DESAIN SISTEM PENGUKURAN GULA DARAH MENGGUNAKAN METODE NON-INVASIVE BERBASIS SPEKTROFOTOMETER SEDERHANA Muhammad Sainal Abidin Teknik Elektromedik Stikes Mandala Waluya Kendari Email: [email protected] Abstrak Kadar gula dalam darah manusia harus selalu selalu dikontrol. Jumlah kadar gula darah yang kurang ataupun berlebih dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Kadar gula dalam darah manusia harus selalu dikontrol. Jumlah kadar gula darah yang kurang ataupun berlebih dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Untuk mengontrol jumlahnya, maka kadar gula darah harus selalu diukur secara berkala. Untuk dapat mengukurnya, maka dikembangkan sistem pengukuran gula darah dengan menggunakan metode Non-Invasive yang berbasis spektrofotometer sederhana. Sampel yang digunakan adalah urin yang merupakan hasil keluaran dari sistem ekskresi yang mengandung zat-zat berlebih di dalam tubuh termasuk gula yang berlebih pada darah. Sumber cahaya pada sistem menggunakan LED dengan beberapa variasi warna untuk mendapatakan panjang gelombang yang berbeda. Dari variasi panjang gelombang yang dilakukan, panjang gelombang dari LED biru memberikan hasil pengukuran yang paling baik dibandingkan dengan LED yang lain. Sistem spektrofotometer yang dikembangkan telah berhasil mengkorelasikan kadar gula yang terdapat pada darah dengan kadar gula yang terdapat pada urin. Hasil pengukuran menunjukkan sistem dapat mengukur kadar gula pada urin untuk konsentrasi di atas 90 mg/dL. Kata kunci: Gula darah, urin, spektrofotometer mengidap penyakit diabetes, dan 84% tidak menyadari bahwa mereka menderita diabetes [2]. Diketahui juga, bahwa tingginya tingkat glukosa darah dalam jangka panjang dapat beresiko merusak jaringan dan organ tubuh [3]. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengukur kadar gula darah. Teknik pengukuran tersebut masing memiliki kelebihan dan kekurangan baik itu dari segi akurasi, kompleksitas sistem yang dibutuhkan maupun dari segi biaya. Secara garis besar teknik pengukuran gula darah terbagi menjadi dua metode, yaitu metode Invasive dan metode Non-Invasive. Metode Invasive merupakan metode yang PENDAHULUAN Penyakit Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu dari empat penyakit tidak menular tertinggi yang berakibat pada kematian, dengan tiga penyakit lainnya adalah penyakit jantung, penyakit kanker dan pembuluh darah. Selain itu penyakit diabetes juga dapat menyebabkan beberapa penyakit turunan seperti hipertensi dan penyakit jantung. Saat ini diperkirakan sekitar 285 juta orang menderita diabetes di seluruh dunia dan diprediksi akan meningkat menjadi 366 juta pada tahun 2030 [1]. Di Indonesia sendiri, pada tahun 2012 tercatat lebih dari 8 juta jiwa 1 2 banyak digunakan untuk mengetahui kadar gula dalam darah. Namun, karena pada metode Invasive menggunakan sampel berupa darah pasien, maka metode ini dianggap masih kurang efektif karena adanya rasa sakit yang dirasakan oleh pasien pada saat dilakukan pengambilan sampel darah serta sterilisasi alat yang digunakan untuk mengambil sampel darah tersebut. Ditambah lagi, telah banyak laporan yang menyatakan terjadinya infeksi yang dialami oleh pasien pada saat pengambilan sampel darah. Infeksi terjadi karena tubuh penderita diabetes tidak mampu memproduksi insulin. Insulin sangat penting dalam proses penyerapan dan pengolahan glukosa dalam sel-sel tubuh untuk menghasilkan energi. Kekurangan energi pada bagian luka atau sel yang rusak akan menyebakan penyembuhan yang lama bahkan dapat menyebabkan terjadinya infeksi [4]. Oleh karena itu, dibutuhkan metode Non-Invasive untuk mengukur kadar gula dalam darah. Pada metode Non-Invasive, teknik pengukuran yang dapat dilakukan dengan atau tanpa mengambil sampel dari pasien. Pada pengukuran tanpa mengambil sampel dari pasien dilakukan dengan menggunakan sensor Photoplethysmography. Namun pengukuran menggunakan sensor ini tidak dapat memberikan hasil pengukuran yang akurat karena sensor yang ditempatkan pada organ tubuh pasien (jari/daun telinga) akan memberikan hasil pembacaaan yang berbeda-beda bergantung pada kondisi fisik pasien dan bukan konsentrasi gula di dalam darah pasien [5]. Sedangkan pada pengukuran dengan mengambil sampel dari pasien adalah melakukan pengukuran konsentrasi gula yang terkandung pada urin pasien. Sebagaimana telah diketahui bahwa zat-zat belebih di dalam tubuh akan dikeluarkan melalui sistem ekskresi. Salah satu sistem ekskresi pada manusia adalah ginjal, dimana ginjal akan mengeluarkan zat-zat berlebih dalam tubuh melalui urin. Pengukuran kadar gula dalam suatu larutan, termasuk urin, telah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti Walter Ames Compton (benedict solution) dan Adam Ernestt (urin strip). Metode penelitian yang mereka lakukan adalah dengan mencampurkan larutan benedict ke dalam larutan yang mengandung gula. Dengan pencampuran larutan benedict tersebut, warna dari larutan akan berubah dengan tingkat perubahan warnanya bergantung dari kadar gula yang terdapat dalam larutan tersebut. Dengan prinsip ini maka dapat dilakukan pengukuran kadar glukosa dalam darah dengan menggunakan sistem spektrofotometer sederhana. Spektrofotometer merupakan suatu metode yang memanfaatkan interaski antara suatu spektrum cahaya dengan materi. Perkembangan yang begitu pesat pada bidang instrumentasi juga memberikan dampak dalam perkembangan peralatan termasuk dalam bidang instrumentasi analitis. Dengan perkembangan tersebut, maka sistem spektrofotometer dapat dibuat dengan lebih baik. Sistem spektrofotometer yang dibangun menggunakan sumber cahaya dari Light Emitting Diode (LED) dan sensor cahaya untuk mendeteksi perubahan intensitas cahaya setelah melewati sampel. Mikrokontroler digunakan untuk melakukan pengolahan data sensor cahaya secara digital sehingga hasil pengukuran dapat langsung ditampilkan pada LCD/komputer. METODE PENELITIAN 1. Peracangan Sistem Dalam perancangan sistem pengukuran glukosa darah dengan menggunakan metode non-nvasive terdapat dua tahap utama, yaitu perancangan hardware dan perancangan software. a. Perancangan Hardware Sistem yang dibangun menggunakan prinsip spektrofotometer, sehingga pada bagian perancangan hardware terbagi menjadi beberapa bagian 3 utama seperti yang ditunjukkan pada berikut: Rangkaian sensor cahaya Sensor cahaya yang digunakan adalah jenis sensor OPT101. Jenis sensor ini memiliki sensistifitas yang lebih baik dibandingkan dengan jenis sensor cahaya lainnya seperti LDR dan photodioda. Keluaran dari sensor ini berupa tegangan yang besarnya berbanding lurus terhadap intensitas cahaya yang diterimanya [6]. Gambar 1 Blok diagram perancangan sistem Rangkaian sumber cahaya Untuk mengukur glukosa dalam urin diperlukan sumber cahaya monokromatis. Dengan penggunaan LED yang warnanya bervariasi maka panjang gelombangnya pun akan berbeda sehingga daya tembus cahaya terhadap sampel juga akan berbeda. Hal ini akan menyebabkan pembacaan sensor cahaya akan berbeda pula untuk setiap warna LED yang digunakan pada keadaan konsentrasi awal larutan standar yang digunakan. Perbedaan pembacaan ini akan menyulitkan pengkalibrasian alat serta penentuan warna LED yang tepat agar dihasilkan pembacaan yang akurat. Agar pembacaan sensor warna sama untuk setiap warna LED yang digunakan pada konsentrasi awal larutan standar yang digunakan, maka perlu dilakukan pengaturan intensitas cahaya dari dengan cara merangkai LED secara seri dengan sebuah potensiometer Gambar 3 Rangkaian sensor cahaya Rangkaian penguat sinyal Tegangan yang dihasilkan oleh sensor cahaya akan berbeda-beda bergantung pada warna LED yang digunakan. Oleh karena itu diperlukan rangkaian penguat operasional untuk menguatkan Vo agar ADC yang digunakan dapat maksimal. Besarnya penguatan yang digunakan bergantung pada tegangan keluaran yang dihasilkan pada saat dilakukan pengukuran larutan standar dengan konsentrasi terendah hingga diperoleh tegangan keluaran sebesar 5 volt. Gambar 4 Rangkaian penguat sinyal Gambar 2 Rangkaian sumber cahaya Rangkaian sistem minimum Untuk melakukan pengolahan sinyal sensor cahaya yang telah dikuatkan agar dapat merepresentasikan konsenstrasi kadar glukosa dalam larutan baik urin maupun larutan uji standar, maka 4 diperlukan rangkaian sistem minimum. Rangkaian sistem minimum yang buat menggunakan mikrokontroler dari jenis AVR yaitu ATmega8. AVR ATmega8 adalah mikrokontroler CMOS 8-bit berasitektur AVR RSIC yang memiliki 8K byte in-sistem programmable Flash. Mikrokontroler dengan konsumsi daya rendah ini mampu mengeksekusi instruksi dengan kecepatan maksimum 16 MIPS pada frekuensi 16 MHz [7]. Rangkaian Regulator Gambar 7 Rangkaian regulator 5 volt DC Tegangan yang digunakan pada sistem bersumber dari adaptor 9 volt. Sehingga untuk menyuplai tegangan pada sistem yang membutuhkan tegangan sumber sebesar 5 volt, maka digunakan rangkaian regulator (Gambar 7). b. Perancangan Software Pada tahap perancangan dan pembuatan software diawali dengan membuat flowchart yang kemudian dilanjutkan dengan membuat program. Gambar 5 Rangkaian sistem minimum mikrokontroler ATnega8 Mikrokontroler ATmega8 juga dilengkapi dengan ADC internal dengan resolusi sebesar 10 bit, sehingga dalam pengolahan sinyal tidak diperlukan lagi rangkaian ADC internal. Hasil pengolahan data dari mikrokotroler dapat langsung ditampilkan ke LCD dan dapat pula ditampilkan pada komputer melalui rangkaian RS232 (Error! Reference source not found.). Gambar 8 Flow chart pembuatan software Gambar 6 Rangkaian converter TTL ke RS232 2. Pembuatan Larutan Uji Pembuatan larutan uji bertujuan untuk mengkalibrasi sistem yang dibangun. Larutan uji dibuat menggunakan gula bubuk oral dengan range konsentrasi antara 50-500 mg/dl yang dimaksudkan agar meningkatkan akurasi pada saat dilakukan pengkalibrasian. Gula oral yang digunakan memiliki konsentrasi 50 mg/dl. Untuk memperoleh larutan uji dengan berbagai variasi, dapat dilakukan dengan metode pengenceran dari larutan dengan 5 konsentrasi tertinggi. Konsentrasi tertinggi dari larutan uji yang digunakan adalah 500 mg/dL. Konsentrasi tersebut diperoleh dengan cara melarutkan 0,5 mg gula oral ke dalam 100 ml liter aquades. Campuran antara gula oral dan aquades kemudian diaduk menggunakan pengaduk magnetik sekitar 5 menit agar diperoleh larutan yang homogen. Setelah diperoleh larutan gula yang homogen, maka dapat dilakukan proses pengenceran untuk memperoleh larutan dengan berbagai variasi konsentrasi. Gambar 9 Proses pembuatan larutan uji (a) Gula oral, (b) Proses Penimbangan (c) Magnetik Stirer Larutan uji kemudian dicampurkan dengan larutan benedict lalu dipanaskan dengan cara memasukkan tabung reaksi yang berisi larutan uji ke dalam air panas (1000C). Saat dipanaskan, larutan benedict akan bereaksi dengan gula dan menghasilkan perubahan warna (kekeruhan). Perubahan warna yang terjadi bergantung pada konsntrasi gula yang terdapat di dalam larutan tersebut. 3. Pengkalibrasian dan Pengujian Sistem Pengkalibrasian sistem dilakukan dengan cara membandingkan konsentrasi gula yang sebenarnya berdasarkan perhitungan pada saat proses pembuatan larutan terhadap tegangan yang terukur dengan menggunakan sistem yang telah dibuat. Hasil pengukuran tersebut kemudian diplot ke dalam grafik dan dilakukan perhitungan untuk mendapatkan persamaan garis dari masing-masing hasil pengkuran yang menggunakan beberapa jenis LED. Untuk menentukan jenis LED yang cocok digunakan, maka dilakukan pengukuran kembali pada larutan uji dengan variasi konsentrasi. Vo dari masingmasing hasil pengukuran kemudian dikonversi ke dalam besaran konsentrasi (mg/dL) menggunakan persamaan garis yang telah diperoleh sebelumnya. Sumber cahaya yang memberikan hasil pengukuran dengan kesalahan/error terkecil kemudian digunakan untuk pengukuran selanjutnya. Untuk melakukan pengujian sistem, maka dilakukan pengkuran dengan sampel berupa urin. Pengukuran ini bertujuan untuk mengkorelasikan konsentrasi gula pada darah dengan konsentrasi gula yang terdapat pada urin. Urin yang akan diukur terlebih dahulu harus dipreparasi dengan prosedur yang sama pada proses pembuatan larutan uji dimana urin direaksikan dengan larutan benedict dengan perbandingan 1:5 (1 ml urin dan 5 ml larutan benedict). Sedangkan untuk konsentrai gula yang terdapat pada darah diperoleh dari hasil pengkuran menggunakan alat ukur gula darah Invasive. Data yang diperoleh kemudian diplot ke dalam grafik untuk mengetahui korelasi gula yang terdapat pada darah dan gula yang terdapat pada urin. 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Sensor Cahaya Sensor cahaya akan mendeteksi perubahan intensitas cahaya yang diakibatkan oleh sampel. Sampel diletakkan diantara sumber cahaya dan sensor cahaya (Gambar 10). Gambar 11 Rangkaian penguat operasional Non-Inverting R Vo 1 2 Vi R1 R 5V 1 2 3,36V 560 R2 273,33 Gambar 10 Pengukuran sampel oleh sensor cahaya Posisi antara sumber cahaya, sampel, dan sensor cahaya harus sejajar karena akan mempengaruhi intensitas cahaya yang akan mengenai sampel dan intensitas cahaya yang akan diterima oleh sensor cahaya. Sensor cahaya akan mengeluarkan tegangan (Vo) yang besarnya bergantung pada tingkat kekeruhan pada sampel. Untuk medapatkan titik awal pengukuran yang sama, maka intensitas cahaya dari masingmasing warna LED yang digunakan diatur menggunakan potensiometer. Berdasarkan dari hasil pengukuran, LED yang menghasilkan pembacaan terkecil adalah LED berwarna putih. Tegangan keluaran oleh sensor cahaya pada saat dilakkukan pengukuran sampel air bening menggunakan adalah 3,36 volt. Oleh karena itu digunakan rangkaian penguat operasional non-inveting agar Vo mencapai 5 volt dengan penguatan: Atau penguatan sebesar: 273,33 G 1 560 1, 48 kali 2. Sistem Secara Keseluruhan Tegangan keluaran dari sensor cahaya kemudian dihubungkan dengan mikrokontroler untuk dilakukan pengolahan data secara digital sehingga hasil pengkuran dapat langsung ditampilkan pada LCD karakter maupun komputer. Gambar 12 Sistem spektroskopi sederhana pengukuran kadar glukosa 7 1 Log Vo (volt) 3. Pengujian Larutan Uji Larutan uji yang diencerkan secara bertahap mamiliki tingkat kecerahan warna yang menurun seiring dengan berkurangnya konsentrasi gula dalam larutan tersebut. Merah Orange Hijau Putih Biru IR 0.1 0 100 200 300 400 500 Konsentrasi (mg/dL) Gambar 15 Grafik hubungan antara konsentrasi larutan dan Vo Gambar 13 Hasil perubahan warna larutan uji (a) 61,04 mg/dL, (b) 107,32 mg/dL, (c) 243,84 (d) 331,71 mg/dL, (e) 451,25 mg/dL Sampel yang telah mengalami perubahan warna kemudian diukur dengan sistem yang telah dibuat sehingga dapat menampilkan data seperti pada Gambar 14. Gambar di atas merupakan grafik hubugan antara konsentrasi gula pada larutan terhadap Vo dari sensor cahaya untuk masing-masing sumber cahaya. Vo yang merupakan sumbu y pada grafik diatas, nilainya di ubah ke dalam log agar garis grafik yang semula berbentuk eksponensial menjadi garis lurus untuk memudahkan dalam penentuan jenis LED memberikan hasil pengukuran yang paling baik. 4. Pengukuran sampel urine Setelah dilakukan pengujian sistem menggunakan larutan uji, maka pengukuran dilanjutkan pada pengukuran urin. Pengkuran pada sampel urin bertujuan untuk mencari korelasi antara gula yang terukur pada darah (menggunakan alat ukur invarsiv) dan gula yang terukur pada urin. Pada pengkuran ini, prosedur yang dilakukan sama dengan prosedur pada saat melakukan pengukuran pada sampel uji. Gambar 14 Pengukuran sampel 8 pada range di atas 100 mg/dL yang merupakan nilai glukosa darah pada tubuh manusia setelah puasa (8 jam setelah makan). Sebab urin akan mengandung gula apabila kadar gula di dalam tubuh telah melebihi ambang batas yang diperbolehkan oleh sistem tubuh manusia meskipun pada beberapa kasus tertentu, gula juga terdapat pada urin orang sehat namun pada konsentrasi yang rendah [22]. KESIMPULAN Gambar 16 Sampel urin Gambar 17 Sampel urin setelah dipreparasi: gula di bawah 100 mg/dL (a, b, c), gula diatas 100mg/dL (d, e) 130 120 Gula Urin (mg/dL) 110 100 Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Telah dibuat sistem pengukuran gula darah dengan mengunakan sistem spektrofotometer sederhana. 2. Penyerapan cahaya oleh suatu laruran gula dengan variasi konsentrasi akan menurun secara eksponensial seiring bertambahnya konsentrasi gula pada larutan tersebut. 3. Sumber cahaya yang memberikan hasil pengukuran terbaik adalah LED berwarna Biru dengan rata-rata persentase kesalahan pengukuran sebesar 5,8%. 4. Adanya korelasi antara gula yang terdapat pada urin dengan gula yang terdapat pada darah. 5. Sistem yang dibangun dapat mengukur kadar gula yang terdapat pada urin jika gula darah seseorang di atas 90 mg/dL. 90 80 70 60 50 60 70 80 90 100 110 120 130 Gula Darah (mg/dL) Gambar 18 Korelasi antara hasil pengukuran gula pada darah dan gula pada urin Pada pengukuran sampel urin, hubungan antara konsentrasi gula pada darah dan urin mulai terukur dengan baik DAFTAR PUSTAKA [1] S.Y. Hui Kit, N.M Kassim, NonInvasive blood glucose measurement using temperature-based approach, J. Technol. Sci. Eng. 64 (2013) 105100. 9 [2] World Health Organization, “Diabetes Factsheet No 132, Geneva (Switzerland): WHO”, 2011. [3] P.S. Shrivastava, J. Ramasamy, “Role of self-care in management of diabetes mellitus, J. Diabetes Metabolism”, 12 (2013)14. [4] S. John. The Pursuit of Non-Invasive Glucose: Hunting the Deceitful Turkey. 2011. [5] M. C. Pande, A. K. Joshi, “NonInvasive Optical Blood Glucose Measurement”, International Journal of Engineering Research and Applications. 3 (2013) 129-131. [6] Texas Instruments., Data Sheet OP101: Monolithic Photodiode and Single-Supply Transimpedance Amplifier. 2003. [7] Atmel., Data Sheet Atmega8. 2013.