BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tujuan nasional yang dicita -citakan oleh founding fathers adalah
memajukan
kesejahteraan
umum.
Hal
tersebut
jelas
tercantum
dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang menyatakan bahwa salah satu dari tujuan pemerintah adalah untuk
memajukan kesejahteraan umum. M emajukan kesejahteraan umum berarti
memenuhi kebutuhan dasar manusia yang terdiri atas kebutuhan pangan,
sandang, pendidikan, kesehatan, lapangan kerja dan ketenteraman hidup.
Setiap orang berhak untuk mendapatkan pekerjaan dalam
rangka
memenuhi kebutuhan dasar tersebut. Hak tiap-tiap individu untuk bekerja telah
dijamin dalam
Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, yang
menyatakan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam melakukan pekerjaan harus
dibedakan antara pekerjaan diluar hubungan kerja dan pekerjaan di dalam
hubungan kerja. Dalam pekerjaan diluar hubungan kerja, seseorang tidak akan
menggantungkan upahnya dari orang lain, melainkan dari hasil menciptakan
lapangan kerja secara mandiri dimana hasil dar i pekerjaan tersebut akan
dinikmati sendiri. Sedangkan pekerjaan dalam hubungan kerja adalah kondisi
dimana seseorang menggantungkan upahnya dari pemberian orang lain dimana
2
upah tersebut merupakan imbalan atas jerih payah yang telah dilakukannya
untuk kepentingan orang yang memberikan upah padanya. 1
Pembangunan
sektor
ketenagakerjaan
sebagai
bagian
dari
upaya
pembangunan sumber daya manusia merupakan salah satu bagian yang tidak
terpisahkan dengan pembangunan nasional sebagai pengamalan nilai-nilai
Pancasila, dan pelaksanaan U ndang-Undang Dasar 1945, diarahkan pada
peningkatan harkat, martabat dan kemampuan manusia, serta kepercayaan pada
diri sendiri dalam rangka mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, dan makmur
baik materiil maupun spiritual. Pemba ngunan nasional dapat dimaknai sebagai
kegiatan untuk tercapainya pembaharuan kearah yang lebih baik, dan untuk
menciptakan masyarakat adil dan makmur. Pada hakekatnya pembangunan
nasional
merupakan
pembangunan
manusia
Indonesia
seutuhnya
dan
pembangunan m asyarakat Indonesia seluruhnya.
Peran serta tenaga kerja dalam pembangunan nasional semakin meningkat
dengan disertai berbagai tantangan dan risiko yang dihadapinya. Kepada
pekerja
perlu
kesejahteraan,
diberikan
perlindungan,
sehingga
pada
pemeliharaan
gilirannya
akan
dan
dapat
peningkatan
meningkatkan
produktivitas nasional. 2 Bentuk perlindungan, pemeliharaan, dan peningkatan
kesejahteraan diselenggarakan dalam bentuk program jaminan sosial tenaga
kerja yang bersifat dasar, dengan berasaskan usaha bersama , kekeluargaan, dan
1
Gunawi Kartasapoetra, dkk, 1983, Hukum Perburuhan Pancasila Bidang Pelaksanaan
Hubungan Kerja, Armico, Bandung, hlm. 28.
2
Ridwan Halim, 1987, Hukum Perburuhan Aktual, Pradnya Paramitha, Jakarta, hlm. 1
3
gotong-royong sebagaimana terkandung dalam jiwa dan semangat Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945. 3
M embicarakan tenaga kerja tentu tidak dapat terlepas dari peran serta
pengusaha atau perusahaan sebagai penyedia lapangan kerja. M enye diakan
lapangan
kerja
baru untuk mengatasi meningkatnya
permintaan
kerja
merupakan salah satu target yang hendak dicapai oleh pemerintah. Untuk
mewujudkan hal tersebut, pemerintah berusaha meningkatkan pertumbuhan
ekonomi di segala sektor, salah satunya de ngan langkah investasi langsung
(direct investment) dengan mengundang pengusaha-pengusaha, baik pengusaha
yang berasal dari dalam negeri maupun pengusaha yang berasal dari luar
negeri, untuk berinvestasi di Indonesia guna menciptakan lapangan kerja yang
baru. Pekerja dan pengusaha merupakan dua faktor yang tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Tanpa adanya tenaga kerja yang
menjadi pekerja bagi suatu pengusaha, maka pengusaha tidak memiliki tenaga
yang cukup untuk menciptakan produk. Begitu pula sebaliknya, seahli apapun
tenaga kerja, tanpa adanya pengusaha yang menyediakan lapangan kerja hanya
akan melahirkan pengangguran.
Hubungan antara pekerja dengan pengusaha dimulai sejak dibuatnya
perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha, oleh sebab itu perjanjian
kerja menjadi suatu instrumen penting karena perjanjian kerja tersebut menjadi
suatu tanda bahwa telah terjadi hubungan kerja antara pekerja yang
bersangkutan dengan pengusaha. Pasal 50 U ndang-Undang Nom or 13 Tahun
3
W iwoho Soejono., 1991, Perjanjian Perburuhan dan Hubungannya dengan Perburuhan
Pancasila, M elpon Putra, Jakarta, hlm. 9
4
2003 tentang Ketenagakerjaan (Undang-Undang Ketenagakerjaan) menyatakan
bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha
dengan pekerja. Perjanjian kerja dapat diartikan sebagai perjanjian antara
pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat
kerja, hak, dan kewajiban para pihak. 4 Perjanjian kerja harus berdasarkan atas
kemauan dari kedua belah pihak itu, untuk mendapatkan persetujuan tentang
apa yang dikehendaki. Perjanjian kerja menjadi penting karena dalam
melakukan pekerjaan, pekerja terlebih dahulu akan membicarakan mengenai
perihal yang harus dilakukan, perihal yang tidak boleh dilakukan, serta
membicarakan mengenai hak-hak dari pekerja yang harus dipenuhi oleh
pengusaha melalui perundingan bersama atau melalui p erjanjian kerja bersama
yang dibuat antara organisasi buruh dengan pengusaha/organisasi pengusaha.
Hubungan antara tenaga kerja sebagai pekerja dengan pengusaha sebagai
penyedia lapangan kerja seharusnya memiliki hubungan baik yang saling
memberikan keuntungan bagi kedua pihak. Dalam kenyataan, hubungan antara
pengusaha dengan pekerja dapat dikatakan bukan merupakan suatu hubungan
yang menguntungkan kedua pihak, melainkan hanya menguntungkan salah
satu pihak, dalam hal ini adalah pihak pengusaha. Pengusaha sebagai pemilik
perusahaan berada pada posisi yang kuat sebab pengusaha merupakan pemilik
modal, sedangkan tenaga
kerja
yang biasanya
bermodalkan keahlian,
intelektual, menjadikan tenaga kerja berada pada posisi yang lemah. Posisi kuat
4
Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
5
tersebut sering digunakan oleh pengusaha untuk berbuat semena -mena
terhadap karyawannya dalam mendapatkan hak-haknya.
Pengusaha
menjadi
simbol
ekonom i
yang
dominan.
Hal
tersebut
bertentangan dengan tujuan awal pemerintah untuk menciptakan pertumbuhan
ekonomi yang baik yang berpusat pada sinergi pengusaha dengan pekerja. Hal
tersebut menjadi suatu pertentangan bagi perlindungan hukum bagi pekerja.
Selalu muncul kesenjangan antara das sollen (keharusan) dan das sain
(kenyataan) dan selalu muncul pertentangan antara law in the books dan law in
action
dalam
hal
perlindungan
hukum
bagi
pengusaha
dan
pekerja .
Kesenjangan antara das sollen dengan das sain ini disebabkan adanya
perbedaan pandangan dan prinsip antara kepentingan hukum (perlindungan
terhadap pekerja) dan kepentingan ekonomi (keuntungan pengusaha).
Pada dasarnya hukum diharapkan dapat memenuhi hak -hak pekerja secara
maksimal, namun bagi perusahaan hal tersebut justru dirasakan sebagai suatu
rintangan karena akan mengurangi laba atau keuntungan. Kehadiran Negara
yang semula diharapkan dapat memberikan jaminan perlindungan atas hak -hak
dasar pekerja, justru melindungi kepentingan pengusaha. Kehadiran Negara
terkesan represif bahkan eksploitatif terhadap kepentingan pekerja/buruh. Hal
berbeda ditujukan bagi kepentingan pengusaha. Negara selalu menjadi pihak
yang fasilitatif dan akomodatif terhadap kepentingan pengusaha.
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa hubungan baik antara pengusaha
dengan pekerja dapat ditinjau dari perjanjian kerja. Perjanjian kerja merupakan
bukti adanya hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja. Perjanjian kerja
6
yang baik seharusnya mampu mengakom odasi kepentingan masing-masing
pihak, yakni pengusaha dan pekerja, secara seimbang. Kenyataan yang terjadi
adalah sebaliknya, terjadi ketimpangan antara hak dan kewajiban pengusaha
dengan hak dan kewajiban pekerja. Kondisi tersebut dikarenakan antara piha k
yang mengadakan perjanjian kerja terdapat perbedaan -perbedaan tertentu, baik
mengenai kondisi, kedudukan hukum dan berbagai hal antara mereka yang
membuat perjanjian kerja.
Salah satu bentuk ketimpangan yang umumnya ditemui dalam perjanjian
kerja adalah mengenai klausula sanksi. Klausula sanksi memang biasa
ditemukan dalam perjanjian kerja. Hanya saja biasanya klausula sanksi hanya
ditujukan bagi pihak pekerja dan isi dari klausula sanksi tersebut cenderung
memberatkan pihak pekerja. Keadaan ini dimungkinkan karena UndangUndang Ketenagakerjaan tidak memberikan ketentuan mengenai pencatuman
klausula sanksi dan pengaturannya. Umumnya, pencatuman klausula sanksi
didasarkan atas kebebasan berkontrak, sehingga para pihak yang mengadakan
perjanjian bebas untuk menentukan isi dari perjanjian tersebut.
Sanksi umum nya dicantumkan dalam perjanjian kerja agar para pihak
yang terlibat dalam perjanjian kerja tersebut tidak melakukan pelanggaran yang
merugikan pihak lain terkait pekerjaan yang tercantum dalam perjanjia n kerja,
namun banyak perjanjian kerja yang mencatumkan klausula sanksi bagi
pekerja melebihi kemampuan bertanggung jawab pekerja tersebut. M isalnya
saja denda berkali lipat dari gaji pokok apabila melakukan kesalahan hingga
pemutusan hubungan kerja apabila melakukan kesalahan dalam pekerjaan yang
7
mana kesalahan tersebut tidak memberikan dampak yang besar terhadap
keberlangsungan usaha. M akna asas kebebasan berkontrak di salah artikan oleh
sebagian besar pengusaha, sehingga setiap perjanjian yang dibuat dap at
dikatakan tidak mempertimbangkan asas iktikad baik.
Selain keberadaan klausula yang merugikan pihak pekerja seperti klausula
sanksi, penyusunan dan pelaksanaan perjanjian kerja juga sering bertentangan
dengan asas-asas umum perjanjian, yaitu asas kebeba san berkontrak, asas
konsensualisme, asas pacta sunt servanda, asas iktikad baik, dan asas
kepribadian. Pada umumnya, perjanjian kerja berbentuk perjanjian baku yang
dibuat secara sepihak oleh pihak pengusaha. Perjanjian baku adalah perjanjian
yang hampir seluruh klausula-klausulanya sudah di bakukan oleh pemakainya
dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk
merundingkan atau meminta perubahan. 5 Umumnya ketentuan-ketentuan yang
tertera dalam perjanjian kerja telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh pihak
pengusaha. Pihak pekerja tidak diikut sertakan dalam penyusunan perjanjian
kerja tersebut. M eskipun pada saat penandatanganan kontrak kerja pihak
pengusaha akan menanyakan tanggapan pihak pekerja terhadap isi perjanjian
kerja, pihak pekerja umumnya akan menyatakan menerima isi perjanjian kerja
tersebut. Hal tersebut disebabkan karena apabila pihak pekerja mengajukan
keberatan terhadap klausula-klausula dalam perjanjian kerja tersebut, maka
pihak pengusaha dapat membatalkan perekrutan peke rja tersebut sehingga
Anonim, 2012, “Asas Kebebasan Berkontrak dalam Standard Kontrak (Perjanjian baku) dalam
bidang Bisnis dan Perdagangan”, https://legalbanking.wordpress.com/2012/05/03/asas kebebasan-berkontrak-dalam-standard -kontrak-perjanjian -baku-dalam-bidang -bisnis-danperdagangan/, dikutip pada tanggal 7 November 2015.
5
8
pihak pekerja akan kehilangan kesempatan mendapatkan pekerjaan. Alasan
demikian yang akhirnya membuat pihak pekerja akan langsung menyetujui
klausula-klausula perjanjian kerja tersebut meskipun terdapat klausula -klausula
yang merugika n pihak pekerja.
Jika meninjau kembali pengertian dari perjanjian kerja, yaitu perjanjian
yang mampu mengatur hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja secara
seimbang, maka kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Perjanjian kerja
tidak mampu memberikan kesempatan yang sama bagi masing-masing pihak,
bahkan ketika terjadi suatu pelanggaran dalam masa kerja, pihak pengusaha
seakan tidak dapat dikenai sanksi, sedangkan pihak pekerja akan mendapat
sanksi yang merugikan. Adanya kenyataan bahwa antara para pihak yang
mengadakan perjanjian kerja tersebut ada perbedaan, yaitu kondisi dan
kedudukan yang berbeda dan tidak seimbang, maka diperlukan adanya
intervensi dari pihak ketiga, yaitu pemerintah, guna memberikan perlindungan
bagi pihak yang lemah terutama sewaktu mengadakan perjanjian kerja.
Pihak pemerintah mempunyai peranan yang penting dalam pelaksanaan
hubungan industrial, terutama hubungan antara pengusaha dengan pekerja.
Dalam
Pasal
102
Undang-U ndang
Ketenagakerjaan
disebutkan
bahwa
pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan,
melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran
peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Fungsi pemerintah yang
ditetapkan dalam undang-undang seharusnya mampu mencegah terjadinya
ketidakadilan dalam penyusunan perjanjian kerja antara pengusaha dengan
9
pekerja. Pemerintah seharusnya mampu untuk segera bertindak ketika
menemukan adanya klausula-klausula dalam perjanjian kerja yang cenderung
merugikan salah satu pihak. Dalam kenyataan yang ada, masih banyak
ditemukan klausula-klausual yang merugikan pihak-pihak dalam perjanjian
dalam perjanjian kerja yang biasanya hanya ditujukan bagi pekerja dan
perjanjian tersebut tetap berlangsung tanpa adanya intervensi dari pemerintah.
Hal
tersebut
menimbulkan
suatu
anggapan
bahwa
pemerintah
tidak
melaksanakan fungsinya seperti yang tercantum dalam Pasal 102 U ndang Undang Ketenagakerjaan.
Selain penyusunan dan pelaksanaan perjanjian kerja, hal yang patut
mendapat perhatian adalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Pada
dasarnya, ketentuan mengenai penyelesaian perselisihan hubungan industrial
telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial (U U PPHI), dimana dalam UU PPHI tersebut
telah dijelaskan bahwa penyelesaian hubungan industrial dapat diselesaikan
melalui penyelesaian secara bipartit maupun tripartit. Dalam kenyataan yang
terjadi, masih ditemukan bentuk-bentuk penyelesaian hubungan industrial yang
tidak sesuai dengan ketentuan yang dicantumkan dalam UU PPHI.
Hal yang sama terjadi di U.D Jaya Dewi. Di U.D Jaya Dewi ditemukan
penyusunan dan pelaksanaan perjanjian kerja yang tidak sesuai dengan asas asas umum perjanjian. Tidak hanya terkait penyusunan dan pelaksanaan
perjanjian, praktek penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang terjadi
di lapangan berbeda dengan pelaksanaan penyelesaian perselisihan hubungan
10
industrial
yang
diatur
oleh
undang-undang.
Hal-hal
demikian
tentu
mengakibatkan kerugian bagi pihak pekerja.
Berdasarkan pembahasan diatas penulis tertarik untuk mengangkat tema
pembahasan
yang
berjudul
“TINJA UAN
HUKUM
TERHADAP
PENYUSUNA N DAN PELAKSANAAN PERJAN JIA N KERJA DI U.D
JAYA DEW I, YOGYAKARTA”.
B. Rumusan Masalah.
Dalam penulisan ilmiah ini, rumusan masalah yang hendak dibahas antara
lain:
1. Apakah penyusunan dan pelaksanaan perjanjian kerja di U.D Jaya Dewi
sudah sesuai dengan asas-asas yang pokok dan penting dalam perjanjian?
2. Bagaimana cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang terjadi
di U.D Jaya Dewi?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. mengetahui dan mengkaji kesesuaian antara penyusunan dan pelaksanaan
perjanjian kerja dengan asas-asas yang pokok dan penting dalam perjanjian;
2. mengetahui dan mengkaji kesesusaian penyelesaian permasalahan dengan
aturan
penyelesaian
permasalahan
yang
tercantum
dalam
UU
Ketenagakerjaan dan U U PPHI.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam
menambah ilmu pengetahuan, baik secara ilmiah maupun secara praktis ,
11
khususnya dalam ilmu pengetahuan di bidang hukum . Adapun dampak positif
yang diharapkan tersebut yaitu:
1. M anfaat Teoritis
Hasil penelitian ini secara teoritis akan bermanfaat sebagai masukan dalam
pengembangan ilmu hukum, khususnya untuk memberi masukan mengenai
peran hukum dalam penyusunan perjanjian kerja antara pihak pengusaha
dengan pihak pekerja sehingga dapat tercipta suatu perjanjian kerja yang
mampu menampung hak dan kewajiban masing-masing pihak secara
seimbang sehingga tidak ada pihak yang dirugikan dalam perjanjian kerja.
2. M anfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini bermanfaat sebagai sarana untuk menambah pengetahu an
dalam ilmu hukum khususnya yang berkaitan penyusunan perjanjian
pada umumnya dan perjanjian kerja pada khususnya dan juga sebagai
sarana untuk menuangkan pikiran secara ilmiah baik dari segi teori
maupun praktek.
b. Bagi Pemerintah
Penelitian ini bermanfaat sebagai masukan bagi pemerintah, khususnya
para penyusun undang-undang, agar dapat merumuskan suatu kebijakan
yang lebih baik yang dapat menjamin perlindungan pihak -pihak dalam
perjanjian kerja sehingga tercipta suatu kondisi yang seimbang bagi para
pihak dalam perjanjian kerja.
c. Bagi Pengusaha
12
Penelitian ini bermanfaat sebagai masukan bagi pihak pengusaha agar
memperhatikan kesejahteraan pihak buruh atau pekerja ketika membuat
perjanjian kerja.
d. Bagi Pekerja atau Buruh
Penelitian ini bermanfaat bagi pekerja atau buruh sebagai sarana untuk
menambah pengetahuan tentang kedudukan pekerja atau buruh dalam
suatu perjanjian sehingga pekerja atau buruh tidak dirugikan dalam suatu
perjanjian kerja.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, penulis menemukan beberapa
karya ilmiah yang membahas tentang perjanjian kerja, antara lain:
1. Skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Pemain Sepak Bola
Yang Terikat Perjanjian Kerja Dengan K lub Sepak Bola Ketika Terjadi
Pemberhentian Liga Oleh PSSI (Studi Kasus D i Klub PSIM Yogyakarta)”,
yang disusun oleh Harding M akayasa pada tahun 2015 6 ;
Penulisan hukum ini mengkaji perlindungan hak pemain dalam perjanjian
kerja antara pemain dengan klub PSIM dan perlindungan hukum yang
diberikan klub PSIM kepada pemain akibat diberhetikannya liga oleh PSSI.
Dalam penulisan hukum ini, Harding M akayasa membuat kesimpulan:
a. Perjanjian kerja antara pemain dengan klub PSIM telah memberikan
perlindungan terhadap hak-hak pemainnya;
Harding M akayasa, 2015, “Perlindungan Hukum Terhadap Pemain Sepak Bola Yang Terikat
Perjanjian Kerja Dengan Klub Sepak Bola Ketika Terjadi Pem berhentian Liga Ole h PSSI (Studi
Kasus Di Klub PSIM Yogyakarta)”, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta.
6
13
b. Perlindungan
hukum
yang diberikan PSIM
kepada
pemain saat
diberhentikannya liga oleh PSSI adalah dengan memberikan bantuan
uang kepada setiap pemainnya.
2. Tesis yang berjudul “Kedudukan, Hak, Dan Kewajiban Pegawai Pemerintah
Dengan Perjanjian Kerja Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
Tentang A paratur Sipil Negara, yang disusun oleh A nis Iwan Setiono pada
tahun 2014 7 ;
Tesis ini mengkaji mengenai kedudukan pegawai pemerintah dengan
perjanjian kerja
dalam
Undang-Undang Aparatur Sipil Negara
dan
pengaturan hak dan kewajiban pegawai pemerintah dalam Undang-Undang
Aparatur Sipil Negara.
Dalam tesis ini, Anis Iwan Setiono membuat kesim pulan:
a. Kedudukan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja adalah suatu
bentuk status yang melekat pada diri orang-orang yang dikerjakan dalam
badan yang menyelenggarakan semua kekuasaan di dalam Negara baik
eksekutif, legislatif dan yudikatif dengan perjanjian yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
b. Undang-Undang Aparatur Sipil Negara mengatur bahwa pegawai
pemerintah digaji oleh pemerintah baik di pusat atau di daerah, tidak
memberikan hak berpolitik dan hak mogok kerja bagi pegawai
pemerintah, dan menjamin perlindungan hukum dan jaminan hari tua.
Anis Iwan Setiono, 2014, “Kedudukan, Hak, Dan Kewajiban Pegawai Pemerintah Dengan
Perjanjian Kerja Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sip il Negara:,
Tesis, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta.
7
14
3. Tesis yang berjudul “Perlindungan Hukum Pegawai Pemerintah Dengan
Perjanjian Kerja Dalam Undang-U ndang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang
Aparatur Sipil Negara, yang disusun oleh Aryudhi Permadi pada tahun
2014 8 .
Tesis ini mengkaji mengenai perlindungan hukum bagi pegawai pemerintah
dan perbedaan perlindungan hukum bagi pekerja dalam Undang -Undang
Aparatur Sipil Negara dan UU Ketenegakerjaan.
Dalam tesis ini Aryudhi Permadi membuat kesimpulan:
a. Undang-Undang Aparatur Sipil Negara telah memberikan perlindungan
hukum bagi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja melalui
pemberian hak-hak bagi PPPK.
b. Dalam hal perlindungan hukum, Undang-U ndang Aparatur Sipil Negara
memiliki kesetaraan dengan UU Ketenegakerjaan.
Penulisan tesis yang dilakukan oleh penulis memiliki perbedaan dengan
penulisan hukum dan tesis yang telah ditulis sebelumnya. M eskipun sama sama membahas mengenai perjanjian kerja, tesis yang hendak disusun oleh
penulis membahas mengenai penerapan asas-asas umum dalam penyusunan
dan pelaksanaan perjanjian kerja dan upaya yang dilakukan para pekerja dalam
menyelesaikan perselisihan antara pengusaha dengan pe kerja terkait klausulklausul dala perjanjian kerja yang menimbulkan perselisihan. Dengan demikian
tesis ini dapat dikatakan telah memenuhi kaidah keaslian penelitian.
Aryudhi Permadi, 2014, “Perlindungan Hukum Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara:, Tesis, Fakultas
Hukum UGM , Yogyakarta.
8
Download