1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan nasional yang dicita -citakan oleh founding fathers adalah memajukan kesejahteraan umum. Hal tersebut jelas tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa salah satu dari tujuan pemerintah adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. M emajukan kesejahteraan umum berarti memenuhi kebutuhan dasar manusia yang terdiri atas kebutuhan pangan, sandang, pendidikan, kesehatan, lapangan kerja dan ketenteraman hidup. Setiap orang berhak untuk mendapatkan pekerjaan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar tersebut. Hak tiap-tiap individu untuk bekerja telah dijamin dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam melakukan pekerjaan harus dibedakan antara pekerjaan diluar hubungan kerja dan pekerjaan di dalam hubungan kerja. Dalam pekerjaan diluar hubungan kerja, seseorang tidak akan menggantungkan upahnya dari orang lain, melainkan dari hasil menciptakan lapangan kerja secara mandiri dimana hasil dar i pekerjaan tersebut akan dinikmati sendiri. Sedangkan pekerjaan dalam hubungan kerja adalah kondisi dimana seseorang menggantungkan upahnya dari pemberian orang lain dimana 2 upah tersebut merupakan imbalan atas jerih payah yang telah dilakukannya untuk kepentingan orang yang memberikan upah padanya. 1 Pembangunan sektor ketenagakerjaan sebagai bagian dari upaya pembangunan sumber daya manusia merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dengan pembangunan nasional sebagai pengamalan nilai-nilai Pancasila, dan pelaksanaan U ndang-Undang Dasar 1945, diarahkan pada peningkatan harkat, martabat dan kemampuan manusia, serta kepercayaan pada diri sendiri dalam rangka mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, dan makmur baik materiil maupun spiritual. Pemba ngunan nasional dapat dimaknai sebagai kegiatan untuk tercapainya pembaharuan kearah yang lebih baik, dan untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur. Pada hakekatnya pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan m asyarakat Indonesia seluruhnya. Peran serta tenaga kerja dalam pembangunan nasional semakin meningkat dengan disertai berbagai tantangan dan risiko yang dihadapinya. Kepada pekerja perlu kesejahteraan, diberikan perlindungan, sehingga pada pemeliharaan gilirannya akan dan dapat peningkatan meningkatkan produktivitas nasional. 2 Bentuk perlindungan, pemeliharaan, dan peningkatan kesejahteraan diselenggarakan dalam bentuk program jaminan sosial tenaga kerja yang bersifat dasar, dengan berasaskan usaha bersama , kekeluargaan, dan 1 Gunawi Kartasapoetra, dkk, 1983, Hukum Perburuhan Pancasila Bidang Pelaksanaan Hubungan Kerja, Armico, Bandung, hlm. 28. 2 Ridwan Halim, 1987, Hukum Perburuhan Aktual, Pradnya Paramitha, Jakarta, hlm. 1 3 gotong-royong sebagaimana terkandung dalam jiwa dan semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 3 M embicarakan tenaga kerja tentu tidak dapat terlepas dari peran serta pengusaha atau perusahaan sebagai penyedia lapangan kerja. M enye diakan lapangan kerja baru untuk mengatasi meningkatnya permintaan kerja merupakan salah satu target yang hendak dicapai oleh pemerintah. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah berusaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi di segala sektor, salah satunya de ngan langkah investasi langsung (direct investment) dengan mengundang pengusaha-pengusaha, baik pengusaha yang berasal dari dalam negeri maupun pengusaha yang berasal dari luar negeri, untuk berinvestasi di Indonesia guna menciptakan lapangan kerja yang baru. Pekerja dan pengusaha merupakan dua faktor yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Tanpa adanya tenaga kerja yang menjadi pekerja bagi suatu pengusaha, maka pengusaha tidak memiliki tenaga yang cukup untuk menciptakan produk. Begitu pula sebaliknya, seahli apapun tenaga kerja, tanpa adanya pengusaha yang menyediakan lapangan kerja hanya akan melahirkan pengangguran. Hubungan antara pekerja dengan pengusaha dimulai sejak dibuatnya perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha, oleh sebab itu perjanjian kerja menjadi suatu instrumen penting karena perjanjian kerja tersebut menjadi suatu tanda bahwa telah terjadi hubungan kerja antara pekerja yang bersangkutan dengan pengusaha. Pasal 50 U ndang-Undang Nom or 13 Tahun 3 W iwoho Soejono., 1991, Perjanjian Perburuhan dan Hubungannya dengan Perburuhan Pancasila, M elpon Putra, Jakarta, hlm. 9 4 2003 tentang Ketenagakerjaan (Undang-Undang Ketenagakerjaan) menyatakan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja. Perjanjian kerja dapat diartikan sebagai perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. 4 Perjanjian kerja harus berdasarkan atas kemauan dari kedua belah pihak itu, untuk mendapatkan persetujuan tentang apa yang dikehendaki. Perjanjian kerja menjadi penting karena dalam melakukan pekerjaan, pekerja terlebih dahulu akan membicarakan mengenai perihal yang harus dilakukan, perihal yang tidak boleh dilakukan, serta membicarakan mengenai hak-hak dari pekerja yang harus dipenuhi oleh pengusaha melalui perundingan bersama atau melalui p erjanjian kerja bersama yang dibuat antara organisasi buruh dengan pengusaha/organisasi pengusaha. Hubungan antara tenaga kerja sebagai pekerja dengan pengusaha sebagai penyedia lapangan kerja seharusnya memiliki hubungan baik yang saling memberikan keuntungan bagi kedua pihak. Dalam kenyataan, hubungan antara pengusaha dengan pekerja dapat dikatakan bukan merupakan suatu hubungan yang menguntungkan kedua pihak, melainkan hanya menguntungkan salah satu pihak, dalam hal ini adalah pihak pengusaha. Pengusaha sebagai pemilik perusahaan berada pada posisi yang kuat sebab pengusaha merupakan pemilik modal, sedangkan tenaga kerja yang biasanya bermodalkan keahlian, intelektual, menjadikan tenaga kerja berada pada posisi yang lemah. Posisi kuat 4 Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 5 tersebut sering digunakan oleh pengusaha untuk berbuat semena -mena terhadap karyawannya dalam mendapatkan hak-haknya. Pengusaha menjadi simbol ekonom i yang dominan. Hal tersebut bertentangan dengan tujuan awal pemerintah untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang baik yang berpusat pada sinergi pengusaha dengan pekerja. Hal tersebut menjadi suatu pertentangan bagi perlindungan hukum bagi pekerja. Selalu muncul kesenjangan antara das sollen (keharusan) dan das sain (kenyataan) dan selalu muncul pertentangan antara law in the books dan law in action dalam hal perlindungan hukum bagi pengusaha dan pekerja . Kesenjangan antara das sollen dengan das sain ini disebabkan adanya perbedaan pandangan dan prinsip antara kepentingan hukum (perlindungan terhadap pekerja) dan kepentingan ekonomi (keuntungan pengusaha). Pada dasarnya hukum diharapkan dapat memenuhi hak -hak pekerja secara maksimal, namun bagi perusahaan hal tersebut justru dirasakan sebagai suatu rintangan karena akan mengurangi laba atau keuntungan. Kehadiran Negara yang semula diharapkan dapat memberikan jaminan perlindungan atas hak -hak dasar pekerja, justru melindungi kepentingan pengusaha. Kehadiran Negara terkesan represif bahkan eksploitatif terhadap kepentingan pekerja/buruh. Hal berbeda ditujukan bagi kepentingan pengusaha. Negara selalu menjadi pihak yang fasilitatif dan akomodatif terhadap kepentingan pengusaha. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa hubungan baik antara pengusaha dengan pekerja dapat ditinjau dari perjanjian kerja. Perjanjian kerja merupakan bukti adanya hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja. Perjanjian kerja 6 yang baik seharusnya mampu mengakom odasi kepentingan masing-masing pihak, yakni pengusaha dan pekerja, secara seimbang. Kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya, terjadi ketimpangan antara hak dan kewajiban pengusaha dengan hak dan kewajiban pekerja. Kondisi tersebut dikarenakan antara piha k yang mengadakan perjanjian kerja terdapat perbedaan -perbedaan tertentu, baik mengenai kondisi, kedudukan hukum dan berbagai hal antara mereka yang membuat perjanjian kerja. Salah satu bentuk ketimpangan yang umumnya ditemui dalam perjanjian kerja adalah mengenai klausula sanksi. Klausula sanksi memang biasa ditemukan dalam perjanjian kerja. Hanya saja biasanya klausula sanksi hanya ditujukan bagi pihak pekerja dan isi dari klausula sanksi tersebut cenderung memberatkan pihak pekerja. Keadaan ini dimungkinkan karena UndangUndang Ketenagakerjaan tidak memberikan ketentuan mengenai pencatuman klausula sanksi dan pengaturannya. Umumnya, pencatuman klausula sanksi didasarkan atas kebebasan berkontrak, sehingga para pihak yang mengadakan perjanjian bebas untuk menentukan isi dari perjanjian tersebut. Sanksi umum nya dicantumkan dalam perjanjian kerja agar para pihak yang terlibat dalam perjanjian kerja tersebut tidak melakukan pelanggaran yang merugikan pihak lain terkait pekerjaan yang tercantum dalam perjanjia n kerja, namun banyak perjanjian kerja yang mencatumkan klausula sanksi bagi pekerja melebihi kemampuan bertanggung jawab pekerja tersebut. M isalnya saja denda berkali lipat dari gaji pokok apabila melakukan kesalahan hingga pemutusan hubungan kerja apabila melakukan kesalahan dalam pekerjaan yang 7 mana kesalahan tersebut tidak memberikan dampak yang besar terhadap keberlangsungan usaha. M akna asas kebebasan berkontrak di salah artikan oleh sebagian besar pengusaha, sehingga setiap perjanjian yang dibuat dap at dikatakan tidak mempertimbangkan asas iktikad baik. Selain keberadaan klausula yang merugikan pihak pekerja seperti klausula sanksi, penyusunan dan pelaksanaan perjanjian kerja juga sering bertentangan dengan asas-asas umum perjanjian, yaitu asas kebeba san berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda, asas iktikad baik, dan asas kepribadian. Pada umumnya, perjanjian kerja berbentuk perjanjian baku yang dibuat secara sepihak oleh pihak pengusaha. Perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausula-klausulanya sudah di bakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. 5 Umumnya ketentuan-ketentuan yang tertera dalam perjanjian kerja telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh pihak pengusaha. Pihak pekerja tidak diikut sertakan dalam penyusunan perjanjian kerja tersebut. M eskipun pada saat penandatanganan kontrak kerja pihak pengusaha akan menanyakan tanggapan pihak pekerja terhadap isi perjanjian kerja, pihak pekerja umumnya akan menyatakan menerima isi perjanjian kerja tersebut. Hal tersebut disebabkan karena apabila pihak pekerja mengajukan keberatan terhadap klausula-klausula dalam perjanjian kerja tersebut, maka pihak pengusaha dapat membatalkan perekrutan peke rja tersebut sehingga Anonim, 2012, “Asas Kebebasan Berkontrak dalam Standard Kontrak (Perjanjian baku) dalam bidang Bisnis dan Perdagangan”, https://legalbanking.wordpress.com/2012/05/03/asas kebebasan-berkontrak-dalam-standard -kontrak-perjanjian -baku-dalam-bidang -bisnis-danperdagangan/, dikutip pada tanggal 7 November 2015. 5 8 pihak pekerja akan kehilangan kesempatan mendapatkan pekerjaan. Alasan demikian yang akhirnya membuat pihak pekerja akan langsung menyetujui klausula-klausula perjanjian kerja tersebut meskipun terdapat klausula -klausula yang merugika n pihak pekerja. Jika meninjau kembali pengertian dari perjanjian kerja, yaitu perjanjian yang mampu mengatur hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja secara seimbang, maka kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Perjanjian kerja tidak mampu memberikan kesempatan yang sama bagi masing-masing pihak, bahkan ketika terjadi suatu pelanggaran dalam masa kerja, pihak pengusaha seakan tidak dapat dikenai sanksi, sedangkan pihak pekerja akan mendapat sanksi yang merugikan. Adanya kenyataan bahwa antara para pihak yang mengadakan perjanjian kerja tersebut ada perbedaan, yaitu kondisi dan kedudukan yang berbeda dan tidak seimbang, maka diperlukan adanya intervensi dari pihak ketiga, yaitu pemerintah, guna memberikan perlindungan bagi pihak yang lemah terutama sewaktu mengadakan perjanjian kerja. Pihak pemerintah mempunyai peranan yang penting dalam pelaksanaan hubungan industrial, terutama hubungan antara pengusaha dengan pekerja. Dalam Pasal 102 Undang-U ndang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Fungsi pemerintah yang ditetapkan dalam undang-undang seharusnya mampu mencegah terjadinya ketidakadilan dalam penyusunan perjanjian kerja antara pengusaha dengan 9 pekerja. Pemerintah seharusnya mampu untuk segera bertindak ketika menemukan adanya klausula-klausula dalam perjanjian kerja yang cenderung merugikan salah satu pihak. Dalam kenyataan yang ada, masih banyak ditemukan klausula-klausual yang merugikan pihak-pihak dalam perjanjian dalam perjanjian kerja yang biasanya hanya ditujukan bagi pekerja dan perjanjian tersebut tetap berlangsung tanpa adanya intervensi dari pemerintah. Hal tersebut menimbulkan suatu anggapan bahwa pemerintah tidak melaksanakan fungsinya seperti yang tercantum dalam Pasal 102 U ndang Undang Ketenagakerjaan. Selain penyusunan dan pelaksanaan perjanjian kerja, hal yang patut mendapat perhatian adalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Pada dasarnya, ketentuan mengenai penyelesaian perselisihan hubungan industrial telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (U U PPHI), dimana dalam UU PPHI tersebut telah dijelaskan bahwa penyelesaian hubungan industrial dapat diselesaikan melalui penyelesaian secara bipartit maupun tripartit. Dalam kenyataan yang terjadi, masih ditemukan bentuk-bentuk penyelesaian hubungan industrial yang tidak sesuai dengan ketentuan yang dicantumkan dalam UU PPHI. Hal yang sama terjadi di U.D Jaya Dewi. Di U.D Jaya Dewi ditemukan penyusunan dan pelaksanaan perjanjian kerja yang tidak sesuai dengan asas asas umum perjanjian. Tidak hanya terkait penyusunan dan pelaksanaan perjanjian, praktek penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang terjadi di lapangan berbeda dengan pelaksanaan penyelesaian perselisihan hubungan 10 industrial yang diatur oleh undang-undang. Hal-hal demikian tentu mengakibatkan kerugian bagi pihak pekerja. Berdasarkan pembahasan diatas penulis tertarik untuk mengangkat tema pembahasan yang berjudul “TINJA UAN HUKUM TERHADAP PENYUSUNA N DAN PELAKSANAAN PERJAN JIA N KERJA DI U.D JAYA DEW I, YOGYAKARTA”. B. Rumusan Masalah. Dalam penulisan ilmiah ini, rumusan masalah yang hendak dibahas antara lain: 1. Apakah penyusunan dan pelaksanaan perjanjian kerja di U.D Jaya Dewi sudah sesuai dengan asas-asas yang pokok dan penting dalam perjanjian? 2. Bagaimana cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang terjadi di U.D Jaya Dewi? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. mengetahui dan mengkaji kesesuaian antara penyusunan dan pelaksanaan perjanjian kerja dengan asas-asas yang pokok dan penting dalam perjanjian; 2. mengetahui dan mengkaji kesesusaian penyelesaian permasalahan dengan aturan penyelesaian permasalahan yang tercantum dalam UU Ketenagakerjaan dan U U PPHI. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam menambah ilmu pengetahuan, baik secara ilmiah maupun secara praktis , 11 khususnya dalam ilmu pengetahuan di bidang hukum . Adapun dampak positif yang diharapkan tersebut yaitu: 1. M anfaat Teoritis Hasil penelitian ini secara teoritis akan bermanfaat sebagai masukan dalam pengembangan ilmu hukum, khususnya untuk memberi masukan mengenai peran hukum dalam penyusunan perjanjian kerja antara pihak pengusaha dengan pihak pekerja sehingga dapat tercipta suatu perjanjian kerja yang mampu menampung hak dan kewajiban masing-masing pihak secara seimbang sehingga tidak ada pihak yang dirugikan dalam perjanjian kerja. 2. M anfaat Praktis a. Bagi Peneliti Penelitian ini bermanfaat sebagai sarana untuk menambah pengetahu an dalam ilmu hukum khususnya yang berkaitan penyusunan perjanjian pada umumnya dan perjanjian kerja pada khususnya dan juga sebagai sarana untuk menuangkan pikiran secara ilmiah baik dari segi teori maupun praktek. b. Bagi Pemerintah Penelitian ini bermanfaat sebagai masukan bagi pemerintah, khususnya para penyusun undang-undang, agar dapat merumuskan suatu kebijakan yang lebih baik yang dapat menjamin perlindungan pihak -pihak dalam perjanjian kerja sehingga tercipta suatu kondisi yang seimbang bagi para pihak dalam perjanjian kerja. c. Bagi Pengusaha 12 Penelitian ini bermanfaat sebagai masukan bagi pihak pengusaha agar memperhatikan kesejahteraan pihak buruh atau pekerja ketika membuat perjanjian kerja. d. Bagi Pekerja atau Buruh Penelitian ini bermanfaat bagi pekerja atau buruh sebagai sarana untuk menambah pengetahuan tentang kedudukan pekerja atau buruh dalam suatu perjanjian sehingga pekerja atau buruh tidak dirugikan dalam suatu perjanjian kerja. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, penulis menemukan beberapa karya ilmiah yang membahas tentang perjanjian kerja, antara lain: 1. Skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Pemain Sepak Bola Yang Terikat Perjanjian Kerja Dengan K lub Sepak Bola Ketika Terjadi Pemberhentian Liga Oleh PSSI (Studi Kasus D i Klub PSIM Yogyakarta)”, yang disusun oleh Harding M akayasa pada tahun 2015 6 ; Penulisan hukum ini mengkaji perlindungan hak pemain dalam perjanjian kerja antara pemain dengan klub PSIM dan perlindungan hukum yang diberikan klub PSIM kepada pemain akibat diberhetikannya liga oleh PSSI. Dalam penulisan hukum ini, Harding M akayasa membuat kesimpulan: a. Perjanjian kerja antara pemain dengan klub PSIM telah memberikan perlindungan terhadap hak-hak pemainnya; Harding M akayasa, 2015, “Perlindungan Hukum Terhadap Pemain Sepak Bola Yang Terikat Perjanjian Kerja Dengan Klub Sepak Bola Ketika Terjadi Pem berhentian Liga Ole h PSSI (Studi Kasus Di Klub PSIM Yogyakarta)”, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta. 6 13 b. Perlindungan hukum yang diberikan PSIM kepada pemain saat diberhentikannya liga oleh PSSI adalah dengan memberikan bantuan uang kepada setiap pemainnya. 2. Tesis yang berjudul “Kedudukan, Hak, Dan Kewajiban Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang A paratur Sipil Negara, yang disusun oleh A nis Iwan Setiono pada tahun 2014 7 ; Tesis ini mengkaji mengenai kedudukan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara dan pengaturan hak dan kewajiban pegawai pemerintah dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara. Dalam tesis ini, Anis Iwan Setiono membuat kesim pulan: a. Kedudukan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja adalah suatu bentuk status yang melekat pada diri orang-orang yang dikerjakan dalam badan yang menyelenggarakan semua kekuasaan di dalam Negara baik eksekutif, legislatif dan yudikatif dengan perjanjian yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. b. Undang-Undang Aparatur Sipil Negara mengatur bahwa pegawai pemerintah digaji oleh pemerintah baik di pusat atau di daerah, tidak memberikan hak berpolitik dan hak mogok kerja bagi pegawai pemerintah, dan menjamin perlindungan hukum dan jaminan hari tua. Anis Iwan Setiono, 2014, “Kedudukan, Hak, Dan Kewajiban Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sip il Negara:, Tesis, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta. 7 14 3. Tesis yang berjudul “Perlindungan Hukum Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja Dalam Undang-U ndang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, yang disusun oleh Aryudhi Permadi pada tahun 2014 8 . Tesis ini mengkaji mengenai perlindungan hukum bagi pegawai pemerintah dan perbedaan perlindungan hukum bagi pekerja dalam Undang -Undang Aparatur Sipil Negara dan UU Ketenegakerjaan. Dalam tesis ini Aryudhi Permadi membuat kesimpulan: a. Undang-Undang Aparatur Sipil Negara telah memberikan perlindungan hukum bagi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja melalui pemberian hak-hak bagi PPPK. b. Dalam hal perlindungan hukum, Undang-U ndang Aparatur Sipil Negara memiliki kesetaraan dengan UU Ketenegakerjaan. Penulisan tesis yang dilakukan oleh penulis memiliki perbedaan dengan penulisan hukum dan tesis yang telah ditulis sebelumnya. M eskipun sama sama membahas mengenai perjanjian kerja, tesis yang hendak disusun oleh penulis membahas mengenai penerapan asas-asas umum dalam penyusunan dan pelaksanaan perjanjian kerja dan upaya yang dilakukan para pekerja dalam menyelesaikan perselisihan antara pengusaha dengan pe kerja terkait klausulklausul dala perjanjian kerja yang menimbulkan perselisihan. Dengan demikian tesis ini dapat dikatakan telah memenuhi kaidah keaslian penelitian. Aryudhi Permadi, 2014, “Perlindungan Hukum Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara:, Tesis, Fakultas Hukum UGM , Yogyakarta. 8