BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Instrumentasi Pengukuran Dalam hal ini, instrumentasi merupakan alat bantu yang digunakan dalam pengukuran dan kontrol pada proses industri. Sedangkan pengukuran merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengetahui variabel proses. Alat bantu untuk mengetahui variabel proses disebut instrumen ukur. Berdasarkan fungsinya sebagai pengubah sinyal dari variabel proses, alat ukur dapat digambarkan menurut blok komponen. Blok komponen ini dapat membantu dalam mempelajari fungsi setiap alat ukur yang ingin kita rancang.Blok komponen instrumentasi ini dapat dilihat pada gambar 2.1. Besaran yang Nilai yang diukur terukur Sensor Pengkondisian sinyal Display Gambar2.1 blok komponen Sistem pengukuran pada umumnya terbentuk atas 3 bagian, yaitu: Sensor, elemen ini merespon nilai yang terukur dengan mengeluarkan sinyal output yang tergantung dari nilai yang terukur pada inputnya. Pengkondisian sinyal (signal conditioner), elemen ini mengambil sinyal output sensor dan mengkonversi sinyal tersebut ke dalam kondisi yang sesuai untuk elemen selanjutnya. Tampilan(display), elemen ini menampilkan data atau hasil dari pengukuran yang berasal dari sinyal yang telah diolah oleh elemen sebelumnya. 2.1.1 Kesalahan dalam Pengukuran Tidak ada komponen atau alat ukur yang sempurna, biasanya terdapat kesalahan atau ketidaktelitian dari komponen atau alat ukur tersebut. Beberapa kesalahan dalam pengukuran muncul dan seringkali terbagi dalam beberapa kategori, yaitu: 1. Kesalahan umum (General/ Gross / Human error) Kesalahan akibat faktor manusia, misalnya: Kesalahan pembacaan Penyetelan yang tidak tepat Pemakaian alat yang tidak sesuai Kesalahan penafsiran Kesalahan tersebut dapat dihindari dengan: Pemilihan alat yang tepat Perawatan dengan baik Kalibrasi Faktor koreksi 2. Kesalahan sistematis (Sistematic Error) Kesalahan sistematis terdiri dari : Instrumental error, yaitu akibat konstruksi alat ukur, kalibrasi, metoda pengukuran, efek pembebanan, dll. Environmental error, yaitu kesalahan akibat lingkungan sekitar, seperti suhu, medan magnet, tekanan dan lain-lain. Observation error, yaitu kesalahan dalam pengamatan seperti dalam memperkirakan skala. 3. Kesalahan Acak (Random Error) Kesalahan acak adalah kesalahan yang penyebabnya tidak dapat langsung diketahui (perubahan terjadi secara acak), biasanya akan terjadi dalam pengukuran secara periodik. Untuk memperkecil kesalahan acak, maka harus dilakukan pengukuran lebih dari satu kali, dan semakin banyak dilakukan pengukuran maka semakin kecil kesalahan yang ditimbulkan. Dalam pengukuran, digunakan sejumlah istilah yang akan didefinisikan sebagai berikut: Ketelitian (accuracy), yaitu harga terdekat suatu pembacaan instrumen yang mendekati harga sebenarnya dari variabel yang diukur. Ketepatan (precision), yaitu suatu ukuran kemampuan untuk mendapatkan hasil pengukuran yang serupa. Dengan memberikan suatu harga tertentu bagi suatu variabel, ketepatan merupakan suatu ukuran tingkatan yang menunjukkan perbedaan hasil pengukuran pada pengukuran-pengukuran yang dilakukan secara berurutan. Sensitivitas (sensitivity), yaitu perbandingan antara sinyal keluaran atau respon instrumen terhadap perubahan masukan atau variabel yang diukur. Resolusi (resolution), yaitu perubahan terkecil dalam nilai yang diukur yang mana instrumen akan memberi respon (tanggapan). Kesalahan (error), yaitu kesalahan maksimum yang diperkenankan, dinyatakan dalam persen (%) terhadap simpangan skala penuh. Alat ukur presisi, yaitu alat ukur yang mempunyai kelas ketelitian 0.1; 0.2; 5. Alat ukur praktis, adalah alat ukur yang mempunyai kelas ketelitian 1.5; 2.5; 5. Paralaks adalah kesalahan akibat sudut pembacaan. Untuk lebih jelasnya pembacaan instrument ukur, dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut. Gambar 2.2 Pembacaan Instrumen Ukur 2.2 Sensor/Tranducer Sensor adalah elemen yang menghasilkan suatu sinyal yang tergantung pada kuantitas yang diukur.Sedangkan tranduser adalah suatu piranti yang mengubah suatu sinyal ke bentuk sinyal lainnya. Sensor terbagi beberapa jenis, diantaranya : Resistive, capasitive dan inductive sensor. Sensor suhu Sensor tekanan, dsb. Dalam memilih peralatan sensor dan transduser yang tepat dan sesuai dengan sistem yang akan disensor maka perlu diperhatikan persyaratan umum sensor berikut ini : (D Sharon, dkk, 1982) 1. Linearitas Ada banyak sensor yang menghasilkan sinyal keluaran yang berubah secara kontinyu sebagai tanggapan terhadap masukan yang berubah secara kontinyu. Sebagai contoh, sebuah sensor panas dapat menghasilkan tegangan sesuai dengan panas yang dirasakannya. Dalam kasus seperti ini, biasanya dapat diketahui secara tepat bagaimana perubahan keluaran dibandingkan dengan masukannya berupa sebuah grafik 2. Sensitivitas Sensitivitas akan menunjukan seberapa jauh kepekaan sensor terhadap kuantitas yang diukur. Sensitivitas sering juga dinyatakan dengan bilangan yang menunjukan “perubahan keluaran dibandingkan unit perubahan masukan”. Beberepa sensor panas dapat memiliki kepekaan yang dinyatakan dengan “satu volt per derajat”, yang berarti perubahan satu derajat pada masukan akan menghasilkan perubahan satu volt pada keluarannya. Sensor panas lainnya dapat saja memiliki kepekaan “dua volt per derajat”, yang berarti memiliki kepakaan dua kali dari sensor yang pertama.Linieritas sensor juga mempengaruhi sensitivitas dari sensor. Apabila tanggapannya linier, maka sensitivitasnya juga akan sama untuk jangkauan pengukuran keseluruhan. 3. Tanggapan Waktu Tanggapan waktu pada sensor menunjukan seberapa cepat tanggapannya terhadap perubahan masukan. Sebagai contoh, instrumen dengan tanggapan frekuensi yang jelek adalah sebuah termometer merkuri.Masukannya adalah temperatur dan keluarannya adalah posisi merkuri. Beberapa contoh dari sensor suhu yaitu RTD (Resistance Temparature Detector), Termistor, Termokopel dan IC sensor.Pada tabel 2.1 diperlihatkan perbandingan keempat sensor tersebut. Tabel 2.1 Tabel Perbandingan Kelebihan dan Kekurangan Sensor Suhu Termokopel Kelebihan Termistor IC sensor Sederhana Lebih stabil Keluaran tinggi Lebih linier Murah Lebih akurat Respon cepat Keluaran yang Ukuran yang Lebih linier dibanding Pengukuran dua bervariasi Jangka suhu yang bervariasi Tidak membutuhkan perawatan RTD termocouple penghubung resistansi lebih besar Murah Tabel 2.1 Lanjutan Termokopel Kekurangan IC sensor Mahal Tidak linier Suhu < 2000C Tegangan Membutuhkan Jangka suhu Membutuhkan rendah sumber arus suhu referensi Termistor Tidak linier Membutuhkan RTD Kesensitifan rendah Perubahan resistansi kecil Pemanasan sendiri Resistansi rendah terbatas Mudah rusak Lambat Membutuhkan Pemanasan sumber arus Pemanasan sendiri catu daya sendiri Bentuk fisik terbatas 2.2.1 Termokopel Termokopel merupakan sensor temperatur yang terbuat dari dua buah logam yang berbeda. Prinsip kerja dari termokopel yaitu jika dua buah dari logam yang berbeda dihubungkan dari satu junction (titik hubung), maka pada ujung-ujung dari masing-masing logam akan dihasilkan tegangan (berorde milivolt). Pada banyak aplikasi, salah satu sambungan (sambungan yang dingin) dijaga sebagai temperatur referensi, sedang yang lain dihubungkan pada objek pengukuran.Sensor suhu yang lain akan mengukur suhu pada titik ini, sehingga suhu pada ujung benda yang diperiksa dapat dihitung. Termokopel dapat dihubungkan secara seri satu sama lain untuk membuat termopile, dimana tiap sambungan yang panas diarahkan ke suhu yang lebih tinggi dan semua sambungan dingin ke suhu yang lebih rendah. Dengan begitu, tegangan pada setiap termokopel menjadi naik, yang memungkinkan untuk digunakan pada tegangan yang lebih tinggi. Dengan adanya suhu tetapan pada sambungan dingin, yang berguna untuk pengukuran di laboratorium, secara sederhana termokopel tidak mudah dipakai untuk kebanyakan indikasi sambungan langsung dan instrumen kontrol. Mereka menambahkan sambungan dingin tiruan ke sirkuit mereka yaitu peralatan lain yang sensitif terhadap suhu (seperti diode) untuk mengukur suhu sambungan input pada peralatan, dengan tujuan termistor atau khusus untuk mengurangi gradiasi suhu di antara ujung-ujungnya. Pembuatan termokopel didasarkan atas sifat thermal bahan logam. Jika sebuah batang logam dipanaskan pada salah satu ujungnya maka pada ujung tersebut elektron-elektron dalam logam akan bergerak semakin aktif dan akan menempati ruang yang semakin luas, elektron-elektron saling desak dan bergerak ke arah ujung batang yang tidak dipanaskan. Dengan demikian pada ujung batang yang dipanaskan akan terjadi muatan positif. + Ujung panas e - Arus elektron akan mengalir dari ujung panas ke ujung dingin Ujung dingin Gambar 2.3. Arah gerak elektron jika logam dipanaskan Kerapatan elektron untuk setiap bahan logam berbeda tergantung dari jenis logam. Jika dua batang logam disatukan salah satu ujungnya, dan kemudian dipanaskan, maka elektron dari batang logam yang memiliki kepadatan tinggi akan bergerak ke batang yang kepadatan elektronnya rendah, dengan demikian terjadilah perbedaan tegangan diantara ujung kedua batang logam yang tidak disatukan atau dipanaskan. Besarnya termolistrik atau gem ( gaya electromagnet ) yang dihasilkan menurut T.J Seeback (1821) yang menemukan hubungan perbedaan panas (T1 dan T2) dengan gaya gerak listrik yang dihasilkan E, Peltir (1834), menemukan gejala panas yang mengalir dan panas yang diserap pada titik hot-juction dan cold-junction, dan Sir William Thomson, menemukan arah arus mengalir dari titik panas ke titik dingin dan sebaliknya, sehingga ketiganya menghasilkan rumus sebagaimana dinyatakan dalam persamaan (2.1) E = C1(T1-T2) + C2(T12 – T22) Efek Peltier atau Efek Thomson 2 2 E = 37,5(T 1_T2) – 0,045(T1 -T2 ) ...........................................................................(2.1) di mana 37,5 dan 0,045 merupakan dua konstanta C 1 dan C2 untuk termokopel tembaga/konstanta. + Ujung panas VR Vs - Beda potensial yang terjadi pada kedua ujung logam yang berbeda panas jenisnya Ujung dingin Gambar 2.4. Beda potensial pada Termokopel Bila ujung logam yang tidak dipanaskan dihubung singkat, perambatan panas dari ujung panas ke ujung dingin akan semakin cepat. Sebaliknya bila suatu termokopel diberi tegangan listrik DC, maka diujung sambungan terjadi panas atau menjadi dingin tergantung polaritas bahan (deret Volta) dan polaritas tegangan sumber. Dari prinsip ini memungkinkan membuat termokopel menjadi pendingin. Termokopel sebagai sensor temperatur memanfaatkan bedaworkfunction dua bahan metal seperti terlihat pada gambar 2.5 (a). Sedangkan pada gambar 2.5 (b) menunjukkan penerapan termokopel di mana sebuah termokopel (satu junction) digunakan untuk mengukur suhu sedangkan yang lainnya diletakkan pada suhu referensi (cool junction) . Gambar 2.5. Hubungan Termokopel Tegangan keluaran EMF (elektro motive force) termokopel masih sangat rendah, hanya beberapa milivolt.Termokopel bekerja berdasarkan perbedaan pengukuran. Oleh karena itu jika untuk mengukur suhu yang tidak diketahui, terlebih dulu harus diketahui tegangan Vc pada suhu referensi (reference temperature). Konfigurasi standar tertentu dari termokopel menggunakan logam tertentutelah diadopsi dan memberikan penandaan, sebagai contoh ditunjukkan pada tabel 2.2 masingmasing tipe mempunyai perbedaan ,seperti range, linieritas, keadaan lingkungan, sensitivitas dan sebagainya, yang dipilih tergantung dariaplikasi yang dibuat. Pada setiap tipe, variasi ukuran konduktor diterapkan untukkasus tertentu, misalnya pengukuran oven, lokasi pengukuran tinggi, dansebagainya. Tabel 2.2 Sifat dari beberapa tipe termokopel pada 250C Tipe Material( + dan -) Temp.Kerja(0C) Sensitivitas(µV/0C) E Ni-Cr dan Cu-Ni -270 ~ 1000 60.9 J Fe dan Cu-Ni -210 ~ 1200 51.7 K Ni-Cr dan Ni-Al -270 ~ 1350 40.6 T Cu dan Cu-Ni -270 ~ 400 40.6 R Pt dan Pt(87%)-Rh(13%) -50 ~ 1750 6 S Pt dan Pt(90%)-Rh(10%) -50 ~ 1750 6 B Pt(70%)-h(30%)dan 6 -50 ~ 1750 Pt(94%)-Rh(6%) Masing –masing tipe memiliki karakteristik suhu terhadap tegangan seperti gambar 2.6 di bawah ini. Gambar 2.6 Karakteristik Termokopel Termokopel yang akan digunakan pada rangkaian ini adalah termokopel tipe K, yang mempunyai bahan dasar chromel dan alumel. Tipe ini dipilih karena murah dan lebih peka. 2.2.2Sensor suhu LM 335 Sensor suhu LM 335 adalah komponen elektronika yang memiliki fungsi untuk mengubah besaran suhu menjadi besaran listrik dalam bentuk tegangan.Sensor Suhu LM 335 yang dipakai dalam penelitian ini berupa komponen elektronika elektronika yang diproduksi oleh NationalSemiconductor. LM 335 memiliki keakuratan tinggi dan kemudahan perancangan jika dibandingkan dengan sensor suhu yang lain, LM 335 juga mempunyai keluaran impedansi yang rendah dan linieritas yang tinggi sehingga dapat dengan mudah dihubungkan dengan rangkaian kendali khusus serta tidak memerlukan penyetelan lanjutan. Meskipun tegangan sensor ini dapat mencapai 30 volt akan tetapi yang diberikan kesensor adalah sebesar 5 volt, sehingga dapat digunakan dengan catu daya tunggal dengan ketentuan bahwa LM 335 hanya membutuhkan arus sebesar 60 µA hal ini berarti LM 335 mempunyai kemampuan menghasilkan panas (self-heating) dari sensor yang dapat menyebabkan kesalahan pembacaan yang rendah yaitu kurang dari 0,5 ºC pada suhu 25 ºC .Self-heating adalah efek pemanasan oleh komponen itu sendiri akibat adanya arus yang bekerja melewatinya.Untuk komponen sensor suhu, parameter ini harus dipertimbangkan dan di-handle dengan baik karena hal ini dapat menyebabkan kesalahan pengukuran. Gambar 2.7 Sensor Suhu LM 335 Gambar diatas menunjukan bentuk dari LM 335.Tiga pin LM 335 menujukan fungsi masing-masing pin diantaranya, pin 1 berfungsi sebagai sumber tegangan kerja dari LM 335, pin 2 atau tengah digunakan sebagai tegangan keluaran atau V out dengan jangkauan kerja dari 0 Volt sampai dengan 1,5 Volt dengan tegangan operasi sensor LM 335 yang dapat digunakan antar 4 Volt sampai 30 Volt. Keluaran sensor ini akan naik sebesar 10 mV setiap derajad celcius sehingga diperoleh persamaan sebagaimana ditunjukkan pada persamaan (2.2) = Suhu* 10 mV ........................................................................................(2.2) VLM35 Secara prinsip sensor akan melakukan penginderaan pada saat perubahan suhu setiap suhu 1 ºC akan menunjukan tegangan sebesar 10 mV. Pada penempatannya LM 335 dapat ditempelkan dengan perekat atau dapat pula disemen pada permukaan akan tetapi suhunya akan sedikit berkurang sekitar 0,01 ºC karena terserap pada suhu permukaan tersebut. Dengan cara seperti ini diharapkan selisih antara suhu udara dan suhu permukaan dapat dideteksi oleh sensor LM 335 sama dengan suhu disekitarnya, jika suhu udara disekitarnya jauh lebih tinggi atau jauh lebih rendah dari suhu permukaan, maka LM 335 berada pada suhu permukaan dan suhu udara disekitarnya . Berikut ini adalah karakteristik dari sensor LM335. 1.Memiliki sensitivitas suhu, dengan faktor skala linier antara tegangan dan suhu 10 mVolt/ºC, sehingga dapat dikalibrasi langsung dalam celcius. 2.Memiliki ketepatan atau akurasi kalibrasi yaitu 0,5ºC pada suhu 25 ºC. 3.Memiliki jangkauan maksimal operasi suhu antara -55 ºC sampai +150 ºC. 4.Bekerja pada tegangan 4 sampai 30 volt. 5.Memiliki arus rendah yaitu kurang dari 60 µA. 6.Memiliki pemanasan sendiri yang rendah (low-heating) yaitu kurang dari 0,1 ºC pada udara diam. 7.Memiliki impedansi keluaran yang rendah yaitu 0,1 W untuk beban 1 mA. 8.Memiliki ketidaklinieran hanya sekitar ± ¼ ºC. Dari gambar 2.8 dapat dilihat bahwa grafik karakteristik IC LM 335 . Gambar 2.8 Grafik Karakteristik LM 335 2.3 Penguat Operasional Penguat operasional (Op-amp) adalah penguat DC dengan perolehan tinggi yang mempunyai impedansi masukan tinggi dan impedansi keluaran rendah.Istilah Operasional menunukkan bahwa penambahan komponen luar yang sesuai dapat dikonfigurasikan untuk melakukan berbagai operasi, seperti penambahan, pengurangan, perkalian, integrasi dan diferensial.Pada umumnya, operasi-operasi ini digunakan untuk operasi linier dan non-linier. 2.3.1 Inverting Amplifier Inverting amplifier ini, input dengan outputnya berlawanan polaritas. Jadi ada tanda minus pada rumus penguatannya. Penguatan inverting amplifier adalah bisa lebih kecil nilai besaran dari 1, misalnya -0.2 , -0.5 , -0.7 , dst dan selalu negatif. Penguatan juga bisa lebih besar dari 1. Gambar 2.9 menunjukkan rangkaian amplifier. Gambar 2.9 Rangkaian Inverting Amplifier Tegangan keluaran Vo ditunjukkan pada persamaan (2.3) ................................................................................................................(2.3) 2.3.2 Non-Inverting Amplifier Rangkaian non-inverting amplifier ini hampir sama dengan rangkaian inverting amplifier hanya perbedaannya adalah terletak pada tegangan inputnya dari masukan non-inverting. Gambar 2.10 memperlihatkan rangkaian non inverting amplifier. Gambar 2.10 Rangkaian Non-inverting Amplifier Hasil tegangan output non-inverting ini akan lebih dari satu dan selalu positif. Persamaan (2.4) memperlihatkan tegangan keluarn non-inverting amplifier. .......................................................................................(2.4) 2.3.3 Adder/ Penjumlah Rangkaian penjumlah atau rangkaian adder adalah rangkaian penjumlah yang dasar rangkaiannya adalah rangkaian inverting amplifier dan hasil outputnya adalah dikalikan dengan penguatan seperti pada rangkaian inverting. Gambar2.11 menunjukkan rangkaian penguat penjumlah. Gambar 2.11Rangkaian penjumlah dengan hasil negatif Pada dasarnya nilai outputnya adalah jumlah dari penguatan masing masing dari inverting. Tegangan keluaran penguat penjumlahan diperlihatkan pada persamaan (2.5) ..................................................................(2.5) Bila Rf = Ra = Rb = Rc, maka persamaan menjadi : 2.4 Span and Zero Output suatu tranduser jarang yang sesuai dengan pengkondisi sinyal, display, atau komputer. Pengubah span dan zero dapat dibuat dengan menggunakan rangkaian penjumlah (inverting summer), seperti tampak pada gambar 2.14 berikut ini : +- V Ros e in Ri -(mx+b) Rf - R U1 + eu1 -V Rcomp R +V U2 + R/2 Gambar 2.12 Inverting summer eu2 +(mx+b) Rumus umum span and zero converter ditunjukkan pada persamaan (2.6) R R e u2 f ein f V Ri R os .................................................................................................(2.6) dengan kurva alih : V e out2 e out1 e e in-1 V in-2 Gambar 2.13 Kurva alih rangkain span and zero converter 2.5Catu Daya Power Supply merupakan rangkaian yang penting dalam sistem elektronika. Rangkaian power supply memberikan supply tegangan pada alat pengendali. Terdapat beberapa macam power supply, yaitu power supply tegangan teteap dan power supply tegangan variabel. Power supply tegangan teteap adalah power supply yang tegangan keluarannya tetap dan tidak dapat diatur. Sedangkan power supply tegangan variabel adalah power supply yang tegangan keluarannya dapat diubah atau diatur. Terdapat dua sumber power supply, yaitu sumber AC dan sumber DC. Sumber tegangan AC tegangan berayun sewaktu-waktu pada kutub positif dan sewaktuwaktu pada kutub negatif, sedangkan untuk sumber DC selalu pada kutub positif saja ataupun pada kutub negatif saja. Dari sumber AC dapat disearahkan menjadi sumber DC dengan menggunakan rangkaian penyearah. 2.6 Konverter Tegangan ke Arus (Floating Load) Rangkaian konverter arus ke tegangan yang paling sederhana adalah rangkaian converter arus ke tegangan di mana beban rangkaian berada dalam kondisi mengambang(floating load). Rangkaian konverter tegangan ke arus dasar dalam konfigurasi penguat inverting dan penguat non-inverting persamaan kinerja ideal rangkaian, I = ei n/R1, dapat digunakan langsung berdasarkan asumsi-asumsi kinerja op-amp ideal. Pada konfigurasi pembalik, sumber sinyal masukan harus mensuplai arus yang sama dengan arus beban. Sedangkan konfigurasi rangkaian non-pembalik, sejumlah arus besarnya dapat diabaikan akan ditarik dari sumber sinyal. Namun demikian batasan-batasan mode kommon dan kesalahan-kesalahan kinerja rangkaian yang mungkin terjadi tetaplah harus kita perhatikan. Dalam semua konversi tegangan ke arus, op-amp yang digunakan di dalam rangkaian harus mampu menghasilkan arus beban maksimum yang diinginkan.Di samping itu tegangan keluaran untuk arus beban maksimum tidak boleh melebihi rating tegangan op-amp. Tetapi perlu dicatat bahwa pada beberapa macam aplikasi rangkaian booster, batasan-batasan keluaran op-amp pada umumnya selalu dapat ditingkatkan. sinyal-sinyal dalam kontrol proses paling sering ditransmisikan sebagai arus, Karena khususnya 4-20 mA, maka perlu untuk memakai sebuah konverter linier tegangan ke arus. Rangkaian seperti ini harus mampu memasukkan arus ke sejumlah beban yang berbeda tanpa mengubah karateristik-karateristik transfer tegangan ke arus. Rangkaian dapat mengirimkan arus ke salah satu arah, sebagimana diperlukan oleh sebuah aplikasi khusus. Gambar 2.14 menunjukkan rangkaian konverter tegangan ke arus dengan beban mengambang. Gambar 2.14 Rangkaian konverter V to I floating load Arus yang mengalir pada beban adalah : IL = VR/R = (ein + eref)/2R = ein/2R + eref/2R Sehingga menghasilkan arus keluaran seperti ditunjukkan pada persamaan (2.7) IL= m.ein + c .......................................................................................................(2.7) di mana m = 1/2R = span c = eref/2R = zero Dalam pembuatan konverter, harus dipertimbangkan tegangan saturasinya. V6max = Vsat VBasis-Emitor = V Batasan linier ditunjukkan pada formulasi (2.8) di bawah ini: Vsat– V ILmax(Rcab+RLoad+R) .............................................................................(2.8) Rcab = tahanan kabel 2.7 Konverter Arus ke Tegangan (Floating Load) Sekali sinyal arus dikirimkann pada suatu lokasi, sinyal ini harus diubah menjadi tegangan. Biasanya instrumen display atau recording data mempunyai input dalam bentuk tegangan. Untuk pengiriman arus dalam bentuk floating load ditunjukkan pada gambar 2.17. Arus dikirim dan dikembalikan melalui beban dengan dua kawat. Kenaikan atau penurunan akan terjadi pada kedua kawat sehingga pengaruhnya saling menghilangkan. Gambar 2.15 menunjukkan rangkaian konverter arus ke tegangan dengan beban mengambang. Gambar 2.15 Rangkaian Konverter Arus ke Tegangan Setelah didapat tahanannya, maka arus di span dapat dicari dengan: i.Ri/Rspan IRspan = 2I I = Ii + IRspan = Ii(1 + 2Ri/Rspan) Ii = I.Rspan/(Rspan + 2Ri) Sehingga tegangan output adalah: Vo = 2IiRf + Vz = IRspan.Rspan.Rf/Ri + Vz = 2I.Rspan.Rf/(Rspan+2Ri) + Vz = m.I + c Dengan persamaan garis: m = 2Rspan.Rf /(Rspan+2Ri) = span c = Vz = zero