BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.1.1

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan Umum
2.1.1
Pengertian Pusat Perbelanjaan
Menurut International Council of Shopping Centre (ICSC), definisi pusat
perbelanjaan adalah sekelompok lokasi usaha ritel dan usaha komersial lainnya yang
direncanakan, dikembangkan, dimiliki, dan dikelola sebagai satu property tunggal.
Menurut Jeffrey D. Fisher, Robert, Martin dan Paige Mosbaugh, definisi pusat
perbelanjaan adalah sebuah bangunan yang terdiri dari beberapa toko eceran, yang
umumnya dengan satu atau lebih tokoserba ada,toko grosir dan tempat parkir.
Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 tahun 2007, pusat
perbelanjaan adalah suatu area tertentu yang terdiri dari satu atau beberapa bangunan
yang didirikan secara vertikal maupun horizontal, yang dijual atau disewakan kepada
pelaku usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan Perbelanjaan barang.
2.1.2
Jenis - Jenis Pusat Perbelanjaan
Pusat perbelanjaan memiliki skala luas yang berbeda – beda. Biasanya semakin
besar skalanya, semakin banyak penyewa yang bisa ditampung oleh pusat
perbelanjaan. Variasi produk juga semakin meningkat. Jenis – jenis pusat perbelanjaan
berdasarkan skala luas menurut buku The 4Rs of ASIAN Shopping Centre Management
:
1.
Pusat Perbelanjaan Regional Super
Luas kotor area yang disewakan (dalam kaki persegi) : 1.000.000 ke atas.
Penyewa utama : tiga toserba atau lebih, toko diskon, toko busana, toko
spesialis lain
Populasi yang dilayani : 300.000 ke atas
2.
Pusat Perbelanjaan Regional
Luas kotor area yang disewakan (dalam kaki persegi) : 400.000 - 1.000.000
Penyewa utama : satu toserba atau lebih
Populasi yang dilayani : 150.000 - 300.000
3.
Sentra Belanja Lokal (Community)
Luas kotor area yang disewakan (dalam kaki persegi) : 150.000 - 400.000
Penyewa utama : toserba kecil, toko perkakas, dan supermarket
Populasi yang dilayani : 100.000 - 150.000
4.
Sentra Belanja Distrik (Neighbourhood)
Luas kotor area yang disewakan (dalam kaki persegi) : 50.000 - 150.000
Penyewa utama : pasar swalayan, apotek, atau kombinasi
Populasi yang dilayani : 5.000 - 40.000
5.
Pusat Perbelanjaan Spesialis
Luas kotor area yang disewakan (dalam kaki persegi) : Kurang dari 50.000
hingga 375.000
Penyewa utama : 5.000 - 40.000 toko
Populasi yang dilayani : 1.000 hingga 150.000 ke atas
6.
Waserba (Convenience)
Luas kotor area yang disewakan (dalam kaki persegi) : kurang dari 50.000
Penyewa utama : toko kecil yang menjual bahan pangan
Populasi yang dilayani : 1.000 - 2.500
7.
Megamall
Luas kotor area yang disewakan (dalam kaki persegi) : 2.600.000 ke atas
Penyewa utama : taman hiburan, toserba, restoran, klub malam
Populasi yang dilayani : 1.000.000 ke atas
8.
Hypermarket
Luas kotor area yang disewakan (dalam kaki persegi) : 150.000 – 250.000
Penyewa utama : kombinasi pasar swalayan, depot diskon, elektronik, pakaian,
mainan, kebutuhan rumah tangga, peralatan kantor, perlengkapan otomatif
Populasi yang dilayani : 100.000 ke atas
9.
Pusat Ritel (Power Centre)
Luas kotor area yang disewakan (dalam kaki persegi) : 250.000 - 700.000
Penyewa utama : spesialis kategori, perlengkapan renovasi rumah dan
pertukangan, toko diskon, klub depot, toko obral
Populasi yang dilayani : 150.000 ke atas
2.2
Tinjauan Khusus
2.2.1
Bentuk & Ruang
Hubungan simbiosis antara bentuk massa dan ruang dalam arsitektur dapat
dinilai dan didapatkan keberadaannya pada beberapa skala yang berbeda. Pada skala
sebuah tapak bangunan, ada beragam strategi untuk menghubungkan bentuk sebuah
bangunan terhadap ruang di sekitarnya. Sebuah bangunan dapat :
-
Membentuk sebuah dinding di sepanjang tepi tapaknya dan mulai
mendefinisikan sebuah ruang luar yang positif;
-
Menyatukan ruang interiornya dengan ruang luar privat dari sebuah tapak
berdinding;
-
Membungkus sebagian tapaknya sebagai suatu ruang luar dan melindunginya
dari kondisi – kondisi iklim yang tidak diinginkan;
-
Mengelilingi dan membungkus halaman atau ruang atrium di dalam
volumenya;
-
Berdiri sebagai sebuah obyek khusus dan mendominasi tapaknya melalui
bentuk serta penempatan topografisnya;
-
Diregangkan keluar dan menghadirkan sebuah wajah yang luas untuk
menyajikan suatu pemandangan, menghilangkan sumbu, atau mendefinisikan
tepi suatu ruang kota;
-
Berdiri bebas dalam tapaknya tapi meneruskan ruang interiornya untuk bersatu
dengan ruang eksterior privatnya;
-
Berdiri sebagai sebuah bentuk positif di dalam ruang negatif.
1.
Elemen – Elemen Horisontal yang Mendefinisikan Ruang
a.
Bidang Dasar
Sebuah bidang horisontal yang terhampar sebagai sebuah figur diatas sebuah
latar yang kontras mendefinisikan sebuah area ruang sederhana. Jenis definisi spasial
ini dapat dipakai untuk membedakan suatu alur pergerakan dengan tempat – tempat
perhentian atau menegaskan sebuah zona fungsional di dalam suatu lingkungan.
Gambar 2. Jalanan di Woodstock, Oxfordshire, Inggris
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
b.
Bidang Dasar yang Diangkat
Bidang horisontal yang diangkat diatas bidang dasar menghasilkan permukaan
– permukaan vertikal di sepanjang tepinya yang memperkuat perpisahan visual antara
areanya dengan bidang dasar di sekelilingnya. Pengangkatan sebagian bidang dasar
akan menciptakan sebuah panggung atau podium yang secara struktural maupun visual
menopang bentuk dan massa sebuah bangunan. Bidang dasar yang diangkat dapat
berupa sebuah kondisi tapak pre-eksisting, atau dapat dibangun dan dengan sengaja
mendirikan sebuah bangunan di atas lingkungan di sekelilingnya ataupun
mempercantik citra di dalam lansekapnya.
Gambar 3. Paviliun Harmoni Utama (Taihe Dian) di Kota Telarang, Beijing, 1627
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
c.
Bidang Dasar yang Diturunkan
Bidang horisontal yang diangkat di atas bidang dasar menghasilkan permukaan
– permukaan vertikal pada area yang lebih rendah untuk mendefinisikan sebuah
volume ruang. Area – area rendah di dalam topografi sebuah tapak dapat berfungsi
sebagai panggung ataupun teater amfibi, bagi arena ruang luar. Perubahan
ketinggiannya yang alamiah akan menguntungkan baik dari sisi garis pandangnya
maupun kualitas akustik ruang – ruang ini.
Gambar 4. Teater di Epidauros, Yunani, sekitar tahun 350 SM, Polycleitos
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Alvar Aalto mendefinisikan sebuah ruang baca di dalam ruang perpustakaan
yang lebih besar dengan cara menurunkan bidang lantainya ke bawah lantai utama
ruang perpustakaan tersebut. Ia kemudian menggunakan permukaan pengikat vertikal
dari area baca sebagai tambahan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan buku.
Gambar 5. Perpustakaan, Pusat Budaya Wolfsburg, Essen, Jerman, 1962, Alvar Aalto
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
d.
Bidang di Atas
Bidang horisontal yang diletakkan di atas mendefinisikan sebuah volume ruang
antara dirinya sendiri dengan bidang dasarnya. Elemen atas utama sebuah bangunan
adalah bidang atapnya. Atap tidak hanya berfungsi untuk menaungi ruang interior
bangunan dari sinar matahari, hujan, dan salju, tapi juga memiliki dampak besar
terhadap bentuk sebuah bangunan secara keseluruhan serta gubahan ruangnya.
Gambar 6. Struktur Tarik, Pameran Taman Nasional, Cologne, Jerman, 1957, Frei Otto dan
Peter Stroymeyer
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
2.
Elemen – Elemen Vertikal yang Mendefinisikan Ruang
a.
Elemen – Elemen Linear Vertikal
Elemen – elemen linear vertikal mendefinisikan tepi – tepi tegak lurus suatu
volume ruang. Elemen – elemen linear yang vertikal mampu meniadakan sebuah sumbu,
menandai pusat ruang kota, atau menjadi titik perhatian bagi sebuah ruang kota di
sepanjang kelilingnya.
Gambar 7. Piazza del Campo, Siena, Italia
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
b.
Bidang Vertikal Tunggal
Sebuah bidang vertikal akan menegaskan ruang di hadapannya. Sebuah bidang
vertikal dapat mendefinisikan tampak prinsip sebuah bangunan yang menghadap ruang
publik, menciptakan sebuah gerbang masuk bagi orang, serta mengartikulasikan zona –
zona spasial di dalam sebuah volume yang lebih besar.
Gambar 8. S. Agostino, Roma, 1479-83, Giacomo da Pietrasanta
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
c.
Bidang Berbentuk-L
Sebuah konfigurasi bidang – bidang vertikal yang berbentuk L akan
memunculkan area ruang dari sudutnya keluar searah dengan sumbu diagonalnya. Aspek
sebuah konfigurasi bentuk L yang bersifat menaungi terekspresikan dengan baik pada
contoh ini dimana para petani Jepang dengan telaten menjadikan pepohonan pinus
tumbuh rimbun membentuk huruf L yang tebal untuk melindungi rumah dan tanah
mereka dari angina musim dingin serta badai salju.
Gambar 9. Vegetasi yang Menjadi Tirai Angin berbentuk L, Wilayah Shimane, Jepang
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
d.
Bidang – Bidang Sejajar
Dua bidang vertikal yang sejajar akan mendefinisikan volume ruang di antara
mereka yang diorientasikan mengikuti sumbu di kedua ujung terbuka konfigurasi
tersebut. Kualitas arah dan aliran ruang yang didefinisikan oleh bidang-bidang sejajar
secara alamiah dimanifestasikan di dalam ruang yang digunakan untuk sirkulasi dan
pergerakan, seperti jalanan dan alun-alun kota. Ruang-ruang linear ini dapat
didefinisikan oleh fasad bangunan yang menghadap mereka, maupun oleh bidangbidang yang lebih mudah dilalui yang tercipta oleh jejeran kolom, arkade, atau barisan
pepohonan.
Gambar 10. Galleria Vittorio Emanuelle II, Milan, Italia, 1865 – 77, Giuseppe Mengoni
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
e.
Bidang Berbentuk U
Sebuah konfigurasi bidang – bidang vertikal yang membentuk huruf U akan
mendefinisikan volume ruang yang diorientasikan terutama menuju ujung terbuka pada
konfigurasi tersebut. Konfigurasi-konfigurasi bentuk bangunan berbentuk huruf U dapat
digunakan untuk mendefinisikan sebuah ruang kota dan melenyapkan suatu kondisi
aksial (bersumbu). Mereka juga bisa difokuskan kepada sebuah elemen yang penting di
dalam area-areanya. Jika sebuah elemen ditempatkan di sepanjang ujung sisi terbuka
dari area tersebut, maka ia akan dijadikan sebuah titik fokus, serta memiliki kesan
penutupan yang lebih besar.
Gambar 11. Villa Trissino di Meledo, Dari The Four Books on Architecture, Andrea Palladio
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
f.
Empat Bidang : Penutup
Empat bidang vertikal akan menciptakan batas – batas ruang yang tertutup serta
mempengaruhi area ruang di sekeliling penutupnya. Area-area ruang yang tertutup
dengan jelas dapat ditemukan dalam arsitektur dengan beragam skala, mulai dari sebuah
lapangan kota yang besar, pekarangan atau ruang atrium, hingga sebuah aula tunggal
atau kamar di dalam sebuah kompleks bangunan.
Gambar 12. Kompleks Suci, Makam Ise, Mie Prefecture, Jepang, direkonstruksi setiap 20 tahun
sejak tahun 690
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
2.2.2
Organisasi
Menjelaskan bagaimana beragam konfigurasi dapat dimanipulasi untuk
mendefinisikan suatu area terpisah atau volume ruang, serta bagaimana pola solid dan
void mempengaruhi kualitas visual ruang yang didefinisikan tersebut. Namun,
beberapa bangunan, memiliki sebuah ruang yang menyendiri. Biasanya bangunan bangunan–ini terdiri dari sejumlah ruang yang terhubung satu sama lain melalui
fungsi, kedekatan, atau jalur pergerakannya.
1.
Hubungan – Hubungan Spasial
a.
Ruang Dalam Ruang
Ruang dapat ditampung di dalam volume sebuah ruang yang lebih besar. Agar
konsep ini dapat dilihat dengan jelas, diperlukan perbedaan ukuran yang jelas antara
kedua ruang tersebut.
Gambar 13. Ruang Dalam Ruang
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Ruang yang ditampung juga bisa saja berbeda bentuknya dibandingkan dengan
ruang pembungkusnya demi memperkuat citranya sebagai sebuah volume yang berdiri
sendiri. Kekontrasan bentuk ini bisa jadi mengindikasikan nilai kepentingan simbolis
ruang yang ditampung itu.
Gambar 14. Rumah Moore, Orinda, California, 1961, Charles Moore
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
b.
Ruang – ruang yang Saling Mengunci
Area sebuah ruang bisa menumpuk pada volume ruang lainnya.
Gambar 15. Ruang – ruang yang Saling Mengunci
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Bagian yang saling mengunci dapat mengembangkan integritasnya sendiri
sebagai sebuah ruang yang berfungsi untuk menghubungkan kedua ruang aslinya.
Gambar 16. Gereja Ziarah, Vierzehnheiligen, Jerman, 1744-72, Balthasar Neumann
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
c.
Ruang – ruang yang Berdekatan
Dua buah ruang bisa saling bersentuhan satu sama lain ataupun membagi garis
batas bersama.
Gambar 17. Ruang – ruang yang Berdekatan
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Ruang – ruang di dalam bangunan ini memiliki sifat individualistis dari segi
ukuran, bentuk dasar, dan bentuknya. Dinding yang membungkusnya mengadaptasi
bentuk – bentuk mereka tersebut untuk mengakomodir perbedaan antar ruang yang
saling berdekatan.
Gambar 18. Desain Paviliun, Abad XVII, Fischer von Erlach
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
d.
Ruang – ruang yang Dihubungkan oleh Sebuah Ruang Bersama
Dua buah ruang bisa saling mengandalkan sebuah ruang perantara untuk
menghubungkan mereka.
Gambar 19. Ruang – ruang yang Dihubungkan oleh Sebuah Ruang Bersama
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Ruang perantara ini dapat dibuat berbeda bentuk dan orientasinya dari ruang
yang dihubungkan agar dapat mengekspresikan fungsinya sebagai penghubung.
Gambar 20. Satu Setengah Rumah ( Proyek ), 1966, John Hejduk
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
2.
Organisasi - Organisasi Spasial
a.
Organisasi – organisasi Terpusat
Suatu ruang sentral dan dominan, yang dikelilingi oleh sejumlah ruang
sekunder yang dikelompokkan.
Gambar 21. Organisasi – organisasi Terpusat
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Karena bentuk sebuah organisasi terpusat pada hakekatnya adalah tidak
berarah, maka kondisi – kondisi pencapaian dan akses masuknya harus dirinci oleh
tapak serta penegasan salah satu ruang sekundernya sebagai sebuah pintu atau gerbang
masuk.
Gambar 22. Bentuk Organisasi Terpusat
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Ruang – ruang sekunder pada organisasi ini dapat setara satu sama lain dalam
hal fungsi, bentuk, ukurannya, serta menciptakan sebuah konfigurasi keseluruhan yang
secara geometris teratur dan simetris pada dua buah sumbu atau lebih.
Gambar 23. Gereja Ideal oleh Leonardo Da Vinci
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Ruang – ruang sekunder ini bentuk atau ukurannya mungkin saja berbeda satu
sama lain agar dapat merespon kebutuhan individual fungsi, mengekspresikan
kepentingan relatifnya atau mengukuhkan lingkungannya. Pembedaan diantara ruang
sekunder ini juga memungkinkan bentuk suatu organisasi terpusat merespon kondisi –
kondisi lingkungan tapaknya.
Gambar 24. San Lorenzo Maggiore, Milan, Italia, sekitar tahun 480
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
b.
Organisasi – organisasi Linier
Sebuah sekuen linier ruang – ruang yang berulang.
Gambar 25. Organisasi – organisasi Linier
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Sebuah organisasi linier biasanya terdiri dari ruang – ruang berulang yang
ukuran, bentuk, dan fungsinya serupa. Ia juga dapat terdiri dari sebuah ruang linier
yang tunggal yang mengorganisir serangkaian ruang yang berbeda ukuran, bentuk atau
fungsi di sepanjang sisinya.
Gambar 26. Macam Bentuk Organisasi Linier
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Bentuk organisasi – organisasi linier yang melengkung dan tersegmentasi akan
menutupi sebuah ruang eksterior pada sisi cekungannya serta mengarahkan ruang –
ruangnya ke pusat area. Di sisi cekungnya, bentuk – bentuk ini seolah menghadap
ruang dan mengeluarkannya dari arah mereka.
Gambar 27. Bentuk Organisasi Linier
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Organisasi – organisasi linier dapat dihubungkan dengan bentuk lain di dalam
lingkungannya, menyesuaikan terhadap fungsi dan tapak serta membentuk ruang
eksterior.
Gambar 28. Denah untuk Sirkus (1754, John Wood, Sr.), dan Istana Bulan Sabit (1767-75, John
Wood) di Bath, Inggris
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
c.
Organisasi – organisasi Radial
Sebuah ruang terpusat yang menjadi sentral organisasi – organisasi linier ruang
yang memanjang dengan cara radial. Organisasi radial merupakan sebuah denah
terbuka yang menggapai keluar dari lingkungannya. Dengan lengan – lengan liniernya,
organisasi ini dapat memanjang dan menempelkan dirinya ke elemen atau fitur – fitur
khusus tapaknya.
Gambar 29. Organisasi – organisasi Radial
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Lengan – lengan yang menjulur itu juga dapat berbeda satu sama lain demi
merespon kebutuhan – kebutuhan individual fungsi dan lingkungan.
Gambar 30. Bentuk Organisasi Radial
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Sebuah varian khusus organisasi radial adalah pola kincir angina, dimana
lengan – lengan linier organisasi tersebut menjulur keluar dari sisi – sisi suatu ruang
pusat yang berbentuk bujursangkar ataupun persegi panjang. Susunan ini
menghasilkan suatu pola dinamis yang secara visual memberikan kesan pergerakan
berputar mengelilingi ruang pusat tersebut.
Gambar 31. Penjara Moabit, Berlin, 1869 – 79, August Bussed an Heinrich Herrmann
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
d.
Organisasi – organisasi Berklaster
Ruang – ruang yang dikelompokkan melalui kedekatan atau pembagian suatu
tanda pengenal atau hubungan visual bersama.
Gambar 32. Organisasi – organisasi Berklaster
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Ruang – ruang terklaster dapat diatur mengelilingi sebuah titik akses masuk ke
dalam sebuah bangunan ataupun di sepanjang jalur pergerakan yang melaluinya.
Ruang – ruang ini juga dapat tersebar mengelilingi suatu area yang terdefinisi atau
volume ruang yang besar.
Gambar 33. Jenis Organisasi Berklaster
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Karena tidak ada tempat hasil bentukan yang penting di dalam pola sebuah
organisasi terklaster, maka nilai kepentingan sebuah ruang harus ditegaskan melalui
ukuran, bentuk, atau orientasi di dalam pola tersebut. Suatu kondisi simetri atau aksial
dapat digunakan untuk memperkuat dan menyatukan bagian – bagian sebuah
organisasi terklaster serta membantu mengartikulasikan kepentingan satu atau
sekelompok ruang di dalam organisasi tersebut.
Gambar 34. Rumah Pertemuan, Institut Studi Biologi Salk (Proyek), La Jolla, California, 195965, Louis Kahn
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
e.
Organisasi – organisasi Grid
Ruang – ruang yang diorganisir di dalam area sebuah grid struktur atau rangka
kerja tiga dimensi lainnya.
Gambar 35. Organisasi – organisasi Grid
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Sebuah grid juga dapat melakukan transformasi lain. Bagian – bagian grid
tersebut dapat bergeser untuk mendapatkan alternatif kemenerusan visual dan spasial
yang melintasi areanya.
Gambar 36. Jenis Organisasi Grid
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Karena sebuah grid tiga dimensional terdiri dari unit – unit ruang yang moduler
dan berulang, maka ia dapat dikurangi, ditambah, atau dilapisi, dan tetap mampu
mempertahankan identitasnya sebagai grid dengan kemampuannya dalam mengatur
ruang. Manipualsi bentuk ini dapat digunakan untuk mendefinisikan suatu ruang luar
atau akses masuk.
Gambar 37. Museum Ashram, Ahmedabad, India, 1958 – 63, Charles Correa
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
2.2.3
Sirkulasi
1.
Elemen – Elemen Sirkulasi
a.
Pencapaian
•
Frontal
Pencapaian frontal secara langsung mengarah ke pintu masuk sebuah bangunan
melalui sebuah jalur lurus dan aksial. Ujung akhir visual yang menghilangkan
pencapaian ini jelas, bisa berupa seluruh fasad depan bangunan atau pintu masuk yang
mendetail di dalam bidang.
Gambar 38. Pencapaian Frontal
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
•
Tidak Langsung
Sebuah pencapaian tidak langsung menekankan efek perspektif pada fasad
depan dan bentuk sebuah bangunan. Jalurnya dapat diarahkan kembali sekali atau
beberapa kali untuk menunda dan memperlama sekuen pencapaiannya.
Gambar 39. Pencapaian Tidak Langsung
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
•
Spiral
Sebuah jalur spiral melamakan sekuen pencapaian dan menekankan bentuk tiga
dimensional sebuah bangunan sementara kita bergerak di sepanjang kelilingnya. Pintu
masuk bangunan ini bisa terlihat berulang kali pada waktu pencapaiannya untuk
memperjelas posisinya, atau ia bisa disembunyikan hingga tiba di titik kedatangan.
Gambar 40. Pencapaian Spiral
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Sebelum benar – benar berjalan memasuki interior suatu bangunan, kita
mencapai pintu masuknya melalui sebuah jalur. Ini adalah tahap pertama sistem
sirkulasi, yang ketika tengah menempuh pencapaian itu kita disiapkan untuk melihat,
mengalami, serta memanfaatkan ruang – ruang di dalam sebuah bangunan.
Gambar 41. Rencana Tapak, Balai Kota di Saynatsalo, Finlandia, 1950-52, Alvar Aalto
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
b.
Pintu Masuk
Proses memasuki sebuah bangunan, ruang di dalam bangunan, ataupun area
ruang eksterior tertentu, akan melibatkan aksi menembus suatu bidang vertikal yang
membedakan suatu ruang dari ruang lainnya serta memisahkan makna “di sini” dan “di
sana”.
Gambar 42. Pintu Masuk
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Menurut bentuknya, pintu – pintu masuk dapat di kelompokkan ke dalam
kategori berikut : rata, dijorokkan, dan dimundurkan.
Gambar 43. Bentuk Pintu Masuk
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Menurut lokasinya, sebuah pintu masuk dapat diletakkan ditengah – tengah
bidang frontal sebuah bangunan, atau digeser dari tengah. Posisi sebuah pintu masuk
relatif terhadap bentuk ruang yang dimasuki akan menentukan konfigurasi jalur serta
pola aktivitas di dalam ruang tersebut.
Gambar 44. Letak Pintu Masuk
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Pemandangan ke laut yang dibingkai oleh Istana Doge di kiri dan Perpustakaan
Scamozzi di kanan. Pintu masuk ke piazza ini adalah dari arah laut ditandai dengan
adanya dua buah kolom granit, Kolom Singa (1189) dan Kolom Santo Theodorus
(1329).
Gambar 45. Piazza San Marco, Venesia
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Akses – akses masuk yang menembus dinding – dinding tebal akan
menciptakan ruang – ruang peralihan yang dilalui ketika berpindah dari satu tempat ke
tempat yang lain. Pintu masuk Gedung Pengadilan ini membingkai sebuah
pemandangan ke taman dan bukit di kejauhan.
Gambar 46. Gedung Pengadilan Santa Barbara, California, 1929, William Mooser.
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
c.
Konfigurasi Jalurnya
Seluruh jalur pergerakan, entah itu oleh manusia, mobil, barang, atau jasa,
secara alamiah adalah linear. Dan seluruh jalur tersebut memiliki sebuah titik awal,
yang darinya kita dibawa melalui suatu tahapan ruang – ruang hingga menuju tujuan
kita.
Gambar 47. Konfigurasi Jalur Pergerakan
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Titik temu atau persimpangan jalur selalu menjadi sebuah titik pengambilan
keputusan bagi orang yang mendekatinya. Ketika jalur – jalur di sebuah persimpangan
setara satu sama lain, maka perlu disediakan ruang yang cukup agar memungkinkan
orang berhenti sejenak untuk menyesuaikan orientasinya.
Gambar 48. Contoh Persimpangan Jalur
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Sifat konfigurasi sebuah jalur mempengaruhi dan juga dipengaruhi oleh pola
organisasi ruang – ruang yang dihubungkannya.
Gambar 49. Konfigurasi Jalur
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
1)
Linear
Seluruh jalur adalah linear. Namun, jalur yang lurus, dapat menjadi elemen
pengatur yang utama bagi serangkaian ruang. Jalur ini dapat berbentuk kurvalinear
atau terpotong – potong, bersimpangan dengan jalur lain, bercabang, atau membentuk
sebuah putaran balik.
Gambar 50. Sekolah Seni dan Kerajinan Gunung Haystack, Deer Isle, Marine, 1960, Edward
Larrabee Barnes
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
2)
Radial
Sebuah konfigurasi radial memiliki jalur – jalur linier yang memanjang dari
atau berakhir di sebuah titik pusat bersama.
Gambar 51. Penjara Begara Bagian Timur, Philadelphia, dimulai pada 1821
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
3)
Spiral
Sebuah konfigurasi spiral merupakan sebuah jalur tunggal yang menerus yang
berawal dari sebuah titik pusat, bergerak melingkar, dan semakin lama semakin jauh
darinya.
Gambar 52. Museum Pertumbuhan Tanpa Batas (Proyek), Phillippeville, Algeria, 1939, Le
Corbusier
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
4)
Grid
Sebuah konfgurasi grid terdiri dari dua buah jalur sejajar yang berpotongan
pada interval – interval regular dan menciptakan area ruang berbentuk bujursangkar
atau persegi panjang.
Gambar 53. Priene, ditemukan pada abad IV S.M.
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
5)
Jaringan
Sebuah konfigurasi jaringan terdiri dari jalur – jalur yang menghubungkan titik
– tiitk yang terbentuk di dalam ruang.
Gambar 54. Paris pada era Louis XIV
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
6)
Komposit
Pada kenyataannya, sebuah bangunan biasanya menggunakan kombinasi pola –
pola yang berurutan. Titik penting pada pola manapun akan menjadi pusat aktivitas,
akses – akses masuk ke dalam ruangan dan aula, serta tempat bagi sirkulasi vertikal
yang disediakan dengan tangga, ram, dan elevator. Untuk mencegah terjadinya sebuah
jalur cabang yang berbelit dan tidak terorientasi, perlu ada susunan hirarkis di antara
jalur dan titik – titik sebuah bangunan dengan cara membedakan skala, bentuk,
panjang, dan penempatan mereka.
d.
Hubungan – hubungan Jalur-ruang
Jalur dapat dikaitkan dengan ruang – ruang yang dihubungkannya melalui
beberapa cara berikut.
1)
Melewati Ruang
•
Integritas setiap ruang dipertahankan.
•
Konfigurasi jalurnya fleksibel.
•
Ruang – ruang yang menjadi perantara dapat digunakan untuk menghubungkan
jalur dengan ruang- raungnya.
Gambar 55. Melewati Ruang
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
2)
Lewat Menembusi Ruang
•
Jalur dapat lewat melalui sebuah ruang secara aksial, miring, atau di sepanjang
tepinya.
•
Ketika menembusi ruang, jalur menciptakan pola – pola peristirahatan dan
pergerakan di dalamnya.
Gambar 56. Lewat Menembusi Ruang
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
3)
Menghilang di dalam Ruang
•
Lokasi ruangnya menghasilkan jalurnya
•
Hubungan jalur – ruang ini digunakan untuk mencapai dan memasuki ruang –
ruang penting baik secara fugnsional maupun simbolis.
Gambar 57. Menghilang di dalam Ruang
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
e.
Bentuk Ruang Sirkulasi
Bentuk ruang sirkulasi bervariasi menurut bagaimana :
•
Batas – batasnya didefinisikan.
•
Bentuknya berkaitan dengan bentuk ruang yang dihubungkannya.
•
Kualitas skala, proporsi, pencahayaan, dan pemandangannya diartikulasikan.
•
Pintu – pintu masuk membuka padanya.
•
Ia menangani perubahan ketinggian dengan menggunakan tangga dan ram.
Sebuah ruang sirkulasi bisa :
1)
Tertutup
Membentuk suatu galeri publik atau koridor privat yang berhubungan dengan
ruang – ruang yang dihubungkannya melalui akses – akses masuk di dalam sebuah
bidang dinding.
Gambar 58. Ruang Sirkulasi Tertutup
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
2)
Terbuka pada Satu Sisi
Membentuk sebuah balkon atau galeri yang menyajikan kemenerusan spasial
dan visual dengan ruang – ruang yang dihubungkannya.
Gambar 59. Ruang Sirkulasi Terbuka pada Satu Sisi
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
3)
Terbuka pada Kedua Sisi
Membentuk jalur setapak berkolom yang menjadi penambahan fisik ruang
yang dilaluinya tersebut.
Gambar 60. Ruang Sirkulasi Terbuka pada Kedua Sisi
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Sebuah jalur yang sempit dan tertutup secara alamiah akan mendorong
pergerakan ke depan. Untuk mengakomodir lalu lintas yang lebih besar serta
menciptakan ruang untuk berhenti sejenak, beristirahat, atau menikmati pemandangan,
maka bagian – bagian tertentu sebuah jalur dapat diperlebar. Jalur ini juga dapat
dieprbesar dengan menggabungkannya dengan ruang – ruang yang dilaluinya.
Gambar 61. Contoh Pergerakan jalur yang Sempit dan Tertutup
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
Di dalam ruang yang lebih besar, jalur dapat mengacak, tanpa bentuk atau
definisi, dan ditentukan oleh aktivitas dan pengaturan perabotan di dalam ruang
tersebut.
Gambar 62. Contoh Pergerakan Jalur Mengacak
Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan
2.3
Kerangka Berpikir
Latar Belakang
Pembangunan pusat perbelanjaan membawa dampak positif terhadap perekonomian
masyarakat dan juga ekonomi penduduk sekitarnya naik. Namun dari banyak pusat
perbelanjaan tersebut, elemen ruang terbuka yang disediakan sangat minim sehingga
ruang terbuka hijau dan daerah resapan berkurang.
Perumusan Masalah
Bagaimana mengorganisasikan bentuk dan ruang antara bangunan pusat perbelanjaan
dan ruang terbuka.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pola organisasi bentuk dan ruang dari tiga mall yang menerapkan
konsep ruang terbuka untuk diterapkan dalam proyek ‘Pusat Perbelanjaan dengan
Konsep Ruang Terbuka di Jakarta’.
Ruang Lingkup Pembahasan
Membahas organisasi ruang dan bentuk bangunan pusat perbelanjaan menurut buku
Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan dari Francis D.K. Ching.
Landasan Teori
Tinjauan Umum, Tinjauan Khusus, Novelty
Metode penelitian
Menggunakan metode kualitatif
Analisa
Menganalisa dan membandingkan pola organisasi bentuk dan ruang pada tiga mall
dalam konteks menggabungkan pusat perbelanjaan dengan ruang terbuka.
Kesimpulan
2.4.1
Novelty
Journal of Retail & Leisure Property (16th September 2010), Vol. 9, 4,
1.
277-301
Judul : Coexistence and conflicts between shopping malls and street markets in
growing cities : Analysis of shoppers behaviour
Dr Rajagopal
o
Analisa tentang kemudahan dan perilaku dalam berbelanja ( shopping
conveniences & shopping behavior )
o
Hipotesa :
-
Pasar jalanan ( street market ) memiliki keunggulan harga ( low price ), pakaian
dan makanan buatan sendiri terlepas dari standar kebersihan.
-
Shopping mall terdapat tempat – tempat menarik / rekreasi dan fasilitas modern
untuk pembeli.
-
Pasar jalanan melayani konsumen yang cenderung membeli produk – produk
makanan segar ( bahan makanan misalnya ikan dan sayuran ), sementara itu
diyakini bahwa supermarket menjual produk olahan atau makanan yang telah
dibekukan.
-
Baik pasar jalanan maupun pusat perbelanjaan mempengaruhi budaya konsumen.
Namun atribut mereka untuk melayani konsumen dan meningkatkan nilai
konsumen berbeda.
o
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keinginan pembeli untuk berbelanja
didorong oleh :
-
Suasana berbelanja
-
Tempat – tempat menarik mall ( mall attraction )
-
Fasilitas rekreasi
-
Lokasi mall
-
Promosi penjualan ( sale )
-
Adanya daya tarik yang mengacu pada produk & layanan, merek / brand, harga (
store attractiveness )
2.
Journal of Retail & Leisure Property (7th May 2010), Vol. 9, 3, 193 - 199
Judul : Creating the futuristic retail experience through experiential marketing :
Is it possible ? An exploratory study
Srini R. Srinivasan & Rajesh Kumar Srivastava
o
Terdapat perbedaan antara selera dan preferensi dari generasi muda dan tua.
o
Remaja perempuan lebih tertarik menghabiskan waktu untuk berbelanja
(shopping outlet), sedangkan remaja laki – laki cenderung lebih tertarik pada
zona hiburan.
o
Daya Tarik untuk mengunjungi mall
-
Dibawah 25 tahun : outlet belanja 34%, food Court 30%, zona hiburan dan
lainnya 36%.
-
Diatas 25 tahun : outlet belanja 58%, food court 24%, zona hiburan dan lainnya
18%
o
Atribut penting yang mempengaruhi pengalaman : staff dan layanan yang baik
6%, kualitas dalam menghabiskan waktu 32%, harga 42%, masalah merek /
brand 18%, lainnya 2%.
o
Unsur – unsur lingkungan sangat berpengaruh untuk meningkatkan kepuasan
pembeli dan mendorong kembalinya pembeli.
o
Menawarkan
pengalaman
berbelanja
yang
positif
berdasarkan
visual
merchandising. Visual merchandising menggambarkan penyajian barang
dagangan untuk menarik konsumen dalam berbelanja, dapat menciptakan
suasana yang menyenangkan dan menarik yang mengundang konsumen untuk
menghabiskan lebih banyak waktu ditoko.
o
Pengalaman berbelanja harus dibuat sesuai dengan kebiasaan konsumen dalam
berbelanja dan tren pasar. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar
konsumen adalah wanita muda, yang umumnya lebih tertarik pada tempat
belanja. Outlet belanja dan food court adalah daya Tarik terbesar di mall. Secara
keseluruhan, disarankan agar pusat perbelanjaan harus mencoba untuk
menciptakan pengalaman belanja yang unik & baru.
Journal of Retail & Leisure Property (5th November 2009), Vol. 9, 1, 75-
3.
87
Judul : Customer expectations of store attributes : A study of organized retail
outlets in India
Piyali Ghosh, Vibhuti Tripathi, & Anil Kumar
o
Atribut toko dan pola belanja konsumen :
-
Lokasi
Lokasi memainkan peran penting dalam keberhasilan atau kegagalan sebuah
outlet. (Mendes and themido, 2004)
Ketersediaan untuk melakukan perjalanan berdasarkan banyaknya daftar belanja.
(Bell and Lattin, 1998)
-
Ukuran
Pembeli lebih tertarik outlet besar daripada outlet kecil, kecuali pembeli tertarik
dengan pelayanan cepat atau kenyamanan. (Simonson, 1999)
-
Flooring
Orang dapat berbelanja atau menghabiskan waktu lebih lama jika mereka dapat
berjalan dengan nyaman (tidak didorong) pada saat melihat barang dagangan.
(Berman and Evans, 2007)
-
Pencahayaan, musik & bau
Musik dapat mempengaruhi waktu yang dihabiskan, suasana hati konsumen &
kesan keseluruhan dari outlet. (Herrington & Cappela, 1994)
Musik meningkatkan persepsi waktu dalam menunggu layanan. (Hui et al, 1997)
Lambat tempo musik dapat mendorong pembeli untuk bergerak perlahan – lahan.
(Berman & Evans, 2007)
Bau dapat memiliki efek positif pada pengalaman berbelanja, terutama ketika
digabungkan dengan aspek lainnya seperti musik ditoko. (Mattila and Wirtz,
2001)
-
Suhu
Image toko dapat dipengaruhi oleh central AC, unit AC, kipas angina, atau
bukaan jendela. (Berman and Evans, 2007)
-
Warna
Pilihan warna untuk dinding harus senada dengan target audiens. Kadang –
kadang ketika warna berubah, pelanggan mungkin tidak nyaman pada awalnya,
sampai mereka menyesuaikan diri dengan skema warna baru. (Berman and
Evans, 2007)
-
Customer space
Customer space dapat berkontribusi pada suasana belanja dan termasuk juga
ruang duduk, bangku, ganti kamar, kamar kecil, restoran, parkir, dan sebagainya.
(Berman and Evans, 2007)
-
Teknologi
Toko dengan teknologi maju dapat mengesankan orang dengan operasi dan
layanannya yang cepat. (Berman & Evans, 2007)
4.
Jurnal “ ruang “ Volume 1 Nomor 1 September 2009
Judul : Pusat Pertokoan Dengan Konsep Pedestrian Mall Di Kota Palu
Ahda Mulyati dan Fitria Junaeny
Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Tadulako
o
Penataan etalase toko / retail yang menarik. Material dan konstruksi
mempertimbangkan unsur estetika serta ketahanan terhadap kondisi cuaca dan
iklim
o
Mempertimbangkan lebar dan jarak pedestrian, dilengkapi dengan street
furniture, signage, vegetasi dan ruang parkir serta penyediaan open space
sebagai tempat melakukan interaksi sosial
o
Pengaturan ruang parkir yang efisien, yaitu dengan meletakkan ruang parkir pada
beberapa lokasi yang strategis dan memudahkan pergerakan pengunjung dengan
pencapaian yang mudah.
o
Agar pengaturan sirkulasi barang lancar, aktivitas pelayanan bongkar muat
barang diberlakukan pada jam – jam khusus atau jam – jam tertentu sehingga
sirkulasi tidak saling mengganggu
5.
Jurnal Planesa, Volume 2, Nomor 1 Mei 2012
Judul : Konsep Perencanaan Kawasan Perdagangan Koridor Jalan SA. Tirtayasa,
Kota Serang dengan Pendekatan Pedestrianisasi ( Memanusiakan Pejalan
kaki )
Darmawan Listya Cahya, Rima Metalia
o
Konsep pedestrian mall yang diambil dari Harvey Rubeinstein dalam
menganalisis data adalah sebagai berikut :
1)
Faktor – faktor kultural ( Cultural Factor ) :
-
Kondisi lalu lintas, untuk menempatkan suatu mall dalam suatu blok tertentu
diperlukan pengukuran yang aktual atas jumlah volume lalu lintas yang sudah
ada dalam suatu jalan.
-
Transit, pengaruh mall terhadap lalu lintas dengan mempertimbangkan jalan –
jalan lainnya disekitar area tersebut.
-
Parkir, dalam kondisi eksisting terdapat taman parkir yang terletak berdekatan
dengan kawasan yang akan dikembangkan. Jika dalam perencanaan ditentukan
bahwa lahan parkir yang tersedia tidak mencukupi dan memungkinkan maka
perlu dibuat parkir multi-level, dimana lahan parkir dibangun secara vertikal.
-
Pelayanan untuk kendaraan truk, kendaraan emergensi seperti polisi dan
pemadam kebakaran, dibutuhkan jalur khusus yang dapat mengakses keluar
masuknya kendaraan darurat apabila terjadi sesuatu yang darurat dalam kawasan
perencanaan.
-
Sirkulasi pedestrian, menyangkut kenyamanan dan keamanan pejalan kaki.
-
Utilitas yang meliputi drainase, pembuangan air kotor, sampah, listrik, gas, air
bersih dan telepon.
-
Bangunan yang ada, yang harus diamati kondisinya, ketinggiannya, karakter
arsitekturalnya, pintu masuknya.
-
Peraturan zonasi (RDTR Kota) sebelum merencanakan pengembangan perlu
diketahui peraturan tata ruang yang berlaku pada kawasan tersebut, sehingga
tidak merusak rencana tata ruang yang sudah ada.
-
Kelengkapan seperti tanda – tanda, penerangan, aksesori jalan.
-
Perawatan,
untuk
menjaga
dan
memelihara
kawasan
tersebut
seperti
membersihkan mall, membersihkan sampah, menggantikan penerangan jalan
yang rusak, merawat pohon dan street furniture lainnya.
2)
Faktor Alam ( Natural Factor ) :
-
Jenis Tanah, apakah jenis tanah tersebut cocok untuk dibangun dengan type
bangunan vertikal atau tipe bangunan bermassa satu, atau justru tidak cocok
untuk dibangun.
-
Klimatologi / cuaca, pengaruh lingkungan antara lain iklim yang menimbulkan
berbagai masalah dalam kaitannya dengan para pejalan kaki.
-
Topografi, kemiringan tanah perlu diketahui untuk mengetahui aliran air
sehingga bisa dipastikan daerah mana yang rawan genangan air pada saat musim
hujan, dan dalam perencanaannya itu bisa diminimalisasi.
Download