen. Hal ini dapat dilihat dari nilai F sebesar 7,473 dan signifikan pada p=0,000. Nilai R adjusted sebesar 0,845 berarti varibilitas eskalasi komitmen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel pembingkaian dan locus of control sebesar 86%. Hasil pengujian di atas membuktikan bahwa pembingkaian memiliki pengaruh positif terhadap eskalasi komitmen, artinya bahwa informasi yang disajikan dalam bentuk positif maupun negatif dapat mempengaruhi seorang manajer dalam mengambil keputusan. Hal ini menunjukkan bahwa informasi yang disajikan secara positif dapat mengurangi perilaku eskalasi komitmen pada seorang manajer, sedangkan jika informasi disajikan secara negatif maka seorang manajer akan cenderung bereskalasi lebih besar. Seorang manajer yang menerima informasi secara negatif memandang eskalasi komitmen sebagai sebuah pilihan untuk memperbaiki kinerjanya yang merosot pada masa lampau. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama dalam penelitian ini diterima, yaitu pembingkaian berpengaruh terhadap eskalasi komitmen. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Fransto (2003), Yusnaini (2005) dan Tri (2008) yang menyatakan bahwa pembingkaian berpengaruh positif terhadap eskalasi komitmen. Dari hasil pengujian diatas menunjukan bahwa locus of control juga berpengaruh terhadap eskalasi komitmen, artinya locus of control internal maupun locus of control eksternal dapat mempengaruhi manajer dalam mengambil keputusan. Dalam penelitian ini, manajer yang cenderung memiliki locus of control eksternal bereskalasi lebih besar dari pada manajer yang cenderung memiliki locus of control internal. Pada umumnya manajer yang cenderung memiliki locus of control eksternal akan bereskalasi lebih rendah dibandingkan manajer yang cenderung memiliki locus of control internal, hal tersebut dikarenakan manajer yang cenderung memiliki locus of control eksternal 74 P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 memandang segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupannya lebih disebabkan faktor diluar dirinya dan lebih mempercayai takdir dibandingkan dengan kemampuannya. Manajer yang cenderung memiliki locus of control internal pada umumnya akan bereskalasi lebih besar dibandingkan manajer yang cenderung memiliki locus of control eksternal, hal tersebut dikarenakan manajer yang cenderung memiliki locus of control internal memandang eskalasi komitmen sebagai pilihan untuk memperbaiki kinerja yang merosost pada awal investasi dan untuk menjaga kepercayaan dari pihak internal maupun eksternal perusahaan. Perbedaan hasil ini kemungkinan disebabkan karena mayoritas responden adalah manajer yang masih tergolong baru dalam menempati posisi sebagai manajer keuangan sehingga masih belum berpengalaman sebagai manajer keuangan, selain itu masa kerja yang masih baru juga mudah untuk diintervensi oleh lingkungan sekitar, meskipun mayoritas usia para manajer berkisar antara 45 – 50 tahun namun hal tersebut tidak dapat dijadikan ukuran bahwa manajer tersebut sudah berpengalaman. Penggunaan instrumen untuk mengukur variabel locus of control yang kurang tepat juga dirasa menjadi penyebab hasil yang berbeda, sehingga bisa menimbulkan bias ketika responden menjawab kuesioner. Hasil penelitian ini berlainan dengan penelitian Andi (2010), karena dalam penelitian Andi (2010) locus of control sebagai variabel moderasi dan hasil pengujian menunjukan bahwa locus of control tidak menguatkan hubungan antara justice dan eskalasi komitmen. Kesimpulan Berdasarkan pengujian dari efek pembingkaian dan locus of control sebagai determinan eskalasi komitmen (studi kasus pada perusahaan manufaktur di kota Semarang), maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Variabel pembingkaian berpengaruh positif terhadap eskalasi komitmen yang ditunjukkan dengan nilai signifikan pada p=0,000 atau p < 0,05, artinya bahwa informasi yang disajikan dalam bentuk positif maupun negatif dapat mempengaruhi seorang manajer dalam mengambil keputusan. 2. Variabel locus of control berpengaruh positif terhadap eskalasi komitmen, hal tersebut ditunjukan dengan nilai signifikansi p=0,000 atau p < 0,05, artinya locus of contol internal maupun locus of control eksternal yang dimilki oleh manajer dapat mempengaruhi dalam pegambilan keputusan. 75 P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 Keterbatasan Keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Teori prospek tidak bisa menjelaskan eskalasi komitmen secara lengkap, karena untuk menjelaskan eskalasi komitmen diperlukan 3 teori yaitu teori justifikasidiri, teori prospek, dan teori dilema keputusan. 2. Instrument locus of control dirasa kurang sesuai dengan keadaan yang ada di Indonesia. 3. Peneliti tidak bisa mengontrol, apakah yang mengisi kuesioner tersebut manajer atau orang lain. 4. Untuk perusahaan manufaktur yang berskala besar dan sedang pengambil keputusan untuk investasi adalah top manajer dan bukan manajer keuangan. Saran Berdasarkan keterbatasan dari hasil penelitian ini, maka saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah: 1. Untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan teori justifikasidiri, teori dilema keputusan maupun teori keagenan untuk dapat menerangkan eskalasi secara lebih lengkap. 2. Penggunaan instrument locus of control yang sesuai dengan keadaan yang ada di Indonesia diharapkan mendapat hasil yang lebih baik lagi. 3. Untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal dan untuk mengontrol objek penelitian, maka diharapkan penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode observasi (pengamatan) langsung kepada objek atau metode eksperiment sebagai penganti metode kuesioner . 4. Sebaiknya objek yang digunakan dalam penelitian selanjutnya adalah top manajer yang bertugas sebagai pengambil keputusan. Implikasi Manajerial Implikasi manajerial bagi perusahaan sesuai dengan hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1. Hasil analisis menunjukkan bahwa pembingkaian berpengaruh positif terhadap eskalasi komitmen, sehingga perusahaan harus memperhatikan informasi yang disampaikan kepada manajer agar keputusan yang dibuat tidak merugikan perusahaan. 2. Hasil analisis menunjukkan bahwa locus of control berpengaruh positif terhadap eskalasi komitmen, sehingga perusahaan harus mempunyai kontrol atau pengendalian terhadap seorang manajer dalam mengambil keputusan agar tidak merugikan perusahaan. 76 P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 Referensi Andi, Irfan (2010), Pengaruh Locus of Control Terhadap Hubungan antara Justice dan Tingkat Eskalasi Komitmen Dalam Penganggaran Modal, Simposium Nasional Akuntansi 13, Purwokerto 13 – 14 Oktober 2010, hlm 1 – 26. Effriyanti (2005), Pemanfaatan Informasi Akuntansi Untuk Menghindari Eskalasi Komitmen Pada Level Pengambilan Keputusan. Simposium Nasional Akuntansi 8, Solo 15 – 16 September 2005, hlm 747 – 758. Frasto, Biyanto (2003), Hubungan Pembingkaian Informasi Anggaran, Tanggung Jawab, dan Pengalaman Terhadap Pilihan Keputusan Pada Investasi Berisiko, Simposium Nasional Akuntansi 6, Surabaya 16 – 17 Oktober 2003, hlm 883 – 894. Ghozali, Imam (2006), Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gudono dan Cecilia Engko (2007), Pengaruh Kompleksitas Tugas dan Locus of Control Terhadap Hubungan antara Gaya Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja Auditor. Simposium Nasional Akuntansi 10, Makassar 26 – 28 Juli 2007, hlm 1 – 34. Handoko, Jesica (2008), Penilaian Keputusan Investivigasi Varian: Efek Outcome dan Framing. JAVANISI. Vol 14 No.4. 2008. Sekaran, Uma (2006a), Metode Penelitian Bisnis, Buku1, (Terjemahan), Jakarta: Salemba Empat. Sekaran, Uma (2006b), Metode Penelitian Bisnis, Buku2, (Terjemahan), Jakarta: Salemba Empat. Spector, Paul E (1998), Work Locus of Control Scale, tersedia di www.google_translate.com (Januari 2010) Tri, Koroy Ramaraya (2008), Pengujian Efek Pembingkaian Sebagai Determinan Eskalasi Komitmen Dalam Keputusan Investasi : Dampak Dari Pengalaman Kerja, Simposium Nasional Akuntansi 11, Pontianak Mei 2008, hal 1 – 26. Wayan, I Suarta (2003), Strategi Reduksi Eskalasi Komitmen Sunk Cost, Simposium Nasional Akuntansi 6, Surabaya 16 – 17 Oktober 2003, hlm 984 – 993. Yusnaini (2005), Analisis Framing dan Causal Cognitive Mapping Dalam Pengambilan Keputusan Stratejik. Simposium Nasional Akuntansi 8, Solo 15 – 16 September 2005, hlm 736 – 746. 77