pengalaman mempertahankan kehamilan pada remaja yang

advertisement
PENGALAMAN MEMPERTAHANKAN KEHAMILAN PADA REMAJA
YANG MENGALAMI KEHAMILAN PRANIKAH DI KABUPATEN
PRINGSEWU TAHUN 2014
Virgin Septika Putri
Kelompok Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai pengalaman
mempertahankan kehamilan pada remaja yang mengalami kehamilan pranikah, faktor yang
mempengaruhi, masalah yang dialami, serta dukungan yang dibutuhkan baik selama
mempertahankan kehamilan maupun kehidupan setelahnya. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus. Informan utama, yaitu remaja yang pernah
mengalami kehamilan pranikah pada usia <20 tahun dan informan kunci, yaitu ibu, pasangan,
saudara, dan petugas kesehatan. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara mendalam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor attitude, subjective norm, dan perceived beliefe
control memiliki pengaruh terhadap perilaku mempertahankan kehamilan pada remaja yang
mengalami kehamilan pranikah. Masalah yang sering dialami adalah masalah medis,
psikologis, dan finansial, sedangkan dukungan yang dibutuhkan adalah segala bentuk
dukungan yang merujuk pada masalah yang dialami.
Kata kunci : Kabupaten Pringsewu, kehamilan pranikah, remaja.
Maintaining Pregnancy Experience in Teenagers Who Are Experiencing Premarital
Pregnancy at Pringsewu Regency in 2014
ABSTRACT
This research aims to get a description of experience of maintaining pregnancy in tenageers
who are experiencing premarital pregnancy, factors that affect, problems that occur and and
support needed during pregnancy and life afterwards. This research used the qualitative
approach and the design is case study on teenage informants who had experienced premarital
pregnancy at under 20 years and key informant i.e spouse, mother, family, and health
workers. Data collected by in-depth interviews. The results showed that the attitude,
subjective norms, and perceived behavioral control factors has an impact on the behavior of
teenage premarital pregnancy in the defence. The problems often experienced is a matter of
medical, psychological, and financial. While the required support tailored to the types of
problemss that appear.
Key words: premarital pregnancy, Pringsewu Regency, teenage.
Pengalaman mempertahankan…, Virgin Septika Putri, FKM UI, 2014
Pendahuluan
Kehamilan yang terjadi di usia remaja terlebih di luar ikatan pernikahan memiliki risiko
yang besar. Hal ini berkaitan dengan kondisi remaja yang belum optimal untuk mengalami
dan menjalani kehamilan, baik dari segi medis, psikososial, maupun ekonomis. Ketika kondisi
intrinsik remaja yang belum siap tersebut diperberat oleh faktor sosiodemografi seperti
kemiskinan, pendidikan yang rendah, dan asuhan prenatal yang tidak adekuat, maka risiko
kehamilan dan kehidupan berkeluarga akan semakin meningkat (Soetjiningsih, 2004)..
Kehamilan remaja adalah kehamilan yang dialami oleh perempuan yang berusia antara
13-19 tahun (UNICEF, 2008). Sebagian besar kehamilan remaja merupakan kehamilan yang
tidak diinginkan (Kusmiran, 2011). Salah satu alasan mengapa kehamilan remaja menjadi
masalah yang krusial adalah karena angka kejadiannya yang memprihatinkan. Berdasarkan
data dari WHO pada tahun 2008, sekitar 16 juta perempuan berusia 15-19 tahun melahirkan
setiap tahunnya. Angka ini menyumbang 11% dari semua kelahiran di seluruh dunia dan 95%
dari kelahiran remaja terjadi di negara-negara berkembang (WHO, 2012). Menurut survei
terakhir dari BPS melalui SDKI (2012), angka kehamilan remaja pada kelompok usia 15-19
tahun mencapai 48 dari 1.000 kehamilan (Ramadhan, 2013). Tiga dari 10 remaja wanita
mengaku mengetahui seseorang yang mereka kenal secara pribadi mengalami kehamilan yang
tidak diinginkan (SDKI, 2012).
Kehamilan yang terjadi di usia remaja disebabkan oleh berbagai faktor baik dari dalam
diri remaja itu sendiri maupun dari luar diri remaja. Salah satu faktor yang berasal dari dalam
adalah terjadinya perubahan fisik yang menyebabkan seseorang menjadi aktif dan matang
secara seksual. Menurut Soetjiningsih (2004) kondisi tersebut jika didukung dengan faktor
penguat dari lingkungan di sekitar remaja dapat membuka kesempatan yang lebih luas bagi
remaja untuk melakukan perilaku seksual berisiko termasuk hubungan seksual yang berakibat
pada kehamilan, di antaranya hubungan antara orang tua dengan remaja yang tidak adekuat,
tekanan teman sebaya, religiusitas, dan paparan terhadap pornografi (Hidayati, 2013). Selain
itu, kemajuan jaman telah melonggarkan nilai dan norma di masyarakat dan merubah pola
perilaku menjadi lebih toleran khususnya pada perilaku-perilaku yang berisiko (Pembayun,
2010). Permisifitas dan keterbukaan terhadap perubahan perilaku dan gaya hidup tersebut
tidak disertai dengan kecukupan informasi dan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi
yang dimiliki oleh remaja. Sehingga remaja tidak terlindungi dari bahaya yang ditimbulkan
dan terlanjur terkena dampak negatifnya termasuk kehamilan remaja pranikah (Surbakti,
2009).
Pengalaman mempertahankan…, Virgin Septika Putri, FKM UI, 2014
Remaja yang terlanjur mengalami kehamilan pranikah dihadapkan pada dua hal yang
sama-sama memiliki risiko tinggi, yaitu memilih untuk mengakhiri kehamilan (aborsi) atau
mempertahankan kehamilan. Aborsi dipilih oleh seorang wanita yang hamil dan belum kawin
untuk menghindari tekanan rasa malu dan celaan dari masyarakat (SDKI, 2012). Belum
adanya kesiapan dari remaja untuk menjadi orang tua, desakan keluarga, dan pasangan yang
tidak mau bertanggung jawab juga turut mendorong remaja yang hamil untuk melakukan
aborsi (Hapsari, 2006). Belum adanya kepastian hukum terhadap tindakan aborsi dan sulitnya
mengakses pelayanan aborsi yang aman dan legal membuat banyak remaja terpaksa
mengaborsi kandungannya dengan cara yang tidak lazim dan tidak aman. Padahal, aborsi
dengan cara tidak aman menimbulkan banyak risiko baik secara fisik, psikis, dan sosioekonomis.
Selain mengakhiri kehamilan dengan aborsi, remaja yang mengalami kehamilan
pranikah juga dihadapkan dengan pilihan untuk meneruskan dan mempertahankan
kehamilannya. Menurut Lestari (2001) remaja memilih meneruskan kehamilan dan
melahirkan bayinya karena dua alasan, yang pertama adalah alasan agama yang melarang
untuk membunuh (mengaborsi) bayi di dalam kandungan dan yang kedua adalah karena
ketakutan akan kematian ketika proses aborsi mengalami kegagalan (Utomo, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian Hapsari (2006) dapat diketahui bahwa pengetahuan, kemampuan
finansial, dukungan keluarga, dukungan teman dan dukungan LSM memiliki pengaruh
terhadap perilaku remaja dalam mempertahankan kehamilan pranikah. Memilih untuk
meneruskan dan mempertahankan kehamilan pranikah di usia remaja bukan suatu perkara
yang sederhana. Hal ini dikarenakan remaja belum siap untuk mengalami kehamilan dan
menjalankan peran menjadi orang tua baik dari psikis maupun sosio-ekonomis (Surbakti,
2009). Ketika banyak hal yang tidak terkondisikan dengan baik, maka pilihan untuk
mempertahankan kehamilan akan mendatangkan risiko yang tidak kalah besar dengan risiko
yang diterima ketika remaja yang hamil memilih untuk melakukan aborsi. Bahkan ancaman
risiko itu harus ditanggung remaja dan keluarganya selama kehamilan, persalinan, dan
kehidupan setelahnya.
Kabupaten Pringsewu merupakan kabupaten yang baru terbentuk pada tahun 2009.
Jumlah remaja di Kabupaten Pringsewu kurang lebih 1/10 dari seluruh jumlah penduduk,
yaitu sebanyak 33.967 remaja. Seiring dengan kemajuan jaman dan derasnya arus modernisasi
dan globalisasi, jumlah kasus kehamilan remaja di Kabupaten Pringsewu semakin meningkat.
Dari bulan Januari hingga Oktober tahun 2013 tercatat 173 kasus kehamilan remaja yang
berusia <18 tahun di Kabupaten Pringsewu. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa kasus
Pengalaman mempertahankan…, Virgin Septika Putri, FKM UI, 2014
kehamilan remaja di Kabupaten Pringsewu cukup mengkhawatirkan. Oleh karena itu
Kabupaten Pringsewu yang terbilang sebagai kabupaten baru di Provinsi Lampung memiliki
daya tarik tersendiri untuk dilakukannya penelitian terkait kejadian kehamilan remaja (Dinkes
Pemkab Pringsewu, 2013).
Berdasarkan latar belakang di atas maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
diperolehnya gambaran mengenai pengalaman mempertahankan kehamilan pada remaja yang
mengalami kehamilan pranikah. Selain itu untuk diketahuinya pengaruh faktor attitude,
seubjective norms, dan perceived behaioral control terhadap perilaku mempertahankan
kehamilan pada remaja yang mengalami kehamilan pranikah serta diketahuinya masalah yang
dihadapi oleh remaja dan dukungan yang dibutuhkan oleh remaja dalam mempertahankan
kehamilan pranikah.
Tinjauan Teoritis
Penelitian ini menggunakan Theory of Planned Behavior (TPB) yang merupakan salah
satu konsep yang digunakan untuk menggambarkan peranan sikap terhadap perilaku (Albery,
2011). Teori ini digagas oleh Ajzen (1988) yang merupakan hasil modifikasi dari teori
sebelumnya, yaitu Theory Reasoned Action (TRA) yang digagas oleh Ajzen dan Fishbein
(1967) dalam (Achmat, 2010). Perbedaan utama antara TRA dan TPB adalah penambahan
satu determinan penentu intensi berperilaku pada TPB, yaitu Perceived Behavioral Control
(PBC) (Sarafino, 2006).
Menurut teori ini intensi atau niat merupakan prediktor terbaik dari sebuah perilaku atau
dengan kata lain niat merupakan anteseden terdekat dari perilaku (Albery, dkk., 2011). Jadi,
semakin besar niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku, maka ada kemungkinan yang
semakin besar bagi orang tersebut untuk mengaktualisasikan perilakunya. Menurut teori ini,
intensi yang mengarahkan pada sebuah perilaku sangat dipengaruhi oleh kombinasi tiga faktor
utama atau “judgments determine”, yaitu attitude toward behavior, subjective norm, dan dan
perceived behavioral control.
Ajzen (2005) juga menambahkan faktor latar belakang individu ke dalam skema seperti
faktor personal, faktor sosial, dan informasi. Faktor personal adalah sikap umum seseorang
terhadap sesuatu, seperti sifat, nilai hidup, emosi, dan kecerdasan. Faktor sosial antara lain
adalah usia, jenis kelamin, suku, etnis, pendidikan, sosial ekonomi, dan agama. Sedangkan,
faktor informasi adalah pengalaman, pengetahuan, dan paparan terhadap media. Di bawah ini
Pengalaman mempertahankan…, Virgin Septika Putri, FKM UI, 2014
adalah penjelasan terkait faktor utama yang langsung berkaitan dengan perilaku seseorang
(Achmat, 2010):
1. Intention
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) intensi merupakan komponen dalam diri
individu yang mengacu pada keinginan untuk malakukan tingkah laku tertentu.
Sedangkan menurut Theory of Planned Behavior seseorang dapat bertindak
berdasarkan intensi atau niatnya hanya jika memiliki kontrol terhadap perilakunya
dan dibentuk dari attitude toward behavior, subjective norms, dan perceived
behavioral control yang dimiliki individu terhadap suatu perilaku.
2. Attitude toward behavior
Sikap dianggap sebagai determinan pertama dari niat untuk perilaku. Attitude toward
behavior terbentuk dari adanya behavioral beliefs atau keyakinan terhadap sebuah
perilaku baik yang dinilai secara positif maupun negatif. Seorang individu akan
berniat untuk menampilkan suatu perilaku tertentu ketika ia menilainya secara
positif. Menurut Ajzen (1991) sikap terhadap suatu perilaku dapat diperoleh dari
keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut.
3. Subjective norm
Norma subjektif juga diasumsikan sebagai suatu fungsi dari beliefs yang secara
spesifik membuat seseorang setuju atau tidak setuju untuk menampilkan suatu
perilaku dan keinginan untuk mematuhi perilaku tersebut (motivation to comply).
Kepercayaan yang termasuk dalam norma subjektif disebut juga kepercayaan
normatif (normative beliefs). Seorang individu akan berniat menampilkan suatu
perilaku tertentu jika ia mempersepsikan bahwa orang penting yang berpengaruh
bagi dirinya (misal, orang tua, teman, petugas kesehatan) berpikir bahwa ia
seharusnya melakukan atau tidak melakukan, setuju atau tidak setuju terhadap
perilaku tersebut. Hal ini diketahui dengan cara menanyai responden untuk menilai
apakah orang penting tadi cenderung akan setuju atau tidak setuju jika ia
menampilkan perilaku yang dimaksud.
4. Perceived behavioral control
Perceived behavioral control menunjukkan suatu kondisi di mana seorang individu
merasa bahwa terjadi atau tidaknya suatu perilaku berada di bawah pengendaliannya.
Sedangkan perceived behavior control terbentuk karena adanya control beliefs atau
keyakinan dari dalam diri individu bahwa suatu perilaku yang dilaksanakan dapat
dilakukan karena berbagai hal yang dimilikinya, seperti pengalaman diri sendiri atau
Pengalaman mempertahankan…, Virgin Septika Putri, FKM UI, 2014
mendengar pengalaman orang lain mengenai suatu perilaku, faktor pengetahuan,
ketrampilan, ketersediaan waktu, tersedianya fasilitas, dan memiliki kemampuan
untuk mengatasi setiap kesulitan yang menghambat pelaksanaan perilaku sehingga ia
memiliki keyakinan bahwa ia pun akan dapat melaksanakannya. Orang cenderung
akan membentuk suatu intensi yang kuat untuk menampilkan suatu perilaku tertentu
jika ia percaya bahwa ia memiliki sumber atau kesempatan untuk melakukannya.
Berdasarkan tinjauan teoritis di atas, dibuatlah sebuah kerangka konsep yang akan
digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
Attitude toward
behavior
Subjective
Norms
Perceived
Behavioral
Control
Niat untuk
mempertahankan
kehamilan Perilaku mempertahankan
kehamilan Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain
penelitian studi kasus di Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung pada bulan Maret-April
2014. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara mendalam yang dibantu dengan
menggunakan pedoman wawancara yang telah diuji coba terlebih dahulu, alat bantu
handphone dengan aplikasi perekam suara, serta alat tulis yang digunakan untuk membuat
catatan lapangan. Jumlah informan dalam penelitian ini adalah 12 orang yang terbagi ke
dalam dua kategori, yaitu 6 orang informan utama dan 6 orang informan kunci. Kriteria
Pengalaman mempertahankan…, Virgin Septika Putri, FKM UI, 2014
informan utama adalah seorang perempuan yang berdomisili di wilayah Kabupaten Pringsewu
dan pernah mengalami kehamilan pranikah pada usia <20 tahun kemudian mereka
mempertahankan kehamilannya. Sedangkan kriteria informan kunci adalah orang-orang yang
mengetahui dan memahami pengalaman informan utama dalam mempertahankan kehamilan,
bersedia dijadikan informan kunci untuk kemudian bisa diajak bekerjasama dalam
memberikan informasi yang benar dan akurat kepada peneliti.
Untuk menjamin keabsahan atau validitas, maka dilakukan triangulasi sumber dengan
mengumpulkan informasi melalui wawancara dengan kategori informan yang berbeda, yaitu
informan utama dan informan kunci. Analisis data di dalam penelitian ini dilakukan
sepanjang penelitian berlangsung dengan urutan kerja sebagai berikut:
1. Mengumpulkan semua data yang diperoleh dari informan.
2. Membuat transkrip dengan cara melengkapi catatan lapangan dengan data dari hasil
rekaman wawancara mendalam.
3. Mereduksi dan menyajikan data dalam bentuk matriks.
4. Mengkategorikan data, mencari pola hubungan, persamaan, dan perbedaan dari hasil
wawancara dengan informan sehingga memudahkan dalam membuat kesimpulan.
5. Menyimpulkan dan menginterpretasi data agar bermakna dan dapat menjawab
pertanyaan penelitian yang telah dibuat sebelumnya.
Hasil dan Pembahasan Penelitian
1. Pengaruh Faktor Attitude Toward Behavior terhadap Perilaku Mempertahankan
Kehamilan pada Remaja yang Mengalami Kehamilan Pranikah
Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya reaksi terhadap stimulus tertentu
dalam kehidupan sehari-hari (Notoadmodjo, 2007). Sikap seseorang terhadap suatu objek
dapat digunakan untuk memprediksi perilaku terhadap objek tersebut (Notoadmodjo,
2007). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian, di mana seluruh informan memiliki sikap
positif terhadap perilaku mempertahankan kehamilan pranikah di usia remaja dan sikap
positif tersebut sejalan dengan perilaku informan dalam menjalani keputusan untuk
mempertahankan kehamilan.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan juga oleh Cobb (2001), bahwa di dalam
kasus kehamilan remaja, remaja yang memiliki sikap positif terhadap kehamilannya, maka
cenderung akan mempertahankan kehamilan yang terjadi dan menanggung berbagai
macam risikonya. Selain itu hal ini juga sesuai dengan Theory of Planned Behavior yang
Pengalaman mempertahankan…, Virgin Septika Putri, FKM UI, 2014
digagas Ajzen (1991), bahwa seorang individu akan berniat untuk menampilkan suatu
perilaku dan mengupayakannya menjadi perilaku yang nyata ketika ia menilainya secara
positif (Achmat, 2010).
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa faktor attitude toward behavior yang
tergambar dari sikap terhadap perilaku mempertahankan kehamilan pranikah di usia remaja
memiliki pengaruh terhadap perilaku mempertahankan kehamilan pranikah di usia remaja.
2. Pengaruh Faktor Subjective Norm terhadap Perilaku Mempertahankan Kehamilan
pada Remaja yang Mengalami Kehamilan Pranikah
Faktor subjective norm dalam penelitian ini tergambar dari persepsi tentang
pandangan pendapat orang lain, yaitu pasangan, orang tua, dan teman mengenai perilaku
mempertahankan kehamilan pranikah di usia remaja, di mana hal tersebut diyakini sebagai
sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh informan dan orang lain itu cenderung akan
menyetujui perilaku yang dipilih.
Dari hasil wawancara dapat diketahui bahwa, mayoritas informan mempersepsikan
pasangan, orang tua, dan teman memiliki pendapat, nilai, dan sikap yang positif terhadap
perilaku mempertahankan kehamilan dan menyetujui perilaku tersebut, sehingga mereka
memiliki keyakinan normatif dan keinginan untuk mematuhi dan melakukan apa yang
menjadi pandangan ketiga pihak tersebut. Seperti pendapat dari Widyoningsih (2011) yang
mengatakan bahwa apabila laki-laki menerima kehamilan yang terjadi dan menunjukkan
rasa kasih sayang serta sikap peduli dan bertanggung jawab, maka akan meningkatkan
kepercayaan diri remaja putri yang mengalami kehamilan sehingga segala tindakan untuk
mempertahankan kehamilan lebih mudah diambil. Selain itu, jika laki-laki yang
menghamili bersedia untuk bertanggung jawab, maka akan lebih mudah bagi remaja
memutuskan mempertahankan kehamilan dan begitu pula sebaliknya. Diperkuat juga oleh
pendapat Cobb (2001) bahwa sikap orang tua dan teman sebaya cukup berpengaruh
terhadap keputusan remaja untuk mengaborsi kehamilan atau meneruskannya.
Pengaruh persepsi orang lain yang dipercayai oleh informan juga diperkuat oleh
kasus yang dialami oleh salah satu informan yang mencoba menggugurkan kandungannya
karena dipengaruhi oleh orang tuanya yang memiliki nilai dan sikap negatif terhadap
kehamilan anaknya dan tidak menginginkan anaknya meneruskan kehamilan yang terjadi.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan Theory of Planned Behavior milik Ajzen (1991)
bahwa seorang individu akan berniat menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia
mempersepsikan bahwa orang penting yang berpengaruh bagi dirinya (misal, orang tua,
Pengalaman mempertahankan…, Virgin Septika Putri, FKM UI, 2014
teman, petugas kesehatan) berpikir bahwa ia seharusnya melakukan atau tidak melakukan,
setuju atau tidak setuju terhadap perilaku tersebut (Achmat, 2010).
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa faktor subjective norm yang berasal dari
pasangan, orang tua, dan teman informan memiliki pengaruh terhadap perilaku
mempertahankan kehamilan pranikah di usia remaja.
3. Pengaruh Faktor Perceived Behavioral Control terhadap Perilaku Mempertahankan
Kehamilan pada Remaja yang Mengalami Kehamilan Pranikah
Dari hasil penelitian didapatkan informasi bahwa sebagian besar informan memiliki
kepercayaan diri yang tinggi terhadap kemampuan mereka untuk mempertahankan
kehamilan pranikah di usia remaja. Menurut Albery dkk. (2011) self efficacy bisa
berkembang melalui hasil pengamatan terhadap pengalaman orang lain yang sudah lebih
dulu berhasil ketika melakukan suatu tindakan. Hal ini sesuai dengan salah satu alasan
yang membuat informan yakin untuk mempertahankan kehamilan, yaitu karena telah
mendapatkan cerita pengalaman teman yang juga mengalami kehamilan pranikah dan
berhasil melewatinya. Sedangkan Menurut Bandura (1997), faktor-faktor yang dapat
membentuk self efficacy di antaranya pemodelan sosial (social modeling), persuasi sosial
(social persuasion), kondisi fisik dan emosi (physical and emotional states), hal ini juga
sesuai dengan beberapa faktor yang telah diungkapkan oleh informan yang turut
melatarbelakangi keyakinan dirinya selama mempertahankan kehamilan, yaitu karena
keberadaan janin merupakan pemberian dari Tuhan yang harus dirawat, ikatan yang kuat
dengan janin, suami yang mau bertanggung jawab, suami sudah bekerja, dukungan dari
pihak terdekat seperti suami, orang tua, mertua, teman, sudah tidak ada tuntutan untuk
sekolah dan kegiatan lain, serta keinginan untuk bisa hidup mandiri dan mempunyai
keluarga sendiri.
Hasil penelitian menyatakan bahwa dari keenam informan yang memiliki keyakinan
diri yang besar keseluruhanya memilih untuk tetap mempertahankan kehamilan yang
terjadi, termasuk informan yang pernah mencoba menggugurkan kandungan. Hal ini sesuai
dengan yang diungkapkan oleh Bandura (1997) bahwa seseorang yang memiliki keyakinan
dan kepercayaan diri yang baik maka orang tersebut akan kompeten untuk melakukan
suatu perilaku tertentu, karena individu tersebut akan bersikap lebih positif terhadap
tindakan tersebut dan akan mengupayakan secara gigih perilaku tersebut (Albery, dkk.,
2011). Selain itu hal ini juga sesuai dengan Theory Planned Behavior yang digagas oleh
Ajzen (1991) bahwa orang cenderung akan membentuk suatu intensi yang kuat untuk
Pengalaman mempertahankan…, Virgin Septika Putri, FKM UI, 2014
menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia percaya bahwa ia memiliki sumber atau
kesempatan untuk melakukannya (Achmat, 2010).
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa faktor perceived behavioral control yang
tergambar dari keyakinan dan kepercayaan diri informan terhadap kemampuannya untuk
mempertahankan kehamilan memiliki pengaruh terhadap perilaku mempertahankan
kehamilan pranikah di usia remaja.
4. Perilaku Mempertahankan Kehamilan pada Remaja yang Mengalami Kehamilan
Pranikah
Seluruh informan dalam penelitian ini adalah mereka yang telah memilih untuk
mempertahankan kehamilan pranikah di usia remaja. Dari awal mereka sudah memiliki
niat untuk meneruskan dan ketika sudah mendapatkan persetujuan dari berbagai pihak
perilaku tersebut dimunculkan. Selain itu, sebagian besar informan secara konsisten
meneruskan kehamilan hingga anaknya lahir. Namun, ada satu informan yang terpengaruh
ibunya sehingga mencoba menggugurkan. Ketika percobaan tersebut gagal, informan
kembali meneruskan kehamilan hingga anaknya lahir. Hal ini menggambarkan bahwa
dalam membuat keputusan untuk mempertahankan kehamilan, informan tidak bekerja
dengan diri sendiri melainkan mendapatkan pengaruh dari pihak lain.
Dalam kasus kehamilan, kapasitas remaja baik dari sisi pengetahuan maupun dari sisi
pengalaman memang belum siap untuk menjalani sebuah kehamilan. Oleh karena itu,
keberadaan orang yang dekat khususnya orang tua dan pasangan sangat penting dalam
mendukung pilihan informan untuk mempertahankan kehamilan. Jadi, ketika akan
merancang suatu upaya intervensi untuk mengangani kehamilan remaja yang sudah
terlanjur terjadi, yang menjadi sasaran intervensi bukan hanya remaja yang mengalami
kehamilan pranikah tapi juga pasangan dan orang tuanya. Ketika pasangan dan orang tua
turut menjadi sasaran intervensi, maka diharapkan mereka akan membawa pengaruh yang
lebih baik kepada remaja yang hamil baik dalam membuat keputusan maupun selama
menjalani kehamilan dan kehidupan setelahnnya. Sehingga dapat mengurangi risiko yang
ditimbulkan dari mempertahankan kehamilan di usia remaja.
Hampir seluruh informan telat mengetahui kehamilannya, Hal ini berkaitan dengan
pendapat Cobb (2001) di mana remaja memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur,
sehingga menyulitkan untuk menentukan kapan mereka kehilangan periode tersebut.
Banyak remaja yang mengelak bahwa mereka hamil sampai akhirnya kehamilan sudah
terlihat dan tidak bisa dipungkiri lagi. Kesulitan untuk mengunjungi fasilitas kesehatan
semakin menambah masalah remaja yang hamil, sehingga telat mengetahui kehamilan dan
Pengalaman mempertahankan…, Virgin Septika Putri, FKM UI, 2014
tidak bisa melakukan tindakan yang tepat. Hal ini juga yang turut berpengaruh pada kurang
adekuatnya upaya yang dilakukan informan dalam menjaga kehamilan khususnya yang
terkait dengan upaya penanganan jika terjadi suatu gangguan atau komplikasi.
Informan yang masih berusia remaja memang belum memiliki kemampuan yang
mumpuni dalam melakukan tindakan merawat kehamilan. Remaja perempuan seringkali
memiliki pengetahuan terbatas atau kurang percaya diri untuk mengakses sistem pelayanan
kesehatan sehingga mengakibatkan pelayanan prenatal yang terbatas. Padahal pelayanan
prenatal sangat dibutuhkan untuk menjaga kondisi ibu dan janin agar terhindar dari
berbagai komplikasi dan gangguan selama kehamilan dan setelah melahirkan. Seperti yang
terjadi pada sebagian besar informan yang telat mengakses pelayan ke petugas kesehatan.
Padahal pelayanan prenatal harusnya dilakukan sesuai dengan standar minimal 4 kali
dengan distribusi pelayanan yang dianjurkan adalah minimal 1 kali pada trimester pertama,
1 kali pada trimester kedua dan 2 kali pada trimester ketiga umur kehamilan (Rahmaniah,
dkk., 2013). Keterlambatan ini disebabkan baik karena memang terlambat mengetahui
tanda-tanda kehamilan atau menunda karena takut ketahuan orang lain bahwa dirinya
sedang hamil. Dengan keterlambatan ini tentu saja akan memperbesar risiko untuk
terjadinya komplikasi dan gangguan yang dialami oleh informan selama mempertahankan
kehamilan dan setelah melahirkan. Fakta yang menunjukkan bahwa semua informan
datang ke petugas kesehatan swasta dan tidak ada yang datang ke pelayanan publik seperti
Puskesmas, memberikan isyarat bahwa harus ada suatu sistem pencatatan dan pelaporan
yang memastikan bahwa informasi dari pihak swasta akan sampai ke pihak pelayanan
publik. Sehingga pencatatan kasus kehamilan remaja juga akan masuk ke level yang lebih
tinggi dan keakuratan data dengan kejadian di lapangan lebih terjamin.
Pelayanan yang didapatkan informan selama memeriksakan kehamilan sebagian
besar sama dengan kehamilan pada umumnya, tidak ada perlakuan atau tindakan khusus
yang diberikan pada informan yang mengalami kehamilan di usia remaja. Hanya beberapa
informan yang mengaku pernah diberi konseling kehamilan remaja oleh bidan yang
memeriksa. Apabila kehamilan sudah terlanjur terjadi pada remaja, maka salah satu hal
yang bisa dilakukan oleh petugas kesehatan agar kehamilan tersebut tidak berbahaya dan
dapat diselesaikan dengan baik adalah dengan pemberian konseling (Depkes RI, 2003).
Menurut standar pelayanan minimal ANC KIE efektif perlu diberikan kepada ibu hamil
termasuk temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling). Mengingat
pemberian konseling ini dapat membantu informan mengatasi masalah psikis yang
dihadapi dan membantu informan menyusun rencana tindakan yang tepat untuk menjaga
Pengalaman mempertahankan…, Virgin Septika Putri, FKM UI, 2014
kesehatan kehamilannya. Hal ini membuktikan bahwa selain faktor sumber daya dan
kemampuan informan, harus ada pelayanan yang adekuat dan kemampuan petugas
kesehatan yan mumpuni untuk mendukung remaja dari luar baik yang diupayakan
pemerintah maupun swasta.
5. Masalah yang Dihadapi Oleh Remaja dalam Mempertahankan Kehamilan Pranikah
Seperti yang telah disebutkan sebelumya bahwa informan mengalami banyak
masalah baik selama mempertahankan kehamilan maupun kehidupan setelahnya. Hal ini
dikarenakan kondisi remaja yang belum siap untuk menjadi hamil baik dari segi medis,
psikis, dan ekonomis. Kehamilan remaja yang kurang dari 16 tahun mempunyai frekuensi
BBLR yang lebih tinggi dan terdapat peningkatan risiko terjadinya preeklamsi dan eklamsi
(Benson, 2008). Hal ini sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh salah satu informan
yang hamil di usia 16 tahun, dirinya mengalami kelahiran prematur di usia 6 bulan dan
anaknya mengalami BBLR. Kehamilan remaja juga turut menimbulkan masalah dan
keluhan pada informan lainnya, yaitu sakit perut, pusing, flek dan perdarahan, hingga lahir
sungsang dan melahirkan prematur. Hal ini sesuai dengan informasi dari UNICEF (2008)
bahwa wanita yang hamil pada usia 15-19 tahun mempunyai risiko yang lebih besar untuk
mengalami komplikasi kehamilan dan persalinan dibandingkan wanita yang hamil pada
usia 20-24 tahun (UNICEF, 2008).
Untuk masalah psikis lebih dikarenakan kondisi suami dan informan yang masih
muda dan belum bisa bertindak secara dewasa sehingga sering mengalami keributan
bahkan sampai melakukan tindak kekerasan. Sesuai dengan salah satu ciri perkembangan
emosional di masa remaja di mana remaja mengalami berbagai gejolak emosi dan menjadi
sulit untuk menahan gejolak tersebut sehingga sering diekspresikan secara meledak-ledak
(Kusmiran, 2011). Selain itu kondisi keluarga yang membuat informan tertekan, serta
kondisi di mana informan harus memperjuangkan kehamilan sendiri tanpa orang tua dan
suami juga turut menyebabkan munculnya masalah psikis pada informan. Untuk masalah
ekonomis dirasakan oleh salah satu informan karena informan tersebut belum memiliki
penghasilan dan tidak didampingi suami dan orang tua sehingga harus melakukan usaha
sendiri untuk memenuhi kebutuhan finansial selama kehamilan.
Masalah yang dialami informan tidak hanya terjadi selama proses kehamilan, tetapi
juga berlanjut hingga kehidupan setelahnya. Terdapat satu informan yang pernah mencoba
bunuh diri setelah melahirkan anak pertamanya. Hal ini sejalan dengan pernyataan jika
kehamilan terjadi di luar ikatan pernikahan, maka akan timbul ketegangan mental yang
berimbas pada munculnya rasa bersalah, malu, gelisah, cemas, depresi, marah, rasa
Pengalaman mempertahankan…, Virgin Septika Putri, FKM UI, 2014
penyesalan, serta penolakan terhadap kehamilan, bahkan hingga bunuh diri (Kusmiran,
2011).
Bila keputusan menikah diambil, maka remaja akan membentuk keluarga muda yang
belum tentu siap untuk menjadi bapak atau ibu rumah tangga, mengurus bayi, memberi
makan, mengasuh bayi dan hal-hal lain yang membutuhkan banyak tenaga, biaya, dan
pikiran matang. Hal ini sesuai dengan cerita yang didapatkan dari informan dan informan
kunci, bahwa hampir seluruh informan memiliki masalah di dalam keluarganya setelah
menikah dan mempertahankan kehamilan. Sedangkan ketika memilih untuk meneruskan
kehamilan tanpa menikah karena orang tua tidak menyetujui pernikahan atau ditinggalkan
oleh laki-laki yang menghamili, maka hal ini mengakibatkan anak yang dilahirkan hanya
mempunyai pertalian dengan ibunya saja. Anak yang lahir di luar nikah tanpa kejelasan
status orang tuanya sering mendapatkan cap buruk sepanjang hidupnya, tidak mendapatkan
kualitas pengasuhan yang baik dari orang tuanya, perkembangan kejiwaan anak akan
terganggu (Kusmiran, 2011).
Terdapat hal menarik dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian dapat
diketahui
bahwa
seluruh
informan
memiliki
sikap
positif
terhadap
perilaku
mempertahankan kehamilan pranikah di usia remaja. Namun, fakta menyebutkan bahwa
hampir seluruh informan mengalami masalah yang cukup pelik baik selama
mempertahankan kehamilan maupun kehidupan setelahnya. Hal ini membuktikan bahwa
sikap positif yang dimiliki informan tersebut tidak dilatarbelakangi oleh pemahaman yang
cukup mengenai kehamilan remaja termasuk konsekuensi jangka panjang ketika mereka
memilih untuk mempertahankan kehamilan pranikah di usia remaja. Padahal menurut
Ajzen (1991) sikap terhadap suatu perilaku dapat diperoleh dari keyakinan terhadap
konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut. Sehingga informan mengganggap
perilaku mempertahankan kehamilan di usia remaja sebagai sesuatu yang akan bisa
dilewati dengan mudah dan lancar tanpa memikirkan apakah mereka dapat melewati
risikonya atau tidak.
Masalah lainnya adalah dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa hampir semua
pihak memberikan saran untuk mempertahankan kehamilan yang terjadi. Keluarga yang
sangat toleran dengan kejadian kehamilan di usia remaja membuat keputusan untuk
mempertahankan kehamilan lebih cepat dambil. Pengaruh mulai longgarnya nilai dan
norma di dalam keluarga membuat segala keputusan juga lebih mudah dibuat. Tapi, saran
yang diberikan tidak didasari oleh pemahaman apakah nanti informan akan bisa menjalani
Pengalaman mempertahankan…, Virgin Septika Putri, FKM UI, 2014
dengan baik kehidupannya bukan hanya saat proses kehamilan tetapi hingga kehidupan
setelahnya.
Bantuan dan dukungan dari ketiga pihak yang terungkap dari hasil wawancara juga
menggambarkan bahwa pengetahuan dan kapasitas mereka dalam menghadapi kasus
kehamilan remaja masih sangat minim. Mereka tidak menyadari bahwa ada hal-hal khusus
yang krusial dan sangat dibutuhkan oleh informan agar hidup informan dan keluarganya
tetap berkualitas. Oleh karena itu, pasangan, orang tua, dan teman harusnya bisa lebih
memiliki kemampuan untuk membantu mempengaruhi informan untuk membuat
keputusan yang bijaksana dan terbaik terkait kehamilannya, sehingga dapat meminimalisir
risiko dan dampak buruk yang terjadi.
6. Dukungan yang Dibutuhkan oleh Remaja dalam Mempertahankan Kehamilan
Pranikah
Berdasarkan fakta yang telah disampaikan sebelumnya, meskipun informan memiliki
sikap positif dan kepercayaan diri yang tinggi untuk mempertahankan kehamilan, nyatanya
sebagian besar informan masih tetap mengalami masalah selama mempertahankan
kehamilan dan pada kehidupan setelahnya. Hal ini menggambarkan bahwa informan
membutuhkan dukungan dalam mempertahankan kehamilan di usia remaja. Dukungan
tersebut harus merujuk pada jenis masalah apa yang dihadapi informan, sehingga ketika
dukungan diberikan masalah dapat teratasi bahkan dapat dihilangkan.
Kebanyakan informan mengalami masalah medis, psikis, dan finansial. Untuk
mengatasi masalah medis dan psikis, dukungan dapat diberikan oleh petugas kesehatan
baik dari pemerintah maupun swasta. Dukungan dapat berupa layanan kesehatan yang
komprehensif, yaitu dari segi kuratif, preventif, dan promotif. Layanan ini diberikan untuk
mencegah terjadinya keparahan dan memberikan kapasitas kepada remaja yang terlanjur
hamil untuk bisa menjaga kesehatannya dengan baik. Untuk layanan promotif bisa
dilakukan dengan memberikan penyuluhan, FGD, atau konseling mengenai persiapan
menjadi orang tua, persiapan mengurus anak, dan informasi lain terkait kehidupan setelah
melahirkan. Layanan ini harus mudah dijangkau dari berbagai aspek sehingga remaja tidak
kesulitan untuk mengakses pelayanan tersebut.
Untuk mengatasi masalah psikis juga bisa dilakukan dilakukan dengan memberikan
dukungan moral dan emosional. Baik dari suami, orang tua, keluarga, masyarakat dan
orang terdekat lainnya berupa perhatian, kasih sayang, dan pengertian. Selain itu informan
juga membutuhkan dukungan berupa nasehat apa yang harus dilakukan selama hamil,
menjalani persalinan, dan kehidupan setelahnya. Hal ini agar informan tidak merasa
Pengalaman mempertahankan…, Virgin Septika Putri, FKM UI, 2014
kebingungan dan bisa melakukan hal-hal positif yang menunjang kesehatan kehamilannya.
Dukungan ini bisa diberikan oleh orang-orang terdekat ataupun petugas kesehatan.
Bentuknya juga bermacam-macam, bisa dalam bentuk konseling atau bisa juga dengan
membentuk kelompok dukungan untuk remaja yang mengalami kehamilan pranikah,
sehingga mereka memiliki wadah untuk saling berbagi cerita dan saling bertukar informasi.
Dukungan psikis ini juga sebaiknya diberikan kepada orang tua dan pasangan
informan sehingga pada akhirnya mereka memiliki kapasitas yang baik untuk menyalurkan
dukungan yang telah diperoleh tersebut kepada informan. Untuk mengatasi masalah
finansial, dukungan bisa bersumber dari orang tua, kerabat, atau bisa juga dari pihak
pemerintah atau swasta. Dukungan tidak terbatas pada bantuan dana tetapi juga bisa dalam
bentuk lapangan pekerjaan, sehingga pada akhirnya informan dan pasangannya bisa secara
mandiri menghidupi keluarganya.Adoefoiemoaid
Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan mengenai pengalaman mempertahankan kehamilan
pada remaja yang mengalami kehamilan pranikah di Kabupaten Pringsewu tahun 2014, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Faktor
attitude
yang
tergambar
dari
sikap
informan
terhadap
perilaku
mempertahankan kehamilan pranikah di usia remaja memiliki pengaruh terhadap
perilaku informan untuk mempertahankan kehamilan.
2.
Faktor subjective norm dari tiga pihak, yaitu pasangan, orang tua, dan teman
memiliki pengaruh terhadap perilaku informan untuk mempertahankan kehamilan.
3.
Faktor perceived behavioral control atau keyakinan diri informan bahwa dirinya bisa
dan mampu untuk menjalani kehamilan turut mempengaruhi perilaku informan untuk
mempertahankan kehamilan.
4.
Masalah yang dialami selama kehamilan adalah masalah medis, psikis, dan finansial.
5.
Dukungan yang dibutuhkan selama mempertahankan kehamilan adalah dukungan
yang diarahkan pada masing-masing jenis masalah yang dialami informan.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar informan
mengalami masalah selama mempertahankan kehamilan meskipun mereka telah memiliki
Pengalaman mempertahankan…, Virgin Septika Putri, FKM UI, 2014
sikap positif dan keyakinan diri yang baik, maka peneliti mengemukakan beberapa saran yang
ditujukan kepada berbagai pihak, yaitu:
1. Dinas Kesehatan Kabupaten Pringsewu
a. Memperkuat sistem pelayanan kesehatan kepada ibu hamil di tingkat dasar khususnya
yang terkait dengan kasus kehamilan remaja, dengan cara:
-
Membuat pedoman penangan khusus kehamilan remaja seperti yang sudah
dikeluarkan oleh Dinkes (2003) tapi lebih disesuaikan dengan kemampuan dan
kondisi di wilayah Kabupaten Pringsewu;
-
Meningkatkan kompetensi petugas kesehatan khususnya bidan desa sebagai pihak
yang langsung bersentuhan dengan masyarakat terkait penanganan khusus
kehamilan remaja termasuk keahlian untuk melakukan konseling kehamilan remaja;
- Memperbaiki dan mengoptimalkan sistem pelaporan dan pencataatan kasus
kehamilan remaja di wilayah Kabupaten Pringsewu agar angka kejadian yang
sebenarnya di lapangan dapat diketahui. Masih banyak remaja yang membatasi
dirinya untuk mengakses pelayanan kesehatan publik karena malu dengan
kehamilannya, sehingga mereka tidak tercatat di dalam laporan. Oleh karena itu,
sebaiknya data mengenai kehamilan remaja tidak hanya mengandalkan dari petugas
dan fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan ibu hamil, tapi juga dengan
sistem outreach atau jemput bola secara langsung dilapangan atau dengan
memperbaiki sistem atau link antara pelayanan kesehatan swasta dan pelayanan
kesehatan publik untuk memastikan remaja yang hanya mengakses layanan ke
pihak swasta tetap tercatat dan masuk ke pencatatan pelayanan publik;
- Mengembangkan upaya intervensi yang efektif dan tepat sasaran bagi remaja yang
sudah terlanjur mengalami kehamilan pranikah. Dapat dilakukan dengan
diadakannya suatu pusat pelayanan preventif dan promotif yang komprehensif bagi
remaja yang mengalami kehamilan pranikah di wilayah Kabupaten Pringsewu.
Tujuannya adalah untuk memberi pendampingan, dukungan, dan alternatif
pemecahan masalah yang bisa diambil oleh remaja yang mengalami kehamilan
pranikah dan juga keluarganya, khususnya pasangan dan orang tua remaja tersebut.
Hal ini dikarenakan orang tua dan pasangan merupakan pihak yang paling
berpengaruh dalam memunculkan perilaku mempertahankan kehamilan di usia
remaja. Sehingga sasaran intervensi bukan hanya remaja yang mengalami
kehamilan, tapi juga pasangan dan orang tuanya. Pelayanan yang komprehensif
dimaksudkan suatu pelayanan yang lengkap dan terpadu mulai dari pelayanan
Pengalaman mempertahankan…, Virgin Septika Putri, FKM UI, 2014
medis, sosioekonomis, dan psikologis. Sehingga mereka yang telah terlanjur
mengalami kehamilan pranikah tetap bisa mendapatkan hak mereka untuk memiliki
kehidupan yang sehat dan berkualitas setelah menghadapi persoalan yang sulit.
Remaja dan keluarganya dibimbing agar menjadi sosok yang lebih mampu dalam
mengambil keputusan dan membuat antisipasi dalam kehidupannya setelah
mengalami kehamilan pranikah, sehingga rantai masalah bisa diputus dan
kehidupan ke depan akan menjadi lebih baik.
2. Dinas Pendidikan
a. Merumuskan kembali kebijakan untuk memberikan cuti hamil dan kesempatan kepada
remaja yang hamil untuk bisa melanjutkan sekolah setelah melahirkan. Sehingga
remaja tersebut tetap bisa mendapatkan hak atas pendidikan dan diharapkan melalui
pendidikan di dalam sekolah itu yang akan membantu memperbaiki diri remaja ke
depannya agar terhindar dari perilaku berisiko lain dikemudian hari;
b. Bekerjasama dengan pemerintah untuk mengadakan pendidikan kesehatan reproduksi
di sekolah dalam rangka mengedukasi remaja agar tumbuh menjadi remaja yang
berkualitas.
3. Bagi Orang Tua
a. Orang tua harus bisa menjadi sosok yang bijaksana dalam membantu anak remaja
dalam membuat keputusan bagi kehamilan yang terjadi. Remaja yang sedang
menghadapi persoalan sulit dalam hidupnya cenderung tidak bisa berdiri sendiri
selayaknya orang dewasa, sehingga masih membutuhkan sosok orang tua untuk
membantu dan mengarahkannya. Orang tua harus lebih menempatkan diri sebagai
pendamping dan pemberi dukungan bukan sebagai pihak ketiga yang mencampuri
urusan rumah tangga anaknya.
Kepustakaan
Achmat, Z. (2010). Theory of Planned Behavior, Masihkah Relevan.
www.zakarija.staff.ac.id (diunduh tanggal 14/2/2014 pukul 13.09 WIB).
Dari
Albery, I.P., dan Munafo, M. (2011). Psikologi Kesehatan: Panduan Lengkap dan
Komprehensif Bagi Studi Psikologi Kesehatan. Cetakan I. Buku Terjemahan.
Yogyakarta: Palmall.
Benson, R.C., dan Pernoll, M.L. (2008). Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Penerbit Buku
Kedokteran.
Pengalaman mempertahankan…, Virgin Septika Putri, FKM UI, 2014
BKKBN. (2012). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta: BPS, BKKBN,
Kemenkes dan ICF International.
BPS
Pemkab
Pringsewu.
(2013).
Pringsewu
Dalam
Angka.
Dari
http://pringsewukab.bps.go.id/publikasi/pringsewu%20dalam%20angka%202013.html
(diunduh tanggal 14/4/2014 pukul 11.43 WIB).
Cobb, N.J. (2001). Adolescence: Continuity, Change, and Diversity. Fourth Edition. Los
Angeles: Mayfield Publishing Company.Notoadmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan
Masyarakat: Ilmu dan Seni. Cetakan I. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Depkes RI. (2003). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Depkes RI.
Hapsari, YAFD. (2006). Perilaku Remaja untuk Tetap Mempertahankan Kehamilan Tidak
Diinginkan (Studi di Drop in Centre Cijantung Yayasan Pelita Ilmu). Skripsi. FKM UI.
Hidayati. (2013). Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja SMU
Negeri di Kabupaten Karawang Tahun 2013. Skripsi. FKM UI.
Kusmiran, E. (2011). Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba Medika.
Notoadmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT Rineka Cipta
Pembayun, S.R., dan Lestari, Rini. (2010). Perilaku Aborsi Pranikah. Indigenous Jurnal
Ilmiah Berkala Psikologi. Vol. 12 No. 2 November 2010 hlm. 134-147.
Rahmaniah, A.N. (2013). Laporan Praktikum Kesehatan Masyarakat di Puskesmas
Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan tahun 2013. Laporan Magang. FKM UI.
Ramadhan,
H.
(2013).
Meningkatnya
Usia
Kehamilan
Remaja.
Dari
https://www.jurnalperempuan.org/meningkatnya-usia-kehamilan-remaja.html (diunduh
tanggal 12/2/2014 pukul 13.13 WIB).
Sarafino, E.P. (2006). Health Psychology: Biopsychososial Interaction. Fifth Edition. USA:
John Wiley and Son.
Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya.
Surbakti, E.B. (2009). Kenalilah Anak Remaja Anda. Cetakan I. Jakarta: PT Gramedia.
UNICEF. (2008). Fact Sheet: Young People and Family Planning: Teenage Pregnancy. Dari
www.unicef.org/malaysia/Teenage_Pregnancies_-Overview.pdf.
(diunduh
tanggal
12/2/2014 pukul 15.32 WIB).
Utomo, I.D, dan Utomo, A. (2013). Adolescent Pregnancy in Indonesia. A Literature Review.
UNFPA.
WHO. (2012). Adolescent Pregnancy. Dari www.who.int/mediacentre/factsheets/fs364/en/
(diunduh tanggal 12/2/2014 pukul 13.42 WIB).
Widyoningsih. (2011). Pengalaman Keluarga Anak Remaja dengan KTD di Kabupaten
Cilacap, Provinsi Jawa Tengah: Studi Fenomenologi. Tesis. FIK UI.
Pengalaman mempertahankan…, Virgin Septika Putri, FKM UI, 2014
Download