self esteem remaja putri yang melakukan seks

advertisement
Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 1, Januari 2017, Hal. 56-66
Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang
e-ISSN : 2502-8766
SELF ESTEEM REMAJA PUTRI YANG MELAKUKAN
SEKS PRANIKAH
Ifani Candra, Yulia
Universitas Putra Indonesia YPTK, Padang
Email : [email protected]
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai bagaimana harga diri seorang
remaja putri yang melakukan seks pranikah. Subjek penelitian adalah dua orang remaja putri yang
melakukan hubungan tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian kualitatif dengan desain penelitian fenomenologis, yaitu untuk mengungkap,
mempelajari, dan memahami suatu fenomena beserta konteksnya yang khas dan unik yang dialami
oleh individu yang bersangkutan. Sumber utama data diperoleh melalui wawancara. Data dianalisis
dengan menggunakan analisis tematik (thematic analysis), untuk menemukan pola atau tema yang
telah didapatkan pada data-data atau informasi-informasi pada tahap wawancara serta mengungkap
tema yang ditampilkan melalui teknik koding. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa tidak
kedua subjek menerima dirinya dengan baik. kita lihat dari subjek VA dia cenderung menerima
dirinya dengan baik karena subjek VA melakukan hal tersebut didasari karena suka sama suka.
Subjek VA pun juga sudah siap dengan apapun resiko yang dia terima di masa yang akan datang.
Sedangkan subjek MA dia tidak dapat menerima dirinya dengan baik karena subjek mengatakan
bahwa dirinya di jebak oleh mantan kekasihnya. sehingga hubungan seks pranikah tersebut bukan
atas dasar kehendaknya sendiri tetapi dipaksa oleh mantan kekasihnya tersebut. Karena dari itu
subjek MA tidak dapat menerima kejadian tersebut dengan baik.
Kata kunci : Harga Diri, Seks Pranikah, Remaja
1. PENDAHULUAN
Remaja merupakan ujung tombak sebagai generasi penerus bangsa. Maju atau tidaknya suatu
bangsa juga sangat tergantung pada generasi mudanya. Kualitas generasi muda akan
menentukan kualitas suatu bangsa dimasa yang akan datang, karena generasi muda juga yang
akan meneruskan perjuangan pemimpin terdahulunya. Masa remaja adalah masa transisi antara
kanak-kanak dan dewasa, mereka relatif belum mencapai tahap kematangan mental serta sosial
sehingga harus menghadapi tekanan emosi, psikologi dan sosial yang saling bertentangan.
Menurut Sarwono (dalam Mardayanti, 2008)), definisi remaja untuk masyarakat Indonesia
digunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah.
Masa remaja disebut pula sebagai masa penghubung atau masa peralihan antara masa kanakkanak dengan masa dewasa. Pada periode ini terjadi perubahan-perubahan besar dan esensial
mengenai kematangan fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah, terutama fungsi seksual Kartono
56
Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 1, Januari 2017, Hal. 56-66
Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang
e-ISSN : 2502-8766
(dalam Fitria, 2014) . Pada masa remaja ini juga remaja mengemban tugas perkembangan yang
harus dikuasai dan dijalani yaitu menjalin hubungan baru dan lebih matang dengan teman
lawan jenis. Remaja mulai mengembangkan minat terhadap lawan jenis, mulai memiliki
perhatian, perasaan senang dan tertarik dengan lawan jenisnya. Hal ini menunjukkan mulai
timbul cinta erotik pada remaja, Monks Knoers & Haditomo (dalam Martiani, 2016). Masa
remaja sangat rentan dengan seks pra nikah, apalagi dengan perkembangan teknologi saat ini
sangat mudah bagi remaja untuk mendapatkan media-media yang bisa menunjang perilaku
seks pra nikah tersebut. Di negara berkembang masa transisi berlangsung sangat cepat, bahkan
usia saat berhubungan seks pertama ternyata selalu lebih muda daripada usia ideal menikah
Suriah( dalam Israwati, Rachman & Ibnu, 2013).
Survey Di Indonesia 63% remaja sudah pernah melakukan kontak seksual dengan lawan
jenisnya dan 21% pernah melakukan aborsi (BKKBN, 2008). Didukung dalam penelitian
Wijaya (dalam Sari, 2012) bahwa 51,5 % (48,5 % responden pria dan 6% responden wanita)
yang berusia 13-15 tahun, 67,3 % berusia 16-17 tahun dan 26,7 % berusia diatas 18 tahun
menyatakan dari hasil penelitian ini terungkap 7 % dari responden melakukan hubungan seks
pranikah. Kemudian hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) 2012
menunjukkan 1 % remaja perempuan dan 8 % remaja laki-laki pernah melakukan hubungan
seksual pra nikah.
Sarwono (2010) mendefinisikan perilaku seksual adalah tingkah laku yang di dorong oleh
hasrat seksual baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Perilaku ini bila
dilakukan sebelum menikah atau dilakukan pada saat pacaran maka disebut dengan perilaku
seksual pranikah. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam mulai dari perasaan
tertarik, sampai berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek seksual dapat berupa orang
lain, orang dalam khayalan, atau diri sendiri.
Kartono (dalam Hermawan, 2010) mengemukakan perilaku seks merupakan perilaku yang
didorong oleh hasrat seksual, dimana kebutuhan tersebut menjadi lebih bebas jika
dibandingkan dengan sistem regulasi tradisional dan bertentangan dengan sistem norma yang
berlaku di masyarakat. Berdasarkan uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku
seksual pranikah dapat diartikan sebagai tingkah laku yang berhubungan dengan dorongan
seksual dengan lawan jenis maupun sesama jenis yang dilakukan sebelum adanya tali
perkawinan yang sah baik secara hukum maupun agama.Salah satu hal yang mempengaruhi
seks pranikah adalah harga diri. Santrock, (dalam Puspita, 2012) subjek yang melakukan seks
pranikah memiliki gambaran harga diri yang rendah. Individu dengan self esteem yang rendah
mungkin terlibat dengan aktivitas yang menyimpang dan memiliki masalah psikologis.
Andrews dkk, (dalam sa’ diyah, 2006) individu dengan self Esteem yang tinggi secara umum
memiliki pengetahuan mengenai dirinya yang lebih baik dibanding individu dengan self
esteem yang rendah.
Coopersmith (dalam susanti, 2014) mendefinisikan self esteem sebagai evaluasi yang dibuat
secara tipikal oleh individu terkait diri. Self esteem merupakan suatu penilaian personal yang
mendorong rasa keberhargaan diri dan bukan suatu perasaan baik atau buruk yang dihasilkan
dari suatu situasi tertentu.
Santrock (Susanti, 2014) Self esteem merupakan suatu dimensi evaluasi global mengenai diri,
disebut juga sebagai martabat diri atau citra diri. Deaux, dkk (dalam Sarwono dan Meinarno,
2009) mengatakan bahwa self esteem adalah tingkah laku seseorang yang dipengaruhi oleh
57
Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 1, Januari 2017, Hal. 56-66
Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang
e-ISSN : 2502-8766
pengetahuan tentang siapa dirinya, namun tingkah laku seseorang juga dipengaruhi oleh
penilaian atau evaluasi terhadap dirinya, baik secara negatif atau positif. Jika seseorang
menilai secara positif terhadap dirinya maka ia akan jadi percaya diri dalam mengerjakan halhal yang ia kerjakan dan memperoleh hasil yang positif pula. Sebaliknya, orang yang menilai
secara negatif terhadap dirinya, menjadi tidak percaya diri ketika mengerjakan sesuatu dan
akhirnya hasil yang didapatkan tidak mengembirakan.
Berdasarkan keterangan diatas banyak ditemukan saat ini remaja yang melakukan seks
pranikah. Salah satu contoh yang penulis temukan di lapangan dari hasil wawancara awal pada
tanggal 6 Maret 2016, dengan remaja pertama yang berinisial MA berumur 22 tahun dan saat
ini sedang duduk dibangku perkuliahan. MA menceritakan tentang terjadinya hubungan seks
pranikah nya dengan pacarnya yang pertama kali dia lakukan ketika dia berumur 18 tahun. MA
awalnya tidak menginginkan hubungan seks pranikah itu terjadi, MA mengatakan bahwa dia
dijebak oleh sang pacar. karena situasi yang sangat memaksanya MA tidak dapat menolak
ajakan sang pacar. Ketika MA dan pacar telah melakukan -hubungan itu, ada perasaan
menyesal yang timbul didalam diri dan perasaan tidak berharga lagi sebagai perempuan. MA
mencoba tidak terlalu memikirkan.
Kemudian dilanjutkan dengan wawancara dengan remaja yang kedua yang berinisial VA
berumur 24 tahun dan saat ini baru memasuki pekerjaan. VA bercerita tentang terjadinya
hubungan seks pranikah dengan pacarnya itu. VA awalnya juga terbujuk rayuan manis dan
janji-janji sang pacar sehingga VA bersedia untuk memberikan keperawananya. Setelah
melakukan hubungan seks pranikah, VA seakan-akan malu bertemu dengan orang banyak, dia
merasa dirinya kotor dan tidak pantas diterima di perkumpulan teman-temanya. Tetapi seiring
berjalannya waktu VA tidak merisaukan lagi apa yang telah dia perbuat dengan pacarnya. VA
mencoba menjalani hari-hari seperti sedia kala. Karena dia sadar ini dilakukan karena perasaan
suka sama suka.
Berdasarkan fenomena diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang “Self esteem
remaja putri yang melakukan seks pranikah”
2. TINJAUAN LITERATUR
2.1 SELF ESTEEM
Purwanto (dalam Jamil, 2014) mendefinisikan harga diri (self esteem) dinyatakan
sebagai hasil evaluasi individu terhadap dirinya sendiri yang tercermin dalam sikap menolak
atau menerima keadaan dirinya yang memiliki aspek-aspek penerimaan diri kepercayaan diri,
hubungan interpersonal dan kemampuan menghadapi lingkungan.
Steinberg (dalam Puspita, 2012) mengatakan bahwa self esteem merupakan konstruk
yang penting dalam kehidupan sehari-hari juga berperan serta dalam menentukan tingkah laku
seseorang. Deaux, dkk (dalam Susanti, 2014) mengatakan bahwa self esteem adalah tingkah
laku seseorang yang dipengaruhi oleh pengetahuan tentang siapa dirinya, namun tingkah laku
seseorang juga dipengaruhi oleh penilaian atau evaluasi terhadap dirinya, baik secara negatif
maupun positif. Jika orang menilai secara positif terhadap dirinya, maka ia akan menjadi
percaya diri dalam mengerjakan hal-hal yang ia kerjakan dan memperoleh hasil yang positif
58
Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 1, Januari 2017, Hal. 56-66
Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang
e-ISSN : 2502-8766
pula. Sebaliknya, orang yang menilai secara negatif terhadap dirinya, menjadi tidak percaya
diri ketika mengerjakan sesuatu dan akhirnya, hasil yang didapatkan pun tidak
menggembirakan.
Brem & Kassin (dalam Damayanti & Purnamasari, 2012) self esteem berkaitan dengan
cara seseorang memandang dirinya dalam kehidupan sehari-hari. Individu yang menilai dirinya
positif cenderung bahagia, sehat, berhasil dan dapat menyesuaikan diri. Sebaliknya individu
yang menilai dirinya negatif secara relatif tidak sehat, cemas, tertekan dan pesimis mengenai
masa depannya dan cenderung gagal. Coopersmith (dalam Jamil, 2014) Self Esteem
merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya terutama
mengenai sikap menerima atau menolak, dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap
keampuannya, keberartian, kesuksesan dan keberhargaan.
Self esteem (harga diri) menurut Compbell (dalam Susanti, 2014) merupakan aspek
penting dalam menentukan perilaku seseorang khusunya dalam konteks daya tarik atribusi
penyebabnya. Maslow (dalam Jamil, 2014) melihat harga diri (self esteem) sebagai suatu
kebutuhan yang harus dipenuhi oleh manusia. Kebutuhan akan rasa harga diri ini oleh Maslow
dibagi menjadi dua bagian yaitu : 1) Penghormatan atau penghargaan diri sendiri yang
mencakup hasrat untuk memperoleh kompetensi, rasa percaya diri, kekuatan pribadi, adekuasi,
kemandirian dan kebebasan. Individu mengetahui atau yakin bahwa dirinya berharga serta
mampu mengatasi segala tantangan dalam hidupnya. 2) Penghargaan diri orang lain, antara
lain prestasi. Dalam hal ini individu butuh penghargaan atas apa-apa yang dilakukannya.
Arndt & Pelham (dalam Hidayati, 2014) menyebutkan bahwa self esteem adalah
evaluasi seseorang terhadap dirinya sendiri, dapat berupa positif maupun negatif. Loundon &
Bita (dalam Susanti, 2014) melihat self esteem sebagai perasaan adekuat seseorang terhadap
kecukupan dirinya yang memadai dan penghargaan atau harkat terhadap dirinya sendiri. Myers
(dalam Susanti, 2014) menyatakan self esteem merupakan evaluasi diri seseorang secara
keseluruhan.
2.2 SEKS PRANIKAH
Chaplin (Perilaku seks pranikah adalah tingkah laku perasaan atau emosi yang
berasosiasi dengan perangsangan alat kelamin, daerah-daerah eroegenous atau dengan proses
pengembang biakan.
Menurut Jerslid dkk) menyebutkan bahwa bentuk-bentuk perilaku seks pranikah yang
sering muncul antara lain :
1) Pelukan ringan dan pegangan tangan..
2) Ciuman selamat tidur (biasanya dikening atau dipipi)
3) Ciuman yang mendalam, ciuman bibir dan leher (necking)
4) Memeluk dengan sedikit melakukan petting tanpa menanggalkan pakaian
5) Petting. Yaitu segala bentuk kontan fisik yang dilakukan untuk merangsang pada
bagian tubuh tertentu (biasanya payudara atau alat kelamin) mulai dari saling meraba
atau saling menempel alat kelamin.
59
Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 1, Januari 2017, Hal. 56-66
Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang
e-ISSN : 2502-8766
6) Hubungan seksual, yaitu melakukan hubungan kelamin dengan memasukan penis
kedalam vagina.
Menurut Poltekes depkes (dalam safitri 2014) ada beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku seks pranikah antara lain :
1) Adanya dorongan biologis
2) Ketidakmampuan mengendalikan dorongan biologis
3) Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
4) Adanya kesempatan untuk melakukan hubungan seksual
2.3 REMAJA
Remaja (Adolescence) yang berarti tumbuh ke arah kematangan. Kematangan yang
dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis.
Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis.
Masa remaja yakni antara usia 10- 19 tahun adalah suatu periode masa pematangan organ
reproduksi manusia dan sering disebut masa pubertas Widyastuti dkk (dalam Wiyenti, 2015).
Masa Remaja dibedakan dalam :
1) Masa Remaja Awal : 10-13 tahun
2) Masa Remaja Tengah : 14-16 tahun
3) Masa Remaja Akhir : 17-19 tahun (Depkes RI, 2007).
Menurut Dariyo (dalam Sari, 2012) remaja adalah masa peralihan dari masa kanakkanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis dan
psikososial. Secara kronologis yang tergolong remaja antara usia 12-13 sampai 21 tahun.
Menurut Muagman (dalam Harefa, 2013) mendefinisikan remaja berdasarkan definisi
konseptual World Health Organization (WHO) yang mendefinisikan remaja berdasarkan 3
(tiga) criteria, yaitu: biologis, psikosis, dan sosial ekonomi.
Menurut (Jose RL Batubara, 2010) Adolesen (remaja) merupakan masa transisi dari
anak-anak menjadi dewasa. Pada periode ini berbagai perbahan fisik terjadi baik perubahan
hormonal, fisik, psikologis maupun sosial.
Pada remaja putri terjadi perbedaan perubahan fisik, antara lain pinggul melebar,
pertumbuhan rahim dan vagina, menstruasi awal, pertumbuhan rambut kelamin dan ketiak,
payudara membesar, pertumbuhan lemak dan keringat (jerawat), pertambahan berat badan dan
tinggi badan Depkes RI (dalam Wiyenti, 2014).
3. METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang merupakan
suatu penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial
secara ilmiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara
peneliti dengan fenomena yang diteliti (Herdiansyah, 2011). Esensi dari penelitian kualitatif
adalah memahami yang diartikan sebagai memahami apa yang dirasakan orang lain,
60
Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 1, Januari 2017, Hal. 56-66
Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang
e-ISSN : 2502-8766
memahami pola pikir dan sudut pandang orang lain, memahami sebuah fenomena berdasarkan
sudut pandang sekelompok orang atau komunitas tertentu dalam latar alamiah.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti model analisis interaktif
yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2013) yang membagi analisis
ke dalam empat bagian, yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data atau display
data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi data.
Pada penelitian kualitatif, istilah sampel diganti dengan istilah subjek, informan,
partisipan atau sasaran penelitian (Poerwandari, 2007). Teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini menggunakan teknik sampel bertujuan (purposive sample).
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya
adalah data tambahan seperti dokumen, foto dan lain-lain. Data merupakan hal yang penting
dalam suatu penelitian Lofland dan Lofland (dalam Moleong 2005), maka untuk memperoleh
data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, peneliti menetapkan metode untuk mengumpulkan
data, yaitu wawancara.
Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi,
yang dimaksudkan untuk mendapatkan kejelasan dari fenomena dalam situasi natural yang
dialami oleh individu setiap harinya daripada melakukan reduksi dari suatu fenomena dengan
cara mencari keterkaitan atau hubungan sebab akibat dari variabel.
Menurut Poerwandari (2011) , wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang
diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Moleong (2012) , menambahkan bahwa wawancara
adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
4. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil temuan penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya
terhadap subjek penelitian, diperoleh jawaban yang mengungkapkan tentang self esteem
remaja putri yang melakukan seks pranikah sebagai berikut:
a. Secara umum
berdasarkan hasil temuan penelitian mengenai self esteem (harga diri) terhadap kedua
orang subjek remaja putri yang melakukan seks pranikah didapatkan bahwa tidak kedua subjek
menerima dirinya dengan baik. Selanjutnya kita lihat dari subjek VA dia cenderung menerima
dirinya dengan baik karena subjek VA melakukan hal tersebut didasari karena suka sama suka.
Sedangkan subjek MA dia tidak dapat menerima dirinya dengan baik karena subjek
mengatakan bahwa dirinya di jebak oleh mantan kekasihnya. sehingga hubungan seks pranikah
tersebut bukan atas dasar kehendaknya sendiri tetapi dipaksa oleh mantan kekasihnya tersebut.
Karena dari itu subjek MA tidak dapat menerima kejadian tersebut dengan baik.
b. Secara Khusus
1. Penerimaan diri
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap dua orang subjek,
diperoleh hasil bahwa tidak kedua subjek mampu menerima dirinya tidak hanya
kekurangan maupun kelebihannya. Subjek VA mengatakan bahwa subjek mampu
61
Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 1, Januari 2017, Hal. 56-66
Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang
e-ISSN : 2502-8766
menerima kekurangan yang ada pada dirinya karena permasalahan seks pranikah yang
iya hadapi, serta tidak pernah menyalahkan orang lain atas perbuatannya sendiri.
Subjek VA sadar karena hubungan seks pranikah ini terjadi karena perasaan suka
sama suka dengan mantan kekasihnya dahulu. Subjek pun juga tidak pernah peduli
dengan celaan dan pandangan miring orang lain terhadap dirinya. Sedangkan Subjek
MA mengatakan bahwa subjek tidak mampu menerima dirinya dengan baik karena dia
merasa kejadian ini terjadi karena dijebak oleh mantan kekasihnya itu. Mengenai celaan
yang diberikan kepada subjek, subjek tidak peduli dengan celaan siapapun karena
menurutnya tidak ada satupun yang mengetahui kejadian tersebut kecuali tante nya
sendiri. Jadi subjek tidak perlu kuatir akan hinaan dan celaan tersebut. Jika dikaitkan
dengan teori lain pada teori Reasoner (dalam Ari Nugraheni, 2014) bagian Sense of
Identity yaitu kesadaran remaja tentang sejauh mana potensi kemampuan dan
keberartian tentang dirinya sendiri. Hal ini sejalan dengan kedua subjek VA dan MA
yang mana subjek mampu menerima dirinya walaupun dihadapkan dengan
permasalahan seks pranikah tersebut karena subjek percaya akan potensi yang mereka
miliki.
2. Kepercayaan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap dua orang subjek,
diperoleh hasil bahwa kedua orang subjek percaya akan kemampuan yang dimilikinya.
Subjek VA mengatakan bahwa subjek percaya akan kemampuan dirinya karena di masa
lalunya iya memang sudah dituntut hidup mandiri dari kecil sejak orang tuanya
bercerai. Subjek juga tidak pernah bergantung dengan orang lain, dan selalu
menyelesaikan masalahnya sendiri, maka dari itu dia sudah terbiasa bertahan sendiri.
Subjek juga tidak merasa minder dan rendah diri lagi seperti dahulu. Saat ini subjek
masih bisa bebas berkarya dan sibuk bekerja.
Sedangkan subjek MA mengatakan bahwa subjek juga percaya akan kemampuan
yang dimilikinya karena subjek juga tidak pernah bergantung dengan orang lain dalam
menghadapi masalahnya. Dari kecil subjek sudah terbiasa menyelesaikan masalahnya
sendiri, jika dilihat dari latar belakang keluarganya, ibu kandung subjek sudah lama
meninggal dan saat ini subjek tinggal dengan ibu tirinya. Subjek mengatakan bahwa dia
juga tidak terlalu dekat dengan ibu tirinya tersebut. Subjek pun tidak pernah merasa
minder dan rendah diri lagi, saat ini subjek juga masih bisa bebas berkarya dan sibuk
menata masa depannya.
Jika dikaitkan dengan teori lain pada teori Reasoner (dalam Ari Nugraheni, 2014)
bagian Sense of Personal Competency yaitu kesadaran individu bahwa dia dapat
mengatasi segala tantangan dan masalah yang dihadapi dengan kemampuan, usaha,
serta caranya sendiri. Hal ini sejalan dengan subjek VA dan MA yang mana subjek
percaya akan kemampuannya sendiri dan subjek pun tidak pernah bergantung dengan
orang lain.
3. Hubungan interpersonal
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap dua orang subjek
diperoleh hasil bahwa kedua subjek mampu menjalin komunikasi yang baik dengan
62
Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 1, Januari 2017, Hal. 56-66
Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang
e-ISSN : 2502-8766
keluarga, teman, dan lingkungan sekitar. Subjek VA mengatakan bahwa subjek masih
diterima oleh lingkungannya dan tidak ada penolakan dari lingkungannya karenakan
lingkungan tidak mengetahui permasalahan seks pranikah subjek tersebut subjek juga
sangat dekat dengan teman-teman dan sahabatnya. subjek selalu menyempatkan
bertemu dengan sahabat-sahabatnya dikala waktu luangnya bekerja.
Subjek MA juga mengatakan subjek masih diterima oleh lingkungannya, tidak ada
penolakan terhadap subjek dikarenakan subjek tidak terlalu terbuka dengan lingkungan
serta tetangga sekitar juga tidak mengetahui permasalahan seks pranikah tersebut.,
Sedangkan dengan teman-temannya subjek menjalin hubungan yang sangat baik.
Subjek mengatakan hanya teman-temannya lah yang busa membuatnya bahagia. Jika
dikaitkan dengan teori Reasoner (dalam Ari Nugraheni, 2014) bagian Sense of
Belonging yaitu perasaan yang muncul karena remaja sebagai bagian dari
kelompoknya, merasa dirinya penting dan dibutuhkan oleh orang lain, dan merasa
dirinya diterima oleh kelompoknya. Hal ini sejalan dengan subjek VA dan MA yang
mampu menjaga hubungan baik dengan orang sekitarnya. Kedua subjek pun juga
sangat dibutuhkan dengan teman-temannya. Terkadang kedua subjek juga membantu
menyelesaikan permasalahan teman-temannya.
4. Kemampuan untuk menghadapi lingkungan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap dua orang subjek
diperoleh hasil bahwa tidak kedua subjek mampu bereaksi secara harmonis dengan
lingkungan keluarga maupun dengan lingkungan sosialnya. Subjek VA mengatakan
bahwa subjek mampu bereaksi secara harmonis dengan lingkungan keluarga walaupun
kedua orang tua subjek sudah bercerai. Subjek selalu berusaha menjalin komunikasi
dengan keluarga baru ayahnya dan keluarga baru ibunya. Subjek selalu berusaha untuk
tidak terlibat permusuhan dengan keluarga kedua orang tua subjek saat ini. Sedangkan
dengan tetangga subjek VA tidak mampu bereaksi dengan baik, dikarenakan subjek
mempunyai sifat yang cuek dan tidak suka bergaul dengan tetangga. Tetapi subjek
selalu berusaha untuk bertegur sapa dengan tetangga ketika bertemu disekitar rumah.
Selanjutnya subjek MA tidak mampu bereaksi secara baik dengan keluarganya.
Terlihat dari bagaimana subjek berhadapan sehari-hari dengan ibu tiri dan saudara
tirinya. subjek terkesan cuek kepada keluarga tirinya dikarenakan subjek tidak merasa
ada kedekatan antara mereka. Sedangkan dengan tetangganya sendiri subjek juga tidak
terlalu sering bergabung dengan tetangga sekitar. Subjek juga tidak pernah terlibat
dengan acara-acara yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat. Tetapi subjek selalu
berusaha menjaga hubungan harmonis dengan cara selalu bertegur sapa dengan
tetangga jika berpapasan dan selalu berusaha berbincang-bincang jika tetangga tersebut
mengajaknya.
Jika dikaitkan dengan teori Reasoner (dalam Ari Nugraheni, 2014) bagian Sense of
Security yaitu sejauh mana remaja merasa aman dalam bertingkah laku karena
mengetahui apa yang diharapkan oleh orang lain dan tidak takut disalahkan. Remaja
merasa yakin atas apa yang dilakukannya sehingga merasa tidak cemas terhadap apa
yang akan terjadi pada dirinya. Hal ini sejalan juga dengan kedua subjek VA dan MA
63
Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 1, Januari 2017, Hal. 56-66
Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang
e-ISSN : 2502-8766
bahwa mereka juga mampu bertingkah laku sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
lingkungan mereka. Subjek juga tidak takut membangun hubungan yang harmonis
karena subjek merasa nyaman berada dilingkungan keluarga.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terhadap dua orang subjek maka
dapat diambil kesimpulan bahwa harga diri pada subjek VA yang melakukan hubungan
seks pranikah yaitu baik, dimana subjek melakukan hubungan seks pranikah tersebut atas
dasar suka sama suka. Alasan subjek lainya juga dapat menerima diri dipengaruhi oleh
pengalaman masa lalu subjek yang terbiasa mandiri. Subjek VA mampu menerima tidak
hanya kelebihan tetapi juga kekurangan yang ada pada dirinya. Selain itu subjek tidak
pernah menyalahkan orang lain atas perbuatan yang telah ia perbuat. Subjek menerima
permasalahan ini karena subjek melakukannya atas dasar suka sama suka. Subjek juga
mampu memikul tanggungjawab dan dapat menerima celaan orang lain secara objektif.
Subjek juga akhirnya tidak menganggap dirinya kotor lagi dan masih merasa berharga dan
setara dengan orang lain.
Harga diri pada subjek MA yang melakukan hubungan seks pranikah yaitu
cenderung tidak terlalu baik. Dikarenakan subjek tidak mampu menerima dirinya dengan
baik. Subjek MA sampai detik ini masih menyimpan amarah terhadap mantan kekasihnya,
dia merasa semua ini terjadi karena jebakan dan paksaan yang dilakukan oleh mantan
kekasihnya. subjek tidak terlalu mampu menerima kekurangan yang ada pada dirinya.
Didalam kehidupan sehari-hari subjek mampu memikul tanggung jawab dan dapat
menerima celaan orang lain secara objektif, ini dikarenakan subjek sudah terbiasa hidup
sendiri, ditambah lagi ibu tiri yang tidak terlalu perhatian dengannya. Subjek juga tidak
pernah lagi menganggap dirinya kotor. Saat ini subjek sudah bisa menganggap dirinya
berharga dan sederajat dengan orang lain.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang peneliti kemukakan di atas, maka dapat disarankan
beberapa hal yang terkait dengan hasil penelitian, yaitu:
1. Bagi subjek penelitian
a. Subjek VA disarankan agar dapat memahami lagi tentang moral, aturan berlaku, nilainilai agama dan dan etika sosial yang ada dilingkungan keluarga atau pun masyarakat
sekitar. Kemudian agar subjek lebih menjaga dirinya serta tidak melakukan lagi hal yang
sama dikemudian hari.
b. Subjek MA Disarankan pada subjek agar dapat menjalani permasalahan yang terjadi
dengan sebaik mungkin dan terus memberikan dukungan kepada dirinya sendiri agar dapat
menerima dirinya lagi serta tidak terbayang-bayang akan masa lalunya yang menyakitkan
64
Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 1, Januari 2017, Hal. 56-66
Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang
e-ISSN : 2502-8766
itu tersebut. Selanjutnya disarankan kepada subjek agar berfokus kepada masa depan
kuliahnya dan lebih menata diri lagi dengan baik, selalu waspada dan memperhatikan apa
tindakan buruk yang akan terjadi serta lebih berhati-hati lagi dalam memilih pasangan.
Terakhir diharapkan subjek dapat lebih sering mengikuti aktifitas yang ada dilingkungan
subjek semoga dengan adanya kedekatan subjek dengan tetangga sekitar, ini juga bisa
memicu subjek untuk lebih percaya diri untuk bertemu orang lain atau orang baru.
2. Bagi Orang Tua
Bagi orang tua agar lebih banyak memberikan perhatian terhadap anaknya dan lebih
mengontrol lagi tindakan anak diluar serta lebih memfokuskan pola asuh yang baik sedari
dini.
3. Bagi Masyarakat
Untuk menghindari terjadinya kasus hubungan seks pranikah ini, diharapkan agar
masyarakat lebih memperhatikan lingkungan sekitar dan lebih mengetahui mengenai
dampak dari seks pranikah serta dapat menjaga keluarga masing-masing dari perbuatan
yang dilarang agama dan melanggar norma ini
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Batubara, Jose RL. 2010. Adolescent Development (Perkembangan Remaja). Skripsi.
Jakarta : Dapartemen Ilmu Kesehatan Anak RS DR Cipto Mangunkusumo Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
[2]
BKKBN. 2013. GENRE Saatnya yang muda berencana. Buku. Padang BKKBN Sumatera
Barat
[3]
Chaplin, JP. 2011. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
[4]
Damayanti, Euis Sri, Alfi Purnama Sari. 2012. Berfikir Positif dan Harga Diri Pada Wanita
yang Mengalami Masa Premenopause. Jurnal. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas
Ahmad Dahlan
[5]
Fitria, Ika Annisa. 2014. Konsep Diri Remaja Putri dalam Menghadapi Menarche. Jurnal.
Surabaya : Jurusan Ilmu Sosial Universitas Sumatera Utara
[6]
Harefa. Nova Yanti. 2013. Tahap Perkembangan Masa Remaja. Jurnal. Medan : Program
Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
[7]
Herdiansyah, Haris. 2010. Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta :
Salemba Humanika
[8]
Hidayati. Nurfitria Laili. 2014. Hubungan Antara Self Esteem dan Resilensi pada Remaja di
Panti Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta. Jurnal. Surakarta : Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
65
Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 1, Januari 2017, Hal. 56-66
Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang
e-ISSN : 2502-8766
[9]
Israwati, Watief A Rachman, dan Indra Fajarwati Ibnu. 2013. Perilaku Seks Mahasiswa
Pada Sekolah Tinggi Manajemen dan Ilmu Komputer Bina Bangsa. Jurnal. Kendari
[10]
Jamil, Atikah. 2014. Hubungan Antara Harga Diri dan Kemandirian Remaja di SMA N 10
Padang. Skripsi. Padang : Fakultas Psikologi Universitas Putra Indonesia YPTK
[11]
Kartini, Kartono. 2006. Kenalakan Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada
[12]
Mardayanti, Purnama. 2008. Hubungan Faktor-faktor Literatur. Jurnal. Jakarta : FKM UI
[13]
Martiani. 2016. Efektifitas Pelatihan Keterampilan Komunikasi untuk Meningkatkan
Kualitas Hubungan Ibu dan Remaja. Thesis. Surakarta : Universitas Muhammadiyah
[14]
Moleong. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung : PT Remaja Rosdakarya
[15]
Poerwandari, EK. 2007. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta:
Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP#) Fakultas
Universitas Indonesia
[16]
Sari, Citra Puspita. 2012. Harga Diri Remaja Putri yang telah Melakukan Hubungan Seks
Pranikah. Jurnal. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gunda Darma
[17]
Sa’Diyah, Siti Chamilatus. 2012. Hubungan Self Esteem dengan kecenderungan Cinderella
Complex pada Mahasiswa Semester VI. Jurnal. Malang : Fakultas Psikolgi Universitas
Islam Negeri Maulana Malik
[18]
Safitri, Desi. 2014. Hubungan Asertif dengan Perilaku Seks Pranikah pada Remaja Kelas
VIII SMP Negeri X. Skripsi. Padang : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
[19]
Sarwono, S.W. 2010. Psikologi Remaja, Edisi Revisi. Jakarta : PT Raja Grafindo
[20]
Susanti, Cici Eri. 2014. Hubungan Antara Self Esteem Dengan Kecenderungan Body
Dysmorphic Disorder pada Remaja Putri SMPN 12 Solok Selatan. Skripsi. Padang:Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia YPTK
[20]
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R
& D). Bandung : Alfabeta
[21]
Wiyenti. Guslesi Ira. Pernikahan Dini Pada Remaja Putri di Desa Penggalangan Kecamatan
Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai. Jurnal. Medan : Universitas Sumatera Selatan
[22]
http://www.kompasiana.com/ diakses pada tanggal 17 juni 2016 pukul 11:42
66
Download