BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pemerintah Daerah Dan Fungsi Pemerintah Daerah
1.
Pengertian Pemerintah Daerah
Menurut Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (5), pengertian
pemerintahan daerah adalah sebagai berikut:
Pemerintah daerah merupakan daerah otonom yang dapat menjalankan
urusan pemerintahan dengan seluas-luasnya serta mendapat hak untuk
mengatur kewenangan pemerintahan kecuali urusan pemerintahan yang
oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, pengertian pemerintahan daerah adalah sebagai berikut:
Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
dilakukan oleh lembaga pemerintahan daerah yaitu Pemerintah Daerah
(pemda) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Penyelenggaraan
ini dilakukan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Asas otonomi adalah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah
dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta
dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
5
6
Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah,
sedangkan DPRD adalah berupa lembaga perwakilan rakyat.
2.
Fungsi Pemerintah Daerah
Fungsi pemerintah daerah dapat diartikan sebagai perangkat daerah
menjalankan, mengatur dan menyelenggarakan jalannya pemerintahan. Fungsi
pemerintah daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah :
a. Pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
b. Menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang
menjadi urusan pemerintahan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah.
c. Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan
memiliki hubungan pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah.
Dimana hubungan tersebut meliputi wewenang, keuangan, pelayanan
umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya.
Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara
optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian
sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah. Semua sumber keuangan
yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah
menjadi sumber keuangan daerah.
7
B. Anggaran dan Proses Penyusunan Anggaran Pemerintah Daerah
1.
Pengertian Anggaran
Anggaran pada suatu organisasi memiliki peran sebagai alat untuk
membantu manajemen dalam pelaksanaan, fungsi perencanaan, koordinasi,
pengawasan dan juga sebagai pedoman kerja dalam menjalankan organisasi untuk
tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Marconi dan Siegel (1983) dalam
Hehanusa (2003, p.406-407) manfaat anggaran adalah :
a. Anggaran merupakan hasil dari proses perencanaan, berarti anggaran
mewakili kesepakatan negosiasi di antara partisipan yang dominan dalam
suatu organisasi mengenai tujuan kegiatan di masa yang akan datang.
b. Anggaran merupakan gambaran tentang prioritas alokasi sumber daya
yang dimiliki karena dapat bertindak sebagai blue print aktivitas
perusahaan.
c. Anggaran merupakan alat komunikasi internal yang menghubungkan
departemen (divisi) yang satu dengan departemen (divisi) lainnya dalam
organisasi maupun dengan manajemen puncak.
d. Anggaran
menyediakan
informasi
tentang
hasil
kegiatan
yang
sesungguhnya dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan.
e. Anggaran sebagai alat pengendalian yang mengarah manajemen untuk
menentukan bagian organisasi yang kuat dan lemah, hal ini akan dapat
mengarahkan manajemen untuk menentukan tindakan koreksi yang harus
diambil.
8
f. Anggaran mempengaruhi dan memotivasi manajer dan karyawan untuk
bekerja dengan konsisten, efektif dan efisien dalam kondisi kesesuaian
tujuan antara tujuan perusahaan dengan tujuan karyawan.
2.
Sistem Penganggaran Pemerintah Daerah
Setiap organisasi membutuhkan sumber pendanaan untuk operasional
organisasi. Sumber pendanaan untuk pemerintah daerah berasal dari pendapatan
asli daerah (PAD), transfer dari pemerintah pusat, dan lain-lain pendapatan yang
sah. Sumber dana tersebut dikelola dalam bentuk penetapan anggaran untuk setiap
tahunnya. Anggaran pemerintah daerah dituangkan dalam suatu bentuk Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pengertian APBD menurut UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Anggaran
merupakan
instrumen
perencanaan
dan
pengendalian
manajemen yang berperan penting dalam organisasi sektor publik. Tidak seperti di
sektor swasta yang menjadikan anggaran sebagai dokumen rahasia perusahaan
sehingga tertutup untuk pihak luar, di sektor publik anggaran merupakan dokumen
publik yang bisa diakses oleh publik untuk diketahui, diberi masukan, dikritisi,
dan diperdebatkan. Anggaran sektor publik harus bersifat partisipatif yang
melibatkan masyarakat dalam perencanaan anggaran agar aspirasi dan kebutuhan
publik dapat diakomodasi dalam anggaran.
9
Anggaran juga merupakan bagian dari fungsi manajemen. Di sektor swasta
maupun di sektor publik, termasuk pemerintah, anggaran merupakan bagian dari
aktivitas penting yang dilakukan secara rutin. Menurut UU Nomor 17 Tahun
2003, anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi.
Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan
pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam
rangka mencapai tujuan bernegara.
Anggaran pemerintah daerah selaku sektor publik bersifat terbuka, dalam
arti bukan sesuatu yang rahasia, akan tetapi bisa diakses dan terbuka untuk
diketahui publik. Bahkan penyusunan anggarannya pun melibatkan masyarakat
melalui model anggaran partisipatif.
Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik, jika proses penetapannya
terlambat akan berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Khusus
mengenai anggaran di sektor publik, mekanisme pembahasan anggaran di
DPR/DPRD harus diatur secara jelas, termasuk pembagian tugas antara
panitia/komisi anggaran dan komisi-komisi pasangan kerja kementerian
negara/lembaga/perangkat daerah di DPR/DPRD.
Sebagai instrumen sistem perencanaan dan pengendalian manajemen,
anggaran mempunyai peran dalam sektor publik antara lain yaitu:
a.
Sebagai alat perencanaan. Anggaran merupakan alat perencanaan
organisasi dalam bentuk keuangan untuk periode tertentu. Anggaran berisi
10
rencana pendapatan yang akan diterima dan pengeluaran yang akan
dilakukan selama periode anggaran. Anggaran juga berisi rencana program
dan kegiatan yang akan dilakukan organisasi beserta kebutuhan dana yang
diperlukan dan target kinerja yang hendak dicapai.
b.
Sebagai alat pengendalian. Anggaran dapat berfungsi sebagai alat
pengendalian manajemen agar orang-orang dalam organisasi yang
bertanggung jawab atas implementasi strategi, program, kegiatan, dan
anggaran bekerja sesuai dengan yang direncanakan dalam anggaran (on
budget) dan tidak menyimpang dari anggaran (out of budget). Anggaran
dapat digunakan untuk memantau tingkat capaian kerja organisasi
(realisasi) dengan target (anggaran) yang ditetapkan selama periode
tertentu.
c.
Sebagai alat koordinasi dan komunikasi. Anggaran dapat berfungsi sebaai
alat untuk mengoordinasikan berbagai bagian organisasi dalam proses
perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban anggaran. Juga dapat
berfungsi sebagai alat komunikasi dalam organisasi antara atasan dan
bawahan dan antar unit kerja. Komunikasi anggaran juga dilakukan antara
eksekutif dan legislatif sebagai pelaksanaan fungsi budget, legislasi, dan
pengawasan.
d.
Sebagai alat penilaian kinerja. Penilaian atas organisasi atau manajer
dilakukan berdasarkan realisasi dan target anggaran. Kinerja pendapatan
dinilai baik apabila realisasinya lebih besar daripada anggarannya, karena
anggaran pendapatan merupakan batas minimal atas pendapatan yang
11
harus diperoleh. Sebaliknya kinerja belanja dinilai baik apabila
realisasinya tidak melampaui target anggarannya, karena anggaran belanja
merupakan batas maksimal belanja yang boleh dilakukan.
e.
Sebagai alat motivasi. Anggaran bisa berfungsi sebagai alat motivasi jika
pencapaian target anggaran diikuti dengan adanya insentif, bonus, dan
kompensasi yang berbentuk keuangan dan atau penghargaan sosial dan
psikologis yang bersifat nonkeuangan atas prestasi yang telah dicapai.
Dalam penganggaran sektor publik, terdapat aspek perilaku dan politik
yang perlu diperhatikan. Anggaran dapat mempengaruhi perilaku pimpinan dan
pegawai yang berperan sebagai pelaksana anggaran. Aspek perilaku dalam
anggaran dapat mempengaruhi kinerja anggaran. Beberapa aspek perilaku dalam
penganggaran sektor publik antara lain yaitu:
a.
Partisipasi Anggaran. Partisipasi anggaran merupakan pelibatan staf dan
manajer dalam proses penyusunan anggaran. Partisipasi anggaran dapat
meningkatkan motivasi dan tanggung jawab staf dan manajer terhadap
pencapaian target anggaran. Sebaliknya anggaran yang tidak partisipatif
dapat berdampak negatif terhadap motivasi dan komitmen pelaksana
anggaran untuk mencapai target anggaran.
b.
Keterlibatan Manajemen Senior. Keterlibatan manajemen senior dalam
penganggaran penting untuk menghasilkan anggaran yang berkualitas.
Keterlibatan manajemen senior tercermin salam peran aktif Tim Anggaran
12
Pemerintah Daerah dalam memberikan arahan, evaluasi, dan koreksi
terhadap usulan anggaran yang diajukan oleh unit kerja.
c.
Senjangan Anggaran. Senjangan anggaran (budgetary slack) merupakan
selisih antara jumlah yang dianggarkan dengan kemampuan atau
kebutuhan riil yang dimiliki pengguna anggaran.
Penganggaran sektor publik merupakan suatu proses politik, bukan
semata-mata permasalahan teknis akuntansi, keuangan, dan manajerial saja.
Anggaran merefleksikan prioritas program dan kegiatan yang harus didahulukan
dan dianggarkan. Anggaran harus mendapatkan persetujuan dewan legislatif,
sedangkan dewan legislatif merupakan lembaga politik. Anggaran harus melalui
proses politik baik di legislatif maupun eksekutif. Semua itu menunjukan bahwa
anggaran sektor publik merupakan instrumen politik.
Terdapat beberapa area atau tahapan dalam siklus anggaran yang
melibatkan terjadinya proses politik anggaran, antara lain pada saat penyusunan
kebijakan umum anggaran (KUA), penyusunan prioritas dan plafon anggaran
sementara (PPAS), penentuan alokasi anggaran, dan pembahasan anggaran. Untuk
mencapai kesepakatan bersama diperlukan negosiasi politik, komunikasi politik,
koalisi, kerjasama atau kesepakatan politik tertentu. Namun meskipun terdapat
proses politik didalamnya tidak berarti harus terjadi kebuntuan. Hal itu bisa diatasi
jika masing-masing pihak memiliki kepentingan politik yang sama yaitu untuk
menyejahterakan masyarakat dan memajukan bangsa. Dalam penyusunan plafon
dan anggaran tidak semata bersifat politis tetapi juga dengan pertimbangan teknis
13
karena harus terdapat perhitungan yang wajar dan rasional. Dalam hal alokasi
anggaran, seringkali terdapat permasalahan politis berupa unsur kedekatan dengan
pimpinan. Misalnya pengguna anggaran yang memiliki kedekatan dengan
pimpinan mendapat alokasi anggaran lebih banyak dibandingkan dengan yang
tidak memiliki kedekatan. Sedangkan nuansa politis paling tinggi umumnya
terjadi pada saat pembahasan anggaran. Pada tahap pembahasan anggaran
mungkin saja rencana anggaran yang diusulkan oleh pemerintah tidak disetujui
oleh dewan, atau pemerintah harus mengakomodasi kepentingan dewan dengan
membuat usulan anggaran baru atau merevisi rencana anggaran yang diusulkan.
Pembahasan juga bisa bermasalah jika terjadi perubahan arah koalisi partai politik
yang menyebabkan mundurnya jadwal pembahasan dan persetujuan anggaran.
3.
Proses Penyusunan dan Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah
APBD
merupakan
dasar
dalam
pelaksanaan
penyelenggaraan
pemerintahan daerah. APBD disusun berdasarkan peraturan menteri dalam negeri
yang diterbitkan setiap tahun untuk masing-masing tahun anggaran. Untuk APBD
tahun anggaran 2013 disusun berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2012
tentang
Pedoman
Penyusunan
APBD
Tahun
Anggaran
2013.
Agar
penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana,
maka APBD harus ditetapkan paling lambat tanggal 31 Desember sebelum tahun
anggaran tersebut dimulai.
14
APBD disusun melalui suatu proses yang dimulai dari penyusunan dan
penetapan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD); penyusunan Kebijakan
Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS);
penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKASKPD); penyampaian rancangan peraturan daerah (raperda) APBD; pembahasan
raperda APBD di DPRD; sampai dengan evaluasi rancangan peraturan daerah
(raperda) APBD dan rancangan peraturan kepala daerah (raperkada) penjabaran
APBD oleh Gubernur atau Menteri Dalam Negeri; dan penetapan perda APBD
dan perkada penjabaran APBD. Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006,
yang dimaksud dengan RKPD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode
1 (satu) tahun; pengertian KUA adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang
pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk
periode 1 (satu) tahun. Pengertian PPAS adalah program prioritas dan patokan
batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program
sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD setelah disepakati dengan DPRD.
Pengertian RKA-SKPD adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang
berisi rencana pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan SKPD serta
rencana pembiayaan sebagai dasar penyusunan APBD. Untuk memperoleh RKPD
yang sesuai dengan kebutuhan pemerintah daerah, maka dilakukan musyawarah
perencanaan pembangunan (musrenbang) mulai dari tingkat desa/kelurahan,
kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 8
tahun 2008, pengertian musrenbang adalah forum antarpemangku kepentingan
dalam rangka menyusun rencana pembangunan daerah.
15
Ketentuan lainnya yang mengatur proses penyusunan dan penetapan
APBD adalah Permendagri 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Tahapan, Tata
Cara
Penyusunan,
Pengendalian,
dan
Evaluasi
Pelaksanaan
Rencana
Pembangunan Daerah. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa
proses penyusunan dan penetapan APBD terdiri atas tahapan-tahapan, yaitu:
a.
Penyusunan dan Penetapan RKPD Provinsi/Kabupaten/Kota
Tahapan ini akan menghasilkan keluaran (output) berupa RKPD.
Prosesnya dimulai dari penyusunan rancangan RKPD sampai dengan penetapan
RKPD dan rencana kerja (renja) SKPD . Bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan
penyusunan rancangan RKPD dan renja SKPD, juga dilaksanakan kegiatan
musrenbang desa/kelurahan dan musrenbang kecamatan. Selanjutnya, hasil
rancangan RKPD dan renja SKPD beserta hasil musrenbang kecamatan dibahas
dalam forum SKPD . Hasil kegiatan forum SKPD akan dijadikan bahan masukan
dalam pelaksanaan kegiatan musrenbang kabupaten/kota yang selanjutnya akan
menghasilkan RKPD dan renja SKPD. Forum SKPD yaitu Forum SKPD
merupakan wahana antar pihak-pihak yang langsung atau tidak langsung
mendapatkan manfaat atau dampak dari program dan kegiatan sesuai dengan
tugas dan fungsi SKPD provinsi dan kabupaten/kota.
16
b.
Penyusunan KUA dan PPAS
Tahapan ini akan menghasilkan keluaran
(output) berupa Nota
Kesepakatan KUA dan PPAS. Prosesnya dimulai dengan menyusun rancangan
awal KUA dan PPAS oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), kemudian
disampaikan kepada sekretaris daerah untuk disetujui dan selanjutnya diotorisasi
oleh kepala daerah. Rancangan KUA dan PPAS yang telah diotorisasi oleh kepala
daerah ini disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dan disepakati bersama.
Yang dimaksud dengan TAPD menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006
adalah tim yang dibentuk dengan keputusan kepala daerah dan dipimpin oleh
sekretaris daerah yang mempunyai tugas menyiapkan serta melaksanakan
kebijakan kepala daerah dalam rangka penyusunan APBD yang anggotanya terdiri
dari pejabat perencana daerah, PPKD dan pejabat lainnya sesuai dengan
kebutuhan. Sedangkan pengertian PPKD adalah kepala satuan kerja pengelola
keuangan daerah yang selanjutnya disebut dengan kepala SKPKD yang
mempunyai tugas melaksanakan
pengelolaan APBD dan bertindak sebagai
bendahara umum daerah.
c.
Penyusunan RKA-SKPD dan Penyampaian Raperda APBD
Tahapan ini akan menghasilkan keluaran (output) berupa raperda APBD
yang akan disampaikan ke DPRD. Prosesnya dimulai dari penerbitan Surat Edaran
Kepala Daerah tentang Pedoman Penyusunan RKA SKPD sebagai acuan dalam
menyusun RKA-SKPD, penyusunan RKA SKPD dan disampaikan ke PPKD
17
untuk dibahas, pembahasan RKA-SKPD, dan penyusunan raperda APBD serta
penyerahan ke DPRD untuk dibahas.
d.
Pembahasan Raperda APBD di DPRD
Tahapan ini akan menghasilkan keluaran (output) berupa Persetujuan
Bersama Raperda APBD.
e.
Evaluasi Raperda APBD dan Raperkada Penjabaran APBD oleh Gubernur
atau Menteri Dalam Negeri serta penetapan Perda APBD dan Perkada
Penjabaran APBD
Tahapan ini akan menghasilkan keluaran (output) berupa penetapan perda
APBD dan perkada Penjabaran APBD. Prosesnya dimulai dari penyampaian
raperda APBD setelah persetujuan bersama dan raperkada Penjabaran APBD ke
Gubernur (untuk tingkat kabupaten/kota) atau Menteri Dalam Negeri (untuk
tingkat provinsi) untuk dievaluasi, pelaksanaan evaluasi oleh Gubernur atau
Mendagri, dan penetapan Raperda APBD dan Raperkada Penjabaran APBD
menjadi Perda APBD dan Perkada Penjabaran APBD setelah diperbaiki terlebih
dahulu.
Ketepatan waktu penyusunan APBD harus dilihat pada tiap proses yang
terjadi dalam tahapan penyusunan APBD seperti yang diungkap dalam paragraf
sebelumnya (dimulai dari penyusunan dan penetapan RKPD hingga penetapan
perda APBD), karena keluaran (output) dari tahap sebelumnya menjadi masukan
(input) bagi tahap selanjutnya. Batasan waktu mengenai penyelesaian proses
18
penyusunan APBD diatur dalam berbagai ketentuan peraturan perundangundangan diantaranya yaitu Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan
Rencana Pembangunan Daerah. Batasan waku tersebut akan diuraikan pada
bagian berikut ini.
Tahap
pertama
yaitu
penyusunan
dan
penetapan
RKPD
Provinsi/Kabupaten/Kota, didalamnya terdapat kegiatan antara lain yaitu
musrenbang dan penyusunan rancangan RKPD. Menurut ketentuan dalam
Permendagri nomor 54 tahun 2010, batas waktu penyelesaian tahap pertama
adalah akhir bulan Mei atau tanggal 31 Mei. Keluaran (output) pada tahap ini
yaitu dokumen RKPD.
Tahap kedua yaitu penyusunan KUA dan PPAS, didalamnya terdapat
kegiatan penyusunan rancangan awal KUA dan PPAS, penyerahan rancangan
awal KUA dan PPAS kepada DPRD, dan pembahasan rancangan awal KUA dan
PPAS dengan DPRD. Menurut ketentuan dalam Permendagri nomor 59 tahun
2007, batas waktu pelaksanaan tahap ini adalah akhir bulan Juli atau tanggal 31
Juli. Keluaran (output) pada tahap ini yaitu Nota Kesepakatan KUA dan PPAS.
Tahap ketiga yaitu penyusunan RKA SKPD dan penyampaian raperda
APBD, didalamnya terdapat kegiatan penerbitan Surat Edaran Kepala Daerah
tentang Pedoman Penyusunan RKA SKPD sebagai acuan dalam menyusun RKASKPD, penyusunan RKA SKPD, penyampaian RKA SKPD ke PPKD untuk
19
dibahas, pembahasan RKA-SKPD, dan penyusunan raperda APBD serta
penyerahan ke DPRD untuk dibahas. Menurut ketentuan dalam Permendagri
nomor 59 tahun 2007, batas waktu pelaksanaan tahap ini adalah minggu pertama
bulan Otober atau tanggal 7 Oktober. Keluaran (output) pada tahap ini yaitu
Raperda APBD yang akan disampaikan ke DPRD.
Tahap keempat yaitu pembahasan raperda APBD di DPRD. Menurut
ketentuan dalam Permendagri nomor 59 tahun 2007, batas waktu pelaksanaan
tahap ini adalah paling lama satu bulan sebelum tahun anggaran berakhir atau
tanggal 30 November. Keluaran (output) pada tahap ini yaitu Persetujuan Bersama
Raperda APBD.
Tahap kelima yaitu evaluasi raperda APBD dan raperkada penjabaran
APBD oleh Gubernur atau Menteri Dalam Negeri serta penetapan perda APBD
dan perkada penjabaran APBD. Dalam tahap ini meliputi kegiatan yaitu
penyampaian raperda dan raperkada untuk dievaluasi, pelaksanaan evaluasi, dan
penetapan raperda dan raperkada menjadi perda dan perkada. Menurut ketentuan
dalam Permendagri nomor 59 tahun 2007, batas waktu penyampaian raperda dan
raperkada untuk dievaluasi adalah 3 hari kerja setelah persetujuan bersama;
kemudian penyelesaian pelaksanaan evaluasinya adalah 15 hari kerja sejak
diterimanya raperda dan raperkada tersebut; dan penetapan perda dan perkada
adalah atau tanggal 31 Desember. Keluaran (output) pada tahap ini yaitu Perda
APBD dan Raperkada Penjabaran APBD.
Download