I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kebutuhan

advertisement
I. PENDAHULUAN
1.l.Latar Belakang Masalah
Kebutuhan hidup mendasar yang setiap hari tidak dapat dihindari
oleh manusia salah satunya adalah makan. Dalam perkembangannya
seiring dengan bergesernya gaya hidup dan peningkatan frekwensi
aktivitas manusia di luar rumah, khususnya yang terjadi di kota-kota besar
seperti Jakarta, mengakibatkan kebutuhan makan dapat dipenuhi setiap
saat dan dimana saja sesuai selera manusia yang dapat muncul secara
tiba-tiba.
Guna memenuhi kebutuhan makan masyarakat kota, khususnya di
kota-kota besar seperti Jakarta, maka berbagai usaha yang bergerak di
bidang penyediaan dan pelayanan makan untuk mereka yang memiliki
aktivitas yang tinggi tersedia di berbagai tempat yang strategis, ramai dan
mudah dijangkau, serta dengan berbagai skala usaha, mulai dari warung
nasi yang sangat sederhana sampai dengan Rumah makan permanen
dan bertaraf lnternasional. Mereka memiliki segmen masing-masing,
sehingga persaingan ketat akan terjadi antara pengusaha rumah makan
yang memiliki karakteristik dan skala usaha yang sama. Untuk persaingan
antara pengusaha dengan karakteristik dan skala yang berbeda tetap
terjadi meskipun tidak seketat persaingan diantara mereka yang sama
skala usahanya.
Rumah makan yang tergolong restoran, baik yang bertaraf
domestik maupun internasional, biasanya menetapkan harga yang relatif
tinggi untuk ukuran kelompok masyarakat kelas menengah ke bawah,
menyajikan menu yang lebih lengkap dengan pelayanan dan suasana
yang lebih memanjakan pembeli karena dilengkapi berbagai fasilitas yang
diperlukan guna menambah suasana nyaman, menyenangkan, serta
menempatkan pembeli dalam kelas tersendiri. Mereka yang menggunakan
rumah makan dengan skala usaha dan karakteristik restoran adalah
kelompok masyarakat dengan penghasilan yang dapat digolongkan kelas
menengah ke atas.
Kondisi sosial ekonomi Penduduk Jakarta, khususnya Jakarta
Selatan sangat dipengaruhi oleh kesempatan kerja yang ada. Di wilayah
tersebut pada tahun 2000 tercatat sebanyak 11.059 perusahaan dengan
219.505 tenaga kerja laki-laki dan 121.812 tenaga kerja perempuan.
Di lain pihak perusahaan yang baru mendaftar pada Depnaker adalah
3.287
perusahaan,
yang
menyerap
114.468
tenaga
kerja
laki-laki dan 52.595 orang tenaga kerja perempuan ( BPS 2001 ).
Besarnya jumlah perusahaan yang beroperasi di Jakarta Selatan
diikuti pula dengan besarnya jumlah usaha kaki lima yang melakukan
kegiatan usaha di wilayah tersebut,
yaitu
35.626
unit usaha.
Hal ini wajar karena besarnya jumlah tenaga kerja yang terserap di
perusahaan-perusahaan, yang merupakan pasar yang potensial bagi
usaha kaki lima. Dari keseluruhan usaha kaki lima yang ada 58,83 %
usaha atau sebesar 20.960 usaha tersebar di tiga kecamatan yaitu Pasar
minggu, Kebayoran Lama dan Kebayoran Baru masing-masing sebanyak
7.533 usaha, 7.045 usaha dan 6.382 usaha. Sisanya tersebar di tujuh
kecamatan yaitu Tebet sebanyak 3.228 usaha, Setiabudi sebanyak 3.120
usaha, Mampang Prapatan 2.410 usaha, Pesanggrahan 1.426 usaha,
Pancoran 947 usaha serta Jagakarsa 875 usaha (BPS, 2001)
Dari ketujuh kecamatan yang terdapat di Jakarta selatan,
Kecamatan Kebayoran Baru merupakan kecamatan yang usaha kaki
limanya adalah tertinggi dalam menyerap tenaga kerja. Tercatat tidak
kurang dari 9.084 orang tenaga kerja terdiri dari 7.279 tenaga kerja
laki-laki dan 1.805 perempuan yang mampu terserap pada usaha kaki
lima (BPS, 2001). Hal ini merupakan pasar yang cukup potensial bagi
perkembangan warung Tegal sebab keberadaan pekerja, baik yang
terlibat di sektor formal seperti perusahaan-perusahaan dan sektor
informal seperti usaha kaki lima tersebut, perlu mendapat dukungan guna
memenuhi kebutuhan konsumsi makan harian bagi mereka yang tidak
sempat pulang ke rumah. Kebutuhan tersebut tidak hanya menjadi
monopoli warung Tegal untuk memenuhinya, namun dapat puladilayani
oleh warung makan sederhana lain yang setaraf warung Tegal. Hal ini
wajar karena tidak setiap saat pekerja dapat makan di rumah makan yang
sekelas restoran.
Di Kecamatan Kebayoran Baru menurut data BPS (2001) terdapat
52 warung Tegal yang tersebar di empat kelurahan, yaitu Senayan,
Melawai, Petogogan dan Pulo. Hal ini masih sangat mungkin berkembang
jumlahnya seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian. Dengan
ciri khas Warung Tegal yaitu penataan yang memberi kesan sederhana,
menu yang cukup lengkap untuk ukuran orang Indonesia dan harga jual
pelayanan dan makanannya relatif murah serta terjangkau masyarakat
kelas bawah menjadikan warung Tegal menjadi cukup terkenal. Hal ini
tidak hanya di Jakarta namun dikenal pula di kota-kota seperti Bogor,
Bandung,Semarang dan Surabaya serta kota-kota besar lainnya.
Warung khas Tegal adalah salah satu dari berbagai jenis warung
nasi yang menyajikan makanan dan pelayanan yang mencerminkan
karakter masyarakat daerah asal tempat tinggal pendiri warung tersebut,
yaitu Tegal. Dalam perkembangannya terdapat pula beberapa warung
makan yang didirikan oleh orang yang tidak berasal dari Tegal namun
dinamakan warung Tegal karena memiliki karakteristik, baik dari menu
yang disajikan, harga dan pelayanannya menyerupai Warung nasi yang
didirikan oleh orang yang berasal dari kota I kabupaten Tegal. Hal ini
kemungkinan besar tidak dianggap sebagai ancaman yang serius dalam
kancah memperebutkan konsumen warung Tegal.
Perkembangan skala usaha dan kualitas menu makanan yang
disajikan Warung Tegal dari tahun ke tahun, atau tepatnya sejak 10 tahun
terakhir, tidak banyak mengalami perkembangan yang pesat. Pengusaha
Warung Tegal diduga enggan meningkatkan status warung makan yang
dimiliki untuk menjadi sekelas dengan minimal Rumah makan bertaraf
domestik seperti Rumah makan Padang.
Kenyataan tersebut tidak berarti menunjukan bahwa mereka tidak
mampu mengembangkan skala usaha karena terbatasnya pasar dan
lambatnya pertumbuhan usaha, yang tercermin dari bertambahnya modal
atau
kekayaan
dari
hasil
usaha
yang
selama
ini
dijalankan.
Menurut penuturan seorang pengusaha yang dijumpai oleh peneliti pada
observasi pendahuluan menyatakan bahwa mereka lebih suka untuk
menambah jumlah warung dengan skala usaha yang sama, di tempat
yang berbeda dan strategis, karena salah satu ciri warung Tegal adalah
kesederhanaan. Hal ini belum cukup kuat dijadikan alasan mengingat
kondisi rumah dan kekayaan rumah tangga pemilik warung Tegal di
daerah asalnya ternyata tumbuh pesat. Pada observasi pendahuluan,
yang dilakukan di Desa asal pengusaha warung Tegal yaitu di daerah
kabupatenlkota Tegal, banyak dijumpai bangunan megah yang dilengkapi
parabola dan kendaraan-kendaraan baik sepeda motor maupun mobil dan
kondisi kesejahteraanyapun berimbas pula pada pekerja warung Tegal
yang tersebar di berbagai kota Besar.
Bank BNI sebagai salah satu Bank Pemerintah yang peduli dengan
perkembangan pengusaha kecil (termasuk pengusaha warteg) juga telah
mengembangkan suatu konsep bisnis yang diharapkan mampu untuk
membantu pengusaha mikro dalam ha1 ini pengusaha warung Tegal agar
mampu bertahan hidup dan, bahkan melebarkan pangsa pasarnya. Untuk
melaksanakan tujuan dimaksud telah dibentuk suatu unit organisasi yang
khusus menangani pengusaha mikro di atas yaitu Unit Usaha Mikro. Untuk
mengimplementasikan bisnis dimaksud telah
dibentuk
organisasi
fungsional yang secara langsung berhubungan dengan pihak pengusaha
mikro yaitu Unit Layanan Mikro yang mempunyai tugas utama untuk
menyalurkan bantuan kredit para pengusaha-pengusaha kecil termasuk
pengusaha-pengusaha warung Tegal dalam menjalankan usahanya.
Pengusaha Warung Tegal dapat dikategorikan sebagai pengusaha
rnikro bila dilihat dari omzet penjualan yang diterirna secara harian untuk
selanjutnya dibuat secara rata-rata dalarn satu bulan dengan omzet
rnaksirnal sarnpai dengan Rp. 50 juta dalarn satu bulan atau Rp.1.5 juta
perhari yang dalam perkernbangan bisnisnya rnasih rnernerlukan
tarnbahan modal seperti dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Surnber : www.bi.go.id
Berdasarkan data pada Tabel
1 di atas, terlihat bahwa jumlah
pengusaha mikro di DKI Jakarta pada tahun 2002 dengan omset kurang
dari Rp. 50 juta per bulan sebanyak 1.914.009 pengusaha mikro dengan
jumlah rekening peminjam sebanyak 357.594 pengusaha.
Hal ini
menandakan bahwa jumlah pengusaha mikro yang meminjam kredit
masih tergolong kecil yaitu masih di bawah 20 persen dari total
pengusaha mikro secara keseluruhan yaitu 18.683 persen.
Data jumlah pengusaha kecil mikro di DKI dan data yang berkaitan
dengan sektor perdagangan, restoran dan jasa dunia usaha merupakan
cerminan
besarnya
peluang
bisnis
yang
dapat
diraih
untuk
mengembangkan bisnsi mikro. Hal ini bila dikaitkan dengan jumlah
pengusaha warung Tegal yang ada di wilayah DKI Jakarta khususnya
Jakarta Selatan menunjukkan bahwa yang baru di biayai oleh Bank BNI
tidak lebih dari 15 persen dari jumlah warung Tegal di Jakarta Selatan
yang mengindikasikan bahwa potensi untuk mengembangkan bisnis ini
dengan memberikan kredit kepada sektor perdagangan dan jasa dunia
usaha khususnya warung Tegal masih sangat besar, apalagi dilihat dari
persentase pemberian kredit oleh Bank BNI terhadap sektor ini cukup
besar yaitu sekitar 70,57 persen seperti dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kredit Mikro Bank BNI Berdasarkan Sektor ( Posisi per 31
Desember 2003 )
SEKTOR EKONOMI
Pertanian
Peflambangan
lndustri
Listrik, Air dan Gas
Perumahan dan Konstruksi
Perdagangan, Restoran dan Hotel
Pengangkutan, Pergudangan dan Komunikasi
Jasa-jasa Usaha
Jasa-iasa Sosial dl1
TOTAL
OUTSTANDING
dalam ribu Rp
PERSENTASE
PENYALURAN
26.170.778
404.170
21.950.687
326.966
1.651.265
395.268.327
10.291.643
18.696.146
85.330.640
4,67%
0,07%
3,9276
0,06%
0,29%
70,57%
1,84%
3,34%
15,24%
560.090.624
100,00%
Sumber : BNI (2004)
Dengan memperhatikan kemauan dan kemampuan pengusaha
warung Tegal yang selama ini menjalankan usahanya di Jakarta Selatan,
khususnya Kecamatan Kebayoran Baru, nampak bahwa sebenarnya
mereka memiliki kemampuan untuk meningkatkan kualitas penyajian,
makanan dan menu makanan sehingga setara dengan menu dan
pelayanan yang disajikan oleh rumah makan I restoran yang besar.
Namun ha1 tersebut
belum dilakukan.
Kondisi tersebut
kurang
menguntungkan bila melihat perkembangan dan persaingan usaha
warung makan yang akan terjadi di masa depan, sebab masyarakat pada
masa depan akan semakin maju sehingga harga diduga tidak lagi menjadi
bahan pertimbangan dalam membeli produk dan pelayanan yang di jual
oleh pengusaha. Namun kualitas pada akhirnya akan menjadi pilihan
utama dalam menentukan pilihan terhadap barang maupun jasa yang
akan dibeli. Hal ini harus menjadi pertimbangan pengusaha warung nasi
Tegal dalam ha1 karakteristik dari warung itu sendiri yang dapat menjaring
konsumen sebanyak mungkin demi kelangsungan dari warung yang
dimiliki. Oleh karena itu warung Tegal harus dapat memenuhi hal-ha1
yang diinginkan .oleh para konsumennya, yang baik secara langsung
maupun tidak langsung dipengaruhi oleh faktor modal yang akan
berpengaruh terhadap omset atau pendapatan dari pemilik warung Tegal
yang bersangkutan.
1.2. ldentifikasi Masalah
Di dalam pengembangan usaha warung makan khas Tegai
terdapat beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasikan sebagai
bahan masukan pengusaha bagi pengembangan usaha di masa depan,
sebagai berikut
a. Warung Nasi khas Tegal umumnya dinliliki dan dijalankan oleh
pekerja-pekerja yang berpendidikan rendah, sehingga prosedur
tata kerja dan mutu pelayanan sangat bervariasi dan relatif
rendah,
selain
kurang mampu beradaptasi bila
harus
melakukan perubahan yang cepat.
b. Warung Tegal mempunyai karakteristik yang khas seperti
tempat, ukuran, keadaan bangunan, dan lainnya dibandingkan
dengan restoran atau rumah makan lainnya
c.
Warung Tegal belum memiliki standarisasi dalam ha1 mutu
makanan, cita rasa yang khas dan kondisi kebersihan
lingkungan, sehingga terkesan pandangan konsumen yang
memilih makan di warung Tegal adalah mereka yang hanya
ingin kenyang tanpa memperdulikan rasa, gizi dan mutu
kebersihan, baik dari bahan baku maupun peralatan makan
yang digunakan.
d. Bank BNI sebagai bank pemerintah yang peduli terhadap
pengusaha kecil dan memiliki jumlah kredit UKM sebesar Rp.
395.268.327.000 berusaha membantu pengusaha warung
Tegal dalam mengembangkan usahanya.
1.3.
Perurnusan Masalah
Guna menjawab permasalahan yang umumnya dihadapi warung
makan khas Tegal, maka dalam penelitian ini berusaha mengungkap
beberapa pertanyaan-pertanyaansebagai berikut :
a.
Bagaimana gambaran bisnis warung Tegal di Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan yang ada saat ini
b.
Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap omset atau
pendapatan dari Warung Tegal di Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan
c.
Hal-ha1 apa yang harus dilakukan oleh pemilik Warung Tegal di
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dalam memenuhi kebutuhan
pelanggannya
d. Profil pengusaha warung Tegal seperti apa yang dapat dibantu
oleh
Unit
Layanan
Mikro
mengembangkan usahanya
Bank
BNI
untuk
lebih
1.4.
Tujuan Penelitian
Dengan permasalahan yang terdapat pada usaha warung Tegal
tersebut maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
a.
Mengidentifikasi karakteristik warung Tegal yang berada di
daerah Kebayoran berdasarkan usia pemilik, daerah asal,
pendidikan pemilik, status bangunan, kebersihan air, lokasi,
modal, luas bangunan, variasi lauk, variasi sayur dan jumlah
karyawan yang dimiliki
b.
Mengidentifikasi hubungan atau keterkaitan antara faktor
pendidikan terakhir pemilik warung Tegal, jumlah tenaga kerja,
modal kerja, modal tetap, luas bangunan, variasi lauk dan
variasi sayur terhadap jumlah pendapatan pemilik warung
Tegal per harinya (omset per hari).
c.
Memberikan saran dan masukan terhadap pemilik Warung
Tegal dan
Koperasi Warung Tegal
(Kowarteg) dalam
memenuhi kebutuhan konsumennya
d.
Memberikan masukan kepada pihak Unit Layanan Mikro Bank
BNI dalarn menyalurkan bantuan kredit kepada pengusaha
kecil dalam rangka mengembangkan usaha bisnisnya.
1.5.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh berbagai
pihak, bagi pengambil kebijakan yang berwenang menangani dan
mengupayakan pengembangan terhadap usaha kecil dan menengah
khususnya warung nasi Tegal yang diantaranya adalah Unit Layanan
Mikro Bank BNI, dan dapat membantu dalam menentukan pertimbangan
strategi pengembangan usaha yang akan diberikan sebelum upaya
pengembangan usaha melalui bantuan modal diberikan pada pengelola
warung Tegal.
Bagi pengelola akan merupakan informasi berharga dan dapat
dijadikan pertimbangan dalam menentukan strategi pemasaran usaha di
masa yang akan datang, guna meningkatkan kinerja dan kemampuannya
untuk bersaing dalam era persaingan yang semakin ketat.
Di lain pihak, bagi penulis merupakan wahana yang tepat untuk
mengaplikasikan pemahaman pengetahuan yang selama ini diperoleh di
bangku kuliah dan di pekerjaan guna mempertajam kemampuan dalam
menggunakan konsep-kofisep yang ada dalam menangani permasalahan
bisnis pada umumnya, dan khususnya adalah penanganan pada
kelompok bisnis berskala kecil (UKM).
1.6.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingk~ppenelitian terfokus pada analisis karakteristik usaha
warung Tegal yang berada di daerah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Download