BAB II LANDASAN TEORI A. Pemerintah Daerah Dan Fungsi Pemerintah Daerah 1. Pengertian Pemerintah Daerah Menurut Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (5), pengertian pemerintahan daerah adalah sebagai berikut: Pemerintah daerah merupakan daerah otonom yang dapat menjalankan urusan pemerintahan dengan seluas-luasnya serta mendapat hak untuk mengatur kewenangan pemerintahan kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pengertian pemerintahan daerah adalah sebagai berikut: Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan daerah yaitu Pemerintah Daerah (pemda) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Penyelenggaraan ini dilakukan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Asas otonomi adalah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. 5 6 Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah, sedangkan DPRD adalah berupa lembaga perwakilan rakyat. 2. Fungsi Pemerintah Daerah Fungsi pemerintah daerah dapat diartikan sebagai perangkat daerah menjalankan, mengatur dan menyelenggarakan jalannya pemerintahan. Fungsi pemerintah daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah : a. Pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. b. Menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintahan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah. c. Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah. Dimana hubungan tersebut meliputi wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya. Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah. 7 B. Anggaran dan Proses Penyusunan Anggaran Pemerintah Daerah 1. Pengertian Anggaran Anggaran pada suatu organisasi memiliki peran sebagai alat untuk membantu manajemen dalam pelaksanaan, fungsi perencanaan, koordinasi, pengawasan dan juga sebagai pedoman kerja dalam menjalankan organisasi untuk tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Marconi dan Siegel (1983) dalam Hehanusa (2003, p.406-407) manfaat anggaran adalah : a. Anggaran merupakan hasil dari proses perencanaan, berarti anggaran mewakili kesepakatan negosiasi di antara partisipan yang dominan dalam suatu organisasi mengenai tujuan kegiatan di masa yang akan datang. b. Anggaran merupakan gambaran tentang prioritas alokasi sumber daya yang dimiliki karena dapat bertindak sebagai blue print aktivitas perusahaan. c. Anggaran merupakan alat komunikasi internal yang menghubungkan departemen (divisi) yang satu dengan departemen (divisi) lainnya dalam organisasi maupun dengan manajemen puncak. d. Anggaran menyediakan informasi tentang hasil kegiatan yang sesungguhnya dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan. e. Anggaran sebagai alat pengendalian yang mengarah manajemen untuk menentukan bagian organisasi yang kuat dan lemah, hal ini akan dapat mengarahkan manajemen untuk menentukan tindakan koreksi yang harus diambil. 8 f. Anggaran mempengaruhi dan memotivasi manajer dan karyawan untuk bekerja dengan konsisten, efektif dan efisien dalam kondisi kesesuaian tujuan antara tujuan perusahaan dengan tujuan karyawan. 2. Sistem Penganggaran Pemerintah Daerah Setiap organisasi membutuhkan sumber pendanaan untuk operasional organisasi. Sumber pendanaan untuk pemerintah daerah berasal dari pendapatan asli daerah (PAD), transfer dari pemerintah pusat, dan lain-lain pendapatan yang sah. Sumber dana tersebut dikelola dalam bentuk penetapan anggaran untuk setiap tahunnya. Anggaran pemerintah daerah dituangkan dalam suatu bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pengertian APBD menurut UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Anggaran merupakan instrumen perencanaan dan pengendalian manajemen yang berperan penting dalam organisasi sektor publik. Tidak seperti di sektor swasta yang menjadikan anggaran sebagai dokumen rahasia perusahaan sehingga tertutup untuk pihak luar, di sektor publik anggaran merupakan dokumen publik yang bisa diakses oleh publik untuk diketahui, diberi masukan, dikritisi, dan diperdebatkan. Anggaran sektor publik harus bersifat partisipatif yang melibatkan masyarakat dalam perencanaan anggaran agar aspirasi dan kebutuhan publik dapat diakomodasi dalam anggaran. 9 Anggaran juga merupakan bagian dari fungsi manajemen. Di sektor swasta maupun di sektor publik, termasuk pemerintah, anggaran merupakan bagian dari aktivitas penting yang dilakukan secara rutin. Menurut UU Nomor 17 Tahun 2003, anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Anggaran pemerintah daerah selaku sektor publik bersifat terbuka, dalam arti bukan sesuatu yang rahasia, akan tetapi bisa diakses dan terbuka untuk diketahui publik. Bahkan penyusunan anggarannya pun melibatkan masyarakat melalui model anggaran partisipatif. Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik, jika proses penetapannya terlambat akan berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Khusus mengenai anggaran di sektor publik, mekanisme pembahasan anggaran di DPR/DPRD harus diatur secara jelas, termasuk pembagian tugas antara panitia/komisi anggaran dan komisi-komisi pasangan kerja kementerian negara/lembaga/perangkat daerah di DPR/DPRD. Sebagai instrumen sistem perencanaan dan pengendalian manajemen, anggaran mempunyai peran dalam sektor publik antara lain yaitu: a. Sebagai alat perencanaan. Anggaran merupakan alat perencanaan organisasi dalam bentuk keuangan untuk periode tertentu. Anggaran berisi 10 rencana pendapatan yang akan diterima dan pengeluaran yang akan dilakukan selama periode anggaran. Anggaran juga berisi rencana program dan kegiatan yang akan dilakukan organisasi beserta kebutuhan dana yang diperlukan dan target kinerja yang hendak dicapai. b. Sebagai alat pengendalian. Anggaran dapat berfungsi sebagai alat pengendalian manajemen agar orang-orang dalam organisasi yang bertanggung jawab atas implementasi strategi, program, kegiatan, dan anggaran bekerja sesuai dengan yang direncanakan dalam anggaran (on budget) dan tidak menyimpang dari anggaran (out of budget). Anggaran dapat digunakan untuk memantau tingkat capaian kerja organisasi (realisasi) dengan target (anggaran) yang ditetapkan selama periode tertentu. c. Sebagai alat koordinasi dan komunikasi. Anggaran dapat berfungsi sebaai alat untuk mengoordinasikan berbagai bagian organisasi dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban anggaran. Juga dapat berfungsi sebagai alat komunikasi dalam organisasi antara atasan dan bawahan dan antar unit kerja. Komunikasi anggaran juga dilakukan antara eksekutif dan legislatif sebagai pelaksanaan fungsi budget, legislasi, dan pengawasan. d. Sebagai alat penilaian kinerja. Penilaian atas organisasi atau manajer dilakukan berdasarkan realisasi dan target anggaran. Kinerja pendapatan dinilai baik apabila realisasinya lebih besar daripada anggarannya, karena anggaran pendapatan merupakan batas minimal atas pendapatan yang 11 harus diperoleh. Sebaliknya kinerja belanja dinilai baik apabila realisasinya tidak melampaui target anggarannya, karena anggaran belanja merupakan batas maksimal belanja yang boleh dilakukan. e. Sebagai alat motivasi. Anggaran bisa berfungsi sebagai alat motivasi jika pencapaian target anggaran diikuti dengan adanya insentif, bonus, dan kompensasi yang berbentuk keuangan dan atau penghargaan sosial dan psikologis yang bersifat nonkeuangan atas prestasi yang telah dicapai. Dalam penganggaran sektor publik, terdapat aspek perilaku dan politik yang perlu diperhatikan. Anggaran dapat mempengaruhi perilaku pimpinan dan pegawai yang berperan sebagai pelaksana anggaran. Aspek perilaku dalam anggaran dapat mempengaruhi kinerja anggaran. Beberapa aspek perilaku dalam penganggaran sektor publik antara lain yaitu: a. Partisipasi Anggaran. Partisipasi anggaran merupakan pelibatan staf dan manajer dalam proses penyusunan anggaran. Partisipasi anggaran dapat meningkatkan motivasi dan tanggung jawab staf dan manajer terhadap pencapaian target anggaran. Sebaliknya anggaran yang tidak partisipatif dapat berdampak negatif terhadap motivasi dan komitmen pelaksana anggaran untuk mencapai target anggaran. b. Keterlibatan Manajemen Senior. Keterlibatan manajemen senior dalam penganggaran penting untuk menghasilkan anggaran yang berkualitas. Keterlibatan manajemen senior tercermin salam peran aktif Tim Anggaran 12 Pemerintah Daerah dalam memberikan arahan, evaluasi, dan koreksi terhadap usulan anggaran yang diajukan oleh unit kerja. c. Senjangan Anggaran. Senjangan anggaran (budgetary slack) merupakan selisih antara jumlah yang dianggarkan dengan kemampuan atau kebutuhan riil yang dimiliki pengguna anggaran. Penganggaran sektor publik merupakan suatu proses politik, bukan semata-mata permasalahan teknis akuntansi, keuangan, dan manajerial saja. Anggaran merefleksikan prioritas program dan kegiatan yang harus didahulukan dan dianggarkan. Anggaran harus mendapatkan persetujuan dewan legislatif, sedangkan dewan legislatif merupakan lembaga politik. Anggaran harus melalui proses politik baik di legislatif maupun eksekutif. Semua itu menunjukan bahwa anggaran sektor publik merupakan instrumen politik. Terdapat beberapa area atau tahapan dalam siklus anggaran yang melibatkan terjadinya proses politik anggaran, antara lain pada saat penyusunan kebijakan umum anggaran (KUA), penyusunan prioritas dan plafon anggaran sementara (PPAS), penentuan alokasi anggaran, dan pembahasan anggaran. Untuk mencapai kesepakatan bersama diperlukan negosiasi politik, komunikasi politik, koalisi, kerjasama atau kesepakatan politik tertentu. Namun meskipun terdapat proses politik didalamnya tidak berarti harus terjadi kebuntuan. Hal itu bisa diatasi jika masing-masing pihak memiliki kepentingan politik yang sama yaitu untuk menyejahterakan masyarakat dan memajukan bangsa. Dalam penyusunan plafon dan anggaran tidak semata bersifat politis tetapi juga dengan pertimbangan teknis 13 karena harus terdapat perhitungan yang wajar dan rasional. Dalam hal alokasi anggaran, seringkali terdapat permasalahan politis berupa unsur kedekatan dengan pimpinan. Misalnya pengguna anggaran yang memiliki kedekatan dengan pimpinan mendapat alokasi anggaran lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak memiliki kedekatan. Sedangkan nuansa politis paling tinggi umumnya terjadi pada saat pembahasan anggaran. Pada tahap pembahasan anggaran mungkin saja rencana anggaran yang diusulkan oleh pemerintah tidak disetujui oleh dewan, atau pemerintah harus mengakomodasi kepentingan dewan dengan membuat usulan anggaran baru atau merevisi rencana anggaran yang diusulkan. Pembahasan juga bisa bermasalah jika terjadi perubahan arah koalisi partai politik yang menyebabkan mundurnya jadwal pembahasan dan persetujuan anggaran. 3. Proses Penyusunan dan Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD merupakan dasar dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah. APBD disusun berdasarkan peraturan menteri dalam negeri yang diterbitkan setiap tahun untuk masing-masing tahun anggaran. Untuk APBD tahun anggaran 2013 disusun berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2013. Agar penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana, maka APBD harus ditetapkan paling lambat tanggal 31 Desember sebelum tahun anggaran tersebut dimulai. 14 APBD disusun melalui suatu proses yang dimulai dari penyusunan dan penetapan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD); penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS); penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKASKPD); penyampaian rancangan peraturan daerah (raperda) APBD; pembahasan raperda APBD di DPRD; sampai dengan evaluasi rancangan peraturan daerah (raperda) APBD dan rancangan peraturan kepala daerah (raperkada) penjabaran APBD oleh Gubernur atau Menteri Dalam Negeri; dan penetapan perda APBD dan perkada penjabaran APBD. Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, yang dimaksud dengan RKPD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun; pengertian KUA adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun. Pengertian PPAS adalah program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD setelah disepakati dengan DPRD. Pengertian RKA-SKPD adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi rencana pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan SKPD serta rencana pembiayaan sebagai dasar penyusunan APBD. Untuk memperoleh RKPD yang sesuai dengan kebutuhan pemerintah daerah, maka dilakukan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) mulai dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008, pengertian musrenbang adalah forum antarpemangku kepentingan dalam rangka menyusun rencana pembangunan daerah. 15 Ketentuan lainnya yang mengatur proses penyusunan dan penetapan APBD adalah Permendagri 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa proses penyusunan dan penetapan APBD terdiri atas tahapan-tahapan, yaitu: a. Penyusunan dan Penetapan RKPD Provinsi/Kabupaten/Kota Tahapan ini akan menghasilkan keluaran (output) berupa RKPD. Prosesnya dimulai dari penyusunan rancangan RKPD sampai dengan penetapan RKPD dan rencana kerja (renja) SKPD . Bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan penyusunan rancangan RKPD dan renja SKPD, juga dilaksanakan kegiatan musrenbang desa/kelurahan dan musrenbang kecamatan. Selanjutnya, hasil rancangan RKPD dan renja SKPD beserta hasil musrenbang kecamatan dibahas dalam forum SKPD . Hasil kegiatan forum SKPD akan dijadikan bahan masukan dalam pelaksanaan kegiatan musrenbang kabupaten/kota yang selanjutnya akan menghasilkan RKPD dan renja SKPD. Forum SKPD yaitu Forum SKPD merupakan wahana antar pihak-pihak yang langsung atau tidak langsung mendapatkan manfaat atau dampak dari program dan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD provinsi dan kabupaten/kota. 16 b. Penyusunan KUA dan PPAS Tahapan ini akan menghasilkan keluaran (output) berupa Nota Kesepakatan KUA dan PPAS. Prosesnya dimulai dengan menyusun rancangan awal KUA dan PPAS oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), kemudian disampaikan kepada sekretaris daerah untuk disetujui dan selanjutnya diotorisasi oleh kepala daerah. Rancangan KUA dan PPAS yang telah diotorisasi oleh kepala daerah ini disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dan disepakati bersama. Yang dimaksud dengan TAPD menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 adalah tim yang dibentuk dengan keputusan kepala daerah dan dipimpin oleh sekretaris daerah yang mempunyai tugas menyiapkan serta melaksanakan kebijakan kepala daerah dalam rangka penyusunan APBD yang anggotanya terdiri dari pejabat perencana daerah, PPKD dan pejabat lainnya sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan pengertian PPKD adalah kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah yang selanjutnya disebut dengan kepala SKPKD yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah. c. Penyusunan RKA-SKPD dan Penyampaian Raperda APBD Tahapan ini akan menghasilkan keluaran (output) berupa raperda APBD yang akan disampaikan ke DPRD. Prosesnya dimulai dari penerbitan Surat Edaran Kepala Daerah tentang Pedoman Penyusunan RKA SKPD sebagai acuan dalam menyusun RKA-SKPD, penyusunan RKA SKPD dan disampaikan ke PPKD 17 untuk dibahas, pembahasan RKA-SKPD, dan penyusunan raperda APBD serta penyerahan ke DPRD untuk dibahas. d. Pembahasan Raperda APBD di DPRD Tahapan ini akan menghasilkan keluaran (output) berupa Persetujuan Bersama Raperda APBD. e. Evaluasi Raperda APBD dan Raperkada Penjabaran APBD oleh Gubernur atau Menteri Dalam Negeri serta penetapan Perda APBD dan Perkada Penjabaran APBD Tahapan ini akan menghasilkan keluaran (output) berupa penetapan perda APBD dan perkada Penjabaran APBD. Prosesnya dimulai dari penyampaian raperda APBD setelah persetujuan bersama dan raperkada Penjabaran APBD ke Gubernur (untuk tingkat kabupaten/kota) atau Menteri Dalam Negeri (untuk tingkat provinsi) untuk dievaluasi, pelaksanaan evaluasi oleh Gubernur atau Mendagri, dan penetapan Raperda APBD dan Raperkada Penjabaran APBD menjadi Perda APBD dan Perkada Penjabaran APBD setelah diperbaiki terlebih dahulu. Ketepatan waktu penyusunan APBD harus dilihat pada tiap proses yang terjadi dalam tahapan penyusunan APBD seperti yang diungkap dalam paragraf sebelumnya (dimulai dari penyusunan dan penetapan RKPD hingga penetapan perda APBD), karena keluaran (output) dari tahap sebelumnya menjadi masukan (input) bagi tahap selanjutnya. Batasan waktu mengenai penyelesaian proses 18 penyusunan APBD diatur dalam berbagai ketentuan peraturan perundangundangan diantaranya yaitu Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Batasan waku tersebut akan diuraikan pada bagian berikut ini. Tahap pertama yaitu penyusunan dan penetapan RKPD Provinsi/Kabupaten/Kota, didalamnya terdapat kegiatan antara lain yaitu musrenbang dan penyusunan rancangan RKPD. Menurut ketentuan dalam Permendagri nomor 54 tahun 2010, batas waktu penyelesaian tahap pertama adalah akhir bulan Mei atau tanggal 31 Mei. Keluaran (output) pada tahap ini yaitu dokumen RKPD. Tahap kedua yaitu penyusunan KUA dan PPAS, didalamnya terdapat kegiatan penyusunan rancangan awal KUA dan PPAS, penyerahan rancangan awal KUA dan PPAS kepada DPRD, dan pembahasan rancangan awal KUA dan PPAS dengan DPRD. Menurut ketentuan dalam Permendagri nomor 59 tahun 2007, batas waktu pelaksanaan tahap ini adalah akhir bulan Juli atau tanggal 31 Juli. Keluaran (output) pada tahap ini yaitu Nota Kesepakatan KUA dan PPAS. Tahap ketiga yaitu penyusunan RKA SKPD dan penyampaian raperda APBD, didalamnya terdapat kegiatan penerbitan Surat Edaran Kepala Daerah tentang Pedoman Penyusunan RKA SKPD sebagai acuan dalam menyusun RKASKPD, penyusunan RKA SKPD, penyampaian RKA SKPD ke PPKD untuk 19 dibahas, pembahasan RKA-SKPD, dan penyusunan raperda APBD serta penyerahan ke DPRD untuk dibahas. Menurut ketentuan dalam Permendagri nomor 59 tahun 2007, batas waktu pelaksanaan tahap ini adalah minggu pertama bulan Otober atau tanggal 7 Oktober. Keluaran (output) pada tahap ini yaitu Raperda APBD yang akan disampaikan ke DPRD. Tahap keempat yaitu pembahasan raperda APBD di DPRD. Menurut ketentuan dalam Permendagri nomor 59 tahun 2007, batas waktu pelaksanaan tahap ini adalah paling lama satu bulan sebelum tahun anggaran berakhir atau tanggal 30 November. Keluaran (output) pada tahap ini yaitu Persetujuan Bersama Raperda APBD. Tahap kelima yaitu evaluasi raperda APBD dan raperkada penjabaran APBD oleh Gubernur atau Menteri Dalam Negeri serta penetapan perda APBD dan perkada penjabaran APBD. Dalam tahap ini meliputi kegiatan yaitu penyampaian raperda dan raperkada untuk dievaluasi, pelaksanaan evaluasi, dan penetapan raperda dan raperkada menjadi perda dan perkada. Menurut ketentuan dalam Permendagri nomor 59 tahun 2007, batas waktu penyampaian raperda dan raperkada untuk dievaluasi adalah 3 hari kerja setelah persetujuan bersama; kemudian penyelesaian pelaksanaan evaluasinya adalah 15 hari kerja sejak diterimanya raperda dan raperkada tersebut; dan penetapan perda dan perkada adalah atau tanggal 31 Desember. Keluaran (output) pada tahap ini yaitu Perda APBD dan Raperkada Penjabaran APBD.