MANAJEMEN LABA DI SEKITAR PENAWARAN HARGA SAHAM

advertisement
Juni
EfEktif
Jurnal Bisnis dan Ekonomi Handoko A. Hastoro - Anatias Yuliana
67
Vol. I, No. 1, Juni 2010, 67 - 80
MANAJEMEN LABA DI SEKITAR PENAWARAN HARGA SAHAM
PERDANA ( INITIAL PUBLIC OFFERING / IPO ) PADA PERUSAHAAN
MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
Handoko A Hastoro
Anatias Yuliana
Fakultas Ekonomi Universitas Janabadra
ABSTRAK
Penelitian ini menguji penerapan manajemen laba yang dilakukan perusahaan terutama pada
periode sekitar Initial Public Offering (IPO), dan menguji pengaruh manajemen laba terhadap ukuran
perusahaan dan kinerja operasional perusahaan. Sampel yang diteliti berasal dari perusahaan
manufaktur yang melakukan IPO pada kurun waktu antara tahun 2000-2008 dengan menggunakan
periode pengamatan 1 tahun sebelum dan setelah IPO. Penelitian ini juga menggunakan variabel ukuran
perusahaan yang dilihat dari total asset dan variabel kinerja perusahaan menggunakan rasio OA (Return On Asset).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan manajemen laba sangatlah penting terutama
pada periode sebelum IPO. Ukuran perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan sedangkan kinerja
operasional terbukti berpengaruh.
Keywords : Initial Public Offering (IPO), Discretionary Accruals, SIZE, Return On Asset
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Penelitian
Ekspansi merupakan tindakan aktif yang
dilakukan oleh perusahaan untuk memperluas dan
memperbesar cakupan usaha yang telah ada, akan
tetapi untuk melakukan ekspansi perusahaan
harus siap menghadapi konsekuensi pemenuhan
kebutuhan dana yang tidak sedikit. Pemenuhan
kebutuhan dana tersebut dapat berasal dalam (internal), seperti penggunaan laba ditahan atau dari
luar (eksternal) perusahaan, seperti hutang dari
kreditur (Riyanto, 2008).
Penggunaan laba ditahan tidak mewajibkan
perusahaan untuk membayar bunga, dana dapat
digunakan setiap saat sesuai kebutuhannya, akan
tetapi dana yang tersedia terbatas (Andriyanti,
2007). Pendanaan yang berasal dari hutang
kepada kreditur lebih bersifat fleksibel, dapat
diperoleh dari berbagai sumber dan jumlah dana
yang tersedia jumlahnya tak terbatas.
Konsekuensinya apabila perusahaan tidak mampu
membayar hutang dengan bunga pada tempo
tertentu, maka kreditur dapat memaksa
perusahaan untuk menjual asset yang dijadikan
jaminannya (Andriyanti, 2007) .
Alternatif lain yang lebih baik dari
pendanaan berasal dari luar perusahaan
(eksternal) adalah dengan penawaran perdana ke
publik (Initial Public Offering atau IPO).
Keuntungan dari IPO adalah memberikan
kemudahaan untuk meningkatkan modal di masa
mendatang karena ketersediaan dana yang tidak
terbatas dan perusahaan tidak dibebankan bunga.
Tingkat keuntungan suatu perusahaan
merupakan salah satu faktor penting bagi inves-
68
EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
tor yang dipertimbangkan untuk melakukan
keputusan investasi. Kondisi seperti inilah yang
sering membuat manajer termotivasi untuk
mengelola laba dengan melakukan manajemen
laba disekitar IPO.
Manajemen laba (earnings management)
adalah tindakan manajemen untuk memilih
kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu
dengan tujuan memaksimalkan kesejahteraan dan
atau nilai pasar perusahaan (Scott, 1997). Telaah
terhadap manajemen laba disekitar IPO penting
untuk diteliti karena investor tidak dapat
mendeteksi apakah laba yang dilaporkan di
sekitar IPO merupakan laba sesungguhnya atau
laba rekayasa perusahaan. Kesalahan dalam
mendeteksi laba dapat menyebabkan kegagalan
dalam mengalokasi dana dari perusahaan yang
benar-benar prospektif.
Beberapa penelitian tentang manajemen laba
di sekitar IPO telah banyak dilakukan. Gumanti
(2001), Gumanti (1996) : manajemen laba pada
perusahaan yang go public di BEJ menunjukkan
bahwa terjadi manajemen laba 1 tahun setelah
IPO. Setiawati (2002) menggunakan proksi discretionary accruals, terjadinya manajemen laba
pada periode sebelum IPO. Carter et al (1998)
dalam Praditya (2008), menyatakan ukuran
perusahaan menentukan jumlah investor yang
tertarik untuk berinvestasi.
Praktik manajemen laba yang terjadi di
sekitar IPO juga berdampak pada kinerja
perusahaan. Saiful (2002), bahwa kinerja operasi
setelah IPO lebih rendah daripada sebelum IPO
dan menemukan bukti bahwa return saham 1
tahun setelah IPO lebih rendah dengan periode
pengamatan.
Penelitian ini merupakan replikasi dari
penelitian yang dilakukan Setiawati (2002),
Saiful (2002), dan Praditya (2008). Perbedaan
dari penelitian sebelumnya adalah pada periode
dan sampel penelitian yang digunakan. Penelitian
ini menggunakan periode pengamatan 1 tahun
sebelum IPO dan 1 tahun setelah IPO. Periode
Juni
penelitian adalah pada tahun 2000 sampai dengan
2008 yang terbatas pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia.
Penelitian ini juga menggunakan variabel ukuran
perusahaan yang dilihat dari total asset dan
variabel kinerja perusahan menggunakan rasio
ROA (Return On Asset).
2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka
masalah yang dikemukakan sebagai berikut :
1. Apakah tingkat manajemen laba sebelum
IPO lebih tinggi daripada setelah IPO.
2. Apakah tingkat manajemen laba pada
perusahaan kecil lebih tinggi daripada
perusahaan besar.
3. Apakah kinerja perusahaan sebelum IPO
lebih rendah daripada setelah IPO.
3.
1.
2.
3.
4.
4.
Batasan Penelitian
Penelitian ini dibatasi antara lain :
Membatasi penelitian praktik manajemen
laba dalam bentuk peningkatan laba (income
maximation) bukan pada perataan laba (income smoothing).
Membandingkan tingkat manajemen laba di
sekitar IPO yaitu periode sebelum IPO dan
setelah IPO.
Menguji tingkat manajemen laba antara
perusahaan berukuran kecil dengan
berukuran besar.
Menguji kinerja perusahaan sebelum IPO
dan setelah IPO.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang telah
dirumuskan, maka secara terperinci tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Memberikan bukti empiris bahwa tingkat
manajemen laba sebelum IPO lebih tinggi
dibandingkan setelah IPO.
2. Memberikan bukti empiris bahwa tingkat
manajemen laba perusahaan kecil lebih
Juni
3.
Handoko A. Hastoro - Anatias Yuliana
tinggi dibandingkan dibandingkan dengan
perusahaan besar.
Memberikan bukti empiris bahwa kinerja
perusahaan setelah IPO lebih rendah
daripada sebelum IPO.
TINJAUAN TEORI DAN HIPOTESIS
1.
2.
69
Karakteristik Pelaporan Laba
Pengertian laba yang dianut oleh struktur
akuntansi sekarang ini (Chariri dan Ghozali,
2001) adalah perbedaan antara pendapatan yang
direalisasikan dari transaksi-transaksi yang terjadi
selama satu periode dengan biaya yang berkaitan
dengan pendapatan tersebut.
Karakteristik laporan keuangan
Menurut PSAK No. 1 (IAI, 2007), laporan
keuangan merupakan bagian dari proses
pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang
lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba
rugi, laporan perubahan modal.
Menurut Baridwan (1992) dalam Praditya
(2008), laporan keuangan akan bermanfaat bila
memenuhi ketujuh kualitas yaitu relevan, dapat
dimengerti, daya uji, netral, tepat waktu, daya
banding, dan lengkap. Relevansi suatu informasi
harus sesuai penggunaanya, difokuskan pada
kebutuhan umum pemakai dan bukan khusus
pihak-pihak tertentu. Informasi harus dapat
dimengerti oleh pemakainya, dan dinyatakan
sesuai dengan batas pengertian para pemakai.
Informasi harus dapat diuji kebenarannya oleh
para pengukur yang independen dengan
menggunakan metode pengukuran yang sama.
Informasi laporan keuangan harus diarahkan pada
kebutuhan umum pemakai, bukan keinginan
pihak-pihak tertentu, harus disampaikan sedini
mungkin, dan dapat dibandingkan dengan laporan
keuangan periode sebelumnya dari perusahaan
yang sama, maupun dengan laporan keuangan
perusahaan lainnya pada periode yang sama
Menurut Konsep Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan (IAI, 2002)
pemakai laporan keuangan meliputi investor
potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok,
dan kreditor lainya, pelanggan, pemerintah, serta
lembaga-lembaga, dan masyarakat. Mereka
menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi
kebutuhan informasi berbeda. (Chariri dkk,
2003:130)
3.
Manajemen Laba (earnings management)
Manajemen laba didefinisikan Schipper
(1989) dalam Gumanti (2001). sebagai suatu
intervensi dengan maksud tertentu terhadap
proses pelaporan keuangan eksternal dengan
sengaja untuk memperoleh beberapa keuntungan
pribadi. Menurut Scott (1997) manajemen laba
adalah tindakan manajemen untuk memilih
kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu
dengan tujuan memaksimalkan kesejahteraan dan
atau nilai pasar perusahaan
Menurut Setiawati & Na’im (2000:425),
manajemen laba timbul sebagai dampak dari
penggunaan akuntansi sebagai salah satu
informasi dan alat komunikasi antara pihak internal perusahaan dan pihak eksternal perusahaan,
sehingga menimbulkan kebijakan atau judgment
dari pihak manajemen suatu perusahaan.
Menurut Scott (1997) bentuk-bentuk
manajemen laba yang dilakukan oleh manajer
antara lain:
a) Taking A Bath
Dilakukan saat keadaan buruk, tidak
menguntungkan dan tidak bisa dihindari pada
periode berjalan dengan cara mengakui
biaya-biaya pada periode-periode yang akan
datang dan kerugian periode berjalan.
b) Income Minimaziton
Dilakukan saat perusahaan memperoleh
profitabilitas yang tinggi dengan tujuan agar
tidak mendapat perhatian politis, berupa
pembebanan pengeluaran iklan, riset dan
pengembangan yang cepat dan sebagainya.
c) Income Maximation
Memaksimalkan laba agar memperoleh bo-
70
EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
nus yang lebih besar. Demikian pula dengan
perusahaan yang mendekati suatu
pelanggaran kontrak hutang jangka panjang,
manajer perusahaan tersebut akan cenderung
memaksimalkan laba.
d) Income Smoothing
Manajemen laba yang dilakukan dengan cara
menaikkan atau menurunkan laba untuk
mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan
sehingga perusahaan terlihat stabil dan tidak
berisiko tinggi.
Menurut Scott (1997) motivasi perusahaan
melakukan manajemen laba adalah:
1. Bonus Plans
Laba sering dijadikan indikator penilaian
prestasi manajer perusahaan, dengan cara
menetapkan tingkatan laba yang harus
dicapai dalam periode tertentu.
2. Initial Public Offering
Saat perusahaan go public, manajer berusaha
untuk menaikkan laba yang dilaporkan untuk
mempengaruhi keputusan investor.
3. Stock Price Effect
Manajer melakukan manajemen laba dalam
laporan keuangan dengan tujuan untuk
mempengaruhi pasar.
4. Political Motivations
Manajemen laba dilakukan untuk
mengurangi biaya politis dan pengawasan
dari pemerintah, misalnya subsidi, dan untuk
meminimalkan tuntutan serikat buruh,
dilakukan dengan cara menurunkan laba.
5. Taxation Motivations
Manajer berusaha menurunkan laba untuk
mengurangi beban pajak yang harus
dibayarkan.
6. Pergantian CEO
Manajemen laba dilakukan dalam kasus
penggantian manajer, manajer lama akan
melaporkan laba yang tinggi, sehingga CEO
yang baru akan merasa sangat berat untuk
mencapai tingkat laba tersebut.
4.
Juni
Initial Public Offering (IPO) dan
Manajemen Laba.
Menurut Fabozzi (1999) dalam Saptadji
(2008), IPO bermanfaat antara lain untuk (1)
memberikan competitive advantage untuk
pengembangan usaha, (2) peningkatan
kemampuan going concern, (3) meningkatkan
citra perusahaan dan nilai perusahaan.
Initial Public offerings (IPO) atau penawaran
saham perdana merupakan proses penjualan
saham suatu perusahaan kepada masyarakat
umum untuk pertama kalinya (Jogiyanto, 2007).
Pasar perdana menurut keputusan Menteri
keuangan RI No. 859/KMK.01/1987 adalah
penawaran surat berharga untuk pertama kali
kepada pemodal selama masa tertentu sebelum
surat berharga tersebut dicatatkan di bursa.
Menurut panduan go public (2002), pengertian
penawaran umum perdana (IPO) adalah
penawaran efek dengan menggunakan media
masa atau ditawarkan kepada lebih dari 100 pihak
atau telah dijual kepada 50 pihak.
Setiawati (2002) melakukan penelitian
terhadap sampel 24 perusahaan yang melakukan
IPO dari tahun 1995 sampai dengan 2001 dengan
menggunakan proksi discretionary accruals pada
1 tahun sebelum IPO dan 1 tahun setelah IPO,
dan hasilnya membuktikan ditemukannya
manajemen laba pada kedua periode tersebut.
Saiful (2004) melakukan penelitian, terbukti
bahwa kinerja operasi setelah IPO lebih rendah
daripada sebelum IPO dan menemukan bukti
bahwa return saham 1 tahun setelah IPO lebih
rendah dengan periode pengamatan dari tahun
1988 sampai dengan 1993.
Praditya (2008). Melakukan penelitian
dengan data tahun 2000-2005, membuktikan
terjadinya manajemen laba periode 1 tahun
sebelum IPO dan 1 tahun sesudah IPO, dan bahwa
kinerja operasi setelah IPO lebih rendah
dibandingkan dengan sebelum IPO.
Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis
penelitian ini adalah:
Juni
Handoko A. Hastoro - Anatias Yuliana
H1: Tingkat manajemen laba sebelum IPO lebih
besar daripada setelah IPO.
5.
Ukuran perusahaan, IPO dan manajemen
laba.
Ukuran perusahaan merupakan proksi
volatilitas operasional dan inventory
controlability yang seharusnya dalam skala
ekonomis besarnya perusahaan menunjukkan
pencapaian operasi lancar dan pengendalian
persediaan (Mukhlasin, 2002). Ukuran
perusahaan menggambarkan besar kecilnya
perusahaan, ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah
penjualan, rata–rata total penjualan dan rata–rata
total aktiva.
Ukuran perusahaan merupakan salah satu
pertimbangan oleh investor dalam mengambil
keputusan investasi. Menurut Carter et al (1998)
dalam Praditya (2008), perusahaan besar lebih
dikenal masyarakat sehingga investor akan lebih
mudah mendapatkan informasi yang diperlukan
dan dapat lebih mudah menganalisa tentang
prospek perusahaan daripada perusahaan kecil.
Perusahaan besar akan lebih berani
mengeluarkan saham baru, memiliki akses yang
lebih besar untuk mendapat sumber pendanaan
dari berbagai sumber, memiliki probabilitas lebih
besar memenangkan persaingan atau bertahan
dalam industri dibanding perusahaan yang kecil.
Pada sisi lain, perusahaan dengan skala kecil lebih
fleksibel dalam menghadapi ketidakpastian,
karena perusahaan kecil lebih cepat bereaksi
terhadap perubahan yang mendadak.
Menurut Kim dan Liu (2003) perusahaan
besar memiliki sistem pengendalian intern yang
lebih canggih, auditor yang kompeten, dan
reputasi yang baik dibandingkan dengan
perusahaan kecil. Perusahaan yang mampu
menghasilkan laba yang besar biasanya
perusahaan tersebut memiliki kinerja yang baik
dan berskala besar, pangsa pasar yang besar, akan
tetapi karena perusahaan besar lebih dikenal
masyarakat dan pemerintah sehingga peluang
71
untuk dapat melakukan manajemen laba atau
kecenderungan melakukan manajemen laba
menjadi terbatas, berbeda dengan perusahaan
kecil, yang kurang menjadi perhatian masyarakat,
maka memiliki peluang lebih besar untuk
melakukan manajemen laba. Berdasarkan uraian
tersebut maka hipotesisnya adalah :
H2: Terdapat perbedaan tingkat manajemen laba
pada perusahaan besar dan perusahaan kecil
pada periode sekitar IPO.
6.
Kinerja perusahaan, IPO dan manajemen
laba.
Kinerja operasi perusahaan merupakan
kemampuan kegiatan operasional perusahaan
dalam mencapai hasil atau tujuan yang
diinginkan. Alat analisa kinerja perusahaan
adalah laporan keuangan. Menurut Halim dan
Mamduh (1997) ada beberapa alat analisis ( rasio)
yang biasa digunakan yaitu (1) rasio likuiditas
adalah rasio yang menunjukkan seberapa besar
perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendek
pada saat jatuh tempo dengan menggunakan
aktiva lancarnya, (2) rasio solvabilitas adalah
rasio yang mengukur kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban jangka panjang, (3)
rasio profitabilitas adalah rasio yang
menunjukkan kemampuan perusahaan
menghasilkan laba bersih, (4) rasio aktivitas
adalah rasio yang menunjukkan beberapa asset
perusahaan pada aktivitas tertentu.
Menurut Saiful (2002) perusahaan yang
melakukan manajemen laba menjelang IPO akan
menggeser pendapatan masa depan menjadi
pendapatan sekarang dengan tujuan untuk
menaikkan laba pada saat IPO, akibatnya kinerja
perusahaan setelah IPO terlihat lebih rendah
dibandingkan sebelum IPO Berdasarkan uraian
tersebut maka hipotesisnya adalah :
H3: Kinerja perusahan setelah IPO lebih rendah
dibandingkan dengan sebelum IPO.
EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
72
METODA PENELITIAN
1. Data dan Sampel
Data keuangan dalam penelitian ini berupa
laporan keuangan yang diambil dari
www.idx.co.id dan menggunakan Indonesia
Capital Market Directory (ICMD) sebagai data
pelengkap. Penelitian ini merupakan penelitian
studi peristiwa (event study) karena menguji ada
atau tidaknya manajemen laba di sekitar IPO
dengan menggunakan Uji T.
Sampel diambil dari perusahaan manufaktur
yang terdaftar di bursa Efek Indonesia (BEI) yang
dipilih dengan metode purposive sampling.
Kriteria pengambilan sampelnya adalah sebagai
berikut:
1. Perusahaan dikelompokkan ke dalam jenis
industry manufaktur sesuai dengan Indonesian Capital Market.
2. Perusahaan yang sahamnya aktif
diperdagangkan, mempunyai prospektus
laporan keuangan lengkap minimal 1 tahun
sebelum IPO dan tetap terdaftar minimal 1
tahun setelah IPO berturut-turut selama
periode 2000 sampai dengan 2008 untuk
membandingkan adanya manajemen laba 1
tahun sebelum IPO dan 1 tahun setelah IPO.
3. Terdapat kelengkapan data yang diperlukan
antara lain laba bersih, penjualan, aliran kas
dari aktivitas operasi, dan total asset.
2.
Variabel Penelitian
Manajemen Laba
Pendekatan yang digunakan adalah total accruals untuk mendeteksi apakah terjadi
manajemen laba atau tidak. Pendekatan ini
sejalan dengan model yang dikembangkan oleh
Jones. Healy dan Angelo (dalam Gumanti, 2001)
berpendapat bahwa total accrual terjadi dari discretionary accruals dan non discretionary accruals, dimana total accruals di dalam discretionary accruals cenderung tidak mudah terobsesi
sedangkan non discretionary cenderung stabil
sepanjang waktu. Oleh karena itu, pengujian ada
Juni
tidaknya manajemen laba dalam penelitian ini
lebih ditekankan pada perilaku discretionary accruals dan total accruals. Langkah-langkah
dalam menghitung nilai discretionary accruals
adalah sebagai berikut :
1. Menghitung nilai Total Accruals (TAC)
masing-masing perusahaan sampel.
TACit = NIit – CFOit / Ait-1
dimana :
TACit = Total accruals perusahaan i pada periode t
NIit
= Net income perusahaan i pada tahun t
CFOit = Cash flow from operating activities
perusahaan i pada tahun t
Ait
2.
= Total asset perusahaan i pada tahun t
–1
Menghitung nilai Non Discretionary Accruals ( NDA )
NDAt = α1(1/Ait-1) + α2(“REVit / Ait-1) +
α
α3(ATit / Ait-1) + ξit.......
Dimana :
NDAt = Non Discretionary Accruals pada tahun t
“REVit = Pendapatan perusahaan i pada tahun t
dikurangi pendapatan tahun t – 1
ATit
= Aktiva tetap perusahaan i pada tahun ke t
Ait-1
= Total asset perusahaan i pada tahun t – 1
α1, α2, α3 = Parameter spesifik perusahaan
îit
= Sampel error
Estimasi dari parameter spesifik perusahaan
(α1, α2, α3 ) diperoleh melalui model
analisis regresi OLS (Ordinary Least Square)
sebagai berikut:
TACit/Ait-1= α
α1(1/Ait-1) + α2(“REVit / Ait1)
+ α3(PPEit / Ait-1) + ξt.....
Dimana :
TACit = Total accruals perusahaan i pada tahun t
Ait-1
= Total asset perusahaan i pada tahun t – 1
îit
= Sampel eror
PPEit = Aktiva tetap perusahaan i pada tahun t
Juni
3.
Handoko A. Hastoro - Anatias Yuliana
Menghitung nilai Discretionary Accruals
(DAC)
Total accruals terdiri dari discretionary accruals dan non dicretionary accruals, maka
untuk menghitung nilai discretionary accruals masing-masing perusahaan sampel dapat
dirumuskan sebagai berikut:
DACit = TAit - NDAit
Dimana:
DACit = Discretionary accruals perusahaan i pada
tahun t
TAit
= Total accruals perusahaan i pada periode t
NDAit = Non dicretionary accruals perusahaan i
pada periode t
Dari rumus di atas maka untuk menghitung
nilai proksi discretionary accruals adalah
sebagai berikut:
α1 (1/Ait-1)+α
DAit = TAit/Ait – {α
α2 (“REVit/
α3 (PPFEit / Ait-1)
Ait1)+α
Dimana :
DAit
= Discretionary accruals
TAit
= Total accruals
73
dibandingkan dengan perusahaan besar.
DAit = a + b sizeit + e
Dimana :
DAit = Discretionary Accruals
a
= Konstanta
e
= error
Kinerja Operasi
Tujuan dari pengukuran ini adalah untuk
mengetahui apakah kinerja perusahaan setelah
IPO dibandingkan sebelum IPO menurun, dengan
cara membandingkan perubahan ROA sebelum
dan setelah IPO, kemudian dilakukan pengujian
hubungan ROA dengan discretionary accruals
untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
variabel tersebut memprediksi kinerja perusahaan
sebelum dan setelah IPO.
Peningkatan profitabilitas perusahaan
sebanding dengan peningkatan ROA, yaitu
apabila ROA meningkat maka profitabilitas
perusahaan juga meningkat. Pengujian ini
dilakukan untuk menghitung variabel ROA
masing-masing perusahaan sampel dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
ROAit = Net incomeit / Total Asetit
“REVit = Pendapatan perusahaan i pada tahun t
dikurangi pendapatan tahun t -1
PPFEit = Aktiva tetap perusahaan i pada tahun t
Ait-1
= Total asset peruahaan i pada tahun t - 1
α1, α2, α3
= Parameter spesifik perusahaan
Dimana :
ROAit
= Return On Asset perusahaan i pada
periode t
Net incomeit = Total laba bersih perusahaan i pada
periode t
Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan dalam penelitian ini
menggunakan total asset yang diukur dengan
menggunakan Logaritma Naturan Asset
(LN_TA), mengelompokkan total asset perusahan
kurang dari 100 milyar kedalam perusahaan kecil
dan total asset lebih dari atau sama dengan 100
milyar kedalam perusahaan besar. Pengujian ini
dilakukan untuk mengetahui tingkat manajemen
laba yang dilakukan oleh perusahaan kecil
Total Asetit = Total asset perusahaan i pada periode t
Pengujian Hipotesis
1. Uji beda hipotesis ke 1
Hipotesis pertama (H1) menyatakan bahwa
tingkat manajemen laba sebelum IPO lebih tinggi
dibandingkan setelah IPO. Variabel yang
digunakan adalah discretionary accruals (DA)
sebagai proksi manajamen laba. Apabila rata-rata
perubahan DA sebelum IPO lebih besar daripada
EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
74
setelah IPO, maka terbukti bahwa tingkat
manajemen laba sebelum IPO lebih besar
daripada setelah IPO. Uji hipotesis ke 1
menggunakan uji statistik one sample t-test
dengan taraf signifikansi 0,05.
2.
Uji beda hipotesis ke 2
Hipotesis kedua (H2) menyatakan bahwa
terdapat perbedaan tingkat manajemen laba pada
perusahaan besar dan perusahaan kecil pada
periode sekitar IPO. Variabel yang digunakan
adalah SIZE (sebagai indikator besaran
perusahaan). Penelitian ini menggunakan uji
statistik one sampel t-test pada masing-masing
periode dengan level signifikansi 0,05.
3.
Uji beda hipotesis ke 3
Hipotesis ketiga (H3) menyatakan bahwa
kinerja perusahaan setelah IPO lebih rendah
dibandingkan dengan sebelum IPO. Berkaitan
dengan penelitian ini variabel yang digunakan
adalah ROA. Apabila rata-rata perubahan ROA
sebelum IPO lebih besar daripada setelah IPO,
maka terbukti bahwa kinerja perusahaan setelah
IPO lebih rendah daripada sebelum IPO.
Penelitian ini menggunakan uji statistik paired
sample t-test dengan level signifikansi 0,05.
Juni
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Statistik Deskriptif
Sampel perusahaan yang yang diteliti adalah
perusahaan yang masuk dalam kelompok industri
manufaktur dan melakukan IPO dari tahun 2000
sampai dengan 2008 (lihat tabel 4.1). dari 35
perusahaan yang melakukan IPO tahun 2000 2008, terdapat 32 perusahaan yang memenuhi
kriteria untuk diuji.
Pada Tabel 4.2, Variabel yang digunakan
pada penelitian ini adalah discretionary accruals (DA) dengan total asset, penjualan, dan laba
bersih sebagai variabel untuk mendukung
terjadinya gejala manajemen laba. Berdasarkan
analisis statistik deskriptif terjadi peningkatan
kinerja perusahaan yang terlihat pada kenaikan
nilai rata-rata total asset terjadi peningkatan laba
bersih periode sebelum IPO menuju periode saat
IPO (lihat Tabel 4.3), namun penurunan beruntun
pada periode saat IPO maupun setelah IPO justru
terlihat pada variabel laba bersih (lihat Tabel.4.4).
Hasil Statistik deskriptif menunjukkan
bahwa rata-rata (mean) total asset cenderung
mengalamipeningkatan yaitu Rp388.000.000.000
sebelum IPO menjadi Rp475.000.000.000 pada
saat IPO dan kembali meningkat pada periode
setelah IPO menjadi Rp 481.000.000.000 (lihat
Tabel 4.1
Daftar sampel penelitian
perusahaan manufaktur yang melakukan IPO (tahun )
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Total perusahaan IPO tahun 2000-2008
Dikurangi :
Perusahaan yang melakukan IPO namun tidak menyajikan
data keuangan secara lengkap
Jumlah sampel akhir
Jumlah perusahaan
6
10
4
0
2
1
0
9
3
35
3
32
Juni
75
Handoko A. Hastoro - Anatias Yuliana
Tabel.4.2). Peningkatan ini disebabkan karena
pada saat IPO, perusahaan mendapatkan
tambahan modal dari investor.
Mean
Median
Std Deviation
minimum
maximum
Tabel.4.2
Statistik Deskriptif Total Asset
sebelum IPO
saat IPO
388000
475000
107.000
218000
1091000
17130000
9499
9511
6191670
90000000
Variabel
penjualan
menunjukkan
peningkatan pada saat IPO dibandingkan dengan
sebelum IPO yang terlihat pada rata-rata (mean)
Rp211.000.000.000
menjadi
Rp1.890.000.000.000 dan meningkat lagi pada
periode
setelah
IPO
menjadi
Rp3.830.000.000.000 (lihat Tabel.4.3).
Peningkatan ini disebabkan karena perusahaan
yang go public akan memperbaiki kinerja
perusahaannya. Kinerja perusahaan terlihat pada
variabel penjualan karena tambahan modal dari
investor mengakibatkan perusahaan mampu
melakukan ekspansi.
setelah IPO
481000
198000
769500
7547
3415546
Analisis deskriptif pada laba bersih
menunjukkan peningkatan pada rata-rata (mean)
dari sebelum IPO yaitu Rp29.672.000.000
menjadi Rp120.053.000.000, namun mengalami
penurunan pada periode setelah IPO menjadi
Rp14.356.000.000 (lihat Tabel.4.4). Penurunan
laba perusahaan ini tidak sebanding dengan
peningkatan penjualan yang terjadi. Dari analisis
diatas dimungkinkan karena perusahaan ingin
mendapatkan reaksi pasar yang positif sehingga
berpengaruh terhadap keberhasilan IPO.
Penurunan beruntun pada periode saat IPO
Mean
Median
Std Deviation
minimum
maximum
Tabel.4.3
Statistik Deskriptif Penjualan
sebelum IPO
saat IPO
211000
1890000
80095.00
193000
360300
8419000
2192
2303
1517153
47930937
setelah IPO
3830000
155000
515700
1749
2161376
Mean
Median
Std Deviation
minimum
maximum
Tabel.4.4
Statistik Deskriptif Laba Bersih
sebelum IPO
saat IPO
29672
120053
5698.00
8763.00
53.088.567
457.403.523
-14170
-84628
192210
2522201
setelah IPO
14356
2748.50
46.801.105
-59826
192801
EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
76
maupun setelah IPO pada variabel laba bersih
tidak sebanding dengan terjadinya peningkatan
penjualan pada tiap periodenya. Hal ini
dimungkinkan bahwa terdapat indikasi terjadinya
manajemen laba pada perusahaan go public yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Juni
periode (t+1). Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa hipotesis pertama dapat didukung.
Tabel.4.6
Hasil pengujian tingkat manajemen laba
sebelum dan setelah IPO
DA (-1)
2. Uji Statistik
DA (+1)
Pengukuran Manajemen Laba
Berdasarkan hasil analisis one sampel t-test
diketahui bahwa nilai rata-rata discretionary accruals periode sebelum IPO atau DA (-1) bernilai
positif dan signifikan yaitu 0,6331 dengan nilai
siginifikansi 0,039 < 0,05 atau terbukti kuat
melakukan manajemen laba (lihat Tabel.4.5).
Akan tetapi, discretionary accruals periode
setelah IPO atau DA (+1) yang bernilai negatif
yaitu -3,3573 dan tidak signifikan menunjukkan
bahwa pada periode tersebut terbukti lemah
dalam terjadinya manajemen laba.
Tabel.4.5
Hasil pengujian manajemen laba
N = 32
DA (-1)
DA (+1)
Mean
standard Error
Median
Standard deviasi
sig. (2-tailed)
T
Lower
Upper
Maximum
Minimum
0,6331
0,29409
0,8684
1,66362
0,039
2,153
0.0333
1,2329
-7,97
2,45
-3,3573
1,98373
0,8503
11,2217
0,101
-1,692
-7,4032
0,6885
-42,5
1,12
2,768
125,926
Variance
Keterangan : signifikan pada level 5%
Hipotesis pertama yang menyatakan bahwa
tingkat manajemen laba sebelum IPO (t-1) lebih
tinggi daripada setelah IPO (t+1) diperkuat
dengan nilai asymp. sig (1-tailed) sebesar 0,029
yang lebih kecil dari á = 0,05 (lihat tabel.4.6).
Hal tersebut menunjukkan bahwa accrual pada
periode (t-1) lebih tinggi dibandingkan dengan
t
1,96
sig. (2-tailed)
0,059
Hubungan antara manajemen laba dengan
ukuran perusahaan
Pengujian pada hipotesis kedua menggunakan one sample t-test pada tiap periodenya yang
bertujuan untuk membandingkan tingkat
manajemen laba perusahaan besar dengan
perusahaan kecil. Nilai rata-rata (mean) pada
periode sebelum IPO (t-1) menunjukkan bahwa
tingkat manajemen laba perusahaan kecil lebih
rendah dibandingkan dengan perusahaan besar
didukung dengan nilai signifikansi 0,249 > 0,05
(lihat tabel.4.7).
Tabel.4.7
periode sebelum IPO (t-1)
SIZE besar
SIZE kecil
N
mean
std eror mean
std deviasi
16
0,9817
0,1314
24,01608
16
0,2845
0,56923
2,2769
sig (2-tailed)
0,249
Hasil pengujian pada saat IPO (t)
menunjukkan hal yang sama dengan periode
sebelum IPO (lihat tabel.4.8). Nilai rata-rata
(mean) perusahaan kecil lebih rendah
dibandingkan dengan perusahaan besar dengan
nilai signifikansi 0,614 > 0,05.
Juni
77
Handoko A. Hastoro - Anatias Yuliana
Tabel.4.10
Manajemen laba dan kinerja operasional
perusahaan
Tabel.4.8
periode saat IPO (t)
N
mean
std eror mean
std deviasi
SIZE besar
22
3,543
5,12025
0,50269
sig (2-tailed)
0,614
SIZE kecil
10
0,9228
0,15896
0,50269
Hasil pengujian yang berbeda ditunjukkan
pada periode setelah IPO (lihat tabel.4.9). Nilai
rata-rata (mean) pada periode setelah IPO (t+1)
menunjukkan bahwa tingkat manajemen laba
perusahaan kecil lebih tinggi dibandingkan
perusahaan besar dengan nilai signifikansi 0,038
< 0,05.
ROA (-1)
ROA (+1)
Mean
Std. Error Mean
0,0827
0,03348
-0,0203
0,01183
Std. Deviation
0,1894
0,6693
Hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa
kinerja perusahaan setelah IPO lebih rendah
dibandingkan sebelum IPO didukung dengan nilai
signifikansi 0,006 kurang dari á = 0,05 (lihat
tabel.4.11). Berdasarkan hasil pengujian diatas,
dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga dapat
didukung
Tabel.4.11
kinerja perusahaan sebelum dan setelah
IPO
Tabel.4.9
periode setelah IPO (t + 1)
SIZE besar
SIZE kecil
N
mean
std eror mean
std deviasi
20
-5,9092
3,05921
13,68118
12
0,8958
0,02571
0,8906
sig (2-tailed)
0,038
Secara umum, baik perusahaan berskala
besar maupun kecil sama-sama melakukan
praktik manajemen laba. Namun demikian,
tingkat manajemen laba yang dilakukan berbeda
pada tiap periodenya. Berdasarkan uraian diatas
maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua
dapat didukung.
Hubungan antara manajemen laba dengan
kinerja operasi perusahaan
Hipotesis ketiga diuji menggunakan uji
paired sample t-test. Nilai rata-rata “ROA
sebelum IPO bernilai positif menunjukkan bahwa
kinerja operasi sebelum IPO mengalami
peningkatan, sedangkan nilai “ROA setelah IPO
negatif menunjukkan bahwa kinerja perusahaan
mengalami penurunan setelah IPO (lihat
tabel.4.10).
ROA (-1) , ROA (+1)
Std. Deviasi
0,19559
t
2,979
Sig. 2-tailed
0,006
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penerapan manajemen laba yang terjadi di
sekitar penawaran saham perdana merupakan
sebuah fenomena yang kontroversial di dunia
pasar modal.
Keterbatasan informasi tentang perusahaan
yang akan go public menyebabkan tidak ada dasar
yang relevan tentang bagaimana harga penawaran
ditetapkan. Sementara itu, literatur yang berkaitan
dengan IPO menyarankan bahwa salah satu
sumber informasi yang relevan sebagai dasar
penetapan harga atau penilaian suatu IPO adalah
informasi keuangan yang terdapat dalam
prospektus. Asymetri informasi yang terjadi
ketika IPO memungkinkan perusahaan
melakukan manajemen laba untuk mendapatkan
reaksi pasar yang positif.
78
EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Hasil pengujian dengan pendekatan total
accruals menunjukkan ada bukti yang kuat atas
terjadinya manajemen laba, tingkat manajemen
laba pada periode sebelum IPO lebih tinggi
dibandingkan dengan periode setelah IPO.
Dengan kata lain, penerapan manajemen laba bisa
dikatakan sebagai tindakan pelaporan keuangan
yang penuh dengan rekayasa dan kecurangan.
Hasil dari analisis berupa nilai rata-rata discretionary accruals (DA) periode sebelum dan
saat IPO bernilai positif atau terjadi manajemen
laba.Usaha ini dilakukan karena keberhasilan IPO
akan mempengaruhi kinerja perusahaan
selanjutnya atau untuk tahun-tahun mendatang,
sehingga perusahaan dapat melakukan ekspansi
pasar.
Nilai rata–rata discretionary accruals (DA)
pada periode setelah IPO bernilai negatif atau
tidak melakukan manajemen laba karena setelah
IPO kondisi perusahaan menjadi lebih baik
kinerjanya berkat suntikan dana melalui
penjualan saham perdana kepada publik.
Tindakan manajemen laba yang dilakukan
pada periode sebelum IPO telah memberikan
keberhasilan, sehingga informasi yang diterima
investor adalah positif, yang mengakibatkan investor tidak ragu-ragu lagi untuk menanamkan
modalnya lewat pembelian saham perdana.
Hasil pengujian tersebut tidak konsisten
dengan penelitian yang dilakukan Gumanti
(2001) dan Setiawati (2002). Penelitian ini
membuktikan manajemen laba terjadi pada
periode sebelum IPO dan saat IPO namun tidak
terbukti pada periode setelah IPO.
Bukti lain menunjukkan bahwa perbedaan
ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap
tingkat manajemen laba yang dilakukan. Tingkat
manajemen laba perusahaan kecil tidak lebih
tinggi dibandingkan perusahaan besar.
Tingkat manajemen laba perusahaan kecil
lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan
besar ditunjukkan pada periode sebelum IPO (t1) dan saat IPO (t). Perusahaan besar melakukan
Juni
manajemen laba dengan menaikkan laba
sesungguhnya sehingga dapat menarik perhatian
investor. Hasil pengujian ini konsisten dengan
penelitian yang dilakukan Defond (1993) dalam
Hanum (2009).
Tingkat manajemen laba perusahaan kecil
lebih tinggi dibandingkan perusahaan besar
ditunjukkan pada periode setelah IPO (t+1).
Perusahaan kecil akan berusaha untuk menaikkan
labanya agar dapat bersaing dengan perusahaan
besar. Hasil pengujian pada periode ini konsisten
dengan penelitian Kim dan Liu (2003).
Rendahnya kinerja perusahaan setelah IPO
dibandingkan dengan sebelum IPO terbukti
secara significant dari hasil analisis data yang
dilakukan. Hal tersebut terjadi dikarenakan pada
periode setelah IPO perusahaan masih kurang
efektif dalam pengelolaan investasi. Suntikan
dana yang berasal dari investor belum dapat
dimaksimalkan oleh perusahaan untuk kinerja
operasional perusahaan sehingga efektifitas
perusahaan mengalami penurunan.
Keterbatasan Penelitian
Pertama, sedikitnya sampel perusahaan yang
diteliti dalam penelitian ini menyebabkan hasil
yang dilaporkan kurang dapat digeneralisasi.
Kedua,. Penelitian ini hanya membatasi pada total asset untuk pengklasifikasian.
Saran
Pertama, penelitian selanjutnya sebaiknya
menggunakan sampel yang lebih banyak dan
tidak hanya yang terdaftar di BEI. Kedua,
Memisahkan jenis industri untuk mendeteksi
perusahaan jenis industri mana yang lebih banyak
melakukan praktik manajemen laba. Ketiga,
perbedaan ukuran perusahaan sebaiknya bisa
dibedakan dari tingkat proporsi labanya yaitu
dengan membuat kriteria laba pada tingkat
tertentu. Keempat, perusahaan sebaiknya
digolongkan kedalam perusahaan besar, sedang
dan kecil untuk hasil yang lebih teruji
Juni
Handoko A. Hastoro - Anatias Yuliana
79
kebenarannya. Kelima, kinerja perusahaan
sebaiknya juga dihitung menggunakan perubahan
ROE atau ROI sehingga akan mendukung hasil
penelitian ini.
Healy, and K. Palepu. 1993. “The Effeck of
Formis Financial Disclosure Strategy
on Stock Prices”. Acc Horizon
(March):1-11.
DAFTAR PUSTAKA
Husnan, Suad dan Enny Pudjiastuti.
2004.”Dasar-Dasar Teori Portofolio
dan
Analisis
Sekuritas”.
Yogyakarta:UPP AMP YKPN.
Andriyanti, Elyana Noor. 2007. “Pengaruh
Ukuran Perusahaan, Struktur Aktiva
Dan Profitabilitas Terhadap Struktur
Modal Pada Perusahaan Makanan dan
Minuman Yang terdaftar di BEJ”.
Semarang: Universitas Negeri
Semarang.
Chariri, Anis dan Ghozali. 2001. “Teori
Akuntansi”. Semarang:Universitas
Diponegoro.
Ekawati, Erni. 2006. “Manajemen Laba Pada
Penawaran Saham Perdana Di
BEJ”.Jurnal Riset Akutansi Dan
Keuangan.
Ghozali, Imam, 2007. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS”.
Cetakan IV. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Gumanti, Tatang Ary. 2001. “Earning Management Dalam Penawaran Saham
Perdana Di Bursa Efek Jakarta”. Jurnal
Riset Akutansi Indonesia Vol.4, No.2
(Mei):165-183.
Hanafi, M. Mamduh. 2005. “Analisis laporan
Keuangan”.
Edisi
Ketiga.
Yogyakarta:UPP STIE YKPN.
Hanum, Sabeela. 2009. “Pengaruh Asimetri
Informasi Dan Ukuran Perusahaan
Terhadap Praktik Manajemen Laba”.
Surakarta:UMS. http://google.com.
Hartono, Jogiyanto. 1999. “Teori Portofolio dan
Analisis Investasi”. Yogyakarta:BPFE
UGM.
Indonesia, Ikatan Akuntan, 2004, Standar
Akuntansi Keuangan, Salemba Empat,
Jakarta.
Kim, Yangseon., Caixing Liu., and S. Ghon Rhee.
“The Effect Of Firm Size On Earnings
Management”. Hawai:2003. http://
google.com
Ma’aruf, Muhammad. 2006. “Analisis FaktorFaktor
Yang
Mempengaruhi
Manajemen Laba Pada Perusahaan Go
Public di BEJ”. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
Naim, Ainun dan Lilis Setiawati. 2000.
“Manajemen Laba”. Jurnal Ekonomi
dan Bisnis Indonesia Vol. 15 No. 4.
Praditya, Putra Galih. 2008. “Manajemen Laba
Di Sekitar Penawaran Perdana (IPO)
Pada Perusahaan Manufaktur Di BEI”.
Yogyakarta:Universitas Islam Indonesia.
Saiful. 2000. “Hubungan Manajemen Laba Dan
Kinerja Operasi Dan Retur Saham Di
Sekitar IPO”. Jurnal Riset Akutansi Indonesia Vol. 7, No.3 (September):316332.
Scott, William R. 1997. “Financial Accounting
Theory”. International edition.
New Jersey Prentice – Hall Inc.
Setiawati, Lilis. 2002. “Manajemen Laba Dan
IPO Di BEJ”. SNA 5 (September).
80
EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Sulistyorini, Nastiti. 2006. “Manajemen Laba Di
Sekitar IPO Pada Perusahaan
Manufaktur Di BEJ”. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia..
Utomo, Riyanto Moelyo., dan Bachruddin. 2005.
“Analisis Manajemen Laba Pada
Penawaran Perdana Saham Di Bursa
Efek Jakarta”. Edisi Khusus On
Finance.Sinergi:17-34.
Juni
Widyaningdyah, A.U. 2001. “Analisis FaktorFaktor Yang Berpengaruh Terhadap
Earning Management Pada Perusahaan
Go Publik Di Indonesia”. Jurnal
Akuntansi & Keuangan Vol 3 No. 2.
Download